Anda di halaman 1dari 6

SEPUTAR

MONETER INDONESIA
RESESI
EKONOMI

KRISIS
MONETER I N F L A S I
1998 DISUSUN OLEH :
DESI TIARA PUTRI | 1932610075
2A - D3 ADMINISTRASI BISNIS
POLITEKNIK NEGERI MALANG
KRISIS
MONETER TAHUN 1998
Melanda Indonesia sejak awal Juli 1997, sementara ini telah berlangsung hampir
dua tahun dan telah berubah menjadi krisis ekonomi, yakni lumpuhnya kegiatan ekonomi
karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur.
Krisis moneter ini terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia di masa lalu
dipandang cukup kuat dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia. Yang dimaksud dengan
fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, laju in asi
terkendali, tingkat pengangguran relatif rendah, neraca pembayaran secara keseluruhan
masih surplus meskipun de sit neraca berjalan cenderung membesar namun jumlahnya masih t
erkendali, cadangan devisa masih cukup besar, realisasi anggaran pemerintah masih menunjukkan
sedikit surplus.

Namun di balik ini terdapat beberapa kelemahan struktural


seperti peraturan perdagangan domestik yang kaku dan berlarut-larut,
monopoli impor yang menyebabkan kegiatan ekonomi tidak e sien dan kompetitif.
Penyebab dari krisis ini bukanlah fundamental ekonomi Indonesia yang selama ini lemah,
hal ini dapat dilihat dari data-data statistik di atas, tetapi terutama karena utang swasta luar negeri
yang telah mencapai jumlah yang besar. Yang jebol bukanlah sektor rupiah dalam negeri,
melainkan sektor luar negeri, khususnya nilai tukar dollar AS yang mengalami overshooting yang s
angat jauh dari nilai nyatanya.

Krisis yang berkepanjangan ini adalah krisis merosotnya nilai tukar rupiah yang sangat tajam,
akibat dari serbuan yang mendadak dan secara bertubi-tubi terhadap dollar AS (spekulasi) dan
jatuh temponya utang swasta luar negeri dalam jumlah besar. Seandainya tidak ada serbuan
terhadap dollar AS ini, Krisis ini diperparah lagi dengan akumulasi dari berbagai faktor
penyebab lainnya yang datangnya saling bersusulan mulai dari harga barang naik yang
menyebabkan INFLASI yang sangat tinggi hingga mencapai 300%.
“ II NN FF LL AA SS II
DAN RESESI EKONOMI KARENA PANDEMI
Dari peris wa INFLASI kita bisa dapat berkaca pada situasi pandemic yang ba- ba muncul, yang dimana banyak sector terutama yang paling terguncang adalah dalam sector ekonomi .
Ekonomi merupakan salah satu sektor yang paling pen ng dalam menentukan kesejahteraan hidup masyarakat luas dan berpengaruh bagi pembangunan suatu daerah
yang sedang berkembang dalam prospek diberbagai bidang.

Pengembangan Ekonomi local itu sendiri Konsumsi rumah tangga terkontraksi karena daya beli masyarakat yang juga masih rendah.
memiliki arti dimana proses pemerintah local, masyarakat, dan Meskipun dinilai mulai ada perbaikan dari kuartal sebelumnya. Konsumsi
organisasi dalam masyarakat itu sendiri ikut merangsang, mendorong, rumah tangga ini juga menjadi penyebab utama pertumbuhan ekonomi
dan mengajak dalam pemeliharaan aktivitas masyarakat minus hingga 3,49 persen Sebab, kontribusi konsumsi ke PDB sebesar 57 persen.
agar dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Dari hal Konsumsi pemerintah jadi penopang. Jumlah pengangguran tembus 9,77 Juta Kinerja
tersebut disimpulkan bahwa ekonomi hal ini perlu adanya perekonomian yang melambat pun berdampak pada kondisi lapangan kerja. Kegiatan
semangat baik antara pemerintah dan masyarkat guna ekonomi yang terhenti membuat banyak perusahaan memutuskan melakukan efisiensi,
meningkat perekonomian dimasa PANDEMI, pertumbuhan salah satunya dengan memangkas jam kerja karyawan atau melakukan
ekonomi Indonesia mengalami kontraksi yang cukup dalam, pemutusan hubungan kerja (PHK)
yakni mencapai 5,32 persen.
P E R A N
PERBANKAN
Di tengah tekanan pandemi Covid-19 ini,
peran perbankan dibutuhkan dalam membantu
dunia usaha yang sedang mengalami tekanan baik melalui
restrukturisasi kredit maupun dengan penyaluran kredit baru.
Menurunnya, dalam penyaluran kredit tidak perlu
membeda-bedakan sektor. Sedangkan tantangan utama
perbankan saat ini adalah bagaimana menjaga kualitas
kredit agar tidak berujung dengan kredit macet atau
non performing loan (NPL).


PT Bank Central Asia Tbk (BCA) juga terus
memiliki semangat untuk membantu menggerakkan ekonomi
nasional. Peran tersebut tercermin dari usaha perseroan dalam
menjaga eksistensi debiturnya di tengah pandemi Covid-19.
"BCA menilai pada masa pandemi ini, kami tetap harus menopang
ekonomi nasional dengan melepaskan kredit terutama
untuk nasabah yang dinilai bisa segera pulih kembali
setelah masa transisi Covid-19 selesai,
" kata Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur BCA.
PT. BANK CENTRAL ASIA Tbk

BCA melihat kebutuhan kredit di sektor infrastruktur, farmasi,


ritel, distribusi dan perkebunan masih sangat besar saat ini.
Oleh karena itu, bank swasta terbesar di tanah air ini meningkatkan
penyaluran kredit di sektor-sektor itu. Setelah memasuki
masa transisi Covid-19, permintaan kredit perumahan berskala


kecil menengah dan kredit mobil sudah semakin menggeliat
sehingga BCA perlu meningkatkan dukungan ke
sektor tersebut.

Tidak hanya itu, BCA juga tetap memberikan dukungan kepada


sektor-sektor yang terdampak Covid-19 seperti perhotelan dan industri
lainnya yang membutuhkan tambahan modal kerja dengan memberikan
plafon kredit yang sudah ada atau menambah plafon jika memang diperlukan.
Tidak hanya dari Bank BCA, melainkan dari bank BRI juga ikut andil
dalam mengatasi kredit pada masa pandemic dengan
system BRIspot dalam Penyaluran Dana KUR.
BANK SENTRAL
Sendiri mengambil peran cukup besar di tengah keterbatasan instrumen lainnya
dalam upaya untuk mempercepat pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-19.
Langkah tersebut ditempuh melalui kebijakan non-konvensional
atau quantitative easing (QE), yaitu dengan cara membeli obligasi pemerintah
atau aset keuangan jangka panjang lainnya dari open market.

Pembelian obligasi tersebut akan meningkatkan


likuiditas di pasar, dan mendorong perbaikan
pertumbuhan kredit dan investasi, serta menurunkan
cost of money. Dengan suku bunga yang lebih rendah,
bank dapat memberikan pinjaman dengan biaya
yang lebih murah, sehingga diharapkan dapat
menggerakkan kembali sektor riil. 3,75 persen
per November.

Selain itu OJK harus ber ndak dalam pengawasan jalannya


lalu lintas moneter. Hal itu juga berkaitan dengan
suku bunga BI sendiri, mengapa sulitnya turunnya bunga acuan BI
yang dimana apabila diturun kan maka pemulihan ekonomi
akan terealisasikan


begitu juga dengan surat berharga dan obligasi, akan tetapi
pada rapat direksi BI tetap mempertahankan bunga acuannya yaitu
4 % karena untuk mempertahan kan nilai rupiah terhadap nilai uang asing,
nah apabila di tekan kan untuk turun akibatnya akan terjadi pada sector investor asing
yang dimana obligasi kurang dimina sehingga akan penurunan dollar yang masuk

Anda mungkin juga menyukai