Diagnosis Komunitas Tanjung Sari TB
Diagnosis Komunitas Tanjung Sari TB
Oleh :
Pembimbing :
dr. Diana Mayasari, M.K.K
Oleh :
Puji Syukur penyusun haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karuniaNya sehingga tugas diagnosis komunitas ini dapat
diselesaikan. Penyusun juga ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Diana Mayasari, M.K.K sebagai pembimbing dan dr. Farida Listiani, M.Kes
selaku pembimbing di puskesmas yang telah membantu dalam penyusunan
diagnosis komunitas ini.
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN..........................................................................iii
KATA PENGANTAR...................................................................................iv
DAFTAR ISI..................................................................................................v
DAFTAR TABEL........................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1 Latar belakang.........................................................................................1
1.2 Tujuan Kegiatan......................................................................................3
1.3 Manfaat Kegiatan....................................................................................3
BAB IV METODE.......................................................................................37
4.1 Jenis Studi..............................................................................................37
4.2 Waktu dan Tempat................................................................................37
4.3 Informan Penelitian...............................................................................37
3.4. Cara Pengumpulan Data........................................................................39
4.5 Instrumen Pengumpulan Data...............................................................39
4.6 Pedoman Wawancara............................................................................40
4.7 Prosedur.................................................................................................40
4.8 Metode Analisa Data.............................................................................42
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 3. Daftar Desa Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari 31
Provinsi Lampung memiliki luas wilayah sebesar 32.996,24 km2 dengan jumlah
penduduk sebanyak 7.289.800 jiwa. Pada tahun 2006 angka kejadian TB
tercatat sebesar 501 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan pada tahun 2007
angka kejadian TB tercatat sebesar 549 kasus per 100.000 penduduk dimana
angka kejadian terbanyak berada di wilayah kota Bandar lampung (Dinas
Kesehatan Provinsi Lampung, 2017). Jumlah kasus TB paru tahun 2013
meningkat dari tahun sebelumnya yaitu dari 6.107 kasus menjadi sebesar 6.617
kasus dengan kasus tidak sembuh sebesar 12,7% (Dinas Kesehatan Provinsi
Lampung, 2014). Di Bandar Lampung, jumlah penemuan TB paru dari tahun
2014 ke 2016 terus mengalami peningkatan yaitu berturut-turut, 1.621 kasus,
2012 kasus, dan 2094 kasus (Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, 2015,
2016).
Berdasarkan data yang diperoleh dari kader P2M TB paru di Puskesmas Rawat
Inap Tanjung Sari, didapatkan hasil pasien TB di wilayah kerja Puskesmas
pada tahun 2017 sebanyak 46 orang. Kasus tersebut berasal dari lima desa yang
merupakan wilayah kerja Puskesmas. Pada tahun 2018, penemuan kasus TB
meningkat menjadi 53 orang. Laporan data Januari-Juni 2019 didapatkan
penemuan kasus di Desa Bumi Sari sebanyak 15 orang, Desa Krawang Sari
sebanyak 2 orang, Desa Way Sari sebanyak 1 orang, Desa Tanjung Sari
sebanyak 8 orang dan Desa Muara Putih sebanyak 2 orang (PRI Tanjung Sari,
2019).
2
penyakit TB paru adalah kebiasaan buruk pasien TB paru yang meludah
sembarangan (Anton, 2008; Currie, 2005). Selain itu, kebersihan lingkungan
juga dapat mempengaruhi penyebaran bakteri. Misalnya, rumah yang kurang
baik dalam pengaturan ventilasi. Kondisi lembab akibat kurang lancarnya
pergantian udara dan sinar matahari dapat membantu berkembangbiaknya
bakteri (Guy, 2009; Talu, 2006). Oleh karena itu orang sehat yang serumah
dengan penderita TB paru merupakan kelompok sangat rentan terhadap
penularan penyakit tersebut. Lingkungan rumah, lama kontak serumah dan
perilaku pencegahan baik oleh penderita maupun orang yang rentan sangat
mempengaruhi proses penularan penyakit TB paru (Fortun, 2005; Mitnick,
2008, Randy, 2011).
3
2. Bagi Puskesmas Tanjung Sari
a. Mengetahui masalah-masalah yang dapat mempengaruhi penularan TB
Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Sari.
b. Memperoleh masukan dari saran-saran yang diberikan sebagai umpan
balik agar keberhasilan program di masa mendatang dapat tercapai secara
optimal.
3. Bagi Masyarakat
a. Terciptanya pelayanan kesehatan yang bermutu khususnya bagi penderita
TB paru di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Sari
b. Mampu mengetahui faktor-faktor yang dapat memengaruhi penyebaran
penyakit TB paru di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Sari.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis adalah salah satu penyakit yang merupakan penyebab
utama kematian di seluruh dunia. Penyakit ini m, walaupun organ
lainnya terlibat dalam sepertiga kasus. Mycobacterium tuberkulosis
adalah kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di
berbagai organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan parsial
oksigen yang tinggi. Kuman ini juga mempunyai kandungan lemak
yang tinggi pada membran selnya sehingga menyebabkan bakteri ini
menjadi tahan terhadap asam dan pertumbuhan dari kumannya
berlangsung dengan lambat. Penularan biasanya terjadi melalui
penyebaran percikan dahak yang diproduksi oleh pasien tuberkulosis
paru yang menular (Raviglione MC, 2008 dan Rab T, 2013).
2.2 Etiologi
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman dari kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium
tuberculosis( Dirjen P2&PL, 2014). Secara umum sifat kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis) antara lain adalah sebagai berikut
(PDPI, 2011) :
1. Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2-0,6
mikron.
2. Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Ziehl
Neelsen.
3. Kuman nampak berbentuk batang berwarna merah dalam
pemeriksaan dibawah mikroskop.
4. Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam
jangka waktu lama pada suhu antara 4°C sampai minus 70°C.
5. Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar
ultraviolet.
6. Paparan langsung terhadap sinar ultraviolet, sebagian besar kuman
akan mati dalam waktu beberapa menit.
7. Dalam dahak pada suhu antara 30-37°C akan mati dalam waktu
lebih kurang 1 minggu.
8. Kuman dapat bersifat dormant (“tidur” / tidak berkembang).
2.3 Epidemiologi
Laporan WHO, pada tahun 2016 tercatat sekitar 10,4 juta orang
terinfeksi TB dan sekitar 1,8 juta kematian akibat TB. Angka kejadian
penyakit TB meningkat pada negara-negara berpenghasilan rendah-
menengah (World Health Organization, 2018). Jumlah kasus TB baru
terbesar terjadi di Asia dengan 45% kasus baru, diikuti Afrika dengan
25% kasus baru. Indonesia merupakan negara tertinggi kedua di
seluruh dunia dengan insidensi TB baru di bawah negara India
(World Health Organization, 2018). Pada tahun-tahun sebelumnya,
seperti pada 2013, tercatat sebanyak 297 kasus TB per 100.000
penduduk dengan kasus baru mencapai 460.000 tiap tahunnya.
Adapun prevalensi kasus TB anak diantara semua kasus TB di
Indonesia pada 2010 sebesar 9,4% lalu turun menjadi 8,5% di tahun
2011. Pada 2012, prevalensi kasusnya sebesar 8,2% dan terus
mengalami penurunan tiap tahunnya, tetapi pada 2015 terjadi
peningkatan dengan prevalensi sebesar 9%. Menurut data Direktorat
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan,
diketahui sebanyak 1.210.659 orang terduga TB dan yang positif
terkena TB sebanyak 324.020 kasus, termasuk TB anak sebanyak
23.080 kasus (Kementrian Kesehatan RI, 2016)
6
2.4 Penularan
Sumber penularan Tuberkulosis adalah pasien TB BTA positif melalui
percikan dahak (droplet) pada saat batuk atau bersin sehingga
menyebarkan kuman ke udara. Sekali batuk/bersin dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak (droplet). Droplet yang
mengandung kuman TB dapat bertahan di udara beberapa jam pada
suhu kamar. Infeksi terjadi apabila orang lain menghirup udara yang
mengandung droplet dan masuk kedalam saluran pernapasan yang
selanjutnya akan menyebar dari paru-paru ke bagian tubuh lainnya
(Kemenkes, 2016).
Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Dengan
ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi
1.000 infeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit
TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan sesorang menjadi pasien TB
adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS
dan malnutrisi (gizi buruk) (Depkes RI, 2015).
7
2.5 Patogenesis
1. Tuberculosis Primer
Partikel kuman TB yang masuk melalui saluran napas
akanbersarang di jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar
bila ukuran partikel <5 mikrometer. Kuman akan dihadapi
pertama kali oleh neutrofil, kemudian makrofag. Kebanyakan
partikel ini akan mati oleh makrofag keluar dari percabangan
trakeobronkial bersama gerakan silia dan sekretnya (Amin, 2014).
8
c. Berkomplikasi dan menyebar secara:
1) Perkontinuitatum
2) Bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di
sebelahnya, kuman juga dapat tertelan dan menyebar ke
usus.
3) Limfogen
4) Hematogen
2. Tuberculosis Sekunder
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul
bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi
tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post-primer = TB sekunder).
Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi
karena imunitas menurun seperti alkohol, malnutrisi, penyakit
maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis pasca-primer
ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru.
Invasinya adalah ke arah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus
hiler paru (Amin, 2014).
9
jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami
nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila
jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas.
Kavitas ini mula mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya
menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah
besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik) (Amin,
2014).
Pada tahap ini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak.
Kavitas dapat :
a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru
b. Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma
c. Secara keseluruhan akan terdapat tiga macam sarang yakni:
d. Sarang yang sudah sembuh (tidak perlu pengobatan lagi)
e. Sarang aktif eksudatif (perlu pengobtan lengkap dan sempurna)
f. Sarang yang berada antara aktif dan sembuh (dapat sembuh
spontan, tetapi mengingat kemungkinan eksaserbasi kembali
sebaiknya diberi pengobatan yang sempurna) (Amin, 2014).
2.6 Klasifikasi
Klasifikasi tuberkulosis dibagi menjadi dua yaitu tuberkulosis paru
dan tuberkulosis ekstra paru (PDPI, 2011).
1. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil
pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi dalam :
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan
hasil BTA positif.
2) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan radiologik menunjukkan gambaran TB aktif.
10
3) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan biakan positif.
Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa.
Tipe penderita TB dapat ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya, yaitu sebagai berikut:
a. Kasus baru
Penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan
(30 dosis harian).
b. Kasus kambuh (relaps)
Penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan
hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu
kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain.
Penderita pindahan tersebut harus membawa surat
rujukan/pindah.
d. Kasus lalai berobat
Penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan
berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat.
11
Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif.
e. Kasus Gagal
1) Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum
akhir pengobatan).
2) Penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik
positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2
pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang hasilnya
perburukan.
f. Kasus kronik
Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan
yang baik.
g. Kasus bekas TB
1) Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada
fasilitas) negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan
lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologik serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan
OAT yang adekuat akan lebih mendukung.
2) Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB
aktif, namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2
bulan ternyata tidak ada perubahan gambaran radiologik
(PDPI, 2011).
2. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis ekstra paru merupakan tuberkulosis yang menyerang
organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput
jantung (perikardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dll. TB di luar paru
dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit, yaitu:
12
a. TB di luar paru ringan
Jenis TB diluar paru ringan adalah TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi
dan kelenjar adrenal.
13
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan
nafasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala
malaise sering ditemukan berupa anoreksia. Gejala malaise sering
ditemukan berupa tidak ada nafsu makan, berat badan menurun,
nyeri otot, keringat malam, dan lain lain.Gejala malaise ini makin
lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur
(Amin, 2014).
1. Gejala Klinik
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3
minggu atau lebih.Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan
yaitu dahak bercampur darah, batukdarah, sesak nafas, badan
lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih
dari satubulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula
pada penyakit paru selainTB, seperti bronkiektasis, bronkitis
kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
2. Pemeriksaan Dahak
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilanpengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untukpenegakan diagnosis pada semua suspek
TB dilakukan dengan mengumpulkan 3spesimen dahak yang
14
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutanberupa
dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
a. Sewaktu (S)
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung
pertamakali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot
dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
b. Pagi (P)
c. Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan kepada petugas di
UPK.
d. Sewaktu (S)
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan
dahak pagi.
3. Pemeriksaan Foto Toraks
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan
dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak
memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan
foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi (PDPI, 2011).
15
Pengobatan TB diberikan dalam dua tahap, yaitu:
a. Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap
hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah
terjadinya kekebalan obat. Bila pengobatan tahap intensif
tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu dua minggu.
Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA
negatif (konversi) dalam dua bulan.
b. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih
sedikit, namundalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap
lanjutan penting untuk membunuh kuman persister
(dormant)sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
(Binfar, 2005).
2. Regimen Pengobatan
Penggunaan Obat Anti TB yang dipakai dalam pengobatan TB
adalah antibiotik dan anti infeksi sintetis untuk membunuh kuman
Mycobacterium. Aktifitas obat anti TB didasarkan atas tiga
mekanisme, yaitu aktifitas membunuh bakteri, aktivitas sterilisasi
dan mencegah resistensi. Obat yang umum dipakai adalah
Isoniazid, Etambutol, Rifampisin, Pirazinamid, dan Streptomisin.
Kelompok obat ini disebut sebagai obat primer. Isoniazid adalah
obat TB yang paling poten dalam hal membunuh bakteri (Binfar,
2005).
16
Isoniazid; R = Rifampisin; Z = Pirazinamid; E = Etambutol; dan S
= Streptomisin.
17
neurologik, sputum BTA negatif tetapi kelainan di paru luas,
tuberkulosis usus dan saluran kemih. Pengobatan fase inisial
regimennya terdiri dari 2HRZE, setiap hari selama dua bulan
obat H, R, Z, dan E. sputum BTA awal yang positif setelah
dua bulan diharapkan menjadi negatif, dan kemudian
dilanjutkan ke fase lanjutan 4H3R3. Bila sputum BTA tetap
positif setelah dua bulan, fase intensif diperpanjang 4 minggu
lagi tanpa melihat apakah sputum sudah negatif atau tidak.
b. Kategori 2
Pasien kasus kambuh atau gagal dengan sputum BTA positif.
Pengobatan fase inisial tediri dari 2HRZES/HRZE, yaitu R
dengan H, Z, E setiap hari selama 3 bulan ditambah dengan S
selama 2 bulan pertama. Apabila sputum BTA menjadi
negatif, fase lanjutan bisa segera dimulai. Apabila sputum
BTA masih positif pad minggu ke-12 fase inisial dengan 4
obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan ke-4 sputum
BTA masih positif, semua obat dihentikan selama 2-3 hari
dan dilakukan kultur sputum untuk uji kepekaan. Obat
dilanjutkan memakai regimenfase lanjutan, yaitu 5HRE.
c. Kategori 3
Pasien TB paru dengan sputum BTA negatif dengan kelainan
paru yang tidak luas dan kasus ekstraparu (selain kategori 1).
Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2 H3R3Z3,
yang diteruskan dengan fase lanjutan 2HR atau H3R3 (Amin,
2014).
18
Obat Paket Tuberkulosis ini disediakan secara gratis melalui
Institusipelayanan kesehatan milik pemerintah, terutama melalui
Puskesmas, BalaiPengobatan TB paru, Rumah Sakit Umum dan
Dokter Praktek Swasta yang telahbekerja sama dengan Direktorat
Pemberantasan Penyakit Menular Langsung,Depkes RI (Binfar,
2005).
19
1. Agent
Faktor agent yaitu semua unsur baik elemen hidup atau mati yang
kehadirannya dan atau ketidakhadirannya, apabila diikuti dengan
kontak yang efektif dengan manusia rentan dalam keadaan yang
memungkinkan akan memudahkan terjadinya suatu proses
penyakit. Agen diklasifikasikan sebagai agen biologis, kimia,
nutrisi, mekanik, dan fisik. Untuk khusus TB paru yang menjadi
agen adalah kuman Mikobakterium tuberculosis (Rosmaniar,
2009).
2. Host
a. Riwayat Kontak
Menurut hasil penelitian, risiko riwayat kontak responden
terhadap kejadian TB paru BTA Positif, diperoleh OR sebesar 5
setelah mengontrol tempat tinggal. Artinya responden yang
memiliki riwayat kontak risiko tinggi mempunyai risiko
menderita TB Paru BTA Postif 5 kali lebih besar dibandingkan
dengan responden yang memiliki riwayat kontak risiko rendah
(Rohayu,et al., 2016).
20
menderita TB paru merupakan hal yang sangat penting karena
kuman Mycobacterium tuberculosis sebagai etiologi TB paru
adalah memiliki ukuran yang sangat kecil, bersifat aerob dan
mampu bertahan hidup dalam sputum yang kering atau ekskreta
lain dan sangat mudah menular melalui ekskresi inhalasi baik
melalui nafas, batuk, bersin ataupun berbicara (droplet
infection). Sehingga adanya anggota keluarga yang menderita
TB paru aktif, maka seluruh anggota keluarga yang lain akan
rentan dengan kejadian TB paru termasuk juga anggota keluarga
dekat. Riwayat kontak anggota keluarga yang serumah dan
terjadi kontak lebih dari atau sama dengan 3 bulan berisiko
untuk terjadinya TB paru terutama kontak yang berlebihan
melalui penciuman, pelukan, berbicara langsung. Hasil
penelitian didapatkan sebesar 63,8% yang terdeteksi menderita
TB paru yang berasal dari kontak serumah dengan keluarga atau
orang tua yang menderita TB paru (Rusnoto, 2007).
b. Pendidikan
Latar belakang pendidikan dapat mempengaruhi sikap dan
perilaku seseorang terhadap pencarian pengobatan, pencegahan
penyakit dan pola hidup sehat. Perilaku seseorang berkaitan erat
dengan pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan tersebut
diperoleh antara lain melalui pendidikan. Pendidikan itu sendiri
adalah dasar terbentuknya perilaku seseorang sehingga
pendidikan dikatakan sebagai faktor kedua terbesar darifaktor
sosial ekonomi yang mempengaruhi status kesehatan (Azhar,
2013).
21
tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor pencetus
(predisposing) yang berperan dalam mempengaruhi keputusan
seseorang untuk berperilaku sehat. Semakin tinggi pendidikan
seseorang maka pengetahuan tentang TB semakin baik sehingga
pengendalian agar tidak tertular dan upaya pengobatan bila
terinfeksi juga maksimal(Nurjana, 2015).
c. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan dasar dari pengambilan tindakan
pencegahan dan pengobatan tuberkulosis. Ketidaktahuan
masyarakat akan menghalangi sikap dan tindakan terhadap
pencegahan dan pemberantasn penyakit TB paru sebagai orang
sakit hingga akhirnya dapat menjadi sumber penular dan
penyebaran penyakit TB paru bagi orang yang berada
disekelilingnya.
22
pengetahuan cukup tetapi menderita TBparu BTA positif
(Rohayu,et al., 2016).
23
jumlah dan kualitasnya memadai bagi keluarga mereka, serta
mampu membiayai pemeliharaan kesehatan yang mereka
perlukan (Manalu, 2010). Sedangkan masyarakat dengan sosial
ekonomi rendah mengakibatkan kondisi gizi yang buruk,
perumahan yang tidak sehat dan rendahnya aksesterhadap
pelayanan kesehatan (Rukmini, 2011).
e. Pekerjaan
Hubungan antara penyakit TB paru erat kaitannya dengan
pekerjaan. Secara umum peningkatan angka kematian yang
dipengaruhi rendahnya tingkat sosial ekonomi yang
berhubungan dengan pekerjaan merupakan penyebab tertentu
yang didasarkan pada tingkat pekerjaan.Menurut ISCO
(International Standard Clasification of Occupation) pekerjaan
diklasifikasikan menjadi (1) pekerjaan yang berstatus tinggi,
yaitu tenaga ahli teknik dan ahli jenis, pemimpin
ketatalaksanaan dalam suatu instansi baik pemerintah maupun
swasta, tenaga administrasi tatausaha, (2) pekerjaan yang
berstatus sedang, yaitu pekerjaan di bidang penjualan dan jasa,
(3) pekerjaan yang berstatus rendah, yaitu petani dan operator
alat angkut/bengkel (ILO, 2010).
24
nelayan dan paling rendah pada
PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD.Proporsi penduduk yang
terdiagnosis TB paru berdasarkan tingkat pekerjaan pada
penderita TB paru yang tidak bekerja 11,7%, pegawai 10,5%,
wiraswasta 9,5, petani/nelayan/buruh 8,6%, dan lainnya 8,1 %
(Kementerian Kesehatan RI, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa
semakin rendah indeks pekerjaan maka semakin berisiko
seseorang tertular TB paru (Susilowati, 2010).
f. Jenis Kelamin
Di Indonesia, jumlah kasus pada laki-laki lebih tinggi daripada
perempuan yaitu 1,5 kali dibandingkan pada perempuan. Pada
masing-masing provinsi di seluruh Indonesia kasus lebih banyak
terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan (Kementerian
Kesehatan RI, 2016b).Kecenderungan kejadian TB paru pada
laki-laki (66.7%) dipengaruhi oleh gaya hidup. perbedaan peran
gender dan perbedaan risiko terpapar (Azhar, 2013). Laki-laki
banyak yang mempunyai kebiasaan merokok (PPTI, 2011).
g. Status Gizi
Status gizi yang buruk mengganggu sistem imun yang
diperantarai Limfosit-T. Hal itu memudahkan terjadinya
penyakit infeksi termasuk TB paru (Cegielski,et al., 2012).
Hanya 10% dari yang terinfeksi basil TB akan menderita
penyakit TB Setelah terjadi infeksi primer dan sampai pada
akhirnya basil TB menyebar ke seluruh tubuh banyaknya basil
TB yang masuk dan daya tahan tubuh host akan menentukan
perjalanan penyakit selanjutnya. Pada penderita yang daya tahan
tubuhnya buruk, respon imunnya buruk, tidak dapat mencegah
multiplikasi kuman sehingga dapat menjadi sakit dalam
beberapa bulan kemudian.Tuberkulosis sekunder dapat pula
25
terjadi ketika daya tahan tubuh seseorang menurun karena status
gizi buruk (Amin, 2014; Hasan, 2010).
h. Umur
Kasus TB paru terbanyak didapati pada responden dengan
kelompok umur 55-59 tahun (22,5%) (Rohayu,et al., 2016). Hal
ini menunjukkan kasus TB secara perlahan bergerakkearah
kelompok umur tua meskipun saat inisebagian besar kasus
terjadi pada kelompok umur 15-54 tahun.
i. Gaya Hidup
Kebiasaan hidup dalam kesehatan sangat berpengaruh terhadap
penularan penyakit, terutama pada kasus TB, seperti kebiasaan
buang dahak sembarangan.
j. Kebiasaan Merokok
Merokok merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya
penyakit kardiovaskular serta penyebab utama lain dari
kematian di seluruh dunia yaitu serebrovaskular, infeksi saluran
napas bawah, PPOK, TB, dan kanker saluran napas. Hubungan
antara merokok dan TB pertama kali dilaporkan pada tahun
1918 (Wijaya, 2012).
Data World Health Organization(WHO) menunjukkan
Indonesia sebagai negaradengan konsumsi rokok terbesar ke-3
setelahCina dan India dan diikuti Rusia dan Amerika.Padahal
dari jumlah penduduk, Indonesia beradadi posisi ke-4 setelah
Cina, India dan Amerika.Berbeda dengan jumlah perokok
Amerika yangcenderung menurun, jumlah perokok
Indonesiajustru bertambah dalam 9 tahun terakhir (Wijaya,
2012).
26
Sebanyak tujuh responden utama dari dua puluh empat
responden yang ada, menyatakan ada keterpaparan terhadap
asap rokok sebelum mereka teridentifikasi mengidap penyakit
TB Paru sehingga terdapat hubungan antara riwayat merokok
dengan kejadian TB Paru (Hapsari,et al., 2013).
3. Environment
Lingkungan adalah segala sesuatu baik fisik, biologis maupun
sosial yang berada di sekitar manusia serta pengaruh-pengaruh luar
yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia.
Unsur-unsur lingkungan adalah sebagai berikut:
a. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang berada di sekitar
manusia yang bersifat tidak bernyawa. Misalnya air, tanah,
kelembaban udara, suhu, angin, rumah dan benda mati lainnya.
b. Lingkungan Biologis
27
Lingkungan biologi sadalah segala sesuatu yang bersifat hidup
seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, termasuk mikroorganisme.
c. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial adalah segala sesuatu tindakan yang
mengatur kehidupan manusia dan usaha usahanya untuk
mempertahankan kehidupan, seperti pendidikan pada tiap
individu, rasa tanggung jawab, pengetahuan keluarga, jenis
pekerjan, jumlah penghuni, keadaan ekonomi serta upaya
kesehatan oleh tenaga kesehatan.
d. Lingkungan Rumah
Dalam kasus TB paru, kondisi di lingkungan rumah dapat
menunjukkan bahwa rerata keadaan rumah belum memenuhi
syarat rumah sehat dan sangat berisiko terjadinya kejadian TB
Paru (Mahmudah, 2013).
28
hunian untuk seluruh perumahan biasa dinyatakan dalam m²
per orang.
3) Ventilasi
Ventilasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi atmosfer
yang menyenangkan dan menyehatkan manusia. Secara
umum, penilaian ventilasi rumah dengan cara
membandingkan antara luas ventilasi dan luas lantai rumah,
dengan menggunakan Rolemeter. Secara umum menurut
Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/ VII/1999 luas ventilasi
yang memenuhi syarat 10-20% dari luas lantai (Kepmenkes
RI, 1999).
29
tinggal di sekitar perusahaan di perumahan yang padat dan
lingkungan yang tidak sehat (Nurjana, 2015).
30
BAB III
PROFIL PUSKESMAS
UPT PRI Tanjung Sari adalah salah satu dari puskesmas yang ada di
Kabupaten Lampung Selatan, terletak di Wilayah Kecamatan Natar,
dengan luas wilayah seluruhnya mencapai 4.771 km.
Tabel 3. Daftar Desa Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari
Jarak Desa ke Waktu
No Desa Luas Wilayah
Puskesmas Tempuh
1 Muara Putih 1.685 km2 10 km 15 menit
2 Krawang Sari 1.062 km2 15 km 20 menit
3 Tanjung Sari 1.110 km2 0 km 0 menit
4 Bumi Sari 301 km2 3 km 5 menit
5 Way Sari 640 km2 10 km 15 menit
Puskesmas 4.771 km2
32
Dari gambar peta diatas tampak batas-batas wilayah kerja UPT
UPT PRI Tanjung Sari yaitu :
1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Candimas Puskesmas
Branti Raya.
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Merak Batin
Puskesmas Natar.
3. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Pancasila Puskesmas
Sukadamai.
4. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Negara ratu Puskesmas
Natar.
33
8.299 KK dengan rata-rata jumlah anggota keluarga sebanyak 3, 46
jiwa/Rumah Tangga, rata-rata kepadatan penduduk sebesar 45, 58
jiwa per km2. Kepadatan tertinggi pada Desa Bumi Sari yaitu sebesar
25, 95 jiwa per 2 km dan kepadatan terendah adalah Desa Muara Putih
sebesar 3, 11 jiwa per 2 km.
Kepala Puskesmas
Bahren
Nortajulu,S.Kep
Kasubag TU.
Evi Marlina,S.St
Kepegawaian
Bendahara
Harudin S.Farm,
Anita Kurnia, S.St
Apt.
SIP RT
Sutanto Nurdin
PJ UKM Esensial & PJ UKM PJ UKP Farmasi & PJ Jaringan YAN PKM
Perkesmas Pengembangan Laboratorium dan Jejaring Fayankes
Habil, SKM Habil, SKM dr. Farida, M.KM Anita Kurnia, S.St
3.5 Program
1. Upaya Kesehatan Puskesmas Tanjung Sari Natar
Upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas Tanjung
Sari Natar sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI
34
nomor:128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat
KesehatanMasyarakat. Adapun upaya kesehatan tersebut yaitu:
a. Upaya Kesehatan Wajib
Upaya kesehatan wajib yang dilaksanakan di Puskesmas
Tanjung Sari adalah:
1) Upaya Promosi Kesehatan
2) Upaya Kesehatan Lingkungan
3) Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana
4) Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
5) Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
6) Upaya Pengobatan
b. Upaya Kesehatan Pengembangan
Upaya kesehatan pengembangan diselenggarakan berdasarkan
permasalahan kesehatn yang ditemukan diwilayah kerja
Puskesmas Tanjung Sari Natar. Beberapa upaya pengembangan
yang diselenggarakan yaitu:
1) Upaya Kesehatan Sekolah dan Upaya Kesehatan Gigi
Sekolah
2) Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
3) Upaya Kesehatan Usia Lanjut
4) Klinik IMS.
3.7 P2 TB
Pada umumnya jenis penyakit TB yang menjadi fokus kegiatan
puskesmas adalah TB paru. Di dalam program P2 TB ada beberapa
target yang telah ditetapkan yaitu target penemuan kasus 230/100.000
35
penduduk, penemuan BTA (+) yaitu 10% dari suspek diperiksa, angka
kesembuhan TB BTA (+) sebesar 85%, proporsi penderita TB Paru
BTA (+) di antara seluruh penderita TB sebesar 65%, case detection
rate sebesar 70%, dan angka konversi sebesar 80%. Adapun kegiatan
yang dilaksanakan oleh P2 TB di Puskesmas Tanjung Sari yaitu:
1. Perencanaan meliputi kegiatan mengumpulkan data hasil kegiatan,
analisis data, identifikasi masalah, serta menyusun rencana
kegiatan yang dilakukan oleh petugas P2 TB setiap bulan Januari.
Sasarannya adalah semua kegiatan P2 TB.
2. Penemuan tersangka/suspect yang bertujuan untuk meningkatkan
temuan penderita TB dengan anamnesa penderita batuk dan
pemeriksaan sputum oleh dokter, petugas P2 TB. Kegiatan
dilakukan setiap hari kerja di puskesmas maupun pustu dengan
sasaran masyarakat/penderita batuk >2minggu.
3. Penemuan TB BTA (+) dengan pemeriksaan/rujukan laboratorium
dan rontgen (+). Kegiatan ini meliputi anamnesa, pemeriksaan,
pengambilan sputum tersangka batuk >2 minggu untuk dirujuk ke
laboratorium rumah sakit, serta untuk BTA (-) dirujuk rontgen.
Kegiatan dilaksanakan oleh dokter, petugas P2 TB, dengan
sasarannya suspek TB.
4. Pengobatan penderita TB yang memiliki hasil laboratorium BTA
(+) dan BTA (-) dengan rontgen positif. Kegiatan dilaksanakan
oleh dokter, petugas P2 TB, dengan sasarannya penderita TB.
5. Follow up penderita dengan kunjungan rumah dan pemeriksaan
kontak serumah yang dilaksanakan oleh petugas PMO (Pengawas
Minum Obat). Sasarannya adalah penderita dan suspek yang
serumah.
6. Penyuluhan TB dilakukan dengan koordinasi lintas program untuk
memberikan penyuluhan. Kegiatan ini dilaksanakan oleh petugaS
P2 TB dan dokter setiap bulan Oktober. Sasarannya adalah
masyarakat.
36
7. Pencatatan, pelaporan, dan monev meliputi kegiatan dokumentasi
semua kegiatan pada register, rekapitulasi, pengolahan data,
analisis data, evaluasi, dan pelaporan oleh petugas P2 TB.
Sasarannya adalah semua kegiatan program P2 TB.
37
BAB IV
METODE
39
3.4. Cara Pengumpulan Data
1. Data Primer
Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara
mendalam (in-depth interview). Data yang diambil merupakan hasil
wawancara antara peneliti dengan informan. Pengumpulan data
dilakukan dengan teknik triangulasi sumber data, salah satunya
mengikutsertakan keluarga penderita, tetangga penderita, Ketua
RT, serta kader TB sebagai informan. Dengan teknik triangulasi
sumber, peneliti membandingkan hasil wawancara yang diperoleh
dari masing-masing sumber atau informan penelitian sebagai
pembanding untuk mengecek kebenaran informasi yang
didapatkan.
2. Data sekunder
Data sekunder merupakan data penderita TB paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari yang dibutuhkan untuk
melengkapi data penelitian.
40
4.6 Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti
mengenai aspek-aspek yang harus digali, serta apa yang sudah atau
belum ditanyakan. Adanya pedoman wawancara juga akan
memudahkan peneliti membuat kategorisasi dalam melakukan analisis
data. Dalam penelitian tentang faktor-faktor penyebab penularan TB
Paru Desa Bumi Sari yang termasuk wilayah kerja Puskesmas Rawat
Jalan Pasar Ambon, hal-hal yang akan digali dalam wawancara
meliputi aspek-aspek seperti:
1. Apa yang anda ketahui mengenai TBC dan bagaimana gejalanya?
2. Apakah anda tahu penularan penyakit TBC?
3. Untuk mencegah penularan penyakit TBC apa yang anda lakukan?
4. Bagaimana cara anda dalam membuang dahak ketika batuk?
5. Bagaimana keteraturan pengobatan penyakit TBC yang dilakukan
selama ini ?
4.7 Prosedur
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan, peneliti akan melakukan sejumlah hal yang
diperlukan dalam kegiatan.
a. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan faktor-faktor
penyebab penyebaran penularan TB di Desa Bumi Sari Wilayah
Kerja Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari tahun 2019. Peneliti
mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi dan teori yang
berhubungan dengan penyakit TB, dan selanjutnya menentukan
responden yang akan diikutsertakan dalam penelitian.
b. Membangun Raport pada responden
Raport adalah hubungan antara peneliti dengan subjek
penelitian yang sudah melebur sehingga seolah-olah tidak ada
lagi dinding pemisah diantara keduanya. Dengan demikian
41
subjek dengan sukarela dapat menjawab pertanyaan peneliti
atau memberi informasi kepada peneliti.
c. Menyusun pedoman wawancara
Peneliti menyusun pedoman wawancara yang didasari oleh
kerangka teori yang ada untuk menghindari penyimpangan dari
tujuan penelitian yang dilakukan.
d. Persiapan untuk pengumpulan data
Setelah mendapatkan informasi tentang responden penelitian,
peneliti menghubungi calon responden untuk menjelaskan
mengenai penelitian yang akan dilakukan dan menanyakan
kesediannya untuk dapat berpartisipasi dalam penelitian yang
akan dilakukan.
e. Menentukan jadwal wawancara
Setelah mendapat persetujuan dari responden, peneliti meminta
responden untuk bertemu mengambil data. Kemudian, peneliti
dan responden mengatur dan menyepakati waktu untuk
melakukan wawancara.
2. Tahap Pelaksanaan
Setelah tahap persiapan kegiatan dilakukan, maka peneliti
memasuki tahap pelaksanaan kegiatan.
a. Mengkonfirmasi waktu dan tempat yang sebelumnya telah
disepakati bersama dengan responden.
b. Melakukan wawancara sesuai dengan pedoman wawancara
c. Memindahkan rekaman hasil wawancara dan observasi kedalam
bentuk tertulis.
d. Melakukan analisis data.
Bentuk transkip yang telah selesai, kemudian dibuat salinannya
dan diserahkan kepada pembimbing.
e. Menarik kesimpulan, membuat diskusi dan saran. Setelah
analisis data selesai dilakukan, peneliti menarik kesimpulan
untuk menjawab permasalahan. Kemudian peneliti meneruskan
42
diskusi terhadap kesimpulan dan seluruh hasil penelitian,
kesimpulan data dan diskusi yang telah dilakukan, peneliti
mengajukan saran bagi penelitian selanjutnya.
1. Identifikasi masalah
a. Identifikasi masalah diawali dengan observasi lingkungan di
Desa Bumi Sari, Tanjung Sari yang memiliki prevalensi kasus
TB paru BTA (+) terbanyak yang kemudian dapat ditentukan
beberapa faktor penyebab.
b. Wawancara mendalam (indepth interview) kepada informan
yang dipilih secara purposive. Wawancara dilakukan pada
waktu dan tempat yang telah disepakati oleh peneliti dan
43
informan sehingga diharapkan informasi dan emosi informan
dapat digali sebanyak mungkin.
c. Koding data, hasil wawancara mendalam dilakukan koding
data. Koding data bertujuan untuk menelaah jawaban-jawaban
yang telah dipaparkan informan.
d. Triangulasi, data hasil koding yang didapat dilakukan
triangulasi metode untuk menjaga validitas satu sama lain.
e. Setelah didapatkan data dari informan. Dilanjutkan dengan
menentukan prioritas masalah dengan metode USG (urgency,
seriousness and growth)
44
pemecahan masalah tersebut dibuat untuk mengatasi penyebab-
penyebab masalah.
5. Menentukan Prioritas Pemecahan Masalah
Setelah ditemukan beberapa alternatif pemecahan masalah,
ditentukan prioritas pemecahan masalah. Pemilihan cara
pemecahan masalah ini dengan memakai teknik kriteria matriks.
Dua kriteria yang lazim digunakan adalah:
a. Efektivitas jalan keluar (effectifity/ E), menetapkan nilai
efektivitas untuk setiap alternatif jalan keluar, yakni dengan
memberikan angka satu (paling tidak efektif) sampai dengan
angka lima (paling efektif). Prioritas jalan keluar adalah yang
nilai efektivitasnya paling tinggi. Untuk menentukan efektivitas
jalan keluar, dipergunakan kriteria tambahan sebagai berikut:
1) Besarnya masalah yang dapat diselesaikan (magnitude/ M)
Makin besar masalah yang dapat di atasi, makin tinggi
prioritas jalan keluar tersebut.
2) Pentingnya jalan keluar (importancy/I) Pentingnya jalan
keluar dikaitkan dengan kelanggengan masalah. Makin
langgeng selesai masalahnya, makin penting jalan keluar
tersebut.
3) Sensitivitas jalan keluar (vuneberality/V) Sensitivitas
dikaitkan dengan kecepatan jalan keluar mengatasi masalah.
Makin cepat masalah teratasi, makin sensitif jalan keluar
tersebut.
b. Efisiensi Jalan Keluar (efficiency/ C), menetapkan nilai efisiensi
untuk setiap alternatif jalan keluar, yakni dengan memberikan
angka satu (paling tidak efisien) sampai dengan angka lima
(paling efisien). Nilai efisien ini biasanya dikaitkan dengan
biaya (cost) yang diperlukan untuk melaksanakan jalan keluar.
Makin besar biaya yang diperlukan, makin tidak efisien jalan
keluar tersebut.
45
BAB V
HASIL KEGIATAN
1 Umur
2 Jenis Kelamin
3 Pendidikan terakhir
a. SD 3 orang
b. SMP 1 orang
a. Status Gizi
Tabel 5 Status Gizi pada Responden Penderita TB
No Nama Tinggi Badan Berat Badan Indeks Massa
Responden (cm) (kg) Tubuh (kg/m2 )
1 Ny. R 150 42 18,67
(65 tahun)
2 Ny. S 152 45 19,47
(63 tahun)
3 Tn. A 162 60 22,90
(36 tahun)
4 Tn. S 160 59 23,04
(58 tahun)
b. Faktor Pengetahuan
Untuk melihat pengetahuan informan mengenai definisi dan
gejala TB maka diberikan pertanyaan sebagai berikut: Apakah yg
anda tahu mengenai TBC dan bagaimana gejalanya?
47
“TBC itu sakit batuk lama, berdahak juga. Kumannya bisa
menular
lewat batuk mbak...” (X6)
“sakit batuknya lama, menular lewat dahak, buang dahaknya
harus hati-hati jangan sampai menular....” (X7)
“batuk lama, napasnya sesak......” (X8)
“Kalau yang saya tahu sih TBC itu gejalanya panas dingin.
Orang yang sakit TBC pasti batuk lama, berat badannya turun,
lemas, keringat dingin. Biasanya pengobatan lama dan gak boleh
putus 6 bulan...(X9)
“TBC ya infeksi paru yang penyebabnya kuman micobacterium
TB, gejalanya demam, batuk lama biasanya lebih dari dua
minggu, BB turun, pengobatan 6 bulan”
48
“ kayaknya dari ludah orang TBCnya mbak, makanya alat makan
saya dipisahin mbak.”(X4)
“ bisa menular lewat dahak mbak (X5)
“gatau mbak nularnya gimana.” (X6)
“kurang tau sih mba emang bisa nular mbak kalau gak pakai
masker?” (X7)
“dari batuknya mbak, makanya jangan sampe ga pake masker
bisa nularin ke orang lain soalnya” (X8)
“dari batuk sama dahaknya mbak” (X9)
“dari batuk lewat udara, dari dahak juga makanya harus pakai
masker”(X10)
49
“saya gak pernah pake masker mbak, soalnya semenjak berobat
rutin udah gak pernah pernah batuk-batuk.” (X4)
“saya gak pake masker mbak, soalnya saya juga udah lama
ngurus ibu saya gak ketularan.” (X5)
“saya gak pernah pake masker mbak..soalnya susah nafasnya”
(X6)
“saya jarang pakai masker mbak kalo di rumah, gak ketularan
juga selama ini ” (X7)
“biasanya saya pake masker mbak” (X9)
50
“saya sering buang dahak sembarangan mbak” (X4)
51
Berdasarkan hasil indepth interview didapatkan informasi bahwa
sebagian besar masyarakat dengan penyakit TB rutin melakukan
pengobatan sesuai dengan anjuran yang diberikan dari puskesmas.
c. Lingkungan rumah
Informan mengatakan bahwa letak rumah dengan pasien TB
lainnya berdekatan, dan setiap penderita memiliki kondisi rumah
dengan pencahayaan dan sirkulasi yang tidak baik. Sesuai
dengan kalimat yang diutarakan informan sebagai berikut:
“ternyata tetangga juga kena TBC mbak, saya kan gak tau ya
namanya orang.. ngobrol ngobrol aja, emang rumah saya ya
beginilah adanya, ga ada jendela juga, cuma didepan aja
jendelanya, itu juga ga pernah dibuka, cuma pintu nya aja
paling kan.” (X 1)
“iya emang kaya gini mbak ventilasinya ga ada, didapur aja
gelap.. ya kaya ginilah punyanya mbak” (X2)
“beginilah mba keadaannya…” (X3)
“ya pengap gini mbak.. lembab juga” (X4)
“iya.. saya emang jarang buka buka jendela sih mba." (X5)
“ya kayak yang mba lihat, rumah nya rapet-rapet, gangnya aja
sempit bikin bingung. Kemarin rumah sebelah juga batuk lama
kaya ibuk, ngerokok juga saya piker karena ngerokoknya
batuknya” (X6)
“yaa beginilah mba… sempit sempit” (X9)
“saya sudah pernah kunjungan ke sana, memang seperti itu
kondisinya jarak antar rumah rapat sekali, rumahnya juga
lembab, ventilasinya kurang” (X10)
52
yang kurang baik, contohnya jendela yang ada di rumah pasien
TB jarang sekali dibuka sehingga tidak memungkinkan adanya
pertukaran udara. Dari data sekunder yang diperoleh juga
didapatkan hasil bahwa desa Bumi Sari merupakan desa dengan
penduduk terbanyak yang ada di wilayah kerja Puskesmas
Tanjung Sari dibandingkan dengan empat desa lainnya dengan
jumlah penduduk 7.997 jiwa .
53
2) Cakupan angka kesembuhan pada tahun 2017 dan 2018
selalu memenuhi target. Cakupan proporsi penderita BTA
(+) diantara suspek yang diperiksa dahaknya dan angka
konversi merupakan indikator yang telah mencapai target
minimal pada tahun 2017 namun mengalami penurunan
pada tahun 2018.
3) Terdapat 1 kader pada masing-masing desa, namun untuk
pelaksanaan tugas masing-masing kader masih terdapat
banyak kesulitan akibat terbatasnya waktu dan biaya
dalam melaksanakan program tersebut.
4) Pada kegiatan penyuluhan TB sudah dijadwalkan setiap 3
bulan sekali namun seringkali tidak terlaksana pada semua
desa dikarenakan kurangnya media untuk penyuluhan
sehingga hanya beberapa saja yang dilakukan penyuluhan
terutama desa yang ditemukan kasus TB baru.
5) Alat kalibrasi untuk pemeriksaan TB seperti mikroskop
tidak pernah dilakukan kalibrasi selama ini
MAN MACHINE
55
Dari tabel diatas didapatkan masalah yang menjadi prioritas
meningkatnya kejadian kasus TB di Desa Bumi Sari adalah rendahnya
kepatuhan menggunakan APD.
56
tersebut kepada informan. Dapat dilakukan pembagian masker secara
gratis ditujukan agar informan langsung bisa mempraktikkan dan
membiasakan diri untuk menggunakan masker dalam kesehariannya
setelah melihat demonstrasi yang dilakukan oleh petugas kesehatan.
Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah penularan dari penderita TB
kepada orang disekitarnya.
57
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian ini, jumlah
terbanyak kasus TB paru pada wilayah kerja Puskesmas Rawat
Inap Tanjung Sari berada di Desa Bumi Sari
2. Prioritas penyebab peningkatan kasus TB paru di Desa Bumi Sari
yaitu rendahnya kepatuhan masyarakat dalam penggunaan APD
3. Advokasi pemecahan masalah dari penyebab masalah utama dari
penyebab masalah tersebut adalah dilakukannya demontrasi
penggunaan APD dan pembuangan dahak secara benar.
6.2 Saran
1. Dapat dilakukan kegiatan demonstrasi pada setiap kali kegiatan
puskesmas di lapangan, seperti posyandu, posyandu lansia, serta
posbindu mengenai penggunaan APD dan pembuangan dahak
secara benar
2. Dapat merkrut kembali kader TB agar dapat dilakukan pembinaan
yang lebih intensif kepada pasien dan keluarga mengenai
pemnggunaan APD
3. Dapat dilakukan pemberian masker gratis kepada pasien yang
datang untuk mengambil obat ke puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA
59
Unair. Edisi Ke-2. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK
Unair. hlm.9.
Herdiansyah H. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba.
Humanika.
Katzung BG. 2007. Basic and Clinical Pharmacology. 10thed. USA: The
McGraw-Hill Companies, Inc.
60
Masyarakat.Jurnal Kesehatan Masyarakat. 8(2): 113–20. doi:
ISSN1858-1196.
61
Rukmini, Chatarina UW. 2011. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kejadian TB Paru Dewasa di Indonesia (Analisis Data Riset
Kesehatan dasar Tahun 2010). Bul Penelit Sist Kesehat.14(4):320-
31.
62