Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN KEGIATAN PPDH

ROTASI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER


yang dilaksanakan di
UPTD RUMAH POTONG HEWAN (RPH)
KABUPATEN BOJONEGORO

Oleh :
MIN ROHMATILLAH, S.KH
160130100111006

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018

i
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PELAKSANAAN PPDH


ROTASI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER
DI UPTD RUMAH POTONG HEWAN (RPH)
KABUPATEN BOJONEGORO

Bojonegoro, 5-16 Juni 2017

Oleh:
Min Rohmatillah, S.KH
160130100011006
Menyetujui,
Komisi Penguji

Koordinator Rotasi Kesmavet /Penguji 1 Penguji 2

Dr. Masdiana C. Padaga, drh., M.App.Sc Drh. Mira Fatmawati, M.Si


NIP. 19560210 198403 2 001 NIK. 201607 810510 2 001

Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya

Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES


NIP. 19600903 198802 2 001

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
menyelesaikan “Laporan Kegiatan PPDH Rotasi Kesehatan Masyarakat
Veteriner yang dilaksanakan di UPTD Rumah Potong Hewan (RPH)
Kabupaten Bojonegoro”, serta menuliskan laporan kegiatan dengan lancar tanpa
ada hambatan yang berarti. Laporan ini menjadi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Dokter Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Brawijaya.
Dengan penuh hormat dan ketulusan hati, penulis mengucapkan terima
kasih kepada beberapa pihak diantaranya :
1. Dr. Masdiana C. Padaga, drh., M.App.Sc sebagai Pembimbing PPDH Rotasi
Kesehatan Masyarakat Veteriner di UPTD RPH Kabupaten Bojonegoro atas
segala kesempatan, bimbingan, nasehat dan arahan yang tiada hentinya
kepada penulis.
2. Drh. Mira Fatmawati, M.Si sebagai Pembimbing PPDH Rotasi Kesehatan
Masyarakat Veteriner di UPTD RPH Kabupaten Bojonegoro atas segala
kesempatan, bimbingan, nasehat dan arahan yang tiada hentinya kepada
penulis.
3. Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya yang selalu membantu penulis dalam mengarahkan,
memberi bimbingan, kesabaran, fasilitas dan waktu yang telah diberikan serta
dukungan kepada penulis dalam penyusunan dan penyempurnaan laporan ini.
4. Ayahanda H.M. Sururi Djufri (Alm) dan ibunda Hj. Umi Muyasaroh serta
saudara saudaraku, Mbak Ifa, Mbak Anis, Mas Alim, Mas Ridwan, Mbak
Ainun, Mbak Uung, Mas Muhtar, Mbak Ummu, dan Adek Aini yang
senantiasa memberikan doa, dorongan, dan semangat yang tiada henti.
5. Sahabat CADOHE USIL, Rifa’i, Darmawan, Yudha, Artul, Noni, Afril, Nailul,
Fais, Putri, Bismi, dan Nur atas kerja sama, diskusi, semangat dan
dukungannya sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan ini.

iii
6. Kolega PPDH Gelombang VII Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Brawijaya yang selalu memberikan dorongan, semangat, inspirasi dan
keceriaan.
Akhir kata semoga dengan segala bantuan dan kebaikan dari semua pihak
yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan pahala yang berlipat
ganda dari Allah SWT. Amin. Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh
dari kata sempurna oleh karena itu penulis membuka diri atas segala saran dan
kritikan yang membangun. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi banyak
pihak.

Malang, 19 Januari 2018

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vi
DAFTAR TABEL.................................................................................................vii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................2
1.3 Tujuan............................................................................................................3
1.4 Manfaat..........................................................................................................3
BAB 2 ANALISIS SITUASI..................................................................................4
2.1 Kondisi Umum RPH Kabupaten Bojonegoro................................................4
2.2 Struktur Organisasi.........................................................................................5
2.3 Denah Lokasi UPTD Rumah Potong Hewan Kabupaten Bojonegoro...........6
2.4 Alur Pelayanan UPTD Rumah Potong Hewan Kabupaten Bojonegoro.........7
BAB 3 METODE KEGIATAN............................................................................10
3.1 Waktu dan Tempat........................................................................................10
3.2 Metode Kegiatan.........................................................................................10
3.3 Peserta dan Pembimbing PPDH..................................................................11
3.4 Jadwal Kegiatan............................................................................................11
3.5 Bentuk Kegiatan...........................................................................................12
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................13
4.1 UPTD Rumah Potong Hewan Kabupaten Bojonegoro................................13
4.2 Peran Dokter Hewan di UPTD Rumah Potong Hewan Kabupaten
Bojonegoro.........................................................................................................31
4.3 Penerapan Prinsip Kesejahteraan Hewan di UPTD RPH Kabupaten
Bojonegoro.........................................................................................................33
BAB 5 PENUTUP.................................................................................................37
5.1 Kesimpulan...................................................................................................37
5.2 Saran.............................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................38

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Wilayah Kab.Bojonegoro................................................ 4


Gambar 2.2 Bagan Struktur UPTD RPH Kabupaten Bojonegoro.............. 6
Gambar 2.3 Denah UPTD RPH Kabupaten Bojonegoro........................... 7
Gambar 2.4 Diagram Alur pelayanan UPTD RPH Kabupaten Bojonegoro
................................................................................................8
Gambar 4.1 Kelainan Pada Hepar Sapi 6................................................... 23
Gamber 4.2 Gerobak Angkut Daging........................................................ 24
Gambar 4.2 Kondisi UPTD RPH Kabupaten Bojonegoro......................... 26
Gambar 4.3 Skema alur pengolahan limbah (IPAL).................................. 36

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan......................................................................... 11


Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Antemortem di RPH Kab. Bojonegoro....... 14
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Post Mortem di RPH Kab. Bojonegoro....... 18

vii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara berkembang dengan tingkat pendidikan
dan pendapatan masyarakat yang meningkat setiap tahunnya. Perkembangan
tersebut diikuti dengan peningkatan konsumsi protein hewani masyarakat.
Data yang didapatkan dari Badan Ketahanan Pangan (2015) menyebutkan
bahwa konsumsi protein hewani pada tahun 2014 yang mengalami
peningkatan tertinggi adalah daging sapi sebanyak 6,93%. Daging sendiri
merupakan salah satu pangan asal hewan mengandung zat gizi yang sangat
baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, akan tetapi juga sangat baik
sebagai media pertumbuhan mikroorganisme. Daging segar juga mengandung
enzim-enzim yang dapat mengurai/memecah beberapa komponen gizi seperti
protein dan lemak yang akhirnya menyebabkan pembusukan daging sehingga
daging juga dapat dikategorikan sebagai pangan yang mudah rusak
(perishable food). Daging juga memiliki resiko menularkan penyakit dari
daging ke manusia (meat-borne disease), selain itu daging juga dapat
mengandung residu obat hewan, cemaran logam berat, pestisida, atau zat-zat
berbahaya lain, sehingga daging juga dikategorikan sebagai pangan yang
berpotensi berbahaya bagi kesehatan manusia (potentially hazardous
food/PHF) oleh karena itu agar daging memiliki kualitas yang baik, serta
aman dan layak untuk dikonsumsi maka daging harus di tangani dengan baik.
Salah satu tahapan yang dalam mengahasilkan daging yang berkualitas dan
ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) yaitu pada saat penyembelihan hewan
(Prastowo, 2014).
Pemotongan atau penyembelihan hewan harus dilakukan di Rumah
Potong Hewan (RPH). RPH merupakan kompleks bangunan dengan desain
dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu
serta digunakan sebagai tempat pemotongan hewan potong selain unggas bagi
konsumsi masyarakat. Rumah Potong Hewan memiliki peran yang penting
dalam menghasilkan daging yang baik (SNI, 1999). Berdasarkan Peraturan

1
Menteri Pertanian Nomor 13/Permentan/OT.140/1/2010 tentang Persyaratan
Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging (meat
cutting plant) RPH merupakan unit pelayanan masyarakat dalam penyediaan
daging yang aman, sehat, utuh dan halal serta berfungsi sebagai sarana untuk
melaksanakan pemotongan hewan secara benar (sesuai dengan persyaratan
kesehatan masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan dan syariah agama);
tempat melaksanakan pemeriksaan hewan sebelum dipotong (ante-mortem
inspection), pemeriksaan karkas dan jeroan (post-mortem inspection) untuk
mencegah penularan penyakit zoonosa ke manusia; tempat pemantauan dan
surveilans penyakit hewan dan zoonosis yang ditemukan pada pemeriksaan
ante-mortem dan post-mortem guna pencegahan, pengendalian, dan
pemberantasan penyakit hewan menular dan zoonosis di daerah asal hewan;
serta melaksanakan seleksi dan pengendalian pemotongan hewan besar betina
bertanduk yang masih produktif.
Berdasarkan penjabaran diatas maka dilakukan koasistensi di Rumah
Potong Hewan (RPH) kabupaten Bojonegoro untuk mengetahui peranan
profesi dokter hewan yang memiliki tanggung jawab penting dalam menjaga
keamanan produk pangan asal hewan yang ASUH melalui proses
penyembelihan hewan yang baik. RPH kabupaten Bojonegoto masuk
kedalam struktural Unit Pelaksana Teknis Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Bojonegoro.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah alur penyembelihan hewan di Unit Pelaksana Teknis Dinas
Rumah Potong Hewan (UPTD RPH) Kabupaten Bojonegoro?
2. Bagaimanakah kelayakan desain di Unit Pelaksana Teknis Dinas Rumah
Potong Hewan (UPTD RPH) Kabupaten Bojonegoro?
3. Bagaimanakah higiene dan sanitasi, serta cara pengolahan limbah di Unit
Pelaksana Teknis Dinas Rumah Potong Hewan (UPTD RPH) Kabupaten
Bojonegoro?
4. Bagaimanakah peran dan kewenangan dokter hewan di Unit Pelaksana
Teknis Dinas Rumah Potong Hewan (UPTD RPH) Kabupaten
Bojonegoro?
5. Bagaimanakah pemeriksaan antemortem, pemeriksaan postmortem, dan
penerapan kesejahteraan hewan di Unit Pelaksana Teknis Dinas Rumah
Potong Hewan (UPTD RPH) Kabupaten Bojonegoro?

2
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan mempelajari alur penyembelihan hewan di Unit Pelaksana
Teknis Dinas Rumah Potong Hewan (UPTD RPH) Kabupaten Bojonegoro.
2. Mengetahui dan mempelajari kelayakan desain di Unit Pelaksana Teknis
Dinas Rumah Potong Hewan (UPTD RPH) Kabupaten Bojonegoro.
3. Mengetahui dan mempelajari higiene dan sanitasi, serta cara pengolahan
limbah di Unit Pelaksana Teknis Dinas Rumah Potong Hewan (UPTD
RPH) Kabupaten Bojonegoro.
4. Mengetahui dan mempelajari peran dan kewenangan dokter hewan di Unit
Pelaksana Teknis Dinas Rumah Potong Hewan (UPTD RPH) Kabupaten
Bojonegoro.
5. Mengetahui dan mempelajari pemeriksaan antemortem, pemeriksaan
postmortem, dan penerapan kesejahteraan hewan di Unit Pelaksana Teknis
Dinas Rumah Potong Hewan (UPTD RPH) Kabupaten Bojonegoro.

1.4 Manfaat
Manfaat yang didapatkan setelah kegiatan koasistensi PPDH di Unit
Pelaksana Teknis Dinas Rumah Potong Hewan (UPTD RPH) Kabupaten
Bojonegoro ini yaitu mahasiswa koasistensi dapat mengetahui peranan dokter
hewan di Rumah Potong Hewan dalam menghasilkan produk daging yang
ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal), alur penyembelihan hewan, desain
dan cara pengolahan limbah RPH yang benar.

3
BAB 2 ANALISIS SITUASI
2.1 Kondisi Umum RPH Kabupaten Bojonegoro
Kabupaten Bojonegoro memiliki tiga RPH yang dikelola oleh
pemerintah yang terletak di beberapa kecamatan antara lain: RPH Bojonegoro,
RPH Padangan, dan RPH Bureno. RPH Kabupaten Bojonegoro merupakan Unit
Pelaksana Teknis (UPT) dibawah Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Bojonegoro beralamat di Jl. Basuki Rahmat No.02 Bojonegoro. Kabupaten
Bojonegoro merupakan daerah yang potensial untuk membangun usaha
peternakan sapi terutama sapi potong dan salah satu lumbung sapi potong untuk
provinsi Jawa Timur. Kabupaten Bojonegoro secara geografis terletak pada
koordinat 111025’- 112009’ bujur timur dan 6059’ - 7037’ lintang selatan.
Kabupaten seluas 230.706 Ha ini adalah bagian dari wilayah Provinsi Jawa Timur
yang berjarak ± 110 Km dari ibukota Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Bojonegoro
secara administratif terbagi atas 28 kecamatan Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Peta wilayah Kabupaten Bojonegoro

Wilayah administrasi Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten


Bojonegoro berbatasan dengan Kabupaten Tuban di utara, Kabupaten Lamongan
di timur, Kabupaten Madiun, Nganjuk dan Jombang di sebelah selatan, serta

4
berbatasan dengan Kabupaten Ngawi dan Blora (Jawa Tengah) di sebelah barat.
Bila ditinjau topografi nya diketahui bahwa di sepanjang daerah aliran Sungai
Bengawan Solo merupakan daerah dataran rendah, sedangkan di bagian selatan
merupakan dataran tinggi yaitu di sepanjang kawasan Gunung Pandan, Kramat
dan Gajah. Penggunaan lahan di Kabupaten Bojonegoro hingga tahun 2010 di
dominasi oleh guna lahan hutan yaitu seluas 93.833,36 Ha atau 40,67 % dari
seluruh luas penggunaan lahan.
Kondisi hujan di Kabupaten Bojonegoro jumlah hari hujan rata – rata 106
hari, selama tahun 2001 dengan curah hujan rata – rata sebanyak 179 mm/tahun.
Hujan diperkirakan bulan September sampai April merupakan musim penghujan
sedangkan bulan mei sampai Agustus merupakan musim kemarau. Kondisi iklim
di Kabupaten Bojonegoro termasuk beriklim tropis dengan suhu rata – rata 27,80
◦Ce dengan suhu udara maxsimum 31,40 ◦C, minimum 24,20 ◦C kecepatan angin
rata – rata 16 – 67 M/detik dengan kelembaban rata – rata 19 %.

2.2 Struktur Organisasi


Struktur Organisasi Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Bojonegoro sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2008 tangal 7
Oktober 2008 tentang susunan organisasi dan Tata Kinerja UPTD RPH Kabupaten
Bojonegoro Gambar 2.2. Susunan Organisasi dinas Peternakan dan Perikanan
adalah sebagai berikut :
A. Kepala Sub Bagian Tata Usaha UPTD RPH mempunyai tugas melaksanakan
ketatausahaan UPT pada RPH Kabupaten dan bertanggung jawab kepada
Kepala UPTD RPH dalam kegiatan berikut:
1. Menyusun program atau pengadministrasian kerja tata usaha UPTD RPH
2. Mengkoordinasikan tugas pegawai
3. Menyusun mengelola keuangan UPTD RPH Kabupaten mengenai
pengelolaan gaji, usulan gaji berkala para pegawai.
4. Menyusun formasi kebutuhan pegawai dan menyusun administrasi
kepegawaian, mutasi pegawai, kenaikan pangkat, gaji berkala, dan
pensiun.
5. Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan ketatausahaan.
6. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala UPTD RPH.

5
Kelompok jabatan fungsional terdiri dari jabatan fungsional meat
inspektor atau medik veteriner atau dokter hewan dan keurmaster atau
paramedik veteriner yang bertugas melakukan kegiatan sesuai jabatan
fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Kepala Unit Pelaksana Teknis


Dinas (UPTD)

Ka Sub Bag Tata


Usaha

Kelompok Jabatan Fungsional

Gambar 2.2 Struktur Organisasi Unit Pelaksana Teknis Dinas Kabupaten


Bojonegoro (Keputusan Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Bojonegoro No. 524/029 a/412.38/2009)

2.3 Denah Lokasi UPTD Rumah Potong Hewan Kabupaten Bojonegoro


Rumah potong hewan di Kabupaten Bojonegoro terbagi atas tiga yaitu RPH
Kecamatan Bojonegoro, RPH Baureno dan RPH Kecamatan Padangan, namun
pada kegiatan PPDH ini dilakukan di RPH Kecamatan Bojonegoro. Rumah
Pemotongan Hewan adalah kompleks bangunan dengan desain dan konstruksi
khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu serta digunakan
sebagai tempat memotong hewan potong selain unggas bagi konsumsi
masyarakat. (SNI 01 - 6159 – 1999).
UPTD RPH Kabupaten Bojonegoro berlokasi di Jl. KH. Mansyur Kabupaten
Bojonegoro. Letak RPH Kabupaten Bojonegoro berdekatan dengan pasar
tradisional Kabupaten Bojonegoro. Bangunan UPTD RPH Kabupaten Bojonegoro
terdiri atas kantor UPTD RPH, kandang istirahat atau penampungan hewan, ruang
penyembelihan, ruang pelayuan, tempat cuci jeroan (Gambar 2.3). UPTD RPH
Kabupaten Bojonegoro juga menyediakan fasilitas gerobak daging untuk
menampung produk hewan yang telah dipotong seperti karkas, jeroan, dan daging.

6
Gambar 2.3. Denah UPTD RPH Kabupaten Bojonegoro.
Keterangan :
A. Kantor UPTD RPH Kecamatan Bojonegoro; B. Tempat penyembelihan ; C. Tempat
penyembelihan ; D. Kandang penampungan/istirahat hewan ; E. Tempat penurunan
hewan ; F. Pintu masuk ; G. Gudang ; a. Kolam tempat pencucian jeroan ; b. Tempat
pencucian jeroan ; c. Tempat pelayuan karkas dan pemeriksaan post mortem ; d.
Kamar mandi

Bangunan UPTD RPH Kabupaten Bojonegoro dibagi atas daerah kotor


dan daerah bersih. Daerah kotor meliputi ruang penyembelihan dan penyelesaian
penyembelihan, sedangkan daerah bersih meliputi area pemeriksaan post mortem
dan area penanganan daging.

2.4 Alur Pelayanan UPTD Rumah Potong Hewan Kabupaten Bojonegoro


Kegiatan pemotongan hewan memiliki resiko penyebaran dan atau
penularan penyakit hewan menular termasuk penyakit zoonotik dan atau penyakit
yang ditularkan dari daging (meat borne disease) yang dapat mengancam
kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan sehingga diperlukan rumah potong
hewan untuk mencegah hal tersebut dalam rangka menjamin pangan asal hewan
yang aman, sehat, utuh, halal (ASUH) ( Permentan No.13 Tahun 2010). UPTD
rumah potong hewan Kabupaten Bojonegoro terus berupaya dalam menjamin
kualitas, kesehatan, dan kehalalan produk hewan. Salah satu upaya tersebut
dilakukan dengan cara memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat
pengguna jasa RPH.

7
Gambar 2.4. Diagram Alir Proses Pemotongan Hewan di UPTD RPH
Kabupaten Bojonegoro
Pelayanan UPTD rumah potong hewan Kabupaten Bojonegoro sesuai dengan
prosedur standar yang telah ditetapkan, Alur proses pemotongan hewan di UPTD
RPH Kabupaten Bojonegoro ditunjukkan pada Gambar 2.4. Petugas RPH
bertanggung jawab terhadap produk hewan yang akan diedarkan oleh karena itu
petugas RPH selalu melakukan pemeriksaan ante mortem pada hewan yang akan
dipotong dan pemeriksaan post mortem pada produk hewan yang akan diedarkan.
Kegiatan pemeriksaan ante mortem di RPH ini dilakukan pada pukul 15.00-17.00
WIB, sedangkan kegiatan pemotongan hewan dilakukan pada pukul 23.00-06.00
WIB. Pengguna jasa RPH harus selalu mematuhi peraturan yang berlaku, salah
satunya adalah dengan cara melakukan pemotongan hewan sesuai kaidah-kaidah
kesrawan dan aturan agama Islam karena mayoritas penduduk beragama Islam
dan atau sesuai fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), mengikuti kegiatan
pemeriksaan ante mortem dan post mortem, tidak memberi makan hewan ±12 jam

8
sebelum dipotong, serta melakukan pembayaran retribusi segera setelah selesai
dilakukan pemotongan hewan.
Tahap penyelesaian penyembelihan dalam hal ini yang dimaksud adalah
melakukan pemisahan kepala dan kaki, pengulitan, mengeluarkan organ abdomen
dan thoraks, serta membagi karkas menjadi dua bagian. Penyelesaian
penyembelihan boleh dilakukan apabila sudah tidak ada refleks kornea pada
hewan,oleh karena itu kegiatan ini hanya boleh dilakukan di daerah kotor karena
beresiko terjadi pencemaran terhadap daging. Tahap penanganan daging yang
dimaksud adalah kegiatan yang meliputi pelayuan, pemotongan bagian-bagian
daging, pelepasan tulang, penimbangan, pengangkutan, penyimpanan, dan
kegiatan lain untuk menyiapkan daging yang akan dijual.

BAB 3 METODE KEGIATAN


3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) Universitas
Brawijaya di bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet)
dilaksanakan pada tanggal 12 – 16 Juni 2017 di RPH Kabupaten
Bojonegoro.

9
3.2 Metode Kegiatan
Kegiatan ini dilakukan dengan cara ikut berperan aktif dalam tata laksana
kegiatan Rumah Potong Hewan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Bojonegoro. Metode pengambilan data yang dipakai dalam kegiatan
koasistensi ini adalah metode survei dengan pengambilan data primer dan data
sekunder. Pengumpulan data primer yang akan digunakan dalam kegiatan ini
melalui :
a. Observasi Partisipatori
Kegiatan observasi ini dilakukan secara langsung di lapangan. Hal-
hal yang diobservasi meliputi kegiatan pengawasan pasar modern,
pengawasan pasar tradisional dan kegiatan kedinasan lainnya.
b. Wawancara
Kegiatan ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan yang terkait
dengan hal-hal yang akan diamati kepada pihak-pihak yang bekerja
sesuai dengan bidang pekerjaan masing-masing untuk melengkapi
informasi dan data yang dibutuhkan. Waktu wawancara dan diskusi dapat
dilakukan secara mandiri (di luar waktu koasistensi) maupun pada saat
melaksanakan kegiatan proses praktek di lapang.
c. Studi Dokumentasi
Dalam pengumpulan data dan informasi juga dilakukan studi
dokumentasi yang dilakukan oleh mahasiswa, baik dokumen dalam
bentuk elektronik maupun tulisan. Sedangkan, pengambilan data secara
sekunder dapat diperoleh dari buku, jurnal, dan penelusuran internet.
Hasil dari pelaksanaan koasistensi ini akan dilaporkan secara tertulis
kepada pihak Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro,
RPH Kabupaten Bojonegoro dan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya.

3.3 Peserta dan Pembimbing PPDH


Peserta kegiatan Koasistensi Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH)
pada rotasi Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) di RPH Kabupaten
Bojonegoro adalah :

10
Nama :Min Rohmatillah, S.KH
Nim :160130100111006
Alamat : jl. Kertoraharjo Gg.1 No. 14 Malang
Email : minrahmavet@gmail.com
No.Hp : 082244893493
3.4 Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan yang dilaksanakan selama kegiatan koasistensi di RPH
Kabupaten Bojonegoro seperti yang tertera dibawah ini :
Hari/Tanggal Jenis Kegiatan Pelaksanaan
Senin, 5 Juni  Perkenalan dengan Petugas  Drh. Indra Firmansyah
2017 RPH  Drh. Nur Chasanah
 Perkenalan dengan staf dan
 Drh. Niken
karyawan
 Pengenalan lingkungan dan  Mahasiswa PPDH
orientasi kondisi lapang serta
desain RPH
Selasa, 6 Juni  Melakukan pemeriksaan  Drh. Laila
2017 antemortem dan post mortem  Drh. Martono
 Melakukan pengamatan  Mahasiswa PPDH
penyembelihan hewan
Rabu, 7 Juni  Mempelajari proses pengolahan  Drh. Edi
2017 limbah di RPH  Drh.Aulia
 Mahasiswa PPDH
Kamis, 8 Juni  Melakukan pemeriksaan  Drh. Indra Firmansyah
2017 antemortem dan postmortem  Drh. Nurchasanah
 Melakukan pengamatan  Mahasiswa PPDH
penyembelihan hewan
Jumat, 9 Juni  Pemeriksaan ante mortem dan  Drh. Yuyun
2017 post mortem  Mahasiswa PPDH
 Diskusi kelompok
Senin, 12 Juni  Melakukan pemeriksaan  Drh. Indra Firmansyah
2017 antemortem dan post mortem  Drh. Nur Chasanah
 Melakukan pengamatan  Drh. Niken
penyembelihan hewan  Mahasiswa PPDH

11
Selasa, 13 Juni  Mempelajari proses pengolahan  Drh. Laila
2017 limbah di RPH  Drh. Martono
 Mahasiswa PPDH
Rabu, 14 Juni  Melakukan pemeriksaan  Drh. Edi
2017 antemortem dan postmortem  Drh.Aulia
 Melakukan pengamatan  Mahasiswa PPDH
penyembelihan hewan
Kamis, 15 Juni  Melakukan pemeriksaan  Drh. Indra Firmansyah
2017 antemortem dan postmortem  Drh. Nur Chasanah
 Melakukan pengamatan  Mahasiswa PPDH
penyembelihan hewan
Jum’at, 16 Juni  Pemeriksaan ante mortem dan  Drh. Yuyun
2017 post mortem  Mahasiswa PPDH
 Diskusi kelompok

3.5 Bentuk Kegiatan


Kegiatan koasistensi mahasiswa PPDH yang dilakukan di Rumah Potong
Hewan (RPH) Kabupaten Bojonegoro adalah melakukan praktek dilapangan
dengan mengikuti kegiatan yang sedang berlangsung di UPTD rumah potong
hewan Kabupaten Bojonegoro dan diskusi dengan dokter hewan dan
pendamping lapang serta melaporkan hasil kegiatan dalam bentuk laporan
kegiatan.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 UPTD Rumah Potong Hewan Kabupaten Bojonegoro
Jumlah pemotongan di UPTD RPH Kota Bojonegoro setiap tahunnya rata
– rata 3249 ekor dengan kisaran antara 8 – 10 ekor per hari. Jenis hewan yang
dipotong RPH Kabupaten Bojonegoro yaitu sapi dan kebanyakan merupakan
jenis sapi lemousin, simental dan friesian holstein. Kegiatan PPDH yang
dilakukan di RPH Kabupaten Bojonegoro diantanranya adalah mengikuti
kegiatan pemeriksaan antemortem dan post mortem.
4.1.1 Alur Penyembelihan Hewan
Alur atau proses penyembelihan hewan sangat menentukan daging yang
dihasilkan serta menyangkut kesehatan masyarakat veterniner maupun

12
kesehatan masyarakat oleh karena itu penyembelihan yang benar harus
mengikuti perundang-undangan yang berlaku dan kelayakan bioetika. Alur
penyembelihan hewan diawali dari pengistirahatan hewan minimal 12 jam
sebelum dilakukan keputusan penyembelihan dan di puasakan selama 8 jam.
Istirhat ditujukan agar darah terkonsentrasi pada peredaran darah besar
sehingga pada saat penyembelihan darah hewan dapat keluar dengan tuntas,
sedangkan puasa ditujukan agar pada saat penyembelihan dapat
meminimalkan cemaran digesta.
Pemeriksaan antemortem harus dilakukan sebagai penjaminan hewan
yang dipotong tersebut sehat. Pemeriksaan kesehatan ini meliputi pemeriksaan
persistema dan penampilan luar. Setelah dilakukan pemeriksaan antemortem
maka dapat disimpulkan keputusan yaitu diijinkan untuk disembelih (sehat
diijinkan / disembelih dengan syarat) atau ditolak untuk disembelih (ditolak
dan dimusnahkan / ditunda pemotongannya). Di RPH Kabupaten Bojonegoro
pemeriksaan antemortem dilakukan pada pukul 15.00 – 17.00 WIB. Setelah
sapi datang, dilakukan pemeriksaan administratiF terlebih dahulu, biaya
retribusi untuk pemotongan sapi jantan per ekor adalah Rp. 20.000 sedangkan
untuk sapi betina dikenakan biaya Rp. 55.000 per ekor. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan antemortem yang meliputi kegiatan inspeksi, palpasi, auskultasi,
dan pemeriksaan pendukung lain seperti pemeriksaan suhu, respirasi, dan
pulsus. Berikut merupakan hasil pemeriksaan antemortem 10 ekor sapi yang
dilakukan di RPH kabupaten Bojonegoro (Tabel 4.1).
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Antemortem di RPH Kab. Bojonegoro
SAPI 1
No. Parameter Sehat/Normal Tidak Sehat/ Keterangan
Abnormal
1. Suhu 38,30C
2. Pulsus 60x
3. Respirasi 20x
4. Selaput lendir √ (pink)
5. Mata dan √
Telungan
6. Ekstremitas dan √
pergerakan
7. Pemeriksaan Tidak bunting
Kebuntingan
SAPI 2

13
No. Parameter Sehat/Normal Tidak Sehat/ Keterangan
Abnormal
1. Suhu 38,70C
2. Pulsus 58x
3. Respirasi 28x
4. Selaput lendir √ (pink)
5. Mata dan √
Telungan
6. Ekstremitas dan √
pergerakan
SAPI 3
No. Parameter Sehat/Normal Tidak Sehat/ Keterangan
Abnormal
1. Suhu 390C
2. Pulsus 60x
3. Respirasi 24x
4. Selaput lendir √ (pink)
5. Mata dan √
Telungan
6. Ekstremitas dan √
pergerakan
SAPI 4
No. Parameter Sehat/Normal Tidak Sehat/ Keterangan
Abnormal
1. Suhu 38,50C
2. Pulsus 44x
3. Respirasi 28x
4. Selaput lendir √ (pink)
5. Mata dan √
Telungan
6. Ekstremitas dan √
pergerakan
SAPI 5
No. Parameter Sehat/Normal Tidak Sehat/ Keterangan
Abnormal
1. Suhu 39,30C
2. Pulsus 40x
3. Respirasi 16x
4. Selaput lendir √ (pink)
5. Mata dan √
Telungan
6. Ekstremitas dan √
pergerakan
SAPI 6
No. Parameter Sehat/Normal Tidak Sehat/ Keterangan
Abnormal
1. Suhu 38,30C

14
2. Pulsus 60x
3. Respirasi 20x
4. Selaput lendir √ (pink)
5. Mata dan √
Telungan
6. Ekstremitas dan √
pergerakan
7. Pemeriksaan Tidak bunting
Kebuntingan
SAPI 7
No. Parameter Sehat/Normal Tidak Sehat/ Keterangan
Abnormal
1. Suhu 38,80C
2. Pulsus 56x
3. Respirasi 28x
4. Selaput lendir √ (pink)
5. Mata dan √
Telungan
6. Ekstremitas dan √
pergerakan
SAPI 8
No. Parameter Sehat/Normal Tidak Sehat/ Keterangan
Abnormal
1. Suhu 37,80C
2. Pulsus 64x
3. Respirasi 32x
4. Selaput lendir √ (pink)
5. Mata dan √
Telungan
6. Ekstremitas dan √
pergerakan
SAPI 9
No. Parameter Sehat/Normal Tidak Sehat/ Keterangan
Abnormal
1. Suhu 390C
2. Pulsus 60x
3. Respirasi 20x
4. Selaput lendir √ (pink)
5. Mata dan √
Telungan
6. Ekstremitas dan √
pergerakan
SAPI 10
No. Parameter Sehat/Normal Tidak Sehat/ Keterangan
Abnormal
1. Suhu 38,70C
2. Pulsus 56x

15
3. Respirasi 36x
4. Selaput lendir √ (pink)
5. Mata dan √
Telungan
6. Ekstremitas dan √
pergerakan

Dari hasil pemeriksaan antemortem (Tabel 4.1), 10 sapi tersebut


memenuhi syarat untuk dilakukan penyembelihan. Namun apabila pada
pemeriksaan antemortem ditemukan kejanggalan, maka ada beberapa
kemungkinan yaitu hewan diijinkan disembelih dengan syarat, ditunda
penyembelihannya dan ditolak untuk disembelih. Hasil dari pemeriksaan
antemortem dapat digunakan sebagai informasi pada pemeriksaan postmortem.
Dalam satu kondisi apabila ternak sudah diperiksa dan tidak segera dilakukan
penyembelihan dalam kurun waktu 24 jam, maka ternak tersebut harus segera
diperiksa kembali. Dalam kasus pemotongan sapi betina seperti pada sapi 1 dan
sapi 6 (Tabel 4.1) dokter hewan ataupun paramedic yang bertugas harus
memastikan bahwa betina tersebut merupakan betina yang sudah tidak produktif
yang sebelumnya telah diperiksa dan menunjukan surat keterangan status
reproduksi yang menyatakan sapi tersebut merupakan bukan betina produktif,
namun pada sapi 1 dan sapi 6 hanya dilakukan pemeriksaan palpasi rektal untuk
memastikan bahwa sapi tersebut sudah tidak produktif namun sapi tersebut tidak
dilengkapi surat keterangan status reproduksi.

Keputusan pemotongan menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian


Nomor 413/Kpts/Tn.310/7/1992 tentang pemotongan hewan dan penanganan
daging adalah sebagai berikut :

1. Diijinkan untuk disembelih tanpa syarat, apabila dalam pemeriksaan


antemortem ternyata hewan tersebut sehat.
2. Diijinkan untuk disembelih dengan syarat, apabila dalam pemeriksaan
antemortem ternyata hewan potong tersebut menderita dan menunjukkan
gejala penyakit coryza gangraenosa bovum, haemorrhagic septicemia,
piropalsmosis, surra, influenza equorum, arthritirs, hernia, fraktura, abses,

16
epithelimia, actinomycosis, actinobacillosis, mastitis, septichemia,
cachexia, hydrops, oedema, brucellosis, dan tuberculosis.
3. Ditunda untuk disembelih dan diisolasi sambil meunggu hasil pemeriksaan
laboratorium, apabila dalam pemeriksaan antemortem ternyata bahwa
hewan tersebut dalam keadaan sakit yang belum dapat ditentukan jenis
penyakitnya.
4. Ditolak untuk disembelih, dan kemudian dimusnahkan menurut ketentuan
yang berlaku di RPH apabila hasil pemeriksaan antemorten ternyata hewan
potong tersebut menderita atau menunjukkan gejala penyakit seperti ingus
jahat (malleus), anemia contagiosa equorum, rabies, pleuo pnemonia
contagiosa bovum, morbus maculosa equorum, rinderpest, variola ovina,
pestis bovina, blue tongue akut, tetanus, radang limpa (anthrax), radang
paha (gangraena emphisematosa/black les/boutvuur), busung gawat
(malignant oedema), sacharomycosis, mycotoxucosis akut atau kronis,
colibacillosis.
Setelah lolos pemeriksaan antemortem dan sapi dinayatakan diijinkan untuk
disembelih, maka selanjutnya adalah masuk tahapan penyembelihan. Alur
penyembelihan di RPH Kabupaten Bojonegoro dimulai ketika hewan diambil dari
kandang peristirahatan dan dibawa ke tempat penyembelihan (tanpa harus
dipukuli atau dicambuk dan hewan tidak boleh dihadapkan pada hewan yang akan
disembelih). Hewan dirobohkan (tidak dengan cara ditendang), selanjutnya ikat
kaki depan, belakang dan kepala. Dilakukan pemotongan pada 3 bagian saluran
yang wajib dipotong. Setelah hewan dinyatakan sudah mati, lalu dilakukan
pengulitan sampai bagian organ dalam (jeroan) dikeluarkan setelah itu dokter
hewan/cermasteur melakukan pemeriksaan postmortem. Berikut merupakan hasil
pemeriksaan postmortem dari 10 sapi yang sebelumnya telah dilakukan
pemeriksaan antemortem (Tabel 4.2).
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Postmortem di RPH Kabupaten Bojonegoro
SAPI 1
No. Parameter Sehat/Normal Abnormal Keterangan
1. Pemeriksaan √
Kepala dan
Lidah

2. Trachea √

17
3. Paru √

4. Jantung √

5. Alat √
Pencernaan

6. Esofagus √

7. Hati √

8. Limpa √

9. Ambing √

10. Karkas √

SAPI 2

No. Parameter Sehat/Normal Abnormal Keterangan


1. Pemeriksaan √
Kepala dan
Lidah

2. Trachea √

3. Paru √

4. Jantung √

5. Alat √
Pencernaan

6. Esofagus √

7. Hati √

8. Limpa √

9. Karkas √

SAPI 3

No. Parameter Sehat/Normal Abnormal Keterangan


1. Pemeriksaan √
Kepala dan
Lidah

2. Trachea √

3. Paru √

4. Jantung √

18
5. Alat √
Pencernaan

6. Esofagus √

7. Hati √

8. Limpa √

9. Karkas √

SAPI 4

No. Parameter Sehat/Normal Abnormal Keterangan


1. Pemeriksaan √
Kepala dan
Lidah

2. Trachea √

3. Paru √

4. Jantung √

5. Alat √
Pencernaan

6. Esofagus √

7. Hati √

8. Limpa √

9. Karkas √

SAPI 5

No. Parameter Sehat/Normal Abnormal Keterangan


1. Pemeriksaan √
Kepala dan
Lidah

2. Trachea √

3. Paru √

4. Jantung √

5. Alat √
Pencernaan

6. Esofagus √

19
7. Hati √

8. Limpa √

9. Karkas √

SAPI 6

No. Parameter Sehat/Normal Abnormal Keterangan


1. Pemeriksaan √
Kepala dan
Lidah

2. Trachea √

3. Paru √

4. Jantung √

5. Alat √
Pencernaan

6. Esofagus √

7. Hati Terdapat Hepar di


perubahan afkir
patologis berupa
degenerasi
melemak bisa
karena infestasi
fasciola
(Gambar 4.1)

8. Limpa √

9. Ambing √

10. Karkas √

SAPI 7

No. Parameter Sehat/Normal Abnormal Keterangan


1. Pemeriksaan √
Kepala dan
Lidah

2. Trachea √

3. Paru √

4. Jantung √

20
5. Alat √
Pencernaan

6. Esofagus √

7. Hati √

8. Limpa √

9. Karkas √

SAPI 8

No. Parameter Sehat/Normal Abnormal Keterangan


1. Pemeriksaan √
Kepala dan
Lidah

2. Trachea √

3. Paru √

4. Jantung √

5. Alat √
Pencernaan

6. Esofagus √

7. Hati √

8. Limpa √

9. Karkas √

SAPI 9

No. Parameter Sehat/Normal Abnormal Keterangan


1. Pemeriksaan √
Kepala dan
Lidah

2. Trachea √

3. Paru √

4. Jantung √

5. Alat √
Pencernaan

6. Esofagus √

21
7. Hati √

8. Limpa √

9. Karkas √

SAPI 10

No. Parameter Sehat/Normal Abnormal Keterangan


1. Pemeriksaan √
Kepala dan
Lidah

2. Trachea √

3. Paru √

4. Jantung √

5. Alat √
Pencernaan

6. Esofagus √

7. Hati √

8. Limpa √

9. Karkas √

Dari hasil pemeriksaan di RPH Kabupaten Bojonegoro (Tabel 4.2) tidak


ditemukan adanya kelainan baik karkas ataupun jeroan sehingga dapat diedarkan
untuk konsumsi oleh masyarakat. Namun pada sapi 6 terdapat perubahan
patologis pada organ hepar, yaitu adanya degenerasi melemak yang diakibatkan
infestasi Fasciola sp. yang sudah cukup lama (Gambar 4.1), organ hepar tersebut
diafkir, namun untuk karkas dan jerohan lainya dapat diedarkan.

22
Gambar 4.1 Hepar Sapi 6 yang mengalami perubahan patologis, adanya
degenerasi melemak akibat infestasi cacing Fasciola sp (Sumber :
Dok.pribadi).

Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 413/Kpts/Tn.310/7/1992


keputusan yang dapat diambil setelah proses pemeriksaan postmortem yaitu :
1. Dapat diedarkan untuk konsumsi adalah daging yang sehat dan aman
dikonsumsi manusia dengan ciri :
a. Daging dari hewan potong yang tidak menderita suatu penyakit,
b. Daging dari hewan potong yang menderita penyakit arthritis, hernia,
fraktura, abses, epithelimia, actinomycosis, actinibacillosis dan mastitis
serta penyakit lain yang bersifat lokal setelah bagian-bagian yang tidak
layak untuk konsumsi manusia harus diafkir.
2. Dapat diedarkan untuk konsumsi dengan syarat sebelum peredaran, yaitu
daging yang merupakan bagian dari hewan potong yang menderita penyakit
tertentu harus dikenakan perlakuan tertentu, misalnya Trichinellosis ringan
harus dimasak dulu sebelum diedarkan.
3. Dapat diedarkan untuk konsumsi dengan syarat selama peredaran, yaitu
daging yang warna, konsistensi dan baunya tidak normal, septichaemia,
cachexia, hydrops dan oedema, yang penjualannya dilakukan di rumah
pemotongan hewan atau tempat pemotongan hewan atau tempat penjualan
lain yang ditunjuk dan di bawah pengawasan petugas pemeriksa yang
berwenang setelah bagian-bagian yang tidak layak dikonsumsi manusia harus
diafkir.
4. Dilarang diedarkan dan dikonsumsi, adalah daging yang berbahaya bagi
konsumsi manusia karena berasal dari hewan potong yang mengandung
penyakit, misalnya ingus jahat (malleus), anemia contagiosa equorum, rabies,
pleuo pnemonia contagiosa bovum, morbus maculosa equorum, rinderpest,
dan sebagainya.
Daging yang baik layak dikonsumsi oleh masyarakat akan ditandai dengan
stempel dengan zat warna yang tidak membahayakan kesehatan manusia. Stempel
ini diberikan oleh keurmaster yang bertugas sebelum dijual. Stampel wajib
diberikan pada daging setelah pemeriksaan postmortem di RPH. Stampel untuk
daging sapi berbentuk lingkaran, di dalam lingkaran terdapat tulisan pada bagian
atas yaitu nama RPH ; pada bagian tengah terdapat tulisan “baik“, ”baik

23
bersyarat“, “baik diawasi“, atau “afkir“ ; kemudian pada bagian bawah terdapat
Nomor Kontrol Veteriner (Kementan, 1992). Di RPH Kabupaten Bojonegoro
tidak dilakukan pengecapan dengan stempel, hal ini dikarenakan akan
menurunkan daya jual sehingga masyarakat menolak pengecapan dengan stempel.
Di RPH Bojonegoro, karkas dan jerohan langsung diedarkan dalam keadaan segar
ke Pasar Kota Bojonegoro dengan menggunakan gerobak yang beralaskan
alumunium (Gambar 4.2).

Gambar 4.2. Gerobak yang digunakan untuk mengangkut karkas yang sudah
dialasi dengan menggunakan alumunium (Sumber : dok.pribadi).
4.1.2 Desain Rumah Potong Hewan
Rumah Pemotongan Hewan (RPH) adalah kompleks bangunan dengan
disain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene
tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong hewan potong selain
unggas bagi konsumsi masyarakat. Desain RPH tidak luput dari persyaratan
lokasi RPH dimana lokasi tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata
Ruang (RUTR), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), dan/atau Rencana Bagian
Wilayah Kota (RBWK) ; tidak boleh berada di bagian kota yang padat
penduduk, letaknya lebih rendah dari pemukiman, tidak menumbulkan
gangguan atau pencemaran lingkungan ; tidak berada dekat industri logam dan
kimia, tidak berada didaerah rawan banjir, bebas dari asap, bau, debu dan
kontaminan lainnya ; memiliki lahan yang relatif datar dan cukup luas untuk
pengembangan RPH (SNI, 1999). Persyaratan ini belum dipenuhi oleh RPH
Kabupaten Bojonegoro karene memiliki lokasi ditengah-tengah pemukiman
penduduk dan pasar Kota Bojonegoro. Hal ini tentunya dapat menganggu
penduduk dilingkungan sekitar RPH karena adanya limbah RPH dan aktifitas
RPH yang rata-rata dilakukan pada saat malam hari.

24
Rumah Pemotongan Hewan (RPH) harus memiliki sarana yang baik
untuk memperlancar proses penyembelihan hewan. Sarana tersebut diantaranya
adalah sarana jalan yang baik dan dapat dilalui oleh kendaraan pengangkut
hewan potong serta daging ; sumber air yang cukup dan memenuhi persyaratan
sesuai dengan SNI 01-0220-1987 ; serta persediaan air minum bagi ternak dan
sumber tenaga listrik yan cukup (SNI, 1999). Semua sarana dan prasarana ini
telah dipenuhi oleh RPH Kabupaten Bojonegoro sehingga proses
penyembelihan hewan ternak dapat berlangsung dengan baik.
Kompleks RPH harus terdiri dari bangunan utama, kandang penampung
dan istirahat hewan, kandang isolasi, kantor administrasi dan kantor dokter
hewan, tempat istirahat karyawan, kantin dan mushola, tempat penyimpanan
barang pribadi (locker)/ruang ganti pakaian, kamar mandi dan wc, sarana
penanganan limbah, insenerator, tempat parkir, rumah jaga, gardu listrik,
menara air (SNI, 1999). Persyaratan ini telah dipenuhi oleh RPH Kabupaten
Bojonegoro namun semua fasilitas ini tidak digunakan dengan semestinya.
Menurut SNI 01-6159-1999 tentang Rumah Pemotongan Hewan,
kompleks rumah pemotongan hewan harus dipagar sedemikian rupa sehingga
dapat mencegah keluar masuknya orang yang tidak berkepentingan dan hewan
lain selain hewan potong. Pintu masuk hewan potong harus terpisah dari pintu
keluar daging. Desain pintu masuk dan keluar yang berbeda ini belum
dilakukan oleh RPH Kabupaten Bojonegoro.
Bangunan utama RPH menurut SNI 01-6159-1999 terdiri dari daerah
kotor dan daerah bersih yang terpisah secara fisik, adapun penjabarannya
adalah sebagai berikut :
a) Daerah kotor
Daerah kotor merupakan daerah dengan tingkat pencemaran biologik,
kimiawi dan fisik yang tinggi. Daerah kotor meliputi tempat
pemingsanan, tempat pemotongan dan tempat pengeluaran darah ;
tempat penyelesaian proses penyembelihan (pemisahan kepala,
keempat kaki sampai tarsus dan karpus, pengulitan, pengeluaran isi
dada dan isi perut) ; ruang untuk jeroan ; ruang untuk kepala dan
kaki ; ruang untuk kulit ; tempat pemeriksaan postmortem.
b) Daerah bersih

25
Daerah bersih merupakan daerah dengan dengan tingkat pencemaran
biologik, kimiawi dan fisik yang rendah. Daerah bersih meliputi
tempat penimbangan karkas dan tempat keluar karkas. RPH yang
dilengkapi dengan ruang pendingin/pelayuan, ruang pembeku, ruang
pembagian karkas dan pengemasan daging, maka ruang-ruang tersebut
terletak di daerah bersih.
Konsep daerah kotor dan daerah bersih masih sulit untuk diterapkan di
RPH Kabupaten Bojonegoro karena jenis penyembelihan yang dilakukan
masih tradisional seperti yang terlihat pada gambar 4.3. Gambar
dibawah ini menunjukkan bahwan karkas, jeroan, kaki maupun kepala
diletakkan dalam satu ruang dengan tempat penyembelihan sapi, namun
peletakkannya secara terpisah agar organ viscera beserta isinya tidak
mencemari daging.

Gambar 4.3 Kondisi RPH Kabupaten Bojonegoro (dokumentasi pribadi).


Peraturan Menteri Pertanian Nomor 13/Permentan/OT.140/1/2010 tentang
Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging
(Meat Cutting Plant) menyebutkan desain dan kontruksi dasar seluruh bangunan
dan peralatan RPH harus dapat memfasilitasi penerapan cara produksi yang baik
dan mencegah terjadinya kontaminasi, oleh sebab itu bangunan utama RPH harus
memenuhi persyaratan diantaranya yaitu :
1) Tata ruang
Tata ruang harus didesain agar searah dengan alur proses serta memiliki
ruang yang cukup sehingga seluruh kegiatan pemotongan hewan dapat
berjalan baik dan higienis. Tempat pemotongan didesain sedemikian rupa
sehingga pemotongan memenuhi persyaratan halal. Besar ruangan
disesuaikan dengan kapasitas pemotongan. Adanya pemisahan ruangan

26
yang jelas secara fisik antara daerah bersih dan daerah kotor. Di daerah
pemotongan dan pengeluaran darah harus didisain agar darah dapat
tertampung. Tata ruang di RPH Kabupaten Bojonegoro belum memenuhi
syarat karena belum adanya dinding pemisah untuk daerah koto dan daerah
bersih.
2) Dinding
Tinggi dinding pada tempat proses pemotongan dan pengerjaan karkas
minimum 3 meter. Dinding bagian dalam berwarna terang dan minimum
setinggi 2 meter terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif,
tidak toksik, tahan terhadap benturan keras, mudah dibersihkan dan
didesinfeksi serta tidak mudah mengelupas. RPH Kabupaten Bojonegoro
belum memenuhi standart karena tidak memiliki dinding.
3) Lantai
Lantai terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah korosif, tidak licin, tidak
toksik, mudah dibersihkan dan didesinfeksi dan landai ke arah saluran
pembuangan. Permukaan lantai harus rata, tidak bergelombang, tidak ada
celah atau lubang. Secara umum lantai RPH Kabupaten Bojonegoro
terbuat dari dari semen yang dibuat landai kersaluruan pembuangan, tidak
ada lobang, permukaan rata akan tetapi lantai RPH ini licin sehingga
bangunan RPH tidak sesuaimenurut SNI 01 – 6159 – 1999 dan Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 13/Permentan/OT.140/1/2010 tentang
Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan
Daging (Meat Cutting Plant).
4) Sudut Pertemuan
Sudut pertemuan antara dinding dan lantai harus berbentuk lengkung
dengan jari-jari sekitar 75 mm. Sudut pertemuan antara dinding dan
dinding harus berbentuk lengkung dengan jari-jari sekitar 25 mm.
5) Langit-langit
Langit-langit didesain agar tidak terjadi akumulasi kotoran dan kondensasi
dalam ruangan. Langit-langit harus berwarna terang, terbuat dari bahan
yang kedap air, tidak mudah mengelupas, kuat, mudah dibersihkan serta
dihindarkan adanya lubang atau celah terbuka pada langit-langit. Langit-
langit bangunan belum ada dan langsung genting sehingga belum sesuai
dengan SNI 01–6159–1999 yang mana bentuk langit – langit berwarna

27
terang, kuat dan mudah dibersihkan sehingga terhindar dari adanya lubang
atau celah.
6) Pencegahan serangga, rodensia dan burung
Serangga harus dicegah masukknya dengan melengkapi pintu, jendela atau
ventilasi dengan kawat kasa atau dengan menggunakan metode
pencegahan serangga lainnya. Konstruksi bangunan harus dirancang
sedemikian rupa sehingga mencegah masuknya tikus atau rodensia,
serangga dan burung masuk dan bersarang dalam bangunan. RPH ini juga
belum memenuhi standart karena serangga atau pun hewan yang tidak
diinginkan masih mudah memasuki bangunan utama RPH.
7) Pertukaran udara dalam bangunan harus baik
Pada RPH ini pertukaran udara dalam bangunan sudah baik dan telah
sesuai dengan standart .
8) Pintu
Pintu dibuat dari bahan yang tidak mudah korosif, kedap air, mudah
dibersihkan dan didesinfeksi dan bagian bawahnya harus dapat menahan
agar tikus/rodensia tidak dapat masuk. Pintu dilengkapi dengan alat
penutup pintu otomatik RPH ini belum memenuhi standart karena tidak
terdapat kusen pintu dan jendela.
9) Penerangan
Penerangan dalam ruangan harus cukup baik. Lampu penerangan harus
mempunyai pelindung, mudah dibersihkan dan mempunyai intensitas
penerangan 540 lux untuk tempat pemeriksaan postmortem dan 220 luks
untuk ruang lainnya. RPH ini juga belum memenuhi standart karena belum
mempunyai pelindung pada lampu penerangan yang mudah dibersihkan
dan mempunyai intensitas cahaya 540 luks untuk area pemeriksaan post-
mortem, dan 220 luks untuk area pengerjaan proses pemotongan.
Dari penjabaran yang sudah dijelaskan di atas, dapat diketahui bahwa
bangunan utama RPH Kab. Bojonegoro ini belum memenuhi standart sesuai
dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 13/Permentan/Ot.140/1/2010
Tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia Dan Unit Penanganan
Daging (Meat Cutting Plant) pada Pasal 11. Membutuhkan pembenahan yang
cukup banyak agar RPH Kab. Bojonegoro ini dapat memenuhi standart.

28
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 13/Permentan/OT.140/1/2010 tentang
Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging
(Meat Cutting Plant), bangunan utama sekurang-kurangnya harus memiliki alat
untuk memfiksasi hewan (Restraining box), alat untuk menempatkan hewan
setelah disembelih (Cradle), alat pengerek karkas (Hoist), rel dan alat
penggantung karkas yang didisain agar karkas tidak menyentuh lantai dan
dinding, fasilitas dan peralatan pemeriksaan post-mortem yang meliputi meja
pemeriksaan hati, paru, limpa dan jantung, alat penggantung kepala, peralatan
untuk kegiatan pembersihan dan desinfeksi, serta timbangan hewan, karkas dan
daging. RPH Kabupaten Bojonegoro belum memiliki alah penggerak karkas, rel.
penggantung daging dan meja terdapat di RPH, namun meja pemeriksaan tidak
dilakukan sebagaimana mestinya.
4.1.3 Pengolahan Limbah
Rumah Potong Hewan menghasilkan limbah baik sebelum pemotongan
hewan, pada saat pemotongan dan setelah pemotongan hewan. Limbah RPH
memiliki sifat-sifat umum yaitu darah, protein, lemak, kelarutan dan campuran
zat organik, oleh karena itu limbah RPH dapat dibagi menjadi limbah cair
maupun limbah padat. Limbah cair merupakan bahan-bahan pencemaran
berbentuk cair. Limbah cair terdiri dari urin, darah, lemak, isi organ viscera dan
air bekas pencucian karkas, sedangkan limbah padat terdiri atas tulang, rambut,
kuku dan bagian padat hasil saringan dari limbah cair (Sihotang, 2012).
Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam
fase padat. Limbah yang dihasilkan dari kandang pengistirahatan berupa sisa
rumput, kotoran dan konsentrat juga merupakan limbah padat. Setiap harinya
RPH menghasilkan limbah dari hasil pemotongan hewan dan semakin lama
jumlahnya akan semakin besar yang akhirnya dapat menimbulkan
permasalahan seperti polusi tanah, air, dan udara. Hal ini tentunya akan
menganggu lingkungan sekitar RPH (Suharto, 2010). Oleh karena itu
pengolahan limbah menjadi salah satu cara untuk mengendalikan dan
memanfaatkan limbah RPH menjadi produk yang bermutu. Berikut merupakan
skema pengolahan limbah cair dan padat di RPH menurut Indriyanti (2004)
(Gambar 4.4).

29
Gambar 4.4 Skema diagram alir pengolahan limbah cair dan padat di RPH
(Indrayanti, 2004).

UPTD RPH Kabupaten Bojonegoro belum memiliki bangunan RPH baru


yang telah memenuhi standar SNI 01-6159-1999 dan telah dilengkapi dengan
instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Saat ini, pengolahan limbah di RPH
Kabupaten Bojonegoro tidak dilakukan karena masih menggunakan sistem RPH
secara tradisional. Limbah cair seperti isi organ viscera, feses dan urin dibuang
melalui saluran irigasi yang tidak dilengkapi dengan penyaringan langsung ke
Sungai Bengawan Solo. Saluran tersebut kemudian mengalir langsung kesungai.
Hal ini dikarenakan sarana pengolahan limbah (IPAL) belum tersedia. Limbah
RPH berupa darah hasil pemotongan hewan ditampung untuk kemudian dijual
ke pasar. Tulang dan lemak hasil penyembelihan juga dibawa oleh pemilik sapi.
4.2 Peran Dokter Hewan di UPTD Rumah Potong Hewan Kabupaten
Bojonegoro
Profesi dokter hewan memiliki peranan penting di Rumah Potong Hewan
(RPH), yaitu sebagai Quality Assurance maupun Quality Control yang
menerapkan prinsip kesejahteraan hewan, melakukan pemeriksaan antemortem
dan postmortem, melakukan pengawasan keamanan dan mutu pangan asal hewan
agar daging yang dihasilkan menjadi aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Semua

30
tugas yang dilaksanakan dokter hewan ini berhubungan dengan mutu dan
keamanan daging yang dihasilkan sehingga fungsi kesehatan masyarakat veteriner
tercapai. Dokter hewan juga berhak menilai dan menganalisis kelayakan desain
RPH dan cara pengolahan limbahnya, karena hal tersebut merupakan upaya dalam
menghasilkan bahan asal hewan yang ASUH.
RPH merupakan kunci dalam rantai produksi dan distribusi daging serta
pengendalian keamanan pangan, khususnya daging. Peran dokter hewan secara
umum di RPH, yaitu sebagai food safety, food security, quality insurance,
kesehatan hewan, dan kesejahteraan hewan. Peran dokter hewan sebagai food
safety (keselamatan pangan) adalah mengkondisikan dan mengupayakan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain pada
komposisi pangan asal hewan yang dapat merugikan, mengganggu dan
membahayakan kesehatan manusia apabila dikonsumsi. Peran dokter hewan
sebagai food security (keamanan pangan) yaitu kondisi dan upaya yang diperlukan
untuk mencegah pangan dari penularan penyakit zoonosis dan adanya toksin yang
dapat membahayakan manusia apabila dikonsumsi. Peran dokter hewan sebagai
quality insurance adalah jaminan bahwa bahan asal hewan tersebut aman untuk
dikonsumsi bagi manusia. Pengawasan food security dan quality insurance
dilakukan dengan pemeriksaan antemortem dan postmortem yang menular dan
zoonosis.
Pemotongan hewan adalah kegiatan untuk menghasilkan daging yang terdiri
dari pemeriksaan hewan sebelum dipotong (antemortem), pemotongan, dan
pemeriksaan bahan asal hewan setelah dilakukan pemotongan (postmortem).
Tujuan dari pemeriksaan daging yaitu menjamin bahwa hewan yang akan
disembelih untuk keperluan konsumsi adalah hewan yang terlihat sehat dan secara
fisiologi terlihat normal, menjamin bahwa daging yang diperoleh berasal dari
ternak yang bebas penyakit, aman dan tidak berisiko bagi kesehatan konsumen.
Perlakuan daging sebelum, saat, dan sesudah pemotongan sangat menentukan
keamanan dan kelayakan untuk dikonsumsi. Penanganan hewan dan daging yang
kurang baik dan tidak higienis akan berdampak terhadap mutu, kehalalan dan
keamanan daging yang dihasilkan. Oleh karena itu, penerapan sistem jaminan
mutu dan keamanan pangan di RPH sangatlah penting dan harus menerapkan

31
sistem product safety pada RPH. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan
melakukan pemeriksaan antemortem dan pemeriksaan postmortem oleh dokter
hewan terhadap hewan dan bahan asal hewan.
Peran dokter hewan sebagai food safety (keselamatan pangan), food
security, quality insurance, kesehatan hewan, dan kesejahteraan hewan di UPTD
Rumah Potong Hewan Kabupaten Bojonegoro dilakukan dengan mengawasi
setiap proses penanganan bahan asal hewan seperti daging dan jeroan mulai dari
proses penyembelihan hingga pengemasan, serta melakukan pemeriksaan
antemortem dan postmortem terhadap hewan yang akan disembelih.
4.3 Penerapan Prinsip Kesejahteraan Hewan di UPTD RPH Kabupaten
Bojonegoro
Penyembelihan hewan harus ditangani dengan memenuhi kaidah
kesejahteraan hewan (animal welfare). Hal ini sangat penting karena tidak hanya
bertujuan untuk mengurangi penderitaan hewan, tetapi juga dapat meningkatkan
kualitas nilai daging. Menurut UU 41 tahun 2014, kesejahteraan hewan adalah
segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan
menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan
untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap
hewan yang dimanfaatkan manusia, dengan kata lain kesejahteraan hewan
adalah suatu usaha untuk memberikan kondisi lingkungan yang sesuai bagi
hewan sehingga berdampak pada peningkatan sistem psikologi dan fisiologi
hewan. Pada kenyataannya pelaksanaan penanganan hewan yang memenuhi
kesejahteraan hewan masih belum optimal.
Pada hakekatnya penerapan kesejahteraan hewan adalah untuk kesejahteraan
manusia itu sendiri. Lima Prinsip kesejahteraan hewan (five freedoms) adalah:
1. Bebas dari rasa haus dan lapar (Freedom from hunger and thirst)
2. Bebas dari rasa ketidak nyamanan/ penyiksaan fisik (Freedom from
discomfort)
3. Bebas dari rasa sakit, cedera dan penyakit (Freedom from pain, injury and
disease)
4. Bebas untuk mengekspesikan perilaku alamiah (Freedom to express
normal behaviour)
5. Bebas dari ketakutan dan rasa tertekan (Freedom from fear and distress)

32
Penerapan kesejahteraan di Rumah Pemotongan Hewan dilakukan di tempat
penerimaan hewan, tempat penampungan atau pengistirahatan, pada penggiringan
hewan, pada saat perobohan atau pemingsanan hewan dan pada saat
penyembelihan hewan.
Penerapan prinsip kesejahteraan hewan di UPTD RPH Kabupaten Bojonegoro
dapat dikatakan sudah cukup baik, hanya perlu kesadaran lebih oleh masyarakat
tentang pentingnya kesejahteraan hewan. Saat di tempat penerimaan, setiap
pengguna jasa yang akan menyembelih di UPTD RPH Kabupaten Bojonegoro
harus selalu melapor kepada petugas.
Ketika hewan datang, hewan diturunkan dari alat angkut dan pada saat
penurunan diberi jalan yang landai serta tidak licin agar ternak menjadi lebih
nyaman dan tidak jatuh pada saat penurunan., namun dalam pelaksanaanya
terdapat beberapa pengguna jasa yang melakukan penurunan dengan tidak
membiarkan hewan untuk turun sendiri melainkan sedikit dipaksa dengan cara
ditarik. Direktorat Kesmavet (2013) menyatakan bahwa hewan yang akan
diturunkan dibiarkan untuk mengamati lingkunganya dan dibiarkan untuk turun
dari truk dengan sendirinya. Jika hal tersebut dilakukan dapat mengurangi sedikit
rasa stres pada hewan.
Alat angkut yang digunakan oleh pengguna jasa sudah cukup baik. Sebagian
besar alat angkut yang digunakan berupa truk dengan bak tertutup pada bagian
kanan dan kiri bak sehingga menutupi tubuh hewan dan membuat hewan menjadi
aman. Hewan yang dibawa juga tidak terlalu banyak sehingga hewan tidak
berdesak-desakan dan hewan merasa nyaman.
Tempat penampungan UPTD RPH Kabupaten Bojonegoro sudah sesuai
dengan penerapan kesejahteraan hewan. Hewan di tempat penampungan tidak
berdesak-desakan serta ketersediaan pakan dan minum juga cukup. UPTD RPH
Kabupaten Bojonegoro tidak memiliki jalur penggiringan atau gang way
dikarenakan tempat penanpungan dan tempat penyembelihan sangat dekat.
Penerapan kesejahteraan hewan yang dapat diamati adalah cara pengguna jasa
dalam menggiring hewan. Cara yang diberikan sudah cukup baik yaitu tidak
memaksakan hewan untuk berjalan seperti ditarik atau diperlakukan secara kasar.
Hewan yang dibawa juga satu persatu sehingga tidak berdesak-desakan.

33
Penerimaaan dan pengistirahatan ini seharusnya dilakukan minimal 12 jam
sebelum pemotongan. Namun dalam pelaksanaanya tidak sedikit jagal atau
pengguna jasa yang membawa ternak potongnya kurang dari 12 jam ke dalam
kandang penampungan.
Proses selanjutnya adalah perobohan. UPTD RPH Kabupaten Bojonegoro
melakukan perobohan dengan menggunakan tali. Ternak dirobohkan dengan
memasang simpul tali pada ring yang tertanam pada lantai RPH. Kaki kiri
belakang sapi diikat pada ring dan kepala diikat pada ring depan. Setelah itu, 2-3
orang menarik dan menjatuhkan sapi hingga sapi dalam posisi tidur dengan kepala
menghadap kiblat. Tindakan merobohkan dengan cara ini dapat mengurangi rasa
stres pada sapi. Dalam pelaksanaannya tidak semua jagal atau pengguna jasa
melakukan ini dengan baik, namun cara perobohan hewan sudah cukup memenuhi
kesejahteraan hewan. Sebagian besar pengguna jasa tidak merobohkan hewan
sembelihan dengan kasar seperti dibanting, diinjak, dan atau ditarik ekor atau
kepalanya.
Seluruh perlakuan terhadap hewan sembelihan di UPTD RPH Kabupaten
Bojonegoro, mulai dari hewan datang hingga dirobohkan dibawah pengawasan
dokter hewan atau melalui petugas berwenang yang ditunjuk oleh dokter hewan.
Pengawasan ketat oleh dokter hewan dan petugas berwenang juga dilakukan saat
proses penyembelihan. Hewan yang dipotong sebagian besar adalah hewan ternak
sehat, tidak dalam keadaan lelah, ternak tidak produktif lagi atau tidak
dipergunakan sebagai bibit, dan ternak yang dipotong dalam keadaan darurat. Saat
akan disembelih, hewan sebaiknya dimandikan terlebih dahulu untuk
meminimalisir sumber kontaminasi daging pada kulit dan kaki serta membantu
proses pengeluaran darah sebanyak-banyaknya saat proses penyembelihan dan
memudahkan proses pengulitan.
Hal yang juga menjadi perhatian di UPTD RPH Kabupaten Bojonegoro saat
proses penyembelihan adalah kematian sempurna dari hewan sembelihan. Setelah
rebah, hewan dipotong menggunakan pisau tajam sepanjang 2 kali panjang leher
dengan memutus 3 saluran (esofagus, trakhea, dan pembuluh darah) seraya
menyebut nama Allah. Pembuluh darah yang diputus adalah arteri carotis comunis
dan vena jugularis. Hewan sembelihan yang mati sempurna ditandai dengan

34
terputusnya tiga saluran serta tidak adanya reflek palpabrae. Jika reflek palpabrae
sudah tidak ditemukan, hewan diijinkan untuk proses selanjutnya. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa penerapan kesejahteraan hewan terhadap proses
penyembelihan di di UPTD RPH Kabupaten Bojonegoro sudah sesuai dan cukup
baik.

35
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pelaksanaan koasistensi rotasi kesehatan masyarakat
veteriner di UPTD RPH Kabupaten Bojonegoro, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Peran dokter hewan di UPTD RPH Kabupaten Bojonegoro yaitu sebagai food
safety, food security, quality assurance, mengawasi implementasi animal
welfare, dan pelayanan dalam medik veteriner.
2. Pelaksanaan antemortem dan postmortem di UPTD RPH Kabupaten
Bojonegoro sesuai dengan standar operasional (SOP) UPTD RPH Kabupaten
Bojonegoro yang mengacu pada PP No.95 Tahun 2012 tentang Kesehatan
Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan.
3. Penerapan kesejahteraan hewan di UPTD RPH Kabupaten Bojonegoro sudah
cukup memenuhi prinsip kesejahteraan hewan yaitu bebas dari rasa haus,
bebas dari ketidak nyamanan (penyiksaan fisik), bebas dari rasa sakit, serta
bebas dari ketakutan dan rasa tertekan.
4. Kelayakan desain tata ruang dan pengolahan limbah UPTD RPH Kabupaten
Bojonegoro masih belum sesuai dengan Permentan No.13 Tahun 2010
tentang tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit
Penanganan Daging (meat cutting plant) dan SNI 01 - 6159 – 1999 tentang
Rumah Potong Hewan.
5.2 Saran
Perlu dilakukan perbaikan dengan meningkatkan pemahaman masyarakat
khususnya jagal dan karyawan mengenai kesejahteraan hewan selama proses
penyembelihan untuk mendapatkan kualitas daging yang baik.

36
DAFTAR PUSTAKA

Alberle, H.B., Forrest, J.C., E.D. Hendrick., M.D. Judge and R.A. Merkel. 2001.
Principle of Meat Science 4th Ed. Kenda/Hunt Publishing. Iowa.

Badan Standarisasi Nasional. 1999. Rumah Potong Hewan. SNI 6159.1999.


Jakarta:

Butter. R.J. Murray. J.G and Tidswell. 2003. Quality Assurance and
MeetInspection in Australia. Scientific and Technicant Review Series.
Volume 22(2) :629-659.

Dharmawan,N.S.I M. Dwinata, K. Swastika, I.M. Damriyasa, I.B.M.Oka dan


N.M. Astawa. 2013. Protein Spesifik Cairan Kista Cysticercus bovis pada
Sapi Bali yang Diinfeksi dengan Taenia saginata. Jurnal Veteriner 14
(1): 78-84

Fatimah, E. 2008.Kualitas Daging Sapi yang Dipotong Menggunakan Restraining


Box: Drip Loss dan Cooking Loss. Skripsi Mahasiswa FKH IPB.

Gerser, F. 2003. The Implementation Of a quality Assurance Procedure for the


veterinary service of france. Scientific and technical review series: Volume
22(2)\: 629-659.

Gracey JF, dan Collins DS. 1992. Meat Hygiene. Ninth edition. Bailliere Tindal,
London.

Hathaway, S.C. 2002. Risk analysis in biosecurity for food and agriculture.

Herendra. D. 2000. Manual On Mood Inspection for developing lonlines. FAO.


Roma.

Kementrian Pertanian. 2010. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia


Nomor 13/Permentan/OT.140/1/2010 Tentang Persyaratan Rumah Potong
Hewan Ruminansia Dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant).
Jakarta.

Lukman, D.W. dkk. 2009. Higiene Pangan. IPB Press. Bogor.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan


Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan Dan
Kesehatan Hewan. Jakarta.

Widya, I Nyoman. 2007. Perlu Telaah Mutu Limbah Usaha Potong Hewan dan
Unggas

Trisunuwati, P. 2012. Prinsip Pemeriksaan Pemotongan Ternak.


http://pratiwi.lecture.ub.ac.id. Diakses pada tanggal 1 Maret 2017.

37

Anda mungkin juga menyukai