Oleh:
Husnul Khatimah W.
10119200030
B. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu pasien dilakukan pada hari Sabtu tanggal 11 September 2021
pukul 07.00 WIT di ruang bangsal peraawatan anak. didukung catatan medis.
1. Keluhan Utama
Demam
2. Anamnesis Terpimpin
Pasien masuk RS dengan keluha demam dirasakan sejak 3 hari yang lalu pada jam 5
pagi, hilang timbul, biasa pada malam hari, pusing (+), menggigil (-), kejang (-), mual
(-), muntah (-). Nafsu makan dan minum berkurang. BAB dan BAK dalam batas
normal.
a. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu disangkal
b. Riwayat Pengobatan
Riwayat pengobatan yang diberikan adalah paracetamol dan ibuprofen
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit keluarga disangkal
d. Riwayat Kehamilan dan Pemeliharaan Prenatal
Selama hamil, ibu rutin melakukan antenatal care dan tidak ada kelainan selama
hamil
e. Riwayat Kelahiran
Pasien dilahirkan dari ibu G2P2A0, hamil cukup bulan. Bayi lahir secara normal
pervaginam di Rumah Sakit, lahir langsung menangis dan ditolong oleh bidan
f. Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar lengkap
g. Riwayat Alergi
Riwayat alergi pasien disangkal
h. Riwayat ASI (Air Susu Ibu)
Pasien diberikan ASI sampai dari usia 0-1,5 bulan, setelah itu mengkonsumsi susu
formula
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan setelah alloanamnesis
1. Pemeriksaan Fisik Umum
a. Keadaan Umum
Pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis dengan Pediatric Glasgow
Coma Scale (GCS) 15
b. Tanda-Tanda Vital
- Tekanan Darah : 90/60 mmHg
- Nadi : 69 x/menit
- Pernapasan : 34 x/menit
- Suhu : 37.4ºC
- SpO2 : 98%
c. Status Antropometri
- BB : 19.2 kg
- PB/TB : 122 cm
- BB/TB : gizi kurang
- LK : 52 cm
- LLA : 15 cm
- LD : 58 cm
- LP : 56 cm
d. Status Gizi
Berdasarkan Kurva Pertumbuhan CDC 2000 Tinggi Badan menurut Umur dan
Berat Badan menurut Umur Pada Anak Laki-Laki 2-20 tahun, anak termasuk
dalam status gizi kurang
2. Pemeriksaan
Fisik Khusus
- Pucat
: tidak
pucat
- Ikterus
: tidak
ikterus
- Kulit
:
petekie (+)
setelah
dilakukan tes
bendungan
- Edema
: tidak
edema
- Kepala : normochepali
Berdasarkan acuan kurva lingkar kepala Nellhous, interpretasi penilaian lingkar
kepala pasien berada tepat di garis 0 (median) di mana termasuk dalam kategori
normochepale (- 2 SD sampai dengan + 2 SD)
- Wajah : simetris
- Rambut : rambu hitam, distribusi merata
- Ubun-ubun : menutup sempurna
- Mata : sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)
- Hidung : rhinore (-)
- Telinga : otorhea (-)
- Mulut : kering (-), sianosis (-)
- Tonsil : T1/T1, hiperemis
- Leher : pembesaran kelenjar (-)
- Thoraks
Bentuk : normochest
- Paru-paru
Inspeksi : simetris mengikut gerak napas, retraksi (-)
Palpasi : fremitus taktil simetris
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), whezzing (-/-)
- Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : pekak, batas jantung normal
Auskultasi : BJ I/II murni reguler, bising jantung (-)
- Abdomen
Inspeksi : distensi, mengikuti gerak napas
Auskultasi : bising usus (+) kesan normal
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan abdomen pada regio epigastrium
- Alat kelamin : post sirkumsisi
- Status pubertas : A0G2P0
- Anggota gerak : CRT < 2 detik, akral hangat
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Complete Blood Count (CBC)
26/09/2021
27/09/202 29/09/202
28/09/2021 30/09/2021 Rujukan
19:44 21:23 1 1
WIT WIT
E. FOLLOW UP
Tanggal 27/09/2021 28/09/2021
S Demam H+4 (-), pusing Demam H+5 (-), pusing
(-), menggigil (-), kejang (-), menggigil (-),
(-), mual (-), muntah (-). kejang (-), mual (+),
Nafsu makan dan minum muntah (+) 3x. Nafsu
berkurang. BAB dan makan berkurang,
BAK dalam batas minum baik. BAB dan
normal. BAK dalam batas
normal.
O Keadaan umum Tampak sakit sedang Tampak sakit sedang
Tekanan Darah 80/60 mmHg 90/60 mmHg
Nadi 78x/m, nadi lemah 60x/m
Suhu 370C 36,50C
RR 29x/m 30x/m
SpO2 99% 98%
Jantung Bunyi jantung I-II murni Bunyi jantung I-II
reguler, murmur (-), murni reguler, murmur
gallop (-) (-), gallop (-)
Paru Suara vesikuler di Suara vesikuler di
seluruh lapang paru, seluruh lapang paru,
ronkhi (-/-), wheezing ronkhi (-/-), wheezing
(-/-) (-/-)
Abdomen Tampak distensi, Bising Tampak distensi, Bising
Usus (+)normal, Nyeri Usus (+) normal, Nyeri
tekan abdomen regio tekan abdomen
epigastrium (+) berkurang
Ekstremitas Akral dingin, edema (-), Akral hangat, edema (-),
CRT <2 detik CRT<2
A DBD grade III DBD grade III
P IVFD Asering 20 tpm IVFD Asering 20 tpm
Ondansentron 2,8 mg/
12 jam/IV
F. DIAGNOSA KERJA
Demam Berdarah Dengue Grade III
G. RESUME
Pasien an. Z. A. J. usia 7 tahun 5 bulan datang dengan keluhan demam sejak 3 hari yang
lalu pada jam 5 pagi SMRS, hilang timbul, biasa pada malam hari, pusing (+), menggigil (-),
kejang (-), nausea (-), vomitus (-). Nafsu makan dan minum berkurang. BAB dan BAK
dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU : tampak sakit sedang, status
gizi : kurang, tekanan darah: 90/60 mmHg, SpO2 : 98%, nadi : 69 x/menit,pernapasan : 34x /
menit, suhu: 37,40C. Pada kulit didapatkan adanya peteki setelah dilakukan rumple leed test,
terdapat distensi abdomen ,dan nyeri tekan pada regio epigastrium saat palpasi abdomen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Epidemiologi
Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi infeksi virus dengue secara
global. Di seluruh dunia 50-100 milyar kasus telah dilaporkan. Setiap tahunnya sekitar
500,000 kasus DBD perlu perawatan di rumah sakit, 90% diantaranya adalah anak-anak
usia < 15 tahun. Angka kematian DBD diperkirakan sekitar 5% dan sekitar 25,000 kasus
kematian dilaporkan setiap harinya.2
Kasus demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) yang terjadi di
Indonesia dengan jumlah kasus 68,407 tahun 2017 mengalami penurunan yang signifikan
dari tahun 2016 sebanyak 204,171 kasus. Provinsi dengan jumlah kasus tertinggi terjadi
di 3 (tiga) provinsi di Pulau Jawa, masing-masing Jawa Barat dengan total kasus
sebanyak 10,016 kasus, Jawa Timur 7,838 kasus dan Jawa Tengah 7,400 kasus.
Sedangkan untuk jumlah kasus terendah terjadi di Provinsi Maluku dengan jumlah 37
kasus.2,3
C. Patofisiologi
Walaupun demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan
perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah hemokonsentrasi yang khas pada DBD
yang bisa mengarah pada kondisi renjatan. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran
plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi.4
Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya
virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh
makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir
setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap
virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell).
Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik
makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-
sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan
sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi
netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen.4
Gambar 1. Patofisiologi infeksi virus dengue
D. Manifestasi Klinis
Terbagi menjadi beberapa fase, yaitu;
1. Fase demam
Fase demam ditandai dengan demam yang mendadak tinggi, terus-menerus, disertai
nyeri kepala, nyeri otot seluruh badan, nyeri sendi, kemerahan pada klit, khususnya
kulit wajah (flushing). Gejala lain seperti nafsu makan berkurang, mual, dan muntah
sering ditemukan. Pada fase ini sulti dibedakan dengan penyakit bukan dengue,
maupun antara penyait dengue berat dan yang tidak berat. Bila diperiksa laboratorium
darah, biasanya ada penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia) dan pada awal
jumlah trombosit dan nilai hematokrit (kekentalan darah) sering kali masih dalam
batas normal. Fase ini biasanya berlangsung selama 2-7 hari.1,7
2. Fase kritis
Biasanya terjadi paling sering pada hari ke 4-6 (dapat terjadi lebih awal pada hari ke-
3 atau lebih lambat pada hari ke-7) sejak dari mulai sakit demam. Pada fase ini terjadi
peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler sehingga akan terjadi perembesan
plasma (plasma leakage), sehingga darah menjadi kental, dan apabila tidak mendapat
terapi cairan yang memadai, dapat menyebabkan syok sampai kematian.
Sering disertai tanda bahaya berupa muntah yang terus-menerus, nyeri pert,
perdarahan pada kulit, dari hidung, gusi, sampai terjadi muntah darah dan buang air
besar berdarah. Pada fase ini juga dapat ditemukan badn dingin (terutama pada
unjung lengan dan kaki) sebagai tanda syok, tampak lemas, bahkan terjadi penurunan
kesadaran. Pada pemeriksaan darah dapat ditemukan penurunan jumlah trombosit
yang disertai peningkatan nilai hematokrit yang nyata. Fase ini terjadi pada saat suhu
mulai mengalami penurunan sampai mendekati batas normal (defervescence). Hal ini
yang sering menyebabkan terlambatnya orang berobat, karena menganggap bila suhu
tubuh mulai turun, berarti penyakit akan mengalami penyembuhan. Pada pasien yang
tidak mengalami peningkatan permeabilitas kapiler akan menunjukkan perbaikan
klinis menuju kesembuhan.1,7
3. Fase pemulihan
Biasanya berlangsung dalam waktu 48 – 72 jam yang ditandai oleh perbaikan
keadaan umum, nafsu makan pulih, anak tampak lebih ceria, dan pengeluaran air
kemih (dieresis) cukup atau lebih banyak dari biasanya. Pada pemeriksaan
laboratorium darah nilai hematokrit akan mengalami penurunan sampai stabil dalam
rentang normal dan disertai peningkatan jumlah trombosit secara cepar menuju nilai
normal. 1,7
Gambar 4. Perjalanan penyakit dengue
Gambar 5.
Infeksi virus dengue
Terdapat kriteria untuk mendiagnosis dengue (dengan atau tanpa warning sign) dan
severe dengue dan klasifikasi derajat infeksi dengue;7
Gambar 6. Kriteria untuk mendiagnosis dengue (dengan atau tanpa warning sign) dan severe dengue.
Gambar 7. Klasifikasi Derajat Penyakit infeksi virus dengue (derajat III dan IV disebut juga sebagai sindrom syok dengue (SSD)
E. Penatalaksanaan
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok Anak dirawat di rumah sakit;
1. Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup, susu,
untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam, muntah/diare.
2. Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen karena obat-
obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.
3. Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium (hematokrit,
trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam
Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jumlah cairan
secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena biasanya hanya
memerlukan waktu 24–48 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah
pemberian cairan.9
4. Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata laksana syok
terkompensasi (compensated shock).
F. Prognosis
Prognosis tergantung pengenalan, pengobatan tepat segera, dan pemantauan ketat
syok . DBD mempunyai kemungkinan 5% menyebabkan kematian, tetapi bila
berkembang menjadi DSS akan meningkatkan kematian hingga 40%. Prognosis buruk
pada koagulasi intravaskuler diseminta (DIC) dan DSS dengan renjatan berulang atau
berkepanjangan.10
1. Pada kasus ini pasien berjenis kelamin laki-laki. Hal ini sejalan dengan penelitian Valerie
Michaela dkk (2021) dimana jenis kelamin laki-laki (59,3%) lebih banyak menderita DBD
daripada perempuan (40,7%). Berbeda dengan penelitian Rudi Fakhriadi dkk (2015)
memiliki hasil penelitian bahwa jenis kelamin seseorang tidak dapat memengaruhi ataupun
menjadi faktor risiko penyebab terjadinya kejadian DBD. Namun Penelitian Devi Yanuar
Permatasari dkk (2015) memiliki hasil penelitian dimana terdapat asosiasi yang signifikan
antara jenis kelamin dan derajat infeksi dengue dimana responden perempuan mempunyai
peluang 3,333 kali lebih besar dibandingkan dengan laki-laki karena hormon gilikoprotein
memengaruhi perkembangan sel granulosit sel fagosit mononuklear selaku respon kekebalan
tubuh.
2. Pada kasus ini pasien berusia 7 tahun 5 bulan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Cahyani et al. (2020) yang mendapatkan hasil penelitian yang berusia 5-10
tahun merupakan usia terbanyak terjadinya DBD. Penelitian Bibah Novrita (2017)
menjelaskan adanya asosiasi antara umur dengan kejadian DBD karena faktor imunitas.
Penelitian ini juga ditunjang penelitian Bella Rosita Fitriana dkk (2018) juga mengatakan
bahwa setiap golongan umur memiliki tingkat risiko masing-masing dan dapat memengaruhi
terjadinya penularan penyakit dan didapatkan hasil bahwa golongan umur kurang dari 15
tahun memiliki peluang yang lebih besar untuk terkena DBD karena faktor imun. Respon
imun dengan spesifitas dan memori imunologik yang ada pada kelenjar limfe dan sel dendrit
belum sempurna, selain itu, fungsi makrofag dan pembentukan antibodi spesifik terhadap
antigen tertentu masih minim menyebabkan sekresi sitokin oleh makrofag akibat infeksi
virus kurang yang menyebabkan kurangnya produksi interferon (IFN) yang berfungsi
menghambat replikasi virus dan mencegah menyebarnya infeksi ke sel yang belum terkena.
Hal ini menjadi alasan mengapa rendahnya imun tubuh pada anak dibawah umur. Anak-anak
dengan aktivitas bermainnya dapat berisiko terkena DBD. Aedes aegypti umumnya aktif
menghisap darah pada siang hari (diurnal) dengan dua puncak gigitan yaitu jam 08.00-9.00
dan jam 16.00-17.00. Salah satu puncak jam menggigit pada siang hari (pukul 09.00 sampai
10.00) merupakan rentang waktu dimana anak usia sekolah berada di lingkungan sekolah.
Usia 5-10 tahun merupakan masa sekolah dimana, dan sekolah merupakan tempat yang
paling sering terjadinya penyebaran infeksi dengue.11-13
3. Pada kasus ini pasien termasuk status gizi kurang. Penelitian Devi yanuar Permatasari dkk
(2015) dan penelitian Lirin Novitasari dkk (2018) mendapatkan hasil dimana terdapat
hubungan antara status gizi dengan kejadian DBD, dalam penelitiannya dijelaskan bahwa
anak dengan kurangnya status gizi, anak rentan untuk terkena infeksi virus dengue karena
rendahnya imunitas selular menyebabkan memori imunologik dan respon imun yang belum
sempurna berkembang, pembentukan antibodi spesifik (sel T- helper CD4+ dan CD8+) yang
minim menyebabkan produksi interferon (IFN) oleh makrofag tidak bisa menghambat
replikasi dan menyebarnya infeksi ke sel belum terkena. Terdapat juga faktor risiko pada
anak dengan status gizi yang berlebih pada penelitian Mohd Zulkipli dkk juga menjelaskan
bahwa obesitas dapat mempengaruhi tingkat keparahan DBD melalui inflammation
pathways, meningkatnya white adipose tissue pada penderita obesitas menyebabkan
meningkatkan interleukin-enam (IL-6), (IL-8) dan Tumor Factor Alpha (TNF-α). IL-6,IL-8
dan TNF- α merupakan mediator inflamasi yang dapat meningkatkan permeabilitas kapiler.
Permeabilitas kapiler yang meningkat pada pasien DBD secara progresif dapat mendasari
proses kebocoran plasma yang parah yang dapat menyebabkan DSS.
4. Pada kasus ini jumlah trombosit awal 72.000/mm 3. Hal ini sesuai dengan penelitian Ni Putu
Anindya Divy (2018) dimana jumlah trombosit awal terbesar terdapat pada 50.000-
100.000/mm3 (59,0%). Pada DBD, teori secondary heterologous infection menyatakan
bahwa sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah sehingga akan menyebabkan
pendarahan pada DBD. Agregasi trombosit ini terjadi sebagai akibat dari pelekatan kompleks
antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran adenosine diphospate
(ADP), sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan mengakibatkan trombosit
akan dihancurkan oleh reticulo endothelial system (RES) sehingga terjadi trombositopenia.
Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan
terjadinya koagulatif konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan
peningkatan FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor
pembekuan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya trombositopenia pada
penderita DBD yaitu adanya pelepasan sitokin kedalam sirkulasi selama fase awal demam
akut dari infeksi dengue. Sitokin tersebut antara lain tumour necrosis factor (TNF-),
interleukins (IL-2, IL-6, IL-8) dan interferon (IFN- dan IFN-). Kadar sitokin tersebut
berhubungan dengan derajat berat DBD. Waktu terjadinya supresi sumsum tulang juga
berhubungan dengan peningkatan kadar sitokin dalam darah. Adanya komplemen yang
berperan dalam destruksi trombosit yaitu C3dg, merupakan bentuk aktif C3, ditemukan pada
permukaan trombosit, dan sejumlah C3dg positif berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit dalam sirkulasi. Selain itu trombositopenia terjadi sebagai akibat peningkatan
penggunaan trombosit selama proses koagulopati konsumtif yang terjadi pada setiap
penderita DBD. Jumlah trombosit perlu mendapat perhatian khusus untuk mengetahui
indikasi risiko terjadianya keparahan DBD. Pemeriksaan lengkap darah yang disangka
menderita DBD perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan pengobatan yang khusus.
Pemeriksaan perlu diulang setiap 4-6 jam penderita sudah membaik.14-17
5. Pada kasus ini didapatkan pasien dengan hematokrit awal 46%. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Ni Putu Anindya Divy (2018) dimana hematokrit awal pasien
rawat inap adalah ≥40% (77.08%). Peningkatan hematokrit merupakan menifestasi
hemokonsentrasi yang terjadi akibat kebocoran plasma ke ruang ekstravaskuler disertai efusi
cairan serosa, melalui kapiler yang rusak. Peningkatan nilai hematokrit atau hemokonsentrasi
selalu dijumpai pada DBD, dan merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan
plasma.13
6. Pada kasus ini didapatkan pasien dengan DBD grade III. Hal ini berbeda dengan penelitian
yang dilakukan oleh Ni Putu Anindya Divy (2018) dimana derajat keparahan yang paling
banyak yaitu pada DBD grade I (56,3%), grade II (31,9%), grade III (8,3%), dan grade IV
(3,5%).
7. Pada kasus ini lawa rawat inap pasien DBD adalah 4 hari. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Ni Putu Anindya Divy (2018) dimana lama rawat inap pasien DBD adalah 4
hari (33,7%). Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mandriani E.
(2009) diketahui bahwa lama rawatan rata-rata penderita adalah 4,62 hari (4 hari). Lama
rawatan paling singkat 1 hari dan paling lama 10 hari.
BAB IV
KESIMPULAN
Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi tropis yang ditularkan melalui virus dengue
oleh Aedes Aegypti yang menjadi masalah kesehatan di negara-negara berkembang terutama
Indonesia. Dengan mengetahui pencegahan dan kewaspadaan DBD diharapkan mampu
menurunkan prevalensi serta dapat meunurunkan tingkat derajat dari keparahan DBD.
DAFTAR PUSTAKA
1. Unit Kerja Koordinasi Infeksi IDAI. Memahami demam berdarah dengue. 2019; diakses
dari http://idai.or.id
2. Hunsperger E, et al. Laboratory Tests for The Diagnosis of Dengue Virus Infection. J
Clin Microbiol 2006;40:376-81.
3. Indrayani A, et al. Infodatin; Situasi penyakit demam berdarah di Indonesia Tahun 2017.
Kemenkes Republik Indonesia. 2018.
4. World Health Organization . Dengue Guidelines for diagnosis, treatment, prevention and
control. New Edition; 2009.
5. Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas
Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta
6. Hadinegoro, S.Sri Rezeki (2011). Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Terbitan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta.
7. World Health Organization. Comprehensive guidelines for prevention and control of
dengue and dengue haemorrhagic fever. Revised and Expanded Edition. 2009.
8. Hospital Care for Children. Demam Brdarah Dengue Diganosis dan Tatalaksana. World
Health Organization; 2016. diakses dari : http://ichrc.org/622-demam-berdarah-dengue-
diagnosis-daan-tatalaksana
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman diagnosis dan tatalaksana infeksi virus dengue
pada anak. 2014.
10. Pitfalls and Pearls, et al. Diagnosis dan tatalaksana demam berdarah dengue. Balai
penerbit FKUI. Jakarta; 2004.
11. Wirayanti PD, Yasa IWPS. Perbedaan Penurunan Trombosit pada Demam Berdarah
Dengue Derajat I dan II di RS Bhayangkara Trijata. Ejournal Medika Udayana.
2015;10(4).
12. Juranah, Muhadi D, Arif M, Bahar B. Uji Hematologi Pasien Terduga Demam Berdarah
Dengue Indikasi Rawat Inap. Majalah Patologi Klinik Indonesia dan Laboratorium
Medik. Juli 2011;17(3):139-142.
13. Divy, N. P. A., Sudarmaja, I M., Swastika I K. 2018. Karakteristik Penderita Demam
Berdarah Dengue (DBD) di RSUP Sanglah Bulan Juli – Desember Tahun 2014. E- Jurnal
Medika. 7(7)
14. Soedarmo SP, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI. Buku Ajar Infeksi dan Pediatrik
Tropis Edisi ke-2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008.
15. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC; 2009.
16. Hukom AOE, Warouw SM, Memah M, Mongan AE. Hubungan Nilai Hematokrit dan
Nilai Jumlah Trombosit Pada Pasien Demam Berdarah Dengue. Jurnal e-Biomedik
(eBM).2013:1(1).
17. Kamuh SS, Mongan AE, Memah MF. Gambaran Nilai Hematokrit dan Laju Endap Darah
pada Anak dengan Infeksi Virus Dengue di Manado 1 2. J e-Biomedik. 2015;3(3):738-
742.
18. Mandriani E. 2009. Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) Yang
Mengalami Dengue Shock Syndrome (DSS) Rawat Inap Di RSU Dr.Pirngadi Medan
Tahun 2008. Skripsi FKM USU.