Anda di halaman 1dari 22

MANAJEMEN KEPERAWATAN

(MAKALAH DAN ANALISA PICO PADA JURNAL)

DI BUAT OLEH :

NAMA : VITA C HURSEPUNY

NPM : 12114201170142

KELAS : A

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha ESa atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen
keperawatan.

Dalam penyusunan makalah ini, saya menemui beberapa kesulitan dan hambatan, namun berkat
bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Penulis harap, dengan membaca makalah ini dapat member manfaat bagi kita semua,
dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Nyeri, khususnya bagi penulis. Memang
makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Ambon, 14 April ,2020


DAFTAR ISI

COVER.........................................................................................................1

KATA PENGANTAR.......................................................................................2

DAFTAR ISI...................................................................................................3

BAB I (PENDAHULUAN)................................................................................4

BAB II (ISI).......................................................….....…..........................….…...5

BAB III PENUTUP..........................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................7

ANALISA PICO (PADA JURNAL)....................................................................8

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Individu-individu maupun kelompok dalam suatu organisasi akan saling bergantung satu sama
lain dalam hal informasi, bantuan ataupun tindakanterkoordinasi untuk menciptakan hubungan
kerja yang efektif. Ketergantunganseperti ini dapat meningkatkan kerjasama maupun konflik
(Ivancevich,Konopaske & Matteson, 2005, p.42).

Kata konflik menurut bahasa yunani berasal dari kataconfigere,conflictm

yang berarti saling berbenturan. Arti kata ini menunjuk pada semua bentuk benturan, tabrakan,
ketidaksesuaian, ketidakserasian, perkelahian, pertentangan, oposisi dan interaksi-interaksi
yang antagonis (Soetopo, 2010, p.267). Konflik secara umum didefinisikan sebagai perselisihan
internal ataueksternal akibat adanya perbedaan gagasan, nilai atau perasaan antara duaorang
atau lebih. Karena setiap individu memiliki hubungan interpersonaldengan orang lain yang
memiliki nilai, keyakinan, latar belakang dan tujuanyang berbeda, maka konflik merupakan hal
yang telah diperkirakan akanterjadi (Marquis & Huston, 2006, p. 524).

Terdapat anggapan yang menyatakan bahwa konflik bila dibiarkan akanteratasi dengan
sendirinya. Padahal, semakin lama konflik didiamkan makasemakin sulit mengatasinya karena
konflik akan meningkat ke tahap intensitasyang lebih tinggi dan menjadi tidak terkendalikan lagi
(Pickering, 2001, p.4).

Konflik dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif dalam setiaporganisasi, tergantung
seberapa sering konflik tersebut terjadi dan bagaimanakonflik tersebut dikelola (Ivancevich, et
al. 2005, p.44).Konflik yang menimbulkan dampak positif bagi kelompok atauorganisasi yang
bersangkutan bersifat konstruktif. Sebaliknya, konflik yangmenimbulkan dampak negatif bagi
kelompok atau organisasi yang bersangkutan bersifat destruktif (Winardi, 2001, p.170).
Beberapa dampak positif yang dapat ditimbulkan oleh konflik antara lain:
meningkatnyamotivasi, kreativitas, pengetahuan/keterampilan, mendorong
pertumbuhan,mempererat ikatan kelompok dan membantu upaya pencapaian
tujuan.Sedangkan dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh konflik akibat pengelolaan
konflik yang tidak baik antara lain: menurunnya produktivitas,waktu terbuang sia-sia, dan
proses pengambilan keputusan tertunda sehinggadapat menghambat organisasi (Pickering,
2001, p.3).Penelitian oleh American Management Association

menemukan bahwamanajer keperawatan sekarang menghabiskan rata-rata 20% waktunya


untukmengatasi konflik, dan bahwa manajemen konflik dinilai sama atau lebih penting daripada
keterampilan perencanaan, komunikasi, motivasi, dan pengambilan keputusan (McElhaney,
1996 dalam Marquis & Huston, 2003, p.452).

Semakin kompleks organisasi, semakin besar potensi konflik yang akandihadapi (Ivancevich, et
al. 2005, p.47). Hal ini menyebabkan perlunyamanajemen konflik yang baik dalam organisasi
tersebut sehingga konflikdapat menimbulkan dampak positif yang bersifat konstruktif. Marquis
dan Huston (2006, p.530) mengemukakan beberapa strategi manajemen konflikyang dapat
digunakan untuk mengelola konflik, antara lain: berkompromi,kompetisi, akomodasi,
melembutkan, menghindari dan berkolaborasi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2013 tentang pengaruh perilaku kelompok
terhadap kepuasan kerja perawat di RSUD SyekhYusuf Kabupaten Gowa didapatkan hasil
bahwa konflik merupakan salah satuvariabel perilaku kelompok yang memiliki pengaruh
terhadap kepuasan kerja perawat (Rachman, Hamzah & Jafar, 2013).Sikap karyawan yang
berkaitan dengan kepuasan kerja dan komitmenorganisasi adalah minat utama dalam bidang
perilaku organisasi dan praktikmanajemen sumber daya manusia (Luthans, 2005, p.243).
Kepuasan kerjamerujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya
(Robbins,2003, p.94). Kepuasan kerja diperoleh jika pekerjaan tersebut menyenangkanuntuk
dikerjakan oleh pemangkunya. Sebaliknya, ketidakpuasan kerjadiperoleh jika pekerjaan
tersebut tidak menyenangkan untuk dikerjakan oleh pemangkunya (Bangun, 2012, p.327).
Seseorang dengan tingkat kepuasankerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap
pekerjaannya.Sedangkan seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkansikap
yang negatif terhadap pekerjaan tersebut (Robbins, 2003, p.94).

MenurutWibowo (2013, p.509) dikemukakan bahwa kepuasan kerja memilikihubungan positif


dengan motivasi, pelibatan kerja karyawan, perilaku pekerjadiluar dari apa yang menjadi
tugasnya (organizational citizenship behavior dan prestasi kerja karyawan 4 Organisasi dalam
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin(RSUDZA) Banda Aceh merupakan suatu
organisasi kompleks yang terdiriatas berbagai macam bidang pelayanan dengan berbagai
multidisiplin ilmuyang berbeda dan saling berinteraksi satu sama lain. Ini berarti bahwa
potensikonflik yang dihadapi oleh tenaga kesehatan khususnya perawat di rumahsakit tersebut
sangat besar. Oleh karena itu, manajemen konflik yang baiksangat penting dilakukan guna
meningkatkan mutu dan kualitas pelayananrumah sakit.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Badzlina (2011) tentangkemampuan manajemen


konflik kepala ruang yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III
Rumah Sakit Umum Daerahdr. Zainoel Abidin Banda Aceh dengan sampel sebanyak 63 orang
perawat didapatkan hasil bahwa 34 (54%) perawat mempersepsikan kemampuanmanajemen
konflik kepala ruang berada dalam kategori kurang.Berdasarkan hasil pengambilan data awal
pada tanggal 4 maret 2016yang dilakukan penulis dengan cara wawancara terhadap 5 orang
perawat diruang jeumpa 1 dan seureune 2 Rumah Sakit Umum Daerah dr. ZainoelAbidin Banda
Aceh, 3 orang perawat di ruang jeumpa 1 (60%) mengatakan bahwa konflik merupakan hal yang
biasa terjadi, namun sejauh ini konflikdapat diatasi dengan adanya peran kepala ruang sebagai
orang ketiga.Sedangkan 2 orang perawat di ruang seureune 2 (40%) mengatakan konflik jarang
terjadi di ruangan mereka. Sekalipun terjadi konflik, konflik yang terjadi hanyalah konflik kecil
yang dapat di atasi oleh kepala ruang Berdasarkan pernyataan perawat, penulis menyimpulkan
bahwa konflikyang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin dapat berupakonflik
dengan sesama rekan kerja maupun konflik dengan pasien. 3 orang perawat (60%) menyatakan
bahwa konflik dengan sesama rekan kerja dapatdisebabkan oleh kinerja rekan yang kurang
memuaskan dan pendokumentasian yang kurang baik. Sedangkan penyebab konflik
perawatdengan pasien antara lain: 4 orang perawat (80%) menyatakan bahwa konflikdapat
terjadi karena dokter yang terlambat melakukan visite, dan 1 orang perawat (20%) menyatakan
konflik dapat disebabkan oleh faktor komunikasidalam penyampaian informasi kepada pasien
atau keluarga pasien.Selain itu, 5 orang perawat (100%) menyatakan bahwa beban kerja
perawat di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin sangat tinggi,dimana jumlah staf
perawat tidak sesuai dengan jumlah pasien dan tugas yangdilimpahkan kepada perawat sangat
banyak. Berdasarkan literatur yangdidapatkan oleh penulis, beban kerja yang tinggi dapat
menyebabkan stess danhal ini dapat menjadi salah satu faktor pemicu munculnya
konflik.Terkait dengan kepuasan kerja, 1 orang perawat (20%) menyatakan puas dengan
pekerjaannya, 1 orang perawat (20%) menyatakan cukup puasdengan pekerjaannya, dan 3
orang perawat (60%) merasa biasa saja dengan pekerjaannya dan terkadang merasa sedikit
bosan dengan pekerjaan yangdilakukan. Disamping itu, 4 orang perawat (80%) menyatakan
kurang puasdengan kebijakan rumah sakit karena melimpahkan tugas yang sangat banyak
kepada perawat. Berdasarkan latar belakang tersebut

B. Rumusan Masalah Penelitian


Konflik intrapersonal

merupakan jenis konflik yang biasa terjadi dilingkungan kerja perawat ruang rawat inap kelas III
RSUDZA Banda Aceh.Konflik ini bisa berupa konflik dengan sesama perawat maupun konflik
antara perawat dengan pasien. Konflik dengan sesama perawat dapat disebabkan olehkinerja
rekan yang kurang memuaskan dan pendokumentasian yang kurang baik. Sedangkan konflik
antara perawat dengan pasien dapat terjadi karenadokter yang telat melakukanvisite dan
faktor komunikasi yang kurang efektifdalam penyampaian informasi kepada pasien atau
keluarga pasien. Sejauh ini,konflik sering diatasi dengan adanya peran kepala ruang sebagai
orang ketiga.Tingkat kepuasan kerja perawat di ruangan ini juga belum maksimal. Hal
inidibuktikan dari pernyataan perawat yang mengeluh bahwa rumah sakitmelimpahkan tugas
yang sangat banyak kepada perawat, sedangkan jumlahstaf perawat tidak sesuai dengan jumlah
pasien yang menyebabkan bebankerja perawat sangat tinggi. Berdasarkan latar belakang di
atas, dapatdikemukakan rumusan masalah yaitu “apakah ada hubungan manajemenkonflik
dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas IIIRumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

C. Tujuan Penelitian

1.Tujuan UmumUntuk mengetahui hubungan manajemen konflik dengan kepuasankerja


perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit UmumDaerah dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh.

2. Tujuan Khusus.

a. Untuk mengetahui hubungan strategi kompromi dengan kepuasankerja perawat pelaksana


di ruang rawat inap kelas III Rumah SakitUmum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

b. Untuk mengetahui hubungan strategi kompetisi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana
di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit UmumDaerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

c.. Untuk mengetahui hubungan strategi akomodasi dengan kepuasankerja perawat pelaksana
di ruang rawat inap kelas III Rumah SakitUmum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

d. Untuk mengetahui hubungan strategi melembutkan dengan kepuasankerja perawat


pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah SakitUmum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh.

e. mengetahui hubungan strategi menghindar dengan kepuasankerja perawat pelaksana di


ruang rawat inap kelas III Rumah sakit umum daerah dr.zainoel Abidin Banda Aceh .
f. . Untuk mengetahui hubungan strategi kolaborasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana
di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit UmumDaerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:

1. Bagi RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi tenagakeperawatan khususnya
pihak manajer di RSUDZA dalam memilih danmemperbaiki strategi manajemen konflik yang
tepat sehingga dapatmeningkatkan kepuasan kerja dan produktivitas kerja karyawan.

2. Bagi institusi pendidikan keperawatanKhususnya bagi Fakultas Keperawatan Universitas


Syiah Kuala BandaAceh diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan tinjauankeilmuan di
bidang manajemen keperawatan sehingga peserta didik dapatmeningkatkan pengetahuan
tentang manajemen konflik dan kepuasankerja.

3. Bagi penelitian keperawatanSebagai informasi tambahan untuk melakukan penelitian lebih


lanjutdalam bidang keperawatan khususnya yang berkaitan dengan manajemenkonflik dan
kepuasan kerja
BAB II

ISI

A. Konsep Konflik

1. Pengertian Konflik

Kata konflik menurut bahasa yunani berasal dari kata configere,conflictm yang berarti saling
berbenturan. Arti kata ini menunjuk padasemua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian,
ketidakserasian, perkelahian, pertentangan, oposisi dan interaksi-interaksi yang
antagonis(Soetopo, 2010, p.267). Menurut Marquis dan Huston (2006, p.524)konflik secara
umum didefenisikan sebagai perselisihan internal ataueksternal akibat adanya perbedaan
gagasan, nilai, atau perasaan antara duaorang atau lebih. Menurut Webster (dalam Pickering,
2001, p.1) konflikmerupakan persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidakcocok
satu sama lain, keadaan atau perilaku yang bertentangan, perselisihan akibat kebutuhan serta
perseteruan. Fingk (dalam soetopo,2010, p. 267) menyebutkan bahwa konflik merupakan
interaksi yangantagonis, mencakup tingkah laku lahiriah yang tampak jelas, mulai dari bentuk-
bentuk perlawanan halus, terkontrol, tersembunyi, tidak langsung,sampai kepada perlawanan
terbuka

2. Penyebab Konflik

Umiker (1997, dalam Marquis & Huston, 2006, p.533)menyebutkan bahwa enam penyebab
konflik yang paling umum adalahharapan yang tidak jelas, komunikasi buruk, kurang jelasnya
yurisdiksi,inkompatibilitas atau perselisihan berdasarkan perbedaan temperamenatau sikap,
konflik kepentingan individual atau kelompok dan perubahanoperasional atau pengaturan staf.
Sedangkan Kuntoro (2010, p.53)menyebutkan beberapa faktor penyebab terjadinya konflik
antara lain: perilaku yang menentang, stress, kondisi ruangan, kewenangan dokter- perawat,
keyakinan, eksklusifisme, kekaburan tugas, kekurangan sumberdaya, proses perubahan,
imbalan, dan masalah komunikasi.

a. Perilaku yang menentangPerilaku yang menetang ini dapat berupa verbal maupunnonverbal.
Terdapat tiga macam perilaku yang menentang, yaitu:
1. Competitif bomber,

yang dicirikan dengan perilaku mudahmenolak, menggerutu dan mengguman, mudah untuk
tidakmasuk kerja, dan merusak secara agresif yang disengaja.

2) Martyred acomodation,

yang ditunjukkan dengan penggunaankepatuhan palsu dan kemampuan bekerjasama dengan


orang lainnamun sambil melakukan ejekan atau hinaan.

3) Avoider,

yang ditunjukkan dengan penghindaran kesepakatanyang telah di buat dan menolak dan
berpartisipasi.

b. Stres

Stres yang timbul dapat disebabkan oleh banyaknya stresoryang muncul dalam lingkungan kerja
seseorang. Contoh stresorantara lain terlalu banyak beban yang menjadi tanggung
jawabseseorang dalam organisasi. Kondisi tersebut selain mengakibatkantekanan fisik juga
dapat mengakibatkan tekanan mental padaseseorang sehingga bila bersinggungan dengan
masalah dapatmemicu terjadinya konflik (Kuntoro, 2010, p.54).Menurut Swansburg (2000,
p.352) stressor termasukmendapatkan tanggungjawab yang terlalu sedikit, kurangnya
partisipasi dalam membuat keputusan, kurangnya dukunganmanajerial, keharusan untuk
meningkatkan standar penampilan, dan penyesuaian dengan perubahan teknologi yang cepat.

c. Kondisi ruangan

Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusifuntuk melakukan kegiatan-kegiatan
rutin dapat memicu terjadinyakonflik. Hal yang memperburuk keadaan dalam ruangan dapat
berupa hubungan yang monoton antara individu-individu yangterdapat didalamnya dan terlalu
banyaknya pengunjung pasien dalamsatu ruang (Kuntoro, 2010, p.55).Apabila perawat harus
bekerja dalam ruangan yang sempitmereka harus berinteraksi secara konstan dengan anggota
staf yang lain, pengunjung, dan dokter-dokter kondisi seperti ini dapat 12menimbulkan stress
dan kepenatan, terutama pada ruang perawatanintensif yang penuh dan sesak (Swansburg,
2000, p.352).

d. Kewenangan dokter-perawatKewenangan dokter-perawat yang berlebihan dan tidak


salingmengendalikan usulan-usulan diantara mereka dapat memicuterjadinya konflik. Dokter
yang tidak mau menerima umpan balikdari perawat, atau perawat yang merasa tidak acuh
dengan sarandokter untuk kesembuhan pasiennya dapat memperkeruh suasana(Kuntoro,
2010, p.55).
e. KeyakinanPerbedaan nilai dan keyakinan antara tim kesehatan dapatmemicu terjadinya
konflik. Keadaan ini akan menjadi semakinkompleks jika perbedaan keyakinan, nilai dan
persepsi melibatkan pihak lain seperti keluarga pasien yang dapat mengakibatkan
konfliksemakin tidak sederhana karena mengikutsertakan banyak variabeldidalamnya (Kuntoro,
2010, p.55).

f. EksklusifismeEksklusifisme adalah adanya pemikiran bahwa kelompoktertentu memiliki


kemampuan yang lebih dibandingkan dengankelompok lain. Hal ini sering mengakibatkan
terjadinya konflik

g. Kekaburan tugas

Peran ganda yang disandang seorang perawat dalam bangsalkeperawatan seringkali


mengakibatkan konflik. Seorang perawatyang berperan lebih dari satu peran dalam waktu yang
hampir bersamaan masih merupakan fenomena yang banyak ditemukandalam tatanan
pelayanan kesehatan baik dirumah sakit maupun dikomunitas. Dalam kondisi seperti ini sering
terjadi kebingunganuntuk menentukan mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu oleh
perawat tersebut dan kegiatan mana yang dapat dilakukan kemudian.Akibatnya sering terjadi
kegagalan dalam melakukan tanggung jawab dan tangggung gugat untuk suatu tugas pada
individu ataukelompok (Kuntoro, 2010, p.56).

h. Kekurangan sumberdayaSedikitnya sumber daya manusia sering memicu terjadinya


persaingan yang tidak sehat. Contoh konflik yang dapat terjadi yaitu persaingan dalam
memperebutkan jabatan atau kedudukan (Kuntoro,2010, p.56).

i. Proses perubahanPerubahan dianggap sebagai proses alamiah. Tetapi perubahan justru akan
mengakibatkan munculnya berbagai macamkonflik. Individu yang tidak siap dengan perubahan
akanmemandang perubahan sebagai suatu ancaman (Kuntoro, 2010, p.57).

j. ImbalanBeberapa ahli berpendapat bahwa imbalan kadang tidakcukup berpengaruh dengan


motivasi seseorang. Namun jika imbalandikaitkan dengan pembagian yang tidak merata antara
satu orang danorang lain sering menyebabkan munculnya konflik. Pemberianimbalan yang
tidak didasarkan atas pertimbangan profesional seringmenimbulkan masalah yang pada
akhirnya dapat memunculkansuatu konflik (Kuntoro, 2010, p.57).

k. Masalah komunikasiPenyampaian informasi yang tidak seimbang, hanya orang-orang


tertentu yang diajak berbicara oleh manajer, penggunaan bahasa yang tidak efektif, dan juga
penggunaan media yang tidaktepat seringkali berujung dengan terjadinya konflik di
tatananorganisasi yang bersangkutan (Kuntoro, 2010, p.57).
3. Kategori Konflik

Menurut Marquis dan Huston (2006, p.527) terdapat tiga kategoriutama dari konflik yaitu
konflik intrapersonal , konflik interpersonal dankonflik antarkelompok.

a. Konflik Intrapersonal Konflik intrapersonal

terjadi di dalam diri orang tersebut.Konflik ini meliputi upaya internal untuk mengklarifikasi
nilai ataukeinginan yang berlawanan. Bagi manajer, konflik intrapersonal dapat di sebabkan
oleh berbagai tanggung jawab yang terkait dengan peran manajemen. Tanggung jawab manajer
terhadap organisasi, pegawai, konsumen, profesi dan dirinya sendiri kadangkalamenimbulkan
konflik dan konflik tersebut kadangkala diinternalisasi(Marquis & Huston, 2006, p.528).Menurut
Pickering (2001, p.12) konflik intrapersonal adalahgangguan emosi yang terjadi dalam diri
seseorang, karena dituntutmenyelesaikan suatu pekerjaan atau memenuhi suatu
harapansementara pengalaman, minat, tujuan dan tata nilainya tidak sanggupmemenuhi
tuntutan sehingga hal ini menjadi beban baginya. Konflikini juga dapat terjadi jika pengalaman,
minat, tujuan dan tata nilai pribadinya bertentangan satu sama lain.

b. Konflik interpersonal

Menurut McKenna, Smith, dan Coverdale (2003, dalamMarquis & Huston, 2006, p.529) konflik
interpersonal juga disebut dengan “pertentangan horizontal” atau “penganiayaan” yang terjadi
antara dua orang atau lebih yang memiliki perbedaan nilai, tujuan, dankeyakinan. Penelitian
terbaru menyatakan bahwa konflik interpersonal merupakan isu yang dihadapi oleh profesi
keperawatan,khususnya untuk tenaga keperawatan baru. Karena konflik interpersonal secara
umum tidak dilaporkan, akibat yang ditimbulkanoleh konflik ini bisa berupa absen dari
pekerjaan atau mengundurkandiri. Menurut Pickering (2001, p.14) konflik interpersonal dapat
terjadi jika kebutuhan dasar psikologis seseorang tidak terpenuhi. Keempat kebutuhan dasar
psikologis ini adalah keinginan untukdihargai dan diperlakukan sebagai manusia, keinginan
memegangkendali, keinginan memiliki harga diri dan keinginan untuk konsisten.Konflik
interpersonal merupakan konflik yang umum terjadidalam lingkungan kerja perawat. Konflik
intrapersonal yang palingsering terjadi antara lain;

1). konflik antara perawat dengan pasien,keluarga pasien dan pengunjung yang sering
disebabkan olehkesalahan persepsi selama proses penyampaian informasi tentangkebutuhan
pasien kepada keluarga, pembatasan waktu kunjungan dan pembatasan jumlah pengunjung;

2). konflik antara perawat pelaksanadengan perawat manajer yang disebabkan oleh kurangnya
dukunganorganisasi dan komunikasi yang buruk;
3). konflik antara timkesehatan yang memberikan pelayanan secara langsung kepada
pasien(Johansen, 2012, p.50).

c. Konflik antarkelompokKonflik antarkelompok terjadi antara dua atau lebih kelompokorang,


departemen atau organisasi (Marquis & Huston, 2006, p.527).Aspek kelompok akan menambah
kerumitan konflik. Setiap orangtidak hanya harus mengatasi konflik dalam dirinya dan konflik
antaradia dengan orang lain, dia juga harus berhadapan dengan keseluruhaninteraksi dengan
semua pelaku yang terlibat. Konflik antarkelompokmerupakan konflik yang paling rumit dalam
suatu organisasi besar.

4. Proses Konflik

Sebelum berupaya mengatasi konflik, manajer harus mampumengkaji kelima tahap konflik
secara akurat. Adapun kelima tahapkonflik tersebut antara lain:

a. Konflik latenMerupakan tahap pertama dalam proses konflik. Secara tidaklangsung berisi
tentang kondisi yang menyebabkan konflik, misalnyakurangnya tenaga perawat dan perubahan
yang cepat. Dalam tahapini, kondisi tersebut siap berkembang menjadi konflik, walaupun
belum ada konflik yang benar-benar telah terjadi dan mungkin tidakakan pernah terjadi apa-
apa. Akan ada lebih banyak konflik yangtidak perlu terjadi karena dapat dicegah atau dikurangi
jika manajerdapat mengkaji secara lebih seksama adanya kondisi yang dapatmenyebabkan
terjadinya konflik (Marquis & Huston, 2006, p.528).

b. Konflik yang dipersepsikanKonflik yang dipersepsikan adalah konflik intelektual dansering


melibatkan isu serta peran. Konflik ini dikenali secara logisdan tidak melibatkan perasaan orang
yang terlibat konflik.

c. Konflik yang dirasakanTerjadi ketika konflik melibatkan emosi. Emosi yang dirasakanantara
lain rasa bermusuhan, takut, tidak percaya, dan marah. Konflik pada tahap ini juga disebut
konflik afektif. Konflik ini mungkin jugadipersepsikan bukan dirasakan (yaitu tidak ada emosi
yang terkaitdengan konflik dan orang yang terlibat hanya memandangnya sebagaimasalah yang
perlu diselesaikan). Orang juga dapat merasakankonflik, tetapi tidak mengetahui masalahnya
(yaitu mereka tidakmampu mengidentifikasi penyebab konflik yang dirasakan) (Marquis&
Huston, 2006, p.529).

d. Konflik yang dimanifestasikanDisebut juga konflik yang jelas dan diperlukan


tindakan.Tindakan yang dimaksud bisa berupa menarik diri, bersaing, berdebatatau mencari
penyelesaian konflik. Ada banyak alasan kenapa orangtidak nyaman atau enggan untuk
mengatasi konflik. Ini termasuktakut akan pembalasan, takut ditertawakan, takut memojokkan
oranglain, perasaann bahwa mereka tidak memiliki hak untuk berbicaradan pengalaman buruk
pada masalalu ketika berada pada situasikonflik (Marquis & Huston, 2006, p.529).
e. Akibat konflikKonflik akan selalu berdampak positif atau negatif. Jikakonflik dikelola
dengan baik, orang yang terlibat konflik akan percaya bahwa ia di perlakukan dengan adil.

B. Konsep Manajemen Konflik

Manajemen konflik adalah upaya penyelesaian masalah yang dilakukanuntuk mengatasi konflik.
Dalam menyelesaikan konflik dibutuhkanketerampilan untuk menyelesaikan masalah,
kesadaran diri tentang jenis dan penyebab konflik, kemampuan komunikasi, dan kemampuan
untukmerencanakan strategi penyelesaian masalah yang akan digunakan (Nischal,2014, p.63).
Tujuan terbaik dalam menyelesaikan konflik adalah menciptakan penyelesaian menang-menang
(win-win solution) untuk semua pihak yangterkait. Setiap pemimpin harus mengenali strategi
penyelesaian konflik yang paling tepat untuk setiap konflik yang terjadi (Marquis & Huston,
2006, p.529).

1. Strategi Manajemen Konflik

Beberapa strategi manajemen konflik yang biasa digunakanmenurut Marquis dan Huston
(2006, p.350) adalah kompromi, kompetisi, akomodasi, melembutkan , menghindar, dan
berkolaborasi.

a. Kompromi

Menurut Safitri, Burhan, dan Zulkarnain (2013) strategikompromi merupakan strategi yang
dilakukan dengan cara mencari “jalan tengah” dalam menyelesaikan masalah. Strategi ini hanya
berfokus pada hasil yang bersifat “setengah-setengah” sehinggakeuntungan maksimum tidak
dapat dicapai. Menurut pendekatan ini,setiap pihak yang terlibat konflik harus merelakan
sebagiankepentingannya dan mempertahankan sebagian kepentingan yanglain. Walaupun
banyak orang yang melihat kompromi sebagaistrategi penyelesaian masalah terbaik, pihak yang
menentang akanmerasakan itu sebagai situasi kalah-kalah karena kedua pihakmelepaskan
tuntutannya. Untuk itu, pihak yang terlibat konflik tidak boleh melakukan kompromi lebih awal
jika kolaborasi masihmemungkinkan untuk dilakukan (Marquis & Huston, 2006, p.530).Dengan
melakukan kompromi, tidak ada perbedaan untuk pihak yang menang dan yang kalah, dan
kesepakatan yang dicapaiumumnya bukan kesepakatan yang ideal bagi kedua
kelompok.Terkadang kompromi melibatkan pihak ketiga untuk membantumenyelesaikan
masalah (Ivancevich, et al. 2005, p.55). Kompromimerupakan salah satu strategi manajemen
konflik yang paling seringdigunakan oleh manager keperawatan .
b. Kompetisi

Pendekatan kompetisi digunakan ketika satu pihakmemaksakan kehendaknya walaupun


mengorbankan orang lain.Karena hanya ada satu pihak yang menang, pihak yang
berkompetisimencari jalan agar menang tanpa peduli akibatnya pada pihak lain.Booth (1993,
dalam Marquis & Huston, 2003, p.458) menyebut tipe penyelesaian ini sebagai “Pemaksaan”
karena mementingkankepentingan satu orang diatas kepentingan orang lain. Strategi
inimenghasilkan penyelesaian menang-kalah. Pihak yang kalah akanmenjadi marah, frustasi,
dan ingin membalas dendam dimasa yangakan datang. Manajer dapat menggunakan strategi ini
jika satu pihakmemiliki lebih banyak informasi tentang situasi daripada pihak lain(Marquis &
Huston, 2006, p.531).Pendekatan kompetisi cenderung berorientasi pada kekuasaan.Artinya,
untuk dapat berhasil, pendekatan ini memerlukan kekuasaanyang cuk up untuk dapat
“memaksa” kelompok yang lain (Ivancevich,et al. 2005, p.52). Seorang manajer perawat sebagai
penyelia dapatmenunjukkan kekuasaan posisinya pada bawahan. Hal inimemperkuat aturan-
aturan disiplin. Pendekatan ini tidak membantukelompok bawahan dalam mengembangkan
kemampuan pemecahankonflik secara mandiri (Swansburg, 2000, p.355)

c. AkomodasiPada pendekatan akomodasi, satu pihak mengorbankankeyakinan dan


keinginannya sehingga pihak lain dapat menang.Akomodasi adalah strategi politik yang tepat
jika konflik tidak terlalu bernilai tinggi bagi orang yang mengakomodasi (Marquis &
Huston,2006, p.531). Taktik yang sering digunakan dalam strategi ini sepertimenyerah,
merelakan, mengalah dan menyangkal kebutuhan (Hong,2005, p.8). Pendekatan ini sering
digunakan sebagai upaya menjagakedamaian dan menghindari ketidakharmonisan pada
kelompoktertentu (Ivancevich, et al. 2005, p.54).

d. MelembutkanMelembutkankan digunakan untuk mengatur situasi konflik dengan cara


seseorang “menarik hati” orang lain yang terlibat dalamkonflik untuk mengurangi komponen
emosional dalam konflik itu. Strategi ini sering digunakan oleh manajer agar seseorang
bekerjasama dengan pihak lain. Melembutkan terjadi ketika satu pihak dalam konflik berupaya
untuk memuji pihak lain atau berfokus pada hal yang disetujui bersama. Walaupun pendekatan
ini tepatdigunakan pada perselisihan kecil, melembutkan jarang menghasilkan penyelesaian
masalah konflik yang sebenarnya (Marquis & Huston,2006, p.531)

e. MenghindarPada pendekatan menghindari, pihak yang terlibat menyadariadanya konflik,


tetapi memilih untuk tidak mengakuinya atau tidak berupaya menyelesaikannya. Penghindaran
diindikasikan untuk perselisihan trivial , ketika kerugian yang diakibatkan oleh konflikmelebihi
manfaatnya, ketika masalah sebaiknya diselesaikan olehorang selain anda, ketika satu pihak
lebih berkuasa daripada pihaklain dan ketika masalah akan selesai dengan sendirinya.
Kelemahandari pendekatan ini adalah konflik tetap ada dan sering kali munculkembali di lain
waktu dengan cara yang bahkan lebih besar (Marquis& Huston, 2006, p.531).Pendekatan ini
dapat menjadi strategi yang tepat dalam beberapa situasi konflik sebagai alternatif sementara.
Ketika sebuahkonflik sangat memanas, menghindari masalah untuk sementaradapat
memberikan kesempatan bagi pihak yang terlibat konflik untukmenenangkan diri dan
mengembalikan sudut pandang yang objektif(Ivancevich, et al. 2005, p.55).

f. KolaborasiKolaborasi adalah cara penyelesaian konflik yang asertif dankooperatif yang


menghasilkan penyelesaian menang-menang. Dalam pendekatan ini semua pihak
mengsampingkan tujuan awal dan bekerjasama untuk menentukan tujuan umum prioritas

C. Konsep Kepuasan Kerja1.

1. Kepuasan Kerja

Robbins (2003, p.103) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalahsikap umum seorang individu
terhadap pekerjaan seseorang, yangmenunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang
diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Locke(dalam
Luthans, 2005, p.243) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah

“keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau
pengalaman kerjaan seseorang”. Kepua

san kerjaadalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaanmereka
memberikan hal yang dinilai penting. Buitendach & Rothmann(2009, p.1) menyatakan bahwa
kepuasan kerja dapat di pengaruhi oleh kebutuhan, nilai-nilai dan harapan individu terhadap
pekerjaannya .

2. Teori Kepuasan Kerja

Wexley dan Yukl (2003, dalam Bangun, 2012, p.329)mengungkapkan bahwa terdapat tiga teori
tentang kepuasan kerja, antaralain: teori ketidaksesuaian (discrepancy theory), teori keadilan
(equitytheory), dan teori dua faktor (two factor theory).

a. Teori ketidaksesuaian

Berdasarkan teori ini, kepuasan kerja didefinisikan sebagai“perselisihan antara berapa banyak
sesuatu yang seharusnya diterimadengan berapa banyak yang ia dapatkan saat ini”. Seseorang
terpuaskan bila tidak ada selisih antara situasi yang didinginkandengan yang sebenarnya
diterima (Bangun, 2012, p.329).

b. Teori keadilan

Teori ini menunjukkan kepada seseorang merasa puas atautidak puas atas situasi tergantung
pada perasaan adil (equity) dantidak adil (inequity). Perasaan adil dan tidak adil atas suatu
situasididapat oleh setiap orang dengan membandingkan antara dirinyadengan orang lain pada
tingkat dan jenis pekerjaan yang sama, padatempatnya maupun ditempat yang berbeda
(Bangun, 2012, p.329).

c. Teori dua faktor

Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkanmenjadi dua kategori, yang satu
dinamakan “dissatisfier ” atau“hygiene factor ” dan yang lain dinamakan “ satisfier ”
atau“motivators”.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurutLuthans (2005) antara lain:

a. Pekerjaan itu sendiri

Dalam hal ini, kepuasan kerja bisa saja dicapai jika pekerjaanseseorang memberikan tugas yang
menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab
(Luthans,2005, p.243). Kepuasan pekerjaan itu sendiri merupakan sumberutama kepuasan.
Penelitian terbaru menemukan bahwa karakteristik pekerjaan dan kompleksitas pekerjaan
menghubungkan antarakepribadian dan kepuasan kerja, dan jika persyaratan kreatif pekerjaan
karyawan terpenuhi, maka mereka cenderung menjadi puas(Luthans, 2005, p.244).

b. Gaji

Uang tidak hanya membantu membantu orang memenuhikebutuhan dasar, tetapi juga alat
untuk memberikan kebutuhankepuasan pada tingkat yang lebih tingi. Karyawan melihat
gajisebagai refleksi dari bagaimana manajemen memandang kontribusi mereka terhadap
perusahaan (Luthans, 2005, p.244). Sejumlah upahyang diterima bisa dipandang sebagai hal
yang dianggap pantasdibandingkan dengan orang lain dalam organisasi (Luthans, 2005, p.243).

c. Promosi

Kesempatan promosi memiliki pengaruh yang berbeda padakepuasan kerja. Hal ini dikarenakan
promosi memilliki sejumlah bentuk yang berbeda dan memiliki berbagai penghargaan.
Misalnya,individu yang dipromosikan atas dasar senioritas sering mengalamikepuasan kerja,
tetapi tidak sebanyak orang yang dipromosikan atasdasar kinerja. Selain itu, promosi dengan
kenaikan gaji 10 persen pada dasarnya tidak memuaskan seperti kenaikan gaji 20
persen(Luthans, 2005, p.244).

d. PengawasanPengawasan merupakan sumber penting lain dari kepuasankerja. Untuk saat ini,
ada dua dimensi gaya pengawasan yangmempengaruhi kepuasan kerja. Yang pertama adalah
berpusat padakaryawan, diukur menurut tingkat dimana manajer menggunakanketertarikan
personal dan peduli pada karyawan. Hal inidimanifestasikan dengan cara seperti meneliti
seberapa baik kerjakaryawan, memberikan nasehat dan bantuan pada individu, serta
berkomunikasi dengan rekan kerja secara personal maupun dalamkonteks pekerjaan. Dimensi
yang lain adalah partisipasi, seperti diilustrasikan manajer yang memungkinkan orang lain ikut
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Dalam
banyak kasus, cara ini menyebabkankepuasan kerja yang lebih tinggi (Luthans, 2005, p.245).

e. Kelompok kerjaPada umumnya, rekan kerja yang kooperatif merupakansumber kepuasan


kerja yang paling sederhana. Rekan kerja bertindaksebagai pemberi dukungan, kenyamanan,
pemberi nasehat danmemberi bantuan kepada invidu. Kelompok kerja yang baik membuat
pekerjaan menjadi menyenangkan (Luthans, 2005, p.245).

f. Kondisi kerja Kondisi kerja memiliki pengaruh yang kecil terhadap kepuasankerja. Jika kondisi
kerja bagus (misalnya bersih, lingkunganmenarik), individu akan lebih mudah menyelesaikan
pekerjaanmereka. Jika kondisi kerja buruk (misalnya udara panas, lingkungan bising), individu
akan lebih sulit menyelesaikan pekerjaan. Dengankata lain, efek lingkungan kerja pada
kepuasan kerja sama halnyadengan efek kelompok kerja. Jika segalanya berjalan baik, tidak
adamasalah kepuasan kerja. Jika segalanya berjalan buruk, masalahketidakpuasan kerja kan
muncul (Luthans, 2005, p.245).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti tentanghubungan manajemen
konflik dengan kepuasan kerja perawat pelaksana diruang rawat inap kelas III Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel AbidinBanda Aceh, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Ada hubungan manajemen konflik dengan kepuasan kerja perawat.

2. Ada hubungan strategi kompromi dengan kepuasan kerja perawat.

3. Tidak ada hubungan strategi kompetisi dengan kepuasan kerja perawat.

4. Tidak ada hubungan strategi akomodasi dengan kepuasan kerja perawat.

5. Ada hubungan strategi melembutkan dengan kepuasan kerja perawat.

6. ada hubungan strategi menghindar dengan kepuasan kerja perawat.

7. Ada hubungan strategi kolaborasi dengan kepuasan kerja perawat.

B. Saran

1. Kepada Institusi Rumah SakitAgar dapat memfasilitasi para perawat untuk mengembangkan
pengetahuan terkait dengan konflik dan manajemen konflik denganmemberikan pendidikan
dan pelatihan melalui acara seminar khusussehingga dapat meningkatkan kemampuan
manajemen konflik para perawat

2. Kepada Institusi Pendidikan KeperawatanAgar dapat memfasilitasi mahasiswa dalam


meningkatkan pengetahuankhususnya pada mata kuliah terkait manajemen konflik
denganmerekomendasikan bahan bacaan yang memadai serta bimbingan yang baik.

3. Peneliti selanjutnyaBagi peneliti yang ingin melanjutkan penelitian ini disarankan


untukmeneliti tentang hubungan manajemen konflik dengan motivasi kerja perawat pelaksana
DAFTAR PUSTAKA

Bangun, W. (2012). Manajemen sumber daya manusia. Bandung: Erlangga.Badzlina, E. (2011).


Kemampuan manajemen konflik kepala ruang yangdipersepsikan oleh perawat pelaksana di
ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh Tahun 2011

Banda Aceh: Program Studi IlmuKeperawatan Fakultas kedokteran Universitas Syiah Kuala., J.H.,
& Rothmann, S. (2009). The validation of the minnesota jobsatisfaction questionnaire in
selected organisations in South Africa.

SA Journal of Human Resource Management/ SA Tydskrif vir Menslikehulpbronbestuur,7(1),


Art. #183, 8 pages. doi:10.4102/sajhrm.v7i1.183Churiyah, M. (2011). Pengaruh konflik peran,
kelelahan emosional terhadapkepuasan kerja dan komitmen organisasi.

Jurnal Ekonomi Bisnis, TH. 16, NO 2, 145-154.Fajarini, U. (2014). Potret konflik keagamaan
masyarakat Tangerang Banten danresolusi konflik berbasis multikulturalisme dalam islam.

At-Tahrir , Vol.14, 343-361.Griffin, R. W. (2004). Manajemen, Seventh edition

Jakarta: ErlanggaHendel, T, Fish, M, & Galon, V. (2005). Leadership style and choice of
strategyin conflict management among Israeli nurse managers in general hospitals.

Journal of Nursing Management,13, 137-146.Hong, J. (2005). Conflict management in an age of


globalization: A comparison ofintracultural and intercultural conflict management strategies
betweenKoreans and Americans.

Global Media Journal.Volume4, 1-30.Huber, D. L. (2010 ). Leadership and nursing care


management, fourth edition.USA: Saunders Elsevier.Ivancevich, J.M., Konopaske, R., &
Matteson, M.T. (2005).Organizationalbehavior and management, seventh edition

. Jakarta: Erlangga.Johansen, M.L. (2012). Keeping the peace: Conflict management strategies
fornurse managers. Nursing Management

, 50-54. doi:10.1097/01.NUMA.0000410920.90831.96Kuntoro, A. (2010).

Buku ajar manajemen keperawatan. Jakarta: nuha.medika .


1. Analisa pico pada jurnal : Analisis Hubungan Kemampuan Manajemen Konflik Kepala
Ruangan dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Tk. III
Reksodiwiryo Padang

P ( Patient, population and problem ) :

- menurunnya produktivitas kerja, seperti mempengaruhi hubungan kerja tim sehingga


berdampak pada kepuasan kerja perawat pelaksana, dan proses kegiatan pelayanan
yang dilakukan menjadi terhambat.

I ( Intervention, prognostic factor, exposure ) :

- pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel dengan proportional random


sampling dengan jumlah sampel 83 orang.
C ( comparison atau control ) :

- penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara manajemen konflik
dengan kepuasan kerja di RS Tk III Dr.Reksodiwiryo (p-value 0,000 < 0,05), strategi kompromi
(p=0,017), strategi kompetensi (p=0,025), strategi akomodasi (p=0,000), startegi menghindar
(0,017), strategi kolaborasi (p=0,021).

O (outcome ) :

Diharapkan kepada perawat untuk menigkatkan komuniasi dalam tim dan kepada pihak rumah
sakit agar peduli dalam usaha peningkatan kepuasan kinerja pegawai .
2. Analisa pico pada jurnal : PENGARUH PELAKSANAAN MANAJEMEN KONFLIK OLEH KEPALA
RUANGAN PADA MOTIVASI KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA
MEDAN

P ( Patient, population and problem ) :

ada pengaruh antara pelaksanaan manajemen konflik oleh kepaa ruangan pada motivasi
kerja perawat pelaksana (p value = 0,000, α = 0,05) di Rumah Sakit Martha Friska Medan.

I ( Intervention, prognostic factor, exposure ) :

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain penelitian
cross sectional yaitu melakukan pengumpulan data pelaksanaan manajemen konflik oleh
kepala ruangan dan motivasi kerja perawat pelaksana yang digunakan dalam waktu yang
sama dan diukur satu kali saja. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
simple random sampling dimana perawat pelaksana yang diikutsertakan berjumlah 59 orang
di Rumah Sakit Martha Friska Medan.
C ( comparison atau control ) :

distribusi kepala ruangan perawat pelaksana yang menjadi subjek penelitian, mayoritas
berjenis kelamin perempuan 72,9%, mayoritas usia responden adalah 21-25 tahun 44,1% tahun,
mayoritas responden berpendidikan D3 Keperawatan 62,7%, dan mayoritas lama kerja
responden 1,1-1,5 tahun 42,4%. Lebih lanjut dijelaskan bahwa mayoritas pelaksanaan
manajemen konflik di ruangan adalah cukup sebanyak 54,2% dan mayoritas motivasi kerja
perawat adalah sedang sebanyak 57,6%. Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa ada
pengaruh antara pelaksanaan manajemen konflik oleh

O (outcome ) :

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas berjenis kelamin perempuan


72,9%, mayoritas usia responden adalah 21-25 tahun 44,1% tahun, mayoritas responden
berpendidikan D3 Keperawatan 62,7%, dan mayoritas lama kerja responden 1,1-1,5 tahun
42,4%. Lebih lanjut dijelaskan bahwa mayoritas pelaksanaan manajemen konflik di ruangan
adalah cukup sebanyak 54,2% dan mayoritas motivasi kerja perawat adalah cukup sebanyak
57,6% di Rumah Sakit Martha Friska Medan. Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa
ada pengaruh antara pelaksanaan manajemen konflik oleh kepaa ruangan pada motivasi kerja
perawat pelaksana (p value = 0,000, α = 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan manajemen konflik oleh kepala ruangan berpengaruh pada motivasi kerja perawat
pelaksana.

Anda mungkin juga menyukai