UAS Manajemen Keperawatan
UAS Manajemen Keperawatan
DI BUAT OLEH :
NPM : 12114201170142
KELAS : A
FAKULTAS KESEHATAN
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha ESa atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen
keperawatan.
Dalam penyusunan makalah ini, saya menemui beberapa kesulitan dan hambatan, namun berkat
bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis harap, dengan membaca makalah ini dapat member manfaat bagi kita semua,
dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Nyeri, khususnya bagi penulis. Memang
makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
COVER.........................................................................................................1
KATA PENGANTAR.......................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................3
BAB I (PENDAHULUAN)................................................................................4
BAB II (ISI).......................................................….....…..........................….…...5
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................7
BAB I
PENDAHULUAN
Individu-individu maupun kelompok dalam suatu organisasi akan saling bergantung satu sama
lain dalam hal informasi, bantuan ataupun tindakanterkoordinasi untuk menciptakan hubungan
kerja yang efektif. Ketergantunganseperti ini dapat meningkatkan kerjasama maupun konflik
(Ivancevich,Konopaske & Matteson, 2005, p.42).
yang berarti saling berbenturan. Arti kata ini menunjuk pada semua bentuk benturan, tabrakan,
ketidaksesuaian, ketidakserasian, perkelahian, pertentangan, oposisi dan interaksi-interaksi
yang antagonis (Soetopo, 2010, p.267). Konflik secara umum didefinisikan sebagai perselisihan
internal ataueksternal akibat adanya perbedaan gagasan, nilai atau perasaan antara duaorang
atau lebih. Karena setiap individu memiliki hubungan interpersonaldengan orang lain yang
memiliki nilai, keyakinan, latar belakang dan tujuanyang berbeda, maka konflik merupakan hal
yang telah diperkirakan akanterjadi (Marquis & Huston, 2006, p. 524).
Terdapat anggapan yang menyatakan bahwa konflik bila dibiarkan akanteratasi dengan
sendirinya. Padahal, semakin lama konflik didiamkan makasemakin sulit mengatasinya karena
konflik akan meningkat ke tahap intensitasyang lebih tinggi dan menjadi tidak terkendalikan lagi
(Pickering, 2001, p.4).
Konflik dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif dalam setiaporganisasi, tergantung
seberapa sering konflik tersebut terjadi dan bagaimanakonflik tersebut dikelola (Ivancevich, et
al. 2005, p.44).Konflik yang menimbulkan dampak positif bagi kelompok atauorganisasi yang
bersangkutan bersifat konstruktif. Sebaliknya, konflik yangmenimbulkan dampak negatif bagi
kelompok atau organisasi yang bersangkutan bersifat destruktif (Winardi, 2001, p.170).
Beberapa dampak positif yang dapat ditimbulkan oleh konflik antara lain:
meningkatnyamotivasi, kreativitas, pengetahuan/keterampilan, mendorong
pertumbuhan,mempererat ikatan kelompok dan membantu upaya pencapaian
tujuan.Sedangkan dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh konflik akibat pengelolaan
konflik yang tidak baik antara lain: menurunnya produktivitas,waktu terbuang sia-sia, dan
proses pengambilan keputusan tertunda sehinggadapat menghambat organisasi (Pickering,
2001, p.3).Penelitian oleh American Management Association
Semakin kompleks organisasi, semakin besar potensi konflik yang akandihadapi (Ivancevich, et
al. 2005, p.47). Hal ini menyebabkan perlunyamanajemen konflik yang baik dalam organisasi
tersebut sehingga konflikdapat menimbulkan dampak positif yang bersifat konstruktif. Marquis
dan Huston (2006, p.530) mengemukakan beberapa strategi manajemen konflikyang dapat
digunakan untuk mengelola konflik, antara lain: berkompromi,kompetisi, akomodasi,
melembutkan, menghindari dan berkolaborasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2013 tentang pengaruh perilaku kelompok
terhadap kepuasan kerja perawat di RSUD SyekhYusuf Kabupaten Gowa didapatkan hasil
bahwa konflik merupakan salah satuvariabel perilaku kelompok yang memiliki pengaruh
terhadap kepuasan kerja perawat (Rachman, Hamzah & Jafar, 2013).Sikap karyawan yang
berkaitan dengan kepuasan kerja dan komitmenorganisasi adalah minat utama dalam bidang
perilaku organisasi dan praktikmanajemen sumber daya manusia (Luthans, 2005, p.243).
Kepuasan kerjamerujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya
(Robbins,2003, p.94). Kepuasan kerja diperoleh jika pekerjaan tersebut menyenangkanuntuk
dikerjakan oleh pemangkunya. Sebaliknya, ketidakpuasan kerjadiperoleh jika pekerjaan
tersebut tidak menyenangkan untuk dikerjakan oleh pemangkunya (Bangun, 2012, p.327).
Seseorang dengan tingkat kepuasankerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap
pekerjaannya.Sedangkan seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkansikap
yang negatif terhadap pekerjaan tersebut (Robbins, 2003, p.94).
merupakan jenis konflik yang biasa terjadi dilingkungan kerja perawat ruang rawat inap kelas III
RSUDZA Banda Aceh.Konflik ini bisa berupa konflik dengan sesama perawat maupun konflik
antara perawat dengan pasien. Konflik dengan sesama perawat dapat disebabkan olehkinerja
rekan yang kurang memuaskan dan pendokumentasian yang kurang baik. Sedangkan konflik
antara perawat dengan pasien dapat terjadi karenadokter yang telat melakukanvisite dan
faktor komunikasi yang kurang efektifdalam penyampaian informasi kepada pasien atau
keluarga pasien. Sejauh ini,konflik sering diatasi dengan adanya peran kepala ruang sebagai
orang ketiga.Tingkat kepuasan kerja perawat di ruangan ini juga belum maksimal. Hal
inidibuktikan dari pernyataan perawat yang mengeluh bahwa rumah sakitmelimpahkan tugas
yang sangat banyak kepada perawat, sedangkan jumlahstaf perawat tidak sesuai dengan jumlah
pasien yang menyebabkan bebankerja perawat sangat tinggi. Berdasarkan latar belakang di
atas, dapatdikemukakan rumusan masalah yaitu “apakah ada hubungan manajemenkonflik
dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas IIIRumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
C. Tujuan Penelitian
2. Tujuan Khusus.
b. Untuk mengetahui hubungan strategi kompetisi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana
di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit UmumDaerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
c.. Untuk mengetahui hubungan strategi akomodasi dengan kepuasankerja perawat pelaksana
di ruang rawat inap kelas III Rumah SakitUmum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi tenagakeperawatan khususnya
pihak manajer di RSUDZA dalam memilih danmemperbaiki strategi manajemen konflik yang
tepat sehingga dapatmeningkatkan kepuasan kerja dan produktivitas kerja karyawan.
ISI
A. Konsep Konflik
1. Pengertian Konflik
Kata konflik menurut bahasa yunani berasal dari kata configere,conflictm yang berarti saling
berbenturan. Arti kata ini menunjuk padasemua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian,
ketidakserasian, perkelahian, pertentangan, oposisi dan interaksi-interaksi yang
antagonis(Soetopo, 2010, p.267). Menurut Marquis dan Huston (2006, p.524)konflik secara
umum didefenisikan sebagai perselisihan internal ataueksternal akibat adanya perbedaan
gagasan, nilai, atau perasaan antara duaorang atau lebih. Menurut Webster (dalam Pickering,
2001, p.1) konflikmerupakan persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidakcocok
satu sama lain, keadaan atau perilaku yang bertentangan, perselisihan akibat kebutuhan serta
perseteruan. Fingk (dalam soetopo,2010, p. 267) menyebutkan bahwa konflik merupakan
interaksi yangantagonis, mencakup tingkah laku lahiriah yang tampak jelas, mulai dari bentuk-
bentuk perlawanan halus, terkontrol, tersembunyi, tidak langsung,sampai kepada perlawanan
terbuka
2. Penyebab Konflik
Umiker (1997, dalam Marquis & Huston, 2006, p.533)menyebutkan bahwa enam penyebab
konflik yang paling umum adalahharapan yang tidak jelas, komunikasi buruk, kurang jelasnya
yurisdiksi,inkompatibilitas atau perselisihan berdasarkan perbedaan temperamenatau sikap,
konflik kepentingan individual atau kelompok dan perubahanoperasional atau pengaturan staf.
Sedangkan Kuntoro (2010, p.53)menyebutkan beberapa faktor penyebab terjadinya konflik
antara lain: perilaku yang menentang, stress, kondisi ruangan, kewenangan dokter- perawat,
keyakinan, eksklusifisme, kekaburan tugas, kekurangan sumberdaya, proses perubahan,
imbalan, dan masalah komunikasi.
a. Perilaku yang menentangPerilaku yang menetang ini dapat berupa verbal maupunnonverbal.
Terdapat tiga macam perilaku yang menentang, yaitu:
1. Competitif bomber,
yang dicirikan dengan perilaku mudahmenolak, menggerutu dan mengguman, mudah untuk
tidakmasuk kerja, dan merusak secara agresif yang disengaja.
2) Martyred acomodation,
3) Avoider,
yang ditunjukkan dengan penghindaran kesepakatanyang telah di buat dan menolak dan
berpartisipasi.
b. Stres
Stres yang timbul dapat disebabkan oleh banyaknya stresoryang muncul dalam lingkungan kerja
seseorang. Contoh stresorantara lain terlalu banyak beban yang menjadi tanggung
jawabseseorang dalam organisasi. Kondisi tersebut selain mengakibatkantekanan fisik juga
dapat mengakibatkan tekanan mental padaseseorang sehingga bila bersinggungan dengan
masalah dapatmemicu terjadinya konflik (Kuntoro, 2010, p.54).Menurut Swansburg (2000,
p.352) stressor termasukmendapatkan tanggungjawab yang terlalu sedikit, kurangnya
partisipasi dalam membuat keputusan, kurangnya dukunganmanajerial, keharusan untuk
meningkatkan standar penampilan, dan penyesuaian dengan perubahan teknologi yang cepat.
c. Kondisi ruangan
Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusifuntuk melakukan kegiatan-kegiatan
rutin dapat memicu terjadinyakonflik. Hal yang memperburuk keadaan dalam ruangan dapat
berupa hubungan yang monoton antara individu-individu yangterdapat didalamnya dan terlalu
banyaknya pengunjung pasien dalamsatu ruang (Kuntoro, 2010, p.55).Apabila perawat harus
bekerja dalam ruangan yang sempitmereka harus berinteraksi secara konstan dengan anggota
staf yang lain, pengunjung, dan dokter-dokter kondisi seperti ini dapat 12menimbulkan stress
dan kepenatan, terutama pada ruang perawatanintensif yang penuh dan sesak (Swansburg,
2000, p.352).
g. Kekaburan tugas
i. Proses perubahanPerubahan dianggap sebagai proses alamiah. Tetapi perubahan justru akan
mengakibatkan munculnya berbagai macamkonflik. Individu yang tidak siap dengan perubahan
akanmemandang perubahan sebagai suatu ancaman (Kuntoro, 2010, p.57).
Menurut Marquis dan Huston (2006, p.527) terdapat tiga kategoriutama dari konflik yaitu
konflik intrapersonal , konflik interpersonal dankonflik antarkelompok.
terjadi di dalam diri orang tersebut.Konflik ini meliputi upaya internal untuk mengklarifikasi
nilai ataukeinginan yang berlawanan. Bagi manajer, konflik intrapersonal dapat di sebabkan
oleh berbagai tanggung jawab yang terkait dengan peran manajemen. Tanggung jawab manajer
terhadap organisasi, pegawai, konsumen, profesi dan dirinya sendiri kadangkalamenimbulkan
konflik dan konflik tersebut kadangkala diinternalisasi(Marquis & Huston, 2006, p.528).Menurut
Pickering (2001, p.12) konflik intrapersonal adalahgangguan emosi yang terjadi dalam diri
seseorang, karena dituntutmenyelesaikan suatu pekerjaan atau memenuhi suatu
harapansementara pengalaman, minat, tujuan dan tata nilainya tidak sanggupmemenuhi
tuntutan sehingga hal ini menjadi beban baginya. Konflikini juga dapat terjadi jika pengalaman,
minat, tujuan dan tata nilai pribadinya bertentangan satu sama lain.
b. Konflik interpersonal
Menurut McKenna, Smith, dan Coverdale (2003, dalamMarquis & Huston, 2006, p.529) konflik
interpersonal juga disebut dengan “pertentangan horizontal” atau “penganiayaan” yang terjadi
antara dua orang atau lebih yang memiliki perbedaan nilai, tujuan, dankeyakinan. Penelitian
terbaru menyatakan bahwa konflik interpersonal merupakan isu yang dihadapi oleh profesi
keperawatan,khususnya untuk tenaga keperawatan baru. Karena konflik interpersonal secara
umum tidak dilaporkan, akibat yang ditimbulkanoleh konflik ini bisa berupa absen dari
pekerjaan atau mengundurkandiri. Menurut Pickering (2001, p.14) konflik interpersonal dapat
terjadi jika kebutuhan dasar psikologis seseorang tidak terpenuhi. Keempat kebutuhan dasar
psikologis ini adalah keinginan untukdihargai dan diperlakukan sebagai manusia, keinginan
memegangkendali, keinginan memiliki harga diri dan keinginan untuk konsisten.Konflik
interpersonal merupakan konflik yang umum terjadidalam lingkungan kerja perawat. Konflik
intrapersonal yang palingsering terjadi antara lain;
1). konflik antara perawat dengan pasien,keluarga pasien dan pengunjung yang sering
disebabkan olehkesalahan persepsi selama proses penyampaian informasi tentangkebutuhan
pasien kepada keluarga, pembatasan waktu kunjungan dan pembatasan jumlah pengunjung;
2). konflik antara perawat pelaksanadengan perawat manajer yang disebabkan oleh kurangnya
dukunganorganisasi dan komunikasi yang buruk;
3). konflik antara timkesehatan yang memberikan pelayanan secara langsung kepada
pasien(Johansen, 2012, p.50).
4. Proses Konflik
Sebelum berupaya mengatasi konflik, manajer harus mampumengkaji kelima tahap konflik
secara akurat. Adapun kelima tahapkonflik tersebut antara lain:
a. Konflik latenMerupakan tahap pertama dalam proses konflik. Secara tidaklangsung berisi
tentang kondisi yang menyebabkan konflik, misalnyakurangnya tenaga perawat dan perubahan
yang cepat. Dalam tahapini, kondisi tersebut siap berkembang menjadi konflik, walaupun
belum ada konflik yang benar-benar telah terjadi dan mungkin tidakakan pernah terjadi apa-
apa. Akan ada lebih banyak konflik yangtidak perlu terjadi karena dapat dicegah atau dikurangi
jika manajerdapat mengkaji secara lebih seksama adanya kondisi yang dapatmenyebabkan
terjadinya konflik (Marquis & Huston, 2006, p.528).
c. Konflik yang dirasakanTerjadi ketika konflik melibatkan emosi. Emosi yang dirasakanantara
lain rasa bermusuhan, takut, tidak percaya, dan marah. Konflik pada tahap ini juga disebut
konflik afektif. Konflik ini mungkin jugadipersepsikan bukan dirasakan (yaitu tidak ada emosi
yang terkaitdengan konflik dan orang yang terlibat hanya memandangnya sebagaimasalah yang
perlu diselesaikan). Orang juga dapat merasakankonflik, tetapi tidak mengetahui masalahnya
(yaitu mereka tidakmampu mengidentifikasi penyebab konflik yang dirasakan) (Marquis&
Huston, 2006, p.529).
Manajemen konflik adalah upaya penyelesaian masalah yang dilakukanuntuk mengatasi konflik.
Dalam menyelesaikan konflik dibutuhkanketerampilan untuk menyelesaikan masalah,
kesadaran diri tentang jenis dan penyebab konflik, kemampuan komunikasi, dan kemampuan
untukmerencanakan strategi penyelesaian masalah yang akan digunakan (Nischal,2014, p.63).
Tujuan terbaik dalam menyelesaikan konflik adalah menciptakan penyelesaian menang-menang
(win-win solution) untuk semua pihak yangterkait. Setiap pemimpin harus mengenali strategi
penyelesaian konflik yang paling tepat untuk setiap konflik yang terjadi (Marquis & Huston,
2006, p.529).
Beberapa strategi manajemen konflik yang biasa digunakanmenurut Marquis dan Huston
(2006, p.350) adalah kompromi, kompetisi, akomodasi, melembutkan , menghindar, dan
berkolaborasi.
a. Kompromi
Menurut Safitri, Burhan, dan Zulkarnain (2013) strategikompromi merupakan strategi yang
dilakukan dengan cara mencari “jalan tengah” dalam menyelesaikan masalah. Strategi ini hanya
berfokus pada hasil yang bersifat “setengah-setengah” sehinggakeuntungan maksimum tidak
dapat dicapai. Menurut pendekatan ini,setiap pihak yang terlibat konflik harus merelakan
sebagiankepentingannya dan mempertahankan sebagian kepentingan yanglain. Walaupun
banyak orang yang melihat kompromi sebagaistrategi penyelesaian masalah terbaik, pihak yang
menentang akanmerasakan itu sebagai situasi kalah-kalah karena kedua pihakmelepaskan
tuntutannya. Untuk itu, pihak yang terlibat konflik tidak boleh melakukan kompromi lebih awal
jika kolaborasi masihmemungkinkan untuk dilakukan (Marquis & Huston, 2006, p.530).Dengan
melakukan kompromi, tidak ada perbedaan untuk pihak yang menang dan yang kalah, dan
kesepakatan yang dicapaiumumnya bukan kesepakatan yang ideal bagi kedua
kelompok.Terkadang kompromi melibatkan pihak ketiga untuk membantumenyelesaikan
masalah (Ivancevich, et al. 2005, p.55). Kompromimerupakan salah satu strategi manajemen
konflik yang paling seringdigunakan oleh manager keperawatan .
b. Kompetisi
1. Kepuasan Kerja
Robbins (2003, p.103) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalahsikap umum seorang individu
terhadap pekerjaan seseorang, yangmenunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang
diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Locke(dalam
Luthans, 2005, p.243) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah
“keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau
pengalaman kerjaan seseorang”. Kepua
san kerjaadalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaanmereka
memberikan hal yang dinilai penting. Buitendach & Rothmann(2009, p.1) menyatakan bahwa
kepuasan kerja dapat di pengaruhi oleh kebutuhan, nilai-nilai dan harapan individu terhadap
pekerjaannya .
Wexley dan Yukl (2003, dalam Bangun, 2012, p.329)mengungkapkan bahwa terdapat tiga teori
tentang kepuasan kerja, antaralain: teori ketidaksesuaian (discrepancy theory), teori keadilan
(equitytheory), dan teori dua faktor (two factor theory).
a. Teori ketidaksesuaian
Berdasarkan teori ini, kepuasan kerja didefinisikan sebagai“perselisihan antara berapa banyak
sesuatu yang seharusnya diterimadengan berapa banyak yang ia dapatkan saat ini”. Seseorang
terpuaskan bila tidak ada selisih antara situasi yang didinginkandengan yang sebenarnya
diterima (Bangun, 2012, p.329).
b. Teori keadilan
Teori ini menunjukkan kepada seseorang merasa puas atautidak puas atas situasi tergantung
pada perasaan adil (equity) dantidak adil (inequity). Perasaan adil dan tidak adil atas suatu
situasididapat oleh setiap orang dengan membandingkan antara dirinyadengan orang lain pada
tingkat dan jenis pekerjaan yang sama, padatempatnya maupun ditempat yang berbeda
(Bangun, 2012, p.329).
Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkanmenjadi dua kategori, yang satu
dinamakan “dissatisfier ” atau“hygiene factor ” dan yang lain dinamakan “ satisfier ”
atau“motivators”.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurutLuthans (2005) antara lain:
Dalam hal ini, kepuasan kerja bisa saja dicapai jika pekerjaanseseorang memberikan tugas yang
menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab
(Luthans,2005, p.243). Kepuasan pekerjaan itu sendiri merupakan sumberutama kepuasan.
Penelitian terbaru menemukan bahwa karakteristik pekerjaan dan kompleksitas pekerjaan
menghubungkan antarakepribadian dan kepuasan kerja, dan jika persyaratan kreatif pekerjaan
karyawan terpenuhi, maka mereka cenderung menjadi puas(Luthans, 2005, p.244).
b. Gaji
Uang tidak hanya membantu membantu orang memenuhikebutuhan dasar, tetapi juga alat
untuk memberikan kebutuhankepuasan pada tingkat yang lebih tingi. Karyawan melihat
gajisebagai refleksi dari bagaimana manajemen memandang kontribusi mereka terhadap
perusahaan (Luthans, 2005, p.244). Sejumlah upahyang diterima bisa dipandang sebagai hal
yang dianggap pantasdibandingkan dengan orang lain dalam organisasi (Luthans, 2005, p.243).
c. Promosi
Kesempatan promosi memiliki pengaruh yang berbeda padakepuasan kerja. Hal ini dikarenakan
promosi memilliki sejumlah bentuk yang berbeda dan memiliki berbagai penghargaan.
Misalnya,individu yang dipromosikan atas dasar senioritas sering mengalamikepuasan kerja,
tetapi tidak sebanyak orang yang dipromosikan atasdasar kinerja. Selain itu, promosi dengan
kenaikan gaji 10 persen pada dasarnya tidak memuaskan seperti kenaikan gaji 20
persen(Luthans, 2005, p.244).
d. PengawasanPengawasan merupakan sumber penting lain dari kepuasankerja. Untuk saat ini,
ada dua dimensi gaya pengawasan yangmempengaruhi kepuasan kerja. Yang pertama adalah
berpusat padakaryawan, diukur menurut tingkat dimana manajer menggunakanketertarikan
personal dan peduli pada karyawan. Hal inidimanifestasikan dengan cara seperti meneliti
seberapa baik kerjakaryawan, memberikan nasehat dan bantuan pada individu, serta
berkomunikasi dengan rekan kerja secara personal maupun dalamkonteks pekerjaan. Dimensi
yang lain adalah partisipasi, seperti diilustrasikan manajer yang memungkinkan orang lain ikut
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Dalam
banyak kasus, cara ini menyebabkankepuasan kerja yang lebih tinggi (Luthans, 2005, p.245).
f. Kondisi kerja Kondisi kerja memiliki pengaruh yang kecil terhadap kepuasankerja. Jika kondisi
kerja bagus (misalnya bersih, lingkunganmenarik), individu akan lebih mudah menyelesaikan
pekerjaanmereka. Jika kondisi kerja buruk (misalnya udara panas, lingkungan bising), individu
akan lebih sulit menyelesaikan pekerjaan. Dengankata lain, efek lingkungan kerja pada
kepuasan kerja sama halnyadengan efek kelompok kerja. Jika segalanya berjalan baik, tidak
adamasalah kepuasan kerja. Jika segalanya berjalan buruk, masalahketidakpuasan kerja kan
muncul (Luthans, 2005, p.245).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti tentanghubungan manajemen
konflik dengan kepuasan kerja perawat pelaksana diruang rawat inap kelas III Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel AbidinBanda Aceh, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
B. Saran
1. Kepada Institusi Rumah SakitAgar dapat memfasilitasi para perawat untuk mengembangkan
pengetahuan terkait dengan konflik dan manajemen konflik denganmemberikan pendidikan
dan pelatihan melalui acara seminar khusussehingga dapat meningkatkan kemampuan
manajemen konflik para perawat
Banda Aceh: Program Studi IlmuKeperawatan Fakultas kedokteran Universitas Syiah Kuala., J.H.,
& Rothmann, S. (2009). The validation of the minnesota jobsatisfaction questionnaire in
selected organisations in South Africa.
Jurnal Ekonomi Bisnis, TH. 16, NO 2, 145-154.Fajarini, U. (2014). Potret konflik keagamaan
masyarakat Tangerang Banten danresolusi konflik berbasis multikulturalisme dalam islam.
Jakarta: ErlanggaHendel, T, Fish, M, & Galon, V. (2005). Leadership style and choice of
strategyin conflict management among Israeli nurse managers in general hospitals.
. Jakarta: Erlangga.Johansen, M.L. (2012). Keeping the peace: Conflict management strategies
fornurse managers. Nursing Management
- penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara manajemen konflik
dengan kepuasan kerja di RS Tk III Dr.Reksodiwiryo (p-value 0,000 < 0,05), strategi kompromi
(p=0,017), strategi kompetensi (p=0,025), strategi akomodasi (p=0,000), startegi menghindar
(0,017), strategi kolaborasi (p=0,021).
O (outcome ) :
Diharapkan kepada perawat untuk menigkatkan komuniasi dalam tim dan kepada pihak rumah
sakit agar peduli dalam usaha peningkatan kepuasan kinerja pegawai .
2. Analisa pico pada jurnal : PENGARUH PELAKSANAAN MANAJEMEN KONFLIK OLEH KEPALA
RUANGAN PADA MOTIVASI KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA
MEDAN
ada pengaruh antara pelaksanaan manajemen konflik oleh kepaa ruangan pada motivasi
kerja perawat pelaksana (p value = 0,000, α = 0,05) di Rumah Sakit Martha Friska Medan.
Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain penelitian
cross sectional yaitu melakukan pengumpulan data pelaksanaan manajemen konflik oleh
kepala ruangan dan motivasi kerja perawat pelaksana yang digunakan dalam waktu yang
sama dan diukur satu kali saja. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
simple random sampling dimana perawat pelaksana yang diikutsertakan berjumlah 59 orang
di Rumah Sakit Martha Friska Medan.
C ( comparison atau control ) :
distribusi kepala ruangan perawat pelaksana yang menjadi subjek penelitian, mayoritas
berjenis kelamin perempuan 72,9%, mayoritas usia responden adalah 21-25 tahun 44,1% tahun,
mayoritas responden berpendidikan D3 Keperawatan 62,7%, dan mayoritas lama kerja
responden 1,1-1,5 tahun 42,4%. Lebih lanjut dijelaskan bahwa mayoritas pelaksanaan
manajemen konflik di ruangan adalah cukup sebanyak 54,2% dan mayoritas motivasi kerja
perawat adalah sedang sebanyak 57,6%. Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa ada
pengaruh antara pelaksanaan manajemen konflik oleh
O (outcome ) :