DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
1. CHRIST WAHYUDI
2. NI MADE INDAH MAHAYANTI
3. NI NYOMAN TRI HANDAYANI
4. NI PUTU WINDA PUSPA DEWI
5. NI PUTU SINDIANA
6. JONI BUDI SANTOSO
7. MARIA SRI LESTARI
8. NUR KHASANAH
9. YESSY DIAN PERTIWI
FAKULTAS KESEHATAN
TAHUN 2021
1
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penyusun bisa menyelesaikan penyusunan makalah
ini dengan baik. Makalah yang membahas ”Kolaborasi Tim Kesehatan” ini disusun dalam
rangka pemenuhan tugas mata kuliah Kolaborasi Kesehatan Fakultas Keperawatan.
Penyusun berharap informasi-informasi yang terdapat dalam makalah ini dapat berguna
bagi pembaca. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan maka
penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata maupun informasi yang kurang berkenan di
hati pembaca. Untuk itu, penyusun memohon saran dan kritik yang membangun dari para
pembaca. Terima kasih.
02 Desember 2021
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.3 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu : kajian teori, data dan
sumber yang di dapat penulis melalui proses membaca, dan informasi dari berbagai
media informasi serta melalui proses diskusi dengan anggota kelompok.
5
BAB II
ISI
A. Definisi Kolaborasi
Guna membentuk suatu team work atau kerjasama tim yang ideal, dibutuhkan kooperasi
dan kolaborasi. Kooperasi (kerjasama) berarti bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai
tujuan bersama (tetapi bukan tujuan yang semestinya). Contoh kerjasama yaitu, misalnya Anda
berkeluarga, lalu cara bekerja sama dengan istri Anda dengan meletakkan pakaian kotor di mesin
cuci, turut membantu mencuci piring, dan sebagainya.
Lalu, apa makna kolaborasi? Kolaborasi dalam bahasa inggris collaboration, berasal dari
kata collaborate yang berarti bekerja antara satu dengan yang lain, berkooperasi satu sama lain.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, kolaborasi adalah suatu perbuatan berupa
kerjasama dengan teman, musuh dan sebagainya. Menurut Arthur T. Himmelman, kolaborasi
berupa pertukaran informasi, berbagi segala sumber pengetahuan untuk meningkatkan kapasitas
satu dengan yang lain demi tercapainya tujuan bersama.
Kolaborasi adalah kerjasama yang lebih terfokus pada tugas atau misi biasanya terjadi
dalam bisnis, perusahaan atau organisasi lainnya. Misalnya, untuk menampilkan suatu pentas
seni yang luar biasa perlu kolaborasi antara penari, penyanyi, pemusik, dsb. Kolaborasi adalah
proses yang membutuhkan hubungan dan interaksi antara profesional kesehatan terlepas dari
apakah atau tidak mereka menganggap diri mereka sebagai bagian dari tim .(kolaborasi
kesehatan)
Kesimpulannya kerja sama tim tercipta karena adanya kolaborasi dan kooperasi. Kerja
sama tim dapat menjadi salah satu bentuk kolaborasi, tetapi tidak semua kolaborasi dilakukan
dalam teams. Misalnya, dalam perawatan primer dokter keluarga, fisioterapis dan dokter gigi
dapat memberikan perawatan kepada individu namun mereka mungkin tidak melihat diri mereka
sebagai "tim" yang bekerja sama dengan pasien. Dengan kata lain, kerja sama tim merupakan
produk kolaborasi dan kolaborasi adalah proses interaksi dan hubungan antara profesional
kesehatan yang bekerja di lingkungan tim..
Dengan adanya kolaborasi, maka :
6
1. adanya pengurangan pekerjaan yang sama atau overlap
2. dapat menggunakan sumber daya yang terbatas dan memperluas peluang
3. meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja
4. legitimasi organisasi
5. dapat menyelesaikan masalah sosial yang besar (kasus kejahatan) dan proyek-proyek
yang kompleks
B. Model Kolaborasi
a. Performance Measurement :
7
kesehatan)
5. Biaya pelayanan kesehatan (diperiksa apakah sudah efektif)
6. Perbedaan kualitas pelayanan di seluruh tempat
7. Meningkatkan kualitas pelayanan agar merata
c. Payment and Delivery System Reform :
1. Sebagai makelar dalam pelaksaan pelayanan kesehatan untuk sistem pay-for-
performance.
2. Memastikan tidak terjadi kekacauan dalam urusan keuangan
d. Healthcare system performance :
1. Meningkatkan kualitas, efisiensi dan kepuasan pasien.
2. Memberikan training kepada tenaga ahli kesehatan untuk memecahkan masalah yang
ada
e. Education and Engaging Patience :
1. Pasien mengerti dan terlibat aktif dalam aktivitas yang mempengaruhi kesehatan
mereka.
2. Membantu pasien memilih pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kemampuan
pasien.
3. Mendukung pelayanan pasien yang lebih baik
Gambar di atas merupakan salah satu contoh konsep model kolaborasi penanganan
kesehatan di masa depan. Pada zaman dulu (sampai sekarang), metode atau model penanganan
kesehatan yang dilaksanakan adalah “The Industrial Way” (lihat gambar). Disana digambarkan
pasien masuk dan keluar dari industri kesehatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
8
Sementara itu, di masa depan, digambarkan bahwa semua serba terbuka dan masyarakat atau
pasienlah yang menentukan sendiri pengobatan yang diinginkan. Yang dimaksudkan semua
serba terbuka adalah informasi mengenai masyarakat, bahkan seorang bayi yang baru lahir bisa
saja memiliki website sendiri, dengan tujuan agar dapat dengan mudah membagikan informasi
tentang riwayat hidupnya, yang nantinya bisa saja berguna bagi orang lain. Informasi – informasi
tersebut disebarkan melalui internet. Informasi – informasi tersebut dapat memperkaya
pengetahuan untuk tenaga kesehatan sendiri maupun orang lain.
Selain itu model kolaborasi penanganan kesehatan di masa depan, juga menawarkan konsep
penanganan kesehatan untuk pasien yang bertunangan (Engaged Patients). Dimana pada konsep
ini, kedua orang yang bertunangan dapat saling merawat satu sama lain, memiliki situs sendiri
untuk membagikan cerita dan hubungan mereka.
Di masa depan juga diperkirakan semua kegiatan pengobatan tidak diharuskan untuk
bertatap muka secara langsung. Pasien dapat mengakses situs seorang dokter, untuk membuat
janji dan berkonsultasi dengan dokter mengenai penyakitnya, dan untuk perawatannya, seorang
tenaga kesehatan dapat mem-follow up pasien melalui email, atau media elektronik. Hal ini
memungkinkan pengobatan dilakukan secara meluas, secara global, tanpa harus adanya suatu
gedung yang berguna sebagai wadah untuk mempertemukan pasien dengan tenaga kesehatan.
Dalam menjalankan suatu model kolaborasi, dibutuhkan 3 komponen yaitu : input (tugas,
saran, kritik, dan lain-lain), proses (support, leadership), dan output (peningkatan kualitas,
penurunan biaya, dan lain-lain). Model dari kolaborasi diharapkan untuk menghasilkan suatu
keluaran / output yang bermanfaat bagi pasien. Di Indonesia sendiri, model kolaborasi belum
berjalan dengan efektif. Hal ini tercermin dari kasus-kasus yang sering sekali terjadi di
9
Indonesia. Umumnya, kasus-kasus tersebut terjadi disebabkan oleh kurangnya tenaga kesehatan
di setiap instalasi kesehatan pada penjuru nusantara.
Dari contoh model yang telah dijelaskan, terlihat bagaimana baiknya keluaran yang
dihasilkan jika model kolaborasi dijalankan dengan baik. Keluaran yang dihasilkan adalah pasien
mengerti dan memilih perawatan mana yang dikehendaki oleh dirinya secara aktif. Namun,
faktanya hal tersebut belum berjalan di Indonesia. Biasanya, dokter yang menentukan perawatan
yang akan dijalani oleh pasien. Keluaran lain yang diharapkan dari model kolaborasi tersebut
adalah peningkatan kualitas pelayanan kesehatan terhadap pasien.
Saat menjalankan sebuah model kolaborasi, diperlukan juga proses-proses yang mendukung.
Salah satu proses tersebut adalah pengembangan sistem pembayaran. Kualitas pelayanan yang
lebih baik tentunya membutuhkan pembayaran yang lebih tinggi. Namun, di Indonesia hal ini
masih belum berlaku. Bayaran yang tidak seimbang antar-elemen tenaga kesehatan merupakan
salah satu penyebab tidak maksimalnya kerja dari tenaga kesehatan tersebut. Hal ini juga
tercermin dalam JKN dimana terlihat bahwa dokter memiliki bayaran yang lebih tinggi
dibandingkan seorang apoteker. Selain itu, perlu juga diadakan publikasi dari kinerja kolaborasi
yang telah terjadi agar membuat pasien lebih yakin akan pelayanan yang diberikan terhadap
dirinya.
C. Komponen Kolaborasi
Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja dengan kompak dalam
mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai kolaborasi yang efektif meliputi kerjasama,
asertifitas, tanggung jawab,komunikasi, otonomi dan koordinasi seperti skema di bawah ini.
Dasar-dasar kompetensi koaborasi :
a. Komunikasi
b. .Respek dan kepercayaan
c. Memberikan dan menerima feed back
d. Pengambilan keputusan
e. Manajemen konflik
Komunikasi merupakan pertukaran informasi sehingga dicapai ketepatan informasi, waktu
yang sesuai, dan kemurnian atau kejelasan dari informasi. Meningkatkan mutu komunikasi
10
diharapkan dapat meningkatkan pemahaman antar individu/tim sehingga diperoleh kerjasama
dan kolaborasi yang baik.
Pada dasar kompetensi yang lain, kualitas respek dapat dilihat lebih ke arah
honor dan harga diri, sedangkan kepercayaan dapat dilihat pada mutu proses dan hasil. Respek
dan kepercayaan dapat disampaikan secara verbal maupu non verbal serta dapat dilihat dan
dirasakan dalam penerapannya sehari-hari. Feed back dipengaruhi oleh persepsi seseorang, pola
hubungan, harga diri, kepercayaan diri, kepercayaan, emosi, lingkungan serta waktu, feed back
juga dapat bersifat negatif maupun positif.
Elemen kepercayaan merupakan respon subyektif seseorang terhadap kehangatan,
keramahan, perilaku , dan lain-lain yang meningkatkan rasa ‘aman’ sesorang untuk berbicara.
Elemen ini penting ketika percakapan mengarah ke hal-hal yang bukan keahlian farmasi.
Penggunaan feedback dapat membantu kita untuk memastikan maksud dari pesan yang
disampaikan. Kita sebaiknya meminta lawan bicara untuk mengulang apa yang telah dia pahami
dari percakapan itu.
Persepsi tradisional dan alternatif dari kepemimpinan .
11
Pemimpin kolaboratif mungkin perlu menggunakan otoritas pribadi dan kualitas daripada
kekuasaan posisi, terutama ketika bekerja di organisasi yang terdiri dari berbagai profesi
Manajemen konflik merupakan suatu upaya untuk meminimalisir efek buruk yang terjadi
yang diakibatkan oleh adanya konflik. Menurut Stoner, ada tiga cara dalam mengelola konflik,
yang meliputi:
12
1. Merangsang konflik yang levelnya kecil pada unit yang prestasi kerjanya rendah. Yang
termasuk dalam cara ini adalah:
a. Meminta bantuan orang luar
b. Menyimpang dari peraturan
c. Meningkatkan kompetisi
d. Memilih manajer yang cocok
2. Menumpas konflik jika levelnya terlalu tinggi
3. Menyelesaikan konflik. Metode penyelesaian konflik yang disampaikan Stoner adalah:
a. Dominasi dan penguasaan. Hal ini dilakukan dengan cara paksaan, penghindaran
dan penentuan dengan syara terbanyak
b. Kompromi
c. Pemecahan masalah secara menyeluruh
d. Perundingan, yaitu melakukan dialog terus menerus antar kelompok untuk
menemkan suatu penyelsaian maksium yang menguntungkan kedua belah pihak.
Melalui perundingan, dapat ditentukan penyelesaian yang paling memuaskan.
Gaya perundingan untuk mengelola konflik dapat dilakukan dengan cara:
i. Pencairan, yaitu dengan melakukan dialog untuk mendapat suatu
pengertian
ii. Keterbukaan
iii. Belajar empati
iv. Mencari tujuan bersama
v. Mencari jalan alternatif
vi. Mempelajari dan memberi tanggapan terhadap alternatif yang ada
vii. Mencari penyelesaian berdasarkan alternatif yang ada
viii. Membuka jalan buntu dengan melibatkan pihak ketiga yang objektif dan
berpengalaman
ix. Mengikat diri pada penyelesaian
x. Mengikat seluruh kelompok pada penyelesaian
Cara manajemen konflik yang lain dikemukakan oleh Theo Riyanto, yaitu dengan melakukan
tindakan preventif seperti:
13
1. Menghindari konflik
2. Mengaburkan konflik
3. Mengatasi konflik dengan cara:
a. Dengan kekuatan (win-lose solution)
b. Dengan perundingan
1. Patient-centered Care
- Mengutamakan kepentingan dan kebutuhan pasien
- Pasien dan keluarganya sebagai pemberi keputusan dalam masalah kesehatannya
2. Mutual respect and trust
- Saling percaya dengan memahami pembagian tugas dan kompetensinya masing-
masing
- Saling menghormati dan menghargai masing-masing profesi
3. Clear communication
- Komunikasi efektif antara tenaga kesehatan
- Rekam medis atau catatan lain yang ditulis dengan lengkap
4. Clarification of roles and scopes of practice
- Memahami lingkup kerja dan tanggung jawab masing-masing sebagai tenaga
kesehatan
- Lingkup pekerjaan dalam kolaborasi kesehatan dijelaskan dalam job description dan
kontrak pegawai
- Pasien juga dilibatkan untuk memahami peranannya dalam mewujudkan kesehatan
14
5. Clarification of accountability and responsibility
- Bertanggungjawab dengan perawatan terhadap pasien yang ditanganinya
6. Liability protection for all members of the team
- Setiap anggota tim kesehatan memiliki perlindungan atau jaminan formal untuk
mengakomodasi tugasnya
7. Sufficient human resources and infrastructure
- Mengefektifkan kerja dari tim kolaborasi kesehatan. Untuk itu, pemerintah membantu
menambah jumlah tenaga kesehatan
- Mengaplikasikan teknologi untuk membatu kolaborasi kesehatan
8. Sufficient payment and payment arrangement
- Tim kolaborasi tidak mendasari pekerjaannya sebatas upah yang diterimanya
- Pemerintah membatu secara finasial dan tekns dalam mengembangkan kolaborasi
9. Supportive education system
- Pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan efektivitas kolaborasi kesehatan
10. Research and evaluation
- Evaluasi dengan melihat kenyataan lapangan dari kolaborasi kesehatan untuk
memperbaiki standar kualitas yang ada
15
1. Dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dengan adanya koordinasi antar
profesional kesehatan dalam memberikan pelayanan, khususnya ketika menghadapi
masalah yang kompleks.
2. Mengintegrasi pelayanan kesehatan untuk masalah dan kebutuhan kesehatan yang
lebih luas yang lebih luas .
3. Memberikan keleluasaan bagi pasien untuk menjadi partner dalam pelayanan
kesehatan.
4. Dapat melayani pasien dari berbagai latar belakang budaya.
5. Waktu yang diperlukan lebih efisien.
b. Manfaat bagi anggota tim kesehatan
1. Meningkatnya kepuasan profesional dengan adanya kerjasama tim kesehatan dalam
memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat.
2. Memfasilitasi perubahan perhatian kegawatan dan perawatanberkala untuk mencegah
perawatan/pelayanan yang berlarut-larut.
3. Mendorong anggota tim kesehatan untuk berinovasi.
4. Mendorong tenaga kesehatan untuk berperan secara individual sesuai dengan
keahlianya
c. Manfaat bagi edukator dan mahasiswa
1. Memberikan pengetahuan mengenai peran berbagai profesi kesehatan.
2. Membantu mengembangkan apresiasi dan pemahaman terhadap profesi sejawat
lainya.
3. Memberikan contoh strategi untuk praktek pelayanan kesehatan dimasa yang akan
datang dengan adanya pembelajaran mengenai bagaimana kolaborasi tim kesehatan.
4. Meningkatkan partisipasi mahasiswa dalam proses pembelajaran.
d. Manfaat bagi sistem pelayanan kesehatan
1. Memberikan pelayanan yang lebih efisien.
2. Memaksimalkan fasilitas yang ada untuk menunjang pelayan kesehatan yang
berkualitas.
3. Menurunkan resiko pelayanan yang kurang tepat.
4. Dapat terfasilitasinya usaha peningkatan kualitas pelayanan secara kontinu atau
berkelanjutan.
16
IV. Cara Membangun dan Mempertahankan Kolaborasi Kesehatan
Tim kesehatan merupakan konstruksi dinamis dengan pengalaman anggota yang
berbeda-beda sesuai dengan profesinya. Dalam kolaborasi tim kesehatan, dapat diibaratkan
ada dua gaya yang berpengaruh yaitu gaya sentripetal dan gaya sentrifugal. Gaya sentripetal
membangun terjadinya kesatuan dan mempertahankannya. Gaya sentrifugal berusaha
memecah-belah kolaborasi.
Gaya sentrifugal
Tantangan dalam berkolaborasi yang sering dijumpai yaitu pengalaman personal yang
berbeda, komitmen profesi, terjadinya rivalitas yang tidak sehat, serta sulitnya menemukan
waktu diantara kesibukan masing-masing.
Gaya sentripetal
Mengatasi tantangan diatas, perlu dikembangkan tiga hal berikut:
1. Building shared situational awareness of the context.
Mengembangkan kebiasaan untuk berbagi pandangan mengenai suatu keadaan yang
terjadi. Pandangan seringkali berdasar dari pengalaman masing-masing anggota tim.
Keragaman pemikiran yang ada akan memperkaya wawasan tim. Secara konkret
dilakukan dengan dialog secara terbuka (tidak kaku) dan aktif, penuh empati dan respek.
Pada awalnya pandangan/asumsi anggota tim berbeda-beda dan mungkin tidak
cocok. Selanjutnya melalui proses “storming”, terjadilah dinamika dimana pada akhirnya
akan terbentuk keputusan kelompok yang lebih baik daripada pemikiran individual.
2. Refreshing and updating the team’s understanding of the (changing) context with new
information.
Secara aktif memperbaharui ilmu pengetahuan tim dengan perkembangan terbaru
sebagai persiapan akan hal-hal yang mungkin akan dihadapi tim. Hal ini dapat membantu
memberikan terobosan (cara baru) penyelesaian situasi.
3. Deepening each team member’s capacity for heedful interrelating, that is, for acting with
each other’s (and the team’s) perspective in mind.
Melakukan segala tindakan dengan penuh pertimbangan apa dampaknya bagi orang
lain. Kebiasaan “itu bukan bagian pekerjaan saya” tidak dapat dipelihara sebagai tim.
17
Kolaborasi tim kesehatan dapat dibangun diatas kontribusi setiap anggota tim.
Kesadaran untuk berbagi pandangan dan membentuk keputusan kelompok pada akhirnya
pasti lebih baik dibandingkan keputusan masing-masing individu.
Mempetahankan terjadinya kolaborasi dilakukan dengan menjaga komunikasi yang
aktif, kritis tapi tetap terbuka, serta penuh empati.
18
b. Proses :suatu kegiatan yang berfungsi mengubah input menjadi output yang
direncanakan.
Contoh : kegiatan pelayanan rumah sakit.
c. Output :hal yang dihasilkan oleh proses.
Contoh : pasien sembuh/ tidak sembuh.
d. Dampak :akibat yang dihasilkan oleh output setelah beberapa waktu lamanya.
Contoh : meningkatnya status kesehatan masyarakat.
e. Umpan balik :hasil dari proses yang sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut.
Contoh : keluhan pasien terhadap pelayanan.
f. Lingkungan :dunia di luar sistem yang mempengaruhi sistem tersebut.
Contoh : masyarakat dan instansi-instansi lain.
19
VI. Stratifikasi Pelayanan Kesehatan
Stratifikasi pelayanan kesehatan merupakan pengelompokan pemberian pelayanan
kesehatan berdasarkan tingkat kebutuhan subjek layanan kesehatan.
Stratifikasi pelayanan kesehatan yang dianut oleh tiap negara tidaklah sama. Namun
secara umum stratifikasi pelayanan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam,
yaitu:
1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan
masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka (promosi kesehatan). Yang
dimaksud pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan yang bersifat
pokok (basic health services), yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat
serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada
umumnya pelayanan kesehatan tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan
(ambulatory/ out patient services). Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah Puskesmas,
Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling, dan Balkesmas.
2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua
Yang dimaksud pelayanan kesehatan tingkat kedua adalah pelayanan kesehatan yang
lebih lanjut yang diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan rawat inap (in
patient services) yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer dan
memerlukan tersedianya tenaga-tenaga spesialis. Bentuk pelayanan ini misalnya Rumah
Sakit tipe C dan D.
3. Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga
Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat ketiga adalah pelayanan
kesehatan yang diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat
ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder, bersifat lebih komplek dan umumnya
diselenggarakan oleh tenaga-tenaga superspesialis. Bentuk pelayanan ini di Indonesia
adalah Rumah Sakit tipe A dan B (Azwar, 1996).
20
jawab timbal balik terhadap satu penyakit/lebih atau masalah kesehatan secara vertikal dari
unit yang berkemampuan kurang ke unit yang lebih mampu atau secara horizontal antar unit-
unit yang setara kemampuannya.
A. Pendahuluan
Perbedaan asuransi Sosial dengan asuransi komersial dapat dilihat dari 3 sisi, yaitu:
1. Kepesertaan: asuransi sosial bersifat wajib bagi seluruh penduduk, sedangan asuransi
komersial bersifat sukarela.
2. Asuransi sosial bersifat nirlaba atau tidak berorientasi mencari keuntungan (not for
profit), sedangkan asuransi komersial berorientasi mencari keuntungan (for profit).
21
3. Asuransi sosial manfaatnya komprehensif (promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif) sesuai dengan kebutuhan medis, sedangkan asuransi komersial
manfaatnya terbatas sesuai dengan premi yang dibayarkan.
B. Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional Menurut UU SJSN
1. Prinsip kegotong royongan. Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme gotong-
royong dari peserta yang mampu kepada peserta yang kurang mampu dalam bentuk
kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta berisiko rendah membantu yang
berisiko tinggi; dan peserta sehat membantu yang sakit. Melalui prinsip kegotong-
royongan ini jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi keseluruhan
rakyat Indonesia.
2. Prinsip nirlaba. Pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan mencari laba (nirlaba)
bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, akan tetapi tujuan utama penyelenggaraan
jaminan sosial adalah untuk memenuhi kepentingan sebesar-besarnya peserta. Dana
amanat, hasil pengembangannya, dan surplus anggaran akan dimanfaatkan untuk
kepentingan peserta.
3. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas.
Prinsip manajemen ini diterapkan dan mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana
yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.
4. Prinsip portabilitas dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan
meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
5. Prinsip kepesertaan bersifat wajib. Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh
rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat
wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan
ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan
pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal
dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial
Nasional dapat mencakup seluruh rakyat
6. Prinsip dana amanat. Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan titipan
kepada badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
22
7. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk
pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.
Beberapa pengertian:
1. Pekerja Bukan Penerima Upah: setiap orang yang bekerja atau berusaha atas resiko
sendiri.
2. Pemberi Kerja: orang perseorangan, pengusaha, badan hokum atau badan lainnya
yang mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggara Negara yang mempekerjakan
pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.
3. Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi:
a. Istri atau suami yang sah dari peserta
b. Anak kandung, anak angkat dan atau anak tiri dari peserta, dengan criteria:
- Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri
- Belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun yang masih melanjutkan
pendidikan formal
c. Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan dapat juga mengikutsertakan anggota
keluarga yang lain.
Di dalam Undang SJSN diamanatkan bahwa seluruh penduduk wajib penjadi peserta
jaminan kesehatan termasuk WNA yang tinggal di Indonesia lebih dari enam bulan.
23
Untuk menjadi peserta harus membayar iuran jaminan kesehatan. Bagi yang mempunyai
upah/gaji, besaran iuran berdasarkan persentase upah/gaji dibayar oleh pekerja dan
Pemberi Kerja. Bagi yang tidak mempunyai gaji/upah besaran iurannya ditentukan
dengan nilai nominal tertentu, sedangkan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu
membayar iuran maka iurannya dibayari pemerintah.
D. Syarat dan Lokasi Pendaftaran
1. Syarat pendaftaran peserta akan diatur dengan peraturan BPJS.
2. Lokasi pendaftaran dilakukan di kantor BPJS setempat/ terdekat dari domisili
peserta.
E. Prosedur Pendaftaran Peserta
1. Pemerintah mendaftarkan PBI Jaminan Kesehatan sebagai Peserta kepada BPJS
Kesehatan.
2. Pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat mendaftarkan diri sebagai
Peserta kepada BPJS Kesehatan.
3. Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan keluarganya sebagai
Peserta kepada BPJS Kesehatan.
F. Hak dan Kewajiban Peserta
Hak Peserta:
- Memperoleh identitas peserta
- Memperoleh manfaat pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan.
Kewajiban Peserta:
- Membayar iuran
- Melaporkan data kepesertaan kepada BPJS Kesehatan dengan menunjukkan identitas
peserta pada saat pindah domisili dan/atau pindah kerja.
G. Masa Berlaku Kepesertaan
- Selama peserta membayar iuran sesuai dengan kelompok peserta.
- Bila peserta tidak membayar iuran atau meninggal dunia maka status kepesertaannya
akan hilang.
- Ketentuan lebih lanjut akan diatur oleh Peraturan BPJS.
24
2.3 FILOSOFI KEPROFESIAN TENAGA KESEHATAN
A. Pengertian Filosofi
Filosofi berasal dari bahasa yunani “philos” (cinta) dan “sophia” (kebijaksanaan) dan
berarti cinta kebijaksanaan. Filosofi tidak sama artinya dengan kebijaksanaan, atau hanya studi
tentang kebijaksanaan, lebih dari pada itu, ia adalah mencintainya Filosofi adalah studi mengenai
kebijaksanaan, dasar-dasar pengetahuan, dan proses yang digunakan untuk mengembangkan dan
merancang pandangan mengenai suatu kehidupan.
25
b. Sejarah singkat Kedokteran
Pada awalnya, sebagian besar budaya dalam masyarakat masih memegang
kepercayaan dengan menggunakan tumbuh-tumbuhan herbal dan hewan sebagai
pengobatan. Sekitar tahun1400-an, terjadi perubahan yakni pendekatan ilmu
kedokteran terhadap sains. Kemudian ilmu kedokteran mulai dipraktikkan pada
akhir abad ke-18 dan awal abad 19 di Inggris.
- Care Provider
Sebagai Care provider, seorang dokter harus melakukan pelayanan dan
penanganan yang meliputi pengobatan, pencegahan, perawatan, dan
rehabilitasi yang dilakukan secara menyeluruh, berkelanjutan dan terintegrasi.
- Decision Maker
Dokter harus berani mengambil keputusan terkait tindakan kesehatan yang
akan dilakukan dalam menangani pasien. Seorang dokter dituntutuntuk bisa
berpikir dan bertindak cepat serta tepat karena dokter harus bertanggung
jawab terhadap nyawa pasien.
- Communicator
Seorang dokter harus mampu menjadi komunikan yang baik karena sering
berinteraksi dengan pasien dengan beragam masalah mengenai penyakit.
- Community Leader
Seorang dokter membantu mengambil keputusan dalan ikhwal
kemasyarakatan, utamanya kesehatan dan kedokteran keluarga.
- Manager
Seorang dokter berkemampuan untuk berkolaborasi dalam kemitraan pada
penanganan kesehatan dan kedokteran keluarga.
2. Kedokteran Gigi
26
Dokter gigi ialah seseorang yang mempraktikan pencegahan dan perawatan penyakit atau
kelainan gigi dan mulut melalui tindakan tanpa atau dengan pembedahan. Tenaga kesehatan
baik itu dokter, keperawatan, apoteker, dokter gigi maupun kesehatan masyarakat memiliki
filosofi atau landasan hidup pada profesinya sendiri agar pekerjaan yang mereka lakukan
tidak menyimpang dari yang seharusnya.
1. Sejarah singkat Ilmu Kedokteran Gigi
Pada tahun 5000 SM, terdapat naskah Sumeria yang menceritakan bahwa adanya
kerusakan gigi disebabkan oleh ulat. Kemudian Hipocrates dan Aristoteles menulis
tentang cara mengobati gigi yang rusak, cara mencabut gigi dengan gunting tang, dan
cara menggunakan kawat untuk menstabilkan gigi yang longgar.
Pada tahun 1130, ada seorang biarawan yang sering melakukan pencabutan gigi.
Dalam hal ini, tukang cukur sering membantu biarawan tersebut. Selanjutnya dengan
berkembangnya zaman, John Baker, dokter gigi pertama yang terlatih secara medis,
pertama kali melakukan praktik di Amerika, 1760.
Pada tahun 1839 melalui The American Journal of Dental Science, ilmu
kedokteran gigi dipublikasikan. Kemudian pada tahun 1857, H N Wadsworth
mematenkan sikat gigi. Ilmu kedokteran gigi juga mengembangkan bidang ilmunya
melalui penggunaan pemutih gigi dan implan untuk menambah estetika pada tahun
1990.
27
menjalankan profesinya, menjalankan profesinya tidak dipengaruhi oleh
pertimbangan untuk mencari keuntungan pribadi.
Dokter gigi wajib menjaga kehormatan, kesusilaan, integritas, dan martabat
profesi dokter gigi, wajib mencegah terjadinya infeksi silang yang berbahaya, wajib
menjalin kerja sama yang baik dengan tenaga kesehatan lainnya, wajib bertindak
sebagai motivator, pendidik, dan pemberi pelayanan kesehatan.
Kewajiban dokter gigi terhadap pasien meliputi menghormati hak pasien, selalu
mengedepankan ibadah dantidak semata mencari keuntungan, wajib mendahulukan
pasien yang darurat, serta tidak menolak pasien yang datang.
Kewajiban dokter gigi terhadap teman sejawat antara lain memperlakukan sejawat
sebagaimana ia diperlakukan, tidak boleh mengambil alih pasien tanpa persetujuan.
Kewajiban dokter gigi terhadap diri sendiri adalah mempertahankan dan
meningkatkan martabat diri, menghindari perilaku tidak profesional, serta wajib
menjaga kesehatan supaya dapat bekerja secara optimal.
28
organisasi profesi dokter di Indonesia, IDI lambangnya seperti di bawah ini:
Sementara PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia) memiliki logo sebagai berikut:
Secara umum, lambang tersebut memiliki arti bahwa ular dapat mengganti kulit
dengan kulit yang baru apabila kulit dianalogikan dengan kesembuhan maka pada
kedokteran, diharapkan mendapatkan kesembuhan yang baru. Kemudian dengan
adanya lambang tongkat menunjukkan bahwa dalam pengerjaannya dokter atau
dokter gigi melakukannya secara mandiri.
3. Filosofi Apoteker
1. Sejarah Farmasi Dunia
Sejak masa Hipocrates (460-370 SM) yang dikenal sebagai “Bapak Ilmu
Kedokteran”, belum dikenal adanya profesi farmasi. Semakin lama masalah
penyediaan obat semakin rumit, baik dari segi formula maupun pembuatan, sehingga
dibutuhkan adanya keahlian tersendiri. Pada tahun 1240 M, Raja Jerman Frederick II
memerintahkan untuk memisahkan secara resmi antara Farmasi dan Kedokteran
dalam dekritnya yang terkenal yaitu “Two Silices”.
Dampak revolusi industri merambah dunia farmasi dengan timbulnya industri-
industri obat, sehingga terpisahlah kegiatan farmasi di bidang industri obat dan di
bidang “penyedia/peracik” obat (=apotek). Dalam hal ini keahlian kefarmasian jauh
29
lebih dibutuhkan di sebuah industri farmasi dari pada apotek. Dapat dikatakan bahwa
farmasi identik dengan teknologi pembuatan obat.
Perkembangan terakhir adalah timbulnya konsep “Pharmaceutical Care” yang
membawa para profesor ke arah wilayah pasien.
Bowl of hygieia digunakan sebagai lambang farmasi sejak tahun 1796 dan digunakan oleh
bangsa persia untuk menunjukan lambang farmasi atau bagian pengobatan dan selanjutnya di
gunakan oleh organisasi farmasi di seluruh dunia.
Dewi Higieia digambarkan memegang sebuah patera (mangkuk obat) dan di badannya ada
seekor ular yang hendak meminum/memakan obat pada mangkuk tersebut. Beberapa
berpendapat bahwa mangkuk dan ular Higieia melambangkan keselarasan kehidupan dengan
bumi. Ular mungkin melambangkan pasien yang bisa memilih apakah akan mengambil obat
pada mangkuk tersebut atau tidak. Hal tersebut menunjukkan bahwa seseorang mengendalikan
kesehatannya sendiri melalui pilihan yang diambil. Ular Higieia juga dikaitkan dengan
kepercayaan kuno bahwa ular memiliki kemampuan kebijaksanaan dan penyembuhan. Menurut
kepercayaan kuno, ular bisa menyembuhkan dirinya sendiri dan melakukan kontak dengan para
arwah di dunia bawah dan membawa mereka untuk membantu manusia yang masih hidup,
karena itu ular dianggap membawa kebijaksanaan karena mampu membawa arwah para leluhur
yang bijak.
30
a. Care-Giver
Seorang Farmasi/apoteker merupakan profesional kesehatan yg peduli, dalam wujud
nyata memberi pelayanan kefarmasian kepada pasien dan masyarakat luas, berinteraksi
secara langsung, meliputi pelayanan klinik, analitik, tehnik, sesuai dengan peraturan yang
berlaku
b. Decision Maker
Seorang farmasis merupakan orang yang mampu menentukan keputusan terkait pekerjaan
farmasi, misal penyesuaian dosis, penggantian obat, dan sebagainya.
c. Communicator
Seorang farmasi/apoteker harus mampu menjadi komunikator yang baik, sehingga
pelayanan kefarmasian dan interaksi kepada pasien, masyarakat, dan tenaga kesehatan
berjalan dengan baik.
d. Manager
Seorang farmasi/apoteker merupakan seorang manajer dalam aspek kefarmasian non
klinis, kemampuan ini harus ditunjang kemampuan manajemen yang baik.
e. Leader
Seorang farmasi/apoteker harus mampu menjadi seorang pemimpin, mempunyai visi dan
misi yang jelas, dan dapat mengambil kebijakan yg tepat untuk memajukan
institusi/perusahaan/lembaga yang dipimpin.
f. Life-Long Learner
Seorang farmasi/apoteker harus memiliki semnangat belajar sepanjang waktu, karna
informasi/ilmu kesehatan terutama farmasi (obat, penyakit dan terapi) terus berkembang
pesat dari waktu ke waktu, sehingga kita perlu meng-update pengetahuan dan
kemampuan agar tidak ketinggalan.
g. Teacher
Seorang farmasi/apoteker dituntut dapat menjadi pendidik/akademisi/edukator bagi
pasien, masyarakat, maupun tenaga kesehatan lainnya terkait ilmu farmasi dan kesehatan.
h. Research
Seorang farmasi/apoteker merupakan seorang peneliti terutama dalam penemuan dan
pengembangan obat-obatan yang lebih baik.
31
i. Entrepeneur
Seorang farmasi/apoteker diharapkan terjun menjadi wirausaha dalam mengembangkan
kemandirian serta membantu mensejahterakan masyarakat.
4. Perawat
1. Pengertian Perawat
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/MenKes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan
Praktik Perawat maka pada pasal 1 ayat 1 yang berbunyi “Perawat adalah seseorang yang
telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
- Florence Nightingale
32
Perawat adalah orang yang menjaga pasien mempertahankan kondisi terbaiknya terhadap
masalah kesehatan yang menimpa dirinya.
2. Filosofi Perawat
a. Latar Belakang
a) Zaman Purbakala
Perkembangan dipengaruhi oleh perawatan dan pengobatan orang-orang pada zaman
purba yang hidup dalam keadaan primitif. Pekerjaan ‘merawat’ dilakukan berdasarkan
naluri keibuan yang bersendi pada pemeliharaan seperti seorang ibu melindungi anak.
b) Zaman Masehi
Keperawatan yang dikenal sekarang dimulai pada zaman masehi saat perkembangan
agama Nasrani, yang saat itu banyak terbentuk Diakones.Diakones yaitu suatu organisasi
wanita bertujuan untuk membantu pendeta dalam memberikan perawatan setiap
mengunjungi orang sakit dari rumah ke rumah.
c) Permulaan abad ke-XVI
Pada masa ini, struktur dan orientasi masyarakat berubah dari agama menjadi kekuasaan,
yaitu perang, eksplorasi kekayaan dan semangat kolonial. Pada masa inilah ditemukan
konsep P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan).
d) Perkembangan Keperawatan di Inggris
Keperawatan semakin berkembang dengan adanya pelopor perawat modern, Florence
Nightingale.Ia dikenal dengan nama Bidadari Berlampu (bahasa inggris The Lady With
The Lamp) atas jasanya yang tanpa kenal takut mengumpulkan korban perang
pada Perang Krimea, di semenanjung Krimea, Rusia.
3. Lambang Keperawatan
33
Simbol dari keperawatan adalah “Lampu Minyak”, simbol lampu ini diambil dari
tokoh Florence Nigtingale. Florence selalu membawa lampu minyak sebagai penerangan
saat menemui para pasien dalam kegelapan. Lampu minyak ini diyakini memiliki arti
membawa terang (membawa kesehatan). Berikut merupakan gambar-gambar ilustrasi
Florence Nightingale yang sedang merawat dengan membawa lampu minyak.
5. Paradigma Perawat
1. Manusia
Keperawatan meyakini dan menekankan dalam setiap kegiatan pelayanan
keperawatannya bahwa manusia merupakan individu yang layak diperlakukan secara
terhormat, dihargai keunikannya berdasarkan individualitas, dalam berbagai situasi,
kondisi, dan sistem yang dapat mengancam kehormatan dan sifat kemanusiaannya.
2. Sehat
Definisi sehat & kesehatan telah berubah dari kondisi seseorang yang bebas penyakit
menjadi kondisi yang mampu mempertahankan individu untuk berfungsi secara
konsisten, stabil dan seimbang dalam menjalani kehidupan sehari-hari
3. Masyarakat dan Lingkungan
34
Masyarakat dan lingkungan merupakan komponen dalam paradigma keperawatan dimana
setiap individu berinteraksi. Masyarakat dan lingkungan juga dianggap sebagai sumber
terjadinya keadaan sakit (tidak sehat) dan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
kesehatan atau kondisi sakit seseorang.
35
b. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya sehubungan yang
dipercayakan kepaanya.
c. Perawat tidak akan mempergunakan pengetahuan dan keterampilan perawatan
untuk tujuan yang bertentangan dengan norma-norma kemanusiaan.
d. Perawat dalam menunaikan tugas dan kewajibannya senantiasa berusaha dengan
penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan,
warna kulit, umur jenis kelamin, aliran politik yang dianut serta kedudukan sosial.
e. Perawat senantiasa mengupayakan perlindungan dan keselamatan penderita dalam
melaksanakan tugas keperawatan serta dengan matang mempertimbangkan
kemampuan menerima atau mengalihtugaskan tanggung jawab yang ada
hubungannnya dengan perawatan.
Bab III : Tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan
lainnya
a. Perawat senantiasa memelihara hubungan yang baik antar sesama perawat dan
dengan tenaga kesehatan lainnya, baik dalam memelihara keserasian suasana
lingkungan kerja maupun dalm mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara
menyeluruh.
b. Perawat senantiasa menyebarluaskan pengetahuan keterampilan dan
pengalamannya kepada sesama perawat serta menerima pengetahuan dan
pengalaman dari profesi lain bidang perawatan.
36
d. Perawat secara bersama-sama membina dan memelihara mutu organisasi profesi
perawatan sebagai sarana pengabdian.
Bab V : Tanggung jawab perawat terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air
1. Perawat senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai kebijaksanaan yang
digariskan oleh pemerintah dalam bidang kesehatan dan perawatan.
2. Perawat senantiasa berperan secara aktif dalam menyumbangkan pikiran kepada
pemerintah dalam menigkatkan pelayanan kesehatan dan perawatan kepada
masyarakat.
37
Kemudian kewajiban terhadap masyarakat meliputi dalam melaksanakan tugas dan
fungsi harus selalu berorientasi kepada masyarakat, berlaku adil, bertanggung jawab
dalam melindungi, memelihara, dan meningkatkan kesehatan penduduk.
Kewajiban terhadap profesi kesehatan lain dan profesi di luar bidang kesehatan
diantaranya harus bekerjasama dan saling menghormati sesama profesi dan berpegang
pada prinsip Kemitraan, Kepemimpinan, Pengambilan Prakarsa dan Kepeloporan.
Selain itu, ahli kesehatan juga harus proaktif dan tidak menunggu dalam mengatasi
masalah dan senantiasa membagi pengalaman serta saling membantu antar anggota
profesi lain.
Kewajiban terhadap diri sendiri yaitu harus memelihara kesehatan agar dapat bekerja
secara maksimal dan selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3) Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian yang lebih baik,
apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan.
5) Membuat catatan rekam medis yang baik secara berkesinambungan berkaitan dengan
keadaan pasien.
b. Apoteker
38
3) Mengatur regimen obat
5) Menjelaskan obat-obat yang harus digunakan, indikasi, cara penggunaan, dosis, dan
waktu penggunaannya.
c. Perawat
4) Perawat sebagai advokat, perawat melindungi hak pasien sebagai manusia dan secara
hukum.
6) Sebagai penyuluh pasien, perawat menjelaskan kepada pasien konsep dan data-data
tentang kesehatan, mendemonstrasikan prosedur seperti aktivitas perawatan diri, menilai
apakah pasien memahami hal-hal yang dijelaskan dan mengevaluasi kemajuan dalam
pembelajaran.
d. Kesehatan Masyarakat
39
2) Menjaga kerahasiaan pasien .
b. Apoteker
c. Perawat
d. Kesehatan Masyarakat
- Penyuluh gizi
40
- Memberikan pendidikan terkait penyakit dan layanan umum (praktek) di masyarakat.
b. Apoteker
c. Perawat
d. Kesehatan Masyarakat
41
BAB III
PEMBAHASAN
Pada bab pembahasan ini, kelompok kami akan menjelaskan dan membandingkan antara
teori yang telah dipaparkan pada bab II dengan kondisi sekarang yang ada dimasyarakat.
Menurut kami kolaborasi merupakan produk team work dari suatu kelompok tertentu dimana
kelompok tersebut terdiri dari beberapa ahli dan bekerja untuk mencapai tujuan bersama yang
diinginkan. Salah satu bentuk kolaborasi yang paling umum adalah kolaborasi kesehatan. Pada
zaman sekarang, kolaborasi kesehatan sangat penting guna tercapainya patient oriented dan
meningkatkan patient care di rumah sakit maupun institusi lainnya. Kolaborasi kesehatan
menghasilkan banyak efek positif terhadap pasien dan tenaga kesehatan lainnya. Akan tetapi
sekarang ini kolaborasi antar tenaga kesehatan belum dilakukan di seluruh rumah sakit di
Indonesia. Penyebab kolaborasi kesehatan belum berjalan di Indonesia, yaitu:
1. Jumlah antar tenaga kesehatan tidak seimbang di dalam suatu rumah sakit
Misalnya jumlah profesi apoteker di rumah sakit terlampau sedikit dan tidak sesuai dengan
aturan yang ada sehingga kolaborasi tidak bisa berjalan dengan baik.
Guna melakukan kolaborasi yang baik, sebaiknya dididik sejak dini sehingga saat
memasuki dunia kerja sudah tidak terbiasa. Oleh karena itu, sebaiknya universitas-universitas
di Indonesia mulai membuat kurikulum baru dengan mata kuliah kolaborasi sebagai mata
kuliah wajib. Seperti Universitas Indonesia yang telah ada mata kuliah kolaborasi kesehatan,
komunikasi kesehatan, etika hukum dimana ketiga mata kuliah tersebut dilaksanakan oleh
42
kelima fakutas yang tergabung dalam rumpun ilmu kesehatan yaitu Fakultas Kedokteran,
Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Farmasi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, dan Fakultas
Ilmu Keperawatan, Dengan adanya mata kuliah kolaborasi ini diharapkan mahasiswa
kesehatan sudah terlatih bekerja sama antar profesi sehingga kedepannya siap dan mampu
berkolaborasi di rumah sakit demi meningkatkan patient care.
Kolaborasi kesehatan yang baik memiliki gaya sentripetal, dimana akan terjalin
kerjasama antar profesi kesehatan yang baik tanpa mementingkan kepentingannya masing-
masing.Mutu kesehatan dapat ditingkatkan dengan kolaborasi tenaga kesehatan dan didukung
dengan sistem pelayanan kesehatan baik. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya,
salah satu sistem pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia adalah SJSN (sistem jaminan
soaial nasional). Sebelum adanya SJSN, di Indonesia terdapat sistem pelayanan kesehatan
seperti Jamsostek, Akses, Taspen dan lain lain. Mulai tanggal 1 Januari 2014, SJSN di
Indonesia telah dilaksanakan, dimana SJSN ini diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) yang merupakan penyatuan dari beberapa BUMN yang ditunjuk, yaitu
PT. Jamsostek, PT. Askes, PT. Taspen, dan PT. Asabri. Dalam penyelenggaraannya, BPJS
terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Pemerintah menanggung iuran bagi masyarakat miskin dan kurang mampu (yang disebut
sebagai Penerima Bantuan Iuran atau PBI) untuk menjamin keikutsertaan mereka dalam
program ini. Dengan berbagai kebijakan tersebut, alokasi belanja negara akan meningkat
secara signifikan. BPJS Kesehatan akan mengelola jaminan kesehatan yang akan memberikan
kepastian jaminan kesehatan bagi setiap rakyat Indonesia. Jaminan ini diberikan dalam bentuk
pelayanan kesehatan perseorangan yang komprehensif, mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pengobatan dan pemulihan, termasuk obat dan bahan medis dengan
teknik layanan terkendali mutu dan biaya (managed care).
Program jaminan kesehatan dilaksanakan berdasarkan prinsip asuransi sosial dan ekuitas,
yaitu kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai kebutuhan medis yang tak terkait dengan
besaran iuran yang dibayarkan. Besar iuran ditetapkan sebagai prosentase tertentu dari upah,
bagi mereka yang memiliki penghasilan. Pemerintah akan membayarkan iuran bagi mereka
yang tidak mampu (fakir miskin).
43
Pemerintah tidak mengambil untung untuk melaksanakan program SJSN ini, sebab iuran
yang dibayarkan akan dikembalikan ke rakyat sepenuhnya dalam bentuk pelayan kesehatan,
serta obat. Apabila SJSN ini terlaksana, tentunya kesejahteraan masyarakat akan meningkat.
Namun, dalam pelaksanaan SJSN saat ini masih belum sempurna.. Banyak faktor yang
menyebabkan SJSN masih belum maksimal, yaitu
Oleh karena itu diperkirakan sistem jaminan sosial nasional ini akan benar-benar terlaksana
pada tahun 2019 mendatang. Guna melakukan kolaborasi kesehatan yang baik maupun sitem
pelayanan kesehatan yang baik tentunya harus ada kerja sama yang baik pula antar peofesi
kesehatan. Profesi yang tergabung dalam kolaborasi tenaga kesehatan terdiri dari profesi dokter,
dokter gigi, apoteker, perawat dan kesehatan masyarakat. Setiap Profesi memiliki kode etik yang
menjadi dasar praktek keprofesian dan seharusnya dipraktekkan dengan baik. Akan tetapi, pada
pelaksanannya tidak semua profesi melaksanakan kode etik dengan baik bahkan banyak yang
melanggar kode etik tersebut. Seperti pada kasus-kasus yang sering terjadi yaitu absennya
apoteker di apotek. Padahal seharusnya apoteker lah yang melayani pasien dan memberikan
informasi obat bukan asisten apoteker. Guna tercapainya mutu kesehatan yang baik segala aspek
baik kolaborasi, sistem pelayanan, dan pelaksannaan kode etik juga harus baik.
44
BAB IV
PENUTUP
a. Kesimpulan
Kolaborasi tim kesehatan merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam menangani
masalah kesehatan. Tanpa adanya kolaborasi dari tim kesehatan, pengobatan tidak dapat berjalan
secara optimal. Dalam kolaborasi tim kesehatan, masing-masing tenaga kesehatan mempunyai
peran dan tanggung jawabnya masing-masing. Peran dan tanggung jawab tersebut tidak hanya
untuk satu individu saja, tapi juga keluarga dan masyarakat. Kesadaran akan tujuan yang sama
dalam penanganan kesehatan dan komunikasi yang baik mendukung proses kolaborasi tim
kesehatan yang tentunya akan berdampak baik dalam pelayanan kesehatan bagi pasien.
Pelaksanaan terapi yang baik bagi pasien tidak tergantung dari peran tim kesehatan saja,
dukungan dari orang-orang terdekat pasien seperti keluarga juga berperan besar dalam
penyembuhan penyakit pasien. Selain itu, tim kesehatan juga mempunyai peran yang besar di
masyarakat dalam menangani masalah kesehatan. Untuk itulah, kolaborasi tim kesehatan yang
baik dan efektif diperlukan.
b. Saran
45
DAFTAR PUSTAKA
http://dictionary.reference.com/browse/collaborate
http://www.businessdictionary.com/definition/collaboration.html#ixzz2tigecE3d
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Sistem Rujukan Terstruktur dan Berjenjang dalam
Rangka Menyongsong Jaminan Kesehatan Nasional (Regionalisasi Sistem Rujukan)
http://melaniezone.wordpress.com/2012/10/12/paradigma-keperawatan/
http://radencoddooth.blogspot.com/2011/05/kode-etik-keperawatan.html
46
http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/SJSN.pdf
47