Anda di halaman 1dari 26

Referat

GAMBARAN RADIOLOGIS BRONKIEKTASIS

Oleh :
Nanda Safira Alisa 04084822124102

Pembimbing :

dr. Muhammad Iqbal, Sp.Rad

DEPARTEMEN RADIOLOGI
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Referat dengan judul :


GAMBARAN RADIOLOGIS BRONKIEKTASIS

Oleh :
Nanda Safira Alisa, S.Ked 04084822124102

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang periode 11 Oktober 2021 –
19 Oktober 2021.

Palembang, Oktober 2021

dr. Muhammad Iqbal, Sp.Rad

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Gambaran
Radiologis Bronkiektasis” sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di
Departemen Radiologi Rumah Sakit Moehammad Hoesin Palembang. Penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada dr. Muhammad Iqbal, Sp.Rad selaku
pembimbing referat yang telah memberikan bimbingan dan nasihat dalam
penyusunan telaah ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih memiliki banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar referat ini menjadi lebih baik. Harapan penulis semoga referat ini bisa
membawa manfaat bagi semua orang dan dapat digunakan dengan sebaik- baiknya.

Palembang, Oktober 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................2
2.1 Anatomi Bronkus .....................................................................................2
2.2 Bronkiektasis ............................................................................................3
2.2.1 Definisi .................................................................................................3
2.2.2 Epidemiologi ........................................................................................3
2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko ...................................................................4
2.2.4 Klasifikasi ............................................................................................5
2.2.5 Patofisiologi .........................................................................................6
2.2.6 Manifestasi Klinis ................................................................................8
2.2.7 Diagnosis ..............................................................................................9
2.2.8 Tatalaksana.........................................................................................10
2.2.9 Komplikasi .........................................................................................12
2.2.10 Prognosis ...........................................................................................12
2.3 Gambaran Radiologis Bronkiektasis ......................................................13
BAB III KESIMPULAN......................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................21

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus yang
bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan berkurangnya aliran
udara dari dan ke paru-paru. Manifestasi dari bronkiektasis berupa peradangan saluran
pernapasan yang menyebabkan sumbatan aliran udara dan gangguan pembersihan mukus, sesak
napas, batuk dan kadang-kadang batuk darah (hemoptisis).1 2 3
Batuk kronis yang produktif dapat terjadi pada hampir 90% pasien dengan
bronkiektasis. Sesak napas atau dispnea merupakan ciri lain dari bronkiektasis. Dispnea dapat
terjadi pada 34% sampai 75% pasien bronkiektasis. Dispnea ini dapat disertai wheezing atau
tidak. Hemoptisis atau batuk darah adalah hal yang umum dan dapat terjadi pada sebanyak 50%
pasien. Hemoptisis episodik dengan sedikit atau tidak adanya produksi sputum (bronkiektasis
kering) biasanya merupakan gejala sisa dari TB paru.3 4 5
Perkembangan terakhir diagnosis bronkiektasis menunjukkan bahwa pemeriksaan High
Resolution Computed Tomography (HRCT) merupakan baku emas untuk diagnosis pasti,
menggantikan pemeriksaan bronkografi. Hal ini dikarenakan pemeriksaan HRCT menunjukkan
sensitivitas dan spesifitas yang lebih baik dan bersifat kurang invasif daripada bronkografi.
Dengan penggunaan HRCT dalam lebih dari satu dekade terakhir, maka semakin banyak anak
dengan bronkiektasis yang dapat diagnosis.6

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Bronkus


Bronkus merupakan saluran nafas yang terbentuk dari belahan dua trakea pada
ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan
trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus berjalan ke arah bawah dan
samping menuju paru dan bercabang menjadi dua, yaitu bronkus kanan dan bronkus
kiri. Bronkus kanan mempunyai diameter lumen lebih lebar, ukuran lebih pendek
dan posisi lebih vertikal. Letak sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis serta
mengeluarkan sebuah cabang utama yang melintas di bawah arteri, yang disebut
bronkus kanan lobus bawah.7
Sedangkan bronkus kiri memiliki ukuran lebih panjang, diameter lumennya
lebih sempit dibandingkan bronkus kanan dan melintas di bawah arteri pulmonalis
sebelum di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris,
kemudian menjadi lobus segmentalis. Bronkus lobaris ini bercabang terus menjadi
bronkus yang lebih kecil, dengan ujung cabangnya yang disebut bronkiolus. Setiap
bronkiolus memasuki lobulus paru, dan bercabang-cabang dengan trakea dan
dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus berjalan ke arah bawah dan samping
menuju paru dan bercabang menjadi 5-7 bronkiolus terminalis.7
Bronkiolus terminalis adalah saluran udara terkecil yang tidak mengandung
alveoli (kantong udara). Bronkiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih
1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh
otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah
sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi
utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.7

2
Gambar 1. Percabangan Bronkus.7

Sama seperti halnya hepar, bronkus juga memiliki pembagian segmentasi


yang nantinya juga merupakan segmentasi bagi pulmo juga. Segmenta
bronchopulmonalia adalah unit paru secara anatomis, fungsi dan pembedahannya.
Dimana dalam masing-masing segmenta bronkus ini juga berperan sebagai
segmenta pada pulmo yang memiliki ujung saluran, cabang arteria pulmonalis,
aliran vena, aliran limfe dan persarafan otonom yang berbeda-beda pada masing-
masing segmenta lainnya. Hal ini berfungsi pada pasien pneumonektomi (suatu
prosedur pembedahan untuk pengangkatan paru).7

2.2 Bronkiektasis
2.2.1 Definisi
Bronkiektasis berasal dari bahasa Yunani “bronkhos” yang berarti pipa
atau tabung dan “ektasis” yang berarti melebar atau meluas. Bronkiektasis
pertama kali dijelaskan oleh Laennec pada tahun 1819 sebagai penyakit
paru supuratif dengan gambaran fenotip yang heterogen. Pengertian
bronkiektasis saat ini adalah suatu penyakit peradangan saluran napas kronik
dengan karakteristik dan gejala klinis batuk kronik, peningkatan produksi
sputum dan infeksi bronkus disertai proses inflamasi pada dinding bronkus
dan parenkim paru sekitarnya. Gambaran radiologi abnormal dengan
pelebaran atau dilatasi bronkus yang permanen.8 9 10 11

3
2.2.2 Epidemiologi
Sebelumnya prevalensi bronkiektasis tidak banyak diketahui karena
gejala bervariasi dan diagnosis sering tidak ditegakkan. Saat ini kejadian
bronkiektasis meningkat, karena kewaspadaan para klinisi meningkat dan
makin banyak tersedia alat standar diagnostik terutama High Resolution
Chest Computed Tomography (HRCT).12 13
Berbagai penelitian epidemiologis menunjukkan prevalensi bronkiektasis
1,3 - 17,8 penderita per 1000 penduduk. Di Amerika Serikat, dari tahun 2000
sampai tahun 2007 prevalensi bronkiektasis meningkat 8,74% setiap tahun
sesuai usia dan memuncak pada usia 80-84 tahun. Prevalensi lebih tinggi
pada perempuan dan paling tinggi pada populasi Asia. Bronkiektasis lebih
sering terjadi pada perempuan. Rentang usia penderita terutama pada usia
pertengahan dan meningkat pada usia lanjut. Di Indonesia belum ada laporan
angka pasti mengenai penyakit ini, namun cukup sering ditemukan di klinik
atau rumah sakit.14

2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Penyebab pasti bronkiektasis sulit ditentukan dengan pemeriksaan klinis
yang menyeluruh, pemeriksaan laboratorium dan patologik, 50-80% kasus
bronkiektasis masih idiopatik. Penelitian di Inggris pada tahun 2000
terhadap 150 pasien bronkiektasis kulit putih mendapatkan 53%
penyebabnya masih idiopatik. Penelitian lain di Inggris menunjukkan hanya
26% idiopatik. Pada kedua penelitian tersebut, pasca infeksi paru merupakan
salah satu penyebab tersering, dan didapatkan pada sepertiga kasus. Pada
anak-anak penyebab tersering bronkiektasis adalah fibrosis kistik, namun
prevalensi bronkiektasis non fibrosis kistik pada anak-anak terus meningkat
terutama di negara berkembang.10
Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit bronkiektasis
non fibrosis kistik antara lain pasca infeksi paru, COPD (Chronic
Obstructive Pulmonary Disease), disfungsi imun, penyakit
inflamasi/reumatologi, defisiensi alfa-1 antitripsin, klirens mukosilier,
malnutrisi atau gizi buruk, dan peningkatan usia. Haemophilus influenzae
adalah kuman yang paling banyak didapatkan dari sputum pasien.
4
Pseudomonas aeruginosa berhubungan dengan peningkatan produksi
sputum, eksaserbasi, lama rawat inap, dan penurunan kualitas hidup. Infeksi
Nontuberculous mycobacterial (NTM) juga berperan penting pada penyakit
bronkiektasis, namun prevalensinya hanya sekitar 2-10%.10 11
Tabel 1. Penyebab Bronkiektasis Non Fibrosis Kistik.10

2.2.4 Klasifikasi
Berdasarkan atas bronkografi dan patologi bronkiektasis dapat dibagi
menjadi 3 yaitu :16
1. Bronkiektasi Silindris.
Seringkali dihubungkan dengan kerusakan parenkim paru,
terdapat penambahan diameter bronkus yang bersifat regular, lumen
distal bronkus tidak begitu melebar.
Bronkiektasis silindris atau tubular, ditandai dengan dilatasi saluran
napas.
5
2. Bronkiektasis Fusiform (Varikosa).
Pelebaran bronkus lebih lebar dari bentuk silindris dan bersifat
irregular. Gambaran garis irregular dan distal bronkus yang
mengembang adalah gambaran khas pada bentuk varikosa. Ditandai
dengan area konstriktif fokal disertai dengan dilatasi saluran napas
sebagai akibat dari defek pada dinding bronkial.
3. Bronkiektasis Kistik atau Sakular.
Dilatasi bronkus sangat progresif menuju ke perifer bronkus.
Pelebaran bronkus ini terlihat seperti balon, kelainan ini
biasanya terjadi pada bronkus besar.
Ditandai dengan dilatasi progresif saluran napas yang berakhir pada kista
ukuran besar, sakula, atau gambaran grape-like clusters (gambaran ini
adalah gambaran bronkiektasis yang paling berat)

Gambar 2. Klasifikasi Bronkiektasis.16

2.2.5 Patofisiologi

Ada beberapa jalur yang menerangkan terjadinya bronkiektasis. Secara


luas, bronkiektasis dapat terjadi sehubungan dengan kejadian atau episode
insidental yang tidak berhubungan dengan kondisi dasar intrinsik pertahanan
tubuh penderita, dapat pula berkaitan dengan kondisi dasar konstitusional
6
genetik penderita. Perbedaan dua mekanisme diatas merupakan elemen
penting yang menentukan prognosis dan penatalaksanaan penderita. Hal
dasar yang perlu dipahami dalam patogenesis bronkiektasis adalah apakah
infeksi yang bersangkutan adalah suatu penyebab bronkiektasis atau infeksi
pada penderita tersebut berhubungan dengan kondisi predisposisi yang
mendasar.17 18

Gambar 3. Pada bronkiektasis, produksi mucus meningkat, silia mengalami


kerusakan dan daerah bronkus mengalami inflamasi kronik dan mengalami
kerusakan.14
Udara inspirasi sering terkontaminasi dengan gas toksik, partikel, dan
mikroba. Lini pertama pertahanan paru dibentuk oleh bentuk kompleks
saluran napas atas dan bawah yang sedemikian sehingga membentuk aliran
udara dengan turbulensi tinggi. Bentuk saluran napas yang khas tersebut
memungkinkan impaksi, sedimentasi dan deposisi partikel dan
mikroorganisme ke mukosa saluran napas. Partikel dan mikroorganisme
yang terdeposisi pada mukosa selanjutnya akan dibuang melalui mekanisme
gerakan mukosilier atau langsung keluarkan dari saluran napas melalui
mekanisme bersin, batuk, atau penelanan. Saluran napas dilapisi atas epitel
bersilia, di mana stuktur dan fungsi dari silia ini telah banyak dipelajari.
Fungsi silia dan gerakan mukosilier juga bergantung pada viskositas yang
rendah dari lapisan cairan perisilier, lapisan cairan yang terhidrasi cukup
memungkinkan separasi yang baik antara epitel dan lapisan viscous mucous
yang melapisi silia. Apabila lapisan perisilier tidak merata (seperti pada
fibrosis kistik), lapisan perisilier yang tipis dapat menyebabkan silia terjerat
pada lapisan mukus, sehingga menyebabkan gerakan mendorong mukus
terganggu.19
7
Patogenesis yang terjadi berkaitan kombinasi inflamasi berulang dinding
bronkus dan fibrosis parenkim, menghasilkan dinding bronkus yang lemah
dan berlanjut menjadi dilatasi yang irreversibel. Tipe sel inflamasi yang
banyak ditemukan pada bronkiektasis adalah neutrofil pada lumen saluran
napas yang menyebabkan purulensi sputum dan makrofag, sel dendritik,
serta limfosit pada dinding saluran napas. Sel makrofag, sel dendritik, dan
limfosit khas terlihat pada pasien dengan tubuler bronkiektasis dan menjadi
penyebab utama obstruksi pada saluran napas kecil.18 19

Bronkus yang mengalami inflamasi akan kehilangan keelastisannya,


sehingga bronkus akan menjadi lebar dan lembek serta membentuk kantung
atau saccus yang menyerupai balon yang kecil. Inflamasi juga meningkatkan
sekresi mukus. Karena sel yang bersilia mengalami kerusakan, sekret yang
dihasilkan akan menumpuk dan memenuhi jalan nafas dan menjadi tempat
berkembangnya bakteri yang pada akhirnya bakteri-bakteri tersebut akan
merusak dinding bronkus, sehingga menjadi lingkaran setan antara infeksi
dan kerusakan jalan nafas

2.2.6 Manifestasi Klinis


Gambaran klinis bronkiektasis sangat bervariasi, beberapa pasien tidak
menunjukkan gejala sama sekali atau gejala hanya dirasakan saat
eksaserbasi, dan beberapa pasien mengalami gejala setiap hari.
Bronkiektasis harus dicurigai pada setiap pasien dengan batuk kronis dengan
produksi sputum atau infeksi saluran napas berulang. Hemoptisis, nyeri
dada, penurunan berat badan, bronkospasme, sesak napas dan penurunan
kemampuan fisik juga didapatkan pada pasien bronkiektasis. Sputum dapat
bervariasi mulai dari mukoid, mukopurulen, kental, dan liat. Gambaran
sputum 3 lapis yang meliputi lapisan atas yang berbusa, lapusan tengah
mukus, dan lapisan bawah purulen merupakan gambaran patognomonik,
namun tidak selalu dapat dijumpai. darah dapat disebabkan erosi saluran
napas terkait infeksi akut. Nyeri dada pleuritik ditemukan pada beberapa
pasien dan menunjukkan proses peregangan saluran napas perifer atau
pneumonitis distal yang berdekatan dengan pleura komplemen (CR) viseral.
Dimasa lampau, jari tabuh merupakan tanda klinis yang sering dihubungkan
8
dengan bronkiektasis, namun penelitian menunjukkan prevalensnya hanya
3%. Sesak napas dan wheezing temukan pada 75% pasien sehingga sering
rancu dengan gejala klinis PPOK.5
Eksaserbasi terjadi bila didapatkan 4 atau lebih gejala berikut : Batuk
dengan peningkatan dahak, sesak bertambah, peningkatan suhu badan >
38 ̊C, peningkatan wheezing, penurunan kemampuan fisik, fatigue,
penurunan fungsi paru, dan terdapat tanda-tanda infeksi akut secara
radiologis.5

Tabel 2. Gejala-gejala Bronkiektasis dengan Eksaserbasi Akut.5


Perubahan produksi sputum
Sesak nafas bertambah
Batuk bertambah
Demam (suhu badan >38°C
Peningkatan wheezing
Malaise fatigue, letahargie atau penuluran toleransi aktivitas fisik
Penurunan faal paru
Perubahan radiologis baru yang sesuai dengan proses infiltrasi paru
Perubahan pada suara nafs

2.2.7 Diagnosis

Gambar 3. Alur Diagnostik Bronkiektasis.20

9
Diagnosis bronkiektasis ditentukan dari temuan klinis dan hasil
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fungsi paru menunjukkan adanya
obstruksi aliran napas sedang hingga berat. Pemeriksaan radiologi berperan
dalam diagnosis dan monitoring. Pemeriksaan x-ray atau foto polos dada
untuk skrining awal penyakit dan eksaserbasi, namun spesifisitas dan
sensitivitasnya terbatas. Pemeriksaan foto polos dada bronkiektasis memiliki
gambaran tram track opacities, parallel linear densities, ring shadows, dan
struktur tubuler. Tanda eksaserbasi pada foto polos dada antara lain tampak
densitas merata karena adanya pemadatan mukus yang berlebih. High
Resolution Chest Computed Tomography (HRCT) adalah pemeriksaan
standar untuk menegakkan diagnosis bronkiektasis.21 22

2.2.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan bronkiektasis meliputi : identifikasi keadaan eksaserbasi
akut dan penggunaan antibiotik, mengendalikan pertumbuhan mikroba,
terapi terhadap kondisi yang mendasarinya, mengurangi respons inflamasi
yang berlebihan, peningkatan higienitas bronkial, mengontrol perdarahan
bronkial, terapi bedah untuk menghilangkan segmen paru atau lobus paru
yang mengalami kerusakan hebat yang dapat menjadi sumber infeksi atau
perdarahan.23
a. Antibiotik.
Antibiotik memiliki peranan krusial dalam penatalaksanaan
bronkiektasis, antibiotik dapat menghambat proses lingkaran setan infeksi,
inflamasi, dan kerusakan epitel saluran napas. Penggunaan antibiotik
diperlukan sebagai terapi saat eksaserbasi maupun sebagai terapi jangka
panjang. Penggunaan antibiotik lebih awal pada eksaserbasi dapat
membatasi ‘vicious circle’. Antibiotik dilaporkan dapat menurunkan kadar
CRP, sel inflamasi pada sputum, volume sputum, purulensi sputum dan
densitas bakteri. Penderita dengan sputum purulen setelah pemberian
antibiotik lebih pendek waktu eksaserbasi berikutnya dibandingkan dengan
penderita dengan sputum mukoid. Data klinis menunjukkan pemberian
antibiotik dosis tinggi dan jangka waktu yang lebih lama memberikan hasil
yang lebih baik, hal tersebut disebabkan sulitnya mencapai konsentrasi

10
antibiotik yang cukup ke dalam lumen yang bronkiektasis, bakteri yang
sering resisten, serta adanya biofilm yang ‘melindungi’ bakteri. Lama
pemberian terapi antibiotik sampai saat ini masih menjadi perdebatan,
namun demikian British Thoracic Society guideline for non CF
Bronchiectasis 2010 menyebutkan pada kondisi eksaserbasi antibiotik
diberikan selama 14 hari.24
Pada saat eksaserbasi, antibiotik dapat diberikan secara oral maupun
intravena sesuai dengan derajat klinis penderita. Menurut British Thoracic
Society guideline for non CF Bronchiectasis 2010, apabila tidak terdapat
data bakteriologis, maka antibiotik lini pertama yang dapat digunakan adalah
amoksisilin 500 mg tiga kali sehari atau klaritromisin 500 mg dua kali sehari
(untuk penderita alergi penisilin) selama 14 hari. Regimen dosis tinggi
(misalnya amoksisilin 1 gram tiga kali sehari, atau amoksisilin 3 gram
dua kali sehari) mungkin diperlukan pada penderita dengan bronkiektasis
berat yang telah terjadi kolonisasi kronis.24 25

Tabel 3. Organisme yang sering dihubungkan dengan Bronkiektasis Eksaserasi Akut dan
Antibiotik yang Direkomendasikan.24

11
Tabel 4. Antibiotik Intravena yang dapat digunakan untuk Terapi Eksaserbasi
Bronkiektasis.25

b. Penatalaksanaan Bedah.
Reseksi bedah pada bronkiektasis hanya dilakukan dengan pertimbangan
khusus, diantaranya pada pasien dengan kelainan terlokalisasi yang gagal
dengan terapi medis dan menderita gejala klinis yang memperburuk kualitas
hidup pasien. Konsep dasar tindakan bedah pada bronkiektasis adalah
menghilangkan area parenkim paru yang rusak yang menyebabkan penetrasi
antibiotik tidak dapat berjalan dengan baik. Jaringan paru yang rusak menjadi
area reservoir bakteri yang menyebabkan infeksi berulang. Beberapa hal yang
memengaruhi suksesnya tindakan bedah antara lain : reseksi komplit area
yang terlibat, intervensi awal untuk mencegah terjadinya perkembangan
mikroba resisten dan penyebaran ke segmen paru yang berdekatan, terapi
antibiotik preoperasi sesuai dengan kultur dan sensitivitas, terapi antibiotik
tetap dilanjutkan setelah operasi, perbaikan suplementasi nutrisi preoperasi
sesuai indikasi, antisipasi terhadap komplikasi yang mungkin terjadi.26

2.2.9 Komplikasi
Komplikasi bronkiektasis antara lain pneumonia berulang, abses paru,
empiema, batuk darah, pneumothorax, kor pulmonale, dan infeksi
intrakranial (abses serebral atau ventrikulitis). Bronkiektasis yang lama dan
luas dapat menyebabkan amyloidosis.12

12
2.2.10 Prognosis
Prognosis bronkiektasis tergantung penyebab penyakit yang mendasari.
Pada pasien kriteria berat menurut skor BSI dengan hasil nilai ≥9, tingkat
kematian satu tahun pertama 7,6-10,5% dan angka rawat inap sebesar
52,6%. Dengan penatalaksanaan yang tepat kebanyakan pasien
bronkiektasis ringan dan sedang dapat menjalani hidup normal tanpa
disabilitas yang berarti.27

2.3 Gambaran Radiologis Bronkiektasis


Foto Polos Thoraks
Pada foto toraks bronkiektasis dapat terlihat dengan adanya gambaran
tram track, densitas garis paralel, densitas berbentuk ring, dan gambaran
struktur tubuler ; gambaran-gambaran tersebut mencerminkan dinding
bronkial yang mengalami penebalan dan dilatasi abnormal. Semakin difus
gambaran bronkiektasis akan tampak gambaran hiperinflasi dan oligemia
sejalan dengan obstruksi saluran napas kecil yang berat. Foto toraks berperan
dalam kecurigaan awal bronkiektasis, follow up dalam penatalaksanaan
bronkiektasis, dan penanganan pada saat eksaserbasi.28,29
• Ring shadow
Gambaran ring shadow dapat samar-samar berukuran 5 mm sampai 1 cm
dengan bentukan cysts yang jelas. dengan jumlah satu atau lebih
bayangan cincin sehingga membentuk gambaran ‘honeycomb
appearance’ atau ‘bounches of grapes’. Bayangan cincin tersebut
menunjukkan kelainan yang terjadi pada bronkus.29

13
Gambar 4. Tampak Ring shadow pada bagian bawah paru yang menandakan adanya dilatasi
bronkus.29

Gambar 5. Tampak Ring shadow yang menandakan adanya dilatasi bronkus (tanda panah).29

14
Gambar 6. Tampak dilatasi bronkus (tanda panah).29

• Tramline shadow

Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru. Bayangan ini terlihat terdiri atas
dua garis paralel yang putih dan tebal yang dipisahkan oleh daerah berwarna hitam.
Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan pada daerah parahilus. Tramline
shadow yang sebenarnya terlihat lebih tebal dan bukan pada daerah parahilus.

Gambar 7. Tramline shadow terlihat diantara bayangan jantung.29


15
Gambar 5. Bronkiektasis Silindris dengan Gambaran Tram Track line.22

CT Scan Thoraks
Pemeriksaan CT-scan toraks juga berguna untuk diagnosis dan mengelola
komplikasi. Diagnosis banding bronkiektasis secara luas dapat diketahui
dengan mempertimbangkan lokasi anatomis dan distribusi patologi
berdasarkan pemeriksaan HRCT. Pedoman terkini dari BTS (British
Thoracic Society) merekomendasikan HRCT sebagai standar pemeriksaan
untuk diagnosis dan saat eksaserbasi, namun tidak untuk pemeriksaan follow
up rutin.22
High Resolution Chest Computed Tomography (HRCT) adalah
pemeriksaan standar untuk menegakkan diagnosis bronkiektasis. HRCT
memberikan informasi morfologi paru yang lebih jelas ; bronkiektasis
ditandai dengan bronkus yang tidak meruncing ke arah perifer, bronkus
terlihat pada jarak 1-2 cm dari perifer paru, dan peningkatan rasio
bronkoarterial (diameter internal bronkus lebih besar daripada pembuluh
darah yang menyertainya) yang disebut signet ring sign. Berdasarkan
gambaran HRCT, bronkiektasis dapat diklasifikasikan menjadi bentuk
silindrik, varikose, dan sakuler atau kistik.12 28
Dilatasi bronkus, yang merupakan tanda kardinal bronkiektasis, pada

16
HRCT dapat diidentifikasi dengan adanya rasio bronkoarterial > 1 (BAR >
1), kurangnya bronchial tapering, dan terlihatnya saluran napas sampai
dengan 1 cm dari permukaan pleura atau berdekatan dengan permukaan pleura
mediastinal. Rasio bronkoarterial adalah perbandingan antara diameter
bronkial dengan diameter arteri yang berdampingan, rasio > 1 adalah
abnormal dan dikenal dengan istilah signet ring sign.22
Kurangnya bronchial tapering atau tram like appearance adalah gambaran
bronkiektasis yang sering dijumpai pada lapangan tengah paru. Terlihatnya
saluran napas perifer juga merupakan tanda langsung adanya bronkiektasis
pada penderita. Teknik HRCT terkini dapat memberikan visualisasi saluran
napas sampai dengan diameter 2 mm dan ketebalan dinding saluran napas
hingga 0,2 mm. Tanda-tanda lain yang ditemukan pada bronkiektasi termasuk
penebalan dinding bronkial, impaksi mukoid, dan air trapping. Minor volume
loss dapat terlihat pada fase awal bronkiektasis, sedang area kolaps yang lebih
besar sebagai akibat dari mucous plugging pada penyakit yang lebih lanjut.
Bercak konsolidasi kadang ditemukan pada infeksi sekunder. Penebalan
dinding bronkus dapat disebabkan oleh inflamasi saluran napas, hipertrofi
otot polos, dan proliferasi fibroblastik. Penebalan bronkus minor juga dapat
ditemui pada individu normal, asma, perokok, dan infeksi saluran napas
bawah.22

Gambar 8. Gambaran HRCT Bronkiektasi Menunjukkan Signet ring Sign (Garis Panah
Pendek) dan Terlihatnya Saluran Napas Perifer Pada Jarak 1 cm dari Permukaan Pleura
(Garis Panah Panjang).22

17
Gambar 9. Gambaran Non Tapering Bronchi Pada Bronkiektasis . 2 2

Gambar 10. Bronkiektasis dengan Penebalan Dinding Bronkus (Tanda Bintang)


dan Mucous Plugging (Tanda Panah)di Lobus Medius Paru Kanan.22

Gambar 11. Gambaran HRCT bronkiektasis: (a) Bronkus normal, (b) bronkiektasis silindris (tanda
panah), (c) Bronkiektasis varikose dengan gambaran string of pearls (tanda panah(, (d)
Bronkiektasis kistik (tanda panah).22
18
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI sedang dikembangkan untuk memberikan informasi perubahan
struktural dan fungsi paru penyakit bronkiektasis. MRI memiliki hasil yang
baik dalam pencitraan pada bronkiektasis, terutama dalam kondisi seperti
fibro kistik, yang pada pasien usia muda mungkin memerlukan pencitraan
serial untuk pemantauan penyakit dan penilaian respon terhadap
pengobatan.27
Keunggulan MRI adalah sedikitnya radiasi yang mungkin penting
pada pasien yang membutuhkan pemeriksaan berulang kekurangannya
adalah tingginya biaya dan ketersediaan alat yang masih terbatas.22

Gambar Perbandingan MRI dengan CT-Scan pada bronkiektasis.27

Gambar (a) MRI tanpa kontras (b) setelah pemberian kontras pada bronkiekrasis, Setelah
pemberian kontras meggambarkan penebalan dinding bronkial (tanda panah) dengan adanya cairan
pada intrabronkial (air fluid-level).27

19
BAB III

KESIMPULAN

Bronkiektasis saat ini adalah suatu penyakit peradangan saluran napas kronik
dengan karakteristik dan gejala klinis batuk kronik, peningkatan produksi sputum dan
infeksi bronkus, serta gambaran radiologi abnormal dengan pelebaran atau dilatasi
bronkus yang permanen. Penyebab pasti bronkiektasis sulit ditentukan dengan
pemeriksaan klinis yang menyeluruh, pemeriksaan laboratorium dan patologik, 50-80%
kasus bronkiektasis masih idiopatik. Pada anak-anak penyebab tersering bronkiektasis
adalah fibrosis kistik, namun prevalensi bronkiektasis non fibrosis kistik pada anak-anak
terus meningkat terutama di negara berkembang. Bronkiektasis harus dicurigai pada
setiap pasien dengan batuk kronis dengan produksi sputum atau infeksi saluran napas
berulang. Hemoptisis, nyeri dada, penurunan berat badan, bronkospasme, sesak napas
dan penurunan kemampuan fisik juga didapatkan pada pasien bronkiektasis. Gambaran
radiologis yang dapat ditemukan pada bronkiektasis adalah gambaran tram-track
opacities, parallel linear densities, ring shadows, dan struktur tubuler. Prognosis pasien
bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya serta luasnya penyakit waktu pasien
berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat (konservatif atau pembedahan)
dapat memperbaiki prognosis penyakit.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. O’Regan AW, Berman JS. Baum’s Textbook of Pulmonary Disease 7 th Edition.


James. D.
2. Crapo (ed), Lippincott Williams & Walkins, Philadelphia; 2004. p. 255- 274.
3. Benditt, JO. Lung and Airway Disorder: Bronchiectasis. 2008.
4. Emmons, EE. Bronchiectasis [internet]. 2007 [diakses pada 26 September 2021].
Tersedia pada : www.emedicine.com.
5. Barker, AF. The New English Journal of Medicine : Bronchiectasis. 2002; 346: 1383-
1393.
6. Anonim. 2017. Bronkiektasis. Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga.
7. Pino, P, dkk. 2013. Pengaruh Lama Waktu Kematian Terhadap Kemampuan
Pergerakan Silia Bronkus Hewan Coba Post Mortem yang Diperiksa Pada Suhu
Kamar dan Suhu Dingin. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
8. Chalmers JD. Bronchiectasis and COPD overlap: A case of mistaken identity.
American College of Chest Physician [Internet]. 2017. Available from http://dx.doi.
org/10.1016/j.chest.2016.12.027.
9. Eva P, Pieter CG, Melissa JM, Stefano A, Sara EM, Michael RL. European
Respiratory Society Guidelines for the Management of Adult Bronchiectasis. Eur
Respir J. 2017;50:1700629.
10. James DC, Stefano A, Fransesco B. Management of Bronchiectasis in Adults. Eur
Respir J. 2015;45:1446-62.
11. King PT. The Pathophysiology of Bronchiectasis. Internat J COPD. 2009;4:411-9.
12. Fatmawati F, Rasmin M. Bronkiektasis dengan Sepsis dan Gagal Napas. J Respir
Indon. 2017;37(2):165-76.
13. Bravein A, Diego JM, Miguel A, Martinez G. Update in Bronchiectasis 2014. Am J
Respir Crit Care Med. 2015;192(10):1155-61.
14. Rahmatullah P. Bronkiektasis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing; 2009 .p. 2297-304.

21
15. James DC, Stefano A, Fransesco B. Management of Bronchiectasis in Adults. Eur
Respir J. 2015;45:1446-62.
16. Allsagaf, Hood&Abdul Mukti. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Airlangga University Press.
17. Bilton D, Jones AL. European Respiratory Monograph: Bronchiectasis. European
Respiratory Society. 2011;52:1–10.
18. Iseman D, Chan ED.Bronchiectasisin : Murray and Nadels’s Textbook of Respiratory
Medicine5th ed.2011;48: 853–876.
19. Lambrecht BN, Neyt K, GeurzvanKessel CH. Pulmonary Defence Mechanisms and
Inflammatory Pathways in Bronchiectasis. European Respiratory Monograph:
Bronchiectasis2011;2:11–19.
20. Elborn JS, Drain M. Assesment and Investigation of Adult with Bronchiectasis. Eur Respir
Mon 2011; 2: 52–3.
21. O’Donnell AE. Bronchiectasis. Chest 2008;134(4):815-23.
22. Perera PL, Screaton NJ. Radiological Features of Bronchiectasis. Eur Respir Mon.
2011;52:44-67.
23. Rademacher J, Welte T. Bronchiectasis-Diagnosis and Treatment. Deutsches
Ärzteblatt International | Dtsch Arztebl Int 2011; 108(48): 809–15.
24. Pasteur M C, Bilton D, Hill A T. British Thoracic Society Guideline for Non-
CFbronchiectasis. 2010.
25. Haworth CS. Antibiotic Treatment in Adults with Bronchiectasis. European
Respiratory Monograph: Bronchiectasis2011;2:211–222.
26. MauchleyDC, Mithell. Surgery for Bronchiectasis. European Respiratory
Monograph: Bronchiectasis2011;2:248–257.
27. Organtzis I, Papakosta D, Foyka E, Lampaki S, Lagoudi K, Moumtzi D, et al.
Bronchiectasis diagnosis and treatment. J Thorac Disc. 2015;7(S1):75-109.
28. Luce C, Alexander AB, Ronald LE. Bronchiectasis. AJR. 2009;193:158-71.
29. Eng P, Cheah FK. Interpreting Chest X-rays. Cambridge Univesrsity Press. New
York. 2005. hal 67-68.

22

Anda mungkin juga menyukai