Anda di halaman 1dari 9

Sasaran dan Pusat Perhatian Ilmu Politik

Dalam dunia keilmuan telah diterima bahwa suatu ilmu selalu membahas suatu
sasaran tertentu. Sasaran itu bisa berupa benda mati di alam semesta ini
seperti batu, atau berupa suatu gejala dalam masyarakat. Ilmu adalah
keseluruhan pengetahuan teratur tentang suatu pokok soal tertentu ( the sume
of co- ordinated knowledge relative a determined subject).

Sasaran ilmu politik dapat dibedakan menjadi 6 macam yaitu:

1. Negara

2. Pemerintahan

3. Kekuasaan

4. Fakta politik

5. Organisasi masyarakat

6. Kegiatan politik

Kelompok pendapat yang pertama memandang Negara sebagai sasaran ilmu


politik pendapat ini berasal dari Eropa dan sebagian besar penulis-penulis diatas
yang menganut pendapat ini adalah sarjana-sarjana Eropa (Jerman, Belanda,
Belgia). Pendapat bahwa sasaran ilmu politik adalah Negara mengandung
banyak kelemahan. Pendapat bahwa sasaran ilmu politik adalah pemerintahan
telah berkembang luas di Amerika. Batasan Flechtheim menyebutkan Negara
sebagai organisasi kekuasaan. Ilmu politik mempelajari watak dan tujuan
organisasi kekuasaan ini dan juga gejal-gejala kekuasaan lainnya yang
berhubungan dengan Negara. Dengan ini berakhirlah sasaran ilmu politik dari
Negara menjadi kekuasaan. Pendapat ini yang makin lama makin mendapat
banyak penganut di Amerika juga dikalangan sarjana Indonesia. Tokoh pendapat
ini yang terkenal adalah Harold D. Lasswell.

Perumusan Lasswell dianggap oleh seorang penulis mungkin sebagai batasan


ilmu politik paling tajam yang tidak bersifat yuridis maupun normatif. Kesulitan
dari kelompok pendapat yang ketiga ini adalah bahwa kekuasaan tidak dapat
dirumuskan secara cermat dan tepat seperti halnya “kekuatan” atau “tenaga”.

Kelompok pendapat yang keempat menganggap ilmu politik bersasaran


political facts or phenomena. Pendapat ini antara lain dikemukakan oleh
Charles Eisenma. Untuk membedakan dengan fakta-fakta lainnya, eisenmen
menyatakan bahwa fakta-fakta politik sedikit banyak berhubungan langsung
dengan kekuasaan atau wewenang dalam masyarakat manusia, terutama
mengenai segi pengorganisasian dan penggunaannya. Dalam dunia keilmuan
telah diterima bahwa sesuatu ilmu selalu membahas suatu sasaran tertentu.
Sasaran itu bisa
berupa benda mati dalam alam semesta ini misalnya batu atau berupa sesuatu
gejala dalam masyarakat. Ilmu politik harus memiliki sasaran tertentu pula,
seperti sebagai berikut.

1. Negara (state)

Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai


kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. Menurut Roger F.
Soltau, “Ilmu Politik adalah mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan
lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan itu, hubungan antara negara
dan warga negaranya serta dengan negara-negara lain.”

2. Kekuasaan (power)

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk


mempengaruhi tingkah laku orang atau sekelompok lain sesuai dengan
keinginan dari pelaku. Harold D. Lasswell dan A. Kaplan, “Ilmu politik adalah
mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan.”

3. Pengambilan keputusan (dicision making)

Pengambilan keputusan adalah membuat pilihan diantara beberapa alternative


sedangkan istilah pngambilan keputusan menunjukkan pada proses yang terjadi
sampai keputusan itu tercapai.

4. Kebijaksanaan (policy)

Kebijaksanaan adalah kumpulan keputusan yang diambil oleh seseorang pelaku


atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk
mencapai tujuan-tujuan itu. Menurut Haoogerwerf, kebijaksanaan umum adalah
membangun masyarakat secara terarah melalui pemakaian kekuasaan.

5. Pembagian (distribution) atau Alokasi (allocation)

Pembagian adalah pembangian atau penjatahan dari nilai-nilai dalam


masyarakat.

Berdasarkan definisi beberapa para ahli di atas, secara umum Ilmu politik
memiliki kajian yang lebih luas. Dimulai bagaimana kelompok mengorganisir diri
dan membentuk sebuah negara, bagaimana masyarakat mendapatkan
kekuasaan, merumuskan kebijakan politik, hubungan antara lembaga-lembaga
kekuasaan. Jadi ilmu politik adalah yang mempelajari Negara (mulai dari proses
pembentukannya), hubungan lembaga-lembaga negara dalam menjalankan
kekuasaanya serta bagaimana suatu kebijakan publik diputuskan”.

Dalam ilmu pengetahuan pusat perhatiannya terdapat pada objek formal yang
menentukan macam ilmu tersebut yang jika mempunyai objek material yang
sama.memperhatikan berbagai kemungkinan sasaran dan pusat perhatian ilmu
politik yang dikemukakan oleh para ahli maka dapatlah dirumuskan bahwa Ilmu
Politik adalah sekelompok pengetahuan yang teratur yang membahas gejala-
gejala dalam kehidupan masyarakat dengan memusatkan perhatian pada
perjuangan manusia mencari atau mempertahankan kekuasaan guna mencapai
apa yang diinginkannya. Dengan demikian, maka objek formal ilmu politik adalah
kekuasaan. Ilmu politik mempelajari hal ihwal yang berkaitan dengan kekuasaan
dalam masyarakat, yakni sifat, hakiki, dasar, proses-proses, ruang lingkup dan
hasil-hasil kekuasaan.

Metode dan Teknik dalam Politik antara lain :

1. Metode dan Teknik Menjernihkan substansi Memisahkan khayalan dan


kenyataan Menurut Stuart A. Rice dalam Method in Social Sciences, a Case
Book (1931) metode yang berlaku pada Ilmu Politik adalah sama seperti
yang berlaku pada umumnya dalam Ilmu Sosial. Obyeknya adalah
manusia yang terus berkembang dan sangat dinamis, bertolak belakang
dengan Ilmu Alam yang serba pasti.

2. Metode dan Teknik DESKRIPSI INDUKSI UMUM KHUSUS Teknik TEORI


Metode UMUM ANALISA KHUSUS DEDUKSI EVALUASI Ilmu

3. Metode (rational tools) 1. Suyanto Bagong & Sutinah, Metodologi


Penelitian Sosial: Beberapa Alternatif Pendekatan. Jakarta, Prenada Media,
2005: hal 205-217. 2. Narbuko, Cholid & Abu Achmadi, Metodologi
Penelitian. Jakarta, Bumi Aksara, 2005: ha; 41-57. o Sejarah
merekonstruksi masa lalu secara sistematis dan obyektif untuk
menegakkan fakta dan memperoleh simpulan. Contoh : Pilkades dan
relevansinya bagi demokrasi modern. o Deskripsi menggambarkan,
menyajikan, menganalisis dan menginterpretasikan data guna
menghubungkan atau membandingkan realitas atau menyelesaikan
masalah. Contoh : Politik hijau (Green politics di Kota Semarang). o Studi
Kasus/studi lapangan mempelajari secara intensif latar belakang keadaan
kini serta interaksi lingkungan suatu unit sosial, individu, kelompok,
lembaga atau masyarakat. Contoh : Religion of Java di Mojokutho.

4. Metode (rational tools) 1. Suyanto Bagong & Sutinah, Metodologi


Penelitian Sosial: Beberapa Alternatif Pendekatan. Jakarta, Prenada Media,
2005: hal 205-217. 2. Narbuko, Cholid & Abu Achmadi, Metodologi
Penelitian. Jakarta, Bumi Aksara, 2005: ha; 41-57. o Perbandingan
memperbandingkan 2 obyek/konsep atau lebih untuk menambah atau
memperdalam pengetahuan, hal yang diperbandingkan memiliki
persamaan maupun perbedaan. Contoh : Perbandingan pemerintahan
lokal. o Yuridis/legalistis menitikberatkan kepada aspek hukum (dasar,
landasan, aturan), ilmu politik = ilmu negara Contoh : kajian konstitusi,
peraturan pemerintah.

5. Teknik Questionnare teknik memperoleh data melalui sejumlah pertanyaan


yang disusun dan dikirim kepada orang-orang tertentu, apabila jumlah
orangnya cukup besar maka digunakan sampling yang dianggap mewakili
Terdiri dari pertanyaan tertutup : YA atau TIDAK, SETUJU atau TIDAK
SETUJU, pilihan (PUAS, BIASA, TIDAK PUAS). Atau pertanyaan terbuka
: tidak ada PILIHAN JAWABAN, menanyakan pendapat, ide, tanggapan, dlsb.
Dapat dilakukan dengan tatap muka, telepon atau surat, sampai dengan
saat ini tatap muka adalah teknik yang paling baik. Biasa dilakukan untuk
penelitian maupun polling/jajak pendapat.

6. Teknik Interview teknik memperoleh data dengan cara tanya jawab 2


orang atau lebih, secara lisan maupun tulisan. Terdiri dari standar dan
nonstandar. Peneliti harus memiliki pengetahuan dasar sebelum
melakukan interview dengan cara mengumpulkan bahan-bahan
(dokumen sebelum melakukan interview). Hal ini akan MENGHEMAT
WAKTU INTERVIEW, MEMBERI KELELUASAAN PILIHAN PERTANYAAN,
MEMBANTU INTERPRETASI DAN PEMAHAMAN, MENJADIKAN LEBIH
FOKUS & SERIUS PADA TOPIK TERTENTU, dan MENJADI PEDOMAN DAN
MENAMBAH PERCAYA DIRI. Adanya kesepakatan tentang materi off the
record, menghargai privacy narasumber.

7. Teknik Opinionnaire melemparkan opini kepada khalayak untuk


ditanggapi. Menggunakan saluran-saluran media publik, seperti surat
kabar, majalah dan atau media cetak lain. Opini merupakan pendapat
pribadi yang terstruktur dan sistematis bersifat penilaian atau simpulan
akhir tentang suatu hal atau masalah, tidak selalu berdasar fakta atau
pengetahuan.

8. Teknik Participant-observer menyelidiki langsung dengan terlibat di


dalamnya. Observasi sangat umum dilakukan oleh ahli antropologi,
sosiologi dan psikologi dengan varian sbb.: 1. Pengamatan langsung
(perilaku aktual, verbal maupu nonverbal) dan tidak langsung (hasil dari
perilaku fisik yang telah diobservasi). 2. Participant (terlibat dalam
group/kelompok sasaran namun tidak sepenuhnya) atau nonparticipant
(tidak terlibat) 3. Terbuka (narasumber menyadari adanya peneliti) atau
tertutup (narasumber tidak menyadari adanya peneliti/investigasi) 4.
Terstruktur (catatan sistematis) atau tidak terstruktur (semua dianggap
penting sampai pada saat analisis data).

9. Teknik Case study berfokus pada satu atau beberapa masalah yang
diselidiki secara terus-menerus, detail dan menggunakan berbagai teknik
pengumpulan data (interview, analisis dokumen dan observasi).
Digunakan untuk menjawab pertanyaan BAGAIMANA dan MENGAPA,
sehingga menghasilkan penjelasan yang komprehensif atas sebuah
fenomena.

10. Teknik Analisis Dokumen Penggunaan sumber-sumber data tertulis, seperti


dokumen, laporan, statistik, manuskrip (catatan tertulis) dan material lain
(tertulis, pidato maupun visual). 1. Episodic record, kasual, personal dan
tiba-tiba, seperti diary/ catatan harian, biografi dan manuskrip. 2. Running
record, dibuat oleh organisasi, disimpan secara sistematis dan mudah
diakses, terdokumentasi untuk jangka waktu yang sangat lama.

Jenis-Jenis Pendekatan dalam Ilmu Poltik

Pendekatan dalam ilmu politik merupakan suatu cara atau sudut pandang yang
digunakan oleh para ilmuwan politik dalam menelaah politik itu sendiri.
Pendekatan-pendekatan yang digunakan akan menimbulkan berbagai implikasi
terhadap metode-metode yang digunakan pengkajian ilmu politik sendiri. Tak
jarang terdapat pertentangan antara pendekatan yang satu dengan pendekatan
lainnya, hal ini disebabkan oleh karena keanekaragaman pemikiran manusia itu
sendiri. Namun demikian, ada pula pendekatan yang satu menyokong atau
melengkapi pendekatan sebelumnya.

Dari sejarah perkembangan ilmu politik telah bermunculan berbagai pendekatan


yang dipergunakan dalam kajian politik, hal dilakukan dalam rangka
menyempurnakan kedudukan ilmu politik displin ilmu yang mempunyai dasar,
kerangka, obyek serta ruang lingkup yang jelas. Pendekatan-pendekatan
tersebut adalah sebagai berikut:

A. Pendekatan Tradisional

Pendekatan tradisional mengutamakan analisis normatif yang bersumber pada


logika. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang pertama kali digunakan
dalam kajian politik. Hal mana apabila kita analisa metode dan teknik
penelaahan politik yang dilakukan oleh Plato sebenarnya merupakan
penggunaan pendekatan ini. Karena pendekatan ini merupakan pendekatan
yang pertama kali muncul dalam kajian ilmu politik, oleh karena itu pendekatan
ini dinamakan pendekatan tradisionil.

Esensi dari pendekatan ini adalah meletakkan nilai-nilai asasi manusia dalam
konteks kajian politik melalui hasil renungan, bukan didasari oleh kenyataan-
kenyataan yang ada. Beberapa pelopor pendekatan ini seperti Eric Voegelin, Leo
Strauss, John Hallowell berpendapat bahwa politik tidak dapat terlepas dari nilai
dan pandangan hidup, seperti negara yang adil, sistem politik yang paling baik,
masyarakat yang dituju, dan sebagainya.

Ciri-ciri dari pendekatan tradisonil adalah sebagai berikut :


1. pendekatan didasarkan atas aspek nilai,

2. bersifat filosofis, menerangkan apa yang baik/buruk atau nilai-nilai


esensial,

3. bersifat ilmu terapan, yakni langsung dapat dipergunakan oleh aktor-aktor


politik, seperti negara yang dianggap baik apabila memiliki raja yang
jujur, adil, dan sebagainya. Hal ini tentu dapat diperaktekan langsung
dalam kehidupan kenegaraan,

4. bersifat historis-yuridis, ini berarti lebih mementingkan pada nilai-nilai


sejarah dan dokumen-dokumen yang memiliki kekuatan hukum,
sedangkan yang terakhir adalah bersifat kualitatif, Ini berarti tidak
didasarkan oleh fakta-fakta dalam bentuk angka-angka tertentu:

B. Pendekatan Behavioral

Pendekatan ini timbul sesudah Perang Dunia II terutama sekitar tahun lima
puluhan, merupakan gerakkan yang berusaha memperbaharuhi pendekatan
sebelumnya (pendekatan tradisonal) yang dianggap tidak mampu
mengungkapkan berbagai fenomena-fenomena politik secara obyektif.
Pendekatan ini lebih menitikberatkan kenyataan dan fakta sebagai obyek
yang perlu dipelajari. Esensi dari kaum Behavior adalah keyakinan bahwa
ilmu politik harus bergerak menuju sebuah disiplin ilmu pengetahuan yang
ilmiah. Kaum Behavior menjadikan tindakan dan perilaku individu atau
kelompok sebagai obyek penelitiannya.

Aliran behavior, a.l. David Hume, berpendapat bahwa fakta dan nilai adalah
dua hal yang berbeda. Ia berpendapat bahwa tidak saja fakta dan nilai harus
terpisah, tetapi bahwa nilai juga tidak mempunyai tempat dalam analisis
politik. Menurut pengamatan kaum Behavior, penelitian politik harus dapat
menciptakan teori yang dapat menjelaskan perilaku manusia yang diamati
dan bukan semata-mata produk logis pikiran seseorang.

Pendekatan Behavioral telah memberikan sumbangan yang teramat besar


bagi eksistensi ilmu politik sebagai displin ilmu pengetahuan yang berdiri
sendiri. Sumbangan dari pendekatan ini antara lain:memberikan kesempatan
untuk mempelajari kegiatan dan susunan politik diberbagai negara yang
berbeda sejarah perkembangannya, latar belakang kebudayaan dan ideologi
dengan mempelajari mekanisme dalam menjalankan fungsi-fungsi tertentu.
Pendekatan ini telah membantu bagi perkembangan studi perbandingan
politik. Konsep-konsep pokok kaum Behavior menurut David Easton, dikutip
A.Hoogerwerf dalam buku Politikologi, adalah sebagai berikut:

1. Keteraturan. Ini berarti bahwa kelakuan politik menunjukkan


keteraturan yang nyata, yang dapat dirumuskan dalam gegeralisasi atau
teori-teori dengan suatu nilai dan meramalkan.
2. Verifikasi. Pengertian ini mengandung makna berlakunya generalisasi
pada prinsipnya harus dapat diuji dengan menunjukkan kepada kelakuan.

3. Teknik. Hal ini berarti bahwa untuk mengumpulkan dan menginterprestasi


keterangan-keterangan diperlukan teknik-teknik penelitian yang cermat.

4. Kwantitatif. Untuk kecermatan penelitian maka dibutuhkan pengukuran


dan penentuan kwantitas.

5. Nilai. Penilaian etis dan empiris adalah dua hal yang berbeda. Seorang ahli
politik harus memilih salah satunya, asalkan keduanya tidak
dicampurbaurkan.

6. Sistematis. Penelitian harus sistematis dan oleh karena itu berhubungan


erat dengan pembentukan teori.

7. Ilmu Murni. Penerapan pengetahuan adalah bagian dari ilmu pengetahuan

8. Integrasi.Penelitian ilmu politik harus terbuka bagi hasil-hasil dari ilmu


pengetahuan sosial lainnya.

C. Pendekatan Relativisme Nilai Ilmiah

Sekarang anda diperkenalkan dengan pendekatan ilmu politik yang ketiga, yaitu
pendekatan relativisme nilai ilmiah. Pendekatan ini merupakan suatu usaha
untuk mengatasi pertentangan antara kaum Tradisonal dan kaum Behavioral.
Menurut Arnold Brecht (1958) dalam Political Theory berpendapat bahwa
penting menempatkan kembali tujuan-tujuan dan nilai-nilai sebagaimana pada
masa yang lampau dalam pusat teori politik akan tetapi lain dari pada abad-
abad terdahulu, pembahasannya harus dilakukan dengan sarana-sarana ilmiah.
Inti ajaran Brecht secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Sesuatu dianggap ilmiah apabila mempunyai tujuan yang bermanfaat,


kebermanfaatan tersebut merujuk pada nilai-nilai yang dimiliki untuk
memperoleh tujuan tersebut.

2. Sesuatu dianggap ilmiah apabila hal tersebut dianggap berharga,


keberhagaan itu didasarkan oleh suatu pendapat atau pandangan dari
seseorang atau sekelompok orang.

3. Dalam perkembangannya, pendekatan ini tidak lebih terkenal dari pada


pendekatan-pendekatan lainnya, hal mana disebabkan oleh terbatasanya
dukungan para sarjana politik terhadap pendekatan ini. Namun demikian
menurut penulis, pendekatan ini dapat dijadikan sebagai pelopor atau
malahan dapat dikatakan sebagai peletak dasar bagi pendekatan
postbehavioral.
D. Pendekatan Postbehavioral

Terakhir anda akan diperkenalkan dengan pendekatan yang mencoba


merekatkan ketiga teori di atas, yaitu dengan pendekatan postbehavioral.
Setelah lahirnya pendekatan relativisme nilai ilmiah, menjelang akhir tahun
enam puluhan timbul suatu pendekatan baru yang juga menjembatani
perbedaan pendapat antara kaum Tradisional dan kaum Behavioral, yaitu
pendekatan postbehavioral.

Aliran postbehavioral pada intinya berpendapat bahwa penelitian ilmiah oleh


kaum Behavioral telah menghasilkan penelitian yang berharga, tetapi hasil
penelitiannya dapat menimbulkan dampak negatif karena selain
mengesampingkan nilai juga hasil hanya memusatkan perhatian pada topik
yang berulang. Sebagai contoh, seorang sarjana politik yang yang meneliti
teknik dan cara pelaksanaan kekuasaan yang efektif tentu akan mendapatkan
hasil yang berharga bagi para pelaksana politik, namun bilamana penelitian ini
mengesampingkan nilai-nilai yang berlaku akan berdampak negatif terhadap
masyarakat, sehingga bukan tidak mungkin akan melahirkan suatu cara
pelaksanaan kekuasaan yang sewenang-wenang.

Tujuh sifat karakter postbehavioralisme dan menggambarkannya sebagai “the


credo relevan” atau “ suatu penyulingan bayangan maksimal” (ditilation of
maksimal maksimal image ),yaitu sebagai berikut :
Dalam penelitian politik, substansi atau isi pokok harus mendahului teknik-teknik
.

1. Ilmu politik masa kini seharusnya memberikan penekanan utamanya


kepada perubahan sosial dan bukan kepada pemeliharaanya (social
preservation) .

2. Ilmu politik selama periode behavioral, secara penuh telah melepaskan


dirinya dari realitas politik yang sifatnya masih kasar (brute realitis of
politis).

3. Kaum behavioratis telah memberikan penekanan yang begitu besar kepa


paham-paham keilmiahan serta pendekatan yang bebas nilai, sehingga
masalah “nilai” untuk tujuan-tujuan praktis tak pernah menjadi suatu
bahan pertimbangan .

4. Kaum post behavioralisme, Ingin mengingatkan parailmuanpolitik bahwa


sebagai kaum intelektual mereka mempunyai tanggung jawab untuk
melindungi peradaban nilai-nilai kemanusiaan .

5. Kaum post behavioralisme meminta adanya ilmu yang mem punyai


komitmen untuk bertindak (action science), untuk menggantikan ilmu
yang bersifat kontemplatif .

6. Politisasi dari semua profesi, dari semua asosiasi professional


Nama : Warsudiyanto

NPM : F201420146

Anda mungkin juga menyukai