Anda di halaman 1dari 99

1

I. BEBERAPA PENGERTIAN FILSAFAT

1. IDENTITAS FILSAFAT

 Philosophy or Philosophy
 Latin: philosophia (love of wisdom)
 Critical study of fundamental belief
 System of ideas
 Sum of personal conviction
 Calmness

2. WISDOM

 Quality of being wise


 Power of right judgment
 Soundest course of action

3. FILOSOF

 Thinker
 Logician
 Metaphysician
 Sage (Wise man)
 Theorist
 Wise man

4. TUJUAN FILSAFAT? (KATTSOFF, 1992)

 “Mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak


mungkin, mengajukan kritik dan menilai
pengetahuan ini, menemukan hakekatnya, dan
menerbitkan serta mengatur semuanya itu di
dalam bentuk yang sistematis”

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
2

5. KEGIATAN FILSAFAT? (KATTSOFF, 1992)

 Perenungan atau pemikiran


 Meragukan segala sesuatu
 Bertanya mengapa?
 Mencari kejelasan, keruntutan, keadaan yang
memadai, pemahaman

6. PERBEDAAN/PERSAMAAN ILMU DAN FILSAFAT


MENURUT POEJAWIJATNA (1986)

 Berbeda dalam Objek Forma:


 Ilmu membatasi diri pada PENGALAMAN
 Filsafat tidak, melainkan MENGGALI SEDALAM-
DALAMNYA
 Sama dalam Objek Materi, yaitu ADA dan
MUNGKIN ADA

7. PENGALAMAN (SYAMSUNI ARMAN)

 Semua yang tertangkap oleh indera kita


 Bersifat Random
 Pengalaman merupakan bahan bagi Ilmu
 Ilmu membuat sistematisasi pengalaman

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
3

8. BAGAIMANA HUBUNGAN ILMU DAN FILSAFAT


(SYAMSUNI ARMAN)

 Filsafat mulai berkembang pada zaman Yunani


Kuno
 Filsafat pionir Ilmu
 Isaac Newton (1642) menulis Philosophiae
Naturalis Principia Mathematica (1686) yg memuat
hukum-hukum fisika (Newton Apple). Mis. Benda
jatuh karena daya tarik bumi, kecepatannya
berbanding lurus dengan massanya, dan
berbanding terbalik dengan jaraknya.
 Adam Smith sbg Professor of Moral Philosophy di
Universitas Glasgow menulis “The Wealth of
Nations.”
 Fisika mula-mula disebut Natural Philosophy.

9. PENDAPAT WILL DURANT MENGENAI FILSAFAT


(Simon and Shuster, 1933 “The Story of Philosophy”)

 Filsafat menemukan tempat berpijak bagi ilmu


 Filsafat ibarat marinir yang merebut pantai dan
ilmu ibarat pasukan infantri yang membelah
gunung dan merambah hutan untuk
menyempurnakan kemenangan itu
 Filsafat adalah pionir

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
4

10. TAHAP PERKEMBANGAN FILSAFAT

 Filsafat sebagai pionir


 Filsafat menjadi sektoral (tidak lagi menyeluruh)
 Applied Ethic adalah Ekonomi, bersifat
normatif/deduktif
 Berdasarkan asas-asas moral yang filsafati
 Ilmu menjadi Otonom (logico-hypothetico-
verificatio)
 Filsafat memanfaatkan ilmu (sekarang)

11. PERSAMAAN FISAFAT DAN AGAMA

 Filsafat dan Agama mempunyai OBJEK


MATERI yang sama: ADA DAN MUNGKIN ADA
 Filsafat mencintai kebijaksanaan (filo sophia),
agama mencintai Yang Maha Bijaksana (salah satu
dari Asma’ul Husna adalah Alhakimu)
 Filsafat dan Agama mempunyai OBJEK FORMA
yang berbeda:
 Agama berdasarkan kepercayaan, nalar
membantu.
 Fisafat berdasarkan nalar belaka

12. PENDAPAT BERTRAND RUSSELL TENTANG


LETAK FILSAFAT

 Filsafat adalah sesuatu yang terletak di antara


Agama dan Ilmu Pengetahuan, antara ilmu-ilmu
eksakta dan dogma-dogma
 Filsafat adalah “no man’s land”

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
5

13. PENDAPAT BACON DAN SANTAYANA TENTANG


FILSAFAT

 Pengetahuan yang kurang tentang Filsafat


membawa manusia kepada Atheisme
 Pengetahuan yang mendalam tentang Filsafat
membawa manusia kepada Agama

14. PENDAPAT EINSTEIN TENTANG FILSAFAT

Makin dalam ia menyelidiki Alam Semesta serta


hukum-hukumnya, makin besar kekagumannya dan
cintanya kepada Tuhan.

15. DEFINISI FILSAFAT (POEDJAWIJATNA)


 “Filsafat ialah ilmu yang berusaha mencari sebab
yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu
berdasarkan fikiran belaka.”
 Ilmu menuntut kebenaran, bermetode, dan
bersistem.

16. NAMA LAIN DARI FILSAFAT

 Metafisika (BEYON PHYSICS)


 Muncul pada Abad Pertengahan
 Berfikir di luar fisik, di luar pangalaman

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
6

17. FUNGSI FILSAFAT (G.E.Moore (1873)

 “to give general description of the whole


universe.”
 Bermacam-macam jalan berfilsafat:
 Common sense;
 Additional knowledge;
 Kemungkinan adanya hal-hal dalam alam
semesta;
 Kemungkinan tidak adanya hal-hal dalam alam
semesta.

18. KECENDERUNGAN FILSAFAT DALAM ABAD 20?

 Henri Bergson: “to act, to know that we are


acting, to come into touch with reality”
 Alfred N. Whitehead: Berfilsafat adalah perbedaan
antara manusia dengan benda mati dan binatang.
Manusia sadar akan hidup, artinya: a) ia
mengetahui tujuan hidupnya, b) ia mengenal
(=sadar) fungsi segala unsur dalam alam
semesta.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
7

19. CIRI-CIRI FIKIRAN KEFILSAFATAN (KATTSOFF)

 Menyusun suatu BAGAN KONSEPSIONAL


(generalisasi atau abstaksi dari pengalaman)
 Mencari jawaban yang benar atas pertanyaan-
pertanyaan yang satu sama lain terhubung (tidak
terlepas sendiri-sendiri)
 Menyusun kerangka konsep yang KOHEREN
(RUNTUT) untuk menghindari kontradiksi-
kontradiksi.
 Menyusun kerangka konsep yang rasional
(bagian-bagiannya secara logis berhubungan,
mulai dengan definisi, lalu sejumlah aksioma,
kemudian diikuti dengan teorema)
 Pemikiran secara menyeluruh (komprehensif)
 Upaya menyusun suatu pandangan dunia
(Weltanschauung)

20. HAL-HAL YANG DILAKUKAN FILOSOF

 Analisa (Perincian istilah atau pernyataan-


pernyataan)
 Sintesa (Pengumpulan semua pengetahuan yang
dapat diperoleh untuk menyusun suatu sistem
pandangan dunia). Penyusunan sistem sering
disebut FILSAFAT SPEKULATIF (Broad, 192)

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
8

II. METODOLOGI FILSAFAT

1. PERABOT METODOLOGI FILSAFAT (KATTSOFF)

(1) Logika (metode atau teknik untuk meneliti


ketepatan penalaran)
(a) Induksi
(b) Deduksi
(2) Analogi
(3) Komparasi

 Logika adalah metode atau teknik untuk meneliti


ketepatan penalaran.
 Penalaran adalah suatu bentuk pemikiran.

3. BENTUK-BENTUK PEMIKIRAN

 Pengertian (konsep, conceptus)


 Pernyataan (statement, propositio)
 Penalaran atau logika (ratiocinium; science of
correct reasoning)

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
9

4. PENGERTIAN (KONSEP)

 Bersumber dari sejumlah fakta atau observasi


empiris.
 Berbentuk data empirik atau data psikologik
 Abstrak (hasil dari proses abstraksi)
 Diganti dgn lambang atau term
Contoh: Pada jam sekolah kita lihat anak
berseragam jalan-jalan di pasar, lalu kita jumpa
anak lain di bioskop, di video arcade, dll. Ini
adalah fakta-fakta empiris. Dari fakta-fakta ini kita
dapat membuat abstraksi dan hasilnya adalah
sebuah konsep yaitu “bolos sekolah.” Konsep ini
sifatnya abstrak, tetapi fakta-fakta yang menjadi
sumbernya adalah konkrit.

5. PERNYATAAN (STATEMENT, PROPOSITIO)

 Rangkaian term-term;
 Proposition is statement about one or more
concepts or variables (univariate, bivariate, and
multivariate).
 Proposisi empirik/dasar/basic, bersumber dari
observasi empirik mis. “cahaya lebih cepat dari
suara”.
 Proposisi mutlak (kebenaran atau kesalahannya
nampak dalam fikiran) mis. “Janda adalah wanita
yang pernah kawin”.
 Proposisi hipotetik (ada syarat yang harus
dipenuhi) mis. “untuk sembuh harus minum obat”.
 Proposisi kategorik (hubungan itu tanpa syarat)
mis. “Ikan hidup di air”.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
10

6. TIPE-TIPE PROPOSISI

(1) Generalisasi e.g. Newton’s Apple;


(2) Axiom/true by definition e.g. Euclid’s axiom:
“things equal to the same thing are equal to
each other";
(3) Postulate/assumed without proof to be true e.g.
“the higher the educational level, the more
politically liberal a person is”;
(4) Theorem/deduced from axioms or postulates
e.g. “The suicide rate of a population varies
inversely with the degree of status integration in
that population”;
(5) Hypothesis, e.g. “low education is more
susceptible to criminality“.

7. LAMBANG UNTUK BENTUK PEMIKIRAN

 Lambang untuk pengertian atau konsep adalah


“termus” atau kata;
 Lambang untuk proposisi adalah “kalimat berita”,
dan bukan “kalimat tanya” dan “kalimat perintah.”

8. LOGIKA, RATIOCINIUM, ATAU REASONING

(1) Pengamatan indera atau observasi


empirik
(2) Dalam pikiran terbentuk pengertian dan
proposisi sekaligus;
(3) Pengamatan yang sejenis menghasilkan
proposisi yang sejenis pula;
(4) Kesimpulan atau proposisi baru yang
diperoleh dari sejumlah proposisi yang
diajukan.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
11

(5) Metode berfikir yang bergerak dari bahan-


bahan menuju kepada kesimpulan

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
12

9. CONTOH PENALARAN

 Besi dipanaskan memuai (premis 1)


 Tembaga dipanaskan memuai (premis 2)
 Logam-logam lain dipanaskan memuai (premis-
premis lainnya)
 Jadi: semua logam yang dipanaskan memuai
(konklusi).
 Proposisi dasar disebut anteceden atau premis.
 Proposisi yang menjadi hasil disebut konklusi
atau konsekuensi.

10. CABANG-CABANG LOGIKA


(1) Induktif
(2) Deduktif

11. LOGIKA INDUKTIF

 Ditemukan sejumlah fakta yang sejenis;


 Konklusi lebih luas dari premis;
 Sebagian konklusi berbentuk generalisasi
(proposisi universal).

12. PENALARAN DEDUKTIF

 Dimulai dengan menyatakan proposisi universal


mis. “Semua benda yang dipanaskan akan
memuai”;
 Deduksinya:
(1) Ban mobil yang bergesek terus dengan
permukaan jalan akan menjadi panas, oleh
sebab itu akan memuai juga.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
13

(2) Semua bintang film memakai sabun lux, jadi


sebagian pemakai sabun lux adalah bintang
film.

13. SILOGISME (LOGIKA TRADISIONAL)

 Silogisme adalah bentuk formal


deduksi yang terdiri atas proposisi-proposisi
kategorik (tanpa syarat).
 Silogisme terdiri dari 3 PROPOSISI
KATEGORIK
(1) Proposisi I atau premis I
(2) Proposisi II atau premis II
(3) Proposisi III atau Kesimpulan
Contoh:
Premis I --- Semua pahlawan adalah orang-
orang berjasa
Proposisi II --- Kartini adalah pahlawan
Kesimpulan --- Kartini adalah orang berjasa

14. ANALOGI (KIAS)

 Membandingkan dua hal yang berlainan


dengan memperhatikan hal-hal yang sama.
Contoh: Pejuang yang gugur disebut sebagai
bunga bangsa.

15. KOMPARASI

 Mencari perbedaan, keunggulan, dan sifat-sifat


khusus di antara dua hal yang berlainan.
 Pertama ditentukan sejumlah kategori atau aspek
untuk diamati kondisinya.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
14

 Hasil pengamatan terhadap kategori atau aspek


dirangkum menjadi suatu perbandingan umum
kedua hal tersebut

III. PERTANYAAN-PERTANYAAN FILSAFAT


YANG MENDASAR (KATTSOFF)

(1) Yang Ada (Being)


(2) Kenyataan (Reality)
(3) Eksistensi (Existence)
(4) Esensi (Essence)
(5) Substansi (Substance)
(6) Materi (Matter)
(7) Bentuk (Form)
(8) Perubahan (Change)
(9) Sebab – Akibat (Causality)
(10) Hubungan (Relation)

2. PEMBAGIAN FILSAFAT MENURUT OBJEKNYA


(POEDJAWIJATNA)

ADA: 1. Ada Umum (Filsafat Ontologia atau


Metaphisica Generalis)
2. ADA-KHUSUS
a. Ada Mutlak (Filsafat Ada-Mutlak atau
Theodicea)
b. Ada Tidak Mutlak
(1) Alam (Filsafat Alam atau
KOSMOLOGIA)
(2) Manusia (Filsafat Manusia atau
Anthropologia)
(3) Tingkah Laku (Filsafat Tingkah
Laku atau Ethica)
(4) Budi (Filsafat Budi atau Logika)
Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu
I. Beberapa Pengertian Filsafat
15

3. YANG ADA (BEING)

 Yang ada atau ada adalah predikat universal.


 Predikat yang lain tidak universal (hanya berlaku
untuk subjek tertentu, tidak semuanya).
 Hanya X tertentu yang bisa diberikan predikat
tertentu.
 Semua subjek bisa diberikan predikat “ada.”
 Predikat “tidak ada” atau “bukan ada” tidak
mengandung “makna.”
 Predikat “tidak ada” hanya memberikan makna
“ada” kepada dirinya sendiri (“tidak ada” itu), dan
tidak kepada subjeknya (“apa yang tidak ada itu”)

4. REALITA (REALITY)

 Segala sesuatu mempunyai sifat ada;


 Tidak semua yang ada merupakan realita;
 Misalnya ada pernyataan:
Yosep bercita-cita “menjadi dokter.” Bercita-cita
itu realita tetapi “menjadi dokter” bukan realita.
 Realita adalah sesuatu yang ditangkap dengan
benar.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
16

5. EKSISTENSI (EXISTENCE)

 Mengandung pengertian ruang dan waktu


 Sesuatu yang bereksistensi berarti:
(1) ada;
(2) merupakan realita;
(3) bersifat publik (W.T.Stace).
 Bereksistensi berarti menempati ruang dan waktu.
 Eksistensi adalah subclass yang ADA dan tidak
sebaliknya.
 Tiga macam pernyataan tentang X:
(1) X ada, atau mempunyai sifat Yang ADA;
(2) X merupakan realita (ditangkap dengan benar)
(3) X bereksistensi (ada, merupakan realita, dan
menempati ruang dan waktu).

6. ESENSI (ESSENSE)

 Hakekat barang sesuatu;


 Misalnya segitiga tidak mempunyai esensi, tetapi
mempunyai realita (bukan impian atau khayalan);
 Segitiga itu mempunyai esensi yang membuatnya
bersifat khusus;
 Apakah hakekat manusia?
 Jika X bereksistensi maka ia juga beresensi, tetapi
sebaliknya tidak harus benar.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
17

7. SUBSTANSI (SUBSTANCE)

 Substansi adalah wahana sifat-sifat;


 Setiap substansi mengandung pengertian esensi;
 Tidak semua esensi mengandung pengertian
substansi;
 Substansi merupakan sesuatu yang ada dalam
dirinya sendiri. Contoh: kertas substansinya
adalah kertas. Substansi ini tidak berubah kendati
sifat-sifatnya dirubah atau diganti.
 Substansi tidak bergantung pada kualitasnya,
bahkan sebaliknya kualitas tergantung dari
substansinya.
 John Lock menunjukkan bahwa kita tidak akan
dapat mengetahui suatu substansi secara
langsung.

8. pertanyaan mendasar tentang substansi

(1) Apakah substansi itu? Materikah, seberkas hasil


tangkapan atau apa?
(2) Apakah substansi itu banyak atau satu saja?

Mengenai pertanyaan kedua tersebut terdapat


berbagai aliran dalam filsafat:
 MONISME menganggap hanya ada satu substansi;
 Pengikut DUALISME mengakui dua substansi;
 Pengikut Pluralisme mengakui banyak substansi.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
18

9. ALIRAN FILSAFAT DAN SUBSTANSI

 Aliran MATERIALISME menganut monisme;


 Aliran IDEALISME menganut monisme;
 Aliran REALISME menganut dualisne;
 Menurut Aristoteles setiap objek adalah substansi,
karena memiliki sifat-sifat (menganut pluralisme).

10. MATERI (MATTER)

 Materi adalah jenis substansi yang khusus (nama


jenis substansi dasar dari alam fisik atau objek-
objek yang dapat merangsang indera kita).
 Ciri-ciri MATERI:
(1) Bereksistensi;
(2) Menempati ruang;
(3) Lamban;
(4) Selalu bergerak;
(5) Memiliki kepadatan
(6) dll.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
19

11. BENTUK (FORM)

 Makna-makna bentuk:
(1) Struktur, bagaimana materi diolah menjadi
suatu bentuk;
(2) Materi yang sama dapat dibuat menjadi
bentuk yang berbeda. Sepotong kayu di
tangan pematung akan menjadi patung
manusia, tetapi di tangan seorang tukang
mungkin hanya menjadi sebuah kursi saja.
(3) Bentuk yang sama bisa mempunyai esensi
yang berbeda, misalnya patung dan
modelnya mungkin mempunyai bentuk yang
sama tetapi esensinya berbeda;
(4) Bentuk bisa berarti pola, mis. bentuk syair.

12. PERUBAHAN (CHANGE)

 Perubahan adalah suatu proses;


 Perubahan terjadi apabila sesuatu menjadi
sesuatu yang lain;
 Perubahan adalah peralihan dari keadaan
sekarang menjadi bukan keadaannnya, atau dari
bukan keadaannya menjadi keadaannya
sekarang.
 Perubahan adalah proses dari keadaan aktual
menjadi keadaan potensial, atau dari keadaan
potensial menjadi keadaan aktual.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
20

13. MACAM-MACAM PERUBAHAN

 Perubahan KUALITAS;
 Perubahan KUANTITAS;
 Dekadensi atau kemunduran;
 Reproduksi;
 Relasi;
 Lingkup ruang dan waktu.

14. PARMENIDES (540-475 SM) TENTANG


PENGETAHUAN
 Perubahan itu tidak ada. Jika segala sesuatu
berubah, kita tidak pernah mengetahuinya, dan
karena itu tidak mungkin ada kebenarannya.
 Pengetahuan sebenarnya bersandar pada BUDI;
 Pengetahuan yang bersandar pada indera adalah
semu;
 Realita bukanlah bergerak melainkan yang ADA;
 Aliran ini disebut FILSAFAT ADA (Ontologia).

15. HERAKLEITOS (535-475 SM)

 Ada bukan realita;


 Realita adalah “MENJADI.”
 “Panta Rhei” – semuanya mengalir;
 Realita satu-satunya adalah perubahan;
 Pengetahuan harus sesuai dengan realita;
 Pengetahuan bersandar pada kemampuan
indera;
 Pengetahuan tidak bersandar pada budi;
 Aliran ini disebut filsafat “MENJADI” (TO BE).
Pertanyaan yang mendasar: Apa dan bagaimana
bentuk perubahan?

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
21

16. SEBAB-AKIBAT (CAUSALITY)

 Sebab adalah perantara yang mengadakan


perubahan atau mencegah perubahan;
 Menurut Fisika sebuah benda yang bergerak
dalam garis lurus akan tetap bergerak sesuai
pola itu, kecuali dipengaruhi oleh kekuatan dari
luar. Ini berarti:
(1) Dimungkinkan adanya perubahan tempat
tanpa adanya sebab dari perubahan itu.
Sebab diperlukan untuk mengadakan corak
perubahan tempat yang berlainan atau
membatalkannya.
(2) Dalam hal tersebut yang merupakan sebab
adalah kekuatan dari luar.

17. MACAM-MACAM SEBAB

(1) CAUSA MATERIALIS, mis. kayu merupakan


sebab adanya meja;
(2) CAUSA FORMALIS, mis. pola meja merupakan
sebab adanya meja seperti itu;
(3) CAUSA EFFISIENS, mis. tukang kayu yang
membuat meja itu;
(4) CAUSA FINALIS, mis. tujuan pembuatan meja
merupakan sebab adanya meja tersebut.

18. AKIBAT (HASIL DARI ADANYA SEBAB)

 Ajaran determinisme berpandangan bahwa


segala hal yang terjadi semata-mata merupakan
akibat dari suatu sebab yang mau tidak mau
harus terjadi.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
22

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
23

19. SEBAB SEBAGAI SYARAT

 Sebab dari akibat X adalah syarat yang harus


ada, mis. untuk membeli beras harus ada uang,
tetapi meski ada uang belum tentu untuk
membeli beras. Para pengemis di Kota New York
kalau diberi uang akan dibelikan bir atau whisky,
bukan dibelikan roti atau kentang.
 Syarat adalah yang mencukupi kebutuhan X.
Pengemis tersebut membeli whisky karena diberi
uang oleh orang lewat.

20. HUBUNGAN (RELATION)

 Dua hal berhubungan kalau ada koneksi. Dalam


matematika dikatakan 5 berhubungan dengan 3
jika untuk memperoleh angka lima diambil angka
3 dan menambahkan angka 2 kepadanya.
 Dalam logika RELASI dinyatakan dengan
proposisi yang mengandung 2 variabel atau
lebih, mis.: “X R Y” atau “X F Y”
Dalam kedua relasi tersebut X dan Y adalah 2
buah variabel yang berhubungan, sedangkan R
atau F adalah simbol matematik yang berarti
“lebih besar daripada. Jadi RELASI tersebut
dapat dibaca: “X lebih besar daripada Y.”

21. MACAM-MACAM HUBUNGAN

 Relasi ruang;
 Relasi waktu;
 Relasi kuantitas;
 Relasi kualitas;

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
24

 Relasi keturunan, dsb.

22. CONTOH-CONTOH PERTANYAAN RELASI

 Apakah hubungan roh dan materi?


 Apakah hubungan ruang dan waktu?
 Apakah hubungan sebab-akibat?
 Apakah hubungan yang mengetahui dan yang
diketahui?
 Apakah hubungan premis dan kesimpulan

23. DUA BUAH TEORI TENTANG HUBUNGAN

 Relasi berada di luar hal-hal yang berhubungan.


Hal-hal itu tidak terpengaruh oleh adanya
hubungan itu, kecuali secara kebetulah. Faham
ini dianut oleh pengikut REALISME.
 Relasi berasal dari dalam. Hubungan itu berasal
dari dalam objeknya, jadi hubungan itu merubah
kedua hal itu. Faham ini dianut oleh pengikut
IDEALISME.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
25

IV. HAKEKAT KEBENARAN (TRUTH)

1. BEBERAPA PENDAPAT TENTANG KEBENARAN


(V128)

Kebenaran adalah:
 Plato: alitheia (Gr.) = tak tersembunyi
 Heidegger:
Die Unverborgenheit des Seins = the
unhiddenness of being
Glichtetheit des Seins = the luminousity of being
 Aristoteles: Kebenaran adalah kesesuaian
antara apa yang sudah dikenal (subjek) dengan
apa yang dikatakan tentang subjek itu.
Secara sederhana dapat diihtisarkan menjadi:
S itu P dan pemungkirannya S itu bukan P.

2. DEFINISI KEBENARAN MANURUT VERHAAK


(V131-132)

Kebenaran adalah kenyataan adanya (being) yang


menampakkan diri sampai masuk akal. Pengalaman
tentang kebenaran itu dialami akal si pengenal dalam
kesamaannya dengan adanya yang menampakkan
diri kepadanya. Karena kesamaan itu memang dicari
dan dikejar namun belum tercapai, kendatipun
kebenaran itu tanpa hentinya mewujudkan dirinya
sambil ditentukan dari luar, tanpa pernah mencapai
kesamaan sempurna.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
26

3. TUGAS POKOK FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN


(V132)

 Ikut menilai apa yang dianggap “tepat” atau


“benar” dalam ilmu-ilmu. Ilmu tidak dapat
menyatakan bahwa dia menemukan kebenaran
karena kebenaran adalah konsep filsafat.
 Memberi penilaian tentang hubungan ilmu-ilmu
dalam perkembangan pengetahuan manusia
mencapai kebenaran.

4. KESIMPULAN VERHAAK TENTANG KEBENARAN


DALAM ILMU DAN FILSAFAT
 Kebenaran pertama-tama berkedudukan dalam
diri si pengenal.
 Kebenaran diberi batasan sebagai PENYAMAAN
akal dan kenyataan, yang terjadi pada tarap
inderawi maupun akal budi, tanpa sampai pada
kesamaan sempurna.
 Ilmu-ilmu empiris memegang peranan dalam
usaha mengejar kebenaran itu.
 Ilmu-ilmu sendiri mencapai kebenaran yang
bersifat sementara.
 Ilmu-ilmu bukan secara langsung mencari
kebenaran, meskipun demikian hasil-hasilnya
memperlancar usaha manusia mendekati
kebenaran itu.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
27

5. KEBENARAN SUATU PROPOSISI (K177)

Suatu pernyataan dapat dianalisis dengan dua cara:


(1) Dari segi bentuknya, misalnya pernyataan “Di
luar hawanya dingin” dapat dianalisis sbb:
(a) Merupakan kumpulan tanda-tanda (simbol);
(b) Susunan tanda yang teratur sesuai kaidah
sintaksis yang berbentuk “pernyataan.”
Dari segi bentuknya suatu pernyataan dikatakan
benar apabila memenuhi kaidah
pembentukannya. Namun kebenaran ini bukan
kebenaran yg menjadi urusan filsafat.
(2) Dari segi makna pernyataan itu. Makna dari
pernyataan itu kita sebut PROPOSISI. Secara
filsafat hanya proposisi yang dapat mempunyai
KEBENARAN.
(3) Pernyataan adalah istilah yang bersifat
SINTAKSIS.
(4) Proposisi adalah istilah yang bersifat SEMANTIK.

Note:
 Syntax = way in which words are put together.
 Semantic = relating to meaning.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
28

6. MAKNA KEBENARAN

 Kebenaran menunjukkan bahwa makna suatu


proposisi betul-betul merupakan halnya.
 Kesesatan menunjukkan bahwa makna suatu
proposisi tidak merupakan halnya.
 Proposisi yang mengandung suatu KONTRADIKSI
maka proposisi itu MUSTAHIL.
 Proposisi yang berbentuk “p atau bukan p”
disebut TAUTOLOGI.
 Kebenaran suatu proposisi mempunyai tingkat-
tingkat PROBABILITAS, sesuai tingkat-tingkat
bahan BUKTI untuk MEMPERCAYAINYA.
 Menurut seorang penganut IDEALISME
(F.H.Bradley) kebenaran adalah kenyataan.
Pernyataan “Di luar hawanya dingin” merupakan
kenyataan dan sekaligus merupakan kebenaran.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
29

7. KESULITAN MENGUKUR KEBENARAN (K178)

 Ukuran kebenaran adalah ukuran utk


mengatakan bahwa definisi kebenaran itu
terpenuhi.
 Kebenaran untuk proposisi yang dapat
dibuktikan secara empiris mudah ditemukan mis.
untuk membuktikan proposisi “Di luar hawanya
dingin” orang dapat keluar dan mengujinya.
 Pertanyaan “apakah kebenaran itu” mungkin bisa
kita jawab dengan mengemukakan kriteria secara
umum.
 Demikian juga pertanyaan mengenai hal-hal yang
khusus seperti “Apakah yang merupakan
kebenaranNYA?”, kita dapat menjawabnya secara
langsung.
 Namun proposisi mengenai objek-objek
antarbintang, gejala-gejala subatomis, atau
perbedaan-perbedaan yang mendasar, satuan-
satuan metafisik, dan masalah teologi, lebih sulit
untuk diuji kebenarannya.
 Kesulitan itu disebabkan masuknya unsur emosi,
kecenderungan, kewibawaan, jarak, kesulitan
mengamati, dsb.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
30

8. UKURAN PENGUJIAN PROPOSISI

 Pertanyaannya “Dengan ukuran apa kita dapat


menguji sebuah proposisi?”
 Jika yang kita ketahui adalah ide-ide, maka
PENGETAHUAN terdiri dari ide-ide yang
dihubungkan secara tepat, dan KEBENARAN
merupakan KEADAAN SALING BERHUBUNGAN
(KOHEREN) diantara ide-ide tersebut.
 Jika kita dengan suatu cara tertentu mengetahui
kenyataan, maka pengetahuan (ide-ide yang
benar) terdiri dari kesesuaian
(CORRESPONDENCE) antara ide-ide dengan yang
diwakilinya.
 Menurut SPINOZA kebenaran adalah kejumbuhan
antara idea dan ideatumnya.

9. PANDANGAN SKEPTISISME, DOGMATISME,


IDEALISME & REALISME

 Penganut SKEPTISISME menganggap bahwa


sesungguhnya tidak ada satupun ukuran tentang
KEBENARAN.
 Penganut DOGMATISME menyatakan bahwa
mereka mempunyai ukuran tentang kebenaran itu.
 Penganut IDEALISME dan REALISME mengakui
bahwa ukuran yang mereka punyai adalah ukuran
yang dapat memberikan kesaksian yang dapat
dipercaya mengenai benar sesatnya proposisi,

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
31

meskipun ukuran itu tidak merupakan ukuran


akhir atau penutup.

10. FAHAM ATAU TEORI TENTANG KEBENARAN

(1) COHERENCE THEORY


(2) CORRESPONDENCE THEORY
(3) EMPIRISM
(4) PRAGMATISM
(5) KEBENARAN SEBAGAI PEMBENARAN
(VERIFIKASI)

11. COHERENCE THEORY

 Dianut oleh pendukung IDEALISME seperti


F.H.Bradley (1846-1924)
 Suatu proposisi cenderung benar jika proposisi
tersebut dalam KEADAAN SALING
BERHUBUNGAN dengan proposisi-proposisi lain
yang benar, dan jika makna yang dikandungnya
dalam keadaan saling berhubungan dengan
pengalaman kita.
 Kita dapat menyatakan seseorang pembohong
jika apa yang dikatakannya tidak cocok dengan
hal-hal lain yang telah dikerjakan atau
dilakukannya.
 Untuk menguji kebenaran suatu fakta sejarah kita
selalu mengadakan cross-reference dengan fakta-
fakta lain yang BERHUBUNGAN dengan fakta tsb.
Jika sebuah proposisi dalam keadaan saling
berhubungan dengan semua FAKTA YANG

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
32

MUNGKIN ADA, maka proposisi itu BENAR secara


MUTLAK.
 Dalam realita suatu proposisi hanya
berhubungan dengan sejumlah kecil fakta, oleh
sebab itu kebenarannya TIDAK MUTLAK
melainkan dalam bentuk probabilitas belaka.

12. MENGUJI KEBENARAN DALAM SIDANG


PENGADILAN DGN METODE KOHERENSI

 Kebenaran pengakuan terdakwa diuji dengan


mencari fakta-fakta lain yang BERHUBUNGAN
dengan perbuatan terdakwa (mis. alibi).
 Fakta-fakta itu diperoleh dengan investigasi dan
bertanya kepada saksi-saksi.
 Makin banyak fakta yang BERHUBUNGAN dengan
pengakuan itu makin kuat kebenaran atau
kesesatan pengakuan itu.

13. HUKUM SALING BERHUBUNGAN MENURUT FAHAM


IDEALISME (F.H.BRADLEY)

(1) Semua fakta (yang berhubungan) terangkum,


mis. langit berawan dan tanah basah, belum
merupakan bukti bahwa hujan telah turun
(mungkin tanah basah karena ada pipa yang
bocor, atau tanggul jebol). Hubungan antara
awan dan tanah basah baru terbukti bila hujan
memang turun.
(2) Ide-ide harus teratur secara serasi dan tidak
mengandung kontradiksi.

14. CORRESPONDENCE THEORY

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
33

 Bagi orang kebanyakan sebuah pernyataan benar


jika yang diungkapkan merupakan fakta.
 Bagi faham ini “kebenaran adalah kesesuaian
(correspondence) antara makna yang dikandung
oleh suatu pernyataan dengan apa yang
sesungguhnya merupakan halnya atau apa yang
dinyatakan merupakan fakta.

15. FAHAM-FAHAM EMPIRISME

 Kebenaran didapat berdasarkan pengalaman,


biasanya yang bersifat inderawi dari individu.
 Proposisi bersifat prediktif atau hipotetis.
 Proposisi dianggap benar apabila terpenuhi
ramalan-ramalannya.
 Kebenaran bersifat subjektif, nisbi, dinamis dan
tidak pasti.

16. FAHAM OPERASIONALISME EMPIRIS

 Proposisi meramalkan hasil yang merupakan


konsekuensi dari tindakan tertentu.
 Kebenaran adalah terjadinya konsekuensi-
konsekuensi yang telah diramalkan.
 Penganut EMPIRISME RADIKAL atau penganut
POSITIVISME LOGIS menganggap proposisi dapat
dilacak sampai kepada proposisi-proposisi
inderawi yang sungguh-sungguh terjadi. Faham
ini juga disebut faham REDUKSIONISME

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
34

17. PRAGMATISME

 Ukuran kebenaran terletak dalam salah satu


macam konsekuensi
 Menurut William James proposisi “Tuhan ada”
adalah benar bagi seorang yang hidupnya
mengalami perubahan karena percaya adanya
Tuhan.
 Kebenaran dipandang sebagai sesuatu yang
berguna dalam menetapkan penyesuaian yang
memuaskan
 Karena kebenaran terkait pada pengalaman
individu adalah sulit untuk menemukan
kebenaran. Satu individu mungkin menerima
kebenaran proposisi itu sedangkan individu lain
akan menolaknya.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
35

18. KEBENARAN SEBAGAI VERIFIKASI

 Menurut John Dewey makna yang dikandung


suatu proposisi terletak dalam konsekuensi
terhadap tingkah laku seseorang.
 Kebenaran suatu proposisi diperoleh apabila kita
mengadakan verifikasi
 Contoh:
- Ada seorang tersesat di hutan (PROBLEM)
- Untuk keluar dari kesesatan dia memutuskan
untuk mengambil jalan ke kiri (membuat
PROPOSISI)
- Proposisi tersebut merupakan HIPOTESA
- Untuk menguji kebenarannya kita melakukan
VERIFIKASI yaitu berjalan ke kiri.
- Kalau akhirnya kita sungguh-sungguh keluar
dari hutan, maka proposisi itu terbukti
KEBENARANnya.
- Disini dicampur adukkan 2 hal:
(1) Mengetahui suatu proposisi benar
(2) Keadaan proposisi benar
Dalam contoh di atas kita tidak mengetahui
kalau proposisi itu benar.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
36

19. PENDAPAT BERTRAND RUSSEL TENTANG FAKTA,


KEPERCAYAAN, KEBENARAN, DAN
PENGETAHUAN

FAKTA: Facts
 Fakta adalah segala sesuatu yang ada di
dunia baik berupa benda-benda, perbuatan,
maupun pernyataan
 Fakta bersifat bebas dari kemauan kita dan
bebas dari eksistensi kita.

KEPERCAYAAN: Belief
 Kepercayaan adalah reaksi psikologis dan
fisik terhadap keadaan eksternal.
 Suaatu pernyataan menimbulkan
kepercayaan jika sesuai dengan ukuran untuk
mempercayainya..

KEBENARAN: Truth
 Kebenaran adalah hubungan tertentu antara
kepercayaan dengan suatu fakta atau lebih di luar
kepercayaan.
 Misalnya: Orang percaya saja apabila
tetangganya mengatakan harga beras turun,
karena biasanya tetangga tersebut tidak
berbohong. Tetapi kebenarannya baru muncul
ketiak orang itu sendiri membuktikan bahwa harga
beras memang turun (sesuai faktanya).

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
37

Soal ujian:

A. Pengetahuan dan ilmu pengetahuan


mempunyai sumber yang sama yaitu pengalaman
(40%):
1. Jelaskan bagaimana pengertian pengetahuan
menurut filsafat.
2. Bagaimana fungsi pengetahuan dalam ilmu
pengetahuan.

B. Kebenaran merupakan konsep tertinggi


yang ingin dicapai oleh manusia dalam setiap
kegiatannya baik yang bersifat fisik maupun yang
bersifat mental spiritual. Namun baik Agama, filsafat,
maupun ilmu pengetahuan memiliki pemahaman yang
berbeda-beda mengenai makna kebenaran tersebut.
Bertolak dari pemahaman yang berbeda tersebut,
jawablah pertanyaan-pertanyaan yang berikut (60%):
1. Bagaimanakan pengertian kebenaran menurut
agama?
2. Apakah perbedaan no. 1 dengan konsep kebenaran
dalam filsafat.
3. Jelaskan apakah yang dimaksud kebenaran dalam
ilmu pengetahuan.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
38

V. PENGETAHUAN DAN FILSAFAT

1. TUJUAN FILSAFAT (K65)

 Filsafat sebagai usaha menafsirkan


 Filsafat sebagai usaha mengetahui
 Filsafat sebagai usaha menilai

2. FILSAFAT ‘PENAFSIRAN’ MENURUT W.E.HOCKING


(K65)

“Filsafat menurut pemahaman saya, pertama-tama


merupakan penelitian tentang kepercayaan, yakni
kepercayaan sebagai faham yang kita hayati yang
berbeda dari faham yang kita pertimbangkan. Upaya
mengadakan kritik berulang-ulang terhadap
kepercayaan kita yang pertama ini mendorong kita
ke arah suatu kepercayaan yang bersifat
MENYELURUH mengenai dunia dimana kita hidup,
sehingga filsafat menjadi PENAFSIRAN YANG
BERSIFAT UMUM mengenai pengalaman.
Melukiskan pengalaman merupakan sebagian usaha
kita dan yang bertujuan melukiskan secara BENAR,
suatu penyelidikan yang KRITIS, yang LOGIS dan
tepat mengenai KATEGORI-KATEGORI; tetapi
melukiskan itu saja tidak cukup, kecuali jika
melukiskan itu juga berarti MENJELASKAN. Karena
pada akhirnya keharusan untuk MEMAHAMI itulah
yang mendorong kita kearah filsafat, dan apapun
penafsiran manusia terhadap dunia, bagi mereka hal
itu merupakan filsafat, baik kita mengakuinya secara
demikian maupun tidak.”

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
39

3. FILSAFAT ‘MENGETAHUI’ MENURUT JACQUES


MARITAIN (FILSUF KATHOLIK)

“Filsafat bukanlah, suatu ‘kebijaksanaan’ mengenai


tingkah laku atau kehidupan praktek yang berupa
perbuatan yang baik. Filsafat ialah suatu
kebijaksanaan dan sifatnya pada hakekatnya berupa
usaha MENGETAHUI.”

4. FILSAFAT ‘PENILAIAN’ MENURUT C.J.DUCASSE


(FILSAFAT SEBAGAI SUATU ILMU PENGETAHUAN,
1941)

 Filsafat berusaha ‘mencari fakta-fakta’ yang


dinamakannya ‘penilaian’.
 Penilaian adalah pemberian sifat-sifat seperti baik
dan buruk, susila dan tidak susila, sehat dan
khilaf, dapat dipercaya dan khayalan, sah dan
salah, dsb.

5. MAKNA PENGETAHUAN (K135)

 Mempunyai pengetahuan berarti mempunyai


kepastian bahwa apa yang dinyatakan sungguh-
sungguh benar dan sungguh-sungguh merupakan
halnya.
 Tidak tahu berarti:
- Tidak mempunyai pengetahuan sama sekali.
- Memiliki kesesatan.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
40

6. METODE MEMPEROLEH PENGETAHUAN (K136)

(1) Empirisme
(2) Rasionalisme
(3) Fenomenalisme (Kant)
(4) Intuisionisme
(5) Metode Ilmiah

7. METODE EMPIRISME

 Tokoh-tokohnya: Francis Bacon, 1561-1626;


Thomas Hobbes, 1588-1979; John Lock 1632-1704)
 Francis Bacon: Pengalaman adalah sumber
kebenaran yang terpercaya;
 Thomas Hobbes: motivasi manusia dapat
dibandingkan dengan sebuah arloji;
 John Lock dianggap Bapak emprisme Inggeris
mengatakan waktu manusia lahir akalnya
merupakan buku catatan kosong (TABULA RASA).
 Akal adalah sejenis tempat penampungan bagi
semua yang kita alami.
 Pengalaman diperoleh dengan perantaraan indera.
 Pengalaman yang tidak dapat atau tidak perlu
dilacak bukanlah pengetahuan.

8. METODE RASIONALISME

 Sumber pengetahuan terletak pada akal.


 Pengalaman merupakan perangsang bagi pikiran.
 Kebenaran dan kesesatan terletak dalam pikiran
kita.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
41

 Jika pengetahuan menunjuk kepada kenyataan,


maka kebenarannya hanya terdapat dalam pikiran
dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.

9. RASIONALISME DEDUKTIF

 Rene Descartes, bapak Rasionalisme Kontinental,


berusaha menemukan kebenaran dengan metode
deduktif.
 Kebenaran memang ada yaitu merupakan cahaya
yang terang dalam akal budi.
 Akal budi dipahamkan sebagai:
(1) Perantara khusus untuk mencapai kebenaran.
(2) Dengan teknik deduktif untuk menemukan
kebenaran, melalui penalaran.

10. PENGALAMAN PELENGKAP AKAL (K141)

 Bagi kaum Rasionalists pengalaman


mengandung nilai sebagai pembantu dan
pendorong memperoleh kebenaran.
 Pengetahuan berbeda dengan “pendapat.”
(1) Penginderaan sejenak hanya
menghasilkan pendapat (kesan?).
(2) Setelah kejadian-kejasian dipikirkan
baru dapat dicapai kebenaran.
(3) Dalam pikiran dunia (yang dialami)
dibayangkan dalam keadaan kacau balau, dan
baru sesudah dipikirkan (dengan penalaran)
diperoleh pengetahuan yang benar.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
42

(4) Kriteria kebenaran adalah


kemustahilan mengingkari dan untuk
dipahamkan sebaliknya.

11. PHENOMENALISME (EMMANUEL KANT)

 Kaum rasionalis menganut adanya hubungan


yang niscaya (determinisme), sebaliknya David
Hume (skeptisisme) menolak segala hubungan
yang niscaya.
 Indera hanya memberikan kapada kita
pengalaman, untuk memperoleh pengetahuan kita
harus keluar dari pengalaman.
 Pengetahuan, dengan demikian, adalah
sesuatu yang ditambahkan kepada pengalaman.
 Kant berpendapat bahwa kita tidak pernah
mengetahui sesuatu dalam keadaan yang
sebenarnya, tetapi sebatas yang nampak kepada
kita. Yang kita tangkap hanyalah gejala
(phenomenon) tentang sesuatu.
 Karena pendapat ini merupakan ciri khas dari
Kant maka dia disebutkan sebagai bapak
phenomenalism.

12. BENTUK-BENTUK PENGETAHUAN.

 Pemahaman dibentuk dengan menghubungkan


kenyataan-kenyataan atau peristiwa-peristiwa.
 Menurut Kant akal mempunyai bentuk-bentuk
untuk mengalami, memahami, dan berfikir yang

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
43

disebutnya BENTUK A PRIORI seumpama gelas


yang diisi air dimana bentuk air itu adalah seperti
bentuk gelas yang menampungnya.
 Jika tidak ditemukan bentuk-bentuk dimana
pengalaman dapat dituangkan maka pengalaman
itu akan berbentuk pengetahuan A POSTERIORI.

13. BENTUK-BENTUK PENGETAHUAN KOMBINASI

Jika bentuk-bentuk pengetahuan ini dihubungkan


dengan metode berfikir filsafat (lihat I.20) kita
peroleh bentuk-bentuk gabungan sebagai berikut:
(1) Analisis a priori.
(2) Sintesis a priori.
(3) Analisis a posteriori;
(4) Sintesis a posteriori.
 Pengetahuan a priori = tidak
tergantung pada pengalaman atau ada
sebelum pengalaman.
 Pengetahuan a posteriori = terjadi
sebagaia akibat pengalaman.
 Pengetahuan analisis = pengetahuan
sebagai hasil analisa (merinci unsur-unsur).
 Pengetahuan sintesis = pengetahuan
yang menggabungkan unsur-unsur.

14. INTUISIONISME (SA)

 Pengetahuan yang berbentuk intuisi timbul


secara spontan tanpa melalui proses penalaran.
 Mungkin pengetahuan ini timbul dari sejumlah
informasi yang pernah direkam oleh akal tetapi
terpendam di bawah kesadaran.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
44

 Pada momen yang tepat informasi-informasi ini


berproses sendiri sehingga melahirkan
pengetahuan yang mengejutkan kita.

15. PEMBAGIAN PENGATAHUAN MENURUT


ALAT YANG DIPERGUNAKAN

Henri Bergson (seorang filosof Perancis modern)


membagi pengetahuan berdasarkan alat yang
dipergunakan:
(1) Pengetahuan INTUITIF
(2) Pengetahuan DISKURSIF

16. PENGETAHUAN INTUITIF

 Pengetahuan intuitif adalah knowledge of


(pengetahuan tentang) sesuatu. Pengetahuan ini
diperoleh dengan mengalami secara langsung,
tanpa perantara.
 Pengetahuan ini dapat mengungkapkan
kejadian yang sesungguhnya.
 Pengethuan intuisi tidak bisa ditransfer secara
utuh, dan hanya dapat dijelaskan melalui sudut
pandang tertentu (secara simbolis).

17. PENGETAHUAN DISKURSIF

 Pengetahuan diskursif adalah knowledge about


(pengetahuan mengenai) sesuatu. Pengetahuan

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
45

ini diperoleh dengan perantaraan melalui simbol-


simbol.
 Isinya tergantung pada kerangka acuan dan
sudut pandang tertentu.
 Hanya mengandung sebagian dari kejadian
yang sebenarnya.

18. METODE ILMIAH

 Menggabungkan pengalaman dan


akal
 Bertolak dari suatu masalah
dan/atau tujuan tertentu.
 Pengalaman (pengamatan) diperoleh
menggunaka metode yang disusun secara teratur.
 Penginderaan dilakukan secara
berulang-ulang.
 Akal berlaku dalam setiap tahapan
pekerjaan.

19. PENERAPAN METODE ILMIAH.

 Johann Kepler (astronom dan ahli matematik


Jerman, 1571-1630) tertarik terhadap posisi
bintang-bintang yang pada waktu yang tepat
selalu kembali ke satu titik.
 Timbul pertanyaan: bagaimana bentuk garis
edar bintang-bintang tersebut sehingga bisa
berada pada titik-titik itu?
 Mula-mula Kepler mengajukan sejumlah
hipotesis tentang berbagai kemungkinan bentuk
garis edar itu. Akhirnya (dengan metode induktif)
dipilih yang paling cocok yaitu garis edar yang
berbentuk ellip.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
46

 Garis edar yang berbentuk ellip tersebut


dijadikan hipotesis untuk dibuktikan
kebenarannya (metode deduktif).
 Proses pembuktian:
 Pengamatan dilakukan secara hati-hati dengan
mempergunakan peralatan yang terbaik.
 Lakukan pengendalian terhadap faktor-faktor
tertentu.
 Lakukan pengujian hipotesis secara formal.

20. ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT YANG


MEMBAHAS ILMU PENGETAHUAN

(1) Skeptisisme;
(2) Realisme;
(3) Idealisme;
(4) Realisme Kritik (Modern);
(5) Pragmatisme;

21. SKEPTISISME (DAVID HUME, L. 1711


EDINBURG, SCOTLAND)

 Menolak faham rasionalisme yang meyakini


adanya pengetahuan yang bersumber murni dari
akal.
 Segala isi kesadaran berasal dari pengalaman
inderawi.
 Mengakui dua macam pengertian:
٠ pengalaman indera:
 yang datang dari luar;
 perasaan batin (impressi) yang lahir dari
pengalaman indrawi;

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
47

٠ hasil asosiasi impressi-impressi tersebut (idea


atau gagasan) yang tidak memiliki eksistensi
sendiri;
 Substansi hanyalah a bundle of perceptions
atau gagasan psikologis bukanlah gagasan
ontologis.
 Ide atau gagasan hanyalah mencerminkan
proses-proses psikis dalam menghubungkan dan
mengkombinasikan data-data empiris. Oleh
karena itu konsepsi Hume disebut
PSIKOLOGISME.

22. HAL-HAL YANG DITOLAK HUME

 Hume menolak adanya kebenaran yang


mutlak, semua kebenaran bersifat faktual.
 Hukum alam bukanlah kepastian yang objektif,
malainkan berdasarkan kepercayaan karena
adanya kebiasaan.
 Hume tidak menerima adanya kepastian,
mungkin yang ada hanyalah kebarangkalian.
 Hume menolak pengertian kausalitas
(penyebaban). Kalau sebuah bola menabrak bola
lain yang sedang diam maka biasanya bola kedua
turut bergerak. Namun kita tidak bisa mengatakan
bahwa bola kedua bergerak karena dilanda bola
pertama. Yang kita saksikan adalah kasus post
hoc (after this), dan bukan propter hoc (forward
displacement).

23. REALISME

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
48

 Eksistensi objek tidak tergantung pada


diketahui atau tidaknya objek itu.
 Ukuran kebenaran suatu gagasan mengenai
barang sesuatu ialah menentukan apakah
gagasan itu benar-benar memberikan
pengetahuan kepada kita mengenai barang
susuatu itu.
 Kita mengenal objek sebagaimana yang tanpak
oleh kita. Suatu objek adalah fakta mati yang
tidak bisa dirubah oleh pikiran
 Golongan neo-realis mengatakan kita
mengetahui sesuatu dalam keadaan yang kita
hadapi.

24. REALISME MODERN (GEORGE SANTAYANA)

 Santayana (ahli metafisika besar masa kini)


menyakini bahwa objek dan datanya tidak dapat
dijumbuhkan.
 Objek itu memang ada namun yang tertangkap
oleh kita hnyalah ESENSInya.
 Kalau saya melihat pohon maka yang saya
maksud saya menangkap esensi pohon tersebut.
 Syarat mengetahui:
(1) orang yang memiliki alat;
(2) perbuatan pengetahui;
(3) objek yang hendak diketahui.

25. IDEALISME

 Benda-benda yang dapat kita tangkap dengan


indera adalah representasi (Representasionisme)
dari ide-ide yang merupakan kenyataan.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
49

 Penganut idealisme yang extrim beranggapan


hanya ide yang merupakan kenyataan
(solipsisme).

26. PRAGMATISME

 Ide-ide dan pemikiran hanyalah sekedar alat


dalam perjuangan menyelesaikan masalah yang
kita hadapi.
 Masalah tentang pengetahuan dan mengetahui
sebenarnya bersefat semu.
 Penyelesaian masalah sebaiknya diperkuat
dengan eksperimen serta pengamatan yang
sungguh-sungguh.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
50

VI. BEBERAPA CORAK SISTEM

1. CORAK FILSAFAT (K107)

 Penyelesaiannya yang disarankan untuk


memecahkan masalah-masalah yang ditentukan
dalam garis besarnya
 Jika sesudah “direnungkan” masalah tidak
ditemukan jawabannya, maka keputusan yang
demikian sudah merupakan penyelesaian juga.
 Skeptisisme bukanlah termasuk penyelesaian
yang runtut.
 Sering kita belum dapat mencari penyelesaian
yang terakhir dan terdalam, dan sementara kita
harus menerima system-sistem kepercayaan.

2. DASAR PEMBEDAAN SISTEM (K108)

Jawaban yang diberikan pada corak pertanyaan


khusus, mis.
 Bagaimana cara memperoleh pengetahuan?
Menurut Descartes dengan akal (rationalism).
Menurut John Lock dengan pengalaman
(empirism).
 Apakah hakekat terdalam mengenai kenyataan?
Hakekat terdalam dari kenyataan ada dalam materi
(materialism).
Hakekat terdalam kenyataan adalah bersifat
kerohanian (idealism).
Kenyataan bersifat tunggal (monism).
Kenyataan bersifat banyak (pluralism).

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
51

3. SISTEM FILSAFAT BESAR (PALING BANYAK


DIANUT ORANG)

(1) Realisme: Hakekat kenyataan berbeda dengan


hakekat akal;
(2) Idealisme: Hal yang bereksistensi berhubungan
dengan ide
(3) Naturalisme: Alam kodrat merupakan seluruh
kenyataan;
(4) Materialisme Dialektis: Setiap kenyataan bersifat
material yang senantiasa mengalami perubahan
karena adanya dua kekuatan yang bertentangan;
(5) Empirisme Logis: Pernyataan mengenai
kenyataan tidak mengandung makna. Aliran ini
cenderung merendahkan filsafat menjadi analisa
bahasa dan makna;
(6) Pragmatisme: Ukuran kebenaran didasarkan atas
apakah sesuatu itu memungkinkan kita untuk
hidup, dalam arti atas konsekuensi-konsekuensi
yang dihasilkannya.

4. CORAK-CORAK BAWAHAN (DERIVATIF)

 Realisme  Realisme Naif, Realisme Kritik, Neo


Realisme
 Idealisme  Idealisme Subjektif, Idealisme
Personalistik, Idealisme Mutlak
 Realisme  Realisme Materialisme, Realisme
Energisme, Realisme Konseptual,
Realisme Monisme, dll

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
52

5. REALISME (K110)

 Eksistensi objek tidak tergantung pada


diketahuinya objek itu.
 Kebenaran adalah apakah gagasan benar-benar
memberikan pengetahuan mengenai barang
sesuatu.
 Kita tidak dapat mengubah apa adanya itu dengan
pikiran kita.
 Subsistensi: Hal-hal yang tidak bersifat rohani dan
juga tidak bersifat jasmani, mis. bilangan.

6. NEO REALISME

 Pengetahuan mengenai barang sesuatu adalah


dalam keadaan yang kita hadapi.
 Pengetahuan adalah tentang objeknya, bukan
mengenai pikiran atau pengertian kita belaka.

7. REALISME KRITIK

 Ada 2 macam satuan di dunia ini: 1) bersifat


materi; 2) bersifat ide atau ruh.
 Kita memperoleh pengetahuan tentang materi
melalui rohani atau ide-ide kita.
 Unsur-unsur pengetahuan:
(1) Yang mengetahui (orang);
(2) Objek yang diketahui;
(3) Indera sebagai alat tangkap.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
53

8. IDEALISME

 Lebih tepat disebut ideisme dari pada idealisme,


karena yang dicari bukan yang ideal, melainkan
yang berbentuk ide.
 Premis pokok: Ide mempunyai kedudukan yang
diutamakan di alam semesta.
 Dunia bukan kesatuan mekanik (ingat Neo
Naturalisme), melainkan kebulatan organic yang
logis.
 Tidak mengingkari materi, tetapi materi
mempunyai arti hanya jika dihubungkan dengan
ide.
 Kemenangan ilmu pengetahuan merupakan bukti
kejumbuhan yang hakiki antara ide dan materi.

9. CORAK-CORAK IDEALISME

Kenyataan terdiri dari ide-ide. Kenyataan adalah


seperti yang kita ketahui atau kita seperti kenyataan
itu. Corak-corak idealisme:
 Idealisme Subjektif: kenyataan merupakan hasil
pembuatan pola oleh akal yang terbatas
kemampuannya.
 Idealisme Objektif: Alam merupakan akal yang
tidak tergantung pada yang mengetahuinya.
 Idealisme Personalistik: Kenyataan merupakan
hakekat kepribadian yang sadar.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
54

10. NATURALISME

 Satu-satunya dunia yang dapat dipercaya secara


empiris ialah eksistensi yang bersifat alami.
 Segala sesuatu berasal dari alam dan tidak ada
sesuatu di balik alam.
 Kritiknya: Kalau yang ada hanya alam bagaimana
orang mengetahuinya?
 Jawabnya: Mengetahui secara alami.
 Menolak adialami.
 Yang ada hanya materi.
 Pengetahuan diperoleh dengan metode empiris.
 Kenyataan adalah apa yang disajikan ilmu-ilmu
alam.
 Alam merupakan tatanan yang mekanistis.
 Jiwa bersifat alami.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
55

11. MAKNA “NATURAL” ATAU “ALAMI”

 Segala sesuatu terjadi karena hokum fisik.


 Terjadi menurut kodrat alam atau wataknya
sendiri.
 Aliran:
(1) Fisikalisme
(2) Materialisme – gejala alam yang bergerak, dan
menolak “adialami”.

12. POSITIVISME

 Jalan dari Realisme ke Naturalisme dilanjutkan


sampai menjadi Positivisme.
 Positivisme menjumbuhkan (mengidentikkan)
pengetahuan dengan ilmu alam.
 Filsafat diserahi tugas menemukan makna dan
verifikasinya.
 Hal-hal yang merupakan fakta dimasukkan bidang
ilmu.
 Hanya pengalaman inderawi yang relevan.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
56

13. MATERIALISME DIALEKTIS

Materialisme:
 Sistem filsafat yang dibangun oleh Karl Max.
 Merupakan landasan teoritis bagi masyarakat
komunis dewasa ini.
 Yang nyata adalah materi.

Dialektika:
 Teori tentang perubahan.
 Segala sesuatu saling berhubungan dan
senantiasa mengalami perubahan.
 Perubahan merupakan sintesa dari dua factor
yang saling bertentangan
 Hegel yang mempengaruhi fikiran Karl Marx
menerapkan konsep perubahan terhadap semua
hal.
 Marx semata-mata menerapkan perubahan
terhadap sejarah dan masyarakat.
 Untuk mengetahui kebenaran orang harus melihat
sejarah. Kapitalisme bertujuan memupuk
keuntungan dengan memeras kaum buruh. Karena
buruh tidak cukup uang untuk membeli hasilnya
maka kapitalis berubah menjadi imperialis.
Akhirnya timbul persaingan di antara kapitalis
yang menimbulkan gejala menghancurkan diri
sendiri.
 Mengetahui adalah untuk mengubah objek,
mempengaruhinya, dan memberikan reaksi
terhadapnya.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
57

14. EMPIRISME

 Pertanyaan digolongkan menjadi dua jenis:


(1) Pertanyaan analitis;
(2) Pertanyaan sintesis.
 Pertanyaan analitis dijawab dengan membuat
definisi.
 Pertanyaan sintesis dijawab dengan
menghubungkan fakta-fakta
 Pernyataan analitis tidak berdasarkan fakta.
Misalnya “manusia adalah makhluk yang
menanggung dosa”.
 Pernyataan sintesis berdasarkan fakta.

15. PRAGMATISME

 Berpegang teguh pada praktek.


 Yang penting adalah konsekuensi perbuatan yang
praktis.
 Konsekuensi yang niscaya merupakan kebenaran.
Misalnya: Apakah yang disebut “bobot”.
Menurut penganut pragmatisme tidaklah penting
membuat definisi analitis mengenai bobot. Yang
penting lihat konsekuensi dari benda-benda yang
mempunyai bobot. Jika tidak ditopang niscaya
benda itu akan jatuh. Inilah kebenarannya.
 Kenyataan adalah proses dalam waktu.
 Dewey menyebut pragmatisme dengan
instrumentalisme.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
58

VII. PENGERTIAN ILMU (TLG 85-109)

1. ARTI KATA ILMU (TLG 85)

 Ilmu, scira/scientia (L), science, scientific

Science menurut cakupannya:


 Setiap pengetahuan ilmiah yang merupakan
kebulatan (Science in general)
 Pengetahuan ilmiah dalam suatu gugus tertentu,
mis. exact science, social science dsb.
 Bidang pengetahuan ilmiah yg menjurus kepada
bidang tertentu

Science menurut maknanya:


 Science sebagai pengetahuan
 Science sebagai aktivitas
 Science sebagai metode

2. ILMU SEBAGAI PENGETAHUAN (TLG 86)

 “Any systematic body of knowledge”


 “Science refers to primarily those systematically
organized bodies of accumulated knowledge
concerning the universe which have been derived
exclusively through techniques of objective
observation. The content of science, then, consists
of organized bodies of data.” (Cheldon J. Lachman,
1969).

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
59

3. ILMU SEBAGAI AKTIVITAS (TLG 87)

 Charles Singer dalam Max Black (1954): “Science


is the process that makes knowledge.”
 John Warfield (1976): “… science is also viewed
as a process. The process orientation is most
relevant to a concern for inquiry, since inquiry is a
major part of science as a process.”

4. ILMU SEBAGAI METODE (TLG 88)

 Harold H. Titus (1964): “… a method of obtaining


knowledge that is objective and verifiable.”
 John Biesanz & Mavis Biesanz (1959): “… and
organized way of obtaining knowledge.”
 The Liang Gie (1997): “Ilmu harus diusahakan
dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus
dilaksanakan dengan metode tertentu, dan
akhirnya aktivitas metodis itu mendatangkan
pengetahuan yang sistematis.”
 “All knowledge collected by means of the
scientific method” (John G. Kemeny, 1961)

5. DIKOTOMI ILMU MENURUT CONANT (1974) TLG


(TLG 88)

 Dynamic view of science - as an activity


 Static view of science - as systematized
information
 Menurut TLG (1970) diperlukan unsur metode,
ketiga unsur itu dinamis, tidak ada yang statis.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
60

6. BENTUK UTAMA ILMU MENURUT ENRICO


CANTORE (1977)

 “The principle forms are: science as an


accomplished result, science in the making, and
science as an activity of the whole person. In other
words, we can speak of science in the formal
sense of the term, or in the methodological sense,
or finally in the experimental sense.

7. ARTI KATA ILMUWAN (TLG 94)

 William Whewell (1834) menyarankan pemakaian


istilah scientist bagi orang terpelajar yang
menelaah alam. Dalam bukunya Philosophy of the
Inductive Sciences (1940) dia mengatakan: “We
need very much a name to describe a cultivator of
science in general. I should incline to call him a
Scientist.”
 Warren Hagstrom (1968): Scientist adalah “a man
of scientific knowledge – one who adds to what is
known in the sciences by writing articles or
books.” … today the rubric also covers specialists
in the social sciences almost without qualification.
 Maurice Richter Jr. (1972): “Those who participate
in science in relatively direct and creative ways
may be called scientists. All scientists, insofar as
they communicate openly among themselves
about their respective scientific activities, may be
recognized as participants in the scientific
community.”

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
61

8. SIFAT-SIFAT ILMU SEBAGAI AKTIVITAS (TLG 96)

 Rasional. Mempergunakan kemampuan berfikir


dan menalar. Menurut Bernard Barber (1972) “The
germ of science in human society lies in man’s
original and unceasing attempt to understand and
control the world in which he lives by the use of
rational thought and activity.”
 Kognitif. Filosop Polandia Ladislav Tondl (1973):
“The most significant aims of science are
connected with what has been characterized as
the cognitive or epistemic function of science,
whereby science concentrates closest attention
on the cognition of new and previously unknown
scientific laws, or on the refinement of the current
state of knowledge of such laws.”
 Teleologis. Robert Ackermann (1970): It is
sometimes said that the aim of science is to
control nature, and sometimes that it is to
understand nature.”
Francis Bacon dalam Mortimer J. Adler (1980):
“the real and legitimate goal of the sciences is the
endowment of human life with new inventions and
riches.”

9. RATIONALITY (EARL BABBIE, P. 16-23)

 Latin: ratio is reckoning or reason

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
62

 Science is characterized as logico-empirical. Two


Pillars of Science: (1) logic or rationality, (2)
observation
 Foundation of Social Scientific Theory
(1) Deals with what is and not what should be
(2) Social science looks for regularity: (a) Some
regularity may seem trivial, (b) contradictary
cases may be cited, and (c) people involved in
regularity may upset things up.
(3) Social norms create regularity
(4) Social science use variable language, it
studies concept and attributes instead of
physical object.
(5) Definition especially operational is up to
researcher’s discretion.

10. TUJUAN ILMU (TLG 97-106)

 knowledge
 truth
 understanding, comprehension, insight
 explanation
 prediction
 control
 application, invention, production

11. PENGERTIAN METODE ILMIAH (TLG 110-118)

 George F. Kneller (1978): “By ‘scientific method’


we mean the rational structure of those scientific
investigation in which hypotheses are formed and
tested.”

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
63

 Arturo Rosenblueth (1970): “… the procedure and


criteria used by scientists in the construction and
development of their specific discipline.”
 Harold H. Titus (1964): “The processes and steps
by which the sciences obtain knowledge.”

11. PROSEDUR METODE ILMIAH 3 LANGKAH (TLG


112)

George Abell:
(1) The observation of phenomena or the results of
experiment;
(2) The formulation of hypotheses that describe
these phenomena;
(3) The testing of these hypotheses by noting
whether or not they adequately predict and
describe new phenomena or the results of new
experiments.

12. PROSEDUR METODE ILMIAH 4 LANGKAH (TLG 112)

Israel Rose (1959):


(1) Experiment and/or observation of phenomena.
(2) General conclusions induced from step 1.
(3) Specific conclusions deduced from the general
conclusions of step 2.
(4) Verification of the conclusions of step 3.

13. PROSEDUR METODE ILMIAH 5 LANGKAH (TLG 112)

J. Eigelberner (1950):

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
64

(1) Analysis of the problem to determine what is


wanted, and the devising of working hypotheses
to give shape and direction to the research
study.
(2) Collection of the pertinent facts.
(3) Classification and tabulation of the data in
order to discover existing similarities,
sequences, and correlations.
(4) The formulation of conclusions by means of
logical processes of inference and reasoning.
(5) Testing and verifying the conclusions.

14. PROSEDUR METODE ILMIAH 6 LANGKAH (TLG 113)

(1) The formulation of specific hypotheses or


specific questions for investigation.
(2) The design of the investigation.
(3) The accumulation of data.
(4) The classification of the data.
(5) The development of generalizations.
(6) The verification of the results, i.e., of the data
and generalizations.

15. PROSEDUR METODE ILMIAH 7 LANGKAH (TLG 114)

Clifford Craft & David Hertz (1959):


(1) Observation and general survey of the problem
area.
(2) Definition of the problem.
(3) Fact finding.
(4) Analysis of the data and construction of a
model.
(5) Comparison of the model with observed data.
(6) Repetition of above steps until a satisfactory
model is constructed, and
Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu
I. Beberapa Pengertian Filsafat
65

(7) Use of the model to forecast.

16. PROSEDUR METODE ILMIAH 8 LANGKAH (TLG


114)

James B. Conant (1954):


(1) Recognize that an indeterminate situation
exists. This is a conflicting or obscure situation
demanding inquiry.
(2) State the problem in specific terms.
(3) Formulate a working hypothesis.
(4) Devise a controlled method of investigation by
observation … or by experimentation of both.
(5) Gather and record the testimony or ‘raw data.’
(6) Transform these raw data into a statement
having meaning and significance.
(7) Arrive at an assertion which appears to be
warranted.
(8) Unify the warranted assertion, if it proves to be
new knowledge in science, with the body of
knowledge already established.

18. METODE DAN TEKNIK

 Metode adalah cara yang ditempuh untuk


malaksanakan penelitian ilmiah misalnya dengan
metode survey, metode grounded, metode
eksperimen dsb.
 Teknik adalah cara-cara untuk melakukan
berbagai kegiatan apabila kita mengadakan
penelitian misalnya teknik analisis (kualitatif,
kuantitatif), teknik pengumpulan data (mengutip,
wawancara, dan angket).
Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu
I. Beberapa Pengertian Filsafat
66

19. RANGKUMAN UNSUR METODE ILMIAH (TLG 118)

METODE ILMIAH
1. PROSEDUR
 Pengamatan
 Percobaan
 Pengukuran
 Survai
 Deduksi
 Induksi
 Analisis
 Lainnya
2. TATA LANGKAH
 Penentuan Masalah
 Perumusan Hipotesis (bila perlu)
 Pengumpulan data
 Pembuatan kesimpulan
 Pengujian hasil

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
67

3. TEKNIK
 Kuesioner
 Wawancara
 Perhitungan
 Pemanasan
 Lainnya
4. ALAT
 Timbangan
 Meteran
 Perapian
 Komputer
 Instrumen lainnya

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
68

VIII. PARADIGMA DAN TEORI

1. PARADIGMA

 Kenneth D. Bailey 1978): Paradigm adalah “a


pattern, example, or model.”
 As the term is used in social science, a paradigm is
a perspective or frame of reference for viewing the
social world, consisting of a set of concepts and
assumptions.
 A paradigm is a mental window through which the
researchers view the world.

2. PARADIGMA DALAM ILMU SOSIAL (BABBIE, 38,


F. Larry Leistritz dan Steven H. Murdock 159)

Menurut Babbie terdapat 3 paradigma penting dalam


ilmu sosial, menurut Leistritz dan Murdock ada 4
paradigma, yaitu:
(1) Interactionist. The interactionist paradigm sees
social life as a process of interactions among
individuals.
(2) Conflict. The conflict paradigm describes social
life as a struggle among competing individuals
and groups.
(3) Functionalist. The functionalist or social
systems paradigm focuses on the organizational
structure of social life.
(4) Human Ecology. … constant interplay takes
place in one integrated sphere, and that two
distinct “spheres” (man versus environment) do
not exist.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
69

3. KRITIK THOMAS KUHN

Thomas Kuhn, dalam The structure of Scientific


Revolution (1962), memperkenalkan konsep
“paradigm shift” dan mengkritik paradigma yang
disebutnya “normal science.” Kuhn menganjurkan
agar ilmuwan selalu mencari pendekatan baru
seperti yang dilakukan oleh Einstein yang
memberikan alternatif terhadap fisika Newton
dengan menemukan “relativity theory”.

4. PARADIGMA SOSIOLOGIS SEDERHANA

George Retzer menamakan sosiologi sebagai


“multiple paradigm science” yang terdiri atas 3
paradigma:
(1) Social-facts;
(2) Social-definition;
(3) Social-behavior.

5. SOCIAL REALITY CONTINUA (sing. Continuum)

 Microscopic-macroscopic continuum;
 Objective-subjective continuum;
٠ Subjective refers to realm of ideas (governments,
bureaucracies, and laws.
٠ Objective refers to real or material events
(actors, actions, interaction).

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
70

6. MICROSCOPIC-MACROSCOPIC CONTINUUM

Macro level Micro level


------------------------------------------------------------------------------------
W.SysSocietiesOrganization Groups
Interaction Individual
thought
and actions
W.Sys = World System

7. OBJECTIVE-SUBJECTIVE CONTINUUM

Objective level
Subjective level
---------------------------------------------------------------------------------------------
Actors, actions  Mixed types, combining  Social construction
Interaction, bureauc- in different degrees, ob- of reality, norms,
ratic structure, law jective and subjective values, and so forth
and so forth elements; e.g. state, family,
work world, religion

8. PARADIGMA SOSIOLOGIS TERINTEGRASI

Interaction between those two continua will produce


a simple model with 4 levels of social analysis:
(1) Macroscopic objective;
(2) Macroscopic subjective;
(3) Microscopic objective;
(4) Microscopic subjective.

9. Paradigma Ilmu Administrasi Publik (Nicholas


Henry):

(1) Dikotomi Politik dan Administrasi


(2) Prinsip-Prinsip Administrasi
(3) Administrasi Negara sebagai Ilmu Plitik
(4) Administrasi Negara sebagai Ilmu Administrasi
(5) Administrasi Negara sebagai Ilmu Administrasi
Negara

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
71

10. Paradigma Ilmu Administrasi Negara (G.


Frederickson)

(1) Birokrasi Klasik (Struktur dan fungsi atau


prinsip management)
(2) Birokrasi Neoklasik (lokus keputusan, proses
pengambilan keputusan, perilaku, manajemen,
analisa sistem, penelitian operai.
(3) Kelembagaan (perilaku organisasi)
(4) Hubungan Kemanusiaan (partisipasi dlm
pebgambilan keputusan, hubngan antar pribadi,
keterbukaan, dimensi kemanusiaan
(5) Pilihan Publik (menekankan pelayanan publik
sebagai pihak yang mampu menentukan pilihan
rasional)
(6) Administrai Negara Baru (pengorganisasian,
kemusiaan, partisipasi, dan Pemerataan

11. Paradigma Ilmu Administrasi Negara (Bryant


dan White)

(1) Organisasi sebagai system pembuat keputusan


dan pencapaian tujuan (manajemen ilmiah,
hubungan kemanusiaan, teknik sosial, model
pertentangan.
(2) Organisasi sebagai bagian lingkungan yang
luas (sistem terbuka)

12. Paradigma lainnya:


(1) Masyarakat Madani
(2) Enterpreneurial Government
(3) Reinventing Government
(4) Good governance

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
72

13. Paradigma dalam Bidang Politik


Ronald H. Chilcote. 2003. Teori Perbadingan Politik:
Penelusuran Paradigma. Terjemahan Haris
Munandar dan Dudy Priatna, Ed. 1 Cet 1. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Hal. 30: “ Paradigma adalah persepektif masyarakat
ilmiah tentang dunia, yang tersusun dari
serangkaian keyakinan dan komitment baik itu yang
bersifat konseptual, teoritis, metodologis, maupun
instrumental. Paradigma membantunmasyarakat
ilmiah dalam seleksi permasalahan, evaluasi data,
dan penyusunan teori..”

Hal 78-79:

3 Pendekatan:
(1) Tradisional
(2) Behavioral
(3) Paska Behavioral

Tiga Pendekatan Perbandingan Politik: Beberapa


Karakteristik

Tradisional Behavioral Paska Behavioral


 Mengaitkan  Memisahkan  Fakta dan
fakta dan nilai fakta dan nilai nilai diikat dg
 Perspektif  Nonperspekt tindakan
dan Normatif if, objektif,  Humanistik,
 Ketidak empiris problem
teraturan dan  Berkaitan dg oriented,
keteraturan keseragaman normatif
 Konfiguratif dan keteraturan  Kualitatif
dan non  Komparatif dan kuantitatif

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
73

komparatif  Etnocentris  Keteraturan


 Etnocentris (nodel dan ketidak
(demokrasi AngloAmerika) teraturan
Eropah Barat)  Abstrak,  Komparatif
 Deskriptif, konservatif,  Orientasi
sempit, statis statis Dunia Ketifa
 Terfokus  Struktur dan  Teoritis,
pada struktur fungsi (formal radikal, result
formal dan informal) oriented
(institusi dan  Fokus thd
pemerintah) konflik kelas
dan kelompok

14. PENGERTIAN TEORI

Istilah teori dalam praktek memiliki 3 pengertian:


(1) Tulisan-tulisan klasik dari para ilmuan
terkemuka, seperti: The Origin of the Species
and the Survival of the Fittest karangan Charles
Darwin.Hukum tentang benda-benda alam,
seperti Hukum Gaya Tarik Newton (Newton
Apple).
(2) Hubungan konsep-konsep yang disusun untuk
diuji kebenarannya (hipotesis). Suatu hipotesis
akan diakui sebagai teori substantif jika
berdasarkan verifikasi ilmiah diterima
kebenarannya (tidak dapat ditolak).
(3) Teori dalam percakapan sehari-hari bisa juga
diartikan tidak nyata atau palsu.

15. ELEMEN-ELEMEN TEORI

(1) Konsep;
Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu
I. Beberapa Pengertian Filsafat
74

(2) Variabel;
(3) Statement;
(4) Format

16. KONSEP

 Istilah abstrak
 Berasal dari gejala yang konkrit
 Mempunyai makna yang umum
Mis. disiplin, isolasi, kelas sosial dsb.

12. VARIABEL

 Konsep yang spesifik


 Mempunyai nilai yang bervariasi
 Terbagi-bagi dalam dimensi, indikator, dan
butir.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
75

13. PERNYATAAN (STATEMENT)

 Tipe pernyataan: hukum, axiom, dan proposisi.


 Hukum: Hukum gaya tarik bumi;
 Axiom: Pernyataan fundamental yang
dianggap benar, mis. semua orang ingin hidup
enak.
 Proposisi: mis. Pemuda dari kelas buruh
cenderung gampang melawan hukum.

14. FORMAT

 Struktur pernyataan yang logis;


 Tipe hubungan variabel-variabel:
٠ Korelasi;
٠ Sebab-akibat

15. PENGGUNAAN TEORI

 Untuk menyusun kerangka teori dalam


penelitian.
 Alat untuk menganalisis dan menafsirkan data.
 Sebagai referensi untuk menilai hasil
penelitian.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
76

IX. ILMU SEBAGAI PENGETAHUAN SISTEMATIS


(TLG 119-138)

1. PEMBAGIAN PENGETAHUAN MENURUT


EPISTEMOLOG LEDGER WOOD (TLG 122)

 Non-inferential Apprehension
(1) Perception (pencerapan)
(2) Introspection
 Inferential Knowledge
(1) Knowledge of other selves
(2) Historical knowledge
(3) Scientific knowledge

2. FILOSOF GEORGE KLUBERTANZ MEMBAGI


PENGETAHUAN MENJADI 3 (TLG 123):

 Pengetahuan berdasarkan pengenalan terhadap


objek pengalaman, makanan, pakaian, cuaca, dsb.
 Humanistic knowledge. Humaniora (melukiskan
sifat dasar manusia dan keutuhan kepribadian)
mis. sajak, drama, musik, dsb.
 Scientific knowledge (science).

3. ILMU SEBAGAI PENGETAHUAN YANG KHUSUS


(TLG 123)

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
77

 Pokok Soal (subject matter), membedakan ilmu-


ilmu secara kasar, mis. ide abstrak atau benda
fisik (tanah), manusia
 Focus of interest atau attitude of mind,
membedakan ilmu-ilmu secara rinci, mis. dalam
ilmu kehutanan terdapat ilmu khusus seperti
tentang akar tanaman.

4. MATERIAL OBJECT DAN FORMAL OBJECT


MENURUT GEORGE P. KLUBERTANZ (TLG125)

“When we look at demonstrative knowledge as they


have been developed today, we find that there are
distinct knowledge about the same subject (for
example, biology, psychology, and philosophy of
human nature have at least in part, the same subject,
man). And they intend to find out what can be known
about man; they have the same material object. What
then is the difference? Their way of knowing, and the
kind of knowledge they obtain, are different: this sort
of difference is the object considered explicitly as it
is knowable. That is why the manner of our
knowledge, the principles we use, the kind of
argumentation we employ, are included in the notion
of formal object. To give description of a knowledge,
we designate its material object as specified by the
formal object; this we call the ‘the proper object’ of a
knowledge.”

Pengetahuan atau Ilmu Pengetahuan mempunyai:


(1) Subject matter – e.g. man
(2) The object – way of knowing and kind of
knowledge obtained.
(3) Material object – e.g. man

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
78

(4) Formal object – manner of our knowledge


(5) Proper object – material object as specified by
the formal object

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
79

5. CIRI-CIRI POKOK ILMU

(1) Empiris (logico-empirical) Babbie 16.


The two pillars of science are: 1) logic or
rationality and 2) observation. A Scientific
understanding of the world must make sense and
correspond with what we observe. Both of these
elements are essential to science.
(2) Objektif. Menurut Babbie (36) sesuatu dikatakan
objektif jika tidak dipengaruhi oleh sikap, opini,
atau sudut pandang, “independent of the mind.”
(3) Analitis
(4) Verifikatif.
(a) Verifiability of meaning berbunyi : Sebuah
kalimat betul-betul mengandung makna bagi
seseorang tertentu , jika dan hanya jika, ia
mengetahui bagaimana caranya melakukan
verifikasi terhadap proposisi yang hendak
dinyatakan oleh kalimat itu.
(b) Verifiability thesis, menurut kaum
positivisme, sesuatu yang terverifikasi
haruslah dapat diterima akal, bahwa ada
pengamatan tertentu yang dapat diarahkan
untuk mengetahui benar-sesatnya kalimat
yang bersangkutan sebelum dapat dikatakan
bahwa kalimat tersebut mengandung makna.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
80

6. KONSEP DALAM ILMU (TLG 126)

 Konsep adalah suatu istilah yang telah dilekati


suatu pengertian khusus tertentu (Daniel E.
Griffiths, 1959)
 Konsep harus berguna secara operasional, yakni
pengertian-pengertiannya harus bersesuaian
dengan fakta atau situasi yang dapat diamati
secara empiris

7. CONTOH KONSEP ILMIAH

(1) bilangan dalam matematika


(2) gaya dalam fisika
(3) evolusi dalam biologi
(4) stimulus dalam psikologi
(5) kekuasaan dalam ilmu politik
(6) simbol dalam linguistik, dan
(7) habitat dalam ilmu lingkungan

8. MAKNA KONSEP (BABBIE 37)

 They are abstract elements representing classes


of phenomena within the field of study.
 Sifat-sifat konsep (Syamsuni Arman):
(1) bersifat abstrak
(2) berasal dari fakta yang konkrit
(3) memiliki makna yang umum
 Turner: Konsep adalah “basic building blocks of
theory.”

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
81

9. PERANAN TEORI DALAM ILMU PENGETAHUAN

 Social scientific theory has to do with what is, not


with what should be. Social philosophers mixed
liberally their observations of what happened
around them, their speculations as to why, and
their ideas about how things ought to be.
Although modern social scientists may do the
same from time to time, it is important to realize
that social science has to do with how things are
and why. (B 17)
 This means that scientific theory—and, more
broadly, science itself—cannot determine whether
capitalism is better or worse that socialism except
in terms of some set of agreed-on-criteria. We
could only determine scientifically whether
capitalism or socialism most supported human
dignity and freedom if we were able to agree on
some measures of dignity and freedom, and our
conclusion in that case would depend totally on
the measures we had agreed on. The conclusions
would have no general meaning beyond that.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
82

10. SISTEM-SISTEM LOGIKA (B 32)

 Logika Deduktif. The logic model in which specific


expectations of hypotheses are developed on the
basis of general principles. Starting from the
general principle that all deans are meanies, you
might anticipate that this one won’t let you change
courses. That anticipation would be the result of
deduction.
 Logika Induktif. Thelogical model in which general
principles are developed from specific
observations. Having noted that Jews and
Catholics are more likely to vote Democratic than
Protestants are, you might conclude that religious
minorities in the United States are more affiliated
with the Democratic Party and explain why. That
would be an example of induction.

11. LOGIKA DEDUKTIF

 The classical illustration of deductive is the


familiar syllogism:
- All men are immortal.
- Socrates is a man.
- Socrates is immortal.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
83

12. MODEL DEDUKTIF ILMU PENGETAHUAN (B 27)

 Theory. Sam Stouffer berteori bahwa “The


depression presumably weakened the respect for
custom and tradition with respect to economic
matters; therefore it might be inferred that this
weakening carried over to other aspects of life.”
 Operationalization. Operationalization refers
simply to a specification of the steps, procedures,
or operations that you will go through in actually
measuring and identifying the variables you want
to observe.
 Observation. The final step in the traditional model
of science involves actual observation, looking at
the world and making measurements of what is
seen.

13. TERMINOLOGI DALAM PEMBENTUKAN TEORI


DEDUKTIF (B 36)

 Fact. Some phenomenon that has been observed.


It is a fact that John Kennedy defeated Richard
Nixon in the 1960 presidential election.
 Law or principle. Universal generalization about
classes of facts. Law of gravity: bodies are
attracted to each other in proportion to their
masses and inversely proportionate to the
distance separating them.
 Theory. A theory is a systematic explanation for
the observed facts and laws that relate to a
particular aspect of life.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
84

X. ILMU SEBAGAI METODE (TLG 119-138)

1. METODE KEILMUAN (JS:1)

Gabungan 2 pendekatan:
(1) Pendekatan rasional;
(2) Pendekatan empiris. Francis Bacon dalam
Novum Organum (1620) mengungkapkan hal ini
secara gamblang.

2. KELEMAHAN PENDEKATAN RASIONAL


(RASIONALISME, JS:1)

 Ide tentang kebenaran sudah ada terlebih


dahulu.
 Dengan berfikir secara rasional orang dapat
memperoleh kebenaran.
 Rasionalisme sulit menjelaskan dari mana kita
memperoleh kebenaran yang sudah pasti itu?
 Setiap orang cendrung percaya kepada
kebenaran yang pasti menurut dirinya sendiri.
Albert Einstein mengatakan: “Ilmu dimulai dengan
fakta dan diakhiri dengan fakta, apapun teori yang
disusun diantara mereka.”

3. KELEMAHAN PENDEKATAN EMPIRIS


(EMPIRISME, JS: 1)

 Kembali ke alam untuk mendapatkan


pengetahuan.
 Pengetahuan diperoleh dari pengalaman.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
85

 Gejala alam baru memberi arti malalui


penafsiran yang kita berikan. Dari mana
penafsiran itu? Charles Darwin mengatakan:
“alam akan mendustai kita bila dia mampu.”

4. KELEMAHAN PENDEKATAN EMPIRIS YANG


BERSUMBER DARI INDERA

Panca indera kita mempunyai kemampuan


pencerapan yang sangat terbatas:
 Kulit kita mempunyai kepekaan yang
terbatas
 Pendengaran kita hanya aktif pada
spektrum suara medium, kita kalah dengan gajah
pada spektrum suara rendah, dan kalah dari tikus
pada spektrum suara tinggi.
 Penglihatan kita hanya dapat
menangkap gelombang cahaya medium dan
gerakan yang terbatas.
 Penciuman kita terbatas pada bau yang
sudah kita kenal.
 Lidah kita mempunyai kepekaan yang
sangat kasar.

5. METODE SINTESIS

Kelemahan-kelemahan yang terdapat pada metode


rasional dan metode empiris dapat “dikurangi”
dengan menggabungkan kedua metode tersebut
melalui “metode keilmuan deduktif.”

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
86

4. LANGKAH-LANGKAH DALAM PEMBENTUKAN


TEORI DEDUKTIF

(1) Menentukan topik. Misalnya “Bagaimana struktur


masyarakat?
(2) Inventarisasi apa yang sudah diketahui tentang
topik tersebut:
 Mencatat ide dan observasi pribadi.
 Berkomunikasi dengan ahli-ahli lain.
 Membaca tulisan-tulisan yang sudah ada.
 Identifikasi konsep-konsep kunci dan variabel-
variabel.
(3) Penyusunan teori:
 Spesifikasikan topik teori.
 Tentukan jangkauan fenomena yang menjadi
bahan kajian.
 Tentukan konsep-konsep dan variabel-variabel
pokok.
 Kumpulkan proposisi yang dikenal mengenai
hubungan variabel-variabel.
 Temukan hubungan logis dari proposisi-
proposisi tersebut dengan topik khusus yang
anda amati.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
87

2. BAGAIMANA MENGHUBUNGKAN PROPOSISI-


PROPOSISI.

George Homans menerapkan Exchange Theory


terhadap perilaku manusia sbb:
(1) Men are more likely to perform an activity, the
more valuable they perceive the reward of that
activity to be.
(2) Men are more likely to perform an activity, the
more successful they perceive the activity to be
in getting that reward.
(3) Compared with agricultural societies, a higher
proportion of men in industrial societies are
prepared to reward activities that involve literacy.
(Industrialists want to hire bookkeepers, clerks,
persons who can make and read blueprints,
manuals, etc.)
(4) Therefore, a higher proportion of men in
industrial societies will perceive the acquisition
of literacy as rewarding.
(5) And (by 1) a higher proportion will attempt to
acquire literacy.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
88

3. CONTOH TERBENTUKNYA TEORI DEDUKTIF

 Ransford mengetahui telah terjadi kekerasan di


wilayah selatan (suburb Watts) sejak 11 Agustus
1965. Tercatat 35 orang meninggal dunia dan lebih
US$200 juta kerusakan terjadi dalam 1 minggu.
 Banyak orang bertanya-tanya siapakah yang
melakukan kerusuhan itu dan apakah
penyebabnya.
 Ransford mencari jawabannya dengan melihat
pendapat para ilmuan terdahulu, dan menemukan
bahwa penyebabnya adalah social isolation dan
powerlessness.
 Berdasarkan pengamatan di lokasi Ransford
menduga kedua faktor tersebut dapat menjelaskan
terjadinya kerusuhan tersebut. Dengan demikian
Ransford menerima suatu Deductive Teori untuk
diuji kebenarannya melalui suatu penelitian.

4. PEMBENTUKAN TEORI INDUKTIF

 Pembentukan teori dimulai dengan mengamati


aspek-aspek kehidupan sosial, untuk menemukan
pola-pola yang mengarah kepada prinsip-prinsip
yang universal.
 Menurut Barney Glaser dan Anselm Strauss (1967)
teori yang disusun dengan demikian disebut
“grounded theory.”
 Pengamatan terhadap aspek-aspek kehidupan
sosial dimaksud diperoleh dari “field research”

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
89

5. PENDAPAT ERVING HOFFMAN

“A game of chess generates a habitable universe for


those who can follow it, a plane of being, a cast of
characters with a seemingly unlimited number of
different situations and acts through which to realize
their natures and destinies. Yet much of this is
reducible to a small set of interdependent rules and
practices. If the meaningfulness of everyday activity
is similarly dependent on a closed, finite set of rules,
then explication of them would give one a powerful
means of analyzing social life.”

6. SOCIAL CONSTRAINTS THEORY (B 45)

 Takeuchi (1974) melakukan survey di Universitas


Hawaii mengenai drug abuse.
 Survey tsb menunjukkan:
(1) Perempuan lebih kecil kemungkinannya
merokok marijuana dibandingkan laki-laki.
(2) Mahasiswa oriental lebih kecil
kemungkinannya merokok marijuana
dibandingkan non-oriental.
(3) Mahasiswa yang tinggal dirumah orang-tuanya
lebih kecil kemungkinannya merokok
marijuana dibandingkan yang tinggal di
asrama.
 Peneliti selanjutnya berfikir mengapa orang tidak
merokok marijuana, jika semua orang mempunyai
motiv yang sama untuk mencobanya? Menurut
mereka karena adanya social constraints yang
mencegah mereka.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
90

7. SOCIAL DEPRIVATION THEORY

 Charles Glock dkk (1967) mengadakan survey


terhadap Gereja Episcopal di seluruh Amerika,
untuk mengetahui tingkat keagamaan anggota-
anggota gereja tersebut.
 Mereka menemukan hal-hal yang berikut:
(1) Perempuan lebih soleh dari laki-laki
(2) Orang tua lebih soleh dari orang muda
(3) Orang miskin lebih soleh dari orang kaya
(4) Orang bujangan lebih soleh dari orang
berkeluarga.
 Ketika dilihat pengaruh gabungan dari 4 gejala
tersebut, diperoleh:
(1) Wanita tua yang miskin dan hidup sendiri
adalah yang paling soleh di antara semuanya.
(2) Pria muda kaya yang memiliki keluarga
lengkap adalah yang paling tidak soleh.
(3) Orang yang terkait dengan 3 dari sifat-sifat tsb
lebih soleh dari mereka yang memiliki dua sifat
saja
(4) Glock menyimpulkan: “Parishioners whose life
situations most deprive them of satisfaction
and fulfillment in the secular society turn to the
church for comfort and substitute rewards.” In
this fashion, they developed what they called a
“social deprivation” theory of church
involvement.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
91

XI. ILMU SEBAGAI SISTEM (TLG 131 – 151)

1. PENGERTIAN DIMENSI

 Quality of extension
 Importance
 Character proper

2. DIMENSI ILMU

 Social institution: pranata masyarakat


 Cultural force: mendorong masyarakat maju
 Historical dimension: bagian dari proses
perkembangan.
Langdon Gilkey (1977): … a historical force of
overwhelming significance, shaping the social
existence of mankind in evernew direction.
 Humanistic dimension
Ilmu membentuk seluruh kepribadian manusia, jadi
merupakan filsafat humanistik.
 Recreational dimension.
Adriano Buzzati-Traverso (1977): “Science is a game;
it can be exhilarating, it can be useful, it can be
frightfully dangerous. It is a play prompted by man’s
irrepressible curiosity to discover the universe and
himself, and to increase his awareness of the world
in which he lives and operates.”
 System dimension.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
92

A.D.Hall dan R.E.Gagen (1956): ”A system is a set of


objects together with relationship between
themselves and between their attributes.
Bagian-bagian yang terkait membentuk struktur yang
mempunyai pola.
Pola menurut W.G.Walter (1972): rangkaian peristiwa
dalam waktu, atau suatu kumpulan objek dalam
ruang, yang dapat dibedakan dari atau
diperbandingkan dengan suatu rangkaian atau
kumpulan lain.
 Game
 Dimensi reflektif abstrak atau Filsafat
 Dimensi formal logis atau Ilmu.

3. SUDUT TINJAUAN ILMU

 Tinjauan eksternal (berdasarkan salah satu


dimensinya), mis. Ilmu Ekonomi, Matematik,
sosiologi dsb.
 Tinjauan internal (dari sudut logika yaitu
konsistensi proposisi-proposisi)

4. ILMU MENURUT SHERWOOD TAYLOR (1963)

 Ilmu adalah “a logical coherent account of that


order which the scientist of the time finds in
nature.”

5. TUJUAN ILMU MENURUT ALBERT EINSTEIN (THE


MEANING OF RELATIVITY)

 “The object of all science, whether natural science


or psychology, is to coordinate our experiences
and to bring them into a logical system.”

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
93

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
94

6. APAKAH YANG DIMAKSUD DENGAN TEORI SISTEM

 Arrangement of units that function together


 Sistem mempunyai struktur, ciri, dan unsur.

7. STRUKTUR SISTEM

 Sistem
 Subsistem
 Komponen
 Dimensi
 Variabel

8. CIRI-CIRI SISTEM

(1) Goal
(2) Wholeness
(3) Environment
(4) Input
(5) Output
(6) Transformation (Process)
(7) Feedback

10. PENULIS-PENULIS “GENERAL SYSTEM THEORY”

 Ludwig von Bartalanffy (1951)


“General systems theory: a new approach to the
unity of science.”
 Alber (1961) Principles of Management.
 Nenneth Boulding (1956) General Systems
Theory: The Skeleton of Science.
 Richard A. Johnson, Fremont E. Kast, and James
E. Rosenzweig, The Theory and Management of
Systems.
Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu
I. Beberapa Pengertian Filsafat
95

11. KOMPLEKSITAS “GENERAL SYSTEM THEORY”


(Fred Nuthans)

 Framework (Anatomy of the universe; static


level)
 Clockworks (dynamic system; motion);
incorporate necessary predetermined motions
 Thermostat (cybernatic system)
 Cell (open system)
 Plant: Genetic societal level
 Animal level: Increased mobility, Teleological
behavior, self awareness.
 Human level: self consciousness
 Social organization: organizational role of
individual
 Transcendental system: ultimate, absolute,
inescapable, unknowledgeable.

12. CHARACTERISTICS OF AN OPEN-SYSTEM

(1) Energy input from the environment


(2) Throughput or Transformation
(3) Output back to the environment
(4) Reenergizing from the environment
(5) Negative entropy (importing energy from the
environment more than is expended)
(6) Feedback of information to maintain steady
state or homeostasis
(7) Steady state (constancy in energy exchange)
(8) Differentiation tendency (elaboration)
(9) Integration and coordination
(10) Equifinality (ability to reach the same state:
 From different initial condition
 By different path
Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu
I. Beberapa Pengertian Filsafat
96

13. CHARACTERISTICS OF CLOSED SYSTEM

 Closed-loop
 No external input
 Location and nature of organization as given by
its goals
 Built-in goals.

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
97

MORALITY AND RATIONALITY


IN ENVIRONMENTAL POLICY

1. RATIONALITY (EARL BABBIE, P. 16-23)

 Latin: ratio is reckoning or reason

 Science is characterized as logico-empirical. Two


Pillars of Science: (1) logic or rationality, (2)
observation
 Foundation of Social Scientific Theory
(6) Deals with what is and not what should be
(7) Social science looks for regularity: (a) Some
regularity may seem trivial, (b) contradictary
cases may be cited, and (c) people involved in
regularity may upset things up.
(8) Social norms create regularity
(9) Social science use variable language, it
studies concept and attributes instead of
physical object.
(10) Definition especially operational is up to
researcher’s discretion.
-----------------------------------------------

MORALITY AND RATIONALITY IN ENVIRONMENTAL


POLICY (Bruno S. Frey in Journal of Consumer Policy
22: 395-417, 1999, © 2000 Kluwer Academic Publishers.
Printed in The Netherlands

TWO OPPOSING CAMPS:


(1) The moralists – environment as an ethical issue
(2) The

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
98

TWO OPPOSING CAMPS

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat
99

Prof. Dr. Syamsuni Arman, Filsafat Ilmu


I. Beberapa Pengertian Filsafat

Anda mungkin juga menyukai