Anda di halaman 1dari 8

A.

Kedudukan filsafat dalam ilmu pengetahuan


Filsafat berbicara tentang ilmu, begitulah Kattsof (1996 : 105)
mengutarakan jalinan filsafat dengan ilmu. Bahasa yang dipakai
dalam filsafat berusaha untuk berbicara mengenai ilmu dan
bukannya didalam ilmu.1
Untuk mencari tahu kedudukan filsafat dalam ilmu
pengetahuan, maka kita kita akan melihat terlebih dahulu
pengertian ilmu dan filsafat itu. Poejadwiyatna yang diikuti oleh
Hamzah Abbas (1981 : 14) memberikan batasan pengertian tentang
ilmu sebagai berikut ilmu adalah pengetahuan yang sadar
menuntut kebenaran yang bermetodos, bersistem, dan berlaku
universal.. kemudian filsafat sendiri adalah ilmu yang mempelajari
bagaimana cara berfikir yang benar (logis, sistematis, radikal,
universal) untuk mendapatkan pengetahuan.
Sementara itu, Saifullah (1983 : 48) memberikan kesimpulan
umum bahwa pada dasarnya filsafat umum tiada lain adalah hasil
pemikiran manusia, hasil spekulasi manusia betapapun tidak
sempurnanya daya kemampuan pikiran manusia. Antara filsafat dan
ilmu memiliki persamaan, dalam hal bahwa keduanya merupakan
hasil ciptaan manusia, yaitu berpikir filosofis, spekulatif, dan empiris
ilmiah. Perbedan antara keduanya, terutama untuk filsafat
menentukan tujuan hidup dan ilmu menentukan sarana untuk
hidup. Karenanya filsafat inilah kemudian disebut sebagai induknya
ilmu pengetahuan. Pernyataan tersebut didasarkan pada
perbedaan. Antara lain :

Filsafat Ilmu pengetahuan


Lapangan Tentang hakikat yang Memiliki daerah-
pembahasan umum dan luas. daerah tertentu, yaitu
alam dengan segala
kejadiannya.
Tujuan Mengetahui tentang asal- Berusaha menentukan
usul manusia, hubungan sifat-sifat dari
manusia dengan alam kejadian alam yang
1 A.Susanto, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), hlm. 127.
semesta dan bagaimana didalamnya juga
akhirnya (hari terdapat manusia.
kemudiannya)
Cara Tidak menggunakan Menggunakan panca
pembahasan percobaan-percobaan indera dan percobaan-
serta penyelidikan panca percobaan.
indera, tetapi
pembahasan
penyelidikannya
mempergunakan pikiran
dan akal.
kesimpulan Tidak memberi keyakinan Diterapkan dengan
mutlak, sebagai dalil-dalil yakin yang
kesimpulan selalu didasarkan pada
mengandung keraguan penglihatan dan
yang mengakibatkan percobaan-percobaan.
perbedaan-perbedaan
pendapat diantara ahli-
ahli filsafat, serta jauh
dari kepastian, kerja
sama serta keyakinan.

B. Ruang lingkup Filsafat


1. Metafisika

Metafisika merupakan cabang filsafat yang membicarakan


tentang hal-hal yang sangat mendasar yang berada di luar
kalangan umat manusia. Metafisika mengkaji segala sesuatu
secara komprehensif. Menurut Asmoro Achmadi (2005 : 14),
metafisika merupakan cabang filsafat yang membicarakan
sesuatu yang bersifat keluarbiasaan (beyond nature), yang
berada di luar pengalaman manusia (immediate experience).2
Menurut Achamdi, metafisika mengkaji sesuatu yang berada
2 Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), hlm.
115.
diluar hal-hal yang biasa yang berlaku pada umumnya
(keluarbiasaan), atau hal-hal yang tidak alami, serta hal-hal yang
berada di luar pengalaman manusia.

Metafisika berasal dari bahasa Yunani, meta yang berarti


selain, sesudah, dan dibalik, dan fisika yang berarti nyata.
Metafisika berarti sesudah , dibalik yang nyata. Dengan kata
lain metafisika adalah cabang filsafat yang membicarakan hal-
hal yang berada di belakang gejala-gejala yang nyata. Ditinjau
dari segi filsafat secara menyeluruh metafisika adalah ilmu yang
memikirkan hakikat di balik alam nyata. Maksudnya metafisika
membicarakan ilmu yang menyelidiki hakikat segala sesuatu dari
alam nyata dengan tidak terbatas pada apa yang dapat
ditangkap oleh panca indera saja.
Aristoteles menyinggung masalah metafisika dalam karyanya
tentang filsafat pertama, yang berisi hal-hal yang bersifat gaib.
Menurut Aristoteles, ilmu metafisika termasuk cabang filsafat
teoritis yang membahas masalah hakikat segala sesuatu,
sehingga ilmu metafisika menjadi menjadi inti filsafat.
Selanjutnya, aristoteles menjelaskan bahwa masalah-masalah
yang metafisik merupakan sesuatu yang fundamental dari
kehidupan. Oleh karena itu, setiap orang yang sadar berhadapan
dengan sesuatu yang metafisik tetap tersangkut didalamnya.
Pada abad ke-17 dan 18 orang mulai mengadakan pemilahan
terhadap berbagai bagian dari metafisika. Yang paling
berpengaruh ialah pemilahan yang dilakukan oleh Christian Wolff,
yaitu antara metaphysica generalis dan metaphysica specialis.
Bagi metaphysica generalis, Christian Wolff menggunakan istilah
ontologia. metaphysica generalis membahas asas-asas atau
prinsip-prinsip yang seumum-umumnya., sedangkan
metaphysica specialis membahas penerapan asas-asas/prinsip-
prinsip tersebut terhadap bidang-bidang yang khusus. Christian
Wolff menyebutkan ada 3 bidang, yaitu cosmologia, psichologia,
dan theologia.
Dari uraian diatas, tampak antara metafisika dan ontology
mulanya istilahnya satu, yaitu metafisika. Kemudian pada abad
ke 17 mulai antara metafisika dan ontology dipilahkan.
Ditinjau penegertian secara etimologi antara ontology dan
metafisika berbeda. Istilah ontologi berasal dari bahasa yunani,
yaitu ta onta berarti yang berada, dan logia berarti ilmu
pengetahuan atau ajaran. Jadi ontology berarti ajaran menegenai
yang ada atau segala sesuatu yang ada. Adapun metafisika
seperti telah diuraikan di atas berarti sesuatu yang ada setelah
fisika.

2. Ontologi

Tokoh yang menerbitkan istilah ontologi ini adalah Christian


Wolff (1679-1714). Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani,
yaitu ta onta berarti yang berada, dan logia berarti ilmu
pengetahuan atau ajaran. Dengan demikian, ontology adalah
ilmu pengetahuan atau ajaran tentang yang berada.

Persoalan dalam keberadaan menurut Ali Mudhofir (1996)


ada tiga pandangan, yang masing-masing menimbulkan aliran
yang berbeda. Tiga segi pandangan itu adalah sebagai berikut :

1. Keberadaan Dipandang dari segi Jumlah (kuantitas)


Keberadaan dipandang dari segi jumlah (kuantitas), artinya
berapa banyak kenyataan yang paling dalam itu. Pandangan ini
melahirkan beberapa aliran filsafat sebagai jawabannya, yaitu
sebagai berikut :
a. Monisme
Aliran yang menyatakan bahwa hanya satu kenyataan
fundamental. Kenyataan tersebut dapat berupa jiwa, materi,
Tuhan atau substansi lainnya yang tidak dapat diketahui. 3
Tokohnya antara lain : Thales (625-542 SM) yang
berpendapat bahwa kenyataan yang terdalam adalah satu

3 Ibid., hlm 118.


substansi, adalah air. Anaximander (610-547 SM)
berkeyakinan bahwa yang merupakan kenyataan terdalam
adalah Aperion, yaitu sesuatu yang tanpa batas, tidak dapat
ditemukan dan tidak memiliki persamaan dengan salah satu
benda yang ada di dalam dunia. Anaximenes (585-528 SM)
berkeyakinan bahwa yang merupakan unsure kenyataan
yang sedalam-dalamnya adalah udara. Filsuf modern yang
termasuk monism adalah B. Spinoza, berpendapat bahwa
hanya ada satu substansi, yaitu Tuhan. Dalam hal ini Tuhan
diidentikkan dengan alam (naturans naturata)
b. Dualisme (Serba Dua)
Aliaran yang menganggap danya dua substansi yang
masing-masing berdiri sendiri. Tokoh-tokoh yang termasuk
aliran ini adalah Plato (428-348 SM), yang membedakan dua
dunia, yaitu dunia indra (dunia baying-bayang) dan dunia ide
(dunia yang terbuka bagi rasio manusia). Rene Descartes
(1596-1650 M) yang membedakan substansi pikiran dan
subtansi keluasan. Leibniz (1646-1716) yang membedakan
antara dunia yang sesungguhnya dan dunia yang mungkin.
Immanuel kant (1724-1804) yang membedakan antara dunia
adalah gejala (fenomena) dan dunia hakiki (noumena)
c. Pluralime (Serba Banyak)
Aliran yang tidak mengakui adanya satusubstansi atau dua
substansi melainkan banyak substansi. Para filsuf yang
termasuk pluralisme diantaranya Empedokles (490-430 SM)
yang menyatakan bahwa hakikat kenyataan terdiri atas
empat unsure, yaitu udara, api, air dan tanah. Anaxogras
(500-428 SM) yang menyatakan bahwa hakikat kenyataan
terdiri atas unsure-unsur yang tidak terhitung banyaknya,
sebanyak jumlah sifat benda dan semuanya dikuasai oleh
suatu tenaga yang dinamakan nous. Dikatakannya bahwa
ous adalah suatu zat yang paling halus yang memiliki sifat
pandai bergerak dan mengatur. Leibniz (1646-1716)
menyatakan bahwa hakikat kenyataan terdiri atas monade-
monade yang tidak berluas, selalu bergerak, tidak terbagi,
dan tidak dapat rusak.
2. Keberadaan Dipandang dari segi Sifat (kualitas)
Keberadaan Dipandang dari segi Sifat (kualitas) menimbulkan
beberapa aliran sebagai berikut :
a. Spiritualisme
Spiritualisme mengandung beberapa arti, yaitu :
1. Ajaran yang menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam
adalah roh (pneuma, Nous, Reason, Logos), yakni roh yang
mengisi dan mendasari seluruh alam.
2. Kadang-kadang dikenakan pada pandangan idealistis yang
menyatakan adanya roh mutlak. Dunia indera dalam
penegrtian ini dipandang sebagai dunia ide.
3. Dipakai dalam istilah keagamaan untuk menekanan
pengaruh langsung dalam roh suci dalam bidang agama.
4. Kepercayaan bahwa orang mati berkomunikasi dengan
orang yang masih hidup melalui perantara atau orang
tertentu dan lewat bentuk wujud yang lain. Istilah
spiritualisme lebih tepat dikenakan bagi kepercayaan
semacam ini.
Aliran spiritualisme juga disebut idealisme (serba cita). Tokoh
aliran ini diantaranya Plato dengan ajarannya tentang idea (cita)
dan jiwa. Idea atau cita adalah gambaran asli segala benda.
Semua yang ada dalam dunia hanyalah penjelmaan atau
bayangan saja. Idea atau indera tidak dapat ditangkap oleh
panca indera tetapi dapat dipikirkan, sedangkan yang ditangkap
oleh indera manusia hanyalah indera bayang-bayang.
b. Materialisme
Merupakan pandangan yang menyatakan bahwa tidak ada
sesuatu yang nyata kecuali materi. Pikiran dan kesadaran
hanyalah pemjelmaan dari materi yang dapat dikembalikan pada
unsur-unsur fisik. Hal-hal yang bersifat kerohanian seperti
pikiran, jiwa, keyakinan, rasa sedih, dan rasa senang tidak lain
hanyalah ungkapan proses kebendaan. Tokoh aliran ini adalah
Demokritos (460-370 SM), berkeyakinan bahwa alam semesta
tersusun atas atom-atom kecil yang memiliki bentuk dan badan.
Jiwapun menurutnya dikatakan terjadi dari atom-atom, hanya
saja atom-atom jiwa itu lebih kecil, bulat, dan amat mudah
bergerak. Thomas Hobbes (1588-1679) berpendapat bahwa
segala sesuatu yang terjadi di dunia merupakan gerak dari
materi. Termasuk juga idea dan cita adalah gerak materi belaka
karena segala sesuatu yang terjadi dari benda-benda kecil.
3. Keberadaan Dipandang dari segi Proses, Kejadian, atau
Perubahan.
Aliran yang berusaha menjawab persoalan ini adalah sebagi
berikut :
a. Mekanisme
Menyatakan bahwa semua gejala dapat dijelaskan
berdasarkan asas-asas mekanik (mesin). Semua peristiwa adalah
hasil dari materi yang bergerak dan dapat dijelaskan. Menurut
kaidahnya aliran ini juga menerangkan semua peristiwa berdasar
pada sebab kerja (efficient cause), yang dilawankan dengan final
tujuan (final cause). Alam dinggap seperti sebuah mesin yang
keseluruhan fungsinya ditentukan secara otomatis oleh bagian-
bagiannya. Pandangan yang bercorak mekanistik dalam
kosmologi pertama kali diajukan oleh Leupcippus dan
Democritus yang berpendirian bahwa alam dapat diterangkan
berdasarkan pada atom-atom yang bergerak dalam ruang
kosong pandangan ini dianut oleh Galileo Galilei (1564-1641)
dan filsuf lainnya dalam abad ke-17 sebagai filsafat mekanik.
b. Teleology (Serba-Tujuan)
Berpendirian bahwa yang berlaku dalam kejadian alam
bukanlah kaidah sebab akibat, akan tetapi sejak semula
memang ada sesuatu kemauan atau kekuatan ayng
mengarahkan alam ke suatu tujuan.
Menurut Aristoteles, untuk melihat kenyataan yang
sesungguhnya kita harus memahami 4 sebab, yaitu sebab bahan
(Material cause),sebab bentuk (formal cause), sebab kerja
(efficient cause), dan sebab tujuan (final cause). Sebab bahan
adalah yang menjadikan sesuatu itu ada ; Sebab bentuk adalah
yang menjadikan sesuatu itu berbentuk ; Sebab kerja adalah
yang menyebabkan bentuk itu bekerja atas bahan ; Sebab tujuan
adalah yang menyebabkan tujuan semata-mata karena
perubahan tempat atau gerak. Dibidang ini semata-mata
berkuasa kaidah sebab akibat yang pasti. Sebaliknya segala
kejadian tujuanya adalah menimbulkan sesuatu bentuk atau
sesuatu tenaga. Namun, dikatakan juga bahwa kegiatan alam
mengandung suatu tujuan. Sehubungan dengan masalah ini
kaidah sebab akibat hanyalah alat bagi alam untuk mencapai
tujuannya.
c. Vitalisme
Memandang bahwa kehidupan tidak dapat sepenuhnya
dijelaskan secara fisika-kimiawi, karena hakikatnya berbeda
dengan yang tidak hidup. Filsuf vitalisme seperti Henry Bergson
(1859-1941) menyebutkan elan vital. Dikatakannya bahwa elan
vital merupakan sumber dari sebab kerja dan perkembangan
dalam alam. Asas hidup ini memimpin dan mengatur gejala
hidup dan menyesuaikannya dengan tujuan hidup. Oleh karena
itu vitalisme, sering juga dinamakan finalisme.
3. Epistemology
4. axiologi

Anda mungkin juga menyukai