Anda di halaman 1dari 2

The wound and anger

Kenapa kutuliskan ini sekarang? Bukan krn aku ingin orang


mengasihani jalan terjal yg pernah kulalui, tidak. Aku tidak menjual
nasib, krn itulah aku berkisah sekarang, ketika semua anak tangga
sudah kutapaki dengan keringat, ketika duri telah kucabuti, dan
ketika bekas luka mulai mengering. Untuk mengenang, bahwa aku
menjalaninya dulu, dan bangga karenanya.
Aku penyakitan, broken home, harus membanting tulang untuk
makan, apakah dulu kalian tau? Tidak pastinya, sebab aku memang
pantang menunjukkan muka mengiba dan pantang menadahkan
tangan dibawah. Kalaupun tau, kemana saja kalian? selalu berusaha
menjegal setiap langkahku. Aku sakit dan telah melihat dunia, aku
sakit dan berjuang sendiri, Tuhan Maha Adil. Kutelan angin yg
membakar sistim sarafkuku, yg membuatku memuntahkan darah dan
. Apakah orang tau? Tidak, karena aku menyimpannya sendiri. Kalian
tau aku menderita, tapi aku menolak menyebutkan mengapa.
Sistim saraf yang sama, yang mengantarku ke seberang lautan, paru-
paru yang sama, yang membantuku menyusun piala demi piala, tak
kubiarkan sengat pedihnya, sesak yang ditimbulkannya menahan
langkahku menjelajahi hutan, sistim saraf yang sama yg kupakai
menghela setiap nafas saat aku bekerja, kupaksakan kepala ini
tengadah, walau sistim saraf yg sama berdenyut protes padaku.
Aku benci, bila orang mengingatkanku pada penyakit ini. Benci harus
dikasihani, benci melihat tatapan iba, karena toh orang yg sama, yg
memberi tatapan iba dan ucapan kasihan itu tidak pernah membantu
apa2. Sistim saraf yang sama, yang membantuku menghasilkan
puluhan juta, saraf lemah itu, yang kuobati dengan uang hasil jerih
payahku sendiri, sistim saraf yg sama yg menopang dan
mensejahterakan aku dan kini sistim saraf yang sama membantuku
mengalirkan oksigen pada setiap organ pada tubuh ini.
Kalian tau?
Mengingatkanku akan penyakit ini sama seperti mengingatkanku
bahwa kalian tidak pernah ada, kalian tahu aku bertahun
menanggungkannya tapi abai, kalian hanya menyebut bahwa aku
sakit, tapi tak seujungpun berniat meringankannya. Baguslah
demikian, sebab sikap kalianlah yg membuat tekadku mengeras utk
mengumpulkan setiap pundi dan mengobati diri sendiri. Siapa kalian
ingin kuhormati? Kalian tak pernah ada untukku, siapa kalian ingin
kuhargai? Kalian tak pernah mencintaiku. Dan kini kalian
membenciku, karena sudahlah berpenyakit, broken home pula, tapi
aku jauuuhhhhhhh lebih berhasil dan lebih cerdas daripada siapa
kalian sekarang, kumaklumi. Pahit memang menjilat ludah.
Aku berpenyakit, aku bangga karenanya, sebab ditengah sakit yang
kutanggungkan, aku mampu, sangat mampu, dan tak usah meminta,
walau sepeser, saraf cacat ini membuatku hidup dan sejahtera.
Ada apa dengan kelemahan fisik? Toh yang sehat belum tentu
sesukses orang yang lemah fisik.

Anda mungkin juga menyukai