Sap Psiko Bayi
Sap Psiko Bayi
(SAP)
PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL
USIA BAYI (0-18 BULAN)
Oleh Kelompok I
1. ABDUL SALAM
2. NAJAUDIN
3. AYUB
A. Latar Belakang
Perkembangan adalah perubahan yang teratur, sistematis, dan terorganisir yang
mempunyai tujuan tertentu. Perkembangan psikososial berarti perkembangan sosial seorang
individu ditinjau dari sudut pandang psikologi. Manusia sendiri merupakan makhluk sosial,
dimana Allah menciptakan manusia agar melakukan interaksi sosial. Dalam, berinteraksi
dengan lingkungan sosialnya, dianjurkan kepada kita untuk menampilkan perilaku sosial yang
baik. Dalam sebuah teori dari dua orang toko yaitu Erikson dan Piaget menyebutkan bahwa
manusia melewati delapan tahapan psikososial. Pada tiap tahap, seseorang dihadapkan pada
tantangan atau konflik emosional dan sosial yang berbeda.
Perkembangan psikososial telah dimulai sejak bayi, dimana masa bayi adalah masa
keemasan sekaligus masa kritis perkembangan seseorang. Dikatakan masa kritis karena pada
masa bayi sangat peka terhadap lingkungan dan dikatakan masa keemasan karena masa bayi
berlangsung sangat singkat dan tidak dapat diulang kembali (Depkes, 2009). Jumlah bayi di
Indonesia sendiri sebanyak 4.372.600 jiwa dari 21.805.008 balita atau 20,05% (kementrian
kesehatan RI, 2011). Berdasarkan rentang usia penduduk Indonesia paling banyak pada usia
0-4 tahun dan 10-14 tahun masing-masing sebesar 22,6 juta jiwa (9,54%) (Badan Pusat
Statistik, 2012).
Anak adalah pribadi menakjubkan yang ingin mencapai banyak hal sekaligus.
Perkembangan psikologi, sosial dan kognitif anak berinteraksi serta bergantung pada
kemampuannya untuk menguasai keterampilan motorik dan bahasanya dan juga
perkembangan sosial seorang anak meningkat ditandai dengan adanya perubahan pengetahuan
dan pemahaman mereka tentang kebutuhan dan peraturan-peraturan yang berlaku. Anak yang
mencapai tugas perkembangan akan membawa keuntungan psikososial yang jelas dan
membuat dia tumbuh dan berkembang lebih jauh lagi. Dalam perkembangan anak, emosi
memiliki peranan-peranan tertentu, seperti, media untuk penyesuaian diri dan
mempertahankan kelangsungan hidup (adaptation&survival).
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami asuhan keperawatan jiwa pekembangan
psikososial pada bayi
2. Tujuan khusus
Psikososial merupakan hal yang penting bagi bayi. Karena pada tahap perkembangan
psikososial bayi inilah yang akan mempengaruhi perkembangan- perkembangan bayi
selanjutnya dalam berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan sekitar. Tumbuh-
kembang tercepat terjadi pada masa bayi yang terlihat melalui peningkatan kendali motorik
yang mengikuti prinsip tumbuh-kembang, yaitu pola sefalokaudal dan prokosimodistal. Bayi
dapat mengendalikan kepalanya pada usia 3 bulan, mengendalikan torso usia 6 bulan,
pengendalian terhadap tungkai pada usia 9 bulan. Koordinasi mata –tangan sehingga bayi
dapat mengambil dan memegang sesuatu pada usia 6 bulan. Begitu juga pada usia yang sma
sudah dapat berguling yang selanjutnya secara bertahap belajar berjalan pada usia sekitar 12
bulan. (Suliswati, 2012)
Perkembangan psikososial pada bayi melibatkan semua aspek utama perkembangan
yang penting untuk proses maturasi pada tahap yang lebih lanjut, yaitu perkembangan
emosi, kognitif, dan moral. Perkembangan emosional merupakan kelanjutan pembinaan rasa
percaya versus rasa tidak percaya yang telah dimulai sejak masa neonatus. Penyelesaian
tahap ini sangat menentukan bagaimana individu menyelesaikan tahap tumbuh-kembang
selanjutnya. Pada tahun pertama kehidupannya, bayi bergantung pada orang tua dalam
pemenuhan kebutuhan fisiologis maupun psikologisnya. Pemenuhan terhadap kebutuhan
tersebut diperlukan bayi untuk mengembangkan perasaan percaya melalui sikap orang tua
yang :
a. Secara konsisten berespons terhadap kebutuhan bayi;
b. Membuat lingkungan yang aman melalui rutinitas;
c. Peka terhadap kebutuhan bayi dan pemenuhan kebutuhan secara terampil dan sesegera
mungkin.
Pada usia 7 hingga 9 bulan, bayi mulai menyadari bahwa dirinya merupakan bagian
terpisah dari orng tuanya. Bayi akan menangis jika dipisahkan dari orang tua atau
pengasuhnya. Harga diri terbentuk melalui kegiatan fisik dan reaksi orang lain terhadap
bayi.
Emosi yaitu respon yang timbul dari stimulus yang menyebabkan perubahan-
perubahan fisiologis disertai dengan perasaan kuat. Bayi mengekspresikan sebagian emosi
jauh lebih awal dibandingkan dengan beberapa emosi lain, lalu mengekspresikan dengan rinci
dua perilaku ekspresif emosional yang penting yaitu menangis dan tersenyum.
b. Senyuman
Senyuman ialah perilaku komunikatif bayi yang juga penting. Ada dua tipe senyuman pada
bayi yaitu:
1. Senyuman Refleks
Senyuman refleksi tidak terjadi sebagai respons terhadap rangsangan dari luar.
Senyuman ini tampak selama bulan pertama setelah kelahiran, biasanya selama pola
tidur yang tidak teratur dan bukan ketika bayi sedang berada dalam keadaan terjaga.
2. Senyuman Sosial
Sebaliknya, senyuman sosial terjadi sebagai respons terhadap suatu rangsang dari luar,
yaitu pada awal perkembangan, khususnya sebagai respons terhadap suatu wajah yang
ia lihat. Senyuman social tidak terjadi hingga usia 2 hingga 3 bulan.
3. Perkembangan Temperamen
Temperamen (tabi’at, perangai) merupakan salah suatu dimensi psikologis yang
berhubungan dengan aktivitas fisik dan emosional serta merespons. Secara
sederhana,Goleman merumuskan temperamen sebagai “The moods that typify our emotional
life”. Jelasnya temperamen adalah perbedaan kualitas dan intensitas respons emosional serta
pengaturan diri yang memunculkan perilaku individual yang terlihat sejak lahir, yang relative
stabil dan menetap dari waktu ke waktu dan pada semua situasi, yang dipengaruhi oleh
interaksi antara pembawaan, kematangan, dan pengalaman.
Sejak lahir, bayi memperlihatkan berbagai aktivitas individual yang berbeda- beda.
Beberapa bayi sangat aktif menggerakkan tangan, kaki, dan mulutnya tanpa henti-hentinya,
tetapi bayi yang lain terlihat lebih tenang. Sebagian bayi merespons dengan hangat kepada
orang lain, sementara yang lain cerewet, rewel dan susah diatur. Semua gaya perilaku ini
merupakan temperamen seorang bayi.
Kebanyakan peneliti mengakui adanya perbedaan dalam kecenderungan reaksi utama,
seperti kepekaan terhadap rangsangan visual atau verbal, respons emosional, dan keramahan
dari bayi yang baru lahir. Peneliti Alexander Tomas dan Stella Chess misalnya,
memperlihatkan adanya perbedaan dalam tingkatan aktivitas bayi, keteraturan dari fungsi
jasmani (makan, tidur, dan buang air), pendekatan terhadap stimuli dan situasi baru.
Kemampuan beradaptasi dengan situasi dan orang- orang baru, reaksi emosional, kepekaan
terhadap rangsangan, kualitas suasana hati, dan jangkauan perhatian.Dari hasil penelitian ini,
Alexander Tomas dan Stella Chessmengklasifikan temperamen atas tiga pola dasar:
a. Bayi yang bertemperamen sedang (easy babies)
Menunjukkan suasana hati yang lebih positif, keteraturan fungsi tubuh, dan mudah
beradaptasi dengan situasi baru.
b. Bayi yang bertemperamen tinggi (difficult babies)
Memperlihatkan suasana hati yang negative, fungsi-fungsi tubuh tidak teratur, dan stress
dalam menghadapi situasi baru.
c. Anak yang bertemperamen rendah (slow to warm up babies)
Memiliki tingkat aktivitas yang rendah dan secara relatif tidak dapat menyesuaikan diri
dengan pengalaman baru, suka murung serta memperlihatkan intensitas suasana hati yang
rendah.
Pola-pola temperamen tersebut merupakan suatu karakteristik tetap sepanjang masa bayi dan
anak-anak yang akan dibentuk dan diperbarui oleh pengalaman anak dikemudian hari.
Misalnya anak usia 2 tahun yang digolongkan ekstrem sebagai pemalu dan penakut pada usia
8 tahun. Ini menunjukkan adanya konsistensi perkembangan temperamen sejak lahir.
Konsistensi temperamen ini di tentukan oleh faktor keturunan, kematangan, dan pengalaman,
terutama pola pengasuhan orang tua
4. Perkembangan Attachment
Bayi yang baru lahir telah memiliki perasaan sosial untuk berinteraksi dan melakukan
penyesuaian sosial terhadap orang lain. Oleh sebab itu, tidak heran kalua bayi dalam semua
kebudayaan mengembangkan kontak dan ikatan sosial yang kuat dengan orang yang
mengasuhnya, terutama ibunya.
Kontak sosial pertama bayi dengan pengasuhnya ini diperkirakan mulai terjadi pada
usia 2 bulan, yaitu pada saat bayi mulai tersenyum ketika memandang wajah ibunya dan hal
itu untuk memperkukuh hubungan ibu dan anak. Perkembangan awal kontak sosial pada bayi
ini merupakan dasar bagi pembentukan hubungan sosial di kemudian hari
Pada usia 8 bulan, muncul “objek permanen” bersamaam dengan kekhawatiran terhadap
orang yang tidak di kenal, yang disebut stranger anciety. Pada masa ini bayi mulai
memperlihatkan reaksi ketika didekati oleh orang yang tidak dikenalnya. Setelah usia 8 bulan,
seorang bayi dapat membentuk gambaran mental tentang orang- orang atau keadaan, yang
disebut skema, pada usia 12 bulan umumnya bayi melekat erat pada orang tuanya ketika
ketakutan atau mengira akan ditinggalkan. Ketika mereka bersama kembali, mereka akan
mengumbar senyuman dan memeluk orang tuanya, perasaan cinta antara bayi dan ibu ini
disebut dengan attachment.
Attachment adalah sebuah istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh J. Bowlby tahun
1958 untuk menggambarkan pertalian atau ikatan antara ibu dan anak. Kebanyakan ahli
psikologi perkembangan mempercayai bahwa attachment pada bayi merupakan dasar utama
bagi pembentukan kehidupan sosial anak di kemudian hari. Menurut J. Bowlby, pentingnya
attachment dalam tahun pertama kehidupan bayi adalah karena bayi dan ibunya secara
naluriah memiliki keinginan untuk membentuk suatu katerikatan Menurut Sujono (2009) Ada
4 tahap perkembangan attachment pada bayi :
a. Tahap indiscriminate sosibility (0-2 bulan)
Bayi tidak membedakan antara orang- orang dan merasa senang dengan atau menerima
dengan senang orang yang dikenal dan yang tidak dikenal.
Kegagalan membentuk keterikatan dengan sesorang atau beberapa orang pada tahun
pertama kehidupannya, akan berakibat ketidakmampuan mempererat hubungan sosial yang
akrab pada masa dewasa. Penelitian Baltes dan rekan- rekannya juga menunjukkan bahwa
ibu-ibu yang diperkenankan berinteraksi segera setelah dia melahirkan anaknya, ternyata di
kemudian hari jarang ditemui persoalan-persoalan, seperti ibu yang melalaikan anak,
menyiksa atau pergi meninggalkan anak.
Sejumlah peneliti berkesimpulan bahwa semua bayi terikat pada ibunya dalam tahun
pertama.Akan tetapi kualitas ikatan tersebut berbeda-beda, sesuai dengan tingkat respon ibu
terhadap kebutuhan mereka. Ainswoth (1979) membedakan keterikatan bayi atas dua bentuk,
yaitu, keterikatan yang aman (secure attachment) dan keterikatan yang tidak aman (insecure
attachment).
5. Perkembangan rasa Percaya
Menurut Erik Erikson (1968), pada tahun pertama (bayi usia 1-2 bulan) kehidupan
ditandai dengan adanya tahap perkembangan rasa percaya dan rasa tidak percaya. Erikson
meyakini bayi dapat mempelajari rasa percaya apabila mereka diasuh dengan cara yang
konsisten. Rasa tidak percaya dapat muncul apabila bayi tidak mendapatkan perlakuan yang
baik. Gagasannya tersebut banyak persamaanya dengan konsep Ainsworth tentang
keterikatan yang aman ( secure attachment).
Rasa percaya dan tidak percaya tidak muncul hanya pada tahun pertama kehidupan
saja.Tetapi rasa tersebut muncul lagi pada tahap perkembangan selanjutnya. Beberapa hal
yang harus diperhatikan pada saat anak-anak memasuki sekolah dengan rasa percaya dan
tidak percaya dapat mempercayai guru tertentu yang banyak memberikan waktu baginya
sehingga membuatnya sebagai orang yang dapat dipercayai. Pada kesempatan kedua ini , anak
mengatasi rasa tidak percaya sebalumnya. Sebaliknya,anak-anak yang meninggalkan masa
bayi dengan rasa percaya pasti pada tahap selanjutnya masih dapat memiliki rasa tidak
percaya, yang mungkin terjadi karena adanya konflik atau perceraian kedua orang tuanya.
Erikson menekankan bahwa tahun kedua kehidupan ditandai oleh tahap otonomi versus rasa
malu dan ragu-ragu.
Ketika bayi baru lahir, maka terdapat tahapan sampai bayi berusia dua bulan sebagai berikut:
Bayi 0-1 bulan
Kelekatan hanya bisa tercipta jikalau orang tua mengenal bayi dan mengurus sendiri
bayi sejak awalnya. Jika orang tua sedang menantikan kelahiran bayi pertama, lebih baik
untuk memilih lahir normal (jika memungkinkan). Sekalipun kedengarannya lebih
mengerikan dibandingkan dengan operasi, kelahiran normal memberikan memory
tersendiri antara anda-suami-anak. Memory itu dapat mempererat hubungan orang tua.
Dalam tahap ini, orang tua utamanya ibu lebih baik memilih tidur sekamar dengan
bayi.Keberadaan ayah di tengah malam juga sangat menolong.(bread feeding father)
Bayi 1-2 bulan
Sekitar usia 6 minggu, sistem penglihatan bayi sudah mulai berkembang. Pada level
ini, bayi mulai memasuki level interaksi sosialnya. Ia mulai menatap wajah ibu dan mulai
membesarkan matanya. Pada saat inilah untuk pertama kalinya ibu merasa si bayi
memandangi wajahnya dan mulai berinteraksi lebih hangat lagi dengan si bayi.
Bagi orang tua hendaknya memberikan mainan yang berbunyi di dekat mata bayi dan
gerakan dari kiri ke kanan dan sebaliknya, jauh - dekat, dan sebaliknya.Hal ini dapat melatih
penglihatan bayi. Pada waktu usia 2 bulan, orang tua akan menemukan bayi tersenyum manis
didepannya. Bukan lagi senyum refleks pada saat tidur, tapi senyum yang memancing respon
anda untuk membuatnya tersenyum lebih lebar.Pada saat inilah orang tua mengetahui bahwa
tiba saatnya perannya dibutuhkan untuk mulai pendidikan sosial bagi bayi. Sekalipun pada
usia ini senyumannya belum terarah kepada orang tertentu (karena keterbatasan penglihatan),
stimulasi orang tua sangatlah dibutuhkan. Pada saat bayi tersenyum, orang tua hendaknya
memberikan respon dengan mengajak berbicara, tersenyum kembali, atau menggelitik
dagunya.
Bayi akan tersenyum kembali, kadang lebih lebar atau bahkan tertawa dan
mengeluarkan suara. Respon bayi ini akan mendorong orang tua untuk memberikan stimulasi
kembali. Maka terjadilah interaksi atau komunikasi yang sederhana antara bayi dengan orang
tua. Diketemukan bahwa interaksi seperti ini mempengaruhi perkembangan kecerdasan anak.
Anak-anak yang mencapai nilai tinggi dalam test intelegensi telah mendapatkan stimulasi
yang baik dari orang tua ketika mereka masih bayi. orang tua mengajak berbicara, tersenyum,
bermain, mendengarkan, meniru, dan memberikan respon yang konstan kepada senyuman
bayi.Pada usia 2 bulan bayi akan menggapaikan tangannya di hadapan mukanya. Pada saat
seperti itu orang tua dapat membiarkannya sendiri di baby box dan pergi mengerjakan hal-hal
lain.
6. Perkembangan Otonomi
Menurut Chaplin (2002), otonomi adalah kebebasan individu manusia untuk memilih,
untuk menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai dan menentukan dirinya sendiri.
Menurut Erikson,. Pada tahap ini, bayi tidak hanya dapat berjalan, tetapi mereka juga dapat
memanjat, membuka dan menutup , menjatukan, menolak dan menarik, memegang otonomi
atau kemandirian merupakan tahap ke dua perkembangan psikososial yang berlangsung pada
akhir masa bayi dan masa baru pandai berjalan. Otonomi dibangun di atas perkembangan
kemampuan mental dan kemampuan motorikdan melepaskan. Bayi merasa bangga dengan
prestasi ini dan ingin melakukan segala sesuatu sendiri. Selanjtnya mereka juga dapat belajar
mengendalikan otot mereka dan dorongan keinginan diri mereka sendiri.
Dengan demikian, setelah memperoleh kepercayaan dari pengasuh mereka, bayi mulai
menemukan bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka mulai menyatakan
rasa mandiri atau otonomi mereka. Mereka menyadari kemauan mereka. Pada tahap ini bila
orang tua selalu memberikan dorongan kepada anak agar dapat berdiri di atas dua kaki mereka
sendiri, sambil melatih kemampuan-kemampuan mereka, maka anak akan mampu
mengembangkan pengendalian atas otot, dorongan, lingkungan dan diri sendiri (otonom).
Sebaliknya, jika orang tua cenderung menuntut terlalu banyak atau terlalu membatasi hak
untuk menyelidiki lingkungannya, maka anak akan mengembangkan suatu rasa malu dan
ragu-ragu yang berlebihan tentang kemampuan mereka untuk mengendalikan diri mereka
sendiri dan dunia mereka.
Erikson yakin tahap otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu memiliki implikasi yang
penting bagi perkembangan kemandirian dan identitas selama remaja. Perkembangan otonomi
selama tahun-tahun balita memberi remaja dorongan untuk menjadi individu yang mandiri ,
yang dapat memiliki dan menentukan masa depan mereka sendiri. Meskipun demikian
menurut Santrock (1995), terlalu banyak otonomi sama bahayanya dengan terlalu sedikit
otonomi. Pada tahap ini jika bayi mempercayai pengasuhnya, mereka akan menegaskan
independensi dan menyadari kehendaknya sendiri. Jika bayi terlalu banyak dibatasi, mereka
akan mengembangkan sikap malu dan ragu. Tahap ini berlangsung ketika bayi berusia sekitar
1-2 tahun.