Tentang
AKSARA BIMA
DISUSUN OLEH:
WARDAN ZAKYAH
KELAS : X MIPA 6
DIBIMBING OLEH:
IBU JURIATI, S.Pd
Puja puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan limpahan
karunia dan rahmatnya kepada kita semua, sehingga pada hari ini penulis telah menyelesaikan
tugas makalah dengan judul “Aksara Mbojo ” dengan tepat waktu.
Adapun kendala dan masalah ketika penulisan makalah ini dikarenakan kami sebagai
penulis masih banyak kurangnya wawasan dan miskin ilmu yang kami miliki , apabila kami
tidak dibantu oleh pihak-pihak yang terkait, mungkin kami akan mengalami kesulitan dalam
penyusunan makalah, maka kiranya dengan ini izinkan kami mengucapkan rasa terima kasih
kami kepada seluruh pihak-pihak yang telah membantu kami menyelesaikan tugas makalah ini.
Cukup itu kiranya kata pengantar dari kami apabila ada kesalahan atau kekurangan dalam
penulisan silahkan memberikan kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan
penulisan makalah ini, jika ada benarnya itu semua datangnya dari Allah swt Yang Maha Benar.
Terimakasih semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca yang budiman.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
C. Tujuan ..................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Penemuan Aksara Bima ............................................................................. 3
B. Nggahi Mbojo ......................................................................................................... 4
C. Aksara Mbojo.......................................................................................................... 4
D. Penanggalan dalam Aksara Bima ........................................................................... 7
A. latar Belakang
Dulu peradaban Bima telah mencapai level tertentu pada zamannya. Ada bukti sejumlah
bangunan fisik yang hingga kini masih kokoh. Ada sejumlah cacatan yang masih tersimpan rapi.
Kabarnya, di Belanda masih ada yang disimpan. Demikian juga negara lain. Terakhir yang kini
ramai dibicarakan adalah Aksara Mbojo.
Memelajari kembali jejak budaya dan sejarah Mbojo, tidaklah berarti kembali pada
khayalan masa lalu. Namun, merupakan sumber motivasi dan inspirasi bagi generasi masa kini
agar menapaki perjalanan yang selalu melirik kearifan lokal. Kita seharusnya bersyukur karena
ada bukti fisik masa lampau yang bisa dinapaktilasi. Tinggal bagaimana merawat dan
mengaktualisasikannya sesuai fungsinya.
Sebenarnya, Aksara Mbojo secara terbuka sudah terpajang di tembok Museum Istana
Bima. Para pengunjung jelas bisa melihatnya. Namun, tidak banyak yang tergoda meliriknya.
Pemerintah Daerah pun bisa dianggap gagap tanggap. Tidak sigap mengekspresikannya dalam
bentuk buku dan realisasi praktis, seperti pada nama jalan atau situs lain sebagainya. Padahal,
keberadaan Aksara Mbojo itu mengisyaratkan peradaban suatu daerah yang maju pada masanya.
Nah, kini kaum muda mulai mengenalkan lagi Aksara Mbojo dan masuk ke situs
Ensiklopedi Aksara Dunia. Kita berharap upaya ini mendapat sambutan luas agar kekayaan
budaya Bima semakin ‘membumi’ pada masyarakatnya sendiri dan dunia luar. Memang anak-
anak Mbojo selayaknya dikenalkan aksara daerahnya sendiri agar memahami bagaimana seluk-
beluknya. Apalagi, sudah ada situs yang mengakomodirnya. Jangan sampai aksara itu malah
dikuasai oleh masyarakat atau pecinta budaya di luar daerah. Di Yogyakarta dan Solo, sebagai
contoh, aksara setempat dipajang bersamaan dengan nama jalan atau tempat-tempat situs yang
bersejarah. Soal aksaran ini, peran Ina Kau Mari (almarhumah) dalam memotivasi kaum muda
patut diapresiasi.
Apa yang bisa dilakukan? Setidaknya mulai saat ini, kita mengadaptasi nama sendiri
dalam Aksara Mbojo. Memang hurufnya masih asing, terlihat seperti ‘cakar ayam’. Namun,
kekayaan budaya yang tidak cepat dikenalkan akan menyebabkan generasi bisa kehilangan
momentum dalam penyikapannya.
Saat ini, kesadaran mengenal budaya sendiri harus digenjot. Tujuannya agar berseiringan
dengan derap langkah dinamika pembangunan modern dan geliat perkembangan tekonologi
informasi. Membiarkan generasi kini tanpa asupan kekayaan budaya, akan menyebabkan mereka
‘gagap berdiri di tengah kandangnya sendiri’. Jika ada rencana ‘membumikan’ lagi Aksara
Mbojo dan mengenalkan kepada pelajar dan umum, maka harus didukung bersama. Kepedulian
kita hari ini akan sangat berarti bagi perjalanan dan warna kebudayaan daerah ke depan.
Aksara Mbojo jelas mengonfirmasi pada dunia hari ini bahwa ada kekayaan masa lalu yang tidak
semua daerah memilikinya. Tugas besar generasi hari ini adalah menjaga dan melestarikannya
agar tidak hanyut oleh laju perjalanan waktu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Penemuan Aksara Bima?
2. Apa itu Nggahi Mbojo?
3. Apa itu Aksara Bima?
4. Bagaimana Penanggalan dalam Aksara Bima?
Vokal
Nasalisasi
Ada beberapa suara hidung dalam bahasa Bima. Beberapa dari mereka memiliki surat mereka
sendiri: mpa, nca, nta, nga, sementara yang lain bisa menjadi hidung tergantung konteks
kalimatnya: mba -> ba; nda -> da; ngga -> ga.
Konsonan Q, V, X, dan Z tidak ada dalam naskah Bimanese dan digantikan oleh yang memiliki
suara serupa.
Q -> K
V -> F
X -> (Bimanese mungkin tidak memiliki kata - kata yang menggunakan konsonan ini)
Z -> J
Diakritik
Tanda berulang, yang seperti huruf Arab "dua" (2) menunjukkan bahwa sebuah kata
dibaca dua kali.
Virama dapat muncul di atas atau di bawah sebuah surat.
Contoh teks
Transliterasi
Dowu ma pertama mabade warana aksara mbojo ededu putri Maryam R Salahuddin deyi
salelana kertas ma tunti kayi aksara mbojo mamayi ta dowu Belanda.
Terjemahan
Orang pertama yang tahu tentang keberadaan naskah Bimanese adalah putri Maryam R
Salahuddin dari catatan tertulis dalam naskah Bimanese oleh seorang peneliti Belanda.
2. Tahun Hijriyah
Mahram (Muharram)
Shafara
Rabiul Awal
Rabiul Akhir
Jumadil Awwal
Jumadil Akhir
Rajab
Sya'ban
Ramadhan
Syawwal
Dzul-Qa'idah
Dzul-Hijjah
Kedua, adanya Tahun Hijriyah tentunya bukan tanpa sebab, sebagaimana diketahui latar
belakang Bima adalah sistem Kesutanan yang tentunya nilai-nilai Islam sangat sarat dan melekat
di dalamnya. Adapun fungsinya, seperti untuk mengetahui hari-hari besar Islam, haji pada bulan-
bulan haram, puasa sunnah maupun wajib dan besar kemungkin juga digunakan untuk
menentukan sesuatu hal yang besar. Setelah kolom bulan Hijriyah, dalam naskah tersebut ada
kolom yang menurut saya adalah tahun. Disana tertulis mulai dari tahun 1293, 1294, 1295, 1296,
1297, 1298, 1299, 1300, 1301, 1302 dan 1303.
Ketiga, Tahun China. Shio atau kadang disebut juga dengan Zodiak Tionghoa adalah simbol
binatang yang digunakan untuk melambangkan Tahun dalam astrologi Tionghoa dan
kalender Imlek. Dalam Tradisi Tionghoa, setiap orang dilahirkan pasti memiliki Shio yang
dikaitkan dengan Tahun kelahirannya. Jumlah Shio dalam Tradisi Tionghoa terdiri dari 12
Binatang dan disebut dengan 12 Shio yang mewakili siklus 12 tahunan. Penetapan Shio bagi
seseorang adalah berdasarkan Kalender Imlek yang merupakan Kalender yang sistem
perhitungan Waktu, Hari, Bulan dan Tahun berdasarkan perputaran Bulan.
Shio yang tertulis dalam selembar naskah tersebut, memiliki perbedaan dengan Shio yang
terdapat dalam kalender China. Shio dalam kalender China diawali dengan Shio tikus, sedangkan
dalam naskah diawali dengan Shio Sapi.
Lebih jelasnya simak tabel berikut ini!
NO SHIO CHINA SHIO DALAM NASKAH
ARAB AKSARA INDONESIA
MBOJO
1 TIKUS BAQARAH CAPI SAPI
2 SAPI NIMRI/NAMUR MACAN MACAN
3 HARIMAU ‘ARNAB KARAWO KELINCI*
4 KELINCI SAMAK/SMAK UTA IKAN
5 NAGA SA’BAN/THUEBAN SAWA ULAR
6 ULAR FARSI/FARAS JARA KUDA
7 KUDA GHANAM MBE’E KAMBING
8 KAMBING QARAD BOTE MONYET
9 MONYET TAYR NASI BURUNG
10 AYAM KALABI/KALB LAKO ANJING
11 ANJING KHINZIR WAWI BABI
12 BABI FAR KARAWO TIKUS
Keterangan: (*) Dalam naskah tersebut, yang tertulis dalam aksara Bima "Karawo". Namun
yang dimaksud berdasarkan bahasa Arabnya yaitu 'ARNAB yang berarti Kelinci. Bisa jadi
binatang tersebut tidak dikenal oleh masyarakat Bima atau dikarenakan ada sesuatu hal yang
lain.
Oleh karena hampir seluruh masyarakat Bima dahulu dan sekarang menggantungkan diri dari
bertani dan berladang dan sebagai pelaut/nelayan, ketiga kalender inilah yang menjadi patokan.
Patokan kapan waktu yang baik untuk menanam (bercocok tanam) dan atau melaut. Sehingga,
bagi petani terhindar dari bencana seperti hama atau gagal panen dan bagi nelayan terhindar dari
bencana laut sehingga mendapatkan hasil tangkapan yang memuaskan. Artinya, kalender diatas
adalah dijadikan sebagai acuan dan patokan untuk menentukkan hari baik dalam segala urusan.
Kalender ini adalah sebagai pedoman masyarat Mbojo untuk menentukkan hari-hari baik dalam
setiap kegiatan yang akan dilakukan. Sama halnya dengan naskah Kutika yang dimiliki oleh
daerah lain yang juga digunakan untuk hal tersebut.
Selanjutnya dalam naskah ini juga ada satu huruf yang awalnya belum ada dalam aksara Mbojo
yang sudah dirilis. Berdasarkan bahasa Arabnya yakni "kalabi/kalb" yang berarti Anjing dan
dalam bahasa Bimanya "Lako", maka huruf dalam naskah tersebut adalah LA. Sehingga
sementara ini aksara Mbojo dapat dikatakan memiliki dua huruf yang berbunyi LA.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aksara Bima atau disebut juga aksara Mbojo adalah aksara yang digunakan dikawasan
Bima, Nusa Tenggara Barat. Aksara Bima dapat merujuk pada dua bentuk aksara, yaitu aksara
Bima/mbojo yang berbentuk mirip aksara lontara/bugis, dan aksara Bima kuna.
Setelah Islam masuk ke Bima, kerajaan Bima beralih menjadi kesultanan. Sultan Bima II
memerintahkan segala bentuk kegiatan tulis menulis beralih kepada menggunakan aksara arab
dan bahasa melayu, hal ini dilakukan untuk memperlancar komunikasi sehubungan dengan
berkembangnya hubungan kesultanan Bima dengan kerajaan-kerajaan lain di nusantara
Pada tahun 1987, setelah penelitian panjang, Hj. Siti Maryam R. Salahuddin (yaitu puteri
dari Sultan Bima ke-14, Sultan Muhammad Salahuddin) menemukan catatan mengenai aksara
Bima di Perpustakaan Nasional Indonesia di Jakarta, yaitu selembar dokumen seorang peneliti
belanda, H Zollinger dan juga catatan aksara Bima dari Raffles didalam bukunya History of Java
B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak kesalahan
dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman
pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA