Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

APPENDICITIS AKUT

Oleh:
dr. Sheren Bella Ridca, S.Ked

Pembimbing:
dr. Selamet Ariyanto
dr. Devi Amuwardani

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT WIJAYA KUSUMA LUMAJANG
FEBRUARI 2021-NOVEMBER 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunia-Nya, laporan kasus yang berjudul “Appendicitis Akut” ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya. Laporan kasus ini disusun dalam rangka mengikuti Program
Internsip Dokter Indonesia di RS Wijaya Kusuma Lumajang periode Februari 2021
sampai November 2021.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak memperoleh bimbingan,
petunjuk serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini,
penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. dr. H. Koeswandono, M.Kes selaku Direktur RS Wijaya Kusuma Lumajang,
2. dr. Selamet Ariyanto selaku dokter pembimbing internsip RS Wijaya Kusuma
Lumajang,
3. dr. Devi Amuwardani, selaku dokter pembimbing internsip RS Wijaya Kusuma
Lumajang,
4. Tim IGD RS Wijaya Kusuma Lumajang,
5. Teman-teman sejawat internsip lainnya,
6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan bantuan
yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan ini dapat
memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan dan memberi manfaat bagi
masyarakat.

Lumajang, Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i


KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................ 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 9
3.1 Definisi ................................................................................................... 9
3.2 Etiologi ................................................................................................... 9
3.3 Klasifikasi ................................................................................................ 9
3.4 Patofisiologi............................................................................................. 11
3.5 Manifestasi Klinis.................................................................................... 12
3.6 Diagnosis ................................................................................................. 14
3.7 Diagnosis Banding .................................................................................. 24
3.8 Tatalaksana .............................................................................................. 26
3.9 Komplikasi .............................................................................................. 27
3.10 Prognosis ............................................................................................... 29
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................... 30
BAB V KESIMPULAN ...................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 33

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis.
Appendix merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang
berada di perut kanan bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali
menimbulkan masalah bagi kesehatan. Peradangan akut Appendix atau
Appendicitis acuta menyebabkan komplikasi yang berbahaya apabila tidak segera
dilakukan tindakan bedah.
Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering
ditemukan. Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak
umum pada anak sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan Appendicitis
akut mengalami perforasi setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan
peningkatan pemberian resusitasi cairan dan antibiotik yang lebih baik,
appendicitis pada anak-anak, terutama pada anak usia prasekolah masih tetap
memiliki angka morbiditas yang signifikan. Diagnosis Appendicitis akut pada
anak kadang-kadang sulit. Hanya 50-70% kasus yang bisa didiagnosis dengan
tepat pada saat penilaian awal. Angka appendektomi negatif pada pasien anak
berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik
merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis Appendicitis. Semua
kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari Appendix yang
terinflamasi.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas
Nama Pasien (L/P) : Ny. IH /P
TTL/Usia : 11 Februari 1994/ 27 th
Alamat : Jogotrunan
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Agama : Islam
Suku : Jawa
No. RM : 155637
Tanggal Pemeriksaan : 07 Oktober 2021, 09.40 WIB
2.2. Anamnesis
1. Keluhan utama : Nyeri perut kanan bawah
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RS Wijaya Kusuma dengan keluhan nyeri perut. Nyeri
perut terutama dirasakan pada perut bagian kanan bawah. Nyeri sudah dirasakan
selama 3 hari ini, nyeri disertai dengan keluhan mual (+), muntah (-), penurunan
nafsu makan (+), mencret (+) 1x kemarin, dan demam (+). Saat keluhan muncul
pertama kali 3 hari yll pasien sempat periksa ke poli RS Wijaya Kusuma dan
diberikan injeksi ketorolac, obat minum: sumagesic, dan lansoprazole, kemudian
pasien disarankan untuk periksa USG obgyn. 1 hari SMRS pasien melakukan
pemeriksaan USG OBGYN dan tidak didapatkan kelainan. Pasien mengatakan
nyeri berkurang saat meminum sumagesic namun tidak bertahan lama.
Dari keterangan pasien, pasien mengatakan 1 bulan yang lalu sempat
mengalami keluhan serupa dan periksa di RS Wijaya Kusuma dan dilakukan
pemeriksaan USG abdomen namun tidak didapatkan kelainan. Pasien juga
mengaku rasa nyerinya lebih konstan daripada 1 bulan yll. HPHT 2 September
2021
3. Riwayat penyakit dahulu
• Riwayat penyakit serupa : (+) 1 bulan yll, membaik dengan minum obat anti
nyeri

2
• Riwayar diabetes : tidak ada
• Riwayat penyakit jantung: tidak ada
• Riwayat penyakit paru : tidak ada
• Riwayat hipertensi : tidak ada
4. Riwayat pengobatan :
• Injeksi ketorolac
• Sumagesic
• Lansoprazole
5. Riwayat Penyakit Keluarga
• DM (-)
• Hipertensi (+)
6. Riwayat Kebiasaan
• Makan : 3 kali sehari.
• Alkohol : (-)
• Olahraga : (-)
• Merokok : (-)
7. Riwayat alergi : (-)
8. Riwayat sosial ekonomi : menengah ke atas

2.3. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang (Skala Nyeri: 6), lemas
2. Kesadaran : Compos mentis, GCS 456
3. Tanda Vital
Tekanan darah: 119/75 mmHg
Nadi : 117x / menit, reguler, kuat angkat
Pernafasan : 22x /menit, regular
Suhu : 38,9 oC
SpO2 : 98 %
BB : 55 Kg
4. Kulit
Warna kulit kuning sawo matang, turgor kulit normal, ikterik (-).pucat(-),
ptechie (-), pigmentasi kulit (-)

3
5. Kepala
Bentuk normocephal, rambut tidak mudah dicabut,vulnus laseratum(-),
hematome (-).
6. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor diameter 3 mm, reflek
cahaya (+).
7. Telinga
Bentuk normotia, sekret (-/-), pendengaran berkurang (-/-).
8. Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-), deformitas (-/-
),rhinorrheae (-), vulnus ekskoriasi (-)
9. Mulut dan tenggorokan
Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-), tonsil membesar (-), pharing
hiperemis (-).
10. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-).
11. Thorax
bentuk simetris, retraksi supraklavikula (-), retraksi interkostal(+), retraksi
subkostal(-), hematoma (-), jejas (-), nyeri tekan (-)
a. Cor :
I : sianosis (-), iktus kordis tidak tampak
Pa : Iktus kordis teraba pada ICS V2 cm lateral LMCS, Pulsus perifer normal
Pe : batas jantung-paru normal
A : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-), gallop (-)
b. Pulmo : statis (depan dan belakang)
I : pengembangan dada kanan dan kiri simetris, benjolan (-), luka (-),
hematoma (-)
Pa : nyeri tekan (-), krepitasi (-), flail chest (-)
Pe : sonor, batas jantung-paru normal, batas paru-hepar normal
A : vesikuler normal, suara tambahan (-)

4
Rhonki Wheezing
- - - -
- - - -
- - - -

12. Abdomen
I : datar, distended(-), darm countur (-), darm steifung (-), jejas (-), scar (-)
A : bising usus (+) normal, bruit (-)
Pe : timpani
Pa : soufel, hepar dan lien tidak teraba, Mc burney pain (+), psoas sign (+).
Obturator sign (+)
13. Ekstremitas
Akral hangat , CRT< 2 detik, edema tungkai -/-
14. Genitalia
Tidak dievaluasi
2.4. Pemeriksaan Penunjang
– Laboratorium 07/10/2021

Pemeriksaan Keteran
HASIL SATUAN NILAI NORMAL
gan
Hematologi
Hb 12.5 g/dL 10,7-14
Hematokrit 37 % 34-47
Eritrosit 4,6 10^6/cmm 3,4-5,1
Leukosit 19.500 cell/cmm 6000 – 14.000
Trombosit 339.000 cell/cmm 150.000 -450.000
LED 38 mm/jam P: 0-20 L: 0-10
Differential
Basofil 0 0-1
Eusinofil 0 1-6
Limfosit 7 30-64
Monosit 6 0-7

5
Stab 0 3-5
Seg 87 20-48
Faal Hemostasis
PPT 15.4 INR 1.15 Detik 12-19
APTT 31.0 Detik 27-42
Gula Darah
GDA 112 Mg/dl <140
Immunologi
Antigen SARS-COV Non reaktif
19

2.5. Diagnosa Banding


• Appendicitis akut
• Kehamilan Ektopik Terganggu
• Pelvic Inflamatory Disease
2.6. Resume
Wanita usia 27 th datang ke IGD pada hari kamis tanggal 07 Oktober 2021 pukul
09.40 WIB dengan keluhan nyeri perut kanan bawah, nyeri dirasakan sejak 3 hari
yll disertai mual (+), penurunan nafsu makan (+), mencret (+) 1x kemarin. 3 hr yll
periksa ke poli mendapatkan injeksi kaltrofen dan obat minum (sumagesic dan
lansoprazole), 1 hari SMRS USG obgyn dalam batas normal. 1 bulan yll keluhan
serupa namun nyeri tidak seintens keluhan saat ini. 1 bulan yll USG abdomen dalam
batas normal
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital TD 119/75 mmhg, Nadi 117x/menit,
RR 22x/menit, dan Suhu 38.9oC, SpO2 98%. Pemeriksaan fisik didapatkan
abdomen soufel, bu (+) normal, timpani, mc burney sign (+), psoas sign (+),
obturator sign (+). Pada pemeriksaan lab didapatkan leukosit 19.500, Diff count :
segmen 87%, dan Swab Ag SARS COV-19 non reaktif. Alvarado score: 9.
Appendicitis inflammatory respon score: 9 → high probability, surgical exploration
2.7. Diagnosa Kerja
Appendicitis Akut

6
2.8. Planning (penatalaksanaan)
1. Terapi IGD
- Infus Ringer laktat 1000 cc/24jam
- Inf Paracetamol 3x500mg (prn)
- Ranitidin 2 dd 1 ampul
- Ondansentron 3 dd 4 mg
- Inj Cefotaxime 3x1g
- Konsul Sp. B → Pro operasi pukul 13.00
2. Monitoring
Keluhan dan tanda vital
3. KIE
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit pasien, indikasi
rawat inap, dan indikasi tindakan bedah
- Puasa pre OP

2.9. Monitoring SOAP


Tgl S O A P
07/10/21 Nyeri (-), mual KU: Baik Post op A/P Sp. B & Sp. An
14.30 (-), muntah (-) GCS; 456 appendikto - Infus Ringer laktat
TD: 100/80 mmHg mi 1500 cc/24jam
N; 77x/menit - Inj Ranitidin 2x50 mg
RR; 20x/menit - Inj Cefotaxime 3x1 g
T; 36.80C - Inj Ketorolac 3x30
SpO2; 98 % mg
Abdomen: Soufel, - Tramadol 3x100 mg
Bu (+) normal, drip/24 jam
nyeri tekan (-)
08/10/21 Nyeri luka KU: Baik Post op - Infus Ringer laktat
13.00 operasi (+), GCS; 456 appendikto 1500 cc/24jam
mobilisasi TD: 100/60 mmHg mi - Inj Ranitidin 2x50 mg
duduk (+), N; 88x/menit - Inj Cefotaxime 3x1 g
RR; 20x/menit

7
Makan & T; 36.0C - Inj Ketorolac 3x30
Minum (+) SpO2; 98 % mg
Abdomen: Soufel,
Bu (+) normal,
nyeri tekan (+)
sekitar luka operasi.
Luka tertutup kasa
(+)
09/10/21 Demam pagi KU: Baik Post op - KRS
tadi (+), mual (- GCS; 456 appendikto PO:
), muntah (-), TD: 110/70 mmHg mi - Amoxiclav 3x1
BAB (-), kentut N; 105x/menit - As. Mefenamat 3x1
(+), duduk dan RR; 20x/menit k/p nyeri
berjalan (+) T; 37.1.0C - PCT 4x1 k/p demam
SpO2; 99 %
Abdomen: Soufel,
Bu (+) normal,
nyeri tekan (+)
sekitar luka operasi.
Luka tertutup kasa
(+)

2.10. Prognosis
Quo ad vitam : dubia at bonam
Quo ad fungsionam : dubia at bonam
Quo ad sanationam : dubia at bonam

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Appendicitis


Apendicitis merupakan peradangan yang terjadi pada appendix vermiformis, dan
merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering. Appendicitis dapat
disebabkan karena infeksi atau obstruksi pada appendix. Obstruksi menyebabkan
appendix menjadi bengkak, perubahan flora normal dan mudah diinfeksi oleh
bakteri. Jika diagnosis lambat ditegakkan, dapat terjadi perforasi pada appendix.
Sehingga akibatnya terjadi peritonitis atau terbentuknya abses disekitar appendix. 6

3.2 Etiologi
Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen
appendix. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan feses yang
keras (fecalith), hiperplasia jaringan limfoid, tumor appendix, striktur, benda asing
dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan.
Diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan, fekalit dan hiperplasia
jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Penyebab
lain yang diduga menimbulkan appendicitis adalah ulserasi mukosa appendix oleh
parasit E. histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan
2,6

mengkonsumsi makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya


penyakit appendicitis. Feses yang keras dapat menyebabkan terjadinya konstipasi.
Kemudian konstipasi akan menyebabkan meningkatnya tekanan intrasekal yang
berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendix dan meningkatnya pertumbuhan
flora normal kolon. Semua ini akan mempermudah timbulnya appendicitis. 6

3.3 Klasifikasi
Adapun klasifikasi appendicitis berdasarkan kliniko patologis adalah sebagai
berikut:
A. Appendicitis akut
1 Appendicitis akut sederhana ( Cataral Appendicitis )

9
Proses peradangan terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan oleh obstruksi.
Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendix dan terjadi peningkatan
tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendix jadi
menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah
umbilikus, mual, muntah, anoreksia, dan demam ringan. Pada appendicitis cataral
terjadi leukositosis dan appendix terlihat normal, hiperemia, edema, dan tidak
ditemukan eksudat serosa.
2 Appendicitis akut purulent (supurative appendicitis)
Tekanan dalam lumen terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendix dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemik dan edema pada appendix. Mikroorganisme
yang ada di kolon berinvasi ke dalam dinding appendix menimbulkan infeksi
serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada
appendix dan mesoappendix terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen
terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc.Burney, defans muskuler, dan nyeri
pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh
perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
3 Appendicitis akut gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu
sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif,
appendix mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendix berwarna
ungu hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut gangrenosa
terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.
B. Appendicitis infiltrat
Appendicitis infiltrat adalah proses peradangan appendix yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum, ileum, caecum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan masa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya.
C. Appendicitis abses
Terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka
kanan, lateral dari caecum, retrocaecal, sucaecal, dan pelvic.

10
D. Appendicitis perforasi
Adalah pecahnya appendix yang sudah gangren yang menyebabkan pus masuk
kedalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding appendix
tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
E. Appendisitis kronis
Merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai proses radang yang
persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya
obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosis appendicitis kronis baru dapat
ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih
dari dua minggu, radang kronik appendix secara makroskopik dan mikroskopik.
Secara histologis, dinding appendix menebal, sub mukosa dan muskularis propia
mengalami fibrosis. Terdapat infiltrat sel radang limfosit dan eosinophil pada sub
mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.

3.4 Patofisiologi
Patologi appendicitis berawal dari mukosa dan kemudian melibatkan seluruh
lapisan dinding appendix vermiformis dalam waktu 24-48 jam pertama. Jaringan
mukosa pada appendix vermiformis menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya.
Terjadinya obstruksi lumen menyebabkan sekresi mukus dan cairan, akibatnya
terjadi peningkatan tekanan luminal sebesar 60 cmH2O, yang seharusnya hanya
berkapasitas 0,1-0,2 mL.
Bakteri dalam lumen appendix vermiformis berkembang dan menginvasi
dinding appendix vermiformis sejalan dengan terjadinya pembesaran vena dan
kemudian terganggunya arteri akibat tekanan intraluminal yang tinggi. Ketika
tekanan kapiler melampaui batas, terjadi iskemi mukosa, inflamasi dan ulserasi. Pada
akhirnya, pertumbuhan bakteri yang berlebihan di dalam lumen dan invasi bakteri ke
dalam mukosa dan submucosa menyebabkan peradangan transmural, edema, stasis
pembuluh darah, dan nekrosis muskularis yang dinamakan apendisitis kataralis. Jika
proses ini terus berlangsung, menyebabkan edema dan kongesti pembuluh darah
yang semakin parah dan membentuk abses di dinding apendiks vermiformis serta
cairan purulen, proses ini dinamakan appendicitis flegmonosa. Kemudian terjadi
gangren atau kematian jaringan yang disebut appendicitis gangrenosa. Jika dinding

11
appendix vermiformis yang terjadi gangren pecah, tandanya appendicitis berada
dalam keadaan perforasi.
Untuk membatasi proses radang ini tubuh juga melakukan upaya pertahanan
dengan menutup appendix vermiformis dengan omentum, ileus, atau adneksa
sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah
infiltrat appendix. Pada anak-anak dengan omentum yang lebih pendek, appendix
vermiformis yang lebih panjang, dan dinding appendix vermiformis yang lebih tipis,
serta daya tahan tubuh yang masih kurang, dapat memudahkan terjadinya
appendicitis perforasi. Sedangkan pada orang tua, appendicitis perforasi mudah
terjadi karena adanya gangguan pembuluh darah.
Appendix vermiformis yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna
tetapi membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah.
Sehingga suatu saat, organ inidapat mengalami peradangan akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut. 1,2,5,6

3.5 Manifestasi klinis


Gejala klasik appendicitis adalah nyeri samar dan tumpul yang merupakan
nyeri visceral dan nantinya akan terlokalisir pada abdomen kuadran bawah dan
biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Pada
6

appendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan pada kuadran kanan bawah
pada titik Mc Burney yang berada antara umbilikus dan spinalis iliaka superior
anterior. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan somatik setempat. Nyeri tekan lepas juga mungkin akan dijumpai. Derajat
nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung
pada beratnya infeksi dan lokasi appendix. Bila appendix melingkar dibelakang
sekum, nyeri dan nyeri tekan terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis,
tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal.
Appendix yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan
gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat,
pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Nyeri pada
defekasi menunjukkan ujung appendix berada dekat rektum. Jika appendix tadi
menempel ke kandung kemih atau ureter, dapat terjadi peningkatan frekuensi miksi,

12
karena rangsangan appendix terhadap dinding kandung kemih dan nyeri pada saat
berkemih. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi.
Apabila appendix telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen dapat
terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien akan memburuk. Bila letak appendix
retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya terlindung sekum maka tanda nyeri
perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada rangsangan peritoneal. Rasa nyeri
lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi
otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.
Gejala appendicitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan
diagnosis, dan akibatnya appendicitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga
biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. 2,3

Tabel tanda dan gejala Appendicitis

13
3.6 Diagnosis
A. Anamnesis
• Nyeri/sakit perut
Nyeri terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi
pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut
(tidak pin-point). Mula-mula nyeri dirasakan pada daerah epigastrium kemudian
menjalar ke Mc Burney. Apabila telah terjadi inflamasi (> 6 jam) penderita dapat
menunjukkan letak nyeri, karena bersifat somatik. Gejala utama appendicitis
akut adalah nyeri abdomen. Setiap anak dengan gejala nyeri abdomen yang
belum pernah mengalami appendiktomy seharusnya dicurigai menderita
appendicitis. Anak yang sudah besar dapat menerangkan dengan jelas permulaan
gejala nyeri abdomen dan dapat menerangkan lokasi yang tepat. Perasaan nyeri
pada appendicitis biasanya datang secara perlahan dan makin lama makin hebat.
Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh karena adanya kontraksi appendix,
distensi dari lumen appendix ataupun karena tarikan dinding appendix yang
mengalami peradangan Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri yang
sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di daerah umbilikus dengan
sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh karena appendix dan
illeum mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan dirasakan
mula-mula di daerah epigastrium (selama 4-6 jam) dan periumbilikal.
Seterusnya akan menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut
sudah terjadi nyeri somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada
peritoneum parietale dengan sifat nyeri terlokalisir.
• Muntah (rangsangan viseral), akibat aktivasi N. Vagus. Anoreksia, nausea dan
vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya, merupakan kelanjutan dari rasa
nyeri yang timbul saat permulaan. Hampir 75% penderita disertai dengan
vomitus, kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Gejala disuria timbul
apabila peradangan appendix dekat dengan vesika urinaria.
• Obstipasi, karena penderita takut mengejan. Penderita appendicitis akut juga
mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa penderita
mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak appendix pelvikal yang
merangsang daerah rectum.

14
• Panas (infeksi akut), bila timbul komplikasi.
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,5° –
38,5°C. Bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi. Pada anak-anak
gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak
tidak bias menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi
muntah- muntah dan anak menjadi lemah dan letargi. Karena ketidakjelasan
gejala ini, sering appendicitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi,
80-90 % appendicitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. Pada orang tua
berusia lanjut gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari
separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi. Pada wanita
Gejala appendicitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya
serupa dengan appendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi,
menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita
hamil dengan usia kehamilan trimester, gejala appendicitis berupa nyeri perut,
mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada
kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan appendiks
terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan
bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Penderita berjalan dengan posisi bungkuk dan memegang perut. Penderita
tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik.
Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi.
Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses
appendikuler. Pada appendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal
swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.
2. Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc.Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis
local yaitu:
• Nyeri tekan di titik McBurney

15
• Nyeri lepas Rebound tenderness adalah rasa nyeri yang hebat (dapat
dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan
secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang
perlahan dan dalam di titik Mc Burney.

Gambar.Titik McBurney garis antara umbilicus dengan SIAS dextra


kemudian dibagi 3. 1/3 lateral adalah letak appendiks (kuadran kanan
bawah)

• Defence Muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya


rangsangan peritoneum parietal. Pada appendiks letak retroperitoneal,
defans muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang. Nyeri
rangsangan peritoneum tidak langsung
• Nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing). Rovsing sign adalah nyeri
abdomen di kuadran kanan bawah, apabila kita melakukan penekanan
pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri
lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan

16
• Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)

• Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam,


berjalan, batuk, mengedan. Appendisitis infiltrat atau adanya abses
appendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah. 2
Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien
dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat
itu ada hambatan pada pinggul/pangkal paha kanan. Dasar anatomi dari tes
psoas: Appendiks yang mengalami peradangan kontak dengan otot psoas
yang meregang saat dilakukan manuver.

17
Gambar Psoas sign
• Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien
difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat
itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut, menghasilkan rotasi femur
kedalam. Dasar Anatomi dari tes obturator: Peradangan appendix dipelvis
yang kontak
dengan otot obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver.

Gambar Obturator Sign


• Pemeriksaan colok dubur: pemeriksaan ini dilakukan pada appendicitis,
untuk menentukan letak appendix, apabila letaknya sulit diketahui. Jika
saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan
appendix yang meradang terletak didaerah pelvis. Pada pemeriksaan
didapat tonus musculus sfingter ani baik, ampula kolaps, nyeri tekan pada

18
daerah jam 09.00-12.00, serta terdapat massa yang menekan rectum (jika
ada abses). Pada appendicitis pelvika tanda perut sering meragukan maka
kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.
3. Perkusi
Perkusi abdomen pada appendicitis akan didapatkan bunyi timpani. Pada
peritonitis umum terdapat nyeri di seluruh abdomen, pekak hati menghilang.
Pada appendicitis retrocaecum atau retroileum terdapat nyeri pada pinggang
kanan atau angulus kostovertebralis punggung. 8

4. Auskultasi
Pada auskultasi biasanya didapatkan bising usus positif normal. Peristaltik
dapat tidak ada karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat
appendisitis perforata.8
C. Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan Laboratorium
o Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Darah
lengkap didapatkan leukositosis ringan umumnya pada appendicitis akut tanpa
komplikasi dan sering dijumpai sel neutrofil >75%. Jumlah leukosit lebih dari
13.000/mm3 umumnya pada appendisitis perforasi. Tidak adanya leukositosis
tidak menyingkirkan appendicitis. Hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke
kiri.6 Pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu
komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya
proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein.
Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%. 6

o Pada pemeriksaan urin, sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit
lebih dari normal bila appendix yang meradang menempel pada ureter atau
vesika.
• Pemeriksaan Radiologi
o Foto Abdomen Polos

Gambaran perselubungan “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis

permukaan cairan – udara di sekum atau ileum)

Patognomonik bila terlihat gambaran fekalith

19
Foto polos pada appendicitis perforasi:

- Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat tidak berbatas di kuadran


kanan bawah
- Penebalan dinding usus di sekitar lemak appendiks, seperti caecum dan
ileum
- Garis lemak pre-peritoneal menghilang
- Skoliosis ke kanan
- Tanda – tanda obstruksi usus seperti garis – garis permukaan cairan –
cairan akibat paralisis usus – usus lokal di daerah proses infeksi.

Gambar Foto Polos Abdomen

o APPENDIKOGRAM
Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke colon melalui
anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari
appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan
diagnosis banding. Appendicogram memiliki sensitivitas dan tingkat akurasi
yang tinggi sebagai metode diagnostik untuk menegakkan diagnosis
appendisitis kronis. Dimana akan tampak pelebaran/penebalan dinding
mukosa appendix, disertai penyempitan lumen hingga sumbatan usus oleh
fekalit. Bisa AP, lateral, oblique Tetapi untuk appendicitis akut pemeriksaan
barium enema merupakan kontraindikasi karena dapat menyebabkan rupture
appendix. 9

20
Gambaran:
• Akut: Non filling (Tetapi bisa juga karena peristaltic sehingga kontras
tidak terlihat dan berwarna hitam)
• Kronik: Filling (terisi penuh), filling irregular (dinding tidak rata akibat
peradangan), filling parsial, filling mouse tail

Gambar Appendikogram(diameter lebih dari 6 mm) juga dapat melihat adanya


perubahan akibat inflamasi pada periappendiks.

o USG atau CT Scan


• USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan kuadran kanan bawah atau
nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita. Pada pemeriksaan USG
ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada
appendiks Adanya peradangan pada appendiks menyebabkan ukuran
appendiks lebih dari normal (diameter 6mm). Kondisi penyakit lain pada
kuadran kanan bawah seperti inflammatory bowel disease, diverticulitis cecal,
divertikulum meckel’s, endometriosis dan Pelvic Inflammatory Disease (PID)
dapat menyebabkan positif palsu pada hasil USG. Gambar Ultrasonogram
appendiks pada potongan longitudinal

21
Gambar USG Appendix
• Pada CT Scan khususnya appendiceal CT, lebih akurat dibanding USG. Pada
pemeriksaan ini ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan
perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran
sekum. Selain dapat mengidentifikasi appendiks yang mengalami inflamasi

Gambar CT Scan abdomen. Kiri : Appendisitis perforata dengan abses dan


kumpulan cairan di pelvis. Kanan : Penebalan Appendiks (panah) dengan
appendicolith
O Laparoskopi
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukan dalam
abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini
dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan
ini didapatkan peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga dapat
langsung dilakukan pengangkatan appendix.
o Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk
diagnosis appendicitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai

22
gambaran histopatologi apendisitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada
kenyataan bahwa belum adanya kriteria gambaran histopatologi appendicitis
akut secara universal dan tidak ada gambaran histopatologi apendisitis akut pada
orang yang tidak dilakukan operasi. Definisi histopatologi apendisitis akut :

Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di lapisan epitel.

Abses pada kripte dengan sel granulosit dilapisan epitel.

Sel granulosit dalam lumen appendix dengan infiltrasi ke dalam lapisan epitel.

Sel granulosit diatas lapisan serosa appendix dengan abses apendikuler, dengan

atau tanpa terlibatnya lapisan mukosa.

Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses mukosa dan

keterlibatan lapisan mukosa, bukan apendisitis akut tetapi periapendisitis.

• Sistem Score
Sistem skor Alvarado
Sistem skor Alvarado membantu dalam pengambilan keputusan apakah pasien
dipulangkan, diobservasi, ataupun dilakukan intervensi bedah. Alfredo Alvarado
tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala , tiga tanda dan
dua temuan laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra operasi dan
untuk menilai derajat
keparahan apendisitis. Sistem score respons inflamasi Menyerupai score
Alvarado tetapi lebih bergradasi dan memasukkan nilai CRP.
Interpretasi Alvarado score :

23
Dinyatakan appendisitis akut bila > 7 point

Modified Alvarado score (Kalan et al) tanpa observasi of Hematogram:

• 1 – 4 dipertimbangkan appendisitis akut


• 5 – 6 kemungkinan besar appendisitis tidak perlu operasi
• 7 – 9 appendisitis akut perlu pembedahan
• Penanganan berdasarkan skor Alvarado :
• 1 – 4 : observasi
• 5 – 6 : antibiotic
• 7 – 10 : operasi dini

3.7 Diagnosis Banding


Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding:
• Gastroenteritis. Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa
sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistalsis sering
ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan appendiksitis
akut.
• Demam dengue (DHF). Demam dengue dapat dimulai dengan rasa sakit perut di
epigastrium mirip peritonitis, juga disertai mual muntah. Didapatkan hasil tes
positif untuk Rumple leede, trombositopenia, dan hematokrit meningkat.

24
Demamnya saddle type, hal ini membedakannya dengan demam akibat
appendisitis.
• Demam Typhoid. Gejalanya hampir mirip dengan appendisitis yaitu ada nyeri
perut, mual, muntah, demam tinggi intermitten. Perbedaannya, pada demam
thyfoid lidah penderita tampak kotor.
• Limfadenitis mesenterika. Biasa didahului oleh enteritis atau gastroenteritis
ditandai dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri
tekan perut samar, terutama kanan.
• Kelainan ovulasi. Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan
nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis,
nyeri yang sama pernah timbul lebih dulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri
biasanya hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selama
dua hari. Jarang disertai dengan demam dan leukositosis
• Infeksi panggul. Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan appendiksitis
akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendiksitis dan nyeri perut bagian
bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan
ditemukan bakteri diplococcus pada secret. dan infeksi urin. Pada colok vagina,
akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat
dilakukan colok dubur jika perlu untuk diagnosis banding.
• Kehamilan di luar kandungan. Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan
keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar
rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis
dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal didapatkan
nyeri dan penonjolan rongga Douglas dan pada kuldosentesis didapatkan darah.
• Kista ovarium terpuntir. Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan
teraba massa dalam atau colok rektal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan USG
dapat menentukan diagosis.
• Endometriosis eksterna. Endometrium diluar rahim akan memberikan gejala nyeri
di tempat endometriosis tersebut berada, dan ada darah menstruasi terkumpul di
tempat itu karena tidak ada jalan keluar.
• Urolitiasis pielum/ureter kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut
menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering

25
ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit
tersebut. Pielonefritis sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri
kostovertebral di sebelah kanan, dan piuria.
• Penyakit saluran cerna lainnya. Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah
peradangan perut, seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau
lambung, kolesistisis akut, pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal,
perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel appendiks.

3.8 Penatalaksanaan
The Surgical Infection Society menganjurkan pemberian antibiotik profilaksis
sebelum pembedahan dengan menggunakan antibiotik spektrum luas kurang dari
24 jam untuk appendicitis non perforasi dan kurang dari 5 jam untuk apendisitis
perforasi. 8,10

• Resusitasi
Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik
adalah pengobatan pertama yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat
appendicitis dengan perforasi. 2

Cairan yang secara masif ke rongga peritonium harus di ganti segera


dengan cairan intravena, jika terbukti terjadi toksik sistemik, atau pasien tua
atau kesehatan yang buruk harus dipasang pengukur tekanan vena sentral.
Cairan atau berupa ringer laktat harus di infus secara cepat untuk mengkoreksi
hipovolemia dan mengembalikan tekanan darah serta pengeluaran urin pada
level yang baik. Darah diberikan bila mengalami anemia dan atau dengan
perdarahan secara bersamaan. 6,8,10

• Antibiotik
Pemberian antibiotik intravena diberikan untuk antisipasi bakteri patogen,
antibiotik initial diberikan termasuk generasi ke-3 cephalosporin,
ampicillinsulbaktam, dll dan metronidazol atau klindamisin untuk bakteri
anaerob. Pemberian antibiotik post operasi harus diubah berdasarkan kultur dan
sensitivitas. Antibiotik tetap diberikan sampai pasien tidak demam dengan normal
leukosit.6,8,10

26
Setelah memperbaiki keadaan umum dengan infus, antibiotik serta
pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan pembedahan sebagai terapi definitif
dari appendicitis perforasi. Tindakan yang paling tepat apabila diagnosa klinik
6

sudah jelas adalah appendektomi. Penundaan tindakan bedah sambil dilakukan


pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.
Indikasi untuk appendektomi adalah appendicitis akut, appendicitis
infiltrat dalam stadium tenang, appendicitis kronis dan appendicitis perforasi.
Pada appendicitis perforasi dilakukan segera dengan laparatomi.
Pemeriksaan laboratorium atau USG bisa dilakukan bila dalam observasi
masih terdapat keraguan. Bila tersedia laparoskopi diagnostik pada diagnosis
yang meragukan akan dapat segera menentukan dilakukan operasi atau tidak. 2

Appendicitis akut yang terdiagnostik lebih dari 48 jam memerlukan


tindakan, karena tindakan operasi pada kasus ini lebih sulit dan banyak manipulasi
karena sudah banyak perlengketan, dapat merusak barier yang sudah ada sehingga
infeksi mudah menyebar. Pada waktu pengambilan appendix dapat
mengakibatkan pecahnya appendix dan mesoappendix dalam keadaan edema
sehingga jahitan operasi tidak rapat. 2

Operasi appendix hari ke 3-7 angka mortalitasnya tinggi walau sudah


diberi antibiotik. Terapi adalah konservatif dulu baru dilakukan operasi bila sudah
tenang. Appendisitis dengan komplikasi peritonitis generalisata perlu dieksplorasi
dan membuang appendiks tersebut yang menjadi sumber infeksi. 1, 4, 6, 8

Appendektomi dapat dilakukan secara terbuka ataupun dengan


laparoskopi. Bila appendektomi terbuka, insisi Mc. Burney paling banyak dipilih
oleh ahli bedah. Pada penderita yang diagnosanya tidak jelas sebaiknya dilakukan
observasi dulu.2

3.9 Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendicitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka

27
morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi appendicitis 10-32%, paling
sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di
bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi
pada anak-anak dan orang tua. Anak-anak memiliki dinding appendiks yang
masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna
memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan
pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
- Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-
mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung
pus. Hal ini terjadi bila appendicitis gangren atau mikroperforasi ditutupi
oleh omentum.
- Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul
lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50 C, tampak toksik, nyeri
tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN).
Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat
menyebabkan peritonitis.
- Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya
peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa
sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan
leukositosis.

28
3.10 Prognosis
Prognosis untuk appendicitis adalah baik. Dengan diagnosis yang akurat serta
pembedahan tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil.
Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila
terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendix tidak diangkat.
Hal-hal lain yang mempengaruhi tinggi rendahnya angka kematian akibat
appendicitis adalah usia pasien dan terjadinya perforasi. Pada orang tua dengan
komplikasi perforasi maka angka kematiannya menjadi jauh lebih tinggi
dbandingkan dengan orang muda tanpa perforasi 2 Tingkat kematian pada anak-
anak berkisar antara 0,1% sampai 1%; pada pasien yang lebih tua dari 70 tahun,
tingkat naik di atas 20%, terutama karena keterlambatan diagnostik dan
terapeutik. Risiko kematian apendisitis akut tetapi tidak gangren kurang dari
0,1%, namun risiko naik menjadi 0,6% pada apendisitis gangren. Mortalitas pada
appendicitis adalah karena keterlambatan diagnosis dan umur pasien. Mortalitas
1% jika appendisitis akut tidak pecah dan 15% jika pecah pada orang tua,
kematian biasanya dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi. Prognosis membaik
dengan diagnosa dini sebelum ruptur dan pemberian antibiotik.

29
BAB IV
PEMBAHASAN

TEORI KASUS
ANAMNESA ANAMNESA
- Nyeri abdomen diawali dari nyeri - keluhan nyeri perut kanan bawah,
epigastric dan menjalar ke mc.burney nyeri dirasakan sejak 3 hari yll
- Jika inflamasi >6 jam Seterusnya akan - mual (+),
menetap di kuadran kanan bawah dan - penurunan nafsu makan (+),
pada keadaan tersebut sudah terjadi - mencret (+)
nyeri somatik yang berarti sudah - muntah
terjadi rangsangan pada peritoneum - Suhu 38.9oC
parietale dengan sifat nyeri
terlokalisir.
- Mual
- Muntah
- Demam >37,5
PEMERIKSAAN FISIK PEMERIKSAAN FISIK
- Nyeri tekan Mc. Burney - abdomen soufel,
- Rebound tenderness/nyeri lepas - bu (+) normal,
- Defence muscular local - timpani,
- Rovsign sign/ nyeri perut kanan - mc burney sign (+),
bawah dengan penekanan perut kiri - psoas sign (+),
bawah - obturator sign (+).
- Psoas sign
- Obturator sign
PEMERIKSAAN PENUNJANG PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Laboratorium: leukositosis, - leukosit 19.500,
peningkatan jumlah neutrophil, - Diff count : segmen 87%,
peningkatan CRP - Alvarado score: 9.
- Rafiologi: USG, CT scan Abdomen,
Appendikogram,

30
- Alvarado Score: - Appendicitis inflammatory respon
• < 3, low likelihood appendicitis score: 9 → high probability, surgical
• 4-6 Appendicitis akut, tapiperlu exploration
dilakukan pemeriksaan radiologi
• >7 Appendicitis akut→perlu
dilakukan op
- Appendicitis Inflamatory Response
Score:
• 0-4 probabilitas rendah→followup
• 5-8 indetermined grup→ observasi
aktif/laparoskopi diagnostic
• 9-12 probabilitas tinggi→ operasi
eksplorasi
TATALAKSANA TATALAKSANA
- Resusitasi Penggantian cairan dan Terapi IGD
elektrolit, mengontrol sepsis - Infus Ringer laktat 1000 cc/24jam
- Pemberian antibiotic - Inf Paracetamol 3x500mg (prn)
- Pembedahan/ appendektomi Indikasi - Ranitidin 2 dd 1 ampul
untuk appendektomi adalah - Ondansentron 3 dd 4 mg
appendicitis akut, appendicitis infiltrat - Inj Cefotaxime 3x1g
dalam stadium tenang, appendicitis - Konsul Sp. B → Pro operasi pukul
kronis dan appendicitis perforasi. Pada 13.00
appendicitis perforasi dilakukan segera Monitoring
dengan laparatomi. - Keluhan dan tanda vital

31
BAB V
KESIMPULAN

Appendix vermiformis merupakan saluran yang buntu seperti cacing dengan


panjang yang sangat bervariasi, yaitu 2-15 cm dengan rata-rata 9 cm. Peradangan yang
terjadi pada appendix vermicularis disebut appendicitis. Appendicitis merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa. Penyebab
terjadinya appendicitis karena adanya obstruksi pada lumen oleh fecalith ataupun
hipertropi jaringan lymphoid. Gejala khas dari penyakit ini adalah nyeri di kuadran kanan
bawah abdomen disertai demam mual dan muntah. Rovsing sign, psoas sign serta
obturator sign hasilnya positif dan pada pemeriksaan leukosit ditemukan jumlah leukosit
lebih dari 10.000/mm3. Untuk terapi dapat dilakukan secara konservatif dan operatif.
Terapi konservatif dilakukan sebelum melakukan tindakan appendectomy. Dapat
dilakukan dengan pemberian antibiotic dan resusitasi cairan.
Selama diagnosa dapat ditegakkan secara dini, kasus appendicitis ini tidak akan
menimbulkan komplikasi.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Sabiston. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC. 1995. Hal 490-499


2. Sjamsuhidajat R, De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC. 2010. Hal
756-762
3. Widjaja IH. Anatomi Abdomen. Jakarta: EGC. 2008. Hal 87-94
4. Snell RS. Clinical Anatomy by Regions. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
P 229-231
5. Craig S. Appendicitis. http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview#a2.
2015
6. Schwartz’s. Principles of Surgery 9th Edition. United States. Mc-Graw Hill. 2011. P.
1241-1257
7. Zhang SX. An Atlas of Histology. Lexington. Springer. 1999. P. 234-236
8. Hardin M. Acute Appendisitis: Review and Update. The American Academy of
Family Physicians. Texas A&M University Health Science Center, Temple,
Texas .http://www.aafg.org. 1999
9. Mescher AL. The Male Reproductive System In Junqueira’s Basic Histology Text and
Atlas, 12th Edition. USA. Mc-Graw-Hill. 2010. P. 383-385.
10. Hugh, A.F.Dudley. Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi kesebelas. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta. 1992

33

Anda mungkin juga menyukai