PENDAHULUAN
Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan piamater yang dapat terjadi secara akut
dan kronis.Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak.Meningoensefalitis tuberkulosis adalah
peradangan pada meningen dan otak yang disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis (TB).
Penderita dengan meningoensefalitis dapat menunjukkan kombinasi gejala meningitis dan ensefalitis.
Sebelum era antibiotik, penyakit susunan saraf pusat (SSP) karena TB sering ditemukan terutama
pada anak-anak. Ditemukan 1000 anak dengan TB aktif di kota New York diantara tahun 1930
sampai tahun 1940. Hampir 15% diantaranya menderita meningitis TB dan meninggal.Setelah
perang dunia kedua, terutama pada negara berkembang, terdapat prevalensi yang luas infeksi TB.
Pada awal tahun 2003, WHO memperkirakan terdapat sekitar 1/3 penduduk dunia menderita TB
aktif dan 70.000 diantaranya meningitis TB.
Meningitis TB tak hanya mengenai meningen tapi juga parenkim dan vaskularisasi
otak.Bentuk patologis primernya adalah tuberkel subarakhnoid yang berisi eksudat gelatinous.
Pada ventrikel lateral seringkali eksudat menyelubungi pleksus koroidalis. Secara mikroskopik,
eksudat tersebut merupakan kumpulan dari sel polimorfonuklear (PMN), leukosit, sel darah merah,
makrofag, limfosit diantara benang benang fibrin. Selain itu peradangan juga mengenai
pembuluh darah sekitarnya, pembuluh darah ikut meradang dan lapisan intima pembuluh darah
akan mengalami degenerasi fibrinoid hialin. Hal ini merangsang terjadinya proliferasi sel sel
subendotel yang berakhir pada tersumbatnya lumen pembuluh darah dan menyebabkan infark
serebral karena iskemia.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : An. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tgl. Lahir/ usia : 22-07-2015/ 6 tahun
Tanggal/ jam masuk : 20-07-2021
Tanggal pemeriksaan : 23-07-2021
Ruangan : PICU
Pekerjaan Orang tua : Petani
Alamat : Desa Rerang
II. Anamnesis
- Keluhan Utama : Penurunan kesadaran
- Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien anak usia 6 tahun MRS dengan penurunan kesadaran.
Penurunan kesadaran sudah dialami selama + 10 hari SMRS. Sebelum mengalami penurunan
kesadaran keluarga pasien mengaku bahwa pasien mengeluhkan nyeri kepala dan kejang + 1
bulan SMRS. Kejangnya muncul 2 kali dengan durasi kurang dari 15 menit. Keluarga pasien
mengaku kejang yang dialami diseluruh tubuh pasien. Saat kejang pasien mengalami
penurunan kesadaran, dan setelah terjadi kejang pasien tersadar namun hanya terdiam. Pasien
juga mengeluhkan mual (+) dan muntah menyemprot (+) + 1 bulan SMRS. Keluarga pasien
mengaku pasien belum BAB sejak + 10 hari SMRS. BAK dalam batas normal.
- Riwayat Penyakit Sebelumnya : Pasien belum pernah mengalami demam, kejang, dan
penurunan kesadaran sebelumnya.
- Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak terdapat keluarga yang pernah mengalami penurunan
kesadaran, demam, maupun kejang.
- Riwayat Sosial Ekonomi : Menengah
- Riwayat Kehamilan dan Persalinan : Pasien lahir secara normal di rumah sakit, pasien lahir
cukup bulan. Berat badan lahir 3.200 gram. Selama kehamilan ibu pasien tidak menderita
sakit ataupun masalah lainnya.
- Kemampuan dan Kepandaian : Tumbuh dan kembang anak sesuai dengan usianya
2
- Anamnesis Makanan : Pasien mendapatkan ASI mulai dari 0 – 3 bulan, 3 bulan-2 tahun
pasien diberi MPASI. MPASI yang diberikan hanya bubur. Dan biasanya hanya diberikan
susu kaleng untuk asupan susunya. 2 tahun – sekarang : nasi, sayur, tahu, dan tempe.
- Riwayat Imunisasi : Pasien hanya mendapatkan imunisasi satu kali (Hepatitis B, OPV)
III. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan Umum : Sakit Berat
- Kesadaran : Coma (GCS E2V1M1)
- Berat Badan : 11 kg
- Panjang Badan : 106 cm
- Status Gizi : Z score WHO
- BB/U : 57% (BB Sangat Kurus)
- TB/U : 92% (Tinggi Normal)
- BB/TB : 66,6% (Gizi Buruk)
- Tanda Vital :
- Respirasi : 16 kali/menit
- Suhu : 36 0C
- SpO2 : 95 %
- Heart Rate : 74 kali/menit
- Kulit : Warna sawo matang, Turgor : < 2 detik, Ruam (-), sianosis (-).
- Kepala
- Bentuk : normocephal
- Rambut : warna hitam dan pendek
- Ubun-Ubun : Tertutup
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), cekung(-/-).
- Hidung :Pernafasan cuping hidung (-), Epitaksis (-), rhinorrhea (-)
- Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-)
- Telinga : Otorrhea (-/-)
- Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
- Paru – Paru
- Inspeksi : pergerakan dinding dada paru simetris bilateral, retraksi (-).
- Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri kesan normal
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
3
- Auskultasi: Vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)
- Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas jantung normal
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II normal, murmur (-)
- Abdomen
- Inspeksi : Tampak cekung
- Auskultasi: Terdengar peristaltik usus (+), normal
- Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen
- Palpasi : Organomegali (-), Nyeri epigastric (-)
- Punggung : tidak ada deformitas
- Anggota Gerak
Ekstremitas Atas : Akral hangat (+/+) , edema (-)
Ekstremitas Bawah : Akral Hangat (+/+), Edema (-)
- Genitalia : Dalam Batas Normal
- Otot-otot : Atrofi (+)
- Reflex :
Fisiologis: Patologis:
++ ++ -- --
++ ++ -- --
4
PLT 342 x 103/ul Menurun
V. RESUME
1. Penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran sudah dialami selama + 10 hari SMRS.
2. Pasien mengeluhkan nyeri kepala dan kejang + 1 bulan SMRS. Kejangnya muncul 2
kali dengan durasi kurang dari 15 menit. Kejang yang dialami diseluruh tubuh. Saat
kejang pasien mengalami penurunan kesadaran, dan setelah terjadi kejang pasien
tersadar namun hanya terdiam.
3. Pasien juga mengeluhkan mual (+) dan muntah menyemprot (+) + 1 bulan SMRS.
4. Pada pemeriksaan fisik didapatkan refleks kaku kuduk (+), atrofi (+) pada otot-otot
ekstremitas.
5. Pemeriksaan Lab WBC : 16,6 x 103/ul.
VI. DIAGNOSA
Meningoencephalitis, Gizi Buruk (Klinis IV)
VII. TERAPI
- IVFD Dextrose 5% 1000 cc/hari
5
- Piracetam 3 x 150 mg/ iv
- Dexamethasone 6 x 2,5 mg/ iv
- Paracetamol 4 x 180 mg/ iv
- Ampicilin 4 x 500 mg/ iv
- Gentamicin 1 x 50 mg/ iv
- Ranitidine 3 x ½ amp
- Vitamin B complex 3 x 1
- Vitamin C 3 x 1
- Asam folat 1 x 1 mg
- Acetazimalide 3 x 125 mg
VIII. ANJURAN
1. Pungsi lumbal
2. Pemeriksaan EEG
3. Biopsi otak
IX. Pediatric Assesment Triangle
X. FOLLOWUP
- 23/07/2021
S : Pasien belum sadar, batuk (+), muntah (-),demam (-), kejang (-)
O: KU : Sakit berat
6
Kesadaran : GCS (E1V2M4) / Stupor
N : 72x/mnt
R : 18x/mnt
S : 37 ℃
SpO2 : 94% dengan 02
A: Meningoensefalitis
P:
IVFD Dextrose 5% 1000 cc/hari
Piracetam 3 x 150 mg/ iv
Dexamethasone 6 x 2,5 mg/ iv
Paracetamol 4 x 180 mg/ iv
Ampicilin 4 x 500 mg/ iv
Gentamicin 1 x 50 mg/ iv
Ranitidine 3 x ½ amp
Vitamin B complex 3 x 1
Vitamin C 3 x 1
Asam folat 1 x 1 mg
Acetazimalide 3 x 125 mg
- 24/07/2021
S : Pasien belum sadar, batuk (-), muntah (-),demam (-), kejang (-)
O: KU : Sakit berat
Kesadaran : GCS (E1V2M4) / Stupor
N : 63 x/mnt
R : 21x/mnt
S : 36.5 ℃
SpO2 : 95%
A: Meningoensefalitis
P:
IVFD Dextrose 5% 1000 cc/hari
Piracetam 3 x 150 mg/ iv
7
Dexamethasone 6 x 2,5 mg/ iv
Paracetamol 4 x 180 mg/ iv
Ampicilin 4 x 500 mg/ iv
Gentamicin 1 x 50 mg/ iv
Ranitidine 3 x ½ amp
Vitamin B complex 3 x 1
Vitamin C 3 x 1
Asam folat 1 x 1 mg
Acetazimalide 3 x 125 mg
- 25/07/2021
S : Pasien belum sadar, batuk (-), muntah (-),demam (-), kejang (-)
O: KU : Sakit berat
Kesadaran : GCS (E1V2M4) / Stupor
N : 95x/mnt
R : 22x/mnt
S : 36.5 ℃
SpO2 : 97% dengan 02
A: Meningoensefalitis
P:
IVFD Dextrose 5% 1000 cc/hari
Piracetam 3 x 150 mg/ iv
Dexamethasone 6 x 2,5 mg/ iv
Paracetamol 4 x 180 mg/ iv
Ampicilin 4 x 500 mg/ iv
Gentamicin 1 x 50 mg/ iv
Ranitidine 3 x ½ amp
Vitamin B complex 3 x 1
Vitamin C 3 x 1
Asam folat 1 x 1 mg
Acetazimalide 3 x 125 mg
8
BAB III
PEMBAHASAN
9
Falx cerebelli adalah lipatan durameter yang melekat pada protuberantia occipitalis
interna.
Diapharma sellae adalah lipatan sirkuler kecil dari durameter, yang mmenutupi
sella turcica dan fossa pituitary pada os sphenoidalis. Diafragma ini memisahkan
pituitary gland dari hypothalamus dan chiasma opticum. Pada bagian tengah
terdapat lubang yang dilalui oleh tangkai hypophyse.
Pada pemisahan dua lapisan durameter ini, terdapat sinus duramatris yang berisi
darah vena. Sinus venosus/duramatris ini menerima darah dari drainase vena pada otak
dan mengalir menuju vena jugularis interna. Dinding dari sinus-sinus ini dibatasi oleh
endothelium. Sinus pada calvaria yaitu sinus sagitalis superior. Sinus sagitalis inferior,
sinus transverses dan sinus sigmoidea. Sinus pada basis crania antara lain: sinus
occipitalis, sinus sphenoidalis, sinus cavernosus, dan sinus petrosus.
Pada lapisan durameter ini terdapat banyak cabang-cabang pembuluh darah yang
berasal dari arteri carotis interna, a. maxilaris, a.pharyngeus ascendens,a.occipitalis dan
a.vertebralis. Dari sudut klinis, yang terpenting adalah a. meningea media (cabang dari
a.maxillaris) karena arteri ini umumnya sering pecah pada keadaan trauma capitis.
Pada durameter terdapat banyak ujung-ujung saraf sensorik, dan peka terhadapa
rgangan sehingga jika terjadi stimulasi pada ujung saraf ini dapat menimbulkan sakit
kepala yang hebat.
2. Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membran yang impermeable halus, yang menutupi
otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Mebran ini dipisahkan dari
durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale dan dari piameter oleh cavum
subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid. Cavum subarachnoid (subarachnoid
space) merupakan suatu rongga/ruangan yang dibatasi oleh arachnoid dibagian luar
dan piameter pada bagian dalam. Dinding subarachnoid space ini ditutupi oleh
mesothelial cell yang pipih. Pada daerah tertentu arachnoid menonjol ke dalam sinus
venosus membentuk villi arachnoidales. Agregasi ini berfungsi sebagai tempat
perembesan cerebrospinal fluid ke dalam aliran darah.
Arachnodi berhubungan dengan piameter melalui untaian jaringan fibrosa halus
yang melintasi cairan dalam cavum subarachnoid. Struktur yang berjalan dari dan ke
otak menuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum subarachnoid.
3. Piameter
Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sum-sum tulang belakang,
mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan dengan banyak
pembuluh darah dan terdiri atas jaringan penyambung yang halus serta dilalui
pemmbuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf.
Astrosit susunan saraf pusat mempunyai ujung-ujung yang berakhir sebagai end
feet dalam piameter untuk membentuk selaput pia-glia Selaput ini berfungsi untuk
mencegah masuknya bahan-bahan yang merugikan ke dalam susunan saraf pusat.
Piameter membentuk tela choroidea, atap ventriculus tertius dan quartus dan
menyatu dengan ependyma membentuk plexus choroideus dalam ventriculus lateralis,
tertius dan quartus.
C. ETIOLOGI MENINGOENCEPHALITIS
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau beberapa kasus yang jarang
disebabkan oleh jamur. Istilah meningitis aseptic merujuk pada meningitis yang
disebabkan oleh virus tetapi terdapat kasus yang menunjukan gambaran yang sama yaitu
pada meningitis yang disebabkan organisme lain (lyme disease, sifilis dan tuberculosis);
infeksi parameningeal (abses otak, abses epidural, dan venous sinus empyema); pajanan
zat kimia (obat NSAID, immunoglobulin intravena); kelainan autoimn dan penyakit
lainnya.
Bakteri yang sering menyebabkan meningitis bacterial sebelum ditemukannya vaksin
Hib, S.pneumoniae, dan N. meningitidis. Bakteri yang menyebabkan meningitis neonatus
adalah bakteri yang sama yang menyebabkan sepsis neonatus.
Encephalitis adalah suatu proses inflamasi pada parenkim otak yang biasanya
merupakan suatu proses akut, namun dapat juga terjadi postinfeksi encephalomyelitis,
penyakit degeneratif kronik, atau slow viral infection. Encephalitis merupakan hasil dari
inflamasi parenkim otak yang dapat menyebabkan disfungsi serebral. Encephalitis sendiri
dapat bersifat difus atau terlokalisasi. Organisme tertentu dapat menyebabkan encephalitis
dengan satu dari dua mekanisme yaitu (1). Infeksi secara langsung pada parenkim otak
atau (2) sebuah respon yang diduga berasal dari sistem imun (an apparent immune-
mediated response) pada sistem saraf pusat yang biasanya bermula pada beberapa hari
setelah munculnya manifestasi ekstraneural.
Virus adalah penyebab utama pada infeksi encephalitis akut. Encephalitis juga dapat
merupakan hasil dari jenis lain seperti infeksi dan metabolik, toksik dan gangguan
neoplastik. Penyebab yang paling sering menyebabkan encephalitis di U.S adalah
golongan arbovirus (St. Louis, LaCrosse, California, West nile encephalitis viruses),
enterovirus, dan herpesvirus. HIV adalah penyebab penting encephalitis pada anak dan
dewasa dan dapat berupa acute febrile illness.
b. tanda fokal neurologis dapat ditemukan sampai dengan 15% dari pasien yang
berhubungan dengan prognosis yang buruk
c. Kejang terjadi pada 30% anak dengan meningitis bakteri
d. Kesadaran berkabut (obtundation) dan koma terjadi pada 15-20 % dari pasien dan
lebih sering dengan meningitis pneumokokus.
- Dapat ditemukan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan pasien akan
mengeluhkan sakit kepala, diplopia, dan muntah. Ubun-ubun menonjol, ptosis, saraf
cerebral keenam, anisocoria, bradikardia dengan hipertensi, dan apnea adalah tanda-
tanda tekanan intrakranial meningkat dengan herniasi otak. Papilledema jarang
terjadi, kecuali ada oklusi sinus vena, empiema subdural, atau abses otak.
- Pada infeksi ensefalitis akut biasanya didahului oleh prodrome beberapa hari gejala
spesifik, seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, sakit kepala, dan keluhan perut,
yang diikuti dengan gejala khas kelesuan progresif, perubahan perilaku, dan defisit
neurologis. Kejang yang umum pada presentasi. Anak-anak dengan ensefalitis juga
mungkin memiliki ruam makulopapular dan komplikasi parah, seperti fulminant coma,
transverse myelitis, anterior horn cell disease (polio-like illness), atau peripheral
neuropathy. Selain itu temuan fisik yang umum ditemukan pada ensefalitis adalah
demam, sakit kepala, dan penurunan fungsi neurologis. Penurunan fungsi saraf
termasuk berubah status mental, fungsi neurologis fokal, dan aktivitas kejang.
Temuan ini dapat membantu mengidentifikasi jenis virus dan prognosis. Misalnya
akibat infeksi virus West Nile, tanda-tanda dan gejala yang tidak spesifik dan
beberapa temuan fisik yang unik termasuk makulopapular, ruam eritematous;
kelemahan otot proksimal, dan flaccid paralysis.
Table 100-3. Initial Antimicrobial Therapy by Age for Presumed Bacterial Meningitis
Age Recommended Treatment Alternative Treatments
Newborns (0-28 days) Cefotaxime or ceftriaxone plus Gentamicin plus
ampicillin with or without gentamicin ampicillin
Ceftazidime plus
ampicillin
Infants and toddlers (1 Ceftriaxone or cefotaxime plus Cefotaxime or ceftriaxone
mo-4 yr) Vancomycin plus rifampin
Children and adolescents Ceftriaxone or cefotaxime plus Ampicillin plus
(5-13 yr) and adults Vancomycin chloramphenicol
Penatalaksanaan
1. Perawatan umum
a. Penderita dirawat di rumah sakit.
b. Mula – mula cairan diberikan secara infus dalam jumlah yang cukup dan
jangan berlebihan.
c. Bila gelisah diberi sedativa seperti Fenobarbital atau penenang.
d. Nyeri kepala diatasi dengan analgetika.
e. Panas diturunkan dengan :
Kompres es
Paracetamol
Asam salisilat
Pada anak dosisnya 10 mg/kg BB tiap 4 jam secara oral
f. Kejang diatasi dengan :
Diazepam
Dewasa : dosisnya 10 – 20 mg IV
Anak : dosisnya 0,5 mg/kg BB
IV
Fenobarbital
Dewasa : dosisnya 6 – 120 mg/hari secara oral
Anak : dosisnya 5 – 6 mg/kg BB/hari secara
oral
Difenil hidantoin
Dewasa : dosisnya 300 mg/hari secara oral
Anak : dosisnya 5 – 9 mg/kg BB/hari secara oral
g. Sumber infeksi yang menimbulkan meningitis purulenta diberantas dengan obat
– obatan atau dengan operasi
h. Kenaikan tekanan intra kranial diatasi dengan
: Manitol
Dosisnya 1 – 1,5 mg/kg BB secara IV dalam 30 – 60 menit dan dapat diulangi
2 kali dengan jarak 4 jam
Kortikosteroid
Biasanya dipakai deksametason secara IV dengan dosis pertama 10 mg lalu
diulangi dengan 4 mg setiap 6 jam. Kortikosteroid masih menimbulkan
pertentangan. Ada yang setuju untuk memakainya tetapi ada juga yang
mengatakan tidak ada gunanya.
Pernafasan diusahakan sebaik mungkin dengan membersihkan jalan
nafas.
i. Bila ada hidrosefalus obstruktif dilakukan operasi pemasangan pirau (shunting).
j. Efusi subdural pada anak dikeluarkan 25 – 30 cc setiap hari selama 2 – 3 minggu,
bila gagal dilakukan operasi.
k. Fisiotherapi diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.
2. Pemberian Antibiotika.
Antibiotika spektrum luas harus diberikan secepat mungkin tanpa menunggu hasil
biakan. Baru setelah ada hasil biakan diganti dengan antibiotika yang sesuai. Pada terapi
meningitis diperlukan antibiotika yang jauh lebih besar daripada konsentrasi bakterisidal
minimal, oleh karena :
Dengan menembusnya organisme ke dalam ruang sub araknoid berarti daya tahan
host telah menurun.
Keadaan likuor serebrospinalis tidak menguntungkan bagi leukosit dan fagositosis
tidak efektif.
Pada awal perjalanan meningitis purulenta konsentrasi antibodi dan komplemen
dalam likuor rendah.
Pemberian antibiotika dianjurkan secara intravena yang mempunyai spektrum luas baik
terhadap kuman gram positif, gram negatif dan anaerob serta dapat melewati sawar darah otak
(blood brain barier). Selanjutnya antibiotika diberikan berdasarkan hasil test sensitivitas
menurut jenis bakteri.
Antibiotika yang sering dipakai untuk meningitis purulenta adalah :
a. Ampisilin
Diberikan secara
intravena
Dosis : Neonatus : 50 – 100 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali
pemberian.
Umur 1 – 2 bulan : 100 – 200 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
Umur > 2 bulan : 300 – 400 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 8 – 12 gram/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
b. Gentamisin
Diberikan secara
intravena
Dosis : Prematur : 5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Neonatus : 7,5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
Bayi dan dewasa : 5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
c. Kloramfenikol
Diberikan secara
intravena
Dosis : Prematur : 25 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Bayi genap bulan : 50 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Anak : 100 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 4 – 8 gram/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
d. Sefalosporin
Diberikan secara
intravena
Sefotaksim
Dosis : Prematur & neonatus : 50 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Bayi & anak : 50 – 200 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2–4 kali pemberian.
Dewasa : 2 gram tiap 4 – 6 jam.
Bila fungsi ginjal jelek, dosis diturunkan.
Sefuroksim
Dosis : Anak : 200 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 2 gram tiap 6 jam
Bila dilakukan kultur dan bakteri penyebab dapat ditemukan, biasanya antibiotika yang
digunakan adalah seperti yang tercantum dalam tabel berikut ini
Tabel 2.7: Pilihan antibiotik berdasakan kuman penyebab
No Kuman penyebab Pilihan pertama Alternatif lain
1. H. influenzae Ampisilin Cefotaksim
2. S. pneumoniae Penisillin G Kloramfenikol
3. N. meningitidis Penisillin G Kloramfenikol
4. S. aureus Nafosillin Vancomisin
5. S. epidermitis Sefotaksim Ampisillin bila
Enterobacteriaceae sensitif dan atau
ditambah
aminoglikosida
secara intrateca.
6. Pseudomonas Pipersillin + Sefotaksim
Tobramisin
7. Streptococcus Penicillin G Vankomisin
Group A / B
8. Streptococcus Ampisillin + Terapi
suportif Group D Gentamisin
pengobatan Sulfametoksasol
dehidrasi dengan
cairan pengganti dan pengobatan shock, koagulasi intravaskular diseminata , patut sekresi
hormon antidiuretik , kejang , peningkatan tekanan intrakranial , apnea , aritmia , dan koma.Terapi
suportif juga melibatkan pemeliharaanperfusi serebral yangmemadaidihadapanedemaserebral.
Dengan pengecualian dari HSV dan HIV , tidak ada terapi spesifik untuk virusensefalitis
. Manajemen mendukung dan sering membutuhkan masuk ICU , yangmemungkinkan terapi
agresif untuk kejang , deteksi tepat waktu kelainan elektrolit ,dan , bila perlu , pemantauan jalan
napas dan perlindungan dan pengurangan peningkatan tekanan intrakranial .IV asiklovir adalah
pilihan perawatan untuk infeksi HSV . Infeksi HIV dapat diobatidengan kombinasi ARV .
Infeksi M. pneumoniae dapat diobati dengan doksisiklin ,eritromisin , azitromisin , klaritromisin
atau , meskipun nilai mengobati penyakitmikoplasma SSP dengan agen ini masih diperdebatkan.
Perawatan pendukung sangat penting untuk menurunkan tekanan intrakranial dan untuk
mempertahankan tekanan perkusi serebral yang memadai dan oksigenasi.
2.7.10 Prognosis
34
DAFTAR PUSTAKA
35
11. Fitzgerald MJ, Gruener G, Mtui E, Clinical Neuroanatomy
and Neuroscience Fifth edition International edition, Saunders
Elsevier, British, 2007; 225-257
12. Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken., Lai, Susanna., and Braner,
Dana. 2006. Lumbar Puncture. The New England
Journal of Medicine. 12: 355 URL:
http://content.nejm.org/cgi/reprint/355/13/e12.pdf
36