Laporan Kasus Mata Pco
Laporan Kasus Mata Pco
Disusun oleh:
Anis Muslikha (1102015026)
Pembimbing:
dr. Yulika Harniza, Sp. M, MARS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Usia : 56 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Pondok Ungu Permai F 24/3 RT 009/012,
Kaliabang Tengah, Bekasi Utara
Status Marital : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Pemeriksaan : 19 Juli 2021
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 19 Juli 2021 di
Poliklinik Mata RSUD Kabupaten Bekasi.
A. Keluhan Utama
Penglihatan buram secara perlahan tanpa mata merah pada mata
kiri sejak 1 bulan SMRS.
B. Keluhan Tambahan
Muncul bintik-bintik hitam yang hilang timbul.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD Kabupaten Bekasi dengan
keluhan penglihatan buram secara perlahan tanpa mata merah pada mata
kiri sejak 1 bulan SMRS. Pasien mengatakan awal penglihatan mata kiri
buram dirasakan seperti tertutup kabut putih. Mata buram berkabut
dirasakan sepanjang hari dan mengenai seluruh pandangan mata. Mata
buram juga dirasakan perlahan-lahan dan semakin berat terutama saat
pasien berada di luar ruangan sehingga mengganggu aktivitas sehari-
2
harinya. Keluhan lain yang dirasakan yaitu munculnya bintik-bintik
hitam pada penglihatan mata kiri. Bintik-bintik hitam tersebut menetap
dan tidak bergerak namun dirasakan hilang timbul.
Keluhan tidak disertai dengan mata kiri silau dan tidak disertai
adanya lingkaran pelangi jika melihat cahaya yang terlalu terang. Nyeri
pada sekitar mata disertai nyeri kepala, penglihatan ganda, keluar
kotoran pada mata, mata berair disangkal.
Pasien mengatakan sebelumnya sudah pernah dilakukan operasi
katarak mata kiri pada tahun 2019 dan mata kanan pada tahun 2017 di
Rumah Sakit Taman Harapan Baru. Pasien pernah menggunakan
kacamata 4 tahun yang lalu, namun setelah operasi katarak pasien sudah
tidak menggunakan kacamata.
Pasien menyangkal pernah mengkonsumsi obat-obatan baik dalam
bentuk tablet maupun obat tetes mata dalam jangka panjang. Pasien
tidak pernah mengalami benturan atau trauma pada daerah mata.
Kegiatan harian pasien lebih banyak dilakukan di luar rumah. Riwayat
merokok dan minum alkohol disangkal.
3
E. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluhan serupa : Kakak pasien
mengalami Katarak
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
F. Riwayat Pengobatan
- Riwayat penggunaan obat rutin : disangkal
G. Riwayat Kebiasaan
Kegiatan pasien lebih banyak dilakukan di luar rumah sehingga
sering terpapar matahari dan debu.
Status Oftalmologis
OD MATA OS
6/9 pinhole tetap Visus 6/25 pinhole tetap
Ortoforia Kedudukan Bola Mata Ortoforia
4
OD MATA OS
5
Gambar OS Ny. R
IV. RESUME
Pasien Ny. R, perempuan usia 56 tahun datang ke Poliklinik Mata
dengan keluhan mata buram secara perlahan tanpa mata merah pada mata
kiri sejak 1 bulan SMRS. Pasien mengatakan penglihatan buram mata kiri
seperti tertutup kabut sehingga sulit untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Keluhan disertai adanya bitnik-bintik hitam pada pandangan mata kiri yang
hilang timbul. Keluhan lain seperti silau, lingkaran pelangi sekitar cahaya
terang, penglihatan ganda, nyeri pada daerah mata disertai nyeri kepala,
keluar kotoran pada mata, mata berair disangkal. Terdapat riwayat operasi
katarak pada mata kiri tahun 2019 dan pada mata kanan tahun 2017, riwayat
hipertensi dan riwayat keluarga yang menderita katarak.
Pada pemeriksaan fisik dalam batas normal dan pemeriksaan
oftalmologis ditemukan :
OCULI OCULI
PEMERIKSAAN
DEXTRA(OD) SINISTRA(OS)
6/9 pin hole tetap Visus 6/25 pin hole tetap
6
V. DIAGNOSIS BANDING
Posterior Capsular Opacification OS
Retinopati Hipertensi
VII. TATALAKSANA
Nonmedikamentosa
- Edukasi:
o Mengatakan kepada pasien bahwa penyakitnya merupakan
gangguan penglihatan yang dapat diperbaiki dan hanya dapat
ditangani dengan laser, tatalaksana lainnya hanya untuk
sementara dan tidak dapat menyembuhkan penyakitnya.
o Menjelaskan indikasi tindakan laser kepada pasien serta
keuntungan dan kerugian bila pasien mengambil tindakan laser
maupun tidak.
- Rujuk ke Dokter Spesialis Mata untuk dilakukan tindakan Nd-YAG
laser
Medikamentosa
Tidak diberikan terapi medikamentosa pada pasien karena tidak
terdapat keluhan lain selain keluhan mata buram
VIII. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Ad Bonam
Quo Ad Functionam : Dubia ad Malam
Quo Ad Sanactionam : Dubia ad Malam
Quo Ad Cosmetican : Ad Bonam
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Anatomi Lensa Mata
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avascular, tak berwarna, dan
hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm.
Lensa tergantung pada zonula di belakang iris; zonula menghubungkannya dengan
corpus ciliare.1,2
8
Gambar 2. Kapsul Lensa3
9
Gambar 3. Zonula Zinii4
Lensa terdiri dari 65% air, 35% protein, dan sedikit sekali mineral yang
biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa
daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam
bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau
pun saraf di lensa.5
Fungsi lensa adalah untuk mempertahankan pandangan jelas, media untuk
refraktif cahaya dan menyediakan akomodasi, dalam hubungannya dengan zonula
dan badan siliaris.2
2. 2. Katarak
2.2.1 Definisi
Katarak adalah keadaan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan
yang menyebabkan penurunan tajam penglihatan. Katarak lebih sering dijumpai
pada usia tua, dan merupakan penyebab kebutaan pertama di seluruh dunia.
Kekeruhan pada lensa dapat disebabkan karena hidrasi atau denaturasi protein,
sehingga memberikan gambaran berawan atau putih. Penyebab tersering katarak
adalah proses degenerasi, yang menyebabkan lensa mata menjadi keras dan
keruh.7
10
2.2.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, sekitar 20,5 juta orang yang berusia > 40 tahun
menderita katarak pada satu atau kedua matanya, dan 6,1 juta diantaranya sudah
melakukan operasi pengangkatan lensa. Total penderita katarak diperkirakan akan
meningkat hingga mencapai 30,1 juta orang pada tahun 2020. 6 Sedangkan sebuah
penelitian di India mengatakan prevalensi katarak di rumah sakit pendidikan
daerah pedesaan sebesar 53,6%,8
Menurut hasil survei Riskesdas 2013, prevalensi katarak di Indonesia
adalah 1,4%, dengan responden tanpa batasan umur.6 Di Indonesia, perkiraan
insiden katarak adalah 0.1%/tahun artinya setiap tahun terdapat seorang penderita
katarak baru diantara 1000 orang. Sekitar 16-22% penderita katarak yang
dioperasi berusia di bawah 55 tahun.7 Sebagian besar katarak terjadi terjadi
karena proses degeneratif atau bertambahnya usia. Didapatkan sebanyak 14%
anak-anak didunia mengalami kebutaan karena katarak.
Dari beberapa penelitian didapatkan prevalensi katarak di Jawa Barat
sebesar 22,8% dan kebutaan katarak sebesar 2,0%. Berdasarkan karakteristik
demografi diperoleh proporsi katarak tinggi pada tingkat pendidikan tidak sekolah
dan mempunyai pekerjaan di luar gedung. Proporsi katarak lebih tinggi pada laki-
laki sedangkan proporsi kebutaan katarak pada laki-laki dan perempuan
mempunyai jumlah yang sama. Berdasarkan karakteristik lingkungan proporsi
katarak dan kebutaan katarak usia >40 tahun di Jawa Barat lebih tinggi pada
penderita yang mempunyai riwayat DM, mempunyai pola makan yang kurang,
kebiasaan merokok.9
11
b. Faktor kebiasaan merokok
Mekanisme aksi dari merokok pada katarak senilis tidak sepenuhnya
diketahui, tapi ada beberapa kemungkinan mekanisme biologis.
Pertama, merokok menyebabkan adanya proses oksidatif melalui
aktivitas radikal bebas didalam tubuh yang berlebihan sehingga
menyebabkan oksidasi dan perioksidasi dari lipid. Disisi lain, merokok
bisa menyebabkan stres oksidatif pada lensa secara tidak langsung
melalui penipisan dari antioksidan endogen, seperti vitamin C, vitamin
E dan β-karoten. Kedua, tembakau mengandung logam berat seperti
kadmium, timah dan tembaga yang akan terakumulasi dan
menyebabkan toksisitas langsung. Ketiga, level sianida dan aldehid
akan meningkat didalam darah perokok, sehingga terjadi perubahan
pada protein lensa, yang menyebabkan opasitas lensa secara in vitro.11
c. Faktor riwayat penyakit diabetes melitus
Sebuah studi di India mengatakan, prevalensi katarak pada pasien yang
sudah lama didiagnosis diabetes lebih tinggi daripada yang baru
didiagnosis.12 Pembentukan katarak terkait dengan diabetes sering
terjadi karena kelebihan kadar sorbitol (gula yang terbentuk dari
glukosa), yang membentuk penumpukan dalam lensa dan akhirnya
membentuk kekeruhan lensa.12
d. Faktor hipertensi
Ketika hipertensi, maka akan terjadi ketidakseimbangan elektrolit,
termasuk di mata, tepatnya di Aqueous Humour, dimana ini yang
biasanya menutrisi lensa bagian depan. Akan tetapi Ketika
ketidakseimbangan terjadi makan pintu dari lensa anterior yaitu pompa
Na+, K+, ATPase akan memasukkan Na+ yang berlebih ke dalam epitel
lensa. Dimana Na+ bersifat menarik air, maka serat dari protein lensa
terdestruksi oleh pajanan Na+ beserta air.13
e. Faktor riwayat konsumsi obat kortikosteroid
12
Konsumsi kortikosteroid jangka panjang dapat berefek terhadap
terjadinya katarak dikarenakan kerja kortikosteroid adalah untuk
menghambat kerja sitokin sehingga sitokin okuler dan faktor
pertumbuhan yang terdapat pada mata akan ikut terhambat, dimana zat
tersebut berfungsi untuk memproteksi lensa mata.14
f. Faktor Body Mass Index
Pada beberapa penelitian dikatakan bahwa angka BMI dapat
mempengaruhi onset dan perkembangan dari terjadinya kelainan visual
yang berhubungan dengan penuaan. Pada orang obesitas akan terjadi
proses angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru) yang berarti
akan meningkatkan proses metabolisme pada tubuh sehingga produk
sampingan berupa radikal bebas juga akan meningkat yang akan
menginduksi terjadinya stres oksidatif yang dapat menginisiasi proses
katarak.15
g. Faktor riwayat mata merah
Katarak merupakan komplikasi tersering pada pasien dengan uveitis
dan hasil dari inflamasi pada intraocular. Seperti yang sudah disebutkan
sebelumnya, terdapat berbagai macam faktor lain yang dapat
menyebabkan katarak, dimana semua faktor risiko tersebut
dihubungkan oleh adanya inflamasi kronik yang terjadi pada bagian
dari mata. Ketika mata mengalami inflamasi, berbagai macam radikal
bebas akan diproduksi, yang akan merusak lapisan lemak dan protein
pada lensa.16
h. Faktor paparan sinar ultraviolet
i. Faktor riwayat trauma
13
Terjadi sejak lahir atau sejak bayi hingga dewasa. Penyebabnya adalah
hereditas, infeksi, obat-obatan, radiasi, kelainan metabolik, trauma
persalinan, malnutrisi, kongenital anomaly, dan idiopatik.10
14
1. Katarak Kongenital
Katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun.
2. Katarak Juvenile
Katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
3. Katarak Senilis
Katarak sesudah usia 50 tahun. Katarak Senilis berdasarkan lokasi
kekeruhannya dapat dibagi menjadi:19
a. Katarak Nuklearis
Katarak nuklearis ditandai dengan kekeruhan sentral dan perubahan
warna lensa menjadi kuning atau cokelat secara progresif perlahan-
lahan yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Derajat
kekeruhan lensa dapat dinilai menggunakan slitlamp. Katarak jenis
ini biasanya terjadi bilateral, namun dapat juga asimetris.
Perubahan warna mengakibatkan penderita sulit untuk
membedakan corak warna. Katarak nuklearis secara khas lebih
mengganggu gangguan penglihatan jauh daripada penglihatan
dekat.1 Nukleus lensa mengalami pengerasan progresif yang
menyebabkan naiknya indeks refraksi, dinamai miopisasi.
Miopisasi menyebabkan penderita presbiopia dapat membaca dekat
15
tanpa harus mengenakan kacamata, kondisi ini disebut sebagai
second sight.2,19
c. Katarak Subkapsuler
16
Katarak ini dapat terjadi di subkapsuler anterior dan posterior.
Pemeriksaannya menggunakan slitlamp dan dapat ditemukan
kekeruhan seperti plak di korteks subkapsuler posterior. Gejalanya
adalah silau, penglihatan buruk pada tempat terang, dan penglihatan
dekat lebih terganggu daripada penglihatan jauh. 2,19
17
Gambar 7. Katarak Stadium Iminens/insipiens
2. Imatur
Pada tahap berikutnya, opasitas lensa bertambah dan visus mulai
menurun menjadi 5/60 sampai 1/60. Cairan lensa bertambah
akibatnya iris terdorong dan bilik mata depan menjadi dangkal,
sudut bilik mata sempit dan sering terjadi glaukoma. Pada
pemeriksaan didapatkan shadow test positif. 2,19,21
18
3. Matur
Jika katarak dibiarkan, lensa akan menjadi keruh seluruhnya dan
visus menurun drastis menjadi 1/300 atau hanya dapat melihat
lambaian tangan dalam jarak 1 meter. Pada pemeriksaan
didapatkan shadow test negatif. 2,19,21
19
Gambar 10. Katarak Hipermatur20
20
2.2.5 Patofisiologi
Protein lensa yang berubah, akhirnya menyebabkan kekeruhan bertahap
lensa. Jarang, katarak dapat hadir pada saat lahir atau pada anak usia dini sebagai
akibat dari cacat keturunan enzim, dan trauma parah pada mata, operasi
mata, atau peradanganintraokular juga dapat menyebabkan katarak terjadi
lebih awal dalam kehidupan. Faktor lain yang dapat menyebabkan
perkembangan katarak pada usia lebih dinimeliputi paparan berlebihan cahaya
ultraviolet, diabetes, merokok, atau penggunaan obat-obatan tertentu, seperti
steroid oral, topikal, atau inhalasi. Obat lain yang lebih lemah kaitannya dengan
katarak termasuk penggunaan jangka panjang statin danfenotiazin.22
Etiologi katarak kongenital yang paling umum termasuk infeksi
intrauterin, gangguan metabolisme, dan sindrom genetik ditransmisikan.
Sepertiga dari katarak pediatrik sporadis, mereka tidak berhubungan dengan
penyakit sistemik atau mata. Namun, mereka mungkin mutasi spontan dan dapat
menyebabkan pembentukan katarak pada keturunannya pasien. Sebanyak 23%
dari katarak kongenital adalah familial. Cara transmisi yang paling sering adalah
autosomal dominan dengan penetrasi yang lengkap. Jenis katarak mungkin
muncul sebagai katarak total, katarak polar, katarak lamelar, atau opasitas
nuklear. Semua anggota keluarga dekat harus diperiksa. Infeksi penyebab katarak
termasuk rubella (yang paling umum), rubeola, cacar air, cytomegalovirus, herpes
simplex, herpes zoster, poliomyelitis, influenza, virus Epstein Barr, sifilis, dan
toksoplasmosis.22
Penyebab terjadinya katarak senilis hingga saat ini belum
diketahui secara pasti. Patofisiologi di balik terjadinya katarak senilis amat
kompleks dan belum sepenuhnya dimengerti. Namun ada beberapa kemungkinan
di antaranya terkait usia lensa mata yang membuat berat dan ketebalannya
bertambah, sementara kekuatannya menurun. Kerusakan lensa pada katarak
senilis juga dikaitkan dengan kerusakan oksidatif yang progresif. Beberapa
21
penelitian menunjukkan peningkatan produk oksidasi seperti oxidized glutathione
dan penurunan antioksidan (vitamin) dan enzim superoksidase. Teori stres
oksidatif pada katarak disebut kataraktogenesis.23
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat
nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsula
anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan
warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti
duri di anterior dan poterior nukleus. Opasitas pada kapsul poterior merupakan
bentuk katarak yang paling bermakna seperti kristal salju.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang
dari badan silier kesekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein
lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya
protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan
serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain
mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada
pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.22
22
Gambar 11. Patogenesis Katarak24
2.2.6 Diagnosis
Katarak di diagnosa melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang lengkap. Keluhan yang membawa pasien datang
25
antara lain:
1. Pandangan kabur
Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan penglihatan yang progresif atau
berangsur-angsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan dengan
pinhole.
2. Penglihatan silau
Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau, dimana
tingkat kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang
menurun dengan latar belakang yang terang hingga merasa silau di siang hari
atau merasa silau terhadap lampu mobil yang berlawanan arah atau sumber
cahaya lain yang mirip pada malam hari. Keluhan ini sering kali muncul pada
penderita katarak kortikal.
3. Sensitifitas terhadap kontras
Sensitifitas terhadap kontras menentukan kemampuan pasien dalam
mengetahui perbedaan-perbedaan tipis dari gambar-gambar yang berbeda
warna, penerangan dan tempat. Cara ini akan lebih menjelaskan fungsi mata
sebagai optik dan uji ini diketahui lebih bagus daripada menggunakan bagan
Snellen untuk mengetahui kepastuian fungsi penglihatan; namun uji ini
bukanlah indikator spesifik hilangnya penglihatan yang disebabkan oleh
adanya katarak.
4. Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri
lensa, biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang.
Namun setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa,
rasa nyaman ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak
sklerotik nuklear. Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata
23
bisa menyebabkan anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan
cenderung untuk diatasi dengan ekstraksi katarak.
5. Variasi Diurnal Penglihatan
Pada katarak sentral, kadang-kadang penderita mengeluhkan penglihatan
menurun pada siang hari atau keadaan terang dan membaik pada senja hari,
sebaliknya penderita katarak kortikal perifer kadang-kadang mengeluhkan
pengelihatan lebih baik pada sinar terang dibanding pada sinar redup.
6. Distorsi
Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi tampak
tumpul atau bergelombang.
7. Halo
Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang terlihat
disekeliling sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo pada
penderita glaucoma.
8. Diplopia Monokuler
Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler dari
lensa yang keruh, menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan dengan
diplopia binocular dengan cover test dan pin hole.
9. Perubahan Persepsi Warna
Perubahan warna inti nucleus menjadi kekuningan menyebabkan perubahan
persepsi warna, yang akan digambarkan menjadi lebih kekuningan atau
kecoklatan dibanding warna sebenarnya.
10. Bintik Hitam
Penderita dapat mengeluhkan timbulnya bintik hitam yang tidak
bergerakgerak pada lapang pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada
retina atau badan vitreous yang sering bergerak-gerak.
25
Pada Pemeriksaan Fisik dapat ditemukan:
1. Penurunan ketajaman penglihatan
Katarak sering kali berkaitan dengan terjadinya penurunan ketajaman
penglihatan, baik untuk melihat jauh melihat jauh maupun dekat. Ketajaman
24
penglihatan dekat lebih sering menurun jika dibandingkan dengan ketajaman
penglihatan jauh, hal ini mungkin disebabkan adanya daya konstriksi pupil
yang kuat. Penglihatan menurun tergantung pada derajat katarak. Katarak
imatur dari sekitar 6/9-1/60; pada katarak matur hanya 1/300-1/~.
2. Pemeriksaan Iluminasi Obliq
Adanya perbedaan warna pada daerah sekitar pupil pada lensa yang
menunjukkan perbedaan tipe katarak.
3. Uji Iris Shadow
Ketika lensa transparan atau keruh seutuhnya maka tidak akan iris shadow.
Terdapatnya iris shadow menunjukkan adanya katarak imatur.
4. Pemeriksaan Funduskopi
Media akan terlihat keruh. Bagian lensa yang mengalami katarak akan
menunjukkan bayangan hitam diantara bayangan merah pada lensa yang
keruh.
5. Tonometri untuk menilai Tekanan Intra Okular (TIO).
6. Distant Direct Ophtalmoscopic
Pada pemeriksaan ini, lensa dengan katarak parsial akan menunjukkan
bayangan hitam dengan red glow sedangkan lensa dengan katarak komplit
tidak menunjukkan red glow.
7. Pemeriksaan Slitlamp
Pemeriksaan ini dilakukan dengan keadaan pupil yang berdilatasi. Pada
pemeriksaan ini terlihat morfologi lensa yang mengalami kekeruhan (bagian
yang terkena, ukuran, bentuk warna, dan kekerasan dari nukleus).
25
peninggian Tekanan Intra Okular (TIO), atrofi papil optic, dan menciutnya
lapang pandang.
2. Glaukoma Sudut Tertutup
Terjadi jika jalan keluar aquos humor tertutup tiba-tiba, yang akan
mengakibatkan rasa sakit yang berat dengan tekanan bola mata yang tinggi.
Penglihatan akan berkabut dan menurun, enek dan muntah, halo di sekitar
sinar, mata merah, dan mata terasa bengkak. Gambaran yang dapat
ditemukan yaitu adanya peningkatan TIO diatas 21 mmHg, sudut bilik mata
depan yang dangkal/sempit, sinekia anterior perifer pada gonioskopi. Dan
pada pemeriksaan nervus optic dapat ditemukan adanya kerusakan nervus
optic yang ditandai dengan peningkatan C/D ratio maupun atrofi papil.
3. Retinopati Diabetes Mellitus
Retinopati Diabetes adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada
penderita diabetes. Dapat ditemukan mata tenang dengan visus turun
perlahan disertai dengan bintik-bintik hitam pada visual (floaters),
penglihatan berbayang, kesulitan membaca atau melihat benda yang detail,
dan gangguan melihat warna. Pada pemeriksaan oftalmologi pasien
retinopati diabetikum setidaknya harus ditemukan adanya mikroaneurisma
(+), perdarahan (+), hard exudate (+), cotton wool spots (+), edema retina (+)
pada pemeriksaan retinopati diabetic non proliferatif, dan neovaskularisasi
pada retinopati diabetic proliferative.
4. Retinopati Hipertensi
Retinopati Hipertensi termasuk ke dalam mata tenang visus turun perlahan.
Retinopati Hipertensi merupakan perubahan vascular retina akibat hipertensi
sistemik. Umumnya tidak ditemukan gejala awal, namun pada beberapa
kasus berat dapat ditemukan gejala penurunan penglihatan disertai nyeri
kepala dan nyeri pada mata. Pada pemeriksaan fisik funduskopi setidaknya
dapat ditemukan pembuluh darah (terutama arterior retina) yang lebih pucat,
penyempitan arteriol, edema retina (+), atau perdarahan retina (+).
5. Retinopati Anemia
26
Pada anemia dapat terlihat perubahan perdarahan dalam dan superfisial,
termasuk papil edema. Gejala retina ini diakibatkan oleh anoksia berat yang
terjadi pada anemia. Anoksia berat akan mengakibatkan infark retina
sehingga tidak jarang ditemukan pula suatu bercak eksudat kapas.
6. Age Related Macular Degeneration (ARMD)
Menurut teori ARMD termasuk ke dalam mata tenang dengan visus menurun
perlahan. Pada ARMD dapat ditemukan gejala kesulitan melihat garis lurus
terutama pada bayangan tegak, adanya melihat daerah kosong dan seperti
melihat warna gelap di daerah sentral penglihatan (scotoma sentral). Faktor
risiko dari ARMD merupakan usia lebih dari 50 tahun, riwayat keluhan
serupa pada keluarga, obesitas, merokok, dan hipertensi. Pada pemeriksaan
fisik funduskopi ditemukan daerah macula berupa kelainan sub retina dan
lepasnya epitel pigmen retina. Pada AMD tipe kering dapat juga ditemukan
adanya drusen berupa bintik kuning atau timbul di belakang retina atau
macula, dapat disertai perdarahan dan cairan di bawah macula lutea.
2.2.8 Tatalaksana
Tatalaksana definitif untuk katarak saat ini adalah tindakan bedah.
Beberapa penelitian seperti penggunaan vitamin C dan E dapat memperlambat
pertumbuhan katarak, namun belum efektif untuk menghilangkan katarak.2,19
Tujuan tindakan bedah katarak adalah untuk mengoptimalkan fungsi
penglihatan. Keputusan melakukan tindakan bedah tidak spesifik tergantung dari
derajat tajam penglihatan, namun lebih pada berapa besar penurunan tersebut
mengganggu aktivitas pasien.2
Indikasi lainnya adalah bila terjadi gangguan stereopsis, hilangnya
penglihatan perifer, rasa silau yang sangat mengganggu, dan simtomatik
anisometrop. Indikasi medis operasi katarak adalah bila terjadi komplikasi antara
lain: glaukoma fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis fakoantigenik, dislokasi
lensa ke bilik depan, dan katarak sangat padat sehingga menghalangi pandangan
gambaran fundus karena dapat menghambat diagnosis retinopati diabetika
ataupun glaucoma.19
27
Indikasi untuk dilakukannya operasi katarak, yaitu:20
• Memperbaiki fungsi penglihatan merupakan indikasi yang paling umum
untuk dilakukunnya operasi. Pada umumnya, dilakukan bila visus sudah ≤
3/60. Pada pasien yang mengalami katarak monokular, seperti hilangnya
lapang pandang perifer perlu dilakukan operasi.
• Indikasi medis, pada pasien dengan katarak yang tidak mengalami gangguan
visual yang berarti, operasi katarak tetap dilakukan apabila terdapat keadaan
yang dapat berdampak buruk pada kesehatan mata, seperti galukoma
fakomorfik, glaucoma fakolitik, dan dislokasi lensa. Operasi katarak juga
dilakukan untuk memperbaiki kejernihan media ocular agar dapat memantau
penyakit lain seperti diabetic retinopati.
• Indikasi sosial, indikasi ini berhubungan dengan pekerjaan pasien dimana
sudah terjadi gangguan dalam pekerjaan sehari hari.
• Indikasi kosmetik, terkadang pasien dengan katarak matur dilakukan operasi
walaupun tidak ada harapan penglihatan kembali berguna. Tindakan operasi
tetap dilakukan untuk indikasi kosmetik agar pupil terlihat berwarna hitam.
28
Gambar 12. Teknik ICCE/EKIK.21
29
Gambar 13. Teknik ECCE/EKEK.21
30
Gambar 14. Teknik SICS.21
31
Gambar 15. Teknik Phacoemulsification.21
2.2.9 Komplikasi
Komplikasi operasi katarak dapat terjadi selama operasi maupun setelah
operasi. Pemeriksaan periodik pasca operasi katarak sangat penting untuk
mendeteksi komplikasi operasi.
32
insisi yang terlalu besar, tekanan dari luar bola mata, tekanan vitreus positif,
efusi suprakoroid, atau perdarahan suprakoroid. Jika saat operasi ditemukan
pendangkalan KOA, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengurangi
aspirasi, meninggikan botol cairan infus, dan mengecek insisi. Bila insisi
terlalu besar, dapat dijahit jika perlu. Tekanan dari luar bola mata dapat
dikurangi dengan mengatur ulang spekulum kelopak mata. Hal berikutnya
adalah menilai tekanan vitreus tinggi dengan melihat apakah pasien obesitas,
bull-necked, penderita PPOK, cemas, atau melakukan manuver Valsava.
Pasien obesitas sebaiknya diposisikan antitrendelenburg.
2. Posterior Capsule Rupture (PCR)
PCR dengan atau tanpa vitreous loss adalah komplikasi intraoperatif yang
sering terjadi.12 Studi di Hawaii menyatakan bahwa 0,68% pasien mengalami
PCR dan vitreous loss selama prosedur fakoemulsifikasi. 12 Beberapa faktor
risiko PCR adalah miosis, KOA dangkal, pseudoeksfoliasi, floppy iris
syndrome, dan zonulopati.12 Apabila terjadi PCR, sebaiknya lakukan
vitrektomi anterior untuk mencegah komplikasi yang lebih berat. PCR
berhubungan dengan meningkatnya risiko cystoid macular edema, ablasio
retina, uveitis, glaukoma, dislokasi LIO, dan endoftalmitis postoperatif
katarak.
3. Nucleus Drop
33
Komplikasi Setelah Operasi
1. Edema Kornea
Edema Stromal atau epitelial dapat terjadi segera setelah operasi katarak.
Kombinasi dari trauma mekanik, waktu operasi yang lama, trauma kimia,
radang, atau peningkatan Tekanan Intra Okular (TIO), dapat menyebabkan
edema kornea. Pada umumnya, edema akan hilang dalam 4 sampai 6
minggu. Jika kornea tepi masih jernih, maka edema kornea akan menghilang.
Edema kornea yang menetap sampai lebih dari 3 bulan biasanya
membutuhkan keratoplasti tembus.
2. Perdarahan
Komplikasi perdarahan pasca operasi katarak antara lain perdarahan
retrobulbar, perdarahan atau efusi suprakoroid, dan hifema.1 Pada pasien-
pasien dengan terapi antikoagulan atau antiplatelet, risiko perdarahan
suprakoroid dan efusi suprakoroid tidak meningkat.1 Sebagai tambahan,
penelitian lain membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan risiko
perdarahan antara kelompok yang menghentikan dan yang melanjutkan
terapi antikoagulan sebelum operasi katarak.
3. Glaukoma Sekunder
Bahan viskoelastik hialuronat yang tertinggal di dalam KOA pasca operasi
katarak dapat meningkatkan tekanan intraokular (TIO), peningkatan TIO
ringan bisa terjadi 4 sampai 6 jam setelah operasi, umumnya dapat hilang
sendiri dan tidak memerlukan terapi anti glaukoma, sebaliknya jika
peningkatan TIO menetap, diperlukan terapi antiglaukoma. Glaukoma
sekunder dapat berupa glaukoma sudut terbuka dan tertutup. Beberapa
penyebab glaukoma sekunder sudut terbuka adalah hifema, TASS,
endoftalmitis, serta sisa masa lensa. Penyebab glaukoma sekunder sudut
tertutup adalah blok pupil, blok siliar, glaukoma neovaskuler, dan sinekia
anterior perifer.
4. Uveitis Kronik
Inflamasi normal akan menghilang setelah 3 sampai 4 minggu operasi
katarak dengan pemakaian steroid topikal. Inflamasi yang menetap lebih dari
34
4 minggu, didukung dengan penemuan keratik presipitat granulomatosa yang
terkadang disertai hipopion, dinamai uveitis kronik. Kondisi seperti
malposisi LIO, vitreus inkarserata, dan fragmen lensa yang tertinggal,
menjadi penyebab uveitis kronik. Tatalaksana meliputi injeksi antibiotik
intravitreal dan operasi perbaikan posisi LIO, vitreus inkarserata, serta
pengambilan fragmen lensa yang tertinggal dan LIO.
5. Cystoid Macular Edema (CME)
35
muncul setelah 3 sampai 10 hari operasi katarak. Penyebab terbanyak adalah
Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus.
Penanganan endoftalmitis yang cepat dan tepat mampu mencegah infeksi
yang lebih berat. Tatalaksana pengobatan meliputi kultur bakteri, antibiotik
intravitreal spektrum luas, topikal sikloplegik, dan topikal steroid.
8. Toxic Anterior Segment Syndrome
36
Gambar 16. Mekanisme terjadinya PCO
37
okuli anterior dangkal. AAO menyarankan untuk membuka jahitan setelah 6-
8 minggu postoperatif untuk mengurangi astigmatisma berlebihan.
11. Dislokasi LIO
Angka kejadian dislokasi LIO dilaporkan sebesar 0,19-3,00%. Dislokasi LIO
dapat terjadi di dalam kapsul (intrakapsuler) atau di luar kapsul
(ekstrakapsuler). Penyebab dislokasi LIO intrakapsuler adalah satu atau
kedua haptik terletak di sulkus, sedangkan beberapa penyebab dislokasi LIO
ekstrakapsuler mencakup pseudoeksfoliasi, gangguan jaringan ikat, uveitis,
retinitis pigmentosa, miopia tinggi, dan pasien dengan riwayat operasi
vitreoretina. Tatalaksana kasus ini adalah dengan reposisi atau eksplantasi
LIO.
2.2.10 Pencegahan
Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak
senilis adalah faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan terhadap hal-hal
yang memperberat seperti mengontrol penyakit metabolik, mencegah paparan
langsung terhatap sinar ultraviolet dengan menggunakan kaca mata gelap, dan
pemberian intake antioksidan (seperti asam vitamin A, C dan E).20
2.2.11 Prognosis
Apabila pada proses pematangan katarak dilakukan penanganan yang tepat
sehingga tidak menimbulkan komplikasi serta dilakukan tindakan pembedahan
pada saat yang tepat maka prognosis pada katarak umumnya baik.20
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Indonesia Vaughan Asbury Oftalmologi Umum edisi 17
2. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. 2015. Lens and cataract. 2014-2015
Basic and clinical Science course. San Francisco, CA: American Academy
of Ophthalmology.
3. Liesegang TJ,Deutsch TA.Lens and Cataract. Basic and Clinical Science
Course, Section 11, American Academy of Ophthalmology. San Fransisco:
2011-2012. P: 5 – 32.
4. Whitehead N. Alfred. Anatomi dan Fisiologi Lensa. Dalam Transisi menuju
Fakoemulsifikasi oleh Istiantoro Soekardi dan johan A. Hutauruk, Granit
kelompok yayasan obor Indonesia. Jakarta : 2004. P: 8-12.
5. Ilyas S, Yulianti S.R. 2015. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kelima. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia.
6. CDC 2013
7. Alshamrani AZ. 2018. Cataracts Pathophysiology and Managements. The
Egyptian Journal of Hospital Medicine. 70 (1):151-4.
8. Avachat, S. S., Vaishali, P., & Suchit, K. 2014. Epidemiological Correlates
of Cataract Cases in Tertiary Health Care Center in Rural Area of
Maharashtra. Journal of Family Medicine and Primary Care.
9. Feby, A. 2018. Lensa dan Katarak. Diakses pada
http://perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2021/03/prevalensi-
dan-karakteristik-penderita-katarak-dan-kebutaan-katarak-di-jawa-barat-
tahun-2005.Erna-tjahnjaningtyas-observe.pdf
10. Rim, T. H., Kim, D. W., Kim, S. E., & Kim, S. S. 2015. Factors Associated
with Cataract in Korea : A Community Health Survey 2008-2012. Yonsei
Medical Journal
11. Ye, J., He, J., Wang, C., Wu, H., Shi, X., Zhang, H., et al. 2012. Smoking
and Risk of Age-Related Cataract : A Meta-Analysis. Investigative
Ophthalmology & Visual Science.
39
12. Raman, R., Pal, S. S., Adams, J. S., Rani, P. K., Vaitheeswaran, K., &
Sharma, T. 2014. Prevalence and Risk Factors for Cataract in Diabetes.
ARVO Journal.
13. Sargent, C. R., Cangiano, J. L., Caban, G. B., Marrero, E., & Maldonaro, M.
1987. Cataracts and Hypertension in Salt-Sensitive Rats A Possible Ion
Transport Defect. AHAjournal Jobling & RC
14. Yoshida, M., Inoue, M., Iwasaki, M., Tsugane, S., & JPHC Study Group.
2010. Association of Body Mass Index with Risk of Age-Related Cataracts
in a Middle-Aged Japanese Population: the JPHC Study. NCBI.
15. Blaylock, R. 2015. from www.newsmax.com:
www.newsmax.com/t/health/article/672065
16. EyeWiki. 2015. American Academy of Ophtalmology: eyewiki.aao.org
17. Gupta, V. B., Rajagopala, M., & Ravishankar, B. 2014. Etiopathogenesis of
Cataract : An appraisal. Indian Journal of Ophthalmology.
18. Khurana A, Khurana A, Bhawna. 2015. Comprhehensive Ophthalmology.
Philadelphia: Jaypee The Health Science Publisher, hlm. 181-183.
19. Suhardjo SU, Agni AN. Ilmu Kesehatan Mata. 2nd ed. Yogyakarta:
Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada; 2012.
20. Jick S.L, Beardsley T.L, et all. 2019 – 2020 Basic and Clinical Science
Course: Lens and Cataract. American Academy of Ophtalmology. 2019.
21. Kanski JJ.J, Bowling B. Clinical Ophthalmology: Systemic Approach. 7th
ed. Saunders. 2012.
22. Alshamrani AZ. Cataracts Pathophysiology and Managements. The
Egyptian Journal of Hospital Medicine. 2018;70 (1):151-4.
23. Michael R, Born AJ. The Ageing Lens and Cataract: A Model Normal and
Patological Ageing. Philosophical Transactions of the Royal Society; 2011.
24. Mahmood, A. 2016. Cataract: Pathogenesis and Clinical Findings. Di akses
pada https://calgaryguide.ucalgary.ca/cataract-pathogenesis-and-clinical-
findings/ .
40
25. Perhimpunan Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter
Umum dan Mahasiswa Kedokteran.2002. Jakarta : Sagung Seto.
41