Anda di halaman 1dari 78

LAPORAN PROSES PEMECAHAN MASALAH DENGAN METODE

SEVEN JUMP SKENARIO 11 SISTEM MENINGITIS

Ditujukan untuk memenuhisalah satu tugas mata kuliah KMB II

Dosen Pengampu :

Disusun Oleh :

Kelompok 11

Haris Nuryana ( C.0105.19.014 )

YULAN YULIANI (C.0105.19.027)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS TAHAP SARJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR

CIMAHI

2021
SKENARIO 11

Seorang Laki – laki berusia 35 tahun dirawat di ruang saraf dengan penurunan kesadaran sejak 3 hari
yang lalu. Penurunan kesadaran terjadi tiba – tiba 2 hari yang lalu pada pagi hari sebelum bangun tidur,
klien tampak lemas dan tidur terus menerus, jika dipanggil keluarganya tidak ada respon, makan atau
minum dibantu oleh istrinya, masih bisa mengenali anak dan keluarganya. Sehari sebelum masuk RS klien
tiba – tiba menggigil dan kesadarannya menurun, demam sejak 3 hari yang lalu dan hanya terjadi pada
malam hari, riwayat kejang tidak ada. Klien memiliki riwayat sakit kepala sejak sebulan yang lalu, sakit
yang dirasakan seperti ditusuk tusuk dan hilang timbul, sakit kepala terasa pada bagian tengkuk. Klien juga
mengalami batuk sejak 3 minggu dengan dahak berwarna putih

LANGKAH I Klarifikasi istilah/terminologi asing (yang tidak dimengerti)

1.tengkuk
2. Kejang
3. Saraf
1.tengkuk
Salah posisi tidur bukan satu-satunya penyebab nyeri pada leher. Nyeri yang berdampak
pada terganggunya aktivitas sehari-hari ini ternyata dapat disebabkan oleh kebiasaan buruk
yang tanpa sadar sering kita lakukan
2. Kejang
 gangguan aktivitas listrik di otak. Kondisi ini sering kali ditandai oleh gerakan tubuh
yang tidak terkendali dan disertai hilangnya kesadaran. Kejang bisa menjadi tanda
adanya penyakit pada otak, atau kondisi lain yang memengaruhi fungsi otat
3. Saraf
 serat-serat yang menghubungkan organ-organ tubuh dengan sistem saraf pusat (otak
dan sumsum tulang belakang) serta antar bagian sistem sarah dengan lainnya

LANGKAH 2. Mendefinisikan masalah

1. Berapa normal nilai penurunan kesadaran?

2.Apa penyebab terjadinya penurunan kesaradaran

LANGKAH 3. Curah pendapat (brainstorming)

1. Tingkat kesadaran manusia bisa dinilai lewat Glasgow Coma Scale (GCS) dengan tiga
aspek, yaitu respons mata, respons suara, dan respons gerak. Selain tingkat kesadaran, GCS
juga dapat digunakan sebagai parameter untuk menilai kemungkinan keberhasilan perawatan
dan normal kesadaran
2. Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh banyak hal, mulai dari penyakit, cedera,
keracunan, hingga efek samping obat-obatan. Di bawah ini adalah berbagai penyebab
penurunan kesadaran.

LANGKAH 4. Membuat daftar penjelasan-penjelasan yang dapat diterima

1.pasien pengalami penurunan sejak 3 hari yang lalu pasien pengeluh lemas dan tidur terus menerus jika
di panggil keluarga tidak merespon

2. riwayat pasien yaitu sakit kepala sejak sebulan yang lalu

LANGKAH 5. Merumuskan tujuan pembelajaran


mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala penyakitnya dari penerunan kesadaran sehingga jika
mahasiswa menemukan kasus yang sama dengan tanda dan gejala yang sudah dijelaskan bisa
memutuskan sebuah diagnose yang tepat. dan bisa memberikan edukasi pada penerunan kesadaran

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN SISTEM SARAF

DENGAN DIAGNOSA MEDIS MENINGITIS

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas :

Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah III

Dosen: Ns Sadaukur Barus m.kep


Di Susun Oleh :

Haris Nuryana (C.0105.19.010)

Yulan Yulani (C.0105.19.027)

PENDIDIKAN NERS A
STIKES BUDI LUHUR CIMAHI

JL. Kerkof No.243, Leuwigajah, Kec.Cimahi Sel., Kota Cimahi, Jawa Barat 40532

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini sebagai salah
satu tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah dengan judul “Asuhan Keperawatan
Gangguan Sistem Saraf Dengan Diagnosa Medis Meningitis”.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, hal itu di karenakan kemampuan
penulis yang terbatas. Namun, berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak akhirnya pembuatan
makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Dan penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada pihak yang telah membantu.

Penulis berharap dalam penulisan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan
para pembaca umumnya, serta semoga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengembangkan dan
meningkatkan prestasi di masa yang akan datang.

Cimahi, 10 oktober 2021


Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Bealakang 1

B. Tujuan Penulisan 3

BAB II LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi 5

B. Anatomi fisiologi organ yang terkait 5

C. Klasifikasi 6
D. Etiologi 7

E. Manifestasi Klinis 10

F. Patofisiologi 11

G. Pathway 13

H. Komplikasi 15

I. Pemeriksaan Penunjang15

J. Penatalaksanaan 17

K. Konsep Asukan Keperawatan 19

DAFTAR PUSTAKA iii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Meningitis merupakan salah satu penyakit infeksi yang menakutkan karena menyebabkan mortalitas
dan morbiditas yang tinggi terutama di negara berkembang sehingga diperlukan pengenalan dan
penanganan medis yang serius untuk mencegah kematian (Addo, 2018). Meningitis merupakan suatu
reaksi peradangan yang terjadi pada lapisan yang membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter)
dan sumsum tulang belakang yang disebabkan organisme seperti bakteri, virus, dan jamur. Kondisi ini
dapat menyebabkan kerusakan otak yang parah dan berakibat fatal pada 50% kasus jika tidak diobati
(Speets et al., 2018). Meningitis meningokokus, yang disebabkan oleh bakteri Neisseria meningitidis
(atau N. meningitidis), memiliki potensi untuk menyebabkan epidemi yang besar. Dua belas jenis dari
bakteri tersebut, yang disebut serogroup, telah diidentifikasi, dan enam diantaranya (jenis A, B, C, W, X
dan Y) dapat menyebabkan epidemi (WHO, 2018).

Gejala yang paling umum pada pasien dengan meningitis adalah leher kaku, demam tinggi, sensitif
terhadap cahaya, kebingungan, sakit kepala, mengantuk, kejang, mual, dan muntah. Selain itu pada bayi,
fontanelle menonjol dan penampilan ragdoll juga sering ditemukan (Piotto, 2019). Meningitis bakterial
(penyakit meningitis yang disebabkan oleh bakteri) berada pada urutan sepuluh teratas penyebab
kematian akibat infeksi di seluruh dunia dan menjadi salah satu infeksi yang paling berbahaya pada
anak. Meningitis jenis ini merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak, dengan perkiraan
115.000 kematian di seluruh dunia pada tahun 2015. Beban penyakit meningokokus terbesar terjadi di
wilayah sub-Sahara Afrika yang dikenal sebagai sabuk meningitis, yang membentang dari Senegal di
barat hingga Ethiopia di timur. World Health Organization (WHO) telah melaporkan 26.029 kasus
meningitis di daratan Afrika pada tahun 2016 dengan 2.080 kematian (rasio fatalitas kasus keseluruhan
sebesar 8%).

Di negara maju, tingkat kejadian meningitis juga dapat lebih tinggi, dan hal ini berhubungan dengan
kondisi sosial ekonomi dan tempat tinggal, khususnya pada komunitas yang terlalu padat dan terpencil.
Sebagai contoh di Australia, tingkat kejadian meningitis yang lebih tinggi teramati dalam populasi suku
Aborigin dan penduduk pribumi Selat Torres di Wilayah Utara (13 kasus per 100.000 orang pada tahun
2017). Insiden meningitis di antara demografi ini secara konsisten lebih tinggi dari pada yang diamati
pada populasi non pribumi di seluruh Australia, terutama pada anak yang berusia 0– 9 tahun (Australian
Departement of Health, 2018).

Insiden invasive meningococcal disease (IMD) atau penyakit meningokokal invasif hampir sama
kondisinya di seluruh wilayah Asia-Pasifik, berkisar antara 0,02 hingga 0,2 kasus per 100.000 orang per
tahun di Filipina hingga Singapura (Navarro et al., 2019). Namun, ada insiden yang dilaporkan lebih tinggi
di negara tertentu atau dalam sub populasi tertentu. Di Selandia Baru, misalnya, rata-rata kejadian IMD
adalah 2,3 per 100.000 orang pada tahun 2019 dengan kasus berkisar antara 0,03 hingga 4,5 per
100.000 orang, tergantung pada kesehatan daerahnya (New Zealand Ministry of Health, 2019). Di
Filipina, 75% dari jumlah total kasus meningitis yang dikonfirmasi adalah mereka yang berusia 0–14
tahun selama periode 2012–2013 (Philippines-DOH, 2019).
Di Indonesia, angka kejadian meningitis pada anak tergolong masih tinggi, menempati urutan ke-9 dari
sepuluh penyakit tersering berdasarkan data delapan rumah sakit pendidikan di Indonesia. Kasus suspek
meningitis bakterial pada anak di Indonesia lebih tinggi dibandingkan di negara maju, yakni 158 dari
100.000 anak per tahun. Anniazi (2020), yang melakukan penelitian terhadap anak meningitis usia 2
bulan s/d 18 tahun (studi diagnostik cross-sectional) di Rumah Sakit Moewardi Surakarta selama Mei
2018 s/d Juni 2019, menyatakan bahwa 23,9% dari 46 pasien anak dengan meningitis akut klinis di
rumah sakit tersebut dikategorikan sebagai meningitis bakterial. Saat ini diperkirakan angka kejadian
meningitis pediatrik di Indonesia masih terus meningkat, dengan tingkat kematian berkisar antara 18–
40%

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami konsep serta
mampu menerapakan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan kasus Meningitis di rumah sakit

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa dapat mengerti serta memahami definisi dari Meningitis

b. Mahasiswa mengetahui etiologi terjadinya Meningitis

c. Mahasiswa dapat memahami anatomi fisiologi organ terkait

C. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis penyakit Meningitis


e. Mahasiswa dapat memahami patofisiologi penyakit Meningitis

f. Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi dari Meningitis

g. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang apa sajakah yang dapat dilakukan pada
pasien Meningitis

h. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan medis dari kasus Meningitis

i. Mahasiswa dapat memahami proses pembuatan asuhan keperawatan kasus


Meningitis secara teoritis

BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi

Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan
disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001).

Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari
mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan
aseptis (virus) (Long, 1996). Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal
dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
Meningitis bakterialis adalah suatu infeksi purulen lapisan otak yang pada orang dewasa biasanya hanya
terbatas didalam ruang subaraknoid, namun pada bayi cenderung meluas sampai kerongga subdural
sebagai suatu efusi atau empiema subdural (leptomeningitis), atau bahkan kedalam otak
(meningoensefalitis).

B. Anatomi Fisiologi Organ Terkait

Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf yang halus,
membawa pembuluh darah dan sekresi cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis yaitu:

1. Lapisan Luar (Durameter)


Merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak, sumsum tulang belakang, cairan
serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut
selaput tulang tengkorak (periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan
tengkorak untuk membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma sella.

2. Lapisan tengah (Arakhnoid)

Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan piameter,
membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat.
Ruangan diantara durameter dan arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih
menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang
menghubungkan sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal.

3. Lapisan Dalam (Piameter)

Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang mensuplai darah
ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus
dari otak. Ruangan diantara arakhnoid dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang, ruangan
ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang.

C. Klasisfikasi

Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :

1. Meningitis serosa

Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab
terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan
Ricketsia.
2. Meningitis purulenta

Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya
antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Peudomonas aeruginosa.

D. Etiologi

Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus. Sementara meningitis bakteri lebih berbahaya..

1. Meningitis Bakteri

Saat ini ada beberapa bakteri yang dapat menyebabkan meningitis. Beberapa di antaranya:

a) Bakteri Meningokokus atau Meningococcal bakteri. Ada beberapa jenis


bakteri meningococcal disebut grup A, B, C, W135, Y dan Z. Saat ini sudah ada
vaksin yang tersedia untuk perlindungan terhadap grup C meningococcal
bakteri.

b) Streptococcus pneumoniae bakteri atau pneumokokus bakteri ini cenderung


mempengaruhi bayi dan anak-anak dan orang tua karena sistem kekebalan
tubuh mereka lebih lemah dari kelompok usia lainnya.

c) Mereka yang memiliki CSF shunt atau memiliki cacat dural mungkin bisa
terkena meningitis yang disebabkan oleh Staphylococcus
D) Pasien yang memiliki tulang belakang prosedur (misalnya tulang belakang anaesthetia) beresiko
meningitis yang disebabkan oleh Pseudomonas spp.

d) Sifilis dan tuberkulosis menuju meningitis serta jamur meningitis langka


penyebab tetapi terlihat dalam individu positif HIV dan orang-orang dengan
kekebalan yang ditekan.

Menurut kelompok usia, beberapa bakteri kemungkinan penyebab meningitis meliputi:

a) Dalam baru-borns – pneumokokus bakteri atau group B streptokokus, Listeria monocytogenes,


Escherichia coli

b) Bayi dan anak-anak – H. influenzae tipe b, pada anak-anak kurang dari 4 tahun dan menjadi
unvaccinated menimbulkan risiko meningitis karena Meningokokus, Streptococcus radang paru-
paru

c) Anak-anak dan orang dewasa : S. pneumoniae, H. influenzae tipe b, N. meningitidis, gram negatif
Basil, staphylococci, streptokokus dan L. monocytogenes.

d) Orang tua dan orang-orang dengan kekebalan ditekan : S. pneumoniae, L. monocytogenes,


tuberculosis (TB), organisme gram-negatif

e) Setelah cedera kepala atau infeksi yang diperoleh setelah tinggal di rumah sakit atau prosedur.
Termasuk infeksi dengan Kleibsiella pneumoniae, E.coli, Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus aureus

2. Transmisi infeksi

Meningococcal bakteri yang menyebabkan meningitis tersebar yang biasanya melalui kontak dekat yang
berkepanjangan. Penyebaran dimungkinkan karena pasien berada dekat dari orang yang terinfeksi
melalui bersin, batuk, berbagi barang-barang pribadi seperti, sikat gigi, sendok garpu, peralatan dll.
Bakteri pneumokokus juga tersebar oleh kontak dekat dengan orang yang terinfeksi, batuk, bersin dll.
Namun, dalam kebanyakan kasus hal ini hanya menyebabkan infeksi ringan, seperti infeksi telinga
tengah (otitis media). Orang-orang dengan sistem kekebalan rendah yang dapat mengembangkan infeksi
lebih parah seperti meningitis.

3. Meningitis virus penyebab

Ada beberapa virus yang dapat menyebabkan meningitis. Vaksinasi terhadap banyak virus ini telah
menyebabkan penurunan kejadian beberapa kasus meningitis. Contoh campak, gondok dan Rubela
(MMR) . Vaksinisasi tersedia bagi anak dengan kekebalan rendah terhadap gondok, yang dulunya
merupakan penyebab utama dari virus meningitis pada anak-anak.

Virus yang dapat menyebabkan meningitis meliputi:

1) Virus herpes simpleks-ini dapat menyebabkan genital herpes

2) Enteroviruses-virus flu perut – ini telah menyebabkan polio di masa lalu juga
bertanggung jawab atas

3) Gondok

4) Echovirus

5) Coxsackie

6) Virus herpes zoster


7) Campak

8) Arbovirus

9) Influenza

10) HIV

11) Virus West Nile

4. Transmisi HIV

Infeksi virus meningitis dapat menyebar oleh kontak dekat dengan orang terinfeksi dan yang terkena
ketika orang bersin dan batuk. Mencuci tangan setelah terkontaminasi dengan virus-misalnya, setelah
menyentuh permukaan atau objek yang memiliki virus di atasnya dapat mencegah penyebaran.

5. Penyebab lain dari meningitis

Penyebab lain dari meningitis meliputi:

a) Meningitis jamur-disebabkan oleh Cryptococcus, Histoplasma dan


Coccidioides spesies dan melihat pada pasien AIDS

b) Parasit yang menyebabkan meningitis-termasuk contoh meningitis


eosinophilic yang disebabkan oleh angiostrongyliasis
c) Organisme lainnya seperti tuberkulosis atipikal, sifilis, penyakit Lyme,
leptospirosis, listeriosis dan brucellosis, penyakit Kawasaki dan Mollaret’s
meningitis

D) Mungkin ada tidak ada infeksi dan peradangan hanya meninges menuju bebas-infektif
meningitis. Hal ini disebabkan oleh tumor, leukemia, limfoma, obat dan bahan kimia yang diberikan
spinally atau epidurally selama anestesi atau prosedur, penyakit seperti Sarkoidosis, sistemik lupus
eritematosus dan penyakit dll.

E. Manifestasi Klinis

Keluhan pertama biasanya nyeri kepala.rasa nyeri ini dapat menjalar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk
menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot – otot ekstensor tenkuk. Bila hebat,
terjadi opistotonus. Yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap
hiperekstensi. Kesadaran menurun. Tanda kernig dan brudzinsky positif . Gejala meningitis di akibatkan
dari infeksi dan peningkatan TIK

1. Sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala di hubungkan
dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam
umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.

2. Perubahan pada tinkat kesadaran dihubunkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi


dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya penyakit individu terhadap
proses fisiologik. Manifestasi prilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit,
dapat terjadi letargik, tidak response, dan koma.
3. Iritasi meningen negakibatkan sejumlah tanda yang mudah di kenali yang umumnya
terlihat pada semua tipe meningitis.

4. Rigiditas nukal (kaku leher) adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala
mengalami kesukaran karena adanya spasme otot otot leher .fleksi paksaan
menyebabkan nyeri berat.

5. Tanda kerning positif : ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan fleksi
kea rah abdomen , kaki tidak dapat di ekstensikn sempurna.

6. Tanda brudzinski: bila leher difleksikan, maka di hasilkan fleksi lutut dan pinggul; bila di
lakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang
sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.

7. Demikian pula alas an yang tidak di ketahui, pasien iini mengeluh mengalami fotofobia
atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.

8. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi terjadi
sekunder akibat area vocal kortikal yang peka. Tanda tanda peningkatan TIK sekunder
akibat eksudat purulen dan edema serebral terdiri dari perubahan karakteristik tanda
tanda vital(melebarnya tekanan pulse dan bradikardia),pernafasan tidak teratur, sakit
kepal muntah, dan penrunan tingkat kesadaran.

9. Adanya ruam merupakan salah satu ciri yang menyolok pada meningitis meningokokal
(Neisseria meningitis). Sekitar dari semua pasien dengan tipe meningitis
mengembangkan lesi-lesi pada kulit diantaranya ruam petekie dengan lesi purpura
asmpai ekimosis pada daerah yang luas.

10. Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% dengan meningitis meningiokokkus, dengan
tanda tanda septicemia; demam tinggi yang tiba tiba muncul, lesi purpura ynag
menyebar(sekitar wajah dan ekstremitas), syok dan tanda tanda koagulopati
intravaskuler diseminata (KID).kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam setelah
serangan infeksi.
11. Organisme penyebab infeksi selalu dapat di identifikasi melalui biakan kuman ada
cairan serebrosinal dan darah.counter immuno electrooesis (CIE) digunakan secara luas
untuk mendeteksi antigen bakteri ada cairan tubuh, umumnya cairan serebrosnal dan
urine.

F. Patofisiologi

Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau jaringan tubuh yang
lain. Virus atau bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit
faringitis, tonsilitis, pneuminoa, bronchopneumonia dan endokarditis. Penyebaran bakteri atau virus
dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada didekat selaput otak,
misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis, trombosis sinus kavernosus dan sinusitis. Penyebaran bisa
juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-
kuman kedalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan arkhnoid, CSS (cairan
serebrospinal) dan sistem ventrikulus.

Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi; dalam waktu yang
sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid,
kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam
minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan. Bagian luar mengandung
leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan dilapisan dalam terdapat makrofag.

Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan
trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron. Trombosis serta organisasi eksudat
perineural yang fibrono-purulen menyebabkan kelainan kraniales. Pada meningitis yang disebabkan
oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri.

G. Pathway
H. Komplikasi

Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat dari komplikasi meningitis antara lain

1. Trombosis vena cerbral, yang menyebabkan kejang, koma, atau kelumpuhan.

2. Efusi atau abses subdural, yaitu penumpukan cairan diruangan subdural karena adanya
infeksi karena kuman.

3. Hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan abnormal yang
disebabkan oleh penyumbatan cairan serebrospinalis.

4. Ensefalitis, yaitu radang pada otak

5. Abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah diotak.

6. Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infrak otak karena adanya
infeksi pada pembuluh darah yang mengakibatkan kematian pada jaringan otak.
7. Kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung saluran pendengaran.

8. Gangguan perkembangan mental dan intelegensi karena adanya retardasi mental yang
mengakibatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak terganggu. (Harsono. 2007)

I. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan Rangsangan Meningeal

a) Pemeriksaan kaku kuduk

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku
kuduk positif atau negatif bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai
rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan kedada dan juga didapatkan tahanan pada
hiperekstensi dan rotasi kepala.

b) Pemeriksaan Tanda Kernig

Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada panggul kemudian ekstensi
tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mungkin tanpa rasa nyeri. Tanda kernig positif atau negatif bila
ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 ( kaki tidak dapat diekstensi sempurna) disertai spasme
otot pada biasanya diikuti rasa nyeri.

c) Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinski Leher)


Pasien berbaring terlentang dan pemeriksaan meleteakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan
kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepada dengan cepat kearah dada sejauh mungkin.
Tanda brudzinski I positif atau negatif bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.

d) Pemeriksaan tanda Brudzinski II

Pasien terbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti pada
pemeriksaan kernig). Tanda brudzinski II positif atau negatif bila pada pemeriksaa terjadi fleksi
involunter pada sendi panggul dan lutut kon tralateral.

Pemeriksaan Penunjang Meningitis

a) Pemeriksaan cairan serebrospinalis

Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, mengitis, dibagi menjadi dua golongan yaitu
meningitis serosa dan meningitis purulenta.

1. Pada meningitis purulenta, diagnosa diperkuat dengan hasil positif pemeriksaan sediaan
langsung dengan mikroskop dan hasil biakan. Pada pemeriksaan diperoleh hasil cairan
serebrospinal yang keruh karena mengandung pus (nanah) yang merupakan campuran
leukosit yang hidup dan mati, serta jaringan yang mati dan bakteri.

2. Pada meningitis serosa, diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang jernih
meskipun mengandung sel dan jumlah protein yang meninggi.

2) Pemeriksaan darah

Dilakukan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, laju endap darah (LED), kadar
glukosa ,kadar ureum,elektrolit, dan kultur.
A) Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit.

b) Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Di samping itu,


pada meningitis tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.

3) Pemeriksaan radiologi

a) Pada meningitis purulenta dilakukan foto kepala (pemeriksaan mastoid,sinus paranasal) dan
foto dada.

b) Pada meningitis serosa dilakukan foto dada, foto kepala, dan bila mungki dilakukan CT Scan.
(Harsono. 2007)

J. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan secara medis yang dapat dilakukan pada pasien dengan meningitis adalah sebagai
berikut:menurut Donna Ignativicus (1995) meliputi:

A. Pengkajian Neurologis

1. Ukur TTV sekurang-kurangnya 4 jam sekali atau sesuai indikasi

2. Pantau nervus kranial III,IV,VI dan VII dan VIII.

3. Pantau keluaran urine


b. Therapi Obat

Dilakukan untuk menghindari komplikasi termasuk hiperosmolar agen, steroid dan antikonvulsan. Dalam
memberikan therpi perwat harus :

1. Yakinkan klien tidak alergi terhadap obat

2. Mulai berikan antar 1-2 jam setelah obat diresepkan

3. Berikan pengobatan tepat waktu untuk menjaga keefektivan pengobatan.

4. Monitor dan catat respon pasien terhadap pengobatan.

c. Isolasi

Untuk pasien menigitis bakterial, perawat harus waspada pada 24 jam pertama pengobatan.

d. Mencegah kejang

Perawat harus waspada terhadap timpbulnya kejang dengan menjaga penghalang tempat tidur dan
meposisikan tempat tidur menjadi lebih rendah. Peralatan suction dan oksigen harus selalu tersedia. Jika
terjadi kejang perwat harus melaporkan :

1. Deskripsi terjadinya kejang

2. Lamanya kejang
3. Terjadinya deviasi mata

4. Intervensi yang digunakan untuk mengatasi kejang

e. Pengendalian nyeri

Pengendalian nyeri dapat dilakukan dengan tindakan medik dan nonmedik.Perwat dapat
mengelevasikan kepala 30° dan mengajarkan agar tidak memfleksikan leher dan pinggul.Perwat juga
harus menjaga ketenangan kamar dan menghindarkan cahaya.Analgetik seperti asetaminophen
(Tylenol. Ace-tabs0 atau kodein mungkin dapat mengurangi nyeri yang berat

K. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Anamnesis

1) Keluhan uatama

Hal yang sering menjadi alas an klien atau orang tua membawa anaknya untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah suhu badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.

2) Riwayat penyakit sekarang

Factor kesehatan penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini
harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai terjadinya serangan, sembuh,
atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien dengan meningitis biasanya didapatkan keluhan yang
berhubungan dengan akibat infeksi dan peningkatan tekanan intracranial. Keluhan tersebut di antaranya
sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis
yang slalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama
perjalan penyakit. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukkan pengkajian lebih
mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan
tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut. Adanya
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan meningitis bacterial.
Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya penyakit. Perubahan yang terjadi
bergantung pada beratnya penyakit, demikian pula respons individu terhadap proses fisiologis, keluhan
perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak
responsive, dan koma.

3) Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi
predisposisi keluhan sekarang meliputi penahkan klien mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis
media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma
kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya. Riwayat sakit TB paru perlu
ditanyakan kepada klien terutama jika ada keluhan batuk produktif dan pernah mengalami pengobatan
anti tuberculosis yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis tuberkulos.

4) Riwayat kesehatan keluarga

Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular, adanya kontak dengan penderita
TB, riwayat keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien atau adanya penyakit
keturunan, bila ada cantumkan genogram.

5) Pengkajian psikososialspiritual

Pengkajian psikologis klien meningitis meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk
memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan prilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan perat klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari0harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah
ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukkan aktifitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan citra tubuh).
b. Periksaan fisik

1) Tanda-tanda vital (TTV)

Pada klien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal 38-41oc, dimulai
dari fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan
dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh.
Penurunan denyut nadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Jika disertai peningkatan
frekuensi nafas sering kali berhubungan dengan peningkatan laju metabolism umum dan adanya infeksi
pada system pernafasan sebelum mengalami meningitis. Tekanan darah (TD) biasanya normal atau
meningkat dan berhubungan tanda-tanda peningkatan TIK.

2) B1 (Breathing)

Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu nafas dan
peningkatan frekuensi nafas yang sering didapatkan pada klien meningitis yang disertai adanya
gangguan pada system pernafasan. Palpasi toraks hanya dilakukkan jika terdapat deformitas pada tulang
dada pada klien dengan efusi pleura massif (jarang terjadi pada klien dengan meningitis). Auskultasi
bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran
primer dari paru.

3) B2 (Blood)

Pengkajian pada system kardiovaskular terutama dilakukkan pada klien meningitis pada tahap lanjut
seperti apabila klien sudah mengalami renjatan (syok). Infeksi fulminasi terjati pada sekitar 10% klien
dengan meningitis meningokokus, dengan tanda-tanda septicemia: demam tinggi yang tiba-tiba muncul,
lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas), syok dan tanda-tanda koagulasi
intravascular diseminata (CID). Kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam setelah serangan infeksi.

4) B3 (Brain)

Pengkajian B3 (brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada
system lainnya.
Pengkajian tingkat kesadaran. Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yyang paling pentik yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kewaspadaan klien dan respons
terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi system persarafan. Beberapa
system digunakan untuk membuat peringatan perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.

Pada keadana lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor
dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai
tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.

Pengakajian fungsi serebral. Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktifitas motorik klien. Pada klien meningitis tahap lanjut biasanta status mental
klien mengalami perubahan

Pengkajian saraf cranial. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf I-XII.

• Saraf I.

Bbiasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan pada fungsi penciuman

• Saraf II

Tes kejataman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkit didapatkan trauma
pada meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya
peningkatan TIK berlangsung lama.

• Saraf III, IV dan VI

Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien meningitis yang tidk disertai penurunan kesadaran
biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah menganggu kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan. Dengan alas an yang tidak diketahui, klien
meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya
• Saraf V

Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot wajah dan reflex kornea biasanya
tidak ada kelainan

• Saraf VII

Persepsi pengecapan dalam batas normal

• Saraf VIII

Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi

• Saraf IX dan X

Kemampuan menelan baik

• Saraf XI

Tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari klien untuk melakukkan
fleksi leher dan kaku kuduk (rigiditas nukal)

• Saraf XII

Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.

Pengkajian system motorik. Kekuatan otot menurun, control keseimbangan, dan koordinasi pada
meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.
Pengkajian reflex. Pemeriksaan reflex profunda, ppengetukan pada tendon, ligamentum atau
periosteum derajat reflex pada respons normal. Repleks patologis akan didapatkan pada klien meningitis
dengan tingkat kesadaran koma. Adanya rekleks babinski (+) merupakan tanda lesi UMN.

Pengkajian sistem sensorik. Pemeriksaan sensori pada meningitis biasanya didapatkan sensari raba,
nyeri, suhu yang normal, tidak ada perasaan yang abnormal di permukaan tubuh, sensasi propriosefsi,
dan diskriminatif normal.

Pemeriksaan lainnya terutama yang berhubungan dengan peningkatan TIK (tekanan intrakranial).
Tanda-tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebral terdiri atas:
perubahan karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan nadi dan dan bradikardi). Pernapasan
tidak teratur, sakit kepala, muntah, dan penurunan tingkat kesadaran. Adanya ruam merupakan salah
satu cirri yang mencolok pada meningitis meningokokus (neisseria meningitis). Sekitar dari semua klien
dengan tipe meningitis mengembangkan lesi-lesi pada kulit diataranya ruam petekie dengan lesi purpura
sampai ekimosis pada daerah yang luas. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah
dikenali yang umumnya terlihat pada semua tipe meningitis. Tanda tersebut adalah kaku kuduk, tanda
kerning (+), dan adanya tanda brudzinski.

5) B4 (Bladder)

Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume pengeluaran urine,
hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.

6) B5 (Bowel)

Mual sampai muntah disebabkan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis
menurun karena anoreksia dan adanya kejang.

7) B6 (Bone)

Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan pergelangan kaki). Petekia dan
lesi purpura yang didahului oleh ruam. Pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang besar
pada wajah dan ekstremitas. Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik
secara umum hingga mengganggu ADL

2. Analisa data

DS :

- Mengeluh nyeri

DO:

- Tampak meringis

- Gelisah

- Frekuensi nadi meningkat

- Sulit tidur

- Tekanan darah meningkat

- Proses berfikit terganggu

- Diaforesis Reaksi imflamasi

Vasodilatasi pembuluh darah


Peningkatan permeabilitas kapiler

Sel darah merah keintestinal

Rubor/kemerahan

Menekan saraf

Dolor/nyeri

Nyeri akut

DS :

- Dispnea

- Ortopnea
DO:

- Penggunaan otot bantu pernapasan

- Fase ekspirasi memanjang

- Pola nafas abnormal (takipnea,


bradipnea, kussmaul)

- Pernapasan cuping hidung


Peningkatan vol cairan
diintestial

Edema serebral

Pstulat klien monreo

Mesenpalon
Sel neuron pada RAS tidak dapat melepaskan ketokolanin

Penurunan tingkat kesadaran

Pola napas ketidakefektifan Pola napas tidakefektif

DS :

- Dispnea

- Ortopnea

DO :

- Batuk tidak efektif

- Tidak mampu batuk

- Sputum berlebih

- Mengi, wheezing, ronchi


- Sianosis

- Pola napas berubah Peningkatan vol


cairan diintestial

Edema serebral

Pstulat klien monreo

Mesenpalon

Sel neuron pada RAS tidak dapat melepaskan ketokolanin

Penurunan tingkat kesadaran


Penurunan reflek batuk

Penumpukan secret pada saluran napas

Bersihan jalan nafas tidakefektif

Bersihan jalan nafas tidakefektif

DS :

DO:

- Suhu tubuh diatas nilai normal

- Kulit merah

- Kejang
- Takikardi

- Takipnea

- Kulit terasa hangat Peningkatan vol


cairan diintestial

Edema serebral

Pstulat klien monreo

Desensepalon

Penekanan pada hipotalamus

Peningkatan rangsangan pada hipofise posterior


Demam

Hipertermia

Hipertermia

DS :

- Merasa lemah

- Mengeluh haus

DO:

- Frekuensi nadi meningkat

- Nadi teraba lebah

- Tekanan darah menurun

- Turgor kulit mrnurun

- Membrane mukosa kering


- Volume urin menurun

- Hematokrit meningkat

- Suhu tubuh meningkat Peningkatan vol


cairan diintestial

Edema serebral

Pstulat klien monreo

Desensepalon

Penekanan pada hipotalamus

Peningkatan rangsangan pada hipofise posterior


Demam

Perforasi- keringat berlebih

Diaphoresis

Hipovolemia

Hipovolemia

DS :

- Nafsu makan menurun

DO:

- Berat badan menurun minimal 10%


dibawah rentang normal
- Bising usus hiperaktif

- Otot mengunyah lemah

- Otot menelan lemah

- Membrane mukosa pucat

- Serum albumin turun Peningkatan TIK

Merangsang saraf simpatis

Mual dan muntah

Penurunan intake makanan

Difisit nutrisi Deficit nutrisi


DS :

- Mengeluh sulit menggerakkan


ekstremitas

- Nyeri saat bergerak

- Enggan melakukkan pergerakkan

DO :

- Kekuatan otot menurun

- Rentang gerak (ROM) menurun

- Sendi kaku

- Gerakkan tidak terkoordinasi

- Gerakkan terbatas

- Fisik lemah Peningkatan TIK


Menekan saraf diservikal

Rangsangan otot disekitar servikal

Otot berkontraksi

Otot pada tengkuk menegang: kaku kuduk

Gangguan mobilitas fisik Gangguan mobilititas fisik

DS :

DO:

- Hiperaktif neuron
Kejang

Peningkatan muatan listrik pada sel-sel saraf motorik

Peningkatan kontraksi otot

Risisko cedera Risiko cidera

DS :

DO:

- Bakteri masuk kemeningen

Metabolism bakteri
Akumulasi secret

Peningkatan komponen darah diserebral

Baktri masuk ke aliran balik vena jantung

Darah diedarkan keseluruh tubuh

Risisko infeksi Risiko infeksi

3. Diagnosa keperawatan

1) Nyeri akut b.d proses infeksi


2) Pola napas tidakefektif b.d penurunan tingkat kesadaran

3) Bersihan jalan nafas tidakefektif b.d penumpukkan secret pada saluran


nafas

4) Hipertermia b.d proses infeksi

5) Hipovolemia b.d diaphoresis

6) Deficit nutrisi b.d mual dan muntah

7) Gangguan mobilititas fisik b.d kerusakan neuromuskular

8) Risiko cidera d.d kejang

9) Risiko infeksi d.d daya tahan tubuh berkurang

10) D.d do dan ds


4. Intervensi

No Dx.Kep Tujuan intervensi Rasional

1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam tingkat nyeri
menurun, dengan kriteria hasil sebagai berikut :

Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat

Keluhan nyeri menurun

Meringis menurun

Sikap protektif menurun

Gelisah menurun

Kesulitan tidur menurun

Manajemen Nyeri

Observasi

1. Identifikasi lookasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intesitas nyeri


2. Identifikasi skala nyeri

3. Identifikasi respons nyeri non verbal

4. Identifikasi factor yang memperberat dan pemperingan nyeri

5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

6. Identikasi pengaruh nyeri pada kulaitas hidup

7. Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik

1. Berikan teknik nonfarmakologis (mis, TENS, hipnotis, akupresur, terapi music, dll)

2. Kontorl lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)

3. Fasilitasi istirahat dan tidur

4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi

1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

2. Jelaskan strategi meredakan nyeri

3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

5. Anajrkan teknik nonfarmakologis MANAJEMEN NYERI

Observasi

1. Untuk menghindari kerusakan tubuh atau situasi yang berpotensi

2. Untuk mengetahui berapa sekala nyeri yang dialami oleh pasien

3. Untuk mengetahui pernyataan non verbal dari rasa nyeri yang dialami oleh pasien

4. Untuk memberikan rasa nyaman pada pasien

5. Untuk memberikan peringatan aka cidera atau harga diri pasien mengatakan yakin akan
kesembuhannya
6. Untuk menganalisis pengaruh ACT terhaadap peningkatan nyeri

7. Untuk program pemantauan keamanan obat yang dikonsumsi

Terapeutik

1. Untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien

2. Untuk memberikan rasa nyaman pada pasien

3. Untuk memenuhi kebutuhan pasien

4. Untuk meredakan nyeri dan melaporkan keefektifannya

Edukasi

1. Supaya pasien memahami tentang nyeri

2. Untuk meredakan rasa nyeri pada pasien


3. Untuk membantu kesembuhan pada pasien

4. Agar nyeri dapat teratasi dengan cepat

5. Untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien

2 Pola napas tidakefektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam keadekuatan
inspirasi dan ekspirasi , dengan kriteria hasil sebagai berikut :

1. Dyspnea menurun

2. Penggunaan otot bantu menurun

3. Pemanjangan fase ekspirasi menurun

4. Ortopnea menurun

5. Pernapasan pursed-tip menurun

6. Pernapasan cuping hidung menurun Manajemen Jalan Napas

Observasi
1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)

2. Monitor bunyi napas tambahan (missal gurgling, mengi, wheezing, ronhi kering)

3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik

1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt and chin lift (jaw-thrust jika curiga trauma
servikal)

2. Posisikan semi fowler atau fowler

3. Berikan minum hangat

4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu


5. Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik

Edukasi

1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml liter/hari, jika tidak kontraindikasi

2. Ajarkan Teknik batuk efektif

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu Manajemen jalan napas

Observasi

1. Untuk mengetahui frekuensi & kedalan pernafasan karena kedalamam pernafasan bervariasi
tergantung derajat gagal nafas.

2. Perubahan bunyi nafas menunjukan obstruksi sekunder

3. Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/iritatif

Terapeutik

1. Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan

2. Memaksimalkan pernafasan dan menurunkan kerja nafas.


3. Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran secret

4. Agar secret dapat keluar dan membuat pasien nyaman

5. Agar pasien tetap nyaman

Edukasi

1. Agar menjaga asupan cairan pasien

2. Memudahkan pasien untuk mengeluarkan secret

Kolaborasi

1. Pemberian obat sesuai dengan kondisi pasien

3 Bersihan jalan napas tidakefektif setelah dilakukan tindakan perawatan dalam 3 x 24jam
bersihan jalan napas efektif dengan kriteria:

- Menyatakan/menunjukan hilangnya dyspnea

- Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih

- Mengeluarkan secret tanpa kesulitan


- Menunjukan perilaku untuk memperbaiki/mempertahankan bersihan jalan napas
Latihan batuk efektif

Observasi.

1. Identifikasi kemampuan batuk .

2. Monitor adanya retensi sputum .

3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas.

4. Monitor input dan output cairan (mis. Jumlah dan karakteristik).

Terapeutik.

1. Atur posisi semi-fowler/fowler.

2. Pasang perlak dan bengkok dipangkuan pasien.

3. Buang sekret pada tempat sputum.

Edukasi.
1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif.

2. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik ditahan selama 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut dengan bibir memucu (dibulatkan) selama 8 detik.

3. Anjurkan meluangi tarik nafas dalam hingga 3 kali.

4. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam yang ketiga.

Kolaborasi.

1. Kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya untuk pemberian terapi obat.

Latihan batuk efektif

Observasi

1. Untuk mengetahui tingkat keparahan / beratnya batuk

2. Untuk mengetahui ada atau tidaknya sputum

3. Untuk mengetahui apakah sudah terjadi infeksi atau tidaknya , untuk mengetahui seberapa
parah infeksi yang di derita pasien
4. Untuk mengetahui balance cairan

Terapeutik

1. Untuk melancarkan jalan nafas

2. Untuk mempermudah pasie saat membuang sputum

3. Untuk menjaga five moment savety, menghindari infeksi

Edukasi

1. Untuk memberikan pengetahuan kepada pasien dan untuk memastikan seberapa jauh
pengetahuan pasien

2. Untuk mengetahui pernafasan melalui perut atau dada

3. Untuk mengetahui apakah lancar atau tidaknya jalan nafas

4. Untuk mengeluarkan sputum secara spontan


Kolaborasi

1. Untuk membantu mengeluarkan sputum dengan obat-obatan sesuai indikasi yang diberikan

4 Hipertermia Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam tingkat nyeri


menurun, dengan kriteria hasil sebagai berikut :

1. Kulit merah menurun

2. Kejang menurun

3. Takikardi menurun

4. Takipnea menurun

5. Suhu kulit membaik Manajemen Hipertermia

Observasi

1. Indetifikasi penyeban hipertemia


2. Monitor suhu tubuh

3. Monitor kadar elektolit

4. Monitor keluaran urine

5. Monitor komlikasi akibat hipertemia

Teraupik

1. Sediakan lingkungan yang dingin

2. Longgarkan atau lepas pakaian

3. Basahi dan kipasi seluluh tubuh

4. Berikan cairan oral ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis
5. Lakukan pendingian eksternal

6. Hindari pemberian antipiretik

7. Berikan oksigen, bila perlu

Edukasi

1. Ajurkan tirah baring

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektolit intravena, jika perlu Manajemen Hipertermia

Observasi

1. Agar dapat mengetahui penyebab hipertermia pada pasien

2. Selalu memonitor suhu tubuh pasien jika sewaktu-waktu ada peningkatan atau penurunan suhu
tubuh secara tiba-tiba

3. Supaya tubuh dapat mempertahankan pH yang ada didalam tubuh

4. Untuk mengetahui frekuensi outake urine klien

5. Agar tidak memperbutuk meadaan pasien


Terapeutik

1. Dapat membuat pasien nyama

2. Lepaskan pakaian pasien agar tubuh klien tidak lembab

3. Agar pasien merasa segar

4. Agar menjaga kenyamanan pasien

5. Ajak pasien untuk keluar ruangan

6. Hindari penggunaan obat pereda demam

7. Sesuaika dengan kondisi pasien

Edukasi

1. Anjurkan psien dengan berbaring pada posisi yang nyaman diatas ranjang dan tidak melakukan
aktivitas berat

Kolaborasi
1. Sesuaikan dengan kondisi pasien

5 Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam tingkat nyeri


menurun, dengan kriteria hasil sebagai berikut :

1. Turgor kulit meningkat

2. Output urine meningkat

3. TD membaik

4. Tekanan nadi membaik

5. Suhu tubuh membaik Manajemen Hipovolemia

Observasi

1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa
kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)

2. Monitor intake dan output cairan

Terapeutik

1. Hitung kebutuhan cairan


2. Berikan posisi modified Trandelendung

3. Berikan asupan cairan oral

Edukasi

1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

2. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCL, RL)

2. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCL 0,4%)

3. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin, Plasmanate)

4. Kolaborasi pemberian produk darah Manajemen Hipovolemia

Observasi

1. Untuk menentukan tindakan keperawatan yang sesuai


2. Untuk mengetahui intake dan output cairan

Terapeutik

1. Untuk menentukan bagaimana cara memenuhi kebutuh cairan tubuh pasien

2. Untuk memberikan posisi nyaman pada pasien

3. Untuk membantu memenuhi kebutuhan cairan pasien

Edukasi

1. Untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien

2. Untuk menghindari terjadinya keseleo

Kolaborasi

1. Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh pasien


2. Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh pasien

3. Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh pasien

4. Untuk menghindari terjadinya kekurangan darah pada pasien

6 Deficit nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 diharapkan keadekuatan


asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolism membaik dengan kriteria hasil sebagai berikut :

Porsi makan yang dihabiskan meningkat

Nafsu makan meningkat

Bising usus membaik Manajemen Nutrisi

Observasi

1. Identifikasi status nutrisi

2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

3. Identifikasi makanan yang disukai

4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien

5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik


6. Monitor asupan makanan

7. Monitor berat badan

8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu

2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)

3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

6. Berikan suplemen makanan, jika perlu


7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi

1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu

2. Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu

2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu Manajemen Nutrisi

Observasi

1. Untuk mengetahui status nutrisi pasien

2. Untuk mengetahui apakah makanan yang ditolak oleh tubuh pasien

3. Untuk membantu pasien memenuhi nutrisi dengan makanan yang disukai

4. Untuk memberikan kalori dan nutrien sesuai kebutuhan pasien


5. Untuk membantu memenuhi nutrisi klien, jika tidak bisa secara langsung

6. Untuk mengetahui jumlah makanan dan nutrisi yang masuk ke tubuh pasien

7. Untuk mengetahui apakah pasien mengalami penurunan berat badan

8. Untuk menentukan diagnosa medis pasien

Terapeutik

1. Untuk membuat pasien nyaman

2. Untuk memenuhi nutrisi pasien

3. Untuk menambah nafsu makan pasien

4. Untuk melancarkan pencernaan pasien

5. Untuk menambah nafsu makan pasien

6. Untuk memandirikan pasien


Edukasi

1. Jika psaien sudah mampu untuk duduk

2. Sesuaikan diet dengan kondisi klien saat ini

Kolaborasi

1. Untuk terapi farmakologis

2. Untuk memenuhi nutrisi pasien

7 Gangguan mobilitas fisik TUPAN

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam mobilitas fisik terpenuhi dengan kriteria hasil:

• Kekuatan otot meningkat

• Rentang gerak (ROM) meningkat

• Sendi lentur
• Gerakan terkoordinasi

• Gerakan bebas

• Fisik kuat Dukungan Mobilisasi

Observasi

1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan

3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi

4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi

Terapeutik

1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis, pagar tempat tidur

2. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu


Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi

2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini. Dukungan Mobilisasi

Observasi

1. Mengetahui gangguan yang mungkin dirasakan selain nyeri

2. Mengetahui batas kemampuan klien ketika nyeri

3. Mengetahui adanya perubahan abnormal dari frekuensi jantung dan TD

4. Mengetahui keadaan klien secara keseluruhan

Terapeutik

1. Untuk memudahkan pasien ketika melakukan mobilisasi

2. Jika pasien sudah mampu menggerakan ekstremitasnya

Edukasi
1. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga mengenai prosedur mobilisasi

2. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Duduk di tempat tidur, duduk di sisi
tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi.

8 Risiko cidera Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam makan didapatkan
kriteria hasil sebagai berikut :

1. Toleransi aktivitas meningkat

2. Nafsu manakn meningkat

3. Toleransi makan meningkat Manajemen keselamatan lingkungan

Observasi

1. Identifikasi kebutuhan keselamatan

2. Monitor perubahan status keselamatan lingkungan

Terapeutik

1. Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan

2. Modifikasi bahaya keselamatan lingkungan


3. Sediakan alat bantu keamanan lingkungan

4. Gunakan peralatan pelindung

5. Hubungi pihak berwenang sesuai masalah komunitas

Edukasi

1. Anjarkan individu, keluarga, dan kelompok risiko tinggi bahaya lingkungan Manajemen
keselamatan lingkungan

Observasi

1. Identifikasi kondisi pasien saat ini, fungsi kognitif yang dimiliki dan riwayat perilaku pasien

2. Selalu pantau ketika ada situasi yang memungkinkan untuk membuat pasien cidera

Terapeutik

1. Hindarkan pasien dari kegiatan atau benda yang dapat membuat pasien cidera

2. Selalu meminimalkan risiko cidera

3. Menyediakan alat bantu keamanan untuk meminimalkan risiko cidera yang akan terjadi kepada
pasien
4. Sediakan alat pelindung untuk meminimalkan risiko cidera

5. Selalu berkomunikasi dengan pihak berwenang ketika mengalami suatu masalah

Edukasi

1. Tingkatkan kewaspadaan risiko cidera atau risiko tinggi bahaya lingkungan.

9 Risiko infeksi Tupan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan risiko infeksi dapat teratasi

Pencegahan infeksi

Observasi

1. Monitor tanda dan gejala infeksi local atau sistemik

Terapeutik

1. Batasi jumlah pengunjung

2. Berikan perawatan kulit pada area edema

3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi

Edukasi

1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi

2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar

3. Ajarkan etika batuk

4. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

5. Anjurkan meninigkatkan asupan cairan

Kolabirasi

1. Kolabroasi pemberian imunisasi, jika perlu

Pencegahan infeksi
Observasi

1. Untuk mengetahui kondisi pasien saat ini

Terapeutik

1. Untuk memberikan rasa nyaman pada pasien

2. Untuk membantu proses regu;asi pada suhu tubuh

3. Bertujuan untuk menjadi sehat saat perilaku dan pelayann

4. Untuk mencegah masuknya mikroorganisme kedalam tubuh yang kemungkinan besar akan
menyebabkan infeksi

Edukasi

1. Supaya pasien dapat memahami tentang infeksi

2. Supaya pasien terhindar dari infeksi

3. Untuk membudahkan pasien dalam mengeluarkan secret

4. Untuk memenuhi kebutuhan pasien

5. Untuk memenuhi kebutuhan cairan pada pasien


Kolaborasi

1. Untuk membuat imun seseorang kebal terhadap suatu penyakit

DAFTAR PUSTAKA

Huda Amin. 2015. NANDA NIC NOC jilid 3. Jogjakarta. Meditation Jogja

Anda mungkin juga menyukai