Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Kelompok 11
CIMAHI
2021
SKENARIO 11
Seorang Laki – laki berusia 35 tahun dirawat di ruang saraf dengan penurunan kesadaran sejak 3 hari
yang lalu. Penurunan kesadaran terjadi tiba – tiba 2 hari yang lalu pada pagi hari sebelum bangun tidur,
klien tampak lemas dan tidur terus menerus, jika dipanggil keluarganya tidak ada respon, makan atau
minum dibantu oleh istrinya, masih bisa mengenali anak dan keluarganya. Sehari sebelum masuk RS klien
tiba – tiba menggigil dan kesadarannya menurun, demam sejak 3 hari yang lalu dan hanya terjadi pada
malam hari, riwayat kejang tidak ada. Klien memiliki riwayat sakit kepala sejak sebulan yang lalu, sakit
yang dirasakan seperti ditusuk tusuk dan hilang timbul, sakit kepala terasa pada bagian tengkuk. Klien juga
mengalami batuk sejak 3 minggu dengan dahak berwarna putih
1.tengkuk
2. Kejang
3. Saraf
1.tengkuk
Salah posisi tidur bukan satu-satunya penyebab nyeri pada leher. Nyeri yang berdampak
pada terganggunya aktivitas sehari-hari ini ternyata dapat disebabkan oleh kebiasaan buruk
yang tanpa sadar sering kita lakukan
2. Kejang
gangguan aktivitas listrik di otak. Kondisi ini sering kali ditandai oleh gerakan tubuh
yang tidak terkendali dan disertai hilangnya kesadaran. Kejang bisa menjadi tanda
adanya penyakit pada otak, atau kondisi lain yang memengaruhi fungsi otat
3. Saraf
serat-serat yang menghubungkan organ-organ tubuh dengan sistem saraf pusat (otak
dan sumsum tulang belakang) serta antar bagian sistem sarah dengan lainnya
1. Tingkat kesadaran manusia bisa dinilai lewat Glasgow Coma Scale (GCS) dengan tiga
aspek, yaitu respons mata, respons suara, dan respons gerak. Selain tingkat kesadaran, GCS
juga dapat digunakan sebagai parameter untuk menilai kemungkinan keberhasilan perawatan
dan normal kesadaran
2. Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh banyak hal, mulai dari penyakit, cedera,
keracunan, hingga efek samping obat-obatan. Di bawah ini adalah berbagai penyebab
penurunan kesadaran.
1.pasien pengalami penurunan sejak 3 hari yang lalu pasien pengeluh lemas dan tidur terus menerus jika
di panggil keluarga tidak merespon
LAPORAN PENDAHULUAN
PENDIDIKAN NERS A
STIKES BUDI LUHUR CIMAHI
JL. Kerkof No.243, Leuwigajah, Kec.Cimahi Sel., Kota Cimahi, Jawa Barat 40532
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini sebagai salah
satu tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah dengan judul “Asuhan Keperawatan
Gangguan Sistem Saraf Dengan Diagnosa Medis Meningitis”.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, hal itu di karenakan kemampuan
penulis yang terbatas. Namun, berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak akhirnya pembuatan
makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Dan penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada pihak yang telah membantu.
Penulis berharap dalam penulisan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan
para pembaca umumnya, serta semoga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengembangkan dan
meningkatkan prestasi di masa yang akan datang.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Bealakang 1
B. Tujuan Penulisan 3
A. Definisi 5
C. Klasifikasi 6
D. Etiologi 7
E. Manifestasi Klinis 10
F. Patofisiologi 11
G. Pathway 13
H. Komplikasi 15
I. Pemeriksaan Penunjang15
J. Penatalaksanaan 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningitis merupakan salah satu penyakit infeksi yang menakutkan karena menyebabkan mortalitas
dan morbiditas yang tinggi terutama di negara berkembang sehingga diperlukan pengenalan dan
penanganan medis yang serius untuk mencegah kematian (Addo, 2018). Meningitis merupakan suatu
reaksi peradangan yang terjadi pada lapisan yang membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter)
dan sumsum tulang belakang yang disebabkan organisme seperti bakteri, virus, dan jamur. Kondisi ini
dapat menyebabkan kerusakan otak yang parah dan berakibat fatal pada 50% kasus jika tidak diobati
(Speets et al., 2018). Meningitis meningokokus, yang disebabkan oleh bakteri Neisseria meningitidis
(atau N. meningitidis), memiliki potensi untuk menyebabkan epidemi yang besar. Dua belas jenis dari
bakteri tersebut, yang disebut serogroup, telah diidentifikasi, dan enam diantaranya (jenis A, B, C, W, X
dan Y) dapat menyebabkan epidemi (WHO, 2018).
Gejala yang paling umum pada pasien dengan meningitis adalah leher kaku, demam tinggi, sensitif
terhadap cahaya, kebingungan, sakit kepala, mengantuk, kejang, mual, dan muntah. Selain itu pada bayi,
fontanelle menonjol dan penampilan ragdoll juga sering ditemukan (Piotto, 2019). Meningitis bakterial
(penyakit meningitis yang disebabkan oleh bakteri) berada pada urutan sepuluh teratas penyebab
kematian akibat infeksi di seluruh dunia dan menjadi salah satu infeksi yang paling berbahaya pada
anak. Meningitis jenis ini merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak, dengan perkiraan
115.000 kematian di seluruh dunia pada tahun 2015. Beban penyakit meningokokus terbesar terjadi di
wilayah sub-Sahara Afrika yang dikenal sebagai sabuk meningitis, yang membentang dari Senegal di
barat hingga Ethiopia di timur. World Health Organization (WHO) telah melaporkan 26.029 kasus
meningitis di daratan Afrika pada tahun 2016 dengan 2.080 kematian (rasio fatalitas kasus keseluruhan
sebesar 8%).
Di negara maju, tingkat kejadian meningitis juga dapat lebih tinggi, dan hal ini berhubungan dengan
kondisi sosial ekonomi dan tempat tinggal, khususnya pada komunitas yang terlalu padat dan terpencil.
Sebagai contoh di Australia, tingkat kejadian meningitis yang lebih tinggi teramati dalam populasi suku
Aborigin dan penduduk pribumi Selat Torres di Wilayah Utara (13 kasus per 100.000 orang pada tahun
2017). Insiden meningitis di antara demografi ini secara konsisten lebih tinggi dari pada yang diamati
pada populasi non pribumi di seluruh Australia, terutama pada anak yang berusia 0– 9 tahun (Australian
Departement of Health, 2018).
Insiden invasive meningococcal disease (IMD) atau penyakit meningokokal invasif hampir sama
kondisinya di seluruh wilayah Asia-Pasifik, berkisar antara 0,02 hingga 0,2 kasus per 100.000 orang per
tahun di Filipina hingga Singapura (Navarro et al., 2019). Namun, ada insiden yang dilaporkan lebih tinggi
di negara tertentu atau dalam sub populasi tertentu. Di Selandia Baru, misalnya, rata-rata kejadian IMD
adalah 2,3 per 100.000 orang pada tahun 2019 dengan kasus berkisar antara 0,03 hingga 4,5 per
100.000 orang, tergantung pada kesehatan daerahnya (New Zealand Ministry of Health, 2019). Di
Filipina, 75% dari jumlah total kasus meningitis yang dikonfirmasi adalah mereka yang berusia 0–14
tahun selama periode 2012–2013 (Philippines-DOH, 2019).
Di Indonesia, angka kejadian meningitis pada anak tergolong masih tinggi, menempati urutan ke-9 dari
sepuluh penyakit tersering berdasarkan data delapan rumah sakit pendidikan di Indonesia. Kasus suspek
meningitis bakterial pada anak di Indonesia lebih tinggi dibandingkan di negara maju, yakni 158 dari
100.000 anak per tahun. Anniazi (2020), yang melakukan penelitian terhadap anak meningitis usia 2
bulan s/d 18 tahun (studi diagnostik cross-sectional) di Rumah Sakit Moewardi Surakarta selama Mei
2018 s/d Juni 2019, menyatakan bahwa 23,9% dari 46 pasien anak dengan meningitis akut klinis di
rumah sakit tersebut dikategorikan sebagai meningitis bakterial. Saat ini diperkirakan angka kejadian
meningitis pediatrik di Indonesia masih terus meningkat, dengan tingkat kematian berkisar antara 18–
40%
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami konsep serta
mampu menerapakan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan kasus Meningitis di rumah sakit
2. Tujuan Khusus
g. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang apa sajakah yang dapat dilakukan pada
pasien Meningitis
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan
disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari
mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan
aseptis (virus) (Long, 1996). Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal
dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
Meningitis bakterialis adalah suatu infeksi purulen lapisan otak yang pada orang dewasa biasanya hanya
terbatas didalam ruang subaraknoid, namun pada bayi cenderung meluas sampai kerongga subdural
sebagai suatu efusi atau empiema subdural (leptomeningitis), atau bahkan kedalam otak
(meningoensefalitis).
Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf yang halus,
membawa pembuluh darah dan sekresi cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis yaitu:
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan piameter,
membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat.
Ruangan diantara durameter dan arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih
menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang
menghubungkan sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal.
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang mensuplai darah
ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus
dari otak. Ruangan diantara arakhnoid dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang, ruangan
ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang.
C. Klasisfikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :
1. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab
terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan
Ricketsia.
2. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya
antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Peudomonas aeruginosa.
D. Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus. Sementara meningitis bakteri lebih berbahaya..
1. Meningitis Bakteri
Saat ini ada beberapa bakteri yang dapat menyebabkan meningitis. Beberapa di antaranya:
c) Mereka yang memiliki CSF shunt atau memiliki cacat dural mungkin bisa
terkena meningitis yang disebabkan oleh Staphylococcus
D) Pasien yang memiliki tulang belakang prosedur (misalnya tulang belakang anaesthetia) beresiko
meningitis yang disebabkan oleh Pseudomonas spp.
b) Bayi dan anak-anak – H. influenzae tipe b, pada anak-anak kurang dari 4 tahun dan menjadi
unvaccinated menimbulkan risiko meningitis karena Meningokokus, Streptococcus radang paru-
paru
c) Anak-anak dan orang dewasa : S. pneumoniae, H. influenzae tipe b, N. meningitidis, gram negatif
Basil, staphylococci, streptokokus dan L. monocytogenes.
e) Setelah cedera kepala atau infeksi yang diperoleh setelah tinggal di rumah sakit atau prosedur.
Termasuk infeksi dengan Kleibsiella pneumoniae, E.coli, Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus aureus
2. Transmisi infeksi
Meningococcal bakteri yang menyebabkan meningitis tersebar yang biasanya melalui kontak dekat yang
berkepanjangan. Penyebaran dimungkinkan karena pasien berada dekat dari orang yang terinfeksi
melalui bersin, batuk, berbagi barang-barang pribadi seperti, sikat gigi, sendok garpu, peralatan dll.
Bakteri pneumokokus juga tersebar oleh kontak dekat dengan orang yang terinfeksi, batuk, bersin dll.
Namun, dalam kebanyakan kasus hal ini hanya menyebabkan infeksi ringan, seperti infeksi telinga
tengah (otitis media). Orang-orang dengan sistem kekebalan rendah yang dapat mengembangkan infeksi
lebih parah seperti meningitis.
Ada beberapa virus yang dapat menyebabkan meningitis. Vaksinasi terhadap banyak virus ini telah
menyebabkan penurunan kejadian beberapa kasus meningitis. Contoh campak, gondok dan Rubela
(MMR) . Vaksinisasi tersedia bagi anak dengan kekebalan rendah terhadap gondok, yang dulunya
merupakan penyebab utama dari virus meningitis pada anak-anak.
2) Enteroviruses-virus flu perut – ini telah menyebabkan polio di masa lalu juga
bertanggung jawab atas
3) Gondok
4) Echovirus
5) Coxsackie
8) Arbovirus
9) Influenza
10) HIV
4. Transmisi HIV
Infeksi virus meningitis dapat menyebar oleh kontak dekat dengan orang terinfeksi dan yang terkena
ketika orang bersin dan batuk. Mencuci tangan setelah terkontaminasi dengan virus-misalnya, setelah
menyentuh permukaan atau objek yang memiliki virus di atasnya dapat mencegah penyebaran.
D) Mungkin ada tidak ada infeksi dan peradangan hanya meninges menuju bebas-infektif
meningitis. Hal ini disebabkan oleh tumor, leukemia, limfoma, obat dan bahan kimia yang diberikan
spinally atau epidurally selama anestesi atau prosedur, penyakit seperti Sarkoidosis, sistemik lupus
eritematosus dan penyakit dll.
E. Manifestasi Klinis
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala.rasa nyeri ini dapat menjalar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk
menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot – otot ekstensor tenkuk. Bila hebat,
terjadi opistotonus. Yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap
hiperekstensi. Kesadaran menurun. Tanda kernig dan brudzinsky positif . Gejala meningitis di akibatkan
dari infeksi dan peningkatan TIK
1. Sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala di hubungkan
dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam
umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
4. Rigiditas nukal (kaku leher) adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala
mengalami kesukaran karena adanya spasme otot otot leher .fleksi paksaan
menyebabkan nyeri berat.
5. Tanda kerning positif : ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan fleksi
kea rah abdomen , kaki tidak dapat di ekstensikn sempurna.
6. Tanda brudzinski: bila leher difleksikan, maka di hasilkan fleksi lutut dan pinggul; bila di
lakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang
sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.
7. Demikian pula alas an yang tidak di ketahui, pasien iini mengeluh mengalami fotofobia
atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.
8. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi terjadi
sekunder akibat area vocal kortikal yang peka. Tanda tanda peningkatan TIK sekunder
akibat eksudat purulen dan edema serebral terdiri dari perubahan karakteristik tanda
tanda vital(melebarnya tekanan pulse dan bradikardia),pernafasan tidak teratur, sakit
kepal muntah, dan penrunan tingkat kesadaran.
9. Adanya ruam merupakan salah satu ciri yang menyolok pada meningitis meningokokal
(Neisseria meningitis). Sekitar dari semua pasien dengan tipe meningitis
mengembangkan lesi-lesi pada kulit diantaranya ruam petekie dengan lesi purpura
asmpai ekimosis pada daerah yang luas.
10. Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% dengan meningitis meningiokokkus, dengan
tanda tanda septicemia; demam tinggi yang tiba tiba muncul, lesi purpura ynag
menyebar(sekitar wajah dan ekstremitas), syok dan tanda tanda koagulopati
intravaskuler diseminata (KID).kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam setelah
serangan infeksi.
11. Organisme penyebab infeksi selalu dapat di identifikasi melalui biakan kuman ada
cairan serebrosinal dan darah.counter immuno electrooesis (CIE) digunakan secara luas
untuk mendeteksi antigen bakteri ada cairan tubuh, umumnya cairan serebrosnal dan
urine.
F. Patofisiologi
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau jaringan tubuh yang
lain. Virus atau bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit
faringitis, tonsilitis, pneuminoa, bronchopneumonia dan endokarditis. Penyebaran bakteri atau virus
dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada didekat selaput otak,
misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis, trombosis sinus kavernosus dan sinusitis. Penyebaran bisa
juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-
kuman kedalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan arkhnoid, CSS (cairan
serebrospinal) dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi; dalam waktu yang
sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid,
kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam
minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan. Bagian luar mengandung
leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan dilapisan dalam terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan
trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron. Trombosis serta organisasi eksudat
perineural yang fibrono-purulen menyebabkan kelainan kraniales. Pada meningitis yang disebabkan
oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri.
G. Pathway
H. Komplikasi
Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat dari komplikasi meningitis antara lain
2. Efusi atau abses subdural, yaitu penumpukan cairan diruangan subdural karena adanya
infeksi karena kuman.
3. Hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan abnormal yang
disebabkan oleh penyumbatan cairan serebrospinalis.
5. Abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah diotak.
6. Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infrak otak karena adanya
infeksi pada pembuluh darah yang mengakibatkan kematian pada jaringan otak.
7. Kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung saluran pendengaran.
8. Gangguan perkembangan mental dan intelegensi karena adanya retardasi mental yang
mengakibatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak terganggu. (Harsono. 2007)
I. Pemeriksaan Penunjang
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku
kuduk positif atau negatif bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai
rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan kedada dan juga didapatkan tahanan pada
hiperekstensi dan rotasi kepala.
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada panggul kemudian ekstensi
tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mungkin tanpa rasa nyeri. Tanda kernig positif atau negatif bila
ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 ( kaki tidak dapat diekstensi sempurna) disertai spasme
otot pada biasanya diikuti rasa nyeri.
Pasien terbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti pada
pemeriksaan kernig). Tanda brudzinski II positif atau negatif bila pada pemeriksaa terjadi fleksi
involunter pada sendi panggul dan lutut kon tralateral.
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, mengitis, dibagi menjadi dua golongan yaitu
meningitis serosa dan meningitis purulenta.
1. Pada meningitis purulenta, diagnosa diperkuat dengan hasil positif pemeriksaan sediaan
langsung dengan mikroskop dan hasil biakan. Pada pemeriksaan diperoleh hasil cairan
serebrospinal yang keruh karena mengandung pus (nanah) yang merupakan campuran
leukosit yang hidup dan mati, serta jaringan yang mati dan bakteri.
2. Pada meningitis serosa, diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang jernih
meskipun mengandung sel dan jumlah protein yang meninggi.
2) Pemeriksaan darah
Dilakukan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, laju endap darah (LED), kadar
glukosa ,kadar ureum,elektrolit, dan kultur.
A) Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
3) Pemeriksaan radiologi
a) Pada meningitis purulenta dilakukan foto kepala (pemeriksaan mastoid,sinus paranasal) dan
foto dada.
b) Pada meningitis serosa dilakukan foto dada, foto kepala, dan bila mungki dilakukan CT Scan.
(Harsono. 2007)
J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara medis yang dapat dilakukan pada pasien dengan meningitis adalah sebagai
berikut:menurut Donna Ignativicus (1995) meliputi:
A. Pengkajian Neurologis
Dilakukan untuk menghindari komplikasi termasuk hiperosmolar agen, steroid dan antikonvulsan. Dalam
memberikan therpi perwat harus :
c. Isolasi
Untuk pasien menigitis bakterial, perawat harus waspada pada 24 jam pertama pengobatan.
d. Mencegah kejang
Perawat harus waspada terhadap timpbulnya kejang dengan menjaga penghalang tempat tidur dan
meposisikan tempat tidur menjadi lebih rendah. Peralatan suction dan oksigen harus selalu tersedia. Jika
terjadi kejang perwat harus melaporkan :
2. Lamanya kejang
3. Terjadinya deviasi mata
e. Pengendalian nyeri
Pengendalian nyeri dapat dilakukan dengan tindakan medik dan nonmedik.Perwat dapat
mengelevasikan kepala 30° dan mengajarkan agar tidak memfleksikan leher dan pinggul.Perwat juga
harus menjaga ketenangan kamar dan menghindarkan cahaya.Analgetik seperti asetaminophen
(Tylenol. Ace-tabs0 atau kodein mungkin dapat mengurangi nyeri yang berat
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Keluhan uatama
Hal yang sering menjadi alas an klien atau orang tua membawa anaknya untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah suhu badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
Factor kesehatan penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini
harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai terjadinya serangan, sembuh,
atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien dengan meningitis biasanya didapatkan keluhan yang
berhubungan dengan akibat infeksi dan peningkatan tekanan intracranial. Keluhan tersebut di antaranya
sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis
yang slalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama
perjalan penyakit. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukkan pengkajian lebih
mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan
tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut. Adanya
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan meningitis bacterial.
Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya penyakit. Perubahan yang terjadi
bergantung pada beratnya penyakit, demikian pula respons individu terhadap proses fisiologis, keluhan
perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak
responsive, dan koma.
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi
predisposisi keluhan sekarang meliputi penahkan klien mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis
media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma
kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya. Riwayat sakit TB paru perlu
ditanyakan kepada klien terutama jika ada keluhan batuk produktif dan pernah mengalami pengobatan
anti tuberculosis yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis tuberkulos.
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular, adanya kontak dengan penderita
TB, riwayat keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien atau adanya penyakit
keturunan, bila ada cantumkan genogram.
5) Pengkajian psikososialspiritual
Pengkajian psikologis klien meningitis meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk
memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan prilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan perat klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari0harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah
ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukkan aktifitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan citra tubuh).
b. Periksaan fisik
Pada klien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal 38-41oc, dimulai
dari fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan
dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh.
Penurunan denyut nadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Jika disertai peningkatan
frekuensi nafas sering kali berhubungan dengan peningkatan laju metabolism umum dan adanya infeksi
pada system pernafasan sebelum mengalami meningitis. Tekanan darah (TD) biasanya normal atau
meningkat dan berhubungan tanda-tanda peningkatan TIK.
2) B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu nafas dan
peningkatan frekuensi nafas yang sering didapatkan pada klien meningitis yang disertai adanya
gangguan pada system pernafasan. Palpasi toraks hanya dilakukkan jika terdapat deformitas pada tulang
dada pada klien dengan efusi pleura massif (jarang terjadi pada klien dengan meningitis). Auskultasi
bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran
primer dari paru.
3) B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskular terutama dilakukkan pada klien meningitis pada tahap lanjut
seperti apabila klien sudah mengalami renjatan (syok). Infeksi fulminasi terjati pada sekitar 10% klien
dengan meningitis meningokokus, dengan tanda-tanda septicemia: demam tinggi yang tiba-tiba muncul,
lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas), syok dan tanda-tanda koagulasi
intravascular diseminata (CID). Kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam setelah serangan infeksi.
4) B3 (Brain)
Pengkajian B3 (brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada
system lainnya.
Pengkajian tingkat kesadaran. Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yyang paling pentik yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kewaspadaan klien dan respons
terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi system persarafan. Beberapa
system digunakan untuk membuat peringatan perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadana lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor
dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai
tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
Pengakajian fungsi serebral. Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktifitas motorik klien. Pada klien meningitis tahap lanjut biasanta status mental
klien mengalami perubahan
• Saraf I.
Bbiasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan pada fungsi penciuman
• Saraf II
Tes kejataman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkit didapatkan trauma
pada meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya
peningkatan TIK berlangsung lama.
Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien meningitis yang tidk disertai penurunan kesadaran
biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah menganggu kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan. Dengan alas an yang tidak diketahui, klien
meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya
• Saraf V
Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot wajah dan reflex kornea biasanya
tidak ada kelainan
• Saraf VII
• Saraf VIII
• Saraf IX dan X
• Saraf XI
Tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari klien untuk melakukkan
fleksi leher dan kaku kuduk (rigiditas nukal)
• Saraf XII
Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
Pengkajian system motorik. Kekuatan otot menurun, control keseimbangan, dan koordinasi pada
meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.
Pengkajian reflex. Pemeriksaan reflex profunda, ppengetukan pada tendon, ligamentum atau
periosteum derajat reflex pada respons normal. Repleks patologis akan didapatkan pada klien meningitis
dengan tingkat kesadaran koma. Adanya rekleks babinski (+) merupakan tanda lesi UMN.
Pengkajian sistem sensorik. Pemeriksaan sensori pada meningitis biasanya didapatkan sensari raba,
nyeri, suhu yang normal, tidak ada perasaan yang abnormal di permukaan tubuh, sensasi propriosefsi,
dan diskriminatif normal.
Pemeriksaan lainnya terutama yang berhubungan dengan peningkatan TIK (tekanan intrakranial).
Tanda-tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebral terdiri atas:
perubahan karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan nadi dan dan bradikardi). Pernapasan
tidak teratur, sakit kepala, muntah, dan penurunan tingkat kesadaran. Adanya ruam merupakan salah
satu cirri yang mencolok pada meningitis meningokokus (neisseria meningitis). Sekitar dari semua klien
dengan tipe meningitis mengembangkan lesi-lesi pada kulit diataranya ruam petekie dengan lesi purpura
sampai ekimosis pada daerah yang luas. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah
dikenali yang umumnya terlihat pada semua tipe meningitis. Tanda tersebut adalah kaku kuduk, tanda
kerning (+), dan adanya tanda brudzinski.
5) B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume pengeluaran urine,
hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
6) B5 (Bowel)
Mual sampai muntah disebabkan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis
menurun karena anoreksia dan adanya kejang.
7) B6 (Bone)
Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan pergelangan kaki). Petekia dan
lesi purpura yang didahului oleh ruam. Pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang besar
pada wajah dan ekstremitas. Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik
secara umum hingga mengganggu ADL
2. Analisa data
DS :
- Mengeluh nyeri
DO:
- Tampak meringis
- Gelisah
- Sulit tidur
Rubor/kemerahan
Menekan saraf
Dolor/nyeri
Nyeri akut
DS :
- Dispnea
- Ortopnea
DO:
Edema serebral
Mesenpalon
Sel neuron pada RAS tidak dapat melepaskan ketokolanin
DS :
- Dispnea
- Ortopnea
DO :
- Sputum berlebih
Edema serebral
Mesenpalon
DS :
DO:
- Kulit merah
- Kejang
- Takikardi
- Takipnea
Edema serebral
Desensepalon
Hipertermia
Hipertermia
DS :
- Merasa lemah
- Mengeluh haus
DO:
- Hematokrit meningkat
Edema serebral
Desensepalon
Diaphoresis
Hipovolemia
Hipovolemia
DS :
DO:
DO :
- Sendi kaku
- Gerakkan terbatas
Otot berkontraksi
DS :
DO:
- Hiperaktif neuron
Kejang
DS :
DO:
Metabolism bakteri
Akumulasi secret
3. Diagnosa keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam tingkat nyeri
menurun, dengan kriteria hasil sebagai berikut :
Meringis menurun
Gelisah menurun
Manajemen Nyeri
Observasi
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis (mis, TENS, hipnotis, akupresur, terapi music, dll)
2. Kontorl lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
Observasi
3. Untuk mengetahui pernyataan non verbal dari rasa nyeri yang dialami oleh pasien
5. Untuk memberikan peringatan aka cidera atau harga diri pasien mengatakan yakin akan
kesembuhannya
6. Untuk menganalisis pengaruh ACT terhaadap peningkatan nyeri
Terapeutik
Edukasi
2 Pola napas tidakefektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam keadekuatan
inspirasi dan ekspirasi , dengan kriteria hasil sebagai berikut :
1. Dyspnea menurun
4. Ortopnea menurun
Observasi
1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan (missal gurgling, mengi, wheezing, ronhi kering)
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt and chin lift (jaw-thrust jika curiga trauma
servikal)
Edukasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu Manajemen jalan napas
Observasi
1. Untuk mengetahui frekuensi & kedalan pernafasan karena kedalamam pernafasan bervariasi
tergantung derajat gagal nafas.
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
3 Bersihan jalan napas tidakefektif setelah dilakukan tindakan perawatan dalam 3 x 24jam
bersihan jalan napas efektif dengan kriteria:
Observasi.
Terapeutik.
Edukasi.
1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif.
2. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik ditahan selama 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut dengan bibir memucu (dibulatkan) selama 8 detik.
4. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam yang ketiga.
Kolaborasi.
Observasi
3. Untuk mengetahui apakah sudah terjadi infeksi atau tidaknya , untuk mengetahui seberapa
parah infeksi yang di derita pasien
4. Untuk mengetahui balance cairan
Terapeutik
Edukasi
1. Untuk memberikan pengetahuan kepada pasien dan untuk memastikan seberapa jauh
pengetahuan pasien
1. Untuk membantu mengeluarkan sputum dengan obat-obatan sesuai indikasi yang diberikan
2. Kejang menurun
3. Takikardi menurun
4. Takipnea menurun
Observasi
Teraupik
4. Berikan cairan oral ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis
5. Lakukan pendingian eksternal
Edukasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektolit intravena, jika perlu Manajemen Hipertermia
Observasi
2. Selalu memonitor suhu tubuh pasien jika sewaktu-waktu ada peningkatan atau penurunan suhu
tubuh secara tiba-tiba
Edukasi
1. Anjurkan psien dengan berbaring pada posisi yang nyaman diatas ranjang dan tidak melakukan
aktivitas berat
Kolaborasi
1. Sesuaikan dengan kondisi pasien
3. TD membaik
Observasi
1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa
kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu Manajemen Nutrisi
Observasi
6. Untuk mengetahui jumlah makanan dan nutrisi yang masuk ke tubuh pasien
Terapeutik
Kolaborasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam mobilitas fisik terpenuhi dengan kriteria hasil:
• Sendi lentur
• Gerakan terkoordinasi
• Gerakan bebas
Observasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis, pagar tempat tidur
Observasi
Terapeutik
Edukasi
1. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga mengenai prosedur mobilisasi
2. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Duduk di tempat tidur, duduk di sisi
tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi.
8 Risiko cidera Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam makan didapatkan
kriteria hasil sebagai berikut :
Observasi
Terapeutik
Edukasi
1. Anjarkan individu, keluarga, dan kelompok risiko tinggi bahaya lingkungan Manajemen
keselamatan lingkungan
Observasi
1. Identifikasi kondisi pasien saat ini, fungsi kognitif yang dimiliki dan riwayat perilaku pasien
2. Selalu pantau ketika ada situasi yang memungkinkan untuk membuat pasien cidera
Terapeutik
1. Hindarkan pasien dari kegiatan atau benda yang dapat membuat pasien cidera
3. Menyediakan alat bantu keamanan untuk meminimalkan risiko cidera yang akan terjadi kepada
pasien
4. Sediakan alat pelindung untuk meminimalkan risiko cidera
Edukasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan risiko infeksi dapat teratasi
Pencegahan infeksi
Observasi
Terapeutik
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
Kolabirasi
Pencegahan infeksi
Observasi
Terapeutik
4. Untuk mencegah masuknya mikroorganisme kedalam tubuh yang kemungkinan besar akan
menyebabkan infeksi
Edukasi
DAFTAR PUSTAKA
Huda Amin. 2015. NANDA NIC NOC jilid 3. Jogjakarta. Meditation Jogja