KELOMPOK 3 :
ANGGOTA PENYUSUN
1. Rosyiidah Husnaa Haniifah (6130014021)
2. Anydhia Fitriana Afiuddin (6130014022)
3. Anang Maulana Yusuf (6130014023)
4. Nur Amiroh Aulia Sari (6130014024)
5. Aisyah Imas Setiawati (6130014025)
6. Niken Ayu Kusumawardani (6130014026)
7. Rahmaniah Ulfah (6130014027)
8. Athiyatul Ulya (6130014028)
9. Nurma Islamiyah (6130014029)
10. Dana Madya Puspita (6130014030)
Pembimbing
STEP 1
Identifikasi Kata Sulit :
Tidak ditemukan kata sulit
Kata kunci:
1. Paijo 39 tahun
2. Pertengkaran rumah tangga
3. Perselingkuhan istrinya
4. Paijo tergantung di kusen pintu kamarnya
5. Paijo meninggal karena asfiksia
STEP 2
Identifikasi Masalah/Pertanyaan :
1. Apa saja tanda-tanda kematian yang didapatkan pada korban gantung diri?
2. Bagaimana mekanisme kematian Paijo (mulai tahapan, mekanisme, patfis)?
STEP 3
Jawaban Pertanyaan STEP 2 :
1. - Algor mortis
- Rigor mortis
- Livor mortis
- Sianosis muka dan tangan
- Lidah menjulur
- Tanda jeratan seperti garis putus-putus, tetapi kalau karena dijerat tandanya
garis melingkar
- Busa pada saluran pernapasan
2. Fase dyspneu: rangsangan medulla oblongata 4 menit masih bisa
diselamatkan
Fase konvulsi: kejang klonik-tonik, bradikardi, opistotonus
Fase apneu: depresi pusat napas, napas berhenti, relaksasi sfingter
Fase akhir: refleks pupil & kornea (-)
HIPOTESIS
Seorang laki-laki meninggal karena asfiksia yang diduga akibat gantung diri.
STEP 4
MIND MAPPING
Menyatakan pasien
meninggal karena asfiksia
Mekanisme Asfiksia
STEP 5
Learning Objectives :
1. Menjelaskan tanda-tanda kematian yang didapatkan pada korban gantung diri
2. Menjelaskan mekanisme kematian gantung diri
3. Menjelaskan pembuatan VeR mati pada kasus ini (pemeriksaan dalam dan
cara otopsi)
4. Menjelaskan aspek medikolegal pada gantung diri
5. Menjelaskan pandangan islam mengenai gantung diri dan otopsi
6. Menjelaskan peran dokter terhadap kasus gantung diri
STEP 6
Belajar Mandiri
STEP 7
Jawaban Learning Objectives :
1. Tanda kematian yang didapatkan pada korban
Menurut Amir (2007) tanda kematian pada kasus gantung diri (hanging) sebagai
berikut :
1) Tanda penjeratan pada leher. Hal ini sangat penting diperhatikan oleh dokter, dan
keadaannya bergantung kepada beberapa kondisi:
a. Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika bahan penggantung
yangdigunakan kecil dan keras dibandingkan jika menggunakan bahan yang
lembut dan lebar seperti selendang, maka bekas jeratan tidak begitu
jelas.Letak ikatan pada leher penting untuk membedakan hanging dan
strangulasi. Pada hanging :
i. 85% di atas cartilago thyroidea.
ii. 15% setinggi cartilago thyroidea.
iii. 5% di bawah cartilago thyroidea.
b. Bekas jeratan (ligature mark) berparit, bentuk oblik (miring) seperti ”V”
terbalik pada bagaian depan leher, dimulai pada leher bagian atas diantara
kartilago tiroid dengan dagu, lalu berjalan miring sejajar dengan garis
rahang bawah menuju belakang telinga. Tanda ini semakin tidak jelas pada
bagian belakang. Kadangkadang disertai luka lecet dan vesikel kecil di
pinggir jeratan.
c. Tanda penjeratan tersebut berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering,
keras dan berkilat. Pada perabaan, kulit terasa seperti perabaan kertas
perkamen, disebut tanda parchmentasi. Bila jeratan tali keras, mula- mula
akan menimbulkan warna pucat kemudian berubah menjadi coklat seperti
warna kertas perkamen. Pada pinggir ikatan dijumpai daerah hiperemis dan
ekimosis. Ini menunjukkan bahwa pengikatan terjadi sewaktu korban masih
hidup. Bila pengikatan degan bahan yang lembut seperti selendang maka
terlihat bekasnya lebar dan tidak ada lekukan ikatan, biasanya miring dan
kontinu. Bila lama tergantung, di bagian atas jeratan warna kulit lebih gelap
karena adanya lebam mayat.
d. Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit di bagian bawah
telinga, tampak daerah segitiga pada kulit di bawah telinga, yaitu di bagian
yang tidak ada bekas jeratan. Kadang- kadang didapati juga bekas tekanan
simpul di kulit.
e. Pinggirannya berbatas tegas dan tidak terdapat tandatanda abrasi di
sekitarnya.
f. Jumlah tanda penjeratan Pada keadaan lain bisa didapati leher dililiti
beberapa kali secara horizontal baru kemudian digantung, dalam keadaan ini
didapati beberapa bekas jeratan yang lengkap, tetapi pada satu bagian tetap
ada bagian yang menunjukkan titik simpul.
2. Kedalaman dari bekas penjeratan juga menunjukkan lamanya tubuh tergantung,
berat badan korban (komplit atau inkomplit) dan ketatnya jeratan.
3. Jika korban lama tergantung, ukuran leher menjadi semakin panjang.
4. Tanda-tanda asfiksia
Muka pucat atau bisa bengkak, mata menonjol keluar, perdarahan berupa ptekia
tampak pada wajah dan subkonjuntiva (Tardeou's spot pada conjuntiva bulbi dan
palpebra).
5. Lidah. Jika posisi tali di bawah cartilago thyroidea maka lidah akan terlihat
menjulur ke luar dan berwarna lebih gelap akibat proses pengeringan.
6. Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan dengan tempat
simpul tali. Keadaan ini merupakan tanda pasti penggantungan ante-mortem.
7. Lebam mayat Bila korban lama diturunkan dari gantungan, lebam mayat didapati
dikaki dan tangan bagian bawah terutama di ujungujung jari tangan dan kaki.
Bila segera diturunkan lebam mayat bisa didapati di bagian depan atau belakang
tubuh sesuai dengan letak tubuh sesudah diturunkan.
8. Posisi tangan biasanya dalam keadaan tergenggam.
9. Urin dan feses bisa keluar.
10. Kadang penis tampak ereksi akibat terkumpulnya darah.
3) Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk
membuat VeR jenazah, yaitu:
a) Harus tertulis, tidak boleh secara lisan
b) Harus sedini mungkin
c) Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar
d) Ada keterangan terjadinya kejahatan
e) Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki
f) Ada identitas pemintanya
g) Mencantumkan tanggal permintaan
h) Korban diantar oleh polisi
VISUM ET REPERTUM
(JENAZAH)
PRO JUSTITIA
Berhubung dengan surat Saudara.
Nama : AGUS NUGROHO, -Pangkat : AIPTU. Nrp. 030610088.
Alamat : Kepolisian Sektor Kota Surabaya, Jl. Raya Made No. 50 Surabaya, 60233.
Jabatan : An. Kepala. Kepolisian Sektor kota Kediri.
Tertanggal : 16 Maret 2018, - No. Pol: 224/01/10/2008.
Yang kami terima pada tanggal ; 16 Maret 2018, maka kami, Dr. ......... SpF. Dokter
Spesialis Forensik, Dokter pemerintah pada Instalasi Kedokteran Forensik dan
Mediko Legal RSI Jemursari Surabaya, telah melakukan pemeriksaan luar pada
tanggal: 16 Maret 2018, pukul: 16.00 WIB dan pemeriksaan dalam pada tanggal: 16
Maret 2018, pukul: 16.30 WIB di rumah sakit tersebut di atas, atas jenazah yang
menurut surat Saudara tersebut.
Nama : Tn. Paijo, - Jenis kelamin : Laki – laki, - Umur : 39 Tahun
Alamat : Jalan WR. Supratman 115 Surabaya
Bangsa : Indonesia
Dengan dugaan meninggal karena : Gantung Diri
Korban ditemukan/ meninggal : tergantung di kusen pintu kamarna menggunakan tali
Pada tanggal : 16 Maret 2018, - Pukul : 07.00 WIB
Korban dibawa ke kamar jenazah RSI Jemursari Surabaya
Oleh : AGUS NUGROHO, -Pangkat : AIPTU. Nrp. 030610088 , Dengan kendaraan
No.Pol.: L 1234 UA
Pada tanggal: 16 Maret 2018, - Pukul : 11.30
HASIL PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN LUAR :
Korban seorang Laki – laki, Usia tiga puluh sembilan tahun , Tinggi
badan ...... sentimeter, Berat badan ...... kilogram, keadaan gizi ......, warna
kulit ......
1. Lebam mayat dan kaku mayat .......
2. Korban berlabel dan tidak bersegel, keadaan gizi baik.
3. Pakaian .......
4. Kepala / leher : kedua pupil mata ......, bibir atas dan bawah membiru ......, mulut
berisi ......, di leher ada bekas tali
5. Dada : tidak ditemukan tanda kekerasan tumpul maupun tajam.
6. Perut : tidak ditemukan tanda kekerasan tumpul maupun tajam.
7. Punggung : tidak ditemukan tanda kekerasan tumpul maupun tajam.
8. Alat kelamin luar : ...... (ada / tidak cairan yang keluar)
9. Anggota gerak atas : tidak ditemukan tanda kekerasan tumpul maupun tajam
10. Anggota gerak bawah : tidak ditemukan tanda kekerasan tumpul maupun tajam
PEMERIKSAAN DALAM :
1. Kepala / leher : (saluran kerongkongan tampak merah dan berlendir / ......).
2. Dada : (Paru dan jantung ditemukan / tidak kelainan) (perut : jaringan hati, limpa,
kelenjar ludah perut, kandung empedu, usus dan ginjal, kandung seni, ditemukan
kelainan / tidak)
PEMERIKSAAN TAMBAHAN :
(Ditemukan racun pada hati, usus, limpa, jantung korban / ......)
KESIMPULAN :
1. Korban seorang Laki – laki, Usia Tiga puluh sembilan tahun, Tinggi badan ......
sentimeter, Berat badan ...... kilogram, keadaan gizi ......, warna kulit ......, rambut
......, panjang ...... sentimeter.
2. Pemeriksaan Luar : ditemukan luka memar bekas tali di leher.
3. Pemeriksaan Dalam : tidak ditemukan memar di bawah kulit kepala, memar di
bawah kulit leher dan memar di bawah kulit dada serta ditemukan cairan warna
merah di rongga dada.
4. Pada alat kelamin ditemukan ......
5. Jadi korban meninggal dunia oleh karena asfiksia.
Demikian Visum Et Repertum ini saya buat dengan mengingat sumpah waktu
menerima jabatan.
Tanda tangan,
B. Cara Autopsi
Otopsi medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan
adanya penyidikan suatu perkara. Hasil pemeriksaan adalah temuan obyektif pada
korban, yang diperoleh dari pemeriksaan medis. (Chadha, 1995)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada otopsi medikolegal :
1. Tempat untuk melakukan otopsi adalah pada kamar jenazah.
2. Otopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk otopsi oleh pihak yang
berwenang.
3. Otopsi harus segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan untuk
otopsi.
4. Hal – hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus dikumpulkan
dahulu sebelum memulai otopsi. Tetapi kesimpulan harus berdasarkan
temuan-temuan dari pemeriksaan fisik.
5. Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan otopsi.
6. Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat pada
laporan. Pada kasus jenazah yang tidak dikenal, maka tanda-tanda
identifikasi, photo, sidik jari, dan lain-lain harus diperoleh.
7. Ketika dilakukan otopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak
berwenang.
8. Pencatatan perincian pada saat tindakan otopsi dilakukan oleh asisten.
9. Pada laporan otopsi tidak boleh ada bagian yang dihapus.
10. Jenazah yang sudah membusuk juga bisa diotopsi. (Chadha, 1995)
PEMERIKSAAN LUAR
Bagian pertama dari teknik otopsi adalah pemeriksaan luar. Sistematika pemeriksaan
luar adalah :
1) Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya diikatkan pada
jempol kaki mayat. Gunting pada tali pengikat, simpan bersama berkas
pemeriksaan. Catat warna, bahan, dan isi label selengkap mungkin.
Sedangkan label rumah sakit, untuk identifikasi di kamar jenazah, harus
tetap ada pada tubuh mayat.
2) Penutup Mayat : Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada
tidaknya bercak/pengotoran) dari penutup mayat.
3) Bungkus Mayat : Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada
tidaknya bercak/pengotoran) dari bungkus mayat. Catat tali pengikatnya bila
ada.
4) Pakaian Mayat : Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang
dikenakan di atas sampai di bawah, dari yang terluar sampai terdalam.
Pencatatan meliputi bahan, warna dasar, warna dan corak tekstil,
bentuk/model pakaian, ukuran, merk penjahit, cap binatu, monogram/inisial,
dan tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian bila ada
tidaknya bercak/pengotoran atau robekan. Saku diperiksa dan dicatat isinya.
5) Perhiasan Mayat : Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna,
merek, bentuk serta ukiran nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.
6) Mencatat benda di samping mayat.
7) Mencatat perubahan tanatologi :
Lebam mayat; letak/distribusi, warna, dan intensitas lebam.
Kaku mayat; distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi, dan ada
tidaknya spasme kadaverik.
Suhu tubuh mayat; memakai termometer rektal dam dicatat juga suhu
ruangan pada saat tersebut.
Pembusukan.
Lain – lain; misalnya mumifikasi atau adiposera.
8) Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur,
warna kulit, status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae
albicantes pada dinding perut.
9) Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas
khusus, meliputi rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali
dan cacat pada tubuh.
10) Memeriksa rambut yaitu distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari
rambut. Rambut kepala harus diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan
cara memotong dan mencabut sampai ke akarnya, paling sedikit dari 6 lokasi
kulit kepala yang berbeda. Potongan rambut ini disimpan dalam kantungan
yang telah ditandai sesuai tempat pengambilannya.
11) Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda
kekerasan, kelainan. Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata,
warna, cari pembuluh darah yang melebar, bintik perdarahan, atau bercak
perdarahan. Kornea jernih/tidak, adanya kelainan fisiologik atau patologik.
Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa mata. Catat ukuran pupil,
bandingkan kiri dan kanan.
12) Mencatat daun telinga dan hidung pada bentuk dan kelainan/anomali.
13) Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi
dengan lengkap, termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu,
kelainan letak, pewarnaan, dan sebagainya.
14) Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran
pembuluh darah. Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara
menyeluruh.
15) Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Pada pria dicatat kelainan
bawaan yang ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Pada wanita
dicatat keadaan selaput darah dan komisura posterior, periksa sekret liang
sanggama. Perhatikan bentuk lubang pelepasan, perhatikan adanya luka,
benda asing, darah dan lain-lain.
16) Lain – lain. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda
perbendungan, ikterus, sianosis, edema, bekas pengobatan, bercak lumpur
atau pengotoran lain pada tubuh.
17) Bila terdapat tanda – tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka
pada tubuh harus diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan penyebab luka,
lokasi, ukuran, dll. Dalam luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua
tepi ditautkan. Lokalisasi luka dilukis dengan mengambil beberapa patokan,
antara lain : garis tengah melalui tulang dada, garis tengah melalui tulang
belakang, garis mendatar melalui kedua puting susu, dan garis mendatar
melalui pusat.
Contoh :
Luka panjang dua setengah sentimeter dan masuk ke dalam dada. Ujung
yang satu letaknya dua sentimeter sebelah kiri dari garis tengah melalui
tulang dada dan dua sentimeter di atas garis mendatar melalui kedua puting
susu. Sedangkan ujung yang lain lima sentimeter sebelah kiri dari garis
tengah melalui tulang dada dan empat sentimeter di atas garis mendatar
melalui kedua puting susu. Saluran tusuk dilukis di bagian pemeriksaan
dalam, ditulis organ apa saja yang tertusuk.
18) Pemeriksaan ada tidaknya patah tulang, serta jenis/sifatnya. (Tanto, 2014)
PEMERIKSAAN DALAM
Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan beberapa cara berikut ini :
Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus
xifoideus kemudian 2 jari paramedian kiri dari puat sampai simfisis, dengan
demikian tidak perlu melingkari pusat.
Insisi Y, merupakan salah satu tehnik khusus otopsi dan akan dijelaskan
kemudian.
Insisi melalui lekukan suprastenal menuju simfisis pubis, lalu dari lekukan
suprasternal ini dibuat sayatan melingkari bagian leher (Hamdani, 2000).
Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati – hati dan
dicatat:
1) Ukuran : Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita
pengukur. Secara tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas
inferior organ. Organ hati yang mengeras juga menunjukkan adanya
pembesaran.
2) Bentuk.
3) Permukaan : Pada umumnya organ tubuh mempunyai permukaan yang
lembut, berkilat dengan kapsul pembungkus yang bening. Carilah jika
terdapat penebalan, permukaan yang kasar , penumpulan atau kekeruhan.
4) Konsistensi: Diperkirakan dengan cara menekan jari ke organ tubuh tersebut.
5) Kohesi: Merupakan kekuatan daya regang anatar jaringan pada organ itu.
Caranya dengan memperkirakan kekuatan daya regang organ tubuh pada
saat ditarik. Jaringan yang mudah teregang (robek) menunjukkan kohesi
yang rendah sedangkan jaringan yang susah menunjukkan kohesi yang kuat.
6) Potongan penampang melintang: Disini dicatat warna dan struktur
permukaan penampang organ yang dipotong. Pada umumnya warna organ
tubuh adalah keabu-abuan, tapi hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah darah
yang terdapat pada organ tersebut. Warna kekuningan, infiltrasi lemak,
lipofisi, hemosiferin atau bahan pigmen bisa merubah warna organ. Warna
yang pucat merupakan tanda anemia.
Struktur organ juga bisa berubah dengan adanya penyakit. Pemeriksaan khusus
juga bisa dilakukan terhadap sistem organ tertentu, tergantung dari dugaan penyebab
kematian (Chadha, 1995).
Insisi pada masing-masing bagian – bagian tubuh yaitu :
1) Dada :
Seksi Jantung :
Jantung dibuka menurut aliran darah : pisau dimasukkan ke vena kava
inferior sampai keluar di vena superior dan bagian ini dipotong. Ujung pisau
dimasukkan melalui katup trikuspidalis keluar di insisi bilik kanan dan
bagian ini dipotong. Ujung pisau lalu dimasukkan arteri pulmonalis dan otot
jantung mulai dari apeks dipotong sejajar dengan septum
interventrikulorum.
Ujung pisau dimasukkan ke vena pulmonalis kanan keluar ke vena
pulmonalis kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui
katup mitral keluar di insisi bilik kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau
kemudian dimasukkan melalui katup aorta dan otot jantung dari apeks
dipotong sejajar dengan septum inetrventrikulorum. Jantung sekarang sudah
terbuka, diperiksa katup, otot kapiler, chorda tendinea, foramen ovale,
septum interventrikulorum.
Arteri koronaria diiris dengan pisau yang tajam sepanjang 4-5 mm
mulai dari lubang dikatup aorta. Otot jantung bilik kiri diiris di pertengahan
sejajar dengan epikardium dan endokardium, demikian pula dengan septum
interventrikulorum.
Paru-paru :
Paru-paru kanan dan kiri dilepaskan dengan memotong bronkhi dan
pembuluh darah di hilus, setelah perkardium diambil. Vena pulmonalis
dibuka dengan gunting, kemudian bronkhi dan terakhir arteri pulmonalis.
Paru-paru diiris longitudinal dari apeks ke basis.
Tulang dada diangkat dengan memotong tulang rawan iga 1 cm dari
sambungannya dengan cara pisau dipegang dengan tangan kanan dengan
bagian tajam horizontal diarahkan pada tulang rawan iga dan dengan tangan
yang lain menekan pada punggung pisau. Pemotongan dimulai dari tulang
rawan iga no. 2. Tulang dada diangkat dan dilepaskan dari diafragma kanan
dan kiri kemudian dilepaskan mediastinum anterior. Rongga paru-paru
diperiksa adanya perlengketan, darah, pus atau cairan lain kemudian diukur.
Kemudian pisau dengan tangan kanan dimasukkan dalam rongga paru-
paru, bagian tajam tegak lurus diarahkan ke tulang rawan no.1 dan tulang
rawan dipotong sedikit ke lateral, kemudian bagian tajam pisau diarahkan ke
sendi sternoklavikularis dengan menggerak-gerakkan sternum, sendi
dipisahkan. Prosedur diulang untuk sendi yang lainnya.
Mediastinum anterior diperiksa adanya timus persistens. Perikardium
dibuka dengan Y terbalik, diperiksa cairan perikardium, normal sebanyak
kurang lebih 50 cc dengan warna agak kuning. Apeks jantung diangkat,
dibuat insisi di bilik dan serambi kanan diperiksa adanya embolus yang
menutup arteri pulmonalis. Kemudian dibuat insisi di bilik dan serambi kiri.
Jantung dilepaskan dengan memotong pembuluh besar dekat perikardium.
2) Perut :
Esofagus – Lambung – Doudenum – Hati :
Semua organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Esofagus
diikat ganda dan dipotong. Diafragma dilepaskan dari hati dan esofagus dan
unit tadi dapat diangkat. Sebelum diangkat, anak ginjal kanan yang biasanya
melekat pada hati dilepaskan terlebih dahulu.
Esofagus dibuka terus ke kurvatura mayor, terus ke duodenum.
Perhatikan isi lambung, dapat membantu penentuan saat kematian. Kandung
empedu ditekan, bulu empedu akan menonjol kemudian dibuka dengan
gunting ke arah papila Vater, kemudian dibuka ke arah hati, lalu kandung
empedu dibuka. Perhatikan mukosa dan adanya batu.
Buluh kelenjar ludah diperut dibuka dari papila Vater ke pankreas.
Pankreas dilepaskan dari duodenum dan dipotong-potong transversal.
Hati : perhatikan tepi hati, permukaan hati, perlekatan, kemudian
dipotong longitudinal.
Usus halus dan usus besar dibuka dengan gunting ujung tumpul,
perhatikan mukosa dan isinya, cacing.
Ginjal, Ureter, Rektum, dan Kandung Urine:
Organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Ginjal dengan
suatu insisi lateral dapat diangkat dan dilepaskan dengan memotong
pembuluh darah di hilus, kemudian ureter dilepaskan sampai panggul kecil.
Kandung urine dan rektum dilepaskan dengan cara memasukkan jari
telunjuk lateral dari kandung urine dan dengan cara tumpul membuat jalan
sampai ke belakang rektum. Kemudian dilakukan sama pada bagian
sebelahnya. Tempat bertemunya kedua jari telunjuk dibesarkan sehingga 4
jari kanan dan kiri dapat bertemu, kemudian jari kelingking dinaikkan ke
atas dengan demikian rektum lepas dari sakrum. Rektum dan kandung urine
dipotong sejauh dekat diafragma pelvis.
Anak ginjal dipotong transversal. Ginjal dibuka dengan irisan
longitudinal dari lateral ke hilus. Ureter dibuka dengan gunting sampai
kandung urine, kapsul ginjal dilepas dan perhatikan permukaannya. Pada
laki-laki rektum dibuka dari belakang dan kandung urine melalui uretra dari
muka. Rektum dilepaskan dari prostat dan dengan demikian terlihat vesika
seminalis. Prostat dipotong transversal, perhatikan besarnya penampang.
Testis dikeluarkan melalui kanalis spermatikus dan diiris longitudinal,
perhatikan besarnya, konsistensi, infeksi, normal, tubuli semineferi dapat
ditarik seperti benang.
Urogenital Perempuan :
Kandung urine dibuka dan dilepaskan dari vagina. Vagina dan uterus
dibuka dengan insisi longitudinal dan dari pertengahan uterus insisi ke
kanan dan ke kiri. Ke kornu, Tuba diperiksa dengan mengiris tegak lurus
pada jarak 1 – 1,5 cm. Ovarium diinsisi longitudinal.
Pada abortus provokatus kriminalis yang dilakukan dengan menusuk ke
dalam uterus, seluruhnya : kandung urine, uterus dan vagina, rektum
difiksasi dalam formalin 10% selama 7 hari, setelah itu dibuat irisan tegak
lurus pada sumbu rektum setebal 1,25 cm, kemudian semuanya direndam
dalam alkohol selama 24 jam. Saluran tusuk akan terlihat sebagai noda
merah, hiperemis. Dari noda merah ini dibuat sediaan histopatologi.
Usus halus dipisahkan dari mesenterium, usus besar dilepaskan,
duodenum dan rektum diikat ganda kemudian dipotong.
Limpa : dipotong di hilus, diiris longitudinal, perhatikan parenkim,
folikel, dan septa.
3) Leher :
Lidah, laring, trakea, esofagus, palatum molle, faring dan tonsil
dikeluarkan sebagai satu unit. Perhatikan obstruksi di saluran nafas, kelenjar
gondok dan tonsil. Pada kasus pencekikan tulang lidah harus dibersihkan dan
diperiksa adanya patah tulang.
4) Kepala :
Kulit kepala diiris dari prosesus mastoideus kanan sampai yang kiri
dengan mata pisau menghadap keluar supaya tidak memotong rambut terlalu
banyak. Kulit kepala kemudian dikelupas ke muka dan ke belakang dan
tempurung tengkorak dilepaskan dengan menggergajinya. Pahat dimasukkan
dalam bekas mata gergaji dan dengan beberapa ketukan tempurung lepas dan
dapat dipisahkan. Durameter diinsisi paralel dengan bekas mata gergaji. Falx
serebri digunting dibagian muka. Otak dipisah dengan memotong pembuluh
darah dan saraf dari muka ke belakang dan kemudian medula oblongata.
Tentorium serebri diinsisi di belakang tulang karang dan sekarang otak dapat
diangkat. Selaput tebal otak ditarik lepas dengan cunam. Otak kecil dipisah
dan diiris horisontal, terlihat nukleus dentatus. Medula oblongata diiris
transversal, demikiaan pula otak besar setebal 2,5 cm. Pada trauma kepala
perhatikan adanya edema, kontusio, laserasi serebri.
5) Tengkorak Neonatus :
Kulit kepala dibuka seperti biasa, tengkorak dibuka dengan
menggunting sutura yang masih terbuka dan tulang ditekan ke luar, sehingga
otak dengan mudah dapat diangkat (Hamdani, 2000).
PEMERIKSAAN KHUSUS
Pada beberapa keadaan tertentu, diperlukan berbagai prosedur khusus dalam
tindakan otopsi, antara lain : insisi ”Y”, insisi pada kasus dengan kelainan leher, tes
emboli udara, tes apung paru, tes pada pneumothorax, dan tes alphanaphthylamine.
Insisi ”Y”
1) Insisi yang dilakukan dangkal (shallow incision) yang dilakukan pada
tubuh pria.
Buat sayatan yang letaknya tepat di bawah tulang selangka dan sejajar
dengan tulang tersebut, kiri dan kanan, sehingga bertemu pada bagian
tengah (incisura jugularis).
Lanjutkan sayatan, dimulai dari incisura jugularis ke arah bawah tepat di
garis pertengahan sampai ke sympisis os pubis menghindari daerah
umbilikus.
Kulit daerah leher dilepaskan secara hati-hati sampai ke rahang bawah;
tindakan ini dimulai dari sayatan yang telah dibuat pertama kali.
Dengan kulit daerah leher dan dada bagian atas tetap utuh, alat-alat
dalam rongga mulut dan leher dikeluarkan.
Tindakan selanjutnya sama dengan tindakan pada bedah mayat yang
biasa.
2) Insisi yang lebih dalam (deep incision), yang dilakukan untuk kaum wanita.
Buat sayatan yang letaknya tepat di bawah buah dada, dimulai dari
bagian lateral menuju bagaian medial (Proc. Xiphoideus); bagian lateral
disini dapat dimulai dari ketiak, ke arah bawah sesuai dengan arah garis
ketiak depan (linea axillaris anterior), hal yang sama juga dilakukan
untuk sisi yang lain (kiri dan kanan).
Lanjutkan sayatan ke arah bawah seperti biasa, sampai simphisis os
pubis, dengan demikian pengeluaran dan pemeriksaan alat-alat yang
berada dalam rongga mulut, leher, dan rongga dada lebih sulit bila
dibandingkan dengan insisi ”Y” yang dangkal.
Insisi ”Y”, dilakukan semata-mata untuk alasan kosmetik, sehingga jenazah yang
sudah diberi pakaian, tidak memperlihatkan adanya jahitan setelah dilakukan bedah
mayat. Ada dua macam insisi ”Y”, yaitu :
Insisi pada Kasus dengan Kelainan di Daerah Leher
o Buat insisi ”I”, yang dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah seperti
biasa, sampai ke simpisis os pubis.
o Buka rongga dada, dengan jalan memotong tulang dada dan iga-iga.
o Keluarkan jantung, dengan menggunting mulai dari v.cava inferior,
vv.pulmonalis, a.pulmonalis, v.cava superior dan terakhir aorta.
o Buka rongga tengkorak, dan keluarkan organ otaknya.
o Dengan adanya bantalan kayu pada daerah punggung, maka daerah leher
akan bersih dari darah, oleh karena darah telah mengalir ke atas ke arah
tengkorak dan ke bawah, ke arah rongga dada; dengan demikian
pemeriksaan dapat dimulai.
Insisi ini dimaksudkan agar daerah leher dapat bersih dari darah, sehingga
kelainan yang minimalpun dapat terlihat; misalnya pada kasus pencekikan,
penjeratan, dan penggantungan. Prinsip dari teknik ini adalah pemeriksaan daerah
dilakukan paling akhir.
Otopsi
Saat ini otopsi sering digunakan sebagai salah satu proses hukum, untuk
mencari atau menguatkan bukti. Hasil dari pemeriksaan otopsi tersebut ditulis
dalam sebuah surat keterangan dokter yang lazim disebut dalam dunia
kedokteran Visum et Repertum yakni laporan atau surat keterangan dari seorang
dokter untuk pengadilan dalam perkara pidana (Idries, 1997).
Otopsi dapat dilakukan tanpa melakukan bedah mayat, namun tak jarang
pula dilakukan pembedahan pada beberapa organ dalam, bahkan mayat yang
sudah dikuburkan pun digali kembali. Dalam syariat Islam apabila mayat yang
sudah dikuburkan, tidak boleh dibongkar (haram dibongkar) karena hal itu akan
merusak kehormatan mayat. Adapun membongkar kuburan yang sudah lama,
tidak ada halangan, asal mayat sudah hancur, berarti tulang-tulangnya sudah
hancur (Rasjid, 2005).
Sabda Rasulullah SAW :
“Sesungguhnya mematahkan tulang seorang mukmin yang sudah
meninggal, sama seperti mematahkan tulangnya dikala hidupnya” (Riwayat Abu
Dawud 2/69, Ibnu Majah 1/492, Ibnu Hibban 776, Ahmad 6/58, dari ‘Aisyah ,
dengan sanad shahih).
Meski secara umum merusak jasad mayat adalah dilarang, namun beberapa
ulama kontemporer membolehkan atas dasar pertimbangan maslahat tapi dengan
beberapa syarat. Dalam hokum fiqh dikenal kaidah yang menyatakan:
Dalam hal ini, maslahat bagi si mayat adalah hendaknya jasadnya tidak
dirusak, sedang maslahat umumnya, dengan kaidah otopsi, beberapa masalah
terkait bisa mendapat solusi. Juga kaidah tentang mafsadah:
Penyidik / Polri
Pemeriksaan
Luar dan Dalam
PROSEDUR PERMINTAAN VISUM ET REPERTUM
KUHAP 133
Diminta penyidik
Tertulis/ surat resmi
Jelas periksa luar atau dalam
Label/ segel
KUHAP 134
Keluarga keberatan autopsi mendapat waktu 2(dua) hari
Bersikukuh autopsi dilakukanKUHP 222
Abdul Mun’in Idries. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama. Binarupa
Aksara. 1997
Amir A. 2007. Rangkaian ilmu kedokteran forensik. 2nd ed. Medan: Percetakan
Ramadhan
Chadha, PV. (1995). Otopsi Mediko – Legal. Dalam: Ilmu Forensik dan Toksikologi
Edisi Kelima. Jakarta : Widya Medika.
Hamdani, Njowito. (2000). Autopsi. Dalam: Ilmu Kedokteran Kehakiman Edisi
Kedua. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Hariadi A, Hoediyanti, Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal, Edisi 7
Tahun 2011. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.
Idries, AM. (1997). Prosedur Khusus. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik
Edisi Pertama. Jakarta : Binarupa Aksara.
Rasjid, Sulaiman. 2005. Fiqh Islam. Bandung. Sinar Baru Algesindo.
Tanto, Chris., Liwang, Frans., Hanifati, Sonia., dan Pradipta, Eka Adip (ed). (2014).
Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius.