Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENGUMPULAN DAN PENERTIBAN AL-QUR’AN

Disusun Oleh:

1. Efriyan (2106060041)
2. Intan (2106060161)
3. Muhammad ariska
mahendra

Dosen pengampu: AHMAD SIBAWAI S,Sy M.H

FAKULTAS EKONOMI 1/ B1

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA

2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini telah
kami susun dengan maksimal sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu
melihat dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya
bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan hati terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi kita semua.

Mataram, 18 Oktober

Penulis
(Kelompok 3)
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar belakang.................................................................................4
b. Rumusan Masalah...........................................................................4
c. Tujuan..............................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
a. Bagaimana proses pengumpulan Al-Qur’an...................................5
b. Bagaimana proses penertiban Al Qur’an.......................................11

BAB III PENUTUP


a. Kesimpulan....................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................15
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Al-Qur’an, sebagaimana yang disampaikan oleh as-Shabuni adalah Kalam Allah yang
bernilai Mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dengan perantara Malaikat Jibril
yang tertulis dalam Mashahif. Dan membacanya bernilai Ibadah. Yang diawali dengan Surat al-
Fatihah dan diakhiri dengan Surat an-Nas.
Mengacu pada definisi tersbut agaknya kita akan memahami bahwa al-Qur’an
memang berupa satuan buku yang tertulis. Kendati al-Qur’an diwahyukan secara lisan, Al-
Qur’an sendiri secara konsisten menyebut dirinya sebagai kitab tertulis. Penulisan Wahyu
memang telah dilakukan sejak Zaman Rasulullah, bahkan Nabi sendiri yang memerintahkan hal
tersebut.
Namun untuk pembukuannya bukanlah nabi yang memerintahkan, al-Qur’an
dibukukan setalah Nabi Wafat. Terlebih jika kita membaca al-Qur’an yang saat ini biasa kita
baca, maka kita akan dikejutkan dengan fakta bahwa ayat yang pertama kali turun justru
diletakan dibagian akhir dari al-Qur’an, bukan di awal. Seharusnya itu menjadi pertanyaan
tersendiri bagi kita, lantas siapa yang yang menyusun al-Qur’an hingga akhirnya bisa menjadi
seperti yang kita baca saat ini?.
Untuk itu maka perlu kajian yang khusus membahas hal tersebut guna setidaknya
memberikan informasi yang memadai mengenai hal tersebut, mengingat kajian semacam itu
akan berpengaruh bagi pembuktian atas keorisinilan al-Qur’an yang kita baca saat ini.
Berdasarkan hal tersebut maka penulis merasa perlu untuk menyusun sebuah makalah pendek
dengan judul “Pengumpulan dan Penertiban al-Qur’an”.
Makalah ini tentu saja bukan makalah yang sangat sempurna dan tidak ada kesalahan
sama sekali, atas hal tersbut penulis meminta maaf atas segala kesalahan yang ada dalam
makalah ini, serta mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyusunan
makalah-makalah setelahnya.
2. Masalah
1. Bagaimana Pengumpulan al-Qur’an dilakukan?
2. Bagaimana Penertiban Ayat dan Surat dalam al-Qur’an?
3.Tujuan
1. Mengetahui sejarah Pengumpulan al-Qur’an.
2. Untuk mengetahui Penertiban Ayat dan Surat dalam al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGUMPULAN AL-QUR’AN
1. Pengumpulan Al- Qur’an pada masa Abu Bakar
a. Pengumpulan Quran pada masa abu bakar
Abu Bakar menjalankan pemerintahan Islam sesudah Rasulullah. Ia dihadapkan kepada
peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan sebagian orang arab. Karena itu ia
segera menyiapkan pasukan dan mengirimkannya untuk memerangi orang-orang yang murtad
itu. Peperangan Yamamah yang terjadi pada tahun 12 H melibatkan sejumlah besar sahabat
yang hafal Qur’an. Dalam peperangan ini tujuh puluh qari dari para sahabat gugur. Umar bin
Khatab merasa sangat kuatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu Bakar dan
mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Qur’an karena
dikhawatirkan akan musnah, sebab peperangan Yamamah telah banyak membunuh para qarri’.
lain Umar merasa khawatir juga kalau-kalau peperangan ditempat-tempat lain akan membunuh
banyak qari’ pula sehingga Qur’an akan hilang dan musnah, Abu Bakar menolak usulan itu dan
berkeberatan melakukan apa yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Tetapi Umar tetap
membujuknya, sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan Umar
tersebut
b. Zaid bin Tsabith
Kemudian Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Sabit, mengingat beberapa hal :
•kedudukannya dalam qiraat dan penulisan Al-quran
•pemahaman dan kecerdasannya,
•serta kehadirannya pada pembacaan yang terakhir kali.
Abu Bakar menceritakan kepadanya kekhawatiran dan usulan Umar. Pada mulanya Zaid
menolak seperti halnya Abu Bakar sebelum itu. Keduanya lalu bertukar pendapat, sampai
akhirnya Zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan Qur’an itu. Zaid bin Sabit
melalui tugasnya yang berat ini dengan bersadar pada hafalan yang ada dalam hati para qurra
dan catatan yang ada pada para penulis. Kemudian lembaran-lembaran ( kumpulan) itu
disimpan ditangan Abu Bakar. Setelah ia wafat pada tahun 13 H, lembaran-lembaran itu
berpindah ke tangan Umar dan tetap berada ditangannya hingga ia wafat. Kemudian mushaf itu
berpindah ketangan Hafsah putri Umar. Pada permulaan kekalifahan Usman, Usman
memintanya dari tangan Hafsah.
c. Zaid bin Tsabit & Ketelitiannya dalam Pengumpulan Al-Quran
Dalam usaha pengumpulan Al-Qur’an Zaid bin Tsabit telah mengambil langkah yang tepat,
teliti dan mantap. Langkah tersebut adalah suatu jaminan (yang pantas) dalam penulisan Al-
Qur’an dengan mantap dan penuh ketelitian.
bin Tsabit tidak menganggap cukup menurut yang dihafal dalam hati dan yang ditulis
dengan tangannya serta hasil pendengaran, tetapi ia bertitik-tolak pada penyelidikan yang
mendalam dari dua sumber:
1) Sumber hafalan yang tersimpan dalam hati para sahabat; dan
2) Sumber tulisan yang ditulis pada zaman Rasulullah SAW.
Dua hal tersebut yaitu hafalan dan tulisan harus terpenuhi. Karena sangat bersungguh-
sungguh dan berhati-hatinya ia tidak menerima data berupa tulisan sebelum disaksikan oleh
dua orang yang adil bahwa tulisan tersebut ditulis di hadapan Rasulullah SAW.
Ini dikemukakan oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab
sunnahnya; dimana ia berkata: Umar datang seraya mengatakan: “Siapa yang menerima Al-
Qur’an dari Rasulullah SAW maka cobalah datangkan, mereka menulisnya dalam lembaran-
lembaran kertas, papan kayu dan pelepah kurma”.
demikian ia (Umar) tidak mau menerimanya begitu saja sebelum disaksikan oleh dua
orang saksi. Hadits ini didukung pula oleh hadits lain yang juga diriwayatkan oleh Abu Daud;
bahwa Abu Bakar mengatakan kepada Umar dan Zaid: “Duduklah anda berdua di pintu masjid.
Bila ada orang yang mendatangimu perihal Al-Qur’an (Kitabullah) dengan membawa dua orang
saksi, maka tulislah!”
Hajar mengatakan: “Yang dimaksud dengan dua orang saksi adalah hafalan dan tulisan,
sedangkan as-Sakhawy mengatakan bahwa yang dimaksud, adalah mereka berdua menyaksikan
tulisan tersebut di hadapan Rasulullah SAW itu karena benar-benarnya usaha pemantapan,
ketelitian dan kesungguhan yang digariskan oleh Abu Bakar Shiddiq kepada Zaid bin Tsabit.
1.Beberapa Keistimewaan Mushaf Abu Bakar
lembaran yang dikumpulkan dalam satu mushhaf pada masa Abu Bakar memiliki
beberapa keistimewaan yang terpenting:
1) Diperoleh dari hasil penelitian yang sangat mendetail dan kemantapan yang sempurna.
2) Yang tercatat dalam mushhaf banyalah bacaan yang pasti, tidak ada nasakh bacaannya.
3) Ijma’ ummat terhadap mushhaf tersebut secara mutawatir bahwa yang tercatat adalah ayat-
ayat Al-Qur’an.
4) Mushhaf mencakup huruf sab’ah (tujuh huruf) yang dinukil berdasarkan riwayat yang benar-
benar shahih.
Keistimewaan-keistimewaan tersebut membuat para sahabat kagum dan terpesona
terhadap usaha Abu Bakar, dimana ia memelihara Al-Qur’an dari bahaya kemusnahan, dan itu
berkat taufiq serta hidayah dari Allah Azza wa Jalla.Ali berkata: “Orang yang paling berjasa
dalam hal Al-Qur’an ialah Abu Bakar r.a. ia adalah orang yang pertama mengumpulkan Al-
Qur’an/Kitabullah
2. Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Usman
a. Latar belakang Pengumpulan Al-Qur’an
Penyebaran Islam bertambah dan para Qurra pun tersebar di berbagai wilayah, dan
penduduk disetiap wilayah itu mempelajari qira’at (bacaan) dari qari yang dikirim kepada
mereka. Cara-cara pembacaan (qiraat) Qur’an yang mereka bawakan berbeda-beda sejalan
dengan perbedaan ‘huruf ‘ yang dengannya Qur’an diturunkan. Apa bila mereka berkumpul
disuatu pertemuan atau disuatu medan peperangan, sebagian mereka merasa heran dengan
adanya perbedaan qiraat ini. Sebagian mereka menganggapnya wahar, karena mengetahui
bahwa perbedaan-perbedaan itu semuanya disandarkan kepada Rasulullah.
Terjadi perang Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk Iraq, diantara orang yang ikut
menyerbu kedua tempat itu ialah Huzaifah bin al-Yaman. Ia banyak melihat perbedaan dalam
cara-cara membaca Quran. Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan; tetapi masing-
masing mempertahankan dan berpegang pada bacaannya, serta menentang setiap orang yang
menyalahi bacaannya dan bahkan mereka saling mengkafirkan. Melihat kenyataan demikian
Huzaifah segara menghadap Usman dan melaporkan kepadanya apa yang telah dilihatnya.
Usman juga memberitahukan kepada Huzaifah bahwa sebagian perbedaan itu pun akan terjadi
pada orang-orang yang mengajarkan Qiraat pada anak-anak. Anak-anak itu akan tumbuh,
sedang diantara mereka terdapat perbedaan dalam qiraat. Para sahabat amat memprihatinkan
kenyataan ini karena takut kalau-kalau perbedaan itu akan menimbulkan penyimpangan dan
perubahan. Mereka bersepakat untuk menyalin lembaran-lembaran yang pertama yang ada
pada Abu Bakar dan menyatukan umat islam pada lembaran-lembaran itu dengan bacaan tetap
pada satu huruf.
b. Metode Pengumpulan Al-Quran masa Utsman
kemudian mengirimkan utusan kepada Hafsah (untuk meminjamkan mushaf Abu Bakar
yang ada padanya) dan Hafsah pun mengirimkan lembaran-lembaran itu kepadanya. Kemudian
Usman memanggil :
•Zaid bin Sabit al-Ansari,
•Abdullah bin Zubair,
• Said bin ‘As,
• Abdurrahman bin Haris bin Hisyam.
orang terkahir ini adalah orang quraisy, lalu Ustman memerintahkan mereka agar
menyalin dan memperbanyak mushaf, serta memerintahkan pula agar apa yang diperselisihkan
Zaid dengan ketiga orang quraisy itu ditulis dalam bahasa quraisy, karena Qur’an turun dengan
logat mereka.
Mushaf-mushaf itu ditulis dengan satu huruf (dialek) dari tujuh huruf Qur’an seperti yang
diturunkan agar orang bersatu dalam satu qiraat. Dan Usman telah mengembalikan lembaran-
lembaran yang asli kepada Hafsah, lalu dikirimkannya pula pada setiap wilayah yaitu masing-
masing satu mushaf. Dan ditahannya satu mushaf untuk dimadinah, yaitu mushafnya sendiri
yang dikenal dengan nama “mushaf Imam”. Kemudian ia memerintahkan untuk membakar
mushaf yang selain itu. Umat pun menerima perintah dengan patuh, sedang qiraat dengan
enam huruf lainnya ditingalkan.
c. Permasalahan seputar penyatuan huruf al-quran dalam Mushaf Ustman
Utsman ra memutuskan untuk menghilangkan enam huruf yang lain. Keputusan ini tidak
salah, sebab qiraat dengan tujuh huruf itu tidak wajib. Seandainya Rasulullah mewajibkan qiraat
dengan tujuh huruf itu semua, tentu setiap huruf harus disampaikan secara mutawatir sehingga
menjadi hujjah. Tetapi mereka tidak melakukannya. Ini menunjukkan bahwa qiraat dengan
tujuh huruf itu termasuk dalam katergori keringanan (rukhsoh).
Bila sebagian orang lemah pengetahuan berkata : Bagaimana mereka boleh
meninggalkan qiraat yang telah dibacakan oleh Rasulullah dan diperintahkan pula membaca
dengan cara itu ? maka Jawabnya ialah : ‘Sesungguhnya perintah Rasulullah kepada mereka
untuk membacanya itu bukanlah perintah yang menunjukkan wajib dan fardu, tetapi
menunjukkan kebolehan dan keringanan (rukshah). Sebab andai kata qiraat dengan tujuh huruf
itu diwajibkan kepada mereka, tentulah pengetahuan tentang setiap huruf dari ketujuh huruf
itu wajib pula bagi orang yang mempunyai hujjah untuk menyampaikannya, bertianya harus
pasti dan keraguan harus dihilangkan dari para qari. Dan karena mereka tidak menyampaikan
hal tersebut, maka ini merupakan bukti bahwa dalam masalah qiraat mereka boleh memilih,
sesudah adanya orang yang menyampaikan Qur’an dikalangan umat yang penyampaiannya
menjadi hujjah bagi sebagian ketujuh huruf itu.
PERBEDAAN ANTARA PENGUMPULAN ABU BAKAR DENGAN USMAN
Dari teks-teks diatas jelaslah bahwa pengumpulan (mushaf oleh) Abu Bakar berbeda
dengan pengumpulan yang dilakukan Usman dalam motif dan caranya. Diantaranya sebagai
berikut :
1) Motif Abu Bakar adalah kekhawatiran beliau akan hilangnya Qur’an karena banyaknya
para huffaz yang gugur dalam peperangan yang banyak menelan korban dari para qari.
Sedang motif Usman dalam mengumpulkan Qur’an ialah karena banyaknya perbedaan
dalam cara-cara membaca Qur’an yang disaksikannnya sendiri didaerah-daerah dan
mereka saling menyalahkan antara satu dengan yang lain.

2) Pengumpulan Qur’an yang dilakukan Abu Bakar ialah memindahkan satu tulisan atau
catatan Qur’an yang semula bertebaran dikulit-kulit binatang, tulang, dan pelepah
kurma, kemudian dikumpulkan dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat dan surah-
surahnya yang tersusun serta terbatas dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat dan
surah-surahnya serta terbatas dengan bacaan yang tidak dimansukh dan tidak
mencakup ketujuh huruf sebagaimana ketika Qur’an itu diturunkan.

sedangkan pengumpulan yang dilakukan Usman adalah menyalinnya menjadi satu huruf
diantar ketujuh huruf itu, untuk mempersatukan kaum muslimin dalam satu mushaf dan satu
huruf yang mereka baca tanpa keenam huruf lainnya.
3.Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah
Pengertian pengumpulan Al-Qur’an menurut para ‘ulama terbagi menjadi 2 macam yaitu:
Pertama, pengumpulan dalam arti hifzhuhu (menghafalnya dalam hati). Kedua, pengumpulan
dalam arti Kitabatuhu kulluhu (penulisan qur’an semuanya) baik dengan memisahkan ayat-ayat
dan surat-suratnya, atau menertibkan ayat-ayat semata dan setiap surat ditulis dalam satu
lembaran secara terpisah, ataupun menertibkan ayat-ayat dan surat-suratnya dalam lembaran-
lembaran yang terkumpul, yang menghimpun semua surat sebagiannya ditulis sesudah bagian
yang lain.
Sejak awal pewahyuan Al-Qur’an hingga menjadi sebuah mushaf, telah melalui proses
panjang. Mulai dari Ayat yang pertama turun sampai ayat yang terakhir turun, benar-benar
terjaga kemurniaanya. Upaya untuk menjaga dan memelihara ayat-ayat agar tidak terlupakan
atau terhapus dari ingatan terus-menerus dilakukan. Upaya-upaya tersebut dengan cara yang
sederhana yaitu Nabi Menghafal Ayat-ayat itu dan menyampaikannya kepada para sahabat
yang kemudian juga menghafalnya sesuai dengan yang disampaikan Nabi. Upaya kedua yang
dilakukan Umat Islam dalam upaya pemeliharaan Al-Qur’an adalah mencatat atau
menuliskannya dengan persetujuan Nabi.
Pada mulanya, bagian-bagian al-Quran yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad
dipelihara dalam ingatan Nabi dan para sahabatnya. Tradisi hafalan yang kuat di kalangan
masyarakat Arab telah memungkinkan terpeliharanya al-Quran dalam cara semacam itu. Jadi,
setelah menerima suatu wahyu, Nabi Lalu menyampaikannya kepada para pengikutnya, yang
kemudian menghafalkannya. Sejumlah hadits menjelaskan berbagai upaya Nabi dalam
merangsang penghafalan wahyu-wahyu yang telah diterimanya. Salah satu di antaranya adalah
yang diriwayatkan oleh Utsman ibn Affan bahwa Rasulullah pernah bersabda: “Yang terbaik di
antara kamu adalah mereka yang mempelajari al-Quran dan kemudian mengajarkannya.”
Semasa hidup Nabi Muhammad dikenal beberapa orang yang dijuluki sebagai Qari’ yaitu
seorang yang menghafal al-Qur’an, adapun para Qari’ pada masa Nabi Muhammad adalah
sebagai berikut : Keempat Khulafa’ur Rasyidin, Tholhah, Said, Ibn Mas’ud, Hudaifa, Abu
Hurairah, Ibn ‘Umar, Ibn Abbas, ‘Amr bin ‘Ash, Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, Mu’awiyah bin Abu
Sufyan, Ibn Jabir, Abdullah bin Sa’ib, ‘Aisyah, Hafshah, Ummu Salamah.
Sedangkan untuk penulisan wahyu yang turun, dikenal beberapa sahabat yang bertugas
untuk menuliskan wahyu yang turun atas perintah Rasulullah sendiri. Para penulis wahyu
tersebut kemudian mendapat julukan sebagai Kutabul Wahyu. Adapun para penulis wahyu
pada masa nabi muhammad yaitu Khulafaur Rasyidin, Muawiyah, Zaid bin Sabit, ‘Ubai bin
Ka’ab, Khalid bin Al-Walid dan Tsabit bin Qays.
Namun karena keterbatasan media tulis yang digunakan pada waktu itu sehingga para
sahabat menggunakan apa saja yang dapat digunakan sebagai media tulis dalam menuliskan
wahyu. Beberapa media tulis yang digunakan para sahabat untuk menuliskan wahyu
sebegaimana yang disampaikan oleh az-Zarqany adalah : lembaran lontar atau perkamen
(Riqa), batu tulis berwarna putih (Likhaf), pelapah kurma (Asib), tulang belikat(Aktaf), tulang
rusuk (Adlla’), lembaran kulit (Adim).
Namun yang menjadi catatan dari pengumpulan al-Qur’an pada masa Rasulullah adalah
walupun telah ada penulisan pada masa Rasulullah atas perintah beliau sendiri, hanya saja pada
saat itu al-Qur’an yang dituli masih berupa lembaran yang tercecer dan belum disatukan.
Mengenai hal tersebut, az-Zarqany secara khusus menjelaskan alasan yang mendasari hal
tersebut, yaitu :
1) Keterbatasan Media untuk membukukan al-Qur’an pada masa Rasulullah, tidak seperti
pada masa Abu Bakar bahkan ‘Utsman yang cenderung lebih mudah menemukan bahan
baku pembukuannya.
2) Pada saat itu para Qari’ masih sangat banyak, dan Islam belum menyebar seperti pada
masa Abu Bakar maupun Ustman.
3) Singkatnya jarak antara berhentinya wahyu dan wafatnya Nabi.
4) Ayat-Ayat al-Qur’an yang turun terkadang untuk menghapus keberlakuan ayat
sebelumnya.
5) Al-Qur’an tidak turun sekaligus, melainkan dengan jalan sedikit demi sedikit
(Munajaman) selama rentang Dua puluh tahun atau lebih.
6) Urutan ayat turun kepada Nabi berdasarkan Asbabun Nuzul, sedangkan urutan ayat
dalam al-Qur’an tidak disusun berdasakan hal tersebut.
B. PENERTIBAN AL-QUR’AN
Umumnya para Ulama’ sependapat bahwa tertib ayat dalam al-Qur’an sebagaimana yang
kita kenal saat ini menganut pedoman ‘Utsman dan penetapan tersebut bersifat Tauqifi atau
ketetapan dari Nabi, riwayat yang masyhur dikalangan para Ulama’ menyebutkan bahwa Nabi
Muhammad ketika turun sebuah ayat akan memerintahkan para sahabat untuk menulis. Ketika
memerintahkan untuk menulis tersebut Nabi berkata : “ Telah datang Jibril kepadaku, dan dia
memerintahkanku untuk meletakan ayat kedalam tempat ini dalam surat ini”.
Berdasarkan kisah tersebut maka dapat diketahui bahwa ketetapan posisi ayat dalam al-
Qur’an bukan hanya dari Nabi sendiri, bahkan sebenarnya ketetapan tersebut berdasarkan
perintah Allah yang disampaikan lewat perantara Jibril.
Jika susunan Ayat dalam al-Qur’an yang bersifat Tauqifi dan itu telah disepakati oleh
jumhur ‘Ulama, maka hal berbada dialami oleh susunan Surat dalam al-Qur’an. Ketika
membahas susunan surat dalam al-Qur’an para ‘Ulama berbeda pendapat.
Sebagaimana pendapat yang disampaikan oleh as-Suyuthi bahwa para ‘Ulama terpagi
menjadi dua golongan dalam menentukan tertib Surat dalam al-Qur’an. Pendapat yang
Pertama menyatakan bahwa tertib surat dalam al-Qur’an sebagian bersifat Tauqifi sama seperti
tertib Ayat yang bersifat Tauqifi, dan sebagian yang lainnya berdasarkan ijtihad sahabat.
Pendapat ini didukung oleh salah satunya Ibn Faris yang berargumen bahwa sebagian memang
bersifat Tauqifi sebagai mana perintah Allah kepada Nabi Muhammad, namun sebagian lainnya
berdasarkan bacaan para sahabat. Argumen semacam itu didasari oleh kenyataan bahwa
Mushaf para sahabat memiliki Urutan Surat yang berbeda-beda seperti Mushaf Ali yang disusun
berdasarkan kronologi turunnya ayat.
Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa susunan surat dalam al-Qur’an bersifat
Tauqifi sepenuhnya. Pendapat ini didukung oleh beberapa tokoh salah satunya al-Kirmani yang
menyatakan bahwa urutan surat dan ayat sudah seperti itu sejak dari Lauhil Mahfudz. Argumen
tersebut didasari oleh riwayat yang mengisahkan bahwa setiap setahun sekali Jibril mendatangi
Rasulullah untuk memeriksa hafalannya, dan pada tahun wafatnya Rasulullah, Jibril mendangi
beliau setahun dua kali. Sedangkan mengenai perbedaan mushaf dikalangan para sahabat,
berkomentar bahwa perbedaan tersebut terjadi karena beberapa sahabat menyusun al-Qur’an
berdasarkan apa yang diketahui berdasarkan Asbabun Nuzul (seperti kasus Mushaf yang ditulis
oleh Ali).
a.Penyusunan Tertib Ayat
Al Qur’an terdiri atas surah-surah dan ayat-ayat, baik yang pendek maupun yang panjang.
Ayat adalah sejumlah kalam Allah yang terdapat dalam sebuah surah dari Qur’an. Surah ialah
sejumlah ayat Qur’an yang mempunyai permulaan dan kesudahan, tertib atau urutan ayat-ayat
Qur’an ini adalah tauqifi, ketentuan dari Rasulullah, sebagian ulama meriwayatkan bahwa
pendapat ini adalah ijma’ diantaranya az-Zarkasyi dalam al-Burhan dan Abu Ja’far Ibnuz Zubeir
dalam munasabahnya.
Diantara dalil-dalilnya adalah sebagai berikut :
Usman bin ‘Abil ‘As berkata: “Aku tengah duduk disamping Rasulullah, tiba-tiba pandangannya
menjadi tajam lalu kembali seperti semula. Kemudian katanya ‘Jibril telah datang kepadaku dan
memerintahkan agar aku meletakkan ayat ini ditempat anu dari surah ini : Sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan serta memberi kepada kaum kerabat…..
(an-Nahl: 90)
Terdapat sejumlah hadis yang menunjukkan keutamaan beberapa ayat dari surah-surah
tertentu. Ini menunjukkan bahwa tertib ayat-ayat bersifat tauqifi. Sebab jika tertibnya dapat
diubah, tentulah ayat-ayat itu tidak akan didukung oleh hadis-hadis tersebut.
Diriwayatkan dari Abu Darda’ dalam hadis marfu’ : “Barang siapa hafal sepuluh ayat dari awal
surah kahfi, Allah akan melindunginya dari Dajjal.” Dan dalam redaksi lain dikatakan: “Barang
siapa membaca sepuluh ayat terakhir dari surah kahfi…”
Disamping itu terima pula bahwa Rasulullah telah membaca sejumlah surah dengan tertib ayat-
ayatnya dalam salat atau dalam khutbah jumat, seperti surah Baqarah, Ali imran dan Annisa’.
Juga hadis sahih mengatakan bahwa Rasulullah membaca surah A’raf dalam salat maghrib dan
dalam salat subuh hari jum’at membaca surah Alif Lam Mim, Tanzilul Kitabi La Raibafihi” (as-
Sajdah) dan Hal Ata Alal Insani (ad-Dahr) juga membaca surah Qaf pada waktu Kutbah. Surah
Jumu’ah dan surah Munafikun dalam salat jum’at.
Jibril selalu mengulangi dan memeriksa Qur’an yang telah disampaikannya kepada Rasulullah
sekali setiap tahun, pada bulan ramadhan dan pada tahun terakhir kehidupannya sebanyak dua
kali. Dan pengulangan Jibril terakhir ini seperti tertib yang dikenal sekarang ini.
Dengan demikan tertib ayat-ayat Qur’an seperti yang ada dalam mushaf yang beredar diantara
kita adalah tauqifi. Tanpa diragukan lagi.
b.Penyusunan Tertib Surah
Para ulama berbeda pendapat tentang tertib surah-surah Qur’an, sebagai berikut :
Pertama : Bahwa susunan surat itu tauqifi dan ditangani langsung oleh Nabi sebagaimana
diberitahukan jibril kepadanya atas perintah Tuhan.
Dengan demikian, Qur’an pada masa Nabi telah tersusun surah-surahnya secara tertib
sebagaimana tertib ayat-ayatnya. Seperti yang ada ditangan kita sekarang ini. Yaitu tertib
mushaf Usman yang tak ada seorang sahabatpun menentangnya. Ini menunjukkan telah terjadi
kesepakatan (ijma’) atas tertib surah, tanpa suatu perselisihan apa pun.
Kedua : Dikatakan bahwa tertib surah itu berdasarkan ijtihad para sahabat, mengingat adanya
perbedaan tertib didalam mushaf-mushaf mereka.
Misalnya : mushaf Ali disusun menurut tertib nuzul, yakni dimulai dengan Iqra’, kemudian
Muddassir, lalu Nun, Qalam, kemudian Muzammil, dst hingga akhir surah Makki dan
madani.Dalam mushaf Ibn Masu’d yang pertama ditulis adaslah surah Baqarah, Nisa’ dan
Ali-‘Imran. Dalam mushaf Ubai yang pertama ditulis ialah Fatihah, Baqarah, Nisa’ dan Ali-Imran.
Ketiga : Dikatakan bahwa sebagian surah itu tertibnya tauqifi dan sebagian lainnya berdasarkan
ijtihad para sahabat, hal ini karena terdapat dalil yang menunjukkan tertib sebagian surah pada
masa Nabi.
Mannaul Qatthan menyatakan : Apa bila membicarakan ketiga pendapat ini, jelaslah bagi
kita bahwa pendapat kedua, yang menyatakan tertib surah-surah itu berdasarkan ijtihad para
sahabat, tidak bersandar dan berdasar pada suatu dalil. Sebab, ijtihad sebagian sahabat
mengenai terib mushaf mereka yang khusus, merupakan ihtiyar mereka sebelum Qur’an
dikumpulkan secara terib. Ketika pada masa Usman Qur’an dikumpulkan , ditertibkan ayat-ayat
dan surah-surahnya pada suatu huruf ( logat) dan umatpun menyepakatinya, maka mushaf-
mushaf yang ada pada mereka ditinggalkan. Seandainya tertib itu merupakan hasil ijtihad ,
tentu mereka tetap berpegang pada mushafnya masing-masing.
Sementara itu, pendapat ketiga yang menyatakan sebagian surah itu tertibnya tauqifi
dan sebagian lainnya bersifat ijtihad, dalil-dalilnya hanya berpusat pada nash-nash yang
menunjukkan tertib tauqifi. Adapun bagian yang ijtihadi tidak bersandar pada dalil yang
menunjukkan tertin ijtihadi. Sebab, ketetapan yang tauqifi dengan dalil-dalilnya tidak berarti
bahwa selain itu adalah hasil ijtihad. Disamping itu pula yang bersifat demikian hanya sedikit
sekali.

BAB III PENUTUP


A.Kesimpulan
1. Upaya yang dilakukan Rasulullah untuk menjaga dan memelihara ayat-ayat
agar tidak terlupakan atau terhapus dari ingatan dengan cara yang
sederhana yaitu Nabi Menghafal Ayat-ayat itu dan menyampaikannya
kepada para sahabat yang kemudian juga menghafalnya sesuai dengan
yang disampaikan Nabi. Upaya kedua yang dilakukan Umat Islam dalam
upaya pemeliharaan Al-Qur’an adalah mencatat atau menuliskannya
dengan persetujuan Nabi.
2. Pembukuan al-Qur’an yang dilakukan oleh Abu Bakar didasari oleh
kekhawatiran al-Qur’an akan hilang jika tidak dikumpulkan karena telah
banyak para Qari’ yang meninggal dan Mushaf al-Qur’an masih tercecer.
Atas desakan ‘Umar akhirnya Abu Bakar berkenan untuk membukukannya
dengan memerintahkan Zaid untuk membukukan al-Qur’an.
3. Pembukuan al-Qur’an yang dilakukan pada masa ‘Ustman didasari oleh
perpecahan dikalngan sahabat akibat perbedaan bacaan yang mereka
gunakan sehingga ‘Utsman memerintahkan untuk membukukan ulang
Mushaf yang sudah ada dimasa Abu Bakar dan menyebar luaskan diseluruh
penjuru. Untuk melakukan tugas tersebut ‘Utsman memerintahkan empat
orang sahabat yaitu : Zaid bin Tsabit, ‘Abdullâh bin Zubayr, Sa’id bin
al-‘Ash, ‘Abdurrahmân bin al-Harits bin Hisyam.
4. Jumhur ‘Ulama sepakat bahwa urutan Ayat al-Qur’an adalah Tauqifi
berdasarkan perintah dari Allah yang disampaikan oleh Rasulullah.
Sedangkan untuk urutan Surat, ‘Ulama terbagi atas dua pendapat yaitu :
Pertama, urutan Surat sebagian adalah Tauqifi, sebagian lain berdasarkan
Qia’at sahabat. Kedua, urutan surat dalam al-Qur’an sepenuhnya Tauqifi
dari Allah.
DAFTAR PUSTAKA

Mana’ Qathan, Mabahits Fi ‘Ulum al-Qur’an,  (Cairo : Maktabah Wahbah,


1995).

H.M. Rusdi Khalid, Mengkaji Ilmu-ilmu Al-Qur’an, ( Alauddin Universiti


Press : Makassar, 2011).

Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an,  (Jakarta : Yayasan


Abad Demokrasi, 2011).

Muhammad Abdul Adzim az-Zarqany, Manahil al-‘Irfan Fi ‘Ulum al-Qur’an, 


Jilid I,  (Beirut : Dar al-Kitab al-`Araby, 1995).

Shubhi Sholih, Mabahits Fi ‘Ulum al-Qur’an, Cet. X. (Beirut : Dar al-Ilmi,


1977).

Anda mungkin juga menyukai