Anda di halaman 1dari 24

Kelompok 1 UNSUR INSTRINSIK NOVEL DATU

MUSENG DAN MAIPA DEAPATI


ANGGOTA KELOMPOK :
FADINY RAMADHANY F091191041
ALIFIA MAULIDYA PUTRI F091191007
ANDI KISTY MARDHATILLA F091191013
AININA FEBY HURIYYAH YUNIAR F091191021
RAHMAT HIDAYAT F091191005
APA ITU UNSUR
INSTRINSIK?
Unsur intrinsik merupakan unsur-unsur dalam
atau merupakan unsur utama yang membangun
utuhnya sebuah novel diantaranya yaitu Tema,
Alur, Latar, Tokoh atau Penokohan, Sudut
Pandang, Gaya Bahasa dan Amanat.
Tema
Unsur intrinsik cerpen yang pertama dan sangat penting adalah
ide atau gagasan utama dari sebuah cerpen yang disebut
dengan tema. Tema berisikan gambaran luas tentang kisah
yang akan diangkat sebagai cerita dalam cerpen, sehingga
sangat penting memikirkan tema sebelum menulis cerpen.

Alur
Unsur intrinsik cerpen yang kedua adalah alur atau plot. Alur
dalam cerpen adalah jalan cerita. Cerpen harus memiliki jalan
cerita yang jelas. Alur sebagai unsur intrinsik cerpen biasanya
memiliki beberapa tahapan mulai dari perkenalan, penanjakan,
klimaks, anti klimaks dan penyelesaian
Latar
Latar. Unsur intrinsik cerpen yang satu ini sering
disebut sebagai setting dan mencakup tiga hal di
dalamnya, yakni latar waktu, latar tempat, dan latar
suasana yang membangun sebuah peristiwa. Pada
intinya, latar merupakan gambaran suasana yang
terjadi pada sebuah cerita.

Tokoh atau penokohan


Penokohan dalam unsur intrinsik cerpen merupakan
penentuan watak atau karakter dari tokoh tersebut.
Penokohan ini bisa digambarkan dalam sebuah
ucapan, pemikiran dan pandangan saat menyelesaikan
suatu masalah. Begitu juga melalui penjelasan narasi
atau penggambaran fisik tokoh tersebut
Sudut pandang
Sudut pandang merupakan salah satu unsur intrinsik cerpen yang tak kalah penting dari
unsur lainnya. Sudut pandang atau point of view adalah cara bercerita atau cara pandang
seorang pengarang pada cerpen yang dibuatnya. Sederhananya, sudut pandang
berhubungan dengan siapa yang menceritakan kisah dalam cerpen tersebut.

Gaya cerita
gaya bahasa yang juga termasuk unsur intrinsik novel. Yang dimaksud gaya bahasa dalam
novel adalah ciri khas pemilihan kata dan bahasa yang digunakan oleh penulis. Artinya
tiap penulis novel tentu memiliki gaya bahasa yang berbeda-beda

Amanat
Amanat adalah pesan moral yang disampaikan seorang pengarang melalui cerita. Amanat
juga disebut sebagai pesan yang mendasari cerita yang ingin disampaikan pengarang
kepada para pembaca.
NOVEL DATU MUSENG & MAIPA DEAPATI

TEMA
1. Percintaan

“Datu Museng kemudian tinggal di istana bersama istrinya. Ia terlihat bahagia, karena tidak ada lagi
yang bisa menghalangi cintanya dengan I Maipa.” (117)

2. Kesedihan
“Daengku..., jangan ragu ketulusan adindamu. Aku rela pergi mendahuluimu menuju tempat yang telah
ditentukan oleh pencipta alam semesta ini. Daengku sayang... Aku rela mati di ujung kerismu. Allah
menjadi saksi, bahwa kuharamkan kulitku atau tubuhku disentuh Balandanya.” (149)

“Setelah pesan Datu Museng itu disampaikan, Maipa lalu mengangguk-angguk. Tak lama kemudian,
keris di Leher Mipa hingga menemui ajalnya, Datu Museng kemudian mengangkat istrinya lalu mengikat
dengan selendang merah di lehernya lalu mendudukkan di tiang tengah seolah-olah masih hidup.“ (151)

3. Perjuangan
“sebagai seorang ksatria, datu Museng merasa terpanggil datang ke negeri Mangkasara untuk membela
bangsanya dari perlakuan keji pasukan Belanda.” (124)
Alur
Alur : novel ini menggunakan alur maju, karena Peristiwa yang berjalan teratur dan berurutan sesuai
dengan urutan waktu kejadian dari awal sampai akhir.

➢ Cerita dimulai dengan Bab berjudul Ade Arangan. Chapter ini berisi tentang identitas Ade
Arangan dan putranya. Juga berisi tentang nasibnya dalam melarikan diri ke Sumbawa dari
kejamnya pasukan Belanda dengan membawa cucunya bersamanya. (hal. 51-52 Tentara
Belanda kemudian mengeksekusi Karaeng Gassing, putra Ade Arangan, ayah Datu Museng
hingga menemui ajalnya.)

➢ Berlanjut ke Bab berjudul Cincin Permata Tuan Putri Jatuh, dimana Bab ini berisi Datu Museng
yang telah dewasa dan jatuh cinta kepada Maipa Deapati yang merupakan seorang putra dari
Raja. Bab ini mengulik kedekatan yang terjalin diantara Datu Museng dan Maipa Deapati yang
semakin dekat, dan mulai menimbulkan konflik karena status keduanya yang berbeda. (Hal. 69
Setelah diintip beberapa hari, I Maipa lalu mendatangi rumah Datu Museng yang ada di daerah
perkebunan. Begitu melihat Maipa masuk, ia langsung dicegat oleh pengawal dan ia minta
kepada Datu Museng untuk turun dari rumahnya untuk diberi pelajaran.)
Alur
➢ Berlanjut ke Bab berjudul “Ilmu Bunga Ejana Madina”, dimana di Bab ini Datu Museng
menunjukkan kemampuannya yang kian tak tertandingi dan semakin memikat hati Maipa
Deapati. (hal. 83)

➢ Kemudian di Bab berjudul “Tuan Putri Sakit”, Bab ini berisi tentang penyakit Maipa
Deapati yang hanya bisa disembuhkan oleh Datu Museng, sehingga memberi banyak
peluang bagi keduanya untuk bersama, dan akhirnya sang putri pun sembuh. (hal.89)

➢ Di bab selanjutnya berjudul “bertunangan dengan I Mangalasa” bab ini berisi tentang
Maipa Deapati yang sembuh dari penyakitnya, dan kunjungan yang akan dilakukan
tunangannya, I Mangalasa, membuatnya sedih. Namun, pada akhirnya, Datu Museng dan
Maipa Deapati silariang (kawin lari) demi membatalkan pertunangan tersebut. Efek dari
tindakan ini adalah kemarahan I Mangalasa dan menantang Datu Museng berkelahi.
Hasilnya adalah kemenangan Datu Museng. (hal.112)
Alur
➢ Kemudian dilanjutkan bab selanjutnya “Perkawinan Datu Museng dan Maipa Deapati”, dimana
berisi tentang Datu Museng yang diangkat menjadi Panglima Kerajaan Sumbawa. Namun,
karena perasaan ingin melindungi tanah kelahirannya, Gowa, Datu Museng memutuskan untuk
kembali ke Gowa dan memerangin pasukan Belanda. (hal.125)

➢ Bab selanjutnya “Datu Museng di Medan Perang”, berisi tentang bagaimana Datu Museng
berhasil memukul mundur pasukan Belanda. Namun karena adanya pengkhinatan dari Datu
Jereweh dan adanya politik adu domba Tumalompoa, situasi menjadi berbalik (hal.145)

➢ Hingga Bab terakhir “Permintaan Terakhir Maipa Deapati”, berisi tentang posisi Datu Museng
yang semakin terpojok karena diserang dari berbagai sisi, dan sangat tidak ingin Maipa Deapati
jatuh ke tangan Tumalompoa. Oleh karenanya, Maipa Deapati meminta agar Datu Museng
membunuhnya, daripada harus disentuh oleh Tumalompoa. Setelah membunuh Maipa Deapati,
datu museng melanjutkan serangannya, namun pada akhirnya tetap gugur dalam peperangan
tersebut.
LATAR
Latar tempat
• Tanah Galesong, Kerajaan Gowa
(Hal.20:4 cerita ini berawal dari Tanah Galesong. Galesong dulunya merupakan Pusat
Angkatan Laut kerajaan Gowa, telah merekrut pemuda dari berbagai daerah kekuasaan. )
• Kesultanan Sumbawa (Hal 21:2 Ade Arangan kemudian memelihara cucunya dan
menyelamatkannya dengan membawa ke negeri kelahirannya di Kesultanan Sumbawa)
• Rumah Datu Museng (hal.109 kemudian tiba giliran I Mangalasa mendatangi rumah Datu
Museng untuk minta secara paksa agar Maipa pulang ke Istana) (hal.28 Ketika pasukan
Belanda mendekati rumah Datu Museng, banyak pasukan Datu Museng yang telah tertembak)
• Mangkasara, Pantai Losari (hal.27 Ia dan istrinya Maipa berlayar ke Mangkasara dan mendarat
di Pantai Losari)
• Kereta Kuda (hal.29 Di saat kereta kuda itu berlari di atas jalan berbatuan, tiba-tiba ia
dikejutkan dengan kucuran darah Maipa membasahi baju Tumalompoa)
• Hutan Belantara (hal.53 Ia kemudian masuk ke hutan Belantara yang sulit ditemukan oleh
pasukan Belanda.Di tengah hutan, Ade Arangan bersama cucunya Datu Museng tingga di
sebuah ruamh penduduk untuk sementara waktu.)
LATAR
• Karang Asem (hal. 58 Sultan menunjukkan sebuah pondoknya di Karang Asem dimana di sekitarnya
terdapat areal perkebunan, juga banyak binatang buruan yang hidup di tengah hutan. Di tempat
itu pula, Sultan mengharapkan kakek Ade Arangan bisa bekerja berkebun juga berburu rusa untuk
menghidupi cucunya.)

• Arab, dari Mekah ke Madina (hal. 72-73 Dari mekah ia kemudian ke Madina untuk mencari ilmu
“Bunga Ejana Madina”. Merasa cukup ilmu yang dicari, ia kemudian bersiap pulang ke tanah air.
Setelah perjalanan beberapa bulan, Datu Museng langsung pergi menemui kakeknya. Datu
museng menuju rumahnya, sambil menceritakan pengalamannya selama berada di negeri Arab)

• Istana (hal. 113 Atas perintah Sultan Sumbawa Dato Taliwang dan Permaisuri nya, agar Datu
Museng dan Maitu Daepati Segera ke Istana.)

• Kerajaan Gowa, manggarai (hal.115 Hubungan kedua sejoli ini sudah direstui, namun atas
permintaan para pembesar Kerajaan agar mas kawin berupa sebuah wilayah kekuasaan Kerajaan
Gowa di Manggarai. Dengan demikian, Manggarai kembali ke Sumbawa.)

• Butta Gowa (hal. 123 Walau ia tahu dirinya masih sangat dibutuhkan di negeri Sumbawa sebagai
Panglima Perang, namun karena panggilan ibu pertiwi, ia ingin penjajahan di Butta Gowa)
LATAR
Waktu
• Malam bulan purnama (hal. 25:2 Kedua orangtuanya sangat gembira karena putrinya sudah sembuh,
ia kemudian memberitahu, bahwa ia disuruh mandi di sungai pada malam bulan purnama)
• Waktu Duhur, Ashar, Maghrib (hal.28 Datu Museng sempat berpesan “Kalau adinda sudah jalan
duluan menghadap Ilhai, kalau saya tak menyusl di waktu duhur, tunggu di waktu ashar, tapi kalau
tak ada di waktu ashar, pasti saya datang menemuimu di waktu maghrib.”)
• Tengah malam (hal 51 Suatu hari, menjelang tengah malam, Belanda melakukan serangan besar-
besaran terhadap penduduk Galesong)
• Beberapa hari (hal.56 Setelah beberapa hari perjalanan, akhirnya perahu itu berhasil merapat di
Pelabuhan Sumbawa dengan selamat.)

• Masa usia anak-anak (hal. 61 ketika Datu Museng memasuki usia kanak-kanak, disuruh oleh kakeknya
belajar mengaji di sebuah surau yang diasuh oleh Kadi Mampawa)

• Usai Pesta (hal.117 Pada malam ketujuh, perkawinan berlangsung dengan sangat meriah. Setelah
pesta yang berlangsung selama 7 hari 7 malam, maka resmi pula hubungan suami-istri Datu Museng
dan Maepa Deapati.)
LATAR
Sosial :
• Cerita berlatar di masa Kesultanan Sumbawa hal. 99 Setelah musibah angin menerpah
Kesultanan Sumbawa, membuat perkampungan maupun istana Kesultanan porak
poranda. Banyak penduduk yang meninggal. Tak ayal, Putri Maipa Deapati juga ikut
menghilang atas peristiwa itu

• Ketika Indonesia masih berada di bawah Jajahan Belanda / peperangan (hal.51 Ketika
Datu Museng masih berusia tiga tahun, Pasukan Belanda yang menyerang benteng
Galesong dan barombang sejak 19 Agustus 1667 telah banyak melakukan intimidasi
terhadap warga Galesong.)
TOKOH & PENOKOHAN
I Baso Mallarangeng/Datu Museng = Pintar, sopan, rendah diri, berani, pantang menyerah, percaya diri, cerdik

“Ternyata, ketika Datu Museng bisa memahami bahasa Bima, tidak ada kesulitan baginya dalam belajar membaca Al-
Qur’an. Hanya beberapa bulan saja ia bisa tepat membaca Al-Qur’an kecil maupun Al-Qur’an besar…” (61)

“Namun begitu, tidak membuat Datu Museng angkuh sama teman-temannya, malah ia bersikap sopan dan merendahkan
diri.” (62)

“Setelah Datu Museng dari Tanah Arab, ia terlihat semakin berani dan percaya diri untuk menghadapi musuh-musuh yang
akan menghalanginya, termasuk Belanda yang sering memperlakukan rakyat secara tidak manusiawi.

“Mendengar penjelasan itu, Datu Museng kemudian menyuruh pengawal pulang, tapi ia berpesan, kedatangannya harus
disambutala raja. Jalan masuk pekarangan hingga naik menuju tangga harus dilapiisi kain putih dan yang menjemput
adalah Sultan dan Permaisurinya. Tapi ketika saya dalam kamar dengan tuan puteri, tidak ada satu orangpun yang tinggal
di dalam, semuanya ada di luar kamar”demikian pesan Datu. (85-86)

“...Namun ketika adinda turun ke rumah, ada bencana yang datang, tapi jangan panic, sebab saya ada di belakangmu dan
iap membawamu pergi kemana engkau mau, kita Silariang berdua.” demikian pesan Datu Museng.(87)

“Datu Museng kemudian membakar semangat pasukannya dengan kata-kata “kita harus menegakkan kebenaran,
membela diri serangan Tumalompoa, sampai maut melambai nafas , itulah jalan yang harus kita tempuh...” (143)
TOKOH & PENOKOHAN
I Maipa Deapati : Cantik, rendah hati, keras kepala, berbakti
“I Maipa tampil sebagai gadis primadona di Kerajaan Sumbawa. Kulitnya kuning langsat,
perangainya bagus dan tidak angkuh walau ia anak seorang Raja.” (64)
“Karena cimta sudah membara, I Maipa, walaupun dilarang oleh orang tuanya untuk menemui
Datu Museng, tetapi ia sering mendatangi rumah Datu.” (68-69)

I Mangalasa (Pangeran Kesultanan Lombok) : Sopan, berani, tulus, jujur


“Ayahanda..” sapa Mangalasa sambil bersujud di depan Sultan. (107)
“Ia dengan gagah berani menantang Datu Museng untuk bertarung sampai titik darah
penghabisan” (109)
“Mangalasa akhirnya mengakui kehebatan Datu Musseng dan ia berjanji tidak akan menyerang
Datu Museng lagi.” (111)
TOKOH & PENOKOHAN

Ade Arangan (Kakek datu Museng) = Sakti, pemberani, penyayang, bijaksana

“Setelah digemblang dan diberi pelatihan bertempur di Galesong, akhirnya Ade Arangan tampil sebagai Tubarani yang
memnguasai penggunaan persenjataan dan serta berbagai jenis ilmu bela diri .” (47)

“Sang kakek yang mengerti dengan adat istiadat di kesultanan Sumbawa ini tak ingin lagi ada keributan. Ia minta pada
cucunya Datu Museng untuk pergi ke negara Arab menimba ilmu sufi dan ilmu lainnya...” (71)

“Melihat kondisi itu, kakek Ade Arangan tak ngin ada pertumpahan darah, tapi cukup pelajaran bagi pengawal istana,
bahwa Kakek dan Datu Museng bukanlah orang sembarangan.” (105)

Sultan Sumbawa (Datu Taliwang) = Murah hati, peduli, bijaksana

“Melihat kondisi yang sangat memprihatinkan, Sultan dan Permaisurinya terlihat sangat gelisah. Ia meemrintahkan
pengawalnya untuk mencarikan dukun sakti yang bisa mengobatinya.” (83)

“Kakek minta agar dibiarkan tinggal di sebuah pondok bersama cucunya yang tak jauh dari istan. Pertamanya permintaan
sang kakek pada sultan di tolak, tapi kemudian Sultan dengan berat hati menerima permintaan itu.” (57-58)

“...soal keamanan, percayakan saja pada Allah. Allah tidak akan mencabut nyawa seseoang kalau waktunya belum sampai.”
(125)
TOKOH & PENOKOHAN

Permaisuri Sultan Sumbawa = Murah hati

“Setelah sekian lama tinggal di istana, Datu Museng sudah dianggap anak oleh Sultan dan permaisurinya. (57)

Karaeng Gassing = pemberani, pantang menyerah

“Putranya Karaeng Gassing juga mewarisi sifat orang tuanya sebagai seorang pemberani dan pantang menyerah. (48)

Kadi Mampawa = Adil

“Semua santripun menerima baik perlakuan Kadi Mampawa yang tidak membeda-bedakan status sosial anak santri.” (62)

Ahli nujum = jujur

“Kami tidak tahu siapa Datu Museng itu, barangkali itulah yang bisa mengobati tuan puteri.” Jelas ahli nujum (84)

Datu Jereweh : khianat, licik

“...ia bernafsu untuk ingin berkuasa di negeri Sumbawa, ia lalu membelot ke Tumalompoa (Belanda) di Jumpadang dan ia
diangkat menjadi juru bahasa Tumalompoa karena pintar berbahasa Belanda. (133)

“Panglima perang Sumbawa berada di Mangkasaar. Ia datang bersama istrinya yang cantik jelita itu. Kalau Datu Museng
berhasil disingkirkan, Tuan Tumalompoa bisa mengambil istrinya dan saya dengan mudah menumbangkan Datu Taliwang
dari kursi singgasananya.” (134)
TOKOH & PENOKOHAN

Tumalompoa (Belanda) : Teliti, bertekad

“Sebelum melaksanakan aksinya, Tumalompoa minta pada Daeng Jarre untuk memata-matai di mana Datu Museng
berada” (136)

“Ia inginkan agar Datu Museng bisa disingkirkan dan istrinya diserahkan pada Tumalompoa untuk dijadikan istrinya. (138)

Daeng Jarre : khianat

“Daeng Jarre ditugaskan untuk mencari informasi tentang keberadaan Datu Museng. Setelah tahu keberadaannya. Daeng
Jarre harus melaporkan pada Tumalompoa untu selanjutnya diambil tindakan.” (136-137)

Karaeng Galesong : Khianat

“Aku datang bukan untuk berbicara soal keluarga. Keluarga tetap keluarga. Tapi kamu perusuh, pemberontak pada
kompeni. Aku datang untuk menghabisimu.” (154)

“Karaeng Galesong, semoga hanya engkaulah Mangkasara, yang mata hatinya di gelapbutakan oleh orang-orang yang mau
menjajah kita.” (156)
Sudut pandang
Novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu, karena
narator menceritakan semua hal yang dilihat, dialami, dipikir, dan dirasakan
oleh tokoh-tokoh dalam cerita. Berbeda dengan sudut pandang orang ketiga
pengamat, penulis yang memiliki sudut pandang orang ketiga serba tahu
dapat menceritakan hal apa saja yang menyangkut tokoh "dia". Penulis tahu
segalanya. Bukti Hal.107 hati Dato Taliwang dan Permaisurinya terlihat
sangat gelisah, karena ia mendengar berita bahwa putra Sultan Lombok,
Pangeran mangalasa akan segera datang ke istana untuk menemui Maipa.
GAYA BAHASA
1. Pengimajian (imaji visual hal.64 Kulitnya kuning langsat, perangainya bagus dan tidak angkuh
walau ia anak seorang Raja. Bagi orang makassar menyebut kecantikan Putri Maipa adalah cantik
yang tidak membosankan orang melihat, makin dipandang makin cantik sehingga ia membuat
mata lelaki tidak berkedip)

2. Penggunaan syair dalam menyampaikan perasaan tokoh (hal.66 )


Ikau Kabuyu-buyu, Sagge kanangko ammayo
To'ro Matannu, Ampabenrong Bibabbakku
Artinya: Kaulah yang paling manis, Sungguh indah dipandang mata. Tatapan matamu Membuat
hatiku berdebar.)

3. Penggunaan majas perifrasis (majas yang memaknai kata-kata secara berlebihan dan pada
hakikatnya dapat diganti menggunakan satu kata saja) :
• hal. 81 Ketika Datu Museng melihat Maipa Deapati, jiwanya mulai bangkit (semangat)
• Hal. 88 Maipa kemudian mencurahkan seluruh isi hatinya kepada Datu Museng (Cinta)
GAYA BAHASA
• Hal. 96 Tak ada satu keraguanpun yang menyelimuti hati Datu Museng untuk memikat kekasihnya
Maipa (keraguan)
• Hal. 104 Lagipula, antara Datu Museng dan Maipa Deapati sudah saling mencintai dan tidak dapat
dipisahkan kecuali maut yang memisahkannya. (dipisahkan)
• Hal. 106 Walau ia tahu anaknya dalam keadaan selamat di tangan Datu Museng, namun ia sangat
menginginkan putrinya kembali ke pangkuannya. (bersama)
• Hal.119 Musuh yang tak mau dibina akan dibinasakan, sedangkan bagi mereka yang mau kembali
ke jalan yang benar akan bersahabat sepanjang hayat (selamanya)

4. Majas Hiperbola
• Hal. 95 Cintanya sudah bulat untuk bersatu padu, walau badai besar dan gelombang besar
menghantam, namun cinta kedua sejoli ini tak akan goyah.
GAYA BAHASA

5. Majas litotes merupakan majas yang menggunakan ungkapan penurunan kualitas untuk
merendahkan diri.
• Hal. 103 Kemudian ia menyampaikan pesan Dato Taliwang agar putrinya segera dikembalikan ke
Istana. Dengan penuh kerendahan hati, agar sudilah kiranya Datu Museng menutupi siri’ Dato selaku
Sultan Sumbawa.

6. Majas Eufemisme, gaya bahasa yang menggunakan ungkapan halus untuk menggantikan ungkapan
yang dianggap lebih kasar.
• Hal. 149 “Daengku, kalau kau mengasihiku, gunakanlah keris Matataranpanna untuk mengelus leher
adinda, kami rela jalan duluan menghadap Ilahi Daeng.”
THANK
YOU

Anda mungkin juga menyukai