Anda di halaman 1dari 14

POTENSI DIRI dan GAMBAR-RUPA ALLAH

Oleh: Edward E. Hanock

Abstrak
Teologi Kristen memandang manusia adalah ciptaan Allah yang segambar-serupa dengan-Nya
(bnd. Kej. 1-2). Implikasi dari pandangan ini berdampak cukup luas. Bukan saja pada
pewarisan sifat-sifat-Nya, melainkan juga pada pertanyaan serius, apakah potensi diri manusia
itu terdapat dalam gambar-rupa Allah yang dimiliki manusia tersebut? Untuk menelisik lebih
jauh keberadaan potensi diri manusia dalam perspektif teologi, maka penelitian ini akan
menggunakan pendekatan kepustakaan. Informasi-informasi dari sejumlah literatur, termasuk
beberapa bagian Alkitab, akan dikaji guna menjawab pertanyaan di atas.
Hasil dari penelitian ini menggambarkan bahwa manusia benar-benar memiliki potensi yang
unggul, yang secara tidak langsung terdapat di dalam dirinya
sebagai pemilik gambar-rupa Allah.

Kata kunci: potensi, gambar-rupa, diri.

PENDAHULUAN teknologi itu lalu dihubungkan dengan


Tidak bisa disangkal lagi bahwa perubahan zaman, yang disebut sebagai
dunia (baca: zaman) di mana kita era generasi post-millennial. Pada zaman
tinggali sekarang terus menunjukkan mereka, di mana generasi-generasi
kemajuan peradaban dan teknologi sebelumnya juga menjadi bagian di
yang sangat cepat. Perubahan itu dalamnya, teknologi dengan segala
seolah-olah sulit kita ikuti. Karena turunannya bukan hal yang
selalu saja ada kejutan-kejutan yang di mengejutkan. Demikian halnya dengan
berbagai bidang. Paling banyak terjadi koneksi internet, karena hal tersebut
di dunia teknologi. Alih-alih kita bukan lagi menjadi isu utama,
berhenti sejenak, kita pun sepertinya walaupun ada Internet of Thing (IoT).
dipaksa untuk bersiap melihat hal-hal Yang sedang popular adalah Artificial
baru dari teknologi. Mengapa Intelligence (AI)/kecerdasan buatan,
demikian? Karena R&D (research and Blockchain (berkas berantai), Crypto-
development) terus dilakukan dengan currency (mata uang Kripto: Bitcoin,
total investasi miliaran dolar.1 Tidak Libra), post-truth, dan [era] disrupsi,
mengherankan jika di kemudian hari serta masih banyak hal lain sudah mulai
teknologi yang dihasilkan semakin familiar di dunia kita.
mutakhir. Dengan kemajuan teknologi
Diskursus tentang perkembangan dewasa ini, sebagaimana tergambar dari

1
Salah satu raksasa teknologi Tiongkok dolar-huawei/komentar?device=desktop
dengan total investasi R&D yang besar adalah (diakses pada 15 November 2019), raksasa
Huawei. Seperti dikutip dari teknologi itu dikabarkan menghabiskan 15-20
https://inet.detik.com/consumer/d- milliar Amerika Serikat atau setara dengan
4192214/untuk-apa-saja-dana-riset-miliaran- 219-292 triliun rupiah.
beberapa istilah di atas, patutlah perangkat-perangkat teknologi yang
sorotan kita dialihkan kepada manusia mutakhir, tanpa berhasil sedikitpun
itu sendiri, sebagai konseptor dan kreator mengurangi penyalahgunaannya? Yang
ulung dan bukan kepada benda-benda dimaksud di sini adalah soal etika (etis)
mutakhir yang dihasilkannya. Karena seseorang, yakni bagaimana ia harus
dalam konteks ini, manusia telah bersikap secara tepat dan benar
menunjukan pencapaian diri dengan terhadap kemampuan potensi diri
segala potensinya yang begitu manusia. Karena ibarat sebuah koin
mengagumkan. Potensi itu akan terus dengan 2 (dua) sisi, potensi diri
berkembang menuju titik puncak manusia itu dapat melebur ke dalam
berikutnya, sebelum ia kemudian hal-hal yang konstruktif dan destruktif.
menetapkan pencapaian lain yang lebih Sorotan yang paling tajam
hebat dari sebelumnya. seringkali diarahkan pada hal-hal
Dengan menyinggung konsep ‘diri’ destruktif yang secara kasat mata
dan ‘potensi’ manusia, dalam tampak dengan jelas di sekitar kita,
pengertian kecerdasan dan tanpa bermaksud sedikitpun
kemampuannya untuk mengonsep dan mengabaikan hal-hal monumental
mencipta sesuatu, maka saya ingin (positif) lainnya. Misalnya: cyber crime
melakukan penelusuran dari berbagai (kejahatan di dunia maya). Memang
sudut pandang keilmuan terhadap sudah sepatutnya hal-hal yang
manusia itu sendiri dan kemudian saya merugikan manusia itu disoroti secara
korelasikan dengan perspektif biblis bijak dan kritis, sambil memberikan
guna menjawab pertanyaan apakah solusi yang bermanfaat. Bila sikap kritis
potensi manusia terbingkai dalam ini diacuhkan dan tidak segera
gambar-rupa Allah sehingga secara menawarkan cara-cara bersikap, maka
otomatis ia tinggal diasah hingga bisa saja potensi diri manusia akan
menjadi lebih meningkat dari menjadi bom waktu, yang dapat
sebelumnya. Atau, apakah potensi melululantakan peradaban manusia itu
tersebut merupakan sebuah sendiri. Tidak dimaksudkan di sini
kemampuan ‘bawaan’ yang dapat untuk mendikotomikan potensi diri
berkembang sesuai dengan kemapuan manusia. Atau, dalam arti yang lebih
manusia dalam mengusahakannya; dan konkrit, menghadap-hadapkan dua
apakah potensi tersebut adalah gift dan kelompok orang dengan potensi diri
talent (pemberian) Allah yang dimiliki yang baik dan jahat. Kelompok yang
oleh semua orang, sekalipun setiap satu terus-menerus mengembangkan
orang tidak memilikinya secara sama. diri dan potensi mereka untuk tujuan
Selain isu di atas, secara sepintas tertentu, dan vice versa.
akan disinggung juga soal dampak atau Agar tidak meluas, beberapa
pengaruh teknologi dalam peradaban pertanyaan berikut ini berikut ini bisa
manusia. Hal ini merupakan tantangan mempertajam artikel ini. Pertama,
terbesar bagi manusia. Apakah manusia apakah konsep gambar-rupa Allah
hanya mampu menghasilkan memberi andil dalam potensi diri
manusia, berikut upaya menerangkan bahwa potensi lebih
pengembangannya? Kedua, apakah penting dari diri. Dengan
potensi diri itu terkait dengan skill mengatakannya demikian, maka tentu
(keterampilan) atau virtue (kebajikan)? diperlukan keberanian dengan dasar
Ketiga, sejauh mana potensi diri itu pijak yang solid. Karena potensi lebih
sendiri mengeliminasi hal-hal yang bersifat abstrak, sedangkan diri lebih
bersifat eksesif yang diprediksi akan konkret. Ibarat sebuah susunan warna,
muncul dari potensi diri manusia yang sebenarnya terdiri atas susunan
tersebut? pixel yang tersusun sangan solid
sehingga terlihat sebagai warna yang
indah. Dalam konteks psikologi,
gagasan-gagasan di atas menjadi lebih
METODOLOGI PENELITIAN kompleks. Diri pun dideskripsi
sedemikian rupa, sehingga cenderung
Secara metodologis, penelitian ini memiliki arti yang abstrak.
akan menggunakan metode kualitatif Dugaan selanjutnya bertolak dari
melalui pendekatan studi kepustakaan. keutamaan diri, baru disusul oleh
Dengan demikian buku, jurnal (cetak potensi. Artinya, diri manusia
dan online), dan beberapa nas Kitab sebenarnya bisa terlihat lebih dari
Suci (PL/PB) merupakan sumber data sekadar hari ini dan di sini. Ia bisa
yang sangat berperan penting di sini. terlihat berbeda pada masa yang akan
Dari sumber-sumber tersebut, data dan datang (dan di tempat yang berbeda).
informasi akan dikumpulkan dan dikaji Diri seseorang tidak bisa dilimitasi oleh
kembali. Hasil dari kajian itu akan unsur tempus (waktu) dan locus
disimpulkan dalam sebuah catatan (tempat). Ia akan berkembang dan
akhir dari artikel ini. terlihat lebih cerdas, berhikmat,
terlatih, dan berpengaruh. Titik tolak
PEMBAHASAN penilaian pertama adalah diri secara
keseluruhan. Baru kemudian dilihat
Diri dan Potensi atau Potensi lebih spesifik. Salah satunya adalah
Diri? Pertanyaan pengantar pada menelisik potensinya. Sejauh mana
pembahasan artikel Potensi Diri dan potensi itu distimulans dan diberikan
Gambar-Rupa Allah adalah apakah ada dorongan untuk lebih berani
kesamaan antara pengembangan bereksperimen. Seseorang (baca: diri)
potensi diri dan pengembangan diri? membutuhkan sebuah tantangan untuk
Analoginya sebagai berikut: potensi menjadi sarana eksplorasi diri baginya.
dalam intensi topik ini merujuk pada Dengan demikian seseorang dapat
isi, sedangkan ‘diri’ tidak lain menunjuk melihat gambaran diri yang lebih aktual
pada wadah atau tempat. Atau dalam karena upaya-upaya pengembangan
dugaan berikut: potensi menerangkan potensi itu.
diri dan bukan sebaliknya. Secara Pada tataran permukaan, menurut
sederhana, kedua analogi di atas hemat saya, ‘diri’ adalah subjek
sedangkan ‘potensi’ — dalam hal ini potensi terlepas dari diri, dan atau
sebagai bagian yang tidak bisa sebaliknya. Apakah dengan demikian
dipisahkan dari manusia — adalah dapat dikatakan bahwa potensi yang
objek yang teraktualisasi secara dalam beberapa hal tampak melalui
memadai dan proporsional. Tentu ada tindakan seseorang adalah gambaran
fase di mana keduanya dapat diri yang utuh dari orang tersebut?
diterangkan secara terpisah sekalipun Tentu saja, tidak semudah itu. Potensi
perlu disadari di sini juga bahwa pada merupakan mozaik kecil yang dapat
dasarnya sulit memisahkan secara kasat menggambarkan lukisan diri seseorang
mata, mana ekspresi diri dan mana yang besar, agung, dan mulia. Jika
aktualisasi potensi. Karena keduanya potensi diri seseorang tidak
telah melebur menjadi satu. Selain itu, dikembangkan, apalagi tidak
mata kita hanya menangkap objek yang teraktualisasi, maka hal itu tidak
kelihatan terlebih dahulu (positivistik), mengurangi hakikatnya sebagai
baru ditransfer dan detail dari objek manusia. Justru yang menggelitik
tadi diolah oleh pikiran kita. Di sini adalah jika ia—sebagai manusia—tidak
tidak berarti bahwa menggambarkan mempunyai dorongan dari dalam untuk
diri harus dimulai dari hal-hal yang menggunakan semua potensinya
abstrak. sebagai upaya konkret menuju
Sejauh ini, kedua kemungkinan di pengembangan diri. I Made Rustika,
atas, yakni: diri-potensi dan potensi- dalam tinjauannya terhadap teori efikasi
diri dapat dikoreksi sebagai berikut. diri [psikologi] yang dikembangkan
Bahwa diri-potensi bukanlah sebuah oleh Albert Bandura,2 menghubungkan
formulasi terminologi yang mudah potensi diri dengan teori efikasi diri.
dimengerti dan belum tentu pas, karena Efikasi diri itu berkaitan erat dengan
formulasi ini lebih terlihat asing atau konsep diri, harga diri, dan kendali diri.
janggal. Lebih cocok jika Artinya, diri dan potensi selalu bersama
diformulasikan sebagai diri dan potensi. dan mewujudnyata dalam diri
Sebaliknya, potensi diri sudah lazim seseorang.3
dikenal di dalam diskursus psikologi.
Potensi adalah ‘sesuatu’ yang DIRI
terpendam dan bisa berkembang jika
potensi-potensi itu mendapat perhatian Secara filosofis, Ludwig
dan dorongan baik dari dalam diri Wittgenstein dalam Tractatus Logico-
sendiri (internal) maupun dari luar diri Philosophicus mengaitkan konsep diri
(eksternal). sebagai bagian dari fakta solipsisme4 yang
Seseorang tidak dapat membahas

2
Lih. Albert Bandura, Self Efficacy. The 3
I Made Rustika, “Efikasi Diri: Tinjauan
Exercise of Control (New York: W.H. Freeman Teori Albert Bandura” dalam Buletin Psikologi,
and Company, 1997). vol. 20, No.1-2 (2012), 18.
4
Solipsisme adalah teori yang menyatakan
bahwa diri adalah semua yang dapat diketahui
terjadi bersamaan dengan realisme5 beyond (di luar jangkauan), melainkan
murni.6 Artinya, fakta itu menyusut ke di dekat bahkan menjadi bagian yang
satu titik tanpa ada perluasan. tidak terpisahkan dengan dunia. Ada 3
Wittgenstein tidak mengaitkan (tiga) ciri bagaimana seseorang
pembahasan tentang ‘diri’ dalam ruang mengekspresikan keberadaannya:
percakapan menurut cara-cara umwelt (dunia sekitar), mitwelt (dunia
psikologis, melainkan filosofis. Diri, dengan […]), dan eigenwelt (dunia
baginya, lebih ideal didiskusikan secara seseorang). Dengkan kata lain,
filosofis karena anggapan dunia adalah seseorang selalu punya kesempatan
dunia saya. Anggapa ini menyeret batas untuk berada di dunia sekitar untuk
diri pada batas dunia. Bagi membaurkan dirinya di dalam dunia
Wittgenstein diri secara filosofis tidak itu, meskipun ia selalu terlihat protektif
menyentuh aspek keberadaan, tubuh, terhadap dunianya sendiri.
jiwa manusia sebagaimana menjadi Terkait dengan pengembangan potensi
perhatian dari psikologi. Diri, dalam diri, maka yang penting ialah soal
sudut pandang filsafat terkait dengan becoming (menjadi). Vitz mengatakan
pokok metafisis yang bukan bagian dari bahwa proses pengembangan diri atau
dunia.7 pemenuhan potensi bertolak dari
Rollo May patut juga mendapat eksistensial individu ‘aku ada’ tersebut.
perhatian karena ia, menurut Vitz,8 Steve Andreas menaruh perhatian
merupakan contoh dari potret yang pada soal self (diri). Bukunya cukup
kuat dari pengaruh filsafat eksistensial provokatif: Transforming Your Self:
terhadap psikologi diri.9 Jika Becoming Who You Want to Be (terj. bebas:
Wittgenstein menekankan das ich, maka Mentransformasi Diri Sendiri: Menjadi
May memiliki perspektif berbeda. Ia yang Anda Inginkan Terjadi). Sebagai
menekankan dasein (‘being there’, catatan awal, Steve Andreas
berada di sana). Maksudnya adalah mengelaborasi beberapa istilah yang
sebuah gagasan yang menerangkan lazim digunakan ketika membicarakan
tentang kesadaran fundamental secara atau mendiskusikan tentang diri
konstan akan keberadaan seseorang, sendiri, seperti: diri (self), gambar-diri
secara khusus di dalam dunia ini. ‘Di (self-image), dan identitas (identity).10
sana’ bukan berarti transenden dan Walaupun sudah membahas panjang

berada. KBBI mendefinisikan Solipsisme MacGuinnes, (London/New York: Roudledge,


sebagai teori bahwa satu-satunua pengetahuan 1974), 64.
yang mungkin adalah pengetahuan tentang diri 7
Ibid., 70.
sendiri. 8
Paul C. Vitz, Psikologi sebagai Agama:
5
Realisme adalah ajaran/paham yang Kultus Penyembahan Diri, terj. Yulvita Hadiyarti,
selalu bertolak dari kenyataan (KBBI). Dalam (Surabaya: Penerbit Momentum, 2005), h. 15
Oxford Dictionary dikatakan sebagai doktrin 9
Rollo May, Existence (New York: Basic
bahwa konsep-konsep universal atau abstrak Books), 3-36.
memiliki sebuah keberadaan (eksistensi) 10
Steve Andreas, Transforming Your Self:
objektif dan absolut. Becoming Who You Want to Be (Boulder, CO: Real
6
Ludwig Wittgenstein, Tractatus Logico People Press, 2002), 41.
Philosophicus,2 terj. D.F. Pears dan B.F.
lebar ketika istilah di atas, ia justru Sebagaimana dijelaskan oleh Vitz,13
memilih tidak menggunakan ketiganya. tujuan realisasi diri atau aktualisasi diri
Yang ia usulkan, sekaligus sebagai berciri gnostik yang telah menggeser
pendekatakannya dalam pembahasan (baca: menggantikan) perintah:
tentang ‘diri’ adalah ‘konsep diri’ (self- “Kasihilah TUHAN Allahmu dan kasihilah
concept). Ia mengandaikan konsep diri sesamamu manusia”. Yang menjadi
manusia seperti sebuah peta tentang tujuan dari realisasi diri adalah kenalilah
siapa manusia sebenarnya.11 Karena dan ekspresikan diri Anda. Bahaya dari
menurutnya, sebuah teritori dapat pandangan ini adalah penggeseran
dengan mudah dijelalahi atau dikenali nilai-nilai spiritualitas atau tepatnya
melalui peta itu. Jalan, gedung, gang, iman kekristenan.
marka-marka jalan, dan sebagainya Di dunia pendidikan, teori diri
tercetak rapi dan berwarna dalam dikaitkan dengan model pendidikan
sebuah peta. Ia akan membawa pencari moral. Dari sana dikembangkan sebuah
alamat ke tujuan yang tepat. Walaupun pendekatakan khusus yang dikenal
demikian, perbedaan tetap terlihat dengan nama Klarifikasi Nilai-nilai.
dengan jelas. Sebuah peta yang dicetak Penggagasnya adalah Louis E. Raths
pada tahun 1970-an akan sangat dan Sidney B. Simon. Sasaran dari
berbeda dengan peta tahun 2019. model pendekatan ini adalah
Artinya mengandaikan konsep diri keberanian anak-anak mengambil
seperti sejenis peta yang mengarahkan keputusan secara mandiri dan
orang lain pada arah penilaian diri baik bertanggungjawab. Baik Raths maupun
diri sendiri maupun orang lain kurang Simon, keduanya menolak semua upaya
tepat. pendidikan nilai yang diajarkan oleh
Seorang psikolog yang dahulu orang tua atau gereja secara langsung
dipengaruhi oleh Freud, Karen kepada anak-anak. Karena bagi mereka
Horney 12
mengusulkan 4 (empat) hal itu adalah sebuah bentuk
gambaran diri, yakni: despised real self, pemaksaan nilai-nilai yang dianut oleh
real self, ideal self, dan actual self. Dari orang dewasa dan sudah kuno. Sedapat
empat itu, 3 (tiga) konsep pertama mungkin seorang anak diberikan ruang
adalah subjektif, dan satu objektif. Tiga lebih luas dan leluasa untuk berproses
pandangan tentang subjektif adalah diri sampai akhirnya ia dapat mengambil
rendah, diri yang sebenarnya, dan diri yang keputusan secara mandiri dan sadar
seharusnya; sedangkan yang satu adalah akan konsekuensi. Proses diri yang
konsep diri yang apa adanya. Horney dimaksud adalah proses menilai. Pada
sendiri lebih menekankan konsep proses tersebut terdapat 3 (tiga) faktor
reealisasi diri. Namun, soal konsep mendasar: memilih, menghargai, dan
realisasi diri, ada juga psikolog terkenal bertindak.14
yang bernama Carl Jung (1875).

11
Andreas, Transforming, 43. Paul C. Vitz, Psikologi sebagai Agama, 2).
12
Ia, bersama Adler, dan Rank telah 13
Vitz, Psikologi, 101.
menyimpang dari Freudianisme ortodoks (lih. 14
Ibid.
POTENSI ikut mendorong tindakan nyata sebagai
perwujudannya. Kedua, posibilitas
Secara etimologis, kata benda manusia yang tidak tercerahkan.
potensi diturunkan dari kata Latin potent Dengan pencerahan, posibilitas
atau potentem (abad 15 M awal), yang manusia seharusnya tidak jatuh
berarti ‘being powerful/able’ atau terjerembab, sehingga ia tidak bisa
‘powerful’ (sangat kuat, berpengaruh). bangkit kembali. Apapun jenis faktor
Dalam bahasa Indonesia, kita dapat eksternal yang menjadi rintangan bagi
memahaminya sebagai kemampuan posibilitas itu terwujud, seharusnya
yang mempunyai kemungkinan untuk tidak menyeret kepada kesuraman diri
dikembangkan, kekuatan, atau yang berkepanjangan.17
kesanggupan, dan daya. Selain Narvaez, Nussbaum, Shawn
Pengertian di atas kemudian Achor dalam bukunya “Big Potential”
diperluas ke berbagai bidang. Salah pada akhirnya memahami potensi
satunya adalah psikologi. Narvaez, sebagai sebuah interkoneksi
misalnya, mengaitkannya dengan (keterhubungan satu dengan yang
kapabilitas diri, walaupun konsep ini lain). Ia mencontohkan Thomas Alva
berkembang dalam konteks ekonomi Edison yang memiliki 1900 hak paten.
dan filsafat.15 Menurut Martha C. Tidak seorang pun yang dapat
Nussbaum, kapabilitas adalah apa yang meragukan kejeniusan Edison. Namun,
seseorang mampu lakukan dan menjadi Edison tidak bekerja sendiri. Dalam
apa di kemudian hari. Menrutnya, kejeniusannya ia terhubung dengan
sebagaimana diyakini oleh Narvaez, orang lain, yaitu tim inventor-nya.
kapabilitas berkaitan juga dengan Karena itu menurut Achor “bahkan
politik, salah dari 10 (sepuluh) yang seorang jenius pun terkoneksi dengan
berperan sentral dalam hal kapabilitas.16 yang lainnya” termasuk orang-orang
Kapabilitas terlihat sebagai sebuah yang tergolong kurang jenius seperti
kebebasan yang substansial untuk Thomas A. Edison. Di mata Achor,
mencapai suatu target. Charles T. Tart Edison sebagai contoh yang bagus
mengemukakan pengertian kapabilitas tentang apa yang bisa kita gapai ketika
dalam konsep potensi dalam dua kata mengakui bahwa potensi itu
yang mengandung gagasan nyaris sama. sebenarnya sebenarnya terkonteksi
Pertama, kapasitas-kapasitas dalam dengan orang lain. Banyak orang yang
hubungannya dengan potensi. Mungkin membantu Edison sehingga ia bisa
sekarang, beberapa dari ‘kapasistas’ itu disebut penemu yang hebat dan
masih potensial berkembang dengan berpengaruh di sepanjang masa karena
sejumlah syarat-syarat tertentu yang bantuan timnya. Ia menjadi lebih

15
Darcia Narvaez, “Basic Needs and 16
Narvaez, “Basic Needs”, 146.
Fulfilling Human Potentia”, dalam Basic Needs, 17 Charles T. Tart, Waking Up. Overcoming
Wellbeing and Morality. Fullfiling Human Potental, the Obstacles to Human Potential (Lincoln, NE: An
ed. Darcia Narvaest (Switzerland, AG: Palgrave Authors Guild Backinprint.com, 2001), 16.
MacMillan, 2018), 146.
kreatif, dan yang terpenting adalah mendatang.
bahwa ia masuk ke dalam sebuah Dalam konteks pendidikan, Ken
ekosistem yang penuh daya dan karya.18 Richardson melihat bahwa potensi yang
Itulah yang dinamakan potensi besar. berkembang melalui pembelajaran di
Gagasan yang hendak ditekankan oleh sekolah dapat dilihat menyerupai
Achor adalah pemahaman bahwa sebuah proses evolusi Darwin di mana
potensi besar, kejeniusan, kreatifitas, proses seleksi alamiah terjadi. Yang
dan inspirasi, bukan seseuatu yang memiliki potensi yang lebih kuat
Anda dan saya miliki. Ia menambahkan terseleksi dari yang lemah. Instrumen
“it is something you tap into.” Bersama yang ikut berperan adalah kurikulum.
tim risetnya, Achor kemudian Semua bentuk ujian yang diberikan di
menyimpulkan bahwa “Potensimu sekolah menjadi lebih penting
adalah sebuah jalan yang lebih besar ketimbang pengaruh keluarga. 21

dari dirimu sendiri”.19 Penelurusan yang dilakukan oleh


Ada satu kutipan yang dibuat oleh Richardson memang menyinggung soal
Carol S. Dweck terhadap pemikiran faktor genetis (baca: gen keluarga), IQ,
Howard Gartner dalam bukunya dan ras22 (baca: pengelompokkan
“Extraordinary Minds” terhadap manusia). Apakah pengaruh-pengaruh
individu-individu yang luar biasa genetis, tingkat kecerdasan, dan ras
(exceptional individuals). Gartner— dapat memotret tingkat potensi
sebagaimana dikutip oleh Dweck— seseorang? Tidak seluruhnya benar
mengatakan: “exceptional individuals have bahwa ketiganya mutlak menjadi
a special talent for identifying their own gambaran potensi manusia. Misalnya,
strengths and weaknesses. It’s interesting soal IQ. Alih-alih tetap berpegang pada
that those with the growth mindset seem to kecerdasan secara intelektual,
have that talent.”20 Hal yang dimaksud perkembangan selanjutnya justru
oleh Gartner dan juga yang jadi mengejutkan karena ternyata emosi
penekanan Dweck adalah soal talenta. juga dapat dilihat sebagai sebuah
Dweck bahkan melanjutkan “The other kecerdasan yang patut
thing exceptional people seem to have is a dipertimbangkan dan diperhitungkan.
special talent for converting life’s setbacks Itulah sebabnya muncul kemudian
into future successes.” Talenta itu rumusan EQ. Belum lagi euforia EQ itu
dianggap memiliki potensi untuk berlalu, kecerdasan sudah meluas ke
mengubah kemunduran hidup ke ranah kecerdasan spiritualitas, yakni
dalam keberhasilan di masa SQ. Baik IQ, EQ, maupun SQ semuanya

18
Shawn Achor, Big Potential. How 21
Ken Richardson, The Origin of Human
Transforming the Pursuit of Success Raises Our Potential. Evolution, Development, and Psychology
Achievement, Happiness, and Well-Being (New (London: Routledge, 1998), 188.
York: Currency, 2018), 55.
19
Achor, Potential, 62 22
Bukan dalam pengertian isu yang
20
Carol S. Dweck, Mindset. Changing the memicu konflik sosial.
Way You Think to Fulfil Your Potential (London:
Robinson, 2017), 37.
merupakan kecerdasan hakiki dari naturnya sebagai ciptaan, bukan
manusia, bukan artifisial sebagaimana Pencipta. Karena itu ia tetap akan
sekarang menjadi trend dengan istilah terlihat sangat terbatas. Sebagai ciptaan
Artificial Intelligence (AI), yang notabene Allah, manusia tidak bereksistensi
hanya merepresentasi kecerdasan secara otonom atau independen.24
intelektual (IQ). AI sama sekali tidak Soal-soal yang belakangan muncul
memiliki emosi, apalagi spiritualitas. secara detail, dan sampai menimbulkan
Kecerdasannya adalah kecerdasan perdebatan panjang tentang diri dan
mesin dan bersifat digital atau potensinya—apa dan bagaimana
computerised. keduanya dipahami—adalah dampak
dari pembahasan yang detail tersebut.25
Perspektif Alkitab Artinya, Alkitab hanya menyebutkan
Melihat (dan memahami) manusia bahwa manusia adalah pribadi yang
dari sudut pandang Alkitab, tidak sama utuh. Atau mengutip pandangan
dengan cara pandang psikologi, Sihotang, “Manusia menjadi pribadi
sosiologi, dan filsafat. Alkitab (baca: atau individu karena jiwa dan badannya
teologi) melihat manusia sebagai bersatu. Ia adalah jiwa yang berbadan
makhluk ciptaan yang utuh, yang terdiri (atau: bertubuh), dan badan (tubuh) yang
atas tubuh dan jiwa/roh.23 Manusia berjiwa.”26
adalah satu-satunya makhluk yang Sekali lagi akan diulangi di sini
diciptakan dengan sebuah keputusan bahwa Alkitab tidak bermaksud
ilahi yang luar biasa: baiklah Kita memberikan peluang sedemikian
menciptakan manusia menurut gambar-rupa luasnya untuk mempersoalkan siapa
Kita. Ia adalah ciptaan yang mewarisi, sebenarnya manusia itu. Bahwa
tetapi juga sekaligus tidak mewarisi apa psikologi, sosiologi, filsafat, dan
yang ada pada TUHAN. Dikatakan bahkan teologi dari perspektif ilmu
‘mewarisi’ karena ia adalah makhluk pengetahuan mendiskursuskannya
yang mampu mewujudnyatakan cinta- adalah soal tersendiri. Semua diskursus
kasih, keadilan, kejujuran, kekudusan, yang lahir dari disiplin ilmu di atas
dan lain sebagainya. Namun, di saat secara sederhana telah mengungkap
bersamaan (tanpa adanya jeda), ia tidak fakta bahwa manusia bukanlah ciptaan
bisa dikatakan makhluk yang maha adil, yang hanya terdiri atas unsur bendawi
maha kudus, dan maha hadir. Ia tidak (tubuh) saja, melainkan juga unsur
mewarisi itu dari TUHAN. Ia punya jiwa/roh. Dari sudut pandang
kemampuan skill dan atau potensi psikologi, yang menjadi perhatian
(kuasa, pengaruh, dst.). Tetapi itu tidak adalah emosi dan afeksi. Rene
membuatnya untuk mengingkari Descartes membuka pemahaman

23
Dalam diskursus tentang antropologi 25
Lihat lagi sub judul tentang Diri dan
terdapat 2 (dua) pendekatan: dikotomi atau Potensi pada paragraf sebelumnya.
trikotomi. 26
Kasdin Sihotang, Filsafat Manusia: Jendela
24
Anthony A. Hoekema, Manusia: Ciptaan Menyingkap Humanisme (Yogyakarta: Kanisius,
Menurut Gambar Allah, terj. Irwan Tjulianto 2018), 41.
(Surabaya: Momentum, 2003), 7.
psikologi melalui ungkapan tertulisnya ciptaan yang memiliki relasi dengan
Cogito ergo sum (saya berpikir maka saya TUHAN. Relasi itu tidak didasarkan
ada). Sihotang menengarai bahwa pada naluri atau insting, seperti halnya
konsep persona menurut Descartes pada hewan atau binatang, melainkan
diletakkan pada animus (atau jiwa).27 pada kesadaran penuh bahwa ia adalah
Manusia juga adalah ciptaan yang ciptaan yang segambar-serupa dengan
dapat berelasi dengan baik dengan Allah. Pemaknaan relasi di atas lebih
makhluk lain (secara sosiologis). bersifat teologis, dari pada
Berelasi dalam arti socius (menjadi mendasarkannya pada aspek psikologis,
sahabat).28 Ia mampu membangun sosiologis, dan filosofis. Glen G. Scorgie
peradaban masyarakat dalam konteks tidak serta merta melihat bahwa
yang berbeda. Misalnya, kebudayaan, penciptaan manusia sebagai sebuah
bahasa, dan suku. ‘Masyarakat’ adalah pembenaran bahwa TUHAN sangat
salah satu indikator yang kuat yang memerlukan manusia. Keserupaan dan
dapat dijadikan sebagai wujud sosialitas kesegambarannya dengan Allah
manusia. mengambil bagian pada Allah
Dari perspektif fislafat, pencarian Tritunggal yang berelasional. Karena
29

jati diri manusia tertuju pada itu menurut Scorgie, kita juga
pengakuan bahwa ia adalah ciptaan dirancang bagi sebuah relationship yang
yang berhikmat/bijaksana. Ia bukan mulia dan dinamis. 30
sekadar makhluk ontologis (ber-ada). Unsur rohani (spiritualitas) sangat
Kesadaran keber-ada-nya bukan saja krusial bagi manusia. Ia bukanlah
melibatkan ‘diri-aku’, diri-engkau’, sekadar sebuah label yang menunjuk
tetapi juga ‘diri-dia’. Bahkan lebih dari pada keunikannya.31 Menurut Sihotang,
itu, bukan sekadar adanya keterkaitan dengan dimensi rohani ini, setiap
‘diri—di sini’, namun juga ‘diri—di manusia dapat menentukan pilihan
sana’. Relasi ke dalam dan ke luar, yang berbeda, memiliki watak yang juga
dalam ruang dan waktu yang berbeda berbeda, serta menghasilkan pikiran-
lahir dari sebuah pemikiran kritis dan pikiran yang mengagumkan.32 Dengan
berhikmat. Manusia mampu melihat mengaitkan unsur rohani kepada
dirinya sebagai makhluk ‘metafisis’ (tak penentuan pilihan dan dihasilkannya
hanya terikat pada unsur pikiran-pikiran yang mengagumkan,
tubuh/bendawi). Di sinilah maka terlihat di sini ekspansi
kemampuan manusia secara filosofis (perluasan) dari pengaruh spiritualitas
tampak begitu mengagumkan. manusia itu. Agak sulit mengurung
Lebih dari itu, manusia adalah (atau membatasi) spiritualitas pada diri

27
Ibid. 29
Glen G. Scorgie, A Little Guide to Christian
28
Adelbert Snijders, Antropologi Filsafat: Spirituality. Three Dimensions of Life with God
Manusia, Paradoks, dan Seruan (Yogyakarta: (Grand Rapids, MI: Zondervan, 2007), 41.
Kanisius, 2004), 50. 30
Ibid.
31
Kasdin Sihotang, Filsafat Manusia, 41,45.
32
Ibid.
manusia, seperti seolah-olah ada diri dan potensinya adalah perwujudan
periode tertentu di mana spiritualitas dari kasih kepada TUHAN. Kasih itu
itu timbul dan tenggelam. Tetapi, tidak akan menempatkan TUHAN sebagai
bisa juga dianggap keliru jika yang pertama, lalu sesama manusia
kerohanian manusia bermasalah, bila (orang lain, siapapun dia), dan yang
terjadi pemberontakan yang serius dari terakhir adalah diri sendiri. Inilah ordo
manusia terhadap Penciptanya. (urutuan) pemahaman diri manusia.
Jika demikian halnya, benarkah apa Benarlah perkataan rasuli berikut ini:
yang dikatakan oleh Tart bahwa “In “Sebab tidak ada seorang pun di antara
spiritual language, we have lost the power, kita yang hidup untuk dirinya sendiri,
reality, and purity of our full nature; we have dan tidak ada seorang pun yang mati
gone through some kind of Fall from grace, so untuk dirinya sendiri” (Rm. 14:7).
we live life in a narrow, constricted, unhappy Dengan kata lain, selama ia hidup, yang
way?”33 menjadi tujuan bukanlah
Dengan kehidupan spiritualitas keuntungan/kepentingan diri sendiri,
yang sehat dan benar, memungkinkan melainkan orang lain juga (1 Kor.
bagi seseorang untuk mengenal dirinya 10:24). Bahwa manusia lebih mencintai
dengan baik dan benar juga. Karena diri sendiri adalah suatu fakta yang
spiritualitas yang sehat, juga benar itu, tidak bisa disangkali (lih. 2 Tim. 3:2).
bertolak dari Allah sebagai Pencipta. Ini Potensi diri adalah gift
akan membawanya kepada pengenalan (pemberian). Keberadaan potensi diri
akan Allah yang benar. Lalu pengenalan pada manusia tidak secara eksplisit
itu berdampak bagi pengenalan diri disebutkan di dalam Alkitab. Namun,
manusia secara benar juga. Itu juga secara implisit hal itu dapat ditelusuri
berarti bahwa segala potensinya akan di dalamnya. Bila pengertian potensi
tampak dengan jelas dalam terang sebagaimana disebutkan di atas, yakni:
pengenalan akan Allah dan pengenalan capablity dan capacity, di luar possibility,
akan diri sendiri. maka yang dimaksud adalah
Dalam konteks manakah tujuan kemampuan atau skill. Bahwa seseorang
pengembangan potensi diri memiliki kemampuan atau keahlian
digambarkan dalam Alkitab? Atau lebih yang menunjukkan kapabilitas dan
tepatnya, dalam orientasi apakah kapasitasnya di mata orang lain adalah
tuntutan pengembangan potensi diri benar. Tetapi, kemampuan atau
dilakukan? Secara implisit sudah keahlian itu bersifat well trained (terlatih
disebut di atas bahwa ‘manusia’ sebagai dengan baik). Alih-alih demikian, soal
ciptaan Allah telah menegasikan pola keahlian dan kemampuan di dalam
hidup selfish (mementingkan diri Alkitab justru dianggap sebuah gift
sendiri), melainkan hidup berelasi, baik (pemberian) dari Allah. Dalam narasi
dengan TUHAN maupun dengan Eksodus (Kel. 28:3; 31:3,6; 35:26;
sesamanya. Artinya, pengembangan 35:31,35; 36:1,2), orang yang

33
Tart, Waking Up, 18.
bertanggungjawab terhadap melakukannya akan berbanding lurus
pekerjaan/pelayanan adalah yang dengan potensi itu. Potensi diri
dipenuhi dengan keahlian dan memang berpeluang didiamkan atau
pengetahuan. Bahkan keahlian dan tidak dikembangkan. Namun, bila
pengetahuan itu berasal dari (karunia) potensi diri tersebut (berapa pun
TUHAN. potensinya), dikembangkan dengan
Pengembangan potensi diri adalah baik dan bertanggungjawab, maka
kepercayaan (trust). Misalnya, ketika hasilnya pun akan terlihat sama. Satu
Alkitab menggambarkan perumpamaan menghasilkan satu, dan seterusnya.
tentang seseorang yang menerima 1 Pengembangan potensi adalah
sampai 5 talenta (Yun. talanton). Dari aktualisasi nilai diri (values). Nilai diri
gambaran itu dapat dipahami bahwa sebagai ciptaan baru (2 Kor. 5:17) lebih
potensi seseorang itu bersifat dari sekadar self-esteem (harga diri;
proporsional. Kemampuannya dalam penghargaan diri). Apa yang hendak
mengola 1 menjadi 2, 2 menjadi 4, 5 dicapai dari pengembangan (potensi)
menjadi 10 adalah sebuah keniscayaan diri tidak lain ada ekspresi nilai-nilai
yang tidak bisa dinafikan begitu saja. kehidupan. Pencapaian itu bukan
Yang menjadi krusial di sini adalah cara sebuah pengejaran harga diri,
memandang kepercayaan itu. Apakah melainkan sebuah bentuk
dengan diberikan 1, 2, 5, dengan pertanggungjawaban (responsibility)
sendirinya mengurangi potensi diri? orang Kristen terhadap gift dan trust dari
Tentu tidak. Kesadaran diri akan TUHAN. Yang perlu diantisipasi di sini
potensi yang dimilikinya menjadi lebih adalah faktor internal dan eksternal.
penting dan prioritas, daripada Sebagai filter (penyaring) yang berperan
memikirkan daftar jumlah potensi yang penting untuk mengantisipasi penilaian
ia impikan. Sebab 1 (satu) potensi lebih terhadap pengembangan diri itu adalah
bermakna dari pada 99 potensi yang kematangan atau kedewasaan
tidak ada pada dirinya! (maturitas) seseorang. Idealnya,
Dalam kapasitas sebagai seorang semakin dewasa seseorang (dalam
sarjana Kristen, kita menerima dua pemikiran dan perilaku), maka semakin
kepercayaan sekaligus. Pertama, dari mampu ia merendahkan hatinya.
TUHAN dan kedua, dari lembaga atau Sebagai seorang sarjana Kristen, ber-
institusi di mana kita melayani dan kenosis (merendahkan diri) seperti yang
mengabdi. Kedua-duanya memerlukan dilakukan oleh Yesus Kristus patut
pertanggungjawaban yang seyogyianya menjadi penyemangat dan sekaligus
melampaui standar dalam bentuk filosofi dalam pekerjaan dan pelayanan
kinerja pelayanan/pekerjaan kita. kita.
Pengembangan potensi diri adalah Keempat hal di atas: gift, trust (atau
sebuah usaha (effort). Menyadari bahwa keduanya bisa dijadikan satu: gift-trust),
kepada setiap orang diberikan (gift) dan effort, dan value merupakan prinsip
dipercayakan (trusted) potensi diri, utama dalam pemahaman
maka kemampuan untuk pengembangan potensi diri.
Keempatnya juga adalah mata rantai integritas, tanggung jawab, kejujuran,
pengembangan potensi diri yang saling moral, etika, dan kerohanian
terhubung. (spiritualitas), hal-hal ini menjadi
motor penggerak yang mendorong
PENUTUP setiap orang Kristen yang mencintai
Mengembangkan potensi diri kebenaran dan mengasihi TUHAN,
tidak bertolak dari masa lampau. terus mengembangkan diri dalam
Pengembangan diri itu lebih bersifat pekerjaan dan pelayanan!
present dan future. Dengan kata lain: Kutipan dari tulisan Myles Munroe
kontekstual dan antisipatif. Siapapun berikut ini penting untuk dihayati:
yang berkomitmen untuk “Potensi adalah kemampuan yang tidak
mengembangkan potensi dirinya, tidak aktif, kekuatan cadangan, kekuatan yang
lagi berurusan dengan dirinya. Karena belum dimanfaatkan, keberhasilan yang
seharusnya diri sendiri sudah bukan belum dipakai, telenta tersembunyi,
menjadi soal yang menarik dan kemampuan yang masih tertutup. Semua
menghabiskan energi dan perhatian. yang dapat Anda capai namun belum
Isu yang menarik dalam terwujud, semua yang Anda mampu lakukan
pengembangan potensi diri adalah namun belum dilaksanakan, sejauh yang
kesiapan diri. Hitung dengan cermat dapat kita capai namun belum tercapai, apa
dan bijaksana. Melarikan diri dari yang dapat kita selesaiakan namun belum
tantangan pelayanan/kerja dan zaman diselesaikan. Potensi adalah kemampuan
bukanlah gambaran sarjana Kristen yang belum tersingkap dan kekuatan yang
yang dibesarkan dalam disiplin ilmu terpendam. Karena itu potensi bukan apa
teologi. Karena teknologi adalah soal yang telah kita lakukan, melainkan apa yang
skill, bukan soal karakter. Ia akan kita sanggup lakukan. Potensi tidak pernah
dengan mudah bisa ditaklukkan. Skill mempunyai rencana pensiun.”34 Potensi
(keahlian di bidang teknologi, tidak akan pernah berhenti pada titik
misalnya) bisa dengan mudah keberhasilan.
dipelajari. Tetapi soal karakter,
KEPUSTAKAAN

Buku

Achor, Shawn. Big Potential. How Transforming the Pursuit of Success Raises Our
Achievement, Happiness, and Well-Being. New York: Currency, 2018.
Andreas, Steve. Transforming Your Self: Becoming Who You Want to Be. Boulder,
CO: Real People Press, 2002.
Bandura, Albert. Self Efficacy. The Exercise of Control. New York: W.H. Freeman
and Company, 1997.

34
Myles Munroe, Menemukan Diri Anda yang
Tersembunyi, terj. L.I.S. (Jakarta: Immanuel
Publishing House, 2007), 19-20
Dweck, Carol S. Mindset. Changing the Way You Think to Fulfil Your Potential.
London: Robinson, 2017.
Hoekema, Anthony A. Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah, terj. Irwan
Tjulianto. Surabaya: Momentum, 2003.

May, Rollo. Existence. New York: Basic Books, 1958.


Munroe, Myles. Menemukan Diri Anda yang Tersembunyi, terj. L.I.S. Jakarta:
Immanuel Publishing House, 2007.
Narvaez, Darcia. “Basic Needs and Fulfilling Human Potentia”, dalam Basic
Needs, Wellbeing and Morality. Fullfiling Human Potental, ed. Darcia Narvaest.
Switzerland, AG: Palgrave MacMillan, 2018.

Richardson, Ken. The Origin of Human Potential. Evolution, Development, and


Psychology. London: Routledge, 1998.
Rustika, I Made. “Efikasi Diri: Tinjauan Teori Albert Bandura” dalam Buletin
Psikologi, vol. 20, No.1-2, 2012.
Scorgie, Glen G. A Little Guide to Christian Spirituality. Three Dimensions of Life
with God. Grand Rapids, MI: Zondervan, 2007.
Sihotang, Kasdin. Filsafat Manusia: Jendela Menyingkap Humanisme. Yogyakarta:
Kanisius, 2018.
Snijders, Adelbert. Antropologi Filsafat: Manusia, Paradoks, dan Seruan.
Yogyakarta: Kanisius, 2004.
Tart, Charles T. Waking Up. Overcoming the Obstacles to Human Potential. Lincoln,
NE: An Authors Guild Backinprint.com, 2001.
Vitz, Paul C. Psikologi sebagai Agama: Kultus Penyembahan Diri, terj. Yulvita
Hadiyarti. Surabaya: Penerbit
Momentum, 2005.
Wittgenstein, Ludwig. Tractatus Logico Philosophicus,2 terj. D.F. Pears dan B.F.
MacGuinnes. London/New York: Roudledge, 1974.

Link
https://inet.detik.com/consumer/d-4192214/untuk-apa-saja-dana-riset-miliaran-dolar-
huawei/komentar?device=desktop

Alkitab
Lembaga Alkitab Indonesia Terjemahan Baru (LAI-TB1), 1974.

Anda mungkin juga menyukai