Kelompok 3 :
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
"Analisis Minimalisasi Biaya (Cost Minimization Analysis)” tepat pada waktunya..
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Apt.Retna Parica Lanipi, M.Si selaku dosen mata kuliah Farmakoekonomi
karena tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang kami tekuni. kami juga mengucapkan
terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan sangat kami terima demi
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Agar mahasiswa dapat memahami tentang Analisis Minimalisasi Biaya (Cost Minimization Analysis),
Sehingga mahasiwa dapat mengidentifikasi alternatif obat dengan biaya yang terendah.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Analisis ini digunakan untuk menguji biaya relatif yang dihubungkan dengan intervensi yang sama dalam bentuk hasil yang
diperoleh. Suatu kekurangan yang nyata dari analisis cost-minimization yang mendasari sebuah analisis adalah pada asumsi
pengobatan dengan hasil yang ekivalen. Jika asumsi tidak benar dapat menjadi tidak akurat, pada akhirnya studi menjadi tidak
bernilai. Pendapat kritis analisis cost-minimization hanya digunakan untuk prosedur hasil pengobatan yang sama.
2
Pendapat kritis analisis cost-minimization hanya digunakan untuk prosedur hasil pengobatan yang sama (Orion, 1997).
CMA hanya menunjukkan biaya yang diselamatkan dari satu pengobatan atau program terhadap pengobatan ataupun
program yang lain.CMA tidak berfungsi ditandai dengan adanya situasi yang jarang dimanaCMA merupakan
metoda analisis yang cocok ketika terdapat data sampel pada hargadan dampak.
C. Contoh Penelitian Menggnakan Metode Analisis Minimalisasi Biaya (cost minimization analysis)
1. Judul
Analisis minimalisasi biaya penggunaan oabat intravena seftriakson dan sefotaksim pada pasien pneumonia geria rawat
inap di rsud sultan syarif mohammad alkadre.
2. Tujuan penelitan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biaya terendah dari penggunaan antibiotik seftriakson dan sefotaksim dalam
pengobatan pneumonia geriatri di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak dan mengetahui faktor yang menyebabkan
adanya perbedaan biaya dari kedua antibiotik tersebut.
3. Metode penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan November-Desember 2015 dan dilakukan di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie
yang beralamat di Jalan Komodor Yos Soedarso Kota Pontianak Kalimantan Barat. Penetian yang dilakukan merupakan
penelitian noneksperimental yang bersifat deskriptif dengan metode penelitian observasional, rancangan penelitian yaitu cross
sectional study sedangkan pengambilan data dilakukan secara retrospektif, yaitu dengan mengumpulkan data rekam medik pasien
pneumonia geriatri yang dirawat inap di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie periode Juli 2014-Juni 2015. Kriteria inklusi
dari penelitian ini adalah pasien yang dirawat inap dengan diagnosa pneumonia, berusia ≥60 tahun dan menerima terapi
seftriakson atau sefotaksim.
Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah pasien geriatri yang menderita pneumonia tertinggi terdapat pada
rentang usia 60-74 tahun. Seperti yang diketahui bahwa pasien usia tua dengan pneumonia memiliki angka
mortalitas dan morbiditas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien pneumonia dengan usia yang lebih
muda
3
Penelitan oleh Wawruch dkk,11 menunjukkan bahwa kondisi komorbiditas merupakan salah satu faktor
penentu angka kematian pada pasien pneumonia usia lanjut. Pada penelitian komorbid tersering yang diderita
pasien pneumonia adalah dispnea dan hipertensi. Beberapa penelitian menunjukkan hal sama bahwa penyakit
komorbid tersering pada pasien pneumonia geriatri adalah gangguan sistem kardiovaskular.
Hasil penelitian menunjukkan obat-obat selain seftriakson dan sefotaksim yang banyak digunakan pasien
pneumonia geriatri yaitu antasida dan antitukak yang digunakan untuk mencegah pendarahan lambung pada
penderita yang keadaannya kritis.15 Elektrolit digunakan untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh pada pasien
rawat inap.16 Obat batuk digunakan untuk dapat merangsang pengeluaran dahak pada saluran pernafasan,
sehingga efektif mengobati gejala yang sering terjadi pada penderita pneumonia yaitu batuk yang disertai dahak
mukoid atau purulen.
Biaya non obat-obatan yang dikeluarkan pasien pneumonia geriatri selama rawat inap dapat dilihat pada
Tabel 4. Total biaya yang dikeluarkan pasien sebesar Rp 771.800. Biaya terapi pneumonia non obat berupa;
biaya registrasi pasien, sewa ruang perawatan, biaya IGD, biaya laboratorium, dan biaya visit dokter. Besarnya
biaya terapi pneumonia non obat pada pasien geriatri ditentukan berdasarkan tindakan yang diberikan serta
adanya penyakit penyerta. Biaya ini dapat pula dipengaruhi oleh lamanya rawat inap serta tingkat keparahan
penyakit.
b
Tabel 5 menunjukkan persentase penggunaan antibiotik seftriakson dan sefotaksim dalam pengobatan
pneumonia geriatri. Persentase penggunaan seftriakson lebih besar 72,2% dibandingkan sefotaksim 27,8%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seftriakson lebih banyak digunakan dibandingkan sefotaksim. Hal ini
dikarenakan kemampuannya dalam menembus cairan tubuh lebih baik dibandingkan dengan antibiotik golongan
sefalosforin yang lain, serta pemakaiannya yang diberikan secara intravena dengan durasi yang panjang sehingga
kepatuhan pasien lebih diperhatikan dan tingkat toksisitasnya pun rendah
4
Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa penggunaan seftriakson dengan frekuensi 2 kali sehari sebanyak
1gram akan lebih murah Rp.103.725 jika dibandingkan sefotaksim dengan frekuensi 3 kali sehari sebanyak 1
gram Rp.148.125 dengan rata-rata lama rawat inap yang sama yaitu selama 5 hari.
5
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Cost-Minimization Analysis adalah tipe analisis yang menentukan biaya program
terendah dengan asumsi besarnya manfaat yang diperoleh sama.
Dengan adanya CMA ini dapat di ketahui bahwa Analisis ekonomi ini mementingkan pencarian alternatif biaya paling
rendah , dengan keunggulan yang relatif mudah dan sederhana , dari semua perangkat farmaekonomi yang paling
simpel dimana perangkat ini membandingkan dua jenis obat yang sama efikasi dan toleransinya terhadap satu pasien
saja.
Kekurangan CMA adalah Jika asumsi tidak benar, dapat menjadi tidak akurat, pada akhirnya studi menjadi tidak bernilai.
6
DAFTAR PUSTAKA
Putu ayu indrayathi, SE,.MPH. 2016, economice evaluation in health care, Yogyakarta : Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
Juli safriani 2016, Analisis Minimalisasi biaya penggunaan intravena seftriakson dan sefotaksim pada pasien pneumonia geriatri rawat
inap di RSUD sultan Syarif mohamad Alkadrie, Pontianak
Jurana. 2018, Skripsi Analisis Minimalisasi Biaya (Cost Minimization Analysis) Penggunaan ANTIBIOTIK Pada Terapi Demam Tifoid,
Makassar : Fakultas Ilmu Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Alaudin