Referat Skrofuloderma Jessica
Referat Skrofuloderma Jessica
SCROFULODERMA
Dokter Pembimbing :
Disusunoleh :
JESSICA. WIRJOSOENJOTO
03009126
I
LEMBAR PERSETUJUAN
“PENYAKIT SCROFULODERMA”
sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
II
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat, anugerah, dan hikmat-
Nya maka penulis dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “Scrofuloderma ” sebagai salah
satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin di Rumah
Sakit Umum Daerah Bekasi periode 29 Juni 2015 – 1 Agustus2015
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada pembimbingdr. Retno Sawitri,Sp.KK dan dr.Shinta J.B.Toban Rambu,Sp.KK yang
telah membimbing dalam melaksanakan kepaniteraan dan menyusun referat ini.
Saya menyadari dalam referat ini tentu masih terdapat kekurangan, oleh karena itu saya
memohon saran dan kritiknya. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat serta menambah
wawasan kepada pembaca.
Penyusun
III
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan ii
Daftar Isi iv
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV KESIMPULAN 17
DAFTAR PUSTAKA 21
IV
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1................................................................................................................................6
GAMBAR 2................................................................................................................................6
GAMBAR 3..............................................................................................................................10
GAMBAR 4..............................................................................................................................10
GAMBAR 5..............................................................................................................................11
GAMBAR 6..............................................................................................................................12
GAMBAR 7..............................................................................................................................12
LAMPIRAN GAMBAR......................................................................................................19-20
V
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis telah dan masih menjadi masalah kesehatan di dunia hinggasaat ini.
Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi yang berefek pada paru-paru, kelenjar
getah bening, tulang dan persendian, kulit, ususdan organ lainnya. Salah satu dari jenis
tuberkulosis ini adalah tuberkulosis kutis. Tuberkulosis kutis adalah tuberkulosis pada
kulit yangdisebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan mikobakteria atipikal.
Kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG). 1,2
Selanjutnya dalam refarat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai skrofuloderma.
Skrofuloderma yang juga dikenal dengan istilah tuberculosis colliquativa cutis
merupakan tuberkulosis reaktif, berasal dari proses tuberculous pada jaringan subkutan
yang membentuk suatu abses dingin (cold abscess) dan kemudian pecah sehingga
mengakibatkan kerusakan struktur kulit di atasnya. Selain manifestasi klinis,
pemeriksaan histopatologi yaitu FNAB dan biopsi eksisional pada limfadenitis TB
memegang peranan penting dalam menegakkan diagnosis penyakit ini.2
1
1.2 Tujuan Penulisan Makalah
Penulisan makalah ini berguna sebagai bahan evaluasi pengetahuan dan terutama
sebagai salah satu syarat mengikuti ujian akhir dalam menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik pada stase Kulit dan kelamin di RSUD Kota Bekasi.
2
BAB II
SKROFULODERMA
2.1 DEFINISI
2.2 EPIDEMIOLOGI
Insidens tuberkulosis kutis yang tercatat masih rendah. Di negara seperti Cina atau
India di mana prevalen tuberkulosis tercatat masih tinggi, manifestasi tuberkulosis pada
kulit kurang dari 0,1% individu yang berkunjung ke klinik-klinik
dermatologi.Skrofuloderma biasanya mengenai anak-anak dan dewasa muda terutama
pada pria.Sumber lain menyebutkan bahwa dapat terjadi pada semua umur dan
perbedaan banyaknya insidens pada pria dan wanita tidak bermakna. 8
2.3 ETIOLOGI
3
ditemukan, demikian pula mikobakteria golongan lain. Skrofuloderma disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. 1
1.Sediaan Mikroskopik
Bahan berupa pus, jaringan kulit dan jaringan
kelenjar getah bening. Pada pewarnaan dengan
Ziehl-Neelsen atau modifikasinya, jika positif
kuman akan tampak berwarna merah pada dasar
yang biru.
2.Kultur
Kultur dilakukan pada media Lowenstein-
Jensen, pengeraman pada suhu 370C. Jika positif
koloni akan tumbuh dalam waktu 8 minggu.
3. Binatang Percobaan
Memakai binatang marmot. Percobaan ini membutuhkan waktu 8 minggu.
4. Tes biokimia
Ada beberapa macam, contohnya tes niasin yang dipakai untuk membedakan jenis
human dengan yang lain.
5. Percobaan Resistensi
2.4 PATOGENESIS
4
Port d’entrée skrofuloderma di daerah leher ialah pada tonsil atau paru. Jika di
ketiak, kemungkinan port d’entrée pada apex pleura, bila dilipat paha pada ekstremitas
bawah. Kadang-kadang ketiga tempat predileksi tersebut diserang sekaligus, yakni pada
leher, ketiak dan lipat paha, kemungkinan besar terjadi penyebaran hematogen.1,2
5
Gambar 1.Scrofuloderma. http://www.dermis.net/dermisroot/tr/10554/image.htm11
1. Tes Mantoux
PPD diinjeksikan secara intradermal pada bagian volar lengan bawah.
Tes ini dibaca setelah 48-72 jam dan diperhitungkan diameter area indurasi
yang terbentuk, bukan area eritemanya.2
Jika indurasi yang terjadi berdiameter lebih dari 10 mm maka
interpretasinya adalah telah atau sedang terjadi infeksi TB.2
2. Tes Heaf
PPD dipenetrasikan sedalam 1,2 mm pada permukaan kulit lengan
bawah bagian fleksor. Interpretasinya adalah sebagai berikut :
Grade I: muncul 4-6 papul di kulit
Grade II: timbul indurasi berbentuk bulat penuh
Grade III: terbentuk plak dengan ukuran 12 mm
Grade IV:bila muncul tanda-tanda grade III ditambah
adanya vesikulasi dan ulserasi.
Grade I dan II dihubungkan dengan adanya riwayat vaksinasi BCG
sebelumnya atau ada infeksi mikobakteria jenis lain. Sedangkan Grade III dan
IV dihubungkan dengan adanya infeksi TB saat ini atau yang telah lampau.2
7
3. Pemeriksaan Histopatologi
Dengan pewarnaan Ziehl Neelsen (ZN) dapat dijumpai basil tahan asam.
Namun karena pada sediaan biopsi kulit, jumlah basil relatif sedikit kadang sulit
untuk menentukan basil tahan asan meskipun dengan pewarnaan ZN. Kelemahan
lain prosedur ini adalah tindakan yang dilakukan bersifat invasif.2
4. Pemeriksaan Sitologi
5. Kultur Jaringan
8
6. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Metode PCR yang dikenal adalah Lymph Node PCR (LN-PCR), dimana
spesimen diambil dari sisa spesimen yang masih ada dalam syringe pada saat
dilakukan tindakan FNAC atau dari jaringan hasil biopsi kelenjar getah bening
yang kemudian dihomogenisasikn. 2,5
7. Pemeriksaan Lain
Yang termasuk disini adalah pemeriksaan radiologi (foto thoraks
posteroanterior) dan pemeriksaan bakteriologi dari spesimen sputum pagi hari
sebanyak 3 hari berturut-turut.2
9
Gambar3.Actinomycosis.http://history.amedd.army.mil/booksdocs/wwii/communicabl
ediseasesV5/chapter1.htm
Gambar4.Actinomycosis.http://dermatology.cdlib.org/123/case_presentations/lym
phoma/2.jpg
10
2. Lesi pada daerah axilla dibedakan dengan Hidradenitis supurativa, yaitu infeksi
bakteri piokokus pada kelenjar apokrin. Penyakit tersebut bersifat akut disertai tanda-tanda
radang akut yang jelas, dengan gejala konstitusi dan leukositosis.Hidradenitis supurativa
biasanya menimbulkan sikatriks sehingga terjadi tarikan – tarikan yang mengakibatkan
retraksi ketiak.1,2
(1) (2)
3.Lesi di daerah lipat paha kadang mirip seperti limfogranuloma venereum (LGV).
Perbedaan yang paling penting di antara keduanya adalah pada LGV terdapat riwayat
coitus suspectus, gejala konstitusi (demam, malaise dan artralgia) dan kelima tanda
radang akut. Stadium lanjut dari LGV dijumpai bubo yang bertingkat yang berarti terjadi
pembesaran kelenjar getah bening inguinal medial dan fossa iliaka, sedang pada
skrofuloderma kelenjar limfe yang terlibat adalah kelenjar getah bening inguinal lateral
dan femoral. Pada LGV tes frei positif, pada skrofuloderma tes tuberculin positif.1,2
11
Gambar6.Limfogranuloma.http://childrenhivaids.wordpress.com/2009/08/09/limfogra
nuloma-venerium-penyakit-menular-seksual/15
12
2.8 PENATALAKSANAAN
3. Pyrazinamid
Dosis : 20-35 mg/kg BB, dosis maksimal 2 gram/ hari
Efek samping : gangguan hepar (hepatotoksik).1
4. Ethambutol
Merupakan anti-TB yang bersifat bakteriostatik dan paling sering dikombinasi
dengan rifampisin dan isoniazid.
Dosis : 15-25 mg/kg BB
Efek samping : gangguan nervus II.
Sebaiknya tidak diberikan pada penderita berusia dibawah 13 tahun.
5. Streptomycin
Merupakan antibiotik yang bersifat bakterisidal.
Dosis : 25 mg / kg BB, intramuskular. Dikombinasi dengan 2 (dua) obat anti-
TB lainnya.
13
Tidak dapat digunakan dalam jangka panjang oleh karena efek sampingnya
yaitu : gangguan vestibular dan gangguan pendengaran, disfingsi nervus
optikus, dermatitis eksfoliatif dan diskrasia darah.
Saat ini telah ditetapkan regimen pengobatan tuberkulosis kutis oleh The
American Thoracic Society dan Center for Disease Control and Prevention. Regimen ini
terdiri dari fase inisial, fase intensif dan fase lanjutan. Pemberian fase inisial dan fase
intensif bertujuan untuk membunuh dengan cepat populasi mikobakteria yang sangat
besar, terdiri dari isoniazid, rifampisin, pyrazinamid, dan ethambutol atau streptomycin
(diberikan setiap hari dalam jangka waktu 8 minggu). Pemberian fase lanjutan bertujuan
untuk membunuh sisa-sisa mikobakteria yang mungkin dorman dalam tubuh, dengan
obat rifampisin dan isoniazid baik setiap hari, tiga kali seminggu atau dua kali seminggu
selama 16 minggu. 2
2.9 PROGNOSA
14
BAB III
SKROFULODERMA
PADA PENDERITA HIV/AIDS
Tuberkulosis merupakan infeksi oportunistik yang paling sering muncul pada penderita
AIDS di negara berkembang, dan tuberkulosis kutis relatif jarang. Insidens tuberkulosis ekstra
paru adalah 15%, dan pada penderita AIDS menjadi 20% - 40%. Secara individual pada AIDS
sttaduim lanjut, maka insidens tuberkulosis ekstra paru meningkat menjadi 70%.10
Skrofuloderma merupakan salah satu manifestasi klinis dari infeksi oportunistik yang
disebabkan M. tuberculosis pada penderita HIV/AIDS. Gambaran klinis hampir sama dengan
penderita skrofuloderma non HIV, tetapi karena sistem imun yang terganggu maka episode
penyakit menjadi lebih lama. Pada penderita AIDS terdapat kemungkinan infeksi tuberkulosa
kutis yang disebabkan oleh MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis), yang
merupakan bakteri komensal yang secara luas terdapat di lingkungan. Telah diketahui bahwa
MOTT kurang memberikan respon terapi terhadap antituberkulosis namun dapat sensitif
terhadap agen kemoterapi lainnya, sehingga apabila suatu lesi merupakan tuberkulosa kutis
yang disebabkan oleh MOTT tentunya tidak akan memberikan perbaikan klinis dengan
pemberian antituberkulosis. Nodul eritematous subkutan dan ulkus mulai menunjukan fase
perbaikan dengan terapi OAT, sehingga kemungkinan adanya MOTT sebagai penyebab dapat
disingkirkan. Dan setelah diberikan ARV kondisi penderita semakin membaik secara klinis.10
Pada penderita HIV/AIDS yang diberikan ARV akan memberikan respon berupa
sindroma restorasi imun, yang diukur dengan kadar CD4 dan penurunan level RNA HIV
serum. Dengan progresifitas penyakit HIV, maka respon imun didominasi oleh T helper 2
yang menyebabkan berbagai macam kelainan dermatologi. Dengan pemberian ARV, maka
respon T helper 1 kembali muncul sehingga kelainan kulit menjadi berkurang. Tetapi pada
beberapa infeksi seperti infeksi virus varicella, virus herpes simplex, infeksi mycobacterial
15
akan menjadi lebih buruk. Hal ini seperti respon paradoks sebagai bentuk respon imun yang
mengenali adanya infeksi laten/silent infection. Karena itu pemberian OAT didahulukan
sebelum pemberian ARV, untuk menghindari respon imun paradoks yang dapat
memperburuk infeksi oportunistik. 10
16
BAB IV
KESIMPULAN
18
LAMPIRAN GAMBAR
Scrofuloderma —
discharging sinuses in the left axilla
http://www.ijdvl.com/viewimage.asp?img
=ijdvl_2008_74_6_700_45143_f1.jpg17
http://md4arab.com/albu
m/data/media/32/Scrofulo
derma.jpg18
http://www.scielo.br/img/revistas/abd/v82n4/a07fig01.gif19
19
http://www.ispub.com/ispub/ijs/volum
e_14_number_1/isolated_primary_tub
erculosis_of_inguinal_lymph_nodes_an
_acute_presentation/inguinal-fig1.jpg20
http://www.dermnetnz.org/bacterial/img/s
crofuloderma2-s.jpg21
Long-lasting Scrofuloderma
of Hands and Foot
http://adv.medicaljournals.se/
files/pdf/87/1/2546.pdf22
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi. Tuberkulosis Kutis. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Editor:
Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, dan Siti Aisah. Edisi V. cetakan V. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2010. Hal 64-72.
2. Jawas FA, Martodihadjo Soenarko, dkk. Skrofuloderma. Dalam : Berkala Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin. Vol. . Surabaya : Airlangga University Press, 2007.
Hal 56-60.
3. Soebono, Hardyanto. Tuberkulosis Kutis. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit. Editor :
Marwali Harahap. Cetakan I. Jakarta : Hipokrates, 2000. Hal 27-29.
4. Fitzpatrick JE, Morelli JG. Mycobacterial Infections. In : Dermatology Secrets in
Color. 3th Edition. USA : Elsevier Inc., 2007. Chapter 30.
5. James WD, Berger TG, Elston DM. Mycobacterial Disease. In : Andrews’ Diseases of
The Skin Clinical Dermatology. 10th Edition. USA : Elsevier Inc., 2006. Chapter 16.
6. Graham-Brown R, Bourke J. Bacterial Infection. In : Mosby’s Color Atlas and Text of
Dermatology. 2th Edition. UK : Elsevier Limited, 2007.
7. Fitzpatrick TB, Johnson RA, Wolf K, Suurmond D. Color Atlas and Synopsis of
Clinical Dermatology : Common and Serious Disease. 4th Edition. USA : The
McGraw-Hill Companies, 2001. Chapter 664.
8. Barakbah J, Pohan SS, Sukonto H, dkk. Skrofuloderma. Dalam : Atlas Penyakit Kulit
dan Kelamin. Cetakan V. Surabaya : Airlangga University Press, 2007. Hal 23-24.
9. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta : EGC, 2003. Hal 148-
149.
10. Kurniati, Murtiastutik Dwi, Lumintang Hans. Skrofuloderma Pada Penderita AIDS.
Dalam : Makalah Lengkap II PIT X PERDOSKI. Benten, 2009. Hal 208-210.
11. http://www.dermis.net/dermisroot/tr/10554/image.htm
12. http://www.dermis.net/bilder/CD021/550px/img0098.jpg
13. http://www.ohiohealth.com/mayo/images/image_popup/ans7_hidradenitis.jpg
14. http://www.google.co.id/imglanding?q=hidradenitis%20supurativa&imgurl=http://208
.96.47.3/images/community/dermatlas/Hidradenitis_suppurativa_1_071126.
15. http://childrenhivaids.wordpress.com/2009/08/09/limfogranuloma-venerium-penyakit-
menular-seksual/
16. http://images.picturesdepot.com/photo/b/blastomycosis-12692.jpg
17. http://www.ijdvl.com/viewimage.asp?img=ijdvl_2008_74_6_700_45143_f1.jpg
18. http://md4arab.com/album/data/media/32/Scrofuloderma.jpg
21
19. http://www.scielo.br/img/revistas/abd/v82n4/a07fig01.gif
20. http://www.ispub.com/ispub/ijs/volume_14_number_1/isolated_primary_tuberculosis_
of_inguinal_lymph_nodes_an_acute_presentation/inguinal-fig1.jpg
21. http://www.dermnetnz.org/bacterial/img/scrofuloderma2-s.jpg
22. http://adv.medicaljournals.se/files/pdf/87/1/2546.pdf
22