Anda di halaman 1dari 114

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penggunaan metode dalam pembelajaran merupakan sesuatu yang
sangat penting. Salah satu kemampuan yang harus dikuasai oleh pendidik
adalah kemampuan memilih dan menggunakan metode yang relevan dan
tepat untuk suatu pembelajaran. Metode pembelajaran adalah suatu cara
yang digunakan oleh pendidik untuk mendapatkan situasi yang
mendukung terjadinya interaksi antara pendidik dan peserta didik sehingga
terjadi transformasi kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik antara
pendidik dan peserta didik.1 Metode yang digunakan harus sesuai dengan
mata pelajaran yang dibawakan. Sehingga metode pembelajaran
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar.
Dalam kegiatan belajar mengajar, pemilihan metode yang berbeda
akan menghasilkan situasi pembelajaran yang berbeda pula. Oleh sebab
itu, memilih dan menentukan metode pembelajaran memerlukan analisis
yang tepat agar pembelajaran bisa efektif. Kenyataannya, tidak ada
satupun metode yang relevan pada semua situasi dan tujuan pembelajaran.
Sehingga pendidik harus mengetahui kelebihan dan kekurangan dari
masing-masing metode.
Dalam pendidikan, metode memiliki kedudukan yang penting
untuk mencapai tujuan. Sesuai dengan sebuah adagium yang menyatakan
bahwa “al-Thariqat Ahamm Min al-Maddah” (metode jauh lebih penting
dibandingkan materi). Hal ini menunjukkan bahwa cara penyampaian
materi yang komunikatif lebih disenangi oleh peserta didik walaupun
kenyataannya materi tersebut kurang berbobot. Sebaliknya jika metodenya
kurang tepat, maka sebagus apapun materi yang disampaikan tidak akan

1
Mohammad Syarif Sumantri, Strategi Pembelajaran: Teori dan Praktik di
Tingkat Dasar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), hlm. 10.

1
bisa dicerna oleh peserta didik sehingga tujuan yang telah ditetapkan tidak
akan tercapai.2
Model pembelajaran yang kita temui saat ini telah berubah dari
pola pendidik sebagai pusat pembelajaran (teacher learning center)
menjadi anak didik menjadi pusat pembelajaran (student learning center)
Athiyah al-Abrasyi mengartikan metode sebagai jalan yang dilalui
untuk memudahkan pendidik dalam proses pembelajaran.3
Ada banyak jenis metode pembelajaran seperti metode diskusi,
ceramah, tanya jawab, demonstrasi, simulasi, laboratorium,
brainstorming, debat, simposium, pengalaman lapangan, dan lain
sebagainya.4
Menurut an-Nahlawi ada tujuh metode pembelajaran di dalam al-
Qur’an yang menyentuh perasaan yaitu: metode hiwar (percakapan
Qur’ani), metode kisah Qur’ani, keteladanan, pembiasaan, ‘ibrah, metode
targhib dan tarhib, metode mau’izah dan metode amtsal (perumpamaan).5
Salah satu metode pembelajaran yang baik menurut al-Nahlawi
adalah metode amtsal. Metode amtsal dinilai sebagai salah satu metode
yang baik dalam pembelajaran. Alasannya adalah metode ini mampu
menggugah perasaan, melatih jiwa dan meningkatkan semangat seseorang
dalam mempelajari ataupun mengamalkan sesuatu.6
Amtsal sebagai salah satu gaya bahasa al-Qur’an dalam
menyampaikan pesan-pesannya mengajak manusia agar menggunakan
akalnya untuk berfikir secara kritis. Oleh sebab itu banyak di antara para
ulama yang memfokuskan perhatiannya pada rahasia dibalik gaya bahasa
2
Nurjannah Rianie, Pendekatan dan Metode Pendidikan Islam (Sebuah
Perbandingan dalam Konsep Teori Pendidikan Islam dan Barat), Jurnal: Management of
Education, Volume 1, hlm. 1.
3
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 166.
4
Nunuk Suryani dan Leo Agung, Strategi Belajar Mengajar, (Yogyakarta:
Penerbit Ombak, 2012), hlm. 7.
5
Liati Bt Rusli, Metode Pembelajaran dalam Al-Qur’an (Analisis Terhadap Ayat-
Ayat Tarbawi), Jurnal: Pascasarjana Uin Alauddin Makassar, Volume Vii No 2, Desember
2019, hlm. 233.
6
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007), hlm. 132.

2
dan redaksi al-Qur’an termasuk ungkapan amtsal. Dari hasil kajian
tersebut lahirlah suatu disiplin ilmu yang juga merupakan bagian dari
ilmu-ilmu al-Qur’an yaitu Ilmu Amtsal al-Qur’an.7
Ayat-ayat al-Qur’an tidak hanya ditujukan kepada kaum intelektual
saja, namun juga kepada seluruh kalangan. Di antara kelompok tersebut
ada kalangan yang hanya mampu memahami persoalan abstrak setelah
dijabarkan dalam bentuk simbol-simbol konkret terlebih dahulu. Maka
penggunaan metode amtsal dalam al-Qur’an bertujuan untuk menjelaskan
pemikiran abstrak ke dalam gambaran yang konkret.8
Al-Asbahani menyatakan secara jelas bahwa amstal bertujuan
memperjelas makna-makna yang rumit, muskil dan samar. Menampilkan
hal-hal khayali ke dalam bentuk gambaran konkret. Membentuk keyakinan
pada perkara yang diragukan serta menghadirkan bayangan tentang hal
yang tidak terlihat. Selain itu Asbahani juga berpendapat bahwa amtsal
mampu membungkam pendapat lawan disebabkan pengaruh amtsal sangat
membekas di dalam hati dibandingkan dengan ungkapan biasa. Hal ini
disebabkan amtsal berfungsi untuk mengingatkan (zikr), menasehati
(wa’dz), mendorong (hats), melarang (zajr), mengambil pelajaran
(i’tibar), menetapkan (taqrir), menjelaskan maksud pembicaraan sebab
amtsal mampu menghadirkan makna-makna yang abstrak ke dalam
gambaran yang lebih nyata sehingga lebih mudah dipahami dan melekat di
dalam ingatan sebab bersinergi dengan alat indrawi.9

Salah satu ayat yang mengandung amtsal di dalam surah al-


Baqarah adalah surah al-Baqarah ayat 17, yaitu:

7
Mahbub Nuryadien, Metode Amtsal: Metode al-Quraan Membangun
Karakter, Jurnal Al Tarbawi Al Haditsah Vol 1 No 1, hlm. 2-3.
8
M. Fatiha, Aspek-Aspek Pedagogies dalam Amtsal Al-Qur’an (Kajian
Metodologis, Motivasi, Berfikir Kritis dalam Pembelajaran Islam Integratif), TA’DIBIA
Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam Vol 6 No 2 November 2016, hlm. 6.
9
Ibid, hlm. 1-2.

3
‫ب اللَّهُ بِنُ و ِر ِه ْم‬
َ ‫ت َم ا َح ْولَ هُ ذَ َه‬
ْ َ‫َض اء‬
َ ‫اس َت ْوقَ َد نَ ًارا َفلَ َّما أ‬
ِ
ْ ‫َمَثلُ ُه ْم َك َمثَ ِل الَّذي‬
‫ر َك ُه ْم يِف‬ ‫َو َت‬
َ
ٍ
‫ات اَل‬ ‫ظُلُ َم‬
ِ ‫يب‬
‫صُرو َن‬ ُْ
Artinya: Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang
menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah
hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka
dalam kegelapan, tidak dapat melihat. (QS. al-Baqarah/2: [17])
Ayat ini merupakan perumpamaan terhadap orang munafik yang
mencari cahaya dengan mengaku beriman kepada Allah SWT dan Rasul-
Nya sehingga mereka mendapat perlindungan terhadap jiwa, harta dan
keluarga mereka, selain itu mereka mendapatkan hak melangsungkan
pernikahan dan hak warisan.
Orang-orang munafik ini pura-pura beriman, mereka merasa
berhasil menipu Allah SWT, Rasul-Nya dan orang-orang beriman
sehingga mereka merasa mereka akan selamat dari siksa di akhirat sama
halnya dengan mereka selamat di dunia. Mereka merasa dapat terhindar
dari hukuman di akhirat dan dapat melakukan penipuan, sebagaimana
mereka melakukan penipuan di dunia. Namun ketika hal tersebut tidak
terjadi, maka mereka menyadari bahwa mereka telah tertipu oleh angan-
angan mereka sendiri, lalu Allah memadamkan cahaya mereka sehingga
mereka meminta kepada orang-orang yang beriman agar melihat kepada
mereka walau sejenak saja agar mereka bisa mendapat cahaya kaum
mukmin walau sementara waktu. Namun yang justru dikatakan kepada
mereka adalah, “lihatlah ke belakang dan rasakan siksa api yang tidak
terbayangkan.” 10
10
Abu Ja’far Muhammad ath Thabari, Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al-Qur’an,
jilid 1, alih bahasa Ahsan Askan, cet. Ke- 3, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011), hlm. 410-411.

4
Demikianlah perumpamaan orang munafik di dalam al-Qur’an.
Perumpamaan itu menjadikan orang-orang mukmin lebih memahami
bagaimana Karakter orang-orang munafik dan bagaimana kedudukan
mereka di sisi Allah.
Penggunaan amtsal dalam al-Qur’an mampu menajamkan dan
mendorong manusia untuk berfikir dan merenung. Hal tersebut disebabkan
di dalam amtsal dipaparkan dengan menggunakan kalimat bertanya
(istifham), mengingat (tadhakkur), merenungkan (taammul) dan qiyas.11
Selain itu amtsal juga menjadikan nasihat menjadi mudah untuk diterima
oleh jiwa.
Hal ini sesuai dengan firman Allah:

‫ولقد ضربنا للناس يف هذا القران من كل مثل لعلهم يتذكرون‬


Artinya:“Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam
al-Qur’an ini setiap macam perumpamaan supaya mereka mendapat
pelajaran” (QS. az-Zumar/39:[27])
Peran amtsal di samping sebagai nasihat ataupun peringatan juga
sebagai metode untuk membantu mempercepat peserta didik mencapai
tujuan pembelajaran. Selain itu penggunaan amtsal dapat menjadikan
kegiatan pembelajaran berlangsung dengan menarik dan efisien.
Maka dilihat dari peran dan fungsi amtsal al-Qur’an tersebut, maka
terlihat jelas implikasi al-Qur’an dengan tujuan pendidikan dan aspek-
aspek pedagogiesnya.
Kompetensi pedagogiek yaitu kompetensi seorang pendidik untuk
menyajikan pembelajaran kepada peserta didiknya dan kompetensi ini
merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
pendidik.
Kompetensi pedagogik meliputi tujuh aspek, yaitu pertama,
menguasai karakteristik masing-masing peserta didik, kedua, menguasai

11
M. Fatiha, Aspek, hlm. 11.

5
teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran, ketiga, mampu
mengembangkan kurikulum, keempat, sistem pembelajaran yang
mendidik, kelima, pengembangan potensi peserta didik, keenam,
komunikasi interaktif dengan peserta didik, dan ketujuh, penilaian serta
evaluasi hasil belajar.12
Penggunaan metode amtsal akan membantu seorang pendidik
dalam menyajikan materi kepada peserta didik. Melalui metode amtsal
pendidik mampu menyajikan persoalan abstrak ke dalam bentuk yang
lebih konkret sehingga peserta didik mendapatkan gambaran nyata dan
memahami materi yang disajikan. Di sisi lain penggunaan metode amtsal
juga memungkinkan pendidik untuk mengasah dan mengembangkan
potensi akademik peserta didik sehingga diharapkan pembelajaran
berlangsung dengan menarik, menantang dan efektif.
Judul tersebut peneliti ajukan dengan pertimbangan sebagai bahwa
karakteristik amtsal yang unik yaitu, selain sebagai sarana untuk
menyampaikan pesan, gaya bahasa amtsal yang tinggi juga mengajak
lawan bicaranya berfikir kritis, selain itu amtsal mampu mengkonkretkan
hal-hal yang abstrak sehingga apapun pesan yang disampaikan di dalam
amtsal tersebut akan meresap ke dalam nurani seseorang. Akan sangat
menarik sekali jika amtsal ini di teliti dari sudut pandang sebagai metode
pembelajaran. Selain itu, meski sudah ada beberapa kajian tentang amtsal,
namun belum ada penelitian yang mengkaji amtsal dari sudut pandang
sebagai metode pembelajaran.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti bermaksud untuk
mengkaji lebih jauh mengenai Amtsal Sebagai Metode Pembelajaran
(Kajian Surah Al-Baqarah)

12
Kementerian Pendidikan Nasional, Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja
Guru (PK Guru), Jakarta: Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga
Kependidikan 2010

6
B. Penegasan Istilah
1. Amtsal
Amtsal adalah mengumpamakan sesuatu dengan sesuatu
lainnya dengan jalan isti’arah, kinayah atau tasybih. Tujuan dari
perumpamaan ini adalah agar memudahkan seseorang memahami
persoalan yang abstrak. Persoalan yang abstrak apabila diumpamakan
dengan sesuatu yang konkret maka akan lebih mudah dipahami
sehingga isi pesan yang terkandung mudah pahami oleh akal dan
meresap ke hati Nurani.
2. Metode Pembelajaran
Metode adalah cara atau jalan yang harus ditempuh untuk
mencapai suatu tujuan. Selain itu, metode juga dapat diartikan sebagai
suatu cara menemukan, menguji, dan menyusun data untuk
pengembangan suatu disiplin ilmu. Sehingga metode termasuk salah
satu komponen-komponen pendidikan yang sangat menentukan
pencapaian dari tujuan suatu kegiatan pendidikan.
Pembelajaran merupakan suatu proses dimana sebuah
lingkungan diatur sedemikian rupa agar seorang individu dapat
melakukan suatu tingkah laku dan respon terhadap situasi tertentu.
Ramayulis mendefinisikan metode mengajar sebagai cara guru
berinteraksi dengan peserta didik selama proses pembelajaran
berlangsung. Sehingga disimpulkan bahwa metode pembelajaran jika
dikaitkan dengan pendidikan agama Islam bermakna jalan, cara,
strategi atau langkah-langkah untuk menanamkan nilai-nilai keislaman
pada jiwa anak sehingga tumbuh menjadi seseorang yang
berkepribadian islami.

7
C. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang peneliti uraikan, maka
terdapat beberapa masalah yang dapat teridentifikasikan yaitu sebagai
berikut:
a. Bagaimana penggunaan amsal di dalam surah al-Baqarah?
b. Apa isi pesan amtsal di dalam surah al-Baqarah ayat?
c. Bagaimana keterkaitan amtsal sebagai metode pembelajaran di
dalam surah al-Baqarah ayat?
d. Mengapa Amtsal dinilai sebagai metode yang baik dalam
pembelajaran?
e. Apa kelebihan metode amtsal dengan metode pembelajaran seperti
kisah, tanya jawab, dan metode lainnya di dalam al-Qur’an?

D. Batasan Masalah
Berdasarkan beberapa pokok permasalahan yang telah peneliti
uraikan pada identifikasi masalah di atas, maka peneliti meneliti semua
masalah yang teridentifikasi dengan terfokus pada surah al-Baqarah ayat.

E. Rumusan Masalah
1. Bagaimana bentuk-bentuk Amtsal di dalam surah al-Baqarah?
2. Bagaimana penggunaan amtsal surah al-Baqarah dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam?
3. Bagaimana urgensi amtsal penggunaan dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam?

F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


1. Tujuan Penelitian

8
Tujuan yang peneliti harapkan dari penulisan skripsi ini, adalah:
a. Untuk mengetahui bentuk-bentuk Amtsal di dalam surah al-
Baqarah.
b. Untuk mengetahui penggunaan amtsal surah al-Baqarah dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
c. Untuk mengetahui urgensi penggunaan amtsal dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam.

2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis, yaitu:
Dengan adanya penelitian ini diharapkan memberikan
tambahan wawasan dan kajian penelitian tentang amtsal sebagai
metode pembelajaran dalam Pendidikan Agama Islam dengan kajian
khusus pada surah al-Baqarah ayat.
b. Manfaat praktis, yaitu:
1) Menambah pengetahuan mengenai metode amtsal dalam
pendidikan khususnya Pendidikan Agama Islam.
2) Menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang tafsir surat al-
Baqarah ayat dari segi pendidikan.
3) Menambah pengetahuan dalam bidang pendidikan mengenai
metode pembelajaran berdasarkan al-Qur’an.
4) Menjadi bahan pertimbangan bagi seorang pendidik dalam
menerapkan metode pembelajaran.
5) Secara akademis penelitian ini diharapkan menjadi sumber
bacaan atau referensi bagi kalangan akademisi yang berminat
meneliti amtsal al-Qur’an.

9
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Konsep Teoritis
1. Amtsal
a. Pengertian Amtsal
Amtsal (‫ )امثال‬merupakan jamak dari Matsal (‫)مثل‬. Amtsal
berasal dari kata matsala yang berarti seperti, serupa atau sama.
Dalam tata bahasa Arab, kata ini selalu dipakai untuk menyamakan
sesuatu dengan sesuatu yang lain, seperti ungkapan ‫انت مثل الشمس‬
(anda bagaikan matahari). Ungkapan ini dimaksudkan untuk
menyamakan seseorang dengan matahari disebabkan ia memiliki
sifat yang serupa dengan matahari. 13
Matsal secara istilah mengandung beberapa makna, yaitu:
1) Matsal dalam ilmu bayan bermakna tasybih.
2) Matsal merupakan ungkapan untuk menyerupakan keadaan
sesuatu atau seseorang dengan apa yang terkandung dalam
ungkapan tersebut.
3) Matsal merupakan ungkapan yang digunakan untuk
mengungkapkan kisah dan keadaan yang menakjubkan.
4) Matsal adalah suatu gambaran konkret dari hal yang abstrak.
Dari empat makna matsal di atas, al-Qaththan berpendapat
bahwa matsal al-Qur’an lebih cocok dengan pengertian terakhir,
yaitu lebih menonjolkan makna dalam perkataan yang menarik,
padat serta berpengaruh kuat terhadap jiwa. Al-Qaththan
berpendapat bahwa matsal al-Qur’an tidak dapat diartikan dengan

13
Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), hlm. 58.

10
pengertian etimologis seperti yang terdapat dalam buku-buku
bahasa dan tidak bisa pula diartikan kepada isti’arah.14
Ibnu Qayyim al-Jauziyah mendefinisikan amtsal
menyerupakan sesuatu dengan sesuatu terkait hal hukumnya dan
mendekatkan suatu perkara yang abstrak dengan yang indrawi.
Sementara itu Sayyid Qutb mendefinisikan amtsal sebagai suatu
cara untuk menggambarkan kondisi suatu bangsa pada masa yang
telah lalu dan menggambarkan akhlak mereka yang telah hilang.
Sedangkan menurut Rasyid Ridha, amtsal adalah kalimat yang
digunakan untuk memberikan kesan dan menggerakkan hati nurani
yang apabila didengar terus menerus akan menyentuh lubuk hati
yang paling dalam. Menurut Bakar Ismail, amtsal adalah
mengumpamakan sesuatu dengan sesuatu lainnya dengan jalan
isti’arah, kinayah atau tasybih.15

b. Unsur-Unsur amtsal di dalam al-Qur’an


Sesuatu bisa dikatakan sebagai amtsal apabila terdapat
beberapa unsur, yaitu:
1) Musyabbah (yang diserupakan), yaitu sesuatu yang hendak
diserupakan atau diumpamakan.
2) Musyabbah bih (asal perumpamaan), yaitu sesuatu yang bisa
dijadikan sebagai tempat untuk menyerupakan.
3) Wajh al-Syabah (segi persamaan), yaitu adanya sifat-sifat atau
persamaan yang terdapat pada dua keadaan yang diserupakan
(antara musyabbah dan musyabbah bih).
4) Adat al-tasybih, yaitu alat atau kata yang digunakan untuk
menyerupakan suatu keadaan. Contohnya seperti huruf kaf dan
kana, kata amtsal dan matsal atau bisa juga berupa isim seperti

14
Rusydie Anwar, Pengantar Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadith, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2015),
hlm. 111-112.
15
Rosihan Anwar, Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hlm. 92-93.

11
matsala, syibh atau sejenisnya yang bermakna perumpamaan
dan perumpamaan.16
Menurut para ahli bahasa Arab, kriteria amtsal harus
memenuhi empat syarat, yaitu:
1) Bentuk kalimatnya harus ringkas.
2) Isi dan maknanya harus mengena dan harus ringkas.
3) Perumpamaannya harus baik.
4) Kinayahnya harus indah.17

c. Pembagian amtsal al-Qur’an


Jika dilihat secara bahasa yang digunakan dan alamat yang
dituju, amtsal dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu pertama
macam-macam amtsal dari segi bentuk bahasa yang digunakan:
1) Amtsal musharrahah
Amtsal musharrahah adalah suatu amtsal atau
perumpamaan yang jelas yang menggunakan lafadz matsal atau
sesuatu yang menunjukkan tasybih.18 Amtsal jenis ini banyak
ditemukan di dalam al-Qur’an.

‫ب اللَّهُ بِنُ و ِر ِه ْم‬


َ ‫ت َم ا َح ْولَ هُ َذ َه‬
ْ َ‫َض اء‬
َ ‫اس َت ْوقَ َد نَ ًارا َفلَ َّما أ‬
ِ
ْ ‫َمَثلُ ُه ْم َك َمثَ ِل الَّذي‬
ٍ ‫و َتر َكهم يِف ظُلُم‬
‫ات اَل‬ َ ُْ َ َ
ِ ‫يب‬
‫صُرو َن‬ ُْ
Artinya: Perumpamaan mereka adalah seperti orang
yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi
sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari)
mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak
dapat melihat. (QS. al-Baqarah/2: [17]).

16
Ahmad Syadali, Ulumul Qur’an, Jilid II, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 35.
17
Abdul Djalal¸ Ulum al-Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2013), hlm. 326.
18
Kadar M. Yusuf, Studi…, hlm. 58.

12
2) Amtsal kaminah
Amtsal kaminah merupakan amtsal yang di dalamnya
tidak terdapat lafadz matsal, namun menunjukkan makna yang
menarik serta indah, yang sangat berpengaruh pada jiwa dan
mengena bila disangkutkan atau dihubungkan dengan hal-hal
atau kondisi yang hampir serupa. 19
Amtsal kaminah ini merupakan matsal yang biasa
digunakan oleh dikalangan bangsa Arab dan diungkapkan
dengan bahasa yang indah. Amtsal ini tidak mengandung lafal
tasybih namun menunjukkan makna yang indah, menarik dan
memiliki pengaruh tersendiri terhadap jiwa. Ayat-ayat amtsal
kaminah ini mirip dengan peribahasa yang berkembang di
tengah-tengah masyarakat sehingga mudah mempengaruhi
jiwa.
Amtsal semacam ini dapat ditemukan di dalam beberapa
ayat al-Qur’an. Beberapa ayat amtsal kaminah yang senada
dengan ungkapan bijak yang beredar di masyarakat Arab:
Ayat yang senada dengan ungkapan agar berbuat bijak
dan sederhana seperti “Sebaik-baik perkara adalah
pertengahan” pada surah al-Baqarah ayat 68:

‫ض َواَل‬ ُ ‫ك يَُبنِّي ْ لَنَ ا َم ا ِه َي ۚ قَ َال إِنَّهُ َي ُق‬


ٌ ‫ول إِن ََّه ا َب َق َرةٌ اَل فَ ا ِر‬ َ َّ‫قَ الُوا ْادعُ لَنَ ا َرب‬
ِ
َ ‫بِ ْك ٌر َع َوا ٌن َبنْي َ َٰذل‬
‫ك ۖ فَ ا ْف َعلُوا َم ا‬

‫ُت ْؤ َمُرو َن‬


Artinya: Mereka menjawab: "Mohonkanlah kepada
Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami;
sapi betina apakah itu". Musa menjawab: "Sesungguhnya
Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang
tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka
19
Al-Qathan, Pengantar Studi…, hlm. 406.

13
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu". (QS. al-
Baqarah/2: [68]).

a) Ayat yang senada dengan perkataan yang menekan bahwa


kebenaran berita perlu diselidiki ulang. (QS. al-Baqarah/2:
[260]).

‫ف حُتْيِي الْ َم ْوتَ ٰى ۖ قَ َال أ ََومَلْ ُت ْؤ ِم ْن ۖ قَ َال َبلَ ٰى‬ ِ ِ ِ


َ ‫ب أَرِيِن َكْي‬
ِّ ‫يم َر‬
ُ ‫َوإ ْذ قَ َال إ ْبَراه‬

َ ‫ص ْر ُه َّن إِلَْي‬ ِ ِ ِ ِٰ
‫اج َع ْل‬
ْ َّ‫ك مُث‬ ُ َ‫َولَك ْن ليَطْ َمئ َّن َقْليِب ۖ قَ َال فَ ُخ ْذ أ َْر َب َعةً م َن الطَّرْيِ ف‬
‫َن اللَّهَ َع ِز ٌيز‬ َ َ‫َعلَ ٰى ُك ِّل َجبَ ٍل ِمْن ُه َّن ُج ْزءًا مُثَّ ْادعُ ُه َّن يَأْتِين‬
َّ ‫ك َس ْعيًا ۚ َوا ْعلَ ْم أ‬

ِ‫ح‬
ٌ‫كيم‬ َ
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata:
"Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau
menghidupkan orang-orang mati". Allah berfirman:
"Belum yakinkah kamu?" Ibrahim menjawab: "Aku telah
meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap
(dengan imanku) Allah berfirman: "(Kalau demikian)
ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya
olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan diatas tiap-tiap
satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian
panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu
dengan segera". Dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. al-Baqarah/2: [260]).
b) Firman Allah yang senada dengan pernyataan bahwa segala
sesuatu akan dipertanggungjawabkan. (QS. an-Nisa/2:
[123]).

14
c) Ayat yang senada dengan peringatan agar manusia tidak
terjebak dua kali. (QS. al-Hajj/22: [4]).20
d) Ayat yang bermakna orang yang tidak mengetahui sesuatu
akan menantang sesuatu itu. (QS. Yunus/10: [39]).
3) Amtsal mursalah
Amtsal mursalah adalah kalimat-kalimat yang bebas,
tidak menggunakan lafal tasybih secara jelas namun kalimat-
kalimat itu berfungsi sebagai matsal yang di dalamnya terdapat
peringatan dan pelajaran bagi manusia.21
Hanya orang-orang yang benar-benar memahami
bidang sastra Arab yang dapat mengetahui ayat tersebut
termasuk ke dalam amtsal mursalah. Beberapa Contoh ayat
amtsal mursalah yang menjadi peribahasa di kalangan
masyarakat.
a) Ungkapan yang digunakan untuk mengibaratkan tingkah
laku dan tindakan yang berbeda pada setiap orang.

‫قُ ْل ُكلٌّ َي ْع َم ُل َعلَ ٰى َشاكِلَتِ ِه َفَربُّ ُك ْم أ َْعلَ ُم مِب َ ْن ُه َو أ َْه َد ٰى َسبِياًل‬


Artinya: Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat
menurut keadaannya masing-masing". Maka Tuhanmu
lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. (QS. al-
Isra’/17:[84]).
b) Ungkapan yang menggambarkan seseorang yang berusaha
berbuat kebaikan yang pada akhirnya memperoleh manfaat
dari kebaikan yang ia perbuat.
ِ ‫هل جزاء اإْلِ حس‬
‫ان إِاَّل اإْلِ ْح َسا ُن‬ َ ْ ُ ََ ْ َ
Artinya: Tidak ada balasan kebaikan kecuali
kebaikan (pula). (QS. ar-Rahman/55:[60]).

20
Mabhub Nuryadien, Amtsal: Media Pendidikan Dalam Al-Qur’an, Risalah Jurnal Pendidikan Dan
Studi Islam, Vol. 4 No. 2 Januari 2018, hlm. 21-22.
21
Mabhub Nuryadien, Amtsal…, hlm. 22

15
c) Suatu ungkapan yang bermakna suatu kelompok kecil yang
kemudian mengalahkan kelompok besar.

‫ود قَ َال إِ َّن اللَّهَ ُمْبتَلِي ُك ْم بَِن َه ٍر فَ َم ْن‬


ِ ُ‫َفلَ َّما فَصل طَالُوت بِاجْل ن‬
ُ ُ ََ
‫ف غُْرفَةً بِيَ ِد ِه‬َ ‫س ِميِّن َو َم ْن مَلْ يَطْ َع ْمهُ فَِإنَّهُ ِميِّن إِاَّل َم ِن ا ْغَتَر‬ ِ ‫َش ِر‬
َ ‫ب مْنهُ َفلَْي‬
َ
ِ َّ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ۚ فَ َش ِربُوا مْنهُ إاَّل قَلياًل مْن ُه ْم ۚ َفلَ َّما َج َاو َزهُ ُه َو َوالذ‬
‫ين َآمنُوا َم َعهُ قَالُوا اَل‬

‫ين يَظُنُّو َن أَن َُّه ْم ُماَل قُو اللَّ ِه َك ْم‬ ِ َّ ِِ ‫جِب‬


َ ‫وت َو ُجنُوده ۚ قَ َال الذ‬
َ ُ‫طَاقَةَ لَنَا الَْي ْو َم َال‬
ِ َّ ‫ت فِئَةً َكثِري ًة بِِإ ْذ ِن اللَّ ِه ۗ واللَّهُ مع‬ ٍ ِ ٍِ ِ
َ ‫الصاب ِر‬
‫ين‬ ََ َ َ ْ َ‫م ْن فئَة قَليلَة َغلَب‬
Artinya: Maka tatkala Thalut keluar membawa
tentaranya, ia berkata: "Sesungguhnya Allah akan menguji
kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu
meminum airnya; bukanlah ia pengikutku. Dan
barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk
seceduk tangan, maka dia adalah pengikutku". Kemudian
mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara
mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang
beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu,
orang-orang yang telah minum berkata: "Tak ada
kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan
tentaranya". Orang-orang yang meyakini bahwa mereka
akan menemui Allah, berkata: "Berapa banyak terjadi
golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang
banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang
yang sabar". (QS. al-Baqarah/2:[249]).
d) Ungkapan yang menggambarkan orang-orang yang selalu
menuruti keinginan nafsunya padahal bisa jadi hal itu
mendatangkan dampak negatif.

16
ُ َ‫ب َعلَْي ُك ُم الْ ِقت‬
‫ال َو ُه َو ُك ْرهٌ لَ ُك ْم ۖ َو َع َس ٰى أَ ْن تَكَْر ُه وا َش ْيئًا‬ ِ
َ ‫ُكت‬
‫َو ُه َو َخْي ٌر لَ ُك ْم ۖ َو َع َس ٰى أَ ْن حُتِ بُّوا َش ْيئًا َو ُه َو َش ٌّر لَ ُك ْم ۗ َواللَّهُ َي ْعلَ ُم َوأَْنتُ ْم‬

‫اَل َت ْعلَ ُمو َن‬


Artinya: Diwajibkan atas kamu berperang, padahal
berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi
kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,
dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia
amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui. (QS. al-Baqarah/2: [216]).
Ungkapan ini semakna dengan peribahasa yang
dikenal di kalangan bangsa Indonesia “Janganlah yang
manis segera ditelan, barangkali akan menjadi penyakit.
Dan janganlah yang pahit segera dimuntahkan, barangkali
ia akan menjadi obat.”22

ٌ‫َعلِيم‬ ‫لَ ْن َتنَالُوا الْرِب َّ َحىَّت ٰ ُتْن ِف ُقوا مِم َّا حُتِ بُّو َن ۚ َو َما تُْن ِف ُقوا ِم ْن َش ْي ٍء فَِإ َّن اللَّهَ بِِه‬
Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada
kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan
sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu
nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (QS.
Ali 'Imran/3: [92])
Kedua, macam- macam amtsal jika dilihat dari segi alamat
yang dituju:
1) Amtsal yang baik
Amtsal ini meliputi amtsal tentang sifat-sifat Allah,
tentang rasul dan nabi serta orang-orang yang telah lulus dalam
ujian, tentang keagungan al-Qur’an, amtsal tentang nafkah
yang dikeluarkan di jalan Allah, dan amtsal tentang surga.

22
Kadar M. Yusuf, Studi…, hlm. 58.

17
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ ‫قُ ْل لَ ْو َكا َن الْبَ ْحُر م َد ًادا ل َكل َمات َريِّب لَنَف َد الْبَ ْحُر َقْب َل أَ ْن َتْن َف َد َكل َم‬
‫ات َريِّب‬

‫َولَ ْو ِجْئنَا مِبِثْلِ ِه َم َد ًدا‬


Artinya: Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta
untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah
lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)".
(QS. Al-Kahf/18: [109])
2) Amtsal yang buruk (Amtsal Qabih)
Amtsal yang buruk berupa amtsal orang munafik,
amtsal orang kafir, amtsal orang musyrik, amtsal amalan-
amalan yang jahat, amtsal kehidupan dunia.23
ِ
ُ‫ب اللَّه‬
َ ‫ت َما َح ْولَهُ َذ َه‬
ْ َ‫َضاء‬ ْ ‫َم َثلُ ُه ْم َك َمثَ ِل الَّذي‬
َ ‫اسَت ْوقَ َد نَ ًارا َفلَ َّما أ‬
ِ ٍ ِ
‫ْم عُ ْم ٌي َف ُه ْم اَل‬ ُ )١٧( ‫بِنُو ِره ْم َوَتَر َك ُه ْم يِف ظُلُ َمات اَل يُْبصُرو َن‬
ٌ ‫ص ٌّم بُك‬
‫ات َو َر ْع ٌد َو َبْر ٌق جَيْ َعلُو َن‬ ِ ِ ِ َّ ‫ب ِمن‬ ٍ َ ‫) أ َْو َك‬١٨( ‫َير ِجعُو َن‬
ٌ ‫الس َماء فيه ظُلُ َم‬ َ ِّ‫صي‬ ْ
ِ ِ ٌ ‫ت ۚ واللَّه حُمِي‬
ِ ِ َّ ‫أَصابِعهم يِف آ َذاهِنِم ِمن‬
َ ‫ط بالْ َكاف ِر‬
)١٩( ‫ين‬ ُ َ ‫الص َواع ِق َح َذ َر الْ َم ْو‬ َ ْ ْ َُ َ
Artinya: Perumpamaan mereka adalah seperti orang
yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi
sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari)
mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak
dapat melihat (17). Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah
mereka akan kembali (ke jalan yang benar) (18). atau seperti
(orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai
gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya
dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab

23
Dudung, Abdullah Harun, Tamsil dalam al-Qur’an Membina Orang Beriman, (Jakarta: Kalam
Mulia, 1990), hlm. 77.

18
takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir
(19). (QS. al-Baqarah/2: [17]).

d. Macam-Macam Lafadz Amtsal


1) Tasybih sarih (perumpamaan yang berbentuk jelas) yang ada di
dalam istilah Ulumul Qur’an disebut amtsal musarrahah.24

‫ب اللَّهُ بِنُ و ِر ِه ْم‬


َ ‫ت َم ا َح ْولَ هُ َذ َه‬
ْ َ‫َض اء‬
َ ‫اس َت ْوقَ َد نَ ًارا َفلَ َّما أ‬
ِ
ْ ‫َمَثلُ ُه ْم َك َمثَ ِل الَّذي‬
ٍ ‫و َتر َكهم يِف ظُلُم‬
‫ات اَل‬ َ ُْ َ َ
ِ ‫يب‬
‫صُرو َن‬ ُْ
Artinya: Perumpamaan mereka adalah seperti orang
yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi
sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari)
mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak
dapat melihat. (QS. al-Baqarah/2: [17]).
2) Tasybih dimmi, (perumpamaan yang tidak tampak)
Dalam istilah Ulumul Qur’an disebut amtsal kaminah,
atau tasybih yang kedua belah pihak (musyabbah dan
musyabbah bih) tidak dirangkai dalam suatu bentuk tasybih
yang sudah dikenal namun dapat dipahami dari konteks
kalimat. Majaz mursal yaitu kata-kata yang apabila digunakan
tidak bermakna seperti maknanya yang asli/makna yang
sebenarnya yang disebabkan oleh hubungan keserupaan
24
Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 320-323.

19
ataupun qarinah (kata pengikat/alasan/bukti) sehingga
menghalangi pemahaman dengan makna asli atau bisa juga
disebut dengan perumpamaan bebas.25
ِ ِ َّ ِ‫أُو ٰلَئ‬
‫اب َواَل ُه ْم‬ ُ ‫الد ْنيَا بِاآْل خَر ِة ۖ فَاَل خُيَف‬
ُ ‫َّف َعْن ُه ُم الْ َع َذ‬ ُّ ‫ين ا ْشَتَر ُوا احْلَيَا َة‬
َ ‫ك الذ‬َ

‫صُرو َن‬
َ ‫يُْن‬
Artinya: Itulah orang-orang yang membeli kehidupan
dunia dengan (kehidupan) akhirat, maka tidak akan
diringankan siksa mereka dan mereka tidak akan ditolong.
(QS. Al-Baqarah/2: [86])
3) Majaz Mursal
Majaz mursal adalah kata yang dipakai tidak untuk
maknanya yang sebenarnya disebabkan adanya hubungan yang
selain kesukaan serta adanya qarinah yang menghalangi
pemahaman makna yang asli atau yang disebut dengan bentuk
perumpamaan bebas dan tidak terikat oleh asal ceritanya.
ِ ‫ض ِرب مثَل فَاستَ ِمعوا لَه ۚ إِ َّن الَّ ِذين تَ ْدعو َن ِمن د‬
‫ون اللَّ ِه لَ ْن‬ ُ ْ ُ َ ُ ُ ْ ٌ َ َ ُ ‫َّاس‬ ُ ‫يَا أَيُّ َها الن‬
ۚ ُ‫اب َشْيئًا اَل يَ ْسَتْن ِق ُذوهُ ِمْنه‬ ُّ ‫اجتَ َمعُوا لَهُ ۖ َوإِ ْن يَ ْسلُْب ُهم‬
ُ َ‫الذب‬ ُ ْ ‫خَي ْلُ ُقوا ذُبَابًا َولَ ِو‬
‫وب‬
ُ ُ‫َوالْ َمطْل‬ ُ‫الطَّالِب‬ ‫ف‬
َ ُ‫ضع‬
َ
Artinya: Hai manusia, telah dibuat perumpamaan,
maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya
segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat
menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu
menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari
mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat
itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah
(pulalah) yang disembah. (QS. Al-Hajj/22: [73])
25
Mustafa Usman, Al-Balaqah Al Wadihah, terj. Mujiyo Nurkholis Dkk, (Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 2000), hlm. 61.

20
4) Majaz murakkab (perumpamaan ganda) yaitu lafadz yang
digunakan pada kalimat Musyabbahnya dengan arti asal wajh
al syabahnya tersusun dari beberapa tingkat dengan
menunjukan persamaan yang diambil dari adanya hubungan
dan bukan sebab adanya penyerupaan. 26
ِ ِ ِ ِ ِ َّ
‫س‬ ْ ‫وها َك َمثَ ِل احْل َما ِر حَيْم ُل أ‬
َ ‫َس َف ًارا ۚ بْئ‬ َ ُ‫ين مُحِّلُوا الت َّْو َراةَ مُثَّ مَلْ حَيْمل‬
َ ‫َمثَ ُل الذ‬
ِِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ
َ ‫ين َك َّذبُوا بِآيَات اللَّه ۚ َواللَّهُ اَل َي ْهدي الْ َق ْو َم الظَّالم‬
‫ني‬ َ ‫َمثَ ُل الْ َق ْوم الذ‬
Artinya: Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan
kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya
adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal.
Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan
ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada
kaum yang zalim. (QS. al-Jumu’ah/62: [5])
5) Isti’arah ma’niyah adalah isti’arah yang telah dihilangkan
musyabbah bihnya (sesuatu yang diserupai) lalu disiratkan
dengan sesuatu dari sifatnya yang khas.
Isti’arah tamtsiliyah adalah suatu bentuk susunan
kalimat yang tidak digunakan pada makna aslinya sebab
terdapat kesamaan antara makna asli dan makna majazi serta
adanya qarinah yang menghalangi pemahaman kalimat
tersebut terhadap makna aslinya.27

‫ت ِآمنَ ةً ُمطْ َمئِنَّةً يَأْتِ َيه ا ِر ْز ُق َه ا َر َغ ًدا ِم ْن ُك ِّل‬


ْ َ‫ب اللَّهُ َمثَاًل َقْريَ ةً َك ان‬
َ ‫ض َر‬
َ ‫َو‬
ِ ‫وع واخْل و‬
‫ف مِب َ ا‬ ِ َّ ِ َّ ِ ِ ‫ان فَ َك َف ر‬
ٍ ‫م َك‬
َ َ‫ت ب أَْنعُم الله فَأَ َذا َق َه ا اللهُ لب‬
ْ َ َ ِ ُ‫اس اجْل‬ ْ َ َ
‫صَنعُو َن‬
ْ َ‫َكانُوا ي‬

26
Hifni Bek Dayyab (Dkk), Kaidah Tata Bahasa Arab, Nahwu Saraf, Balagah, Bayan, Badi’, terj.
(Jakarta: Chatibul Umam, Darul ‘Ulum, 1990), hlm. 495.
27
Abdul Djalal, Ulumul…, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hal. 320-323.

21
Artinya: Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan
(dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram,
rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap
tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat
Allah; sebab itu Allah merasakan kepada mereka pakaian
kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka
perbuat. (QS. An-Nahl/16: [112])

2. Metode Pembelajaran
a. Pengertian Metode
Secara etimologis, istilah metode berasal dari bahasa
Yunani “metodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata yakni
“metha” yang memiliki berarti melalui atau melewati dan “hodos”
yang berarti jalan atau cara. Sehingga metode diartikan sebagai
suatu jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan.28 Dalam bahasa
Arab metode diartikan dengan kata thariqah yang bermakna jalan,
cara, sistem atau langkah-langkah strategis yang harus
dipersiapkan untuk melakukan sebuah pekerjaan. Sedangkan dalam
bahasa Indonesia, metode dapat juga disinonimkan dengan kata
cara.29
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, metode dapat
diartikan sebagai cara yang teratur dan sistematis guna mencapai
maksud, atau dapat diartikan sebagai cara kerja yang tersistematis
sehingga memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai
tujuan yang ingin dicapai.30
Metode dapat juga diartikan sebagai cara atau jalan yang
harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Selain itu, metode

28
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta:
Ciputat Pers, 2002), hlm. 40.
29
Ramayulis, Metodologi Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), hlm. 2-3.
30
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), hlm. 581.

22
juga dapat diartikan sebagai suatu saran untuk menemukan,
menguji, dan menyusun data untuk pengembangan suatu disiplin
ilmu.31 Sehingga metode termasuk salah satu komponen-komponen
pendidikan yang sangat menentukan pencapaian dari tujuan suatu
kegiatan pendidikan.32
Winarto Surakhmad berpendapat bahwa metode merupakan
cara yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan. 33 Metode
juga diartikan sebagai cara yang digunakan agar materi
pembelajaran tersampaikan kepada anak didik.34 Sedangkan

Abuddin Nata berpendapat bahwa metode yang


berhubungan dengan teori, konsep serta wawasan yang berkaitan
dengan berbagai disiplin ilmu disebut dengan metode pengajaran.
Di sisi lain ilmu yang mengkaji tentang berbagai macam metode
yang berkaitan dengan pengajaran itu sendiri disebut dengan
metodologi pengajaran.35
Muhammad Athiyah al Abrasyi mendefinisikan metode
sebagai jalan yang harus diikuti agar siswa paham dengan semua
materi pembelajaran. Sehingga metode dapat disimpulkan sebagai
jalan, cara, langkah, strategi yang mesti dilalui untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.

b. Pengertian Pembelajaran
Menurut Moh, Surya, belajar merupakan suatu proses usaha
yang dilakukan oleh seorang individu guna mendapatkan
31
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Penerbit Gaya Media
Pratama, 2005), hlm. 143.
32
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana, 2008), cet. V, hlm. 60.
33
Winarno, Surakhmad, Pengantar Interaksi Belajar Mengajar, (Bandung:
Tarsito, 1998), hlm. 96.
34
Jalaluddin dan Usman Said, “Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 1996), cet II, hlm. 52.
35
Abuddin Nata, Prespektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta:
KencanaPrenada Media Grup, 2011), cet.2. hlm. 176.

23
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan yang
merupakan hasil pengalaman individu tersebut dalam berinteraksi
dengan lingkungannya.36
Menurut Corey, pembelajaran merupakan suatu proses
dimana sebuah lingkungan diatur sedemikian rupa agar seorang
individu dapat melakukan suatu tingkah laku dan respon terhadap
situasi tertentu, pembelajaran merupakan bagian khusus dari
pendidikan.37
Menurut Budimansyah, pembelajaran merupakan sebuah
perubahan dalam kemampuan, sikap dan perilaku peserta didik
yang bersifat relatif permanen sebagai akibat dari pengalaman atau
latihan, sehingga perubahan kemampuan yang bersifat sementara
dan kemudian kembali pada perilaku awal mengindikasikan bahwa
belum terjadinya pembelajaran meskipun sudah dilakukan
pengajaran.
Sedangkan dalam UUSPN nomor 20 tahun 2003,
pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara peserta didik
dan sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar. 38

c. Pengertian Metode Pembelajaran


Kemampuan memilih metode pembelajaran merupakan
salah satu kemampuan terpenting yang harus dimiliki oleh seorang
guru. Hal ini disebabkan kemampuan memilih metode
pembelajaran yang efektif akan mampu menciptakan kondisi kelas
yang kondusif. Pemilihan metode pembelajaran yang efektif juga
mempertimbangkan apakah metode tersebut relevan dan tepat
dengan kemampuan dan kecakapan yang harus dimiliki oleh
peserta didik.

36
Sifa Siti Mukrimah, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: UPI, 2014), hlm. 33.
37
ibid, hlm. 35.
38
Sri Hayati, Belajar dan Pembelajaran Berbasis Cooperativ Learning, (Jakarta:
Graha Cendekia, 2017), hlm. 2-3.

24
Metode pelajaran adalah suatu cara yang digunakan untuk
menghadirkan interaksi antara guru dan siswa yang kemudian
berakibat terjadinya transformasi kemampuan dari guru terhadap
siswa pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.39
Perbedaan dalam pemilihan metode pembelajaran berakibat
pada situasi yang dihasilkan berbeda pula. Oleh sebab itu Analisa
perencanaan mengenai suatu metode yang akan digunakan dalam
pembelajaran sangat diperlukan, dengan mempertimbangkan
situasi apa yang ingin diciptakan dan kemampuan apa yang
diharapkan. Ringkasnya tidak ada satupun metode yang dapat
dikatakan benar-benar efektif dalam suatu pembelajaran untuk
semua situasi dan tujuan.
Abu Ahmadi mendefinisikan metode mengajar sebagai
suatu pengetahuan mengenai tata cara mengajar yang digunakan
oleh guru atau instruktur.40
Omar Mohammad berpendapat bahwa metode mengajar
bermakna segala kegiatan terarah yang dikerjakan oleh guru dalam
mata pelajaran yang diajarkannya, ciri-ciri perkembangan peserta
didik serta suasana alam sekitar dan dalam rangka menolong
siswa-siswanya untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan
perubahan yang diharapkan dari tingkah laku mereka.41
Ramayulis mendefinisikan metode mengajar sebagai cara
guru berinteraksi dengan peserta didik selama proses pembelajaran
berlangsung.42 Sehingga disimpulkan bahwa metode pembelajaran
jika dikaitkan dengan pendidikan agama Islam bermakna jalan,
cara, strategi atau langkah-langkah untuk menanamkan nilai-nilai

39
Mohammad Syarif Sumantri, Strategi, hlm. 10.
40
Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hlm.
52.
41
Omar Muhammad, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979),
hlm. 553.
42
Ramayulis, Metodologi, hlm. 3.

25
keislaman pada jiwa anak sehingga tumbuh menjadi seorang yang
berkepribadian islami.

d. Metode Pembelajaran di dalam al-Qur’an


Adapun beberapa metode pembelajaran yang terkandung di
dalam al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1. Dialog
Metode ini dinilai mampu menjadi perantara dalam
menyampaikan informasi antara pendidik dan peserta didik.
Ada beberapa macam dialog di dalam al-Qur’an, pertama,
dialog dengan pendekatan rasionalis seperti yang dilakukan
oleh nabi Nuh terhadap Kan’an yang memilih mendaki gunung
ketika banjir datang. kedua, dialogis-demokratis-teologis
seperti dialog yang dilakukan nabi Ibrahim dengan ismail
mengenai mimpinya menyembelih Ismail dan beliau
menyampaikan bahwa penyembelihan tersebut merupakan
perintah dari Allah. ketiga, dialogis psikologis seperti yang
dilakukan nabi Ya'qub terhadap putranya Yusuf mengenai
mimpi sang putra. Keempat, dialogis-intuitif seperti dialog
yang dilakukan Maryam dengan kaumnya yang pada akhirnya
melibatkan nabi Isa sebab Maryam sangat yakin bahwa
kaumnya tidak akan percaya dengan apa yang ia jelaskan,
sehingga Maryam pada akhirnya mengandalkan kekuatan
transendental dari Allah SWT dalam bentuk intuisi pada nabi
Isa
2. Prenatal-postnatal
Metode ini didapati pada pola pendidikan Imran
terhadap Maryam dan nabi Zakariya terhadap nabi Yahya.
Usaha di dalam metode pendidikan ini dilakukan melalui doa-

26
doa dan amal saleh lainnya. Seperti nabi Zakariya yang berdoa
bertahun-tahun dengan uslub-uslub yang berbeda-beda pula
yang menunjukkan kesungguhan dan keyakinan pada dirinya
untuk mendapatkan anak yang shalih meskipun pada saat itu
usianya sudah tua renta.
3. Problem solving
Metode ini pernah dilakukan oleh nabi Adam terhadap
kedua putranya Habil dan Qabil serta nabi Ya’kub terhadap
putra-putranya.
4. Debat (al-mujadalah)
Metode ini hampir mirip dengan metode diskusi, namun
metode ini diisi oleh peserta yang heterogen yang mungkin
berbeda ideologis, agama, prinsip, filsafat atau perbedaan
krusial lainnya.
5. Amtsal
Imitasi (al-qudwah), metode ini dilakukan dengan
menampilkan teladan langsung untuk peserta didik baik di
dalam kelas maupun di luar kelas. Metode ini juga dapat
disebut dengan metode keteladanan, metode ini penting
terdapat aspek afektif yang tercerminkan dalam bentuk tingkah
laku (behavioral). Hal ini selaras dengan surah al-Mumtahanah
ayat 4:

‫ين َم َع هُ إِ ْذ قَ الُوا‬ ِ َّ ‫قَ ْد َك انَت لَ ُكم أُس وةٌ حس نةٌ يِف إِب ر ِاه‬
َ ‫يم َوالذ‬
َ َْ َََ َ ْ ْ ْ
ِ ‫لَِق و ِم ِهم إِنَّا ب رآء ِمْن ُكم ومِم َّا َتعب ُدو َن ِمن د‬
‫ون اللَّ ِه َك َف ْرنَ ا بِ ُك ْم َوبَ َدا َبْيَننَ ا‬ ُ ْ ُْ َ ْ ُ َ ُ ْ ْ
‫يم‬ ِ ِ ‫ِاَّل‬ ِ َّ ِ ِ
َ ‫ض اءُ أَبَ ًدا َحىَّت ٰ ُت ْؤمنُ وا بالله َو ْح َدهُ إ َق ْو َل إ ْب َراه‬
َ ‫َو َبْينَ ُك ُم الْ َع َد َاوةُ َوالَْب ْغ‬
ٍ ِ ِ ‫يه أَل‬
َ ‫ك ِم َن اللَّ ِه ِم ْن َش ْيء ۖ َربَّنَ ا َعلَْي‬
‫ك َت َو َّك ْلنَا‬ َ َ‫ك ل‬ َ َ‫َس َت ْغفَر َّن ل‬
ُ ‫ك َو َم ا أ َْمل‬ ِ ‫أِل‬
ْ ِ‫َب‬
ِ َ ‫ك أََنبنَا وإِلَي‬
ُ‫ك الْ َمصري‬ ْ َ ْ َ ‫َوإِلَْي‬

27
Artinya: Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang
baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama
dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka:
"Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari
daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari
(kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu
permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu
beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada
bapaknya: "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan
bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu
(siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan kami hanya
kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada
Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami
kembali". (QS. al-Mumtahanah /60: [4])
6. Pemberian hukuman dan ganjaran
Jika metode keteladanan dan pembiasan tidak efektif,
maka harus ada langkah tegas untuk menyelesaikan
permasalahan sebagai bentuk tanggung jawab untuk mendidik
dan membimbing peserta didik, dan bimbingan itu dalam
bentuk hukuman.43
Metode-metode pembelajaran lain yang terdapat di
dalam al-Qur’an,44 yaitu:
a) Metode ta’lim (memberitahukan atau menjelaskan)
b) Metode kisah.
c) Metode tamti’.
d) Metode tazwiid (metode pemberian bekal atau drill).
e) Metode ta’dzib (metode pemberian hukuman fisik).

43
Miftahul Huda, Interaksi Pendidikan: 10 Cara Al-Qu’ran Mendidik Anak,
(Malang: Uin Malang Press, 2008), hlm. 315-320.
44
Zulfikar Ali Buto, Wawasan Al-Qur’an Tentang Metode Pendidikan, Jurnal
Tarbiyah Vol 25 No 1 Januari-Juni 2018, hlm.

28
B. Penelitian yang Relevan
1. Muhammad Rifki (2017) Studi Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir Fakultas
Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Penelitian
beliau berjudul “Matsal Serangga Dalam Al-Qur’an (Studi Kritis
Tafsir Kementrian Agama)”. Skripsi ini membahas tentang tiga ayat
dalan al-Qur’an yang membahas serangga sebagai perumpamaan.
Pertama surah al-Hajj ayat 73 yang membahas tentang lalat, kedua
surah al-ankabut ayat 41, dan yang ketiga dalam surah al-Baqarah ayat
26. Penelitian beliau menitikberatkan pada pengaruh uslub matsal di
dalam al-Qur’an agar manusia mampu mengambil i’tibar di dalamnya
dan dari segi kemukjizatan al-Qur’an terkait perumpamaan serangga di
dalam amtsal al-Qur’an. Dalam pengumpulan data, skripsi ini
menggunakan teknik pengumpulan data (library research) atau
kualitatif dengan sumber primer yaitu Kitab Tafsir Kementrian Agama
Islam. Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan yaitu dari tiga ayat
matsal mengenai serangga tersebut, didapatlah informasi tambahan
mengenai lalat, laba-laba dan nyamuk dalam kajian saintifik.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu
sama-sama meneliti metode matsal namun peneliti berfokus dengan
metode amtsal pada surah al-Baqarah sebagai metode pendidikan
sedangkan Muhammad Rifki berfokus pada amtsal serangga di dalam
al-Qur’an.
2. Ridwan Wening Panggalih (2017). Penelitian beliau berjudul,
“Efektifitas Metode “Amtsal” Dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak Di
MTs Al-Falah Maos Kelas VII”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat efektifitas metode amtsal (perumpamaan) dalam
meningkatkan pemahaman siswa terhadap mata pelajaran Akidah
Akhlak di Kelas VIII MTs Al Fatah Maos. Pada penelitian ini, beliau
menggunakan metode quasi eksperimen, untuk mengumpulkan data
peneliti menggunakan metode field work research (penelitian
lapangan) dan untuk analisis data peneliti menggunakan teknik analisis

29
kuantitatif. Dari penelitian tersebut diperolehlah u-hitung=116< u-
tabel=127 dan nilai p=0,022 < α=0.05, sehingga Ho ditolak dan Ha
diterima. Sehingga kesimpulannya metode amtsal letih tinggi tingkat
efektifitasnya dibandingkan dengan metode konvensional dengan skor
indeks N-Gain 0,57. Antara penelitian peneliti dengan penelitian
ridwan terdapat persamaan yaitu sama-sama membahas metode
amtsal, namun peneliti menggunakan pendekatan studi kepustakaan
sedangkan penelitian Ridwan menggunakan pendekatan studi
lapangan.
3. Miftahul Jannah (2014) Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas
Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Uin Syarif Hidayatullah. Penelitiannya
berjudul “Metode Pendidikan Islam Yang Terkandung Dalam Al-
Qur’an Surat An-Nahl Ayat 125-126”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui metode pendidikan Islam yang terkandung dalam surat an-
Nahl ayat 125-126. Skripsi ini menggunakan metode deskriptif
analisis, yaitu menganalisa masalah dengan mengumpulkan data-data
kepustakaan kemudian data tersebut dideskriptifkan dan kemudian
ditarik kesimpulannya. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa di
dalam surat an-nahl ayat 125-126 mengandung metode penelitian
mauizhah atau nasehat, diskusi dan hukuman. Persamaan penelitian
Miftahul Jannah dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu sama-
sama meneliti tentang metode pendidikan dalam al-Qur’an, namun
peneliti memfokuskan penelitian pada metode amtsal di dalam surah
al-Baqarah sedangkan Miftahul Jannah fokus pada metode pendidikan
yang terkandung dalam surah an-Nahl ayat 125-126.
4. Annisa Khanza Fauziah (2017) Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Penelitiannya berjudul “Metode Pendidikan Dalam Perspektif Al-
Qur’an (Kajian Tafsir Terhadap Surat An-Nahl Ayat 125-128)”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tafsir surat an-nahl. Metode
penelitian dari skripsi ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan

30
kajian studi kepustakaan (library research). Teknik pengumpulan data
diambil dari sumber-sumber kepustakaan, kemudian dianalisis dengan
metode tahlili. Sumber primer dari penelitian ini adalah kitab-kitab
tafsir. Dari penelitian ini peneliti mendapatkan kesimpulan bahwa
dalam surah an-Nahl terkandung beberapa metode pendidikan, yaitu:
metode hikmah, metode mau’izhah hasanah, dan metode jidal.
Persamaan penelitian Annisa Khanza Fauziah dengan penelitian yang
peneliti lakukan yaitu sama-sama berfokus pada metode pendidikan di
dalam al-Qur’an, namun peneliti berfokus pada surah al-Baqarah
sedangkan penelitian Annisa Khaza Fauziah berfokus pada surah an-
Nahl ayat 125-128.
Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, peneliti meneliti
amtsal dengan titik fokus pada amtsal sebagai metode pembelajaran,
peneliti juga memusatkan kajian hanya pada amtsal di dalam surah al-
Baqarah.

31
BAB III
Metode Penelitian

A. Jenis Penelitian
Penelitian yang peneliti lakukan adalah penelitian kepustakaan
(library research). Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang
menjadikan perpustakaan sebagai tempat untuk mendapatkan data
penelitiannya. Intinya penelitian kepustakaan membatasi penelitiannya
hanya pada bahan-bahan koleksi pustaka saja tanpa melakukan penelitian
lapangan. Bahan koleksi yang digunakan meliputi buku, jurnal, karya
ilmiah dan lain sebagainya.45
Penelitian ini deskriptif sebagai ciri khas dari penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan memahami fenomena
yang dialami oleh subjek penelitian secara keseluruhan dan dengan cara
deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu uraian khusus
yang bersifat ilmiah dan dengan menggunakan berbagai metode ilmiah.46
Bersifat kualitatif adalah penelitian pustaka dan untuk
mendapatkan kesimpulan dari pokok permasalahan yang peneliti analisa,
maka peneliti melakukan penelitian kepustakaan (library research). Hal

45
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2008), Hlm. 1-2.
46
Kaelan, Metodologi Penelitian Kualitatif Interdisipliner Bidang Sosial, Budaya,
Filsafat, Seni, Agama dan Humaniora

32
ini dilakukan dengan cara meneliti kitab tafsir al-Qur’an dan buku lain
yang menunjang data penelitian.

B. Sumber data
1. Sumber Data Primer
Penelitian ini berkaitan dengan ayat al-Qur’an, maka peneliti
menjadikan al-Qur’an sebagai rujukan primer dan untuk memudahkan
pelacakan ayat-ayat yang mengandung amtsal dalam surah al-Baqarah
maka peneliti menggunakan al-Mu'jam al-Mufahras Li al-fazh al-
Qur’an. Selain itu peneliti juga menjadikan kitab tafsir sebagai sumber
data primer seperti Tafsir ath-Thabari dengan judul asli Jami’ al
bayan an Ta’wil Ayi Al-Qur’an karya Abu Jafar Muhammad bin Jarir
Ath-Thabari yang kemudian dialih bahasakan oleh Ahsan Askan,
kemudian kitab tafsir Al Qurthubi dengan judul asli Al Jami' Li-Ahkam
Al-Qur’an karya Syaikh Imam Al Qurthubi yang dialih bahasakan oleh
Fathurrahman, Ahmad Khotib dan Nashirul Haq, kitab tafsir As Sa’adi
dengan judul asli Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir-Tafsir Kalam
Al-Mannan karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa'di yang
dialih bahasakan oleh Muhammad Iqbal, Izzuddin Karimi, Mustofa
Aini, Muhammad Ashim, dan Ahmad Zuhdi Amin.

2. Sumber Data Sekunder


Sedangkan kepustakaan yang bersifat sekunder adalah buku-
buku keagamaan, serta jurnal dan artikel yang terkait dengan tema.

C. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
studi dokumentasi. Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan
data dengan cara mengumpulkan sebanyak mungkin data-data primer dan
sekunder dari sejumlah kajian dari dokumen yang berkaitan dengan pokok
permasalahan dalam penelitian. Untuk menemukan literatur yang sesuai

33
dengan permasalahan yang ingin ini diteliti, maka peneliti harus
mengumpulkan sumber-sumber data yang terkait kemudian mengolah data
dan menganalisis data yang sudah terkumpul kemudian membuat
kesimpulan dari data yang dianalisis.47

D. Teknik Analisis Data


Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode tafsir
maudhu’i. metode tafsir maudhu’i adalah suatu cara menafsirkan ayat al-
Qur’an berdasarkan masalah yang dikaji.48 Beberapa langkah yang
dilakukan ketika menggunakan teknik penafsiran ini yaitu sebagai berikut:
1. Menentukan permasalahan atau topik yang akan dikaji yaitu ayat-ayat
tentang perumpamaan dalam surah al-Baqarah.
2. Menentukan kata kunci mengenai permasalahan itu dalam surah al-
Baqarah.
3. Mengumpulkan ayat-ayat yang berbicara mengenai amtsal tersebut.
4. Menyusun ayat-ayat tersebut berdasarkan kronologis turunnya.
5. Menjelaskan maksud ayat-ayat tersebut berdasarkan penjelasan ayat
yang lain, perkataan nabi, sahabat dan analisis bahasa.
6. Menjawab rumusan masalah tentang amtsal sebagai metode
pembelajaran di dalam surah al-Baqarah.

E. Metode Analisis Data


Untuk menentukan suatu temuan atau hal baru dalam penelitian,
baik temuan substantif maupun formal, maka dibutuhkan analisa data.
Setelah data-data terkumpul, baik data primer maupun sekunder, maka
penulis melakukan analisa data. Untuk penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik analisis isi atau (content analysis). Konten analisis

47
Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial,
(Jakarta: Salemba Humanika 2010), hlm. 147.
48
Kadar M. Yusuf, opcit, hlm. 139-140.

34
yaitu suatu analisis yang menekankan pada analisis ilmiah tentang isi
pesan suatu buku atau dokumen.49
Langkah pertama yaitu peneliti menafsirkan ayat-ayat tentang
amtsal di dalam surah al-Baqarah. Setelah itu mencari pesan yang
terkandung dalam ayat tersebut.
Agar data yang terkumpul dapat menjadi bahasan yang akurat,
maka peneliti menggunakan metode yang bersifat kualitatif dengan cara
berfikir: pertama, deduktif, yaitu peneliti menjabarkan data secara umum
kemudian diambil kesimpulan yang bersifat khusus. kedua, induktif, yaitu
peneliti meninjau hal-hal yang bersifat khusus untuk diuraikan secara
umum. Ketiga, komparatif, yaitu peneliti meninjau beberapa pendapat,
membandingkannya pendapat tersebut dan kemudian
mengkompromikannya.

49
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Penerbit Remaja
Rosdakarya, 2000). hlm. 164.

35
BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Surah Al-Baqarah


Surah al-Baqarah adalah surah terpanjang di dalam al-Qur’an dan
termasuk surah Madaniyyah kecuali ayat 281 yang turun di Mina pada saat
pelaksanaan haji Wada’. Surah ini berjumlah 286 ayat dan merupakan
surat yang pertama turun di Madinah. Sebagaimana surah Madaniyyah
lainnya, surah ini mengandung tasyri’ atau aturan-aturan yang mengatur
kehidupan baru kaum muslim di Madinah. Antara masyarakat agama dan
negara, keduanya memiliki keterkaitan yang erat dan tidak terpisahkan
satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu tasyri’ pada periode Madinah
berlandaskan pada pemurnian akidah Islam dan amal saleh yang
merupakan implementasi dari iman serta amal yang terwujud dengan
mengadakan hubungan manusia dengan tuhannya melalui shalat dan
mewujudkan solidaritas sosial dalam bentuk infak di jalan Allah.
Surah ini dinamakan surah “surah al-Baqarah” karena di dalamnya
terdapat kisah Baqarah (sapi betina) yang Allah perintahkan kepada Bani
Israel untuk menyembelihnya dalam rangka mengungkap tabir tentang
siapa pembunuh salah seorang dari Bani Israel yang sebenarnya dengan
cara memukul orang yang meninggal tersebut dengan salah satu organ dari
sapi tersebut sehingga dia bisa hidup kembali dengan izin Allah, lalu

36
memberitahu mereka siapa pembunuh dirinya yang sebenarnya. Kisah
Baqarah atau sapi betina tersebut dimulai dari ayat 67 surah al-Baqarah.50

B. Bentuk-Bentuk Amtsal di Dalam Surah Al-Baqarah


1. Amtsal Musarrahah
a) Surah al-Baqarah ayat 17-19
1) Teks ayat dan Terjemah

‫ب اللَّهُ بِنُ و ِر ِه ْم‬


َ ‫ت َم ا َح ْولَ هُ ذَ َه‬
ْ َ‫َض اء‬
َ ‫اس َت ْوقَ َد نَ ًارا َفلَ َّما أ‬
ِ
ْ ‫َمَثلُ ُه ْم َك َمثَ ِل الَّذي‬
( ‫ْم عُ ْم ٌي َف ُه ْم اَل َي ْر ِجعُ و َن‬ ِ ٍ
ُ )١٧( ‫َوتَ َر َكهُ ْم يِف ظُلُ َم ات اَل يُْبص ُرو َن‬
ٌ ‫ص ٌّم بُك‬
‫َص ابِ َع ُه ْم يِف‬ ِ ِ ِ َّ ‫ب ِمن‬ ٍ َ ‫) أ َْو َك‬١٨
َ ‫ات َو َر ْع ٌد َو َب ْر ٌق جَيْ َعلُ و َن أ‬
ٌ ‫الس َماء فيه ظُلُ َم‬ َ ِّ‫ص ي‬
ِ ِ ٌ ‫ت ۚ واللَّه حُمِي‬
ِ ِ َّ ‫آذَاهِنِم ِمن‬
َ ‫ط بالْ َكاف ِر‬
)١٩( ‫ين‬ ُ َ ‫الص َواع ِق َح َذ َر الْ َم ْو‬ َ ْ
Artinya: Perumpamaan mereka adalah seperti orang
yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi
sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari)
mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak
dapat melihat (17). Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah
mereka akan kembali (ke jalan yang benar) (18). atau seperti
(orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai
gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya
dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab
takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir
(19). (QS. al-Baqarah/2: [17-19]).

50
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir: Akidah, Syariah, Dan Manhaj Jilid I (terj).
(Depok: Gema Insani, 2005), hlm. 44-46.

37
2) Asbabun nuzul ayat 19
Ayat ini turun terkait dua orang munafik dari penduduk
Madinah yang melarikan diri dari Rasulullah. Mereka hendak
menemui kaum musyrikin di Mekkah, namun ditengah
perjalanan, merekaditimpa hujan lebat disertai guruh yang
keras dan petir yang menyambar. Setiap kali terdengar suara
petir mereka menutup telinga mereka karena khawatir petir
tersebut akan memasuki telinga mereka sehingga mereka
tewas, namun apabila cahaya kilat menerangi keadaan sekitar
mereka, merekapun berjalan di bawahnya, namun jika kilat
tidak muncul mereka pun berhenti. Akhirnya mereka
membatalkan perjalanan tersebut dan kembali kepada
Rasulullah dan membaiat beliau. Mereka menyatakan
keislamannya dan keislaman mereka sangat baik.
Allah menjadikan keadaan dari kedua orang munafik ini
sebagai perumpamaan bagi orang-orang munafik lainnya di
Madinah. Biasanya orang-orang munafik di Madinah ketika
menghadiri majlis Rasulullah mereka menutup telinga mereka
karena khawatir jika ayat yang dibaca oleh Rasulullah
berkaitan dengan mereka atau mengandung suatu peringatan
untuk mereka sehingga mereka akan dibunuh sebagaimana dua
orang munafik tadi menutupi telinga mereka dengan jari
apabila petir menyambar.
Orang-orang munafik ini akan mengakui kebenaran
agama Islam apabila mereka mendapat keuntungan duniawi
seperti kedua orang munafik yang berjalan di bawah cahaya
kilat. Namun mereka akan kafir apabila mereka tertimpa
malapetaka seperti kedua orang munafik tadi yang berhenti
ketika tidak ada kilat yang menerangi mereka.51

51

38
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ayat ini turun untuk
menyindir keadaan kaum munafik di Madinah yang
memanfaatkan keislaman mereka untuk memperoleh
keuntungan duniawi, namun mereka berbalik menjadi kafir
apabila mereka mendapat kerugian.
3) Penjelasan amtsal
Surah al-Baqarah ayat ke 17 mengandung empat unsur
tasybih, yaitu Musyabbah yaitu ditujukan terhadap orang-orang
munafik. Musyabbah bihnya adalah orang yang menyalakan
api sebagai penerangan. Wajhusy-syabahnya adalah kegelapan
yang disamakan dengan kesesatan. Dan adat tasybihnya adalah
“kamatsali.”. Dari ayat ini dapat kita pahami bahwa orang-
orang munafik sebenarnya telah mendapat petunjuk. Namun
Allah memadamkan cahaya tersebut sehingga mereka menjadi
seperti tuli, bisu dan buta, serta tidak memperoleh petunjuk.
Surah al-Baqarah ayat ke 19 mengandung empat unsur
tasybih, yaitu musyabbah yaitu ditujukan terhadap orang-orang
munafik. Musyabbah bihnya adalah orang-orang yang ditimpa
hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat dan
mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena
(mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Wajhusy-
syabahnya adalah menyumbat telinga dengan anak jari. Dan
adat tasybihnya adalah “kaf.”. Dari perumpamaan ini dapat
kita ambil kesimpulan bahwa antara perumpamaan pada ayat
ini dengan orang-orang munafik adalah dalam hal menutup
telinga. orang yang menutup telinga pada ayat ini adalah karena
mereka takut akan suara petir yang akan membunuh mereka
sedangkan orang munafik menutup telinga di majlis Rasulullah
karena takut mendengar ayat yang dibacakan akan berkaitan
dengan diri mereka.

39
Perumpamaan ini untuk menjelaskan keadaan orang
munafik setelah mendapat petunjuk. Hal ini dimaksudkan
untuk menggambarkan keadaan orang-orang yang tersesat
sehingga orang-orang yang mendapat petunjuk tidak mengikuti
perbuatan mereka. Perumpamaan-perumpamaan dari sikap-
sikap buruk juga diperlukan dalam pembelajaran agar orang-
orang paham betapa buruknya perbuatan itu serta menjauhi
perbuatan-perbuatan buruk.
4) Tafsir Surah al-Baqarah Ayat 17-19
Ayat di atas mengumpamakan orang munafik seperti
orang yang menyalakan api di malam yang gelap gulita.
Mereka terhindar dari apa yang mereka takuti, namun jika api
tersebut padam mereka menjadi lemah dan kebingungan.
Mereka menjadikan keimanan mereka sebagai sarana untuk
mendapat keuntungan duniawi seperti dalam hal perkawinan,
warisan, pembagian harta ghanimah serta jaminan atas
keselamatan diri serta keluarga dan harta mereka.52
Perumpamaan orang munafik ini seperti orang yang
menyalakan api dalam keadaan gelap gulita dan sangat
membutuhkan penerangan. Ketika api tersebut telah menyala
mereka pun merasa tenang dan merasa telah menguasai
keadaan. Namun setelah itu Allah memadamkan cahaya-Nya
sehingga hilanglah cahaya dari api tersebut Sedangkan api
masih menyala-nyala sehingga mereka kembali pada
kegelapan.53 Begitulah kekuasaan Allah, ketika orang-orang
munafik merasa hebat dengan kemampuan dan kehebatan
mereka, Allah tunjukkan kuasanya.

52
Abu ‘Abdullah Muhammad bin Muhammad Al-Qurthubi, Al-Jami’ Li Ahkaam
Al-Qur’an, jilid 1, alih bahasa Fathurrahman dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), hlm.
498.
53
Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, Tafsir Al-Karim Ar-Rahman Fi Tafsir Kalam
Al-Mannan, jilid 1, alih bahasa Muhammad Iqbal dkk, cet. Ke-3, (Jakarta: Pustaka Sahifa,
2007), hlm. 80.

40
Keadaan orang-orang munafik digambarkan seperti
orang yang menyalakan api keimanan namun keimanan itu
tidak menjadi ciri bagi mereka. Mereka memanfaatkan
penerangan sehingga terjagalah keamanan mereka di muka
bumi. Lalu ketika mereka dalam kondisi seperti ini, datanglah
kematian menghentikan semua kemanfaatan tersebut dan
memunculkan semua kegundahan, kebimbangan dan siksaan.
Mereka pada akhirnya mendapat gelapnya kubur, kemunafikan,
dan gelapnya kemaksiatan dan kegelapan api neraka yang
merupakan seburuk-buruk tempat kembali.54 Kemunafikan
mereka hanya berguna di dunia sedangkan kemunafikan itu
tidak bermanfaat di sisi Allah.
Orang-orang munafik menggunakan pengakuan
palsunya melindungi jiwa, harta dan keluarga mereka, sehingga
mereka pun merasa telah berhasil menipu Allah, Rasul-nya,
dan orang-orang beriman. Mereka menyangka bahwa mereka
akan selamat di akhirat sebagaimana mereka selamat di dunia.
Namun ketika hal itu tidak terjadi maka mereka pun menyadari
bahwa mereka telah tertipu oleh angan-angan mereka sendiri.
Ketika itulah Allah memadamkan cahaya mereka sehingga
mereka meminta kepada orang-orang yang beriman agar
melihat mereka dan berharap memperoleh cahaya dari orang-
orang yang beriman, namun yang justru mereka diancam
dengan api neraka.55
Orang munafik tidak memfungsikan perasaan dan indra
mereka untuk mendengar dan memahami nasihat orang lain
bahkan jika mereka mendengarnya, seakan-akan mereka tuli
dan tidak mendengar kebenaran. Mereka juga tidak

54
Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, Tafsir Al-Karim Ar-Rahman Fi Tafsir Kalam
Al-Mannan, jilid 1, alih bahasa Muhammad Iqbal dkk, cet. Ke-3, (Jakarta: Pustaka Sahifa,
2007), hlm. 80-81.
55
Abu Ja’far Muhammad ath Thabari, Jami’ Al Bayan, hlm . 410-411.

41
mempergunakan lisannya untuk berbicara, bertanya, berdiskusi,
mereka tidak menuntut bukti atas sebuah masalah, tidak
meminta penjelasan atas suatu persoalan, seakan-akan mereka
bisu. Mereka tidak mempergunakan mata untuk melihat dan
mengambil pelajaran atau cobaan yang menimpa berbagai
umat, seakan-akan mereka buta dan tidak dapat melihat
petunjuk. Mereka sama sekali tidak ingin keluar dari keadaan
mereka saat itu dengan menginggalkan kesesatan menuju
kebenaran, maka janganlah kamu merasa sedih atas mereka.56
Kesimpulannya, ada kalanya orang-orang munafik itu
menemukan harapan dalam kemunafikan untuk mendapat
keuntungan duniawi yang sedikit nilainya, namun di sisi lain
terkadang mereka mendapat kerugian.

b) Al-Baqarah ayat 146


1) Teks ayat dan Terjemah

‫اب َي ْع ِرفُونَ هُ َك َم ا َي ْع ِرفُ و َن أ َْبنَ اءَ ُه ْم ۖ َوإِ َّن فَ ِري ًق ا ِمْن ُه ْم‬ ِ ِ َّ
َ َ‫اه ُم الْكت‬
ُ َ‫ين آ َتْين‬
َ ‫الذ‬
‫لَيَكْتُ ُمو َن احْلَ َّق َو ُه ْم‬

‫َي ْعلَ ُمو َن‬


Artinya: Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah
Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad
seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan
sesungguhnya sebagian diantara mereka menyembunyikan
kebenaran, padahal mereka mengetahui. (QS. al-Baqarah 2:
[146])
2) Asbabun Nuzul
Ayat ini turun berkaitan dengan orang-orang Ahli Kitab
yang masuk Islam yaitu Abdullah bin Salam dan teman-
56
Wahbah az-zuhaili, Tafsir Al-Munir, hlm. 64-65.

42
temannya. Mereka mengenal Rasulullah melalui ciri-ciri dan
kabar yang berada di dalam kitab suci mereka. Mereka
mengenali ciri-ciri Rasulullah sama seperti seseorang yang
mengenal ciri-ciri anaknya apabila ia melihat anaknya bersama
dengan anak-anak yang lain.57 Mereka yakin bahwa nabi
Muhammad Saw yang mereka lihat adalah utusan Allah.
Keyakinan ini berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki oleh nabi
Muhammad Saw yang sangat sesuai dengan ciri-ciri nabi akhir
zaman yang diterbangkan dalam kitab suci sebelumnya. Namun
sebagaian dari mereka menyembunyikan kebenaran tersebut
diakibatkan oleh besarnya rasa dengki di dalam hati mereka.
3) Penjelasan amtsal
Amtsal pada ayat ini menjelaskan betapa kaum ahli
kitab mengenali ciri-ciri dari Rasulullah. Pengenalan mereka
terhadap Rasulullah adalah dari kitab terdahulu yang mereka
baca. Mereka mengenali ciri-ciri Rasulullah seperti mereka
mengenali ciri-ciri anak-anak mereka sendiri. Pengenalan ini
berkaitan dengan ciri-ciri rasul terakhir yang menjadi penutup
dari rasul-rasul sebelumnya yang termaktub dalam kitab suci
sebelumnya.
4) Tafsir ayat
Rasulullah telah dikenal sebagai al-Amin yaitu orang
yang jujur dan dapat dipercaya, bahkan kaum jahiliyah melihat
itu sendiri karena mereka berinteraksi langsung dengan
Rasulullah. Namun hal yang sangat luar biasa adalah ketika
orang-orang Yahudi langsung mengenali Rasulullah bagaimana
mereka mengenali anak-anak mereka tanpa keraguan
sedikitpun. Hal ini disebabkan karena orang-orang Yahudi
telah mengetahui ciri-ciri Rasul akhir zaman dari kitab Taurat
yang telah mereka baca, maka Allah mengumpamakan

57
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, hlm. 283.

43
pengenalan kaum Yahudi terhadap Rasulullah ini seperti
pengenalan mereka terhadap anak-anak mereka sendiri58
Ayat ini membuka fakta bahwa sebenarnya orang-orang
ahli kitab mengetahui perihal ciri-ciri rasul akhir zaman bahkan
sebelum nabi Muhammad diutus sebagai nabi dan rasul akhir
zaman. Pengenalan mereka terhadap ciri-ciri rasul akhir zaman
diserupakan seperti pengenalan mereka terhadap ciri-ciri anak
mereka. Pengenalan ini mereka dapatkan setelah mereka
membaca kitab-kitab suci terdahulu.

c) Al-Baqarah ayat 165


1) Teks ayat dan Terjemah

ۖ ‫ب اللَّ ِه‬
ِّ ‫ون اللَّ ِه أَنْ َد ًادا حُيِ بُّو َن ُه ْم َك ُح‬
ِ ‫َّخ ُذ ِمن د‬
ُ ْ
ِ ‫َّاس من يت‬ ِ
َ ْ َ ِ ‫َوم َن الن‬
ِ َّ ِِ ِ َّ
‫َن الْ ُق َّو َة‬ َ ‫ين ظَلَ ُموا إِ ْذ َيَر ْو َن الْ َع َذ‬
َّ ‫اب أ‬ َ ‫َش ُّد ُحبًّا للَّه ۗ َولَ ْو َيَرى الذ‬
َ ‫ين َآمنُوا أ‬
َ ‫َوالذ‬
ِ ‫يد الْع َذ‬ ِ َّ ‫لِلَّ ِه مَجِ ًيعا َوأ‬
‫اب‬ َ ُ ‫َن اللَّهَ َشد‬
Artinya: Dan di antara manusia ada orang-orang yang
menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun
orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada
Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim
itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat),
bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa
Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). (QS.
al-Baqarah/2:[165])
5) Penjelasan amtsal
Musyabbah pada ayat ini adalah manusia yang
mencintai tandingan-tandingan selain Allah, kemudian
Musyabbah bihnya adalah kecintaan mereka kepada Allah,
58
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-munir, hlm. 282.

44
adapun wajhusy syabahnya tidak ada. Sedangkan adat
tasybihnya adalah “kaf”.
Pada ayat ini, dijelaskan bahwa orang-orang yang
menyembah tandingan-tandingan selain Allah lalu
mencintainya seperti kecintaan kepada Allah. Kecintaan ini
meliputi kepercayaan, pengharapan serta ketundukan mereka
terhadap tandingan-tandingan itu.
2) Tafsir ayat
Ayat ini menjelaskan keadaan orang-orang musyrik
yang menyekutukan Allah dengan membuat tandingan-
tandingan berupa para pemimpin mereka atau berhala-berhala.
Mereka mengagungkan tandingan-tandingan itu serta
mencintainya dan menyembahnya sama seperti pengagungan
cinta dan ketaatan serta penyembahan kepada Allah. Mereka
mendekatkan diri kepadanya seperti mereka mendekatkan diri
kepada Allah dan mereka berlindung kepadanya pada saat
membutuhkan pertolongan sama seperti berlindungnya mereka
kepada Allah. Namun terkadang mereka bimbang karena
berhala-berhala itu tidak dapat mengabulkan keinginan
mereka.59
Sedangkan mukmin itu lebih besar cintanya kepada
Allah daripada cinta mereka kepada selainnya. Seorang
mukmin tidak meragukan keadilan Allah sama sekali. Seorang
mukmin tidak menyekutukan sesuatupun dengan-Nya dan ia
berlindung kepada Allah dalam segala urusan dan dalam
keadaan senang maupun susah dia tetap mencintai dan
mengagungkan Allah. Ia tidak berpaling dirinya. Berbeda
dengan orang yang musyrik, pada saat mereka dalam kesulitan
mereka berpaling dari tandingan-tandingan mereka kepada
Allah. Mereka berlindung kepada-Nya tunduk kepada-Nya dan

59
Ibid, hlm. 224.

45
menjadikan tandingan mereka sebagai perantara antara mereka
dengan Allah. Mereka berkata inilah yang memberikan syafaat
kepada kami di sisi Allah. Mereka menyembah patung selama
beberapa waktu kemudian mereka menolaknya dan berganti
menyembah patung yang lain atau mereka memakannya seperti
kejadian suku Bahilah yang memakan Tuhan mereka yang
terbuat dari hais pada masa paceklik.60
Selanjutnya Allah mengancam perbuatan kaum
musyrikin itu dengan ancaman azab yang berat. Seandainya
mereka mengetahui hal ini dan benar-benar menyadari apa
yang terbaik bagi mereka tentu mereka akan meninggalkan
perbuatan mereka.61
Seperti itulah gambaran yang Allah berikan terhadap
orang-orang yang menyekutukan Allah. Mereka mencintai dan
mengharapkan syafaat dari tandingan-tandingan yang mereka
buat, namun ketika mereka tidak mendapatkan apa yang
mereka mau, mereka mencari tandingan-tandingan lain untuk
Allah. Mereka menyekutukan Allah karena tidak menyadari
betapa besarnya siksaan yang akan mereka peroleh akibat
perbuatan mereka tersebut.

d) Surah al-Baqarah ayat 171


1) Teks ayat dan terjemah

ِ ‫ِ ِ مِب‬ ِ َّ
ُ ۚ ً‫ين َك َف ُروا َك َمثَ ِل الَّذي َيْنع ُق َا اَل يَ ْس َم ُع إِاَّل ُد َع اءً َون َداء‬
‫ص ٌّم‬ َ ‫َو َمثَ ُل الذ‬
‫ْم عُ ْم ٌي َف ُه ْم اَل‬
ٌ ‫بُك‬
‫َي ْع ِقلُو َن‬

60
Ibid,hlm. 224
61
Ibid, hlm. 224.

46
Artinya: Dan perumpamaan (orang-orang yang
menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang
memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan
dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab
itu) mereka tidak mengerti. (QS. al-Baqarah/2:[171]).
2) Penjelasan amtsal
Jika kita perhatikan, pada ayat ini terdapat semua unsur
tasybih. Orang-orang kafir menjadi Musyabbah, kemudian
binatang ternak menjadi Musyabbah bihnya, wajhusy
syabahnya adalah tuli, bisu dan buta. Sedangkan adat
tasybihnya adalah “kamatsali”.
Ayat ini mengumpamakan orang-orang yang menyeru
kepada kebenaran adalah seperti penggembala yang berteriak,
namun hewan ternak tersebut tidak dapat memahami suara
panggilan tersebut. Orang-orang kafir itu diibarat seperti hewan
ternak yang jika dipanggil oleh pemiliknya ia datang dan jika
diusir dia pergi, namun mereka tidak mengerti alasan mereka
dipanggil atau diusir. Demikian pula dengan orang-orang kafir
itu, mereka seolah-olah tidak memiliki telinga untuk
mendengar, tidak memiliki lidah untuk berbicara dan tidak
memiliki mata untuk memperhatikan.
Perumpamaan di dalam ayat ini menggambarkan
perumpamaan yang buruk terhadap orang-orang kafir.
Terkadang dalam memberikan pembelajaran perlu juga
memberikan perumpamaan terhadap perilaku-perilaku buruk
apabila segala nasihat dan teguran tidak lagi berguna. Hal ini
bertujuan agar orang-orang bisa berpikir dan merenungkan
perbuatannya.
3) Tafsir ayat
Pada ayat ini dijelaskan bagaimana perumpamaan bagi
orang yang mengajak orang-orang kafir dan tersesat ke jalan

47
keimanan dan hidayah, mereka diibaratkan seperti seorang
pengembala yang memanggil hewan ternak yang tidak
mendengar kecuali hanya panggilan dan seruan saja.62
Ketika Allah menjelaskan keingkaran orang-orang kafir
terhadap apa yang dibawa oleh para rasul serta bantahan
terhadap mereka dengan menyatakan mereka tersebut
merupakan taqlid, maka dari hal tersebut kita dapat mengetahui
bahwa mereka tidak menerima kebenaran dan tidak
meresponnya.
Allah mengumpamakan siap mereka ketika ditunjukkan
pada kebenaran adalah seperti hewan ternak yang dipanggil
oleh pengembalanya, hewan ternak tersebut tidak mengetahui
apa yang dikatakan oleh itu pemanggilnya dan mereka hanya
mendengar suara saja namun tidak dapat mengambil manfaat
dari seruan tersebut. Oleh sebab itu, mereka dikatakan tuli
disebabkan mereka tidak mengambil manfaat dari seruan yang
ditujukan kepada mereka. Mereka disebut buta disebabkan
mereka tidak melihat dalam rangka mengambil pelajaran.
Mereka dikatakan bisu yang tidak dapat berbicara dengan hal
yang baik dan bermanfaat untuk mereka. Kurangnya akal yang
sehat yang menjadikan mereka dikatakan seperti orang yang
tuli, buta dan bisu. Sedangkan seseorang yang berakal sehat
akan yakin kepada orang yang membawa petunjuk dan
mengajak untuk menjauhi kerusakan serta memerintahkan
kepada kebaikan.63 Begitulah bagaimana akal akan berpengaruh
pada diri seseorang.
Allah subhanahuwata'ala mengumpamakan penasehat
orang-orang kafir dan penyeru mereka kepada keimanan yaitu
Nabi Muhammad dengan pengembala yang memanggil
62
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 259-260.
63
As-sa’adi, Tafsir Al-Karim Ar-Rahman Fi Tafsir Kalam Al-Mannan, alih bahasa
Muhammad Iqbal, dkk. (Jakarta: Pustaka Sahifa, 2007), hlm. 269-270.

48
kambing-kambing dan namun hewan-hewan itu hanya
mendengar panggilan saja tidak memahami panggilan
tersebut.64 Begitulah gambaran bagi orang yang menyeru
orang-orang kafir kepada keimanan, atau orang yang bertaqlid
kepada leluhur dan pemimpin mereka serta kesesatan dan
kebodohan yaitu seperti keadaan orang yang menyuruh hewan-
hewan ternaknya dan menggiringnya ke padang rumput dan
perairan agar menjauhi daerah terlarang namun hewan-hewan
ternak itu sama sekali tidak memahami apa yang diucapkan
oleh pengembala tersebut. Jadi baik orang kafir maupun hewan
ternak sama-sama tidak mengerti apa yang didengarnya,
masing-masing hanya tunduk kepada suara dan bunyi. Hal ini
disebabkan karena Allah telah menutup hati, telinga, dan mata
orang-orang kafir dari cahaya hidayah sehingga tidak ada lagi
kebaikan pada diri mereka. Karena pintu hati orang-orang kafir
dan tersesat tersebut telah dikunci, maka mereka tidak bisa
mendengar, tidak bisa berbicara dan tidak bisa melihat untuk
merenungkan ayat-ayat Allah dan diri mereka yang dapat
membimbing mereka kepada iman.

e) Al-Baqarah ayat 183


1) Teks ayat dan terjemah

‫ين ِم ْن َقْبلِ ُك ْم‬ ِ َّ


َ ‫ب َعلَى الذ‬
ِ
َ ‫الصيَ ُام َك َما ُكت‬
ِّ ‫ب َعلَْي ُك ُم‬ ِ ِ َّ
َ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬
َ ‫ين َآمنُوا ُكت‬
َ‫َتَّت ُقون‬ ‫لَ َعلَّ ُك ْم‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-
orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. al-Baqarah 2:
[183]).
2) Penjelasan amtsal
64
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, hlm. 330.

49
Musyabbah pada ayat ini adalah orang-orang yang
beriman, kemudian musyabbah bihnya adalah umat-umat nabi
terdahulu sebelum diutusnya nabi Muhammad. wajhusy
syabahnya adalah kewajiban dalam menunaikan puasa.
Sedangkan adat tasybihnya adalah “kama”.
Perumpamaan pada ayat ini ini berkenaan dengan
kewajiban puasa bukan tata caranya.65 Sehingga umat nabi
Muhammad diwajibkan untuk berpuasa sama seperti umat nabi
sebelumnya namun mereka berbeda dalam hal tata cara
pelaksanaan puasa.
3) Tafsir
Persamaan yang dimaksud pada ayat ini adalah
berkaitan dalam hak wajibanya berpuasa bukan pada tata cara
pelaksanaannya.
Puasa telah dilaksanakan oleh umat sebelum nabi
Muhammad Saw. Dalam kitab Taurat yang ada sekarang pun
terdapat puji-pujian terhadap puasa dan orang-orang yang
berpuasa. Ada riwayat yang mengatakan bahwa Nabi Musa
berpuasa selama 40 hari sedangkan pada zaman sekarang kaum
Yahudi berpuasa selama seminggu sebagai peringatan
hancurnya Yerusalem dan direbutnya kota ini oleh musuh, dan
mereka pun berpuasa 1 hari di bulan Agustus. Demikian pula
injil-injil yang sekarang memuji puasa dan menganggapnya
sebagai ibadah sama seperti larangan riya’ dan larangan
menampakkan kesedihan pada saat itu. Puasa di kalangan kaum
Nasrani yang paling terkenal dan sudah berlaku sejak dahulu
adalah puasa yang dilaksanakan sebelum Hari Raya Paskah dan
puasa hari tersebut dulu dijalani oleh Musa Isa dan kaum
hawariyin atau sahabat Nabi Isa kemudian para pemimpin

65
Ibid, hlm. 376.

50
gereja yang menetapkan macam-macam puasa yang lainnya. 66
Sehingga dapat disimpulkan bahwa perumpamaan puasa yang
dimaksud adalah dalam hal kefardhuannya saja, namun tidak
sama dalam hal tata cara pelaksanaan.

f) Surah al-Baqarah ayat 261


1) Teks ayat dan terjemah
ٍ ِ ِ ‫مثل الَّ ِذ‬
ْ َ‫ين يُْنف ُقو َن أ َْم َواهَلُ ْم يِف َسبِ ِيل اللَّه َك َمثَ ِل َحبَّة أَْنبَت‬
‫ت َسْب َع‬ َ ُ ََ
ِ ِ ِ ‫اع‬ِ ‫سنَابِل يِف ُك ِّل سْنبلَ ٍة ِمائَةُ حبَّ ٍة ۗ واللَّه ي‬
ٌ ‫ف ل َم ْن يَ َشاءُ ۗ َواللَّهُ َواس ٌع َعل‬
‫يم‬ ُ ‫ض‬َُُ َ َ ُُ َ َ
Artinya: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh)
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah
adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh
bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha
Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. al-Baqarah/2:
[261]).
2) Penjelasan amtsal
Musyabbah pada ayat ini adalah harta yang diinfakkan
untuk di jalan Allah, kemudian musyabbah bihnya adalah
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir dan kemudian
pada tiap-pelipatgandaan hasil atau balasan. Wajhusy
syabahnya adalah kewajiban dalam menunaikan puasa.
Sedangkan adat tasybihnya adalah “kamatsali”.
3) Tafsir ayat
Pada ayat ini, Allah mengumpamakan pahala harta yang
diinfakkan di jalan Allah seperti sebutir biji gandum atau
sejenisnya yang ditanam pada lahan yang subur kemudian
menghasilkan tujuh butir dan setiap butir terdapat seratus biji

66
Ibid, hlm. 377.

51
dan jumlahnya menjadi tujuh ratus biji.67 Demikianlah besarnya
pahala yang diterima oleh seseorang yang menginfakkan
hartanya di jalan Allah.bn
4) Keterkaitan ayat dengan pembelajaran.
Matsal ini memberikan dorongan agar gemar berinfak
yang merupakan kebaikan yang akan berbalas berlipat-ganda
oleh Allah. Untuk memotivasi peserta didik berbuat kebaikan
maka pendidik perlu menjelaskan bahwa setiap kebaikan akan
diganjar dengan pahala dan surga, namun terkadang peserta
didik kurang memahami konsep pahala, maka dengan adanya
amtsal ini akan memberikan gambaran yang lebih konkret pada
peserta didik sehingga mereka lebih termotivasi berbuat
kebaikan.
Matsal ini dapat digunakan dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam ketika menyajikan materi tentang
waqaf. Matsal sejenis ini diharapkan mampu mengenai jiwa
siswa sehingga siswa benar-benar meresapi ilmu-ilmu yang
mereka terima, harapannya adalah agar amtsal ini memberikan
kesan yang menggugah jiwa peserta didik sehingga mereka
tidak hanya mendapat pengetahuan saja, namun pengetahuan
itu membekas ke dalam jiwa dan melahirkan tindakan nyata
dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.
Dengan menganalisis ayat ini, kita akan mendapat suatu
metode yang mengagumkan dalam memberikan suatu
pengajaran kepada peserta didik. Ayat ini mendorong manusia
untuk berinfak dengan menyerupakan orang yang berinfak
seperti orang yang menanam benih yang kemudian benih
tersebut menghasilkan buah yang sangat banyak. Jika tanah
yang diciptakan Allah memberikan hasil yang sebanyak itu,
maka manusia sudah sepatutnya lebih percaya kepada Allah

67
Abu Bakar Jabir Al Jazairi, Tafsir Al-Aisar, hlm. 445.

52
yang merupakan pencipta dari tanah. Di samping itu, ayat ini
menyebutkan angka tujuh. Angka tujuh tersebut tidak bisa
dimaknai dengan angka di atas dan di bawah delapan, angka ini
bermakna sesuatu yang sangat banyak. Bahkan pelipatgandaan
pahala ini tidak hanya tujuh ratus kali melainkan lebih dari itu
dengan jumlah yang hanya diketahui oleh Allah semata.
Analogi semacam inilah yang akan meresap ke dalam jiwa
peserta didik.

g) Surah al-Baqarah ayat 264


1) Teks ayat dan terjemah

‫ص َدقَاتِ ُك ْم بِالْ َم ِّن َواأْل َذَ ٰى َكالَّ ِذي‬ ِ ِ َّ


َ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬
َ ‫ين َآمنُوا اَل ُتْبطلُوا‬
‫ص ْف َو ٍان‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫يُْن ِف ُق َمالَهُ ِرئَاءَ الن‬
َ ‫َّاس َواَل يُ ْؤم ُن بِاللَّه َوالَْي ْوم اآْل خ ِر ۖ فَ َمَثلُهُ َك َمثَ ِل‬
ۗ ‫ص ْل ًدا ۖ اَل َي ْق ِد ُرو َن َعلَ ٰى َش ْي ٍء مِم َّا َك َسبُوا‬
َ ُ‫َصابَهُ َوابِ ٌل َفَتَر َكه‬
َ ‫اب فَأ‬
ِ
ٌ ‫َعلَْيه ُتَر‬
ِ ِ
َ ‫َواللَّهُ اَل َي ْهدي الْ َق ْو َم الْ َكاف ِر‬
‫ين‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-
nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang
yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan
dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka
perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada
tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah
dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai
sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS. al-
Baqarah/2: [264]).
2) Penjelasan amtsal

53
Musyabbah pada ayat ini adalah orang-orang yang
bersedekah namun terselip riya’ di hati mereka, musyabbah
bihnya adalah batu licin yang di atasnya terdapat tanah yang
kemudian batu licin tersebut bersih dari tahan setelah ditimpa
hujan lebat., wajhusy syabahnya bersihnya batu dari tanah
akibat hujan dan kebaikan yang pahalanya hilang akibat riya’,
sedangkan adat tasybihnya adalah “kamatsali”.
Matsal pada ayat ini mengajarkan bahwa kebaikan itu
tidak bileh diikuti dengan niat riya’, karena perasaan riya’
tersebut akan menghilangkan pahala seperti hilangnya tanah di
atas sebuah batu yang telah ditimpa oleh hujan yang lebat.
Matsal pada ayat ini mencegah seseorang dari perbuatan yang
buruk. Matsal ini memberikan bekas dan pemahaman yang
mendalam pada jiwa karena bahasanya yang padat serta sangat
menggambarkan keadaan yang diserupakan.
3) Tafsir ayat
Setelah Allah memotivasi orang-orang mukmin untuk
bersedekah setelah itu kemudian Allah mengingatkan mereka
pada hal-hal yang membatalkan pahala sedekah, yaitu orang-
orang yang menyebut-nyebut sedekah itu dan mengucapkan
kata-kata yang menyakiti hati orang-orang yang menerimanya.
Maka tindakan tersebut diumpamakan seperti batu licin yang di
atasnya terdapat tanah, yang kemudian turun hujan lebat
sehingga hilanglah tanah tersebut dan yang tersisa hanyalah
batu licin yang tidak akan memberikan manfaat bagi pemberi
sedekah pada hari kiamat kelak.68 Seperti itulah perumpamaan
bagi orang-orang yang bersedekah nama diiringi sikap riya’.
Pahala mereka tidak bersisa sama sekali sama seperti tanah di
atas batu licin yang kemudian tanah tersebut ditimpa oleh hujan
lebat.

68
Abu Bakar Jabir Al Jazairi, Tafsir Al-Aisar, hlm. 448-449

54
4) Keterkaitan ayat dengan pembelajaran
Penggunaan perumpamaan untuk perbuatan yang buruk
pada proses pembelajaran akan menjadikan siswa paham
dengan perbuatan tersebut dan akibat yang ditimbulkan oleh
perbuatan buruk itu. Seperti perumpamaan perbuatan riya’
dalam ayat ini. Pada ayat ini perilaku riya’ dijelaskan sebagai
akhlak tercela yang akan mengakibatkan seseorang kehilangan
pahala dari sedekah yang ia keluarkan dan perbuatan riya’ ini
diumpamakan seperti batu licin yang di atasnya terdapat tanah,
kemudian batu licin tersebut ditimpa oleh hujan lebat sehingga
tidak ada lagi tanah yang terpisah di atasnya. Seperti itu
perumpamaan hilangnya pahala akibat perbuatan riya. Dengan
perumpamaan semacam ini siswa akan paham mengenai betapa
buruknya perbuatan riya’ dan akibat dari perbuatan riya’
tersebut sehingga siswa akan menjauhi sikap riya’ di dalam
kehidupan mereka.

h) Surah al-Baqarah ayat 265


1) Teks ayat dan terjemah
ِ ‫ومثَل الَّ ِذين يْن ِف ُقو َن أَمواهَل م ابتِغَ اء مرض‬
‫ات اللَّ ِه َوَتثْبِيتً ا ِم ْن أَْن ُف ِس ِه ْم‬ َ ْ َ َ ْ ُُ َ ْ ُ َ ُ ََ
ِ ‫ت أُ ُكلَه ا ِض ع َف ِ فَ ِإ ْن مَل ي‬
‫ص ْب َها َوابِ ٌل‬ ٍ ٍ
ُْ ‫َص َاب َها َوابِ ٌل فَ آتَ ْ َ ْ نْي‬
َ ‫َك َمثَ ِل َجنَّة بَِر ْب َوة أ‬
ِ ‫مِب‬
ٌ‫فَطَلٌّ ۗ َواللَّهُ َا َت ْع َملُو َن بَصري‬
Artinya: Dan perumpamaan orang-orang yang
membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan
untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang
terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka
kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan
lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai).

55
Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat. (QS. al-
Baqarah/2: [265]).
2) Penjelasan amtsal
Adapun unsur-unsur tasybih pada ayat ini adalah,
musyabbahnya yaitu orang-orang yang membelanjakan
hartanya di jalan Allah untuk mengharapkan ridha Allah dan
memperteguh jiwanya, kebun yang terletak di dataran tinggi
adalah musyabbah bihnya, menghasilkan dua kali lipat lebih
banyak adalah wajhusy syabahnya, Sedangkan adat tasybihnya
adalah “kamatsali”. Ayat ini menggambarkan perumpamaan
mukmin yang menginfakkan hartanya untuk mengharapkan
ridha Allah dan meneguhkan jiwanya seperti kebun yang
berada di dataran tinggi yang tidak akan pernah gersang, karena
jika tidak disiram oleh hujan lebat maka hujan gerimis pun
sudah mencukupi. Kebun tersebut menghasilkan buah dua kali
lipat lebih banyak dibandingkan dengan kebun yang lain.
Ayat ini mengandung perumpamaan terhadap perbuatan
baik. Penggunaan amtsal terhadap perbuatan baik akan
meningkatkan semangat orang-orang untuk berbuat kebaikan.
Amtsal seperti ini juga berfungsi untuk memberi pujian
terhadap orang-orang yang berbuat baik.
3) Tafsir ayat
Setelah Allah menyebutkan kerugian bagi orang-orang
yang bersedekah karena riya’ atau bersedekah dengan
menyakiti hati penerimanya, maka Allah menurunkan ayat
yang mendorong mereka untuk menafkahkan hartanya di jalan
Allah dengan ikhlas mengharap ridha Allah dan pahala
semata.69
Orang-orang yang menginfakkan hartanya karena Allah
yakin bahwa Allah akan memberikan pahala dari infak tersebut.

69
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid II, hlm, 451.

56
Maka Allah mengumpamakan mereka seperti tanaman yang
berada di tempat yang tinggi yang sering ditimpa hujan yang
lebat lalu menghasilkan buah dua kali lipat dibandingkan di
kebun yang lain. Namun jika tidak mendapat hujan yang lebat
maka embun atau gerimis cukup untuk mengairi dan
menyiraminya sehingga akan tetap menghasilkan buah berlipat
ganda.70
Allah menjanjikan balasan yang baik bagi orang-orang
yang menafkahkan hartanya untuk mencari ridha Allah dan
yakin serta bersungguh-sungguh terhadap pahala balasan yang
besar serta orang orang menginfakkan hartanya karena pamer
dan menyakiti hati penerima maka akan mendapat penyesalan
dan kerugian belaka.

2. Amtsal Kaminah
a. Al-Baqarah ayat 71
1) Teks ayat dan terjemah

َ ‫ض َواَل تَ ْس ِقي احْلَْر‬


‫ث ُم َسلَّ َمةٌ اَل‬ ِ ٌ ُ‫ول إِنَّها ب َقرةٌ اَل ذَل‬
َ ‫ول تُثريُ اأْل َْر‬ ِ
َ َ َ ُ ‫قَ َال إنَّهُ َي ُق‬
ِ ِ ِ
‫ادوا َي ْف َعلُو َن‬ َ ُ‫ت بِاحْلَ ِّق ۚ فَ َذحَب‬
ُ ‫وها َو َما َك‬ َ ‫شيَةَ ف َيها ۚ قَالُوا اآْل َن جْئ‬
Artinya: Musa berkata: "Sesungguhnya Allah
berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum
pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk
mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya".
Mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan
hakikat sapi betina yang sebenarnya". Kemudian mereka
menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan
perintah itu. (QS. al-Baqarah/2: [71]).
2) Penjelasan amtsal

70
, 451-452

57
Ayat ini semakna dengan peribahasa “seperti gajah dan
sengkelanya” yang bermakna sesuatu yang menyusahkan.
Peribahasa ini sesuai dengan ayat ini karena pada ayat ini
diterbangkan bagaimana kesusahan bani Israil mencari sapi
betina yang dengan ciri-ciri yang dimaksud oleh nabi Musa dan
hampir saja mereka gagal mencari sapi yang dimaksud.
Kesusahan mereka ini disebabkan oleh sifat mereka sendiri
yang suka banyak bertanya seperti orang jahil. Padahal pada
mulanya mereka hanya diperintahkan untuk mencari sapi betina
saja, kemudian mereka bertanya tentang ciri-ciri sapi betina
yang akan disembeli sehingga menyulitkan diri mereka sendiri.
3) Tafsir ayat
Sapi betina yang akan bani Israil sembeli harus tidak
pernah digunakan untuk membajak dan tidak pula untuk
pengairan tanaman. Tidak boleh ada cacat pada sapi tersebut
serta tidak memiliki belang, artinya sapi betina itu harus
berwarna kuning murni dan tidak ada campuran warna lain.
Setelah mereka mendengar kriteria-kriteria tersebut mereka pun
mereka pun berhenti bertanya dan mereka pun tahu alasan yang
telah memposisikan mereka pada posisi yang sangat
menyulitkan itu, yaitu akibat dari sikap keras kepala dan sikap
banyak bertanya mereka.
Ketika nabi Musa telah menerangkan kriteria sapi
tersebut kepada bani Israil dan menjelaskan hakikat yang
menjadi pedomannya mereka hampir saja tidak
melaksanakannya karena tidak menemukan sapi betina dengan
kriteria-kriteria tersebut, ada juga yang mengatakan bahwa hal
tersebut dikarenakan walaupun sapinya telah ditemukan
harganya sangat tinggi.71 Pada mulanya tugas mereka mudah,

71
Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Tafsir Fathul Qadir (Jilid I),
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hlm. 383-386.

58
yaitu menemukan sapi betina untuk disembeli, namun
kemudian menjadi sulit karena Allah menetapkan kriteria-
kriteria tertentu terhadap sapi betina tersebut akibat perbuatan
mereka yang banyak bertanya, sehingga menjadikan mereka
sulit menemukan sapi dengan kriteria sedetail itu. Itulah akibat
dari perbuatan mereka yang suka banyak bertanya, tugas yang
seharusnya mudah menjadi sulit.

b. Al-Baqarah ayat 158


1) Teks ayat dan terjemah

‫اح َعلَْي ِه‬ ِ ِ ِ َّ ‫إِ َّن‬


َ ‫الص َفا َوالْ َم ْر َوةَ م ْن َش َعائ ِر اللَّه ۖ فَ َم ْن َح َّج الَْبْي‬
َ َ‫ت أَ ِو ْاعتَ َمَر فَاَل ُجن‬
ِ ِ ِ ِ‫أَ ْن يطََّّو َ هِب‬
ٌ ‫ع َخْيًرا فَإ َّن اللَّهَ َشاكٌر َعل‬
‫يم‬ َ ‫ف َما ۚ َو َم ْن تَطََّو‬ َ
Artinya: Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah
sebahagian dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa yang
beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada
dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan
barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan
kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri
kebaikan lagi Maha Mengetahui. (QS. al-Baqarah/2: [158]).
2) Asbabun nuzul
Ini turun berkenaan dengan timbulnya anggapan di
tengah kalangan kaum muslimin bahwa bukti Safa dan Marwah
adalah peninggalan budaya jahiliyah. Seanggapan ini
mengakibatkan orang-orang mukmin tidak mau mendekati
kedua tempat tersebut sehingga Allah menurunkan ayat ini
untuk menghapus segala anggapan itu. Ini adalah pendapat dari
Ibnu Malik. 72
Sedangkan menurut Aisyah radhiallahu anhu bahwa
ayat ini turun karena dahulu kaum Anshar pada masa jahiliyah
72
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 307.

59
mengagungkan berhala Manat, dan siapapun yang
mengagungkan berhala tersebut merasa tidak leluasa untuk
melakukan Sa'i antara Shafa dan Marwah. Mereka bertanya
kepada Rasulullah berkaitan dengan hal itu lalu Rasulullah
menetapkan bahwa tidak boleh meninggalkan sa’i.73
Sehingga dapat dipahami bahwa pada mulanya kaum
muslimin enggan melakukan sa’i di bukit Safa dan Marwah,
karena kedua tempat tersebut pada masa jahiliyah dijadikan
sebagai tempat berhala. Kaum muslimin beranggapan bahwa
sa’i di kedua bukit tersebut merupakan bukan merupakan syiar
Islam. Namun kemudian Allah menurunkan ayat yang
menghapus anggapan tersebut dan menetapkan bahwa sa’i di
antara kedua bukit tersebut merupakan syiar agama Islam.
3) Penjelasan amtsal
Ayat ini selaras dengan peribahasa yang menyatakan
“apa yang kamu tanam itu yang kamu tuai”, makna dari
peribahasa ini adalah jika seseorang berbuat kebaikan maka
kebaikan pula yang akan ia terima.
4) Tafsir ayat
Sa’i di antara Safa dan Marwah merupakan bagian dari
manasik haji dan umrah yang menjadi bukti ketundukan kepada
Allah serta penghambaan kepada-Nya. Hamba-hamba Allah
beribadah di kedua tempat itu dengan berdoa, berzikir, serta
membaca al-Qur’an di antara kedua bukti tersebut, sehingga
siapapun yang menunaikan ibadah haji atau umroh maka tidak
ada dosa atas kaum muslimin jika melakukan shalatnya di
antara keduanya meskipun kaum musyrikin dahulu melakukan
sa’i di sana. Dahulu kaum Jahiliyah melakukannya untuk
mengagungkan berhala-berhala yang mendekam di bukit Safa
dan Marwah, sedangkan kaum muslimin melakukan sa’i di

73
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 307.

60
sana karena didorong oleh keimanan dan ketaatan kepada
perintah Allah. Peniadaan dosa terhadap sa’i ini mencakup sa’i
wajib dan sunnah.74
Ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang yang
menganggap bahwa sa'i adalah bagian dari ritual orang-orang
jahiliyah. Padahal sa’i yang dilakukan oleh kaum jahiliyah
berbeda dengan sa’i yang dilakukan oleh kaum muslimin
karena kaum muslimin melakukan sa’i didorong oleh rasa
keimanan dan ketakwaan kepada Allah, sedangkan kaum
musyrik melakukan ini untuk mengagungkan berhala-berhala
mereka.
5) Keterkaitan ayat dengan pembelajaran
Dari ayat ini, siswa memahami manasik haji adalah
ibadah yang ditetapkan oleh Allah untuk dilaksanakan
dilaksanakan kita tidak memahami makna sepenuhnya tapi
tidak mengerti rahasia dibalik ibadah tersebut Emang kita wajib
mengimani dan taat kepada perintah tersebut

c. Al-Baqarah ayat 177


1) Teks ayat dan terjemah
ِ ‫وه ُكم قِبل الْم ْش ِر ِق والْم ْغ ِر‬
۞ ‫ب َو ٰلَ ِك َّن‬ ُّ ‫لَْي رِب‬
َ َ َ َ َ ْ َ ‫س الْ َّ أَ ْن ُت َولوا ُو ُج‬
َ
ِ َ‫الْرِب َّ من آمن بِاللَّ ِه والْيوِم اآْل ِخ ِر والْماَل ئِ َك ِة والْ ِكت‬
َ ِّ‫اب َوالنَّبِي‬
‫ني َوآتَى الْ َم َال‬ َ َ َ َْ َ ََ َْ
‫ني َويِف‬ِِ َّ ‫السبِ ِيل و‬ ِ ِ
َ ‫السائل‬ َ ‫َعلَ ٰى ُحبِّه َذ ِوي الْ ُق ْرىَب ٰ َوالْيَتَ َام ٰى َوالْ َم َساك‬
َ َّ ‫ني َوابْ َن‬
ِِ ِ َ‫الرق‬
َ ‫الز َكا َة َوالْ ُموفُو َن بِ َع ْهده ْم إِ َذا َع‬
ۖ ‫اه ُدوا‬ َّ ‫اب َوأَقَ َام الصَّاَل َة َوآتَى‬ ِّ
ِ َّ ِ‫الصابِ ِرين يِف الْبأْس ِاء والضََّّر ِاء و ِحني الْبأْ ِس ۗ أُو ٰلَئ‬
َ ِ‫ص َدقُوا ۖ َوأُو ٰلَئ‬
‫ك‬ َ ‫ين‬
َ ‫ك الذ‬َ َ َ َ َ َ َ َ َّ ‫َو‬
‫ُه ُم الْ ُمَّت ُقو َن‬
74
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 308-309.

61
Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah
timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya
kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan
harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan)
dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan)
hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan
orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan
dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar
(imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
(QS. al-Baqarah/2: [177]).
2) Asbabun nuzul
Di kota Madinah, kaum Yahudi beribadah menghadap
ke arah barat sedangkan Nasrani menghadap ke arah timur.
Kemudian seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah
tentang kebajikan, maka Allah pun menurunkan ayat di atas.
Lalu Rasulullah memanggil orang yang bertanya itu dan
membacakan ayat ini kepadanya. Sebelum ditetapkannya
ibadah-ibadah yang wajib, apabila seseorang telah
mengucapkan syahadat lalu ia meninggal dalam keadaan
tersebut maka ada orang ada harapan bahwa ia di akhirat
mendapatkan kebaikan.75 sehingga ayat ini menepis anggapan
bahwa sekedar menghadapkan wajah ke arah timur dan barat
itu bukanlah suatu kebaikan. Namun kebaikan-kebaikan itu
adalah beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat,
kitab-kitab, nabi-nabi, berinfak dan bersedekah kepada orang-
orang yang membutuhkan serta melakukan amal-amal lain dan
berakhlak yang mulia.

75
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid 1 hlm. 348.

62
3) Penjelasan amtsal
Ayat ini selaras dengan pepatah yang menyatakan
bahwa “sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi
orang lain”. sehingga sesuai dengan ayat ini yang menyatakan
bahwa kebaikan itu bukanlah menghadapkan wajah ke timur
atau barat, namun kebajikan itu adalah keimanan, shalat, sabar ,
serta amal yang memberikan manfaat pada orang lain seperti
sedekah, membebaskan hamba sahaya, zakat, dan menepati
janji serta sabar.
4) Tafsir ayat
Pengalihan kiblat menimbulkan fitnah besar di antara
para pemeluk berbagai agama, masing-masing menganggap
bahwa ibadah tidak sah kecuali dengan menghadap kiblat yang
mereka miliki . Perselisihan antara kaum muslim ahli kitab
yang semakin memanas akibat orang-orang ahli kitab
menganggap bahwa salat harus menghadap ke kiblat mereka,
sedangkan kaum muslim berargumen bahwa sudah sholat tidak
diterima dan tidak diridai Allah kecuali dengan menghadap ke
masjidil Haram. Maka Allah menjelaskan kepada seluruh
manusia bahwa sekedar menghadapkan wajah ke arah timur
ataupun barat bukanlah merupakan kebajikan yang dikehendaki
dan tidak dianggap sebagai amal sholeh. Kebajikan yang hakiki
adalah iman kepada Allah, para rasul-Nya kitab-kitab-Nya,
para malaikat-Nya dan hari akhir dengan kepercayaan hati yang
sempurna yang diiringi dengan amal saleh.76

3. Amtsal Mursalah
a. Al-Baqarah ayat 77
1) Teks ayat dan Terjemah
‫َن اللَّهَ َي ْعلَ ُم َما يُ ِسُّرو َن َو َما يُ ْعلِنُو َن‬
َّ ‫أ ََواَل َي ْعلَ ُمو َن أ‬

76
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid1. hlm.348.

63
Artinya: Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah
mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang
mereka nyatakan?. (QS. al-Baqarah/2: [77]).
2) Penjelasan amtsal
Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui
segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka
nyatakan. Ungkapan ini digunakan unruk mengungkapkan
bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, sekecil dan sehalus
apapun itu, bahkan pada hal yang tidak bisa dilihat dan
dirasakan oleh manusia.
3) Asbabun nuzul
Ayat ini turun berhubungan dengan sejumlah orang-
orang Yahudi yang masuk Islam kemudian mereka menjadi
orang-orang munafik.
4) Tafsir ayat
Pada ayat ini Allah menyatakan bahwa Dia mengetahui
apa yang disembunyikan oleh orang-orang yaitu Yahudi yaitu
kekufuran yang mereka tampilkan ketika mereka telah kembali
kepada sesama kaum mereka dan yang mengetahui apa yang
mereka sembunyikan di hadapan Rasulullah dan kaum
muslimin yaitu kepura-puran mereka jika mereka beriman
kepada Rasulullah.77
Sifat munafik merupakan sifat yang sangat berbahaya
karena apa yang mereka perlihatkan sangat berbeda dengan apa
yang mereka sembunyikan di dalam hati mereka. Pada ayat ini
Allah memperingatkan orang-orang munafik bahwa mereka
mugkin bisa menipu orang-orang mukmin namun mereka tidak
akan pernah bisa menipu Allah, karena Allah mengetahui apa
yang mereka sembunyikan di dalam hati mereka dan apa yang

77
Abu Ja’far Muhammad ath Thabari, Jami’ Al Bayan, hlm. 136-137.

64
mereka tampakkan ketika mereka kembali kepada kaum-kaum
mereka.

b. Al-Baqarah ayat 178


1) Teks ayat dan Terjemah

‫اص يِف الْ َقْتلَى ۖ احْلُ ُّر بِ احْلُِّر‬ ِ ِ ِ َّ


ُ ‫ص‬َ ‫ب َعلَْي ُك ُم الْق‬
َ ‫ين َآمنُ وا ُكت‬
َ ‫يَ ا أَيُّ َه ا الذ‬
ِ ‫والْعب ُد بِالْعب ِد واأْل ُْنثَى بِ اأْل ُْنثَى ۚ فَمن ع ِفي لَ ه ِمن أ‬
ٌ‫َخي ِه َش ْيءٌ فَاتِّبَ اع‬ ْ ُ َ ُ َْ ٰ ٰ َ َْ َْ َ
‫يف ِم ْن َربِّ ُك ْم َو َرمْح َةٌ ۗ فَ َم ِن ْاعتَ َد ٰى‬ ِ ِ‫ان ۗ ٰذَل‬ ِ
َ ٍ ‫بِالْ َم ْعُروف َوأ ََداءٌ إِلَْي ِه بِِإ ْح َس‬
ٌ ‫ك خَت ْف‬

‫يم‬ِ ‫بع َد ٰذَلِك َفلَه ع َذ‬


ٌ ‫اب أَل‬
ٌ َ ُ َ َْ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang
dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba
dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa
yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah
(yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang
memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian
itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu
rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka
baginya siksa yang sangat pedih. (QS. al-Baqarah/2: [178]).
2) Asbabun nuzul
Ada dua riwayat mengenai sebab turunnya ayat ini.
Riwayat pertama menyatakan bahwa dahulu di kalangan
masyarakat jahiliyah ada kezaliman bahwa jika sebuah suku
memiliki kekuatan lalu seorang budak diantara mereka dibunuh
oleh suku lain maka mereka akan menyatakan bahwa mereka
akan membunuh orang merdeka di antara suku yang
membunuh tersebut. Hal ini merupakan bentuk dari sikap

65
meninggikan diri terhadap suku lain. Jika seorang perempuan
di antara mereka dibunuh oleh perempuan dari suku lain, maka
mereka akan mengatakan bahwa mereka hanya akan
membunuh lelaki sebagai balasannya. Ayat ini turun mencegah
mereka berbuat kezaliman.78
Riwayat kedua menyatakan bahwa ayat ini turun
berkenaan dengan salah seorang mukmin dan kafir dzimmi
yang bertengkar mengenai sebuah perkara, lalu nabi
Muhammad shallallahu'alaihi wasallam mendamaikan mereka.
Pada masa itu biasanya jika mereka membunuh orang merdeka,
hamba sahaya, dan kaum wanita maka mereka memerintahkan
orang merdeka membayar diyat orang merdeka, budak
membayar diyat budak dan wanita membayar diyat wanita.
Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam menjalankan
hukuman qisas kepada mereka satu sama lain. Maka turunlah
ayat ini untuk menguatkan hukum keputusan hukum beliau.79
3) Penjelasan amtsal
Ungkapan orang merdeka dengan orang merdeka,
hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita digunakan
untuk menggambarkan bahwa hukuman kejahatan harus adil
dan sepadan dengan kejahatan itu sendiri.
4) Tafsir ayat
Sebelum Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam
diutus, hukuman bagi pelaku pembunuhan ada bermacam-
macam. Pada kalangan kaum Yahudi hukuman bagi pembunuh
adalah qisas sedangkan di kalangan kaum Nasrani hukumannya
adalah diyat dan pada kalangan bangsa Arab jahiliyah
kebiasaan balas dendam. Pada kaum Arab jahiliyah, yang
dibunuh adalah orang yang selain pembunuh, terkadang mereka
78
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir jilid I, hlm. 355
79
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir jilid I, hlm. 356.

66
membunuh kepala suku sebagai ganti atau membunuh lebih
dari satu orang dari suku si pembunuh, bahkan terkadang mesti
korban yang cuma satu orang mereka menuntut balas terhadap
10 orang, jika korbannya adalah perempuan mereka menuntut
balas kepada laki-laki, jika korbannya budak mereka
membunuh orang merdeka sebagai gantinya.80
Islam kemudian menetapkan hukuman qisas sebagai
hukuman bagi pelaku pembunuhan. Hukuman ini adalah
sebagai bentuk aplikasi dari prinsip keadilan dan persamaan.
Hukuman ini akan mencegah manusia untuk melakukan
tindakan kriminal berupa pembunuhan. hukuman ini menjadi
satu-satunya hukuman yang efektif di zaman sekarang karena
penjara tidak terlalu efektif untuk membuat para penjahat jera.
Syariat Allah adalah aturan yang paling adil, bijaksana
dan paling tepat, karena Allah lebih mengetahui kemaslahatan
tertinggi bagi umat manusia dan yang paling tahu apa yang
dapat mendidik semua umat manusia. Di sisi lain syariat Islam
juga memperbolehkan diyat sebagai ganti dari qisas.
Pada ayat ini Allah mewajibkan bahwa orang-orang
yang beriman untuk melaksanakan hukuman qisas terhadap
pelaku pembunuhan, dengan menghukumnya seperti apa yang
ia lakukan terhadap orang yang dibunuhnya. Pada ayat ini juga
terdapat larangan untuk menganiaya satu sama lain dan
perintah untuk melaksanakan keadilan dan meninggalkan
kezaliman.

Keadilan diperlukan dalam dalam qisas dan persamaan


menjadi syarat di dalamnya. Oleh karena itu, maka orang
banyak yang tidak dibunuh sebagai balasan pembunuhan
terhadap orang yang sedikit dan pemimpin tidak dibunuh

80
356.

67
sebagai balasan terhadap pembunuhan terhadap anak buah.
Hukuman qisas terbatas pada si pembunuh saja sampai
menghukum salah satu anggota sukunya maupun kerabatnya.
Jika pembunuh mendapatkan maaf atas kejahatannya
dari pihak wali korban meskipun yang memberi maaf itu hanya
satu orang dari beberapa wali korban tersebut seperti golongan
ashabah (kerabat dekat dari jalur ayah) ayah korban dan
pemaafan itu berupa penguguran qisas ke diyat maka si
pemberi maaf dan orang lain harus berlaku baik dalam
menuntut tanpa memberatkan si pembunuh. Selain itu boleh
pula memberikan maaf tanpa meminta diyat.

c. Al-Baqarah ayat 216


1) Teks ayat dan Terjemah

ُ َ‫ب َعلَْي ُك ُم الْ ِقت‬


‫ال َو ُه َو ُك ْرهٌ لَ ُك ْم ۖ َو َع َس ٰى أَ ْن تَكَْر ُه وا َش ْيئًا َو ُه َو َخْي ٌر‬ ِ
َ ‫ُكت‬
‫لَ ُك ْم ۖ َو َع َس ٰى أَ ْن حُتِبُّوا َش ْيئًا َو ُه َو َش ٌّر لَ ُك ْم ۗ َواللَّهُ َي ْعلَ ُم َوأَْنتُ ْم اَل‬

‫َت ْعلَ ُمو َن‬


Artinya: Diwajibkan atas kamu berperang, padahal
berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi
kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan
boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat
buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui. (QS. al-Baqarah/2: [216]).
2) Asbabun Nuzul
Ayat ini turun karena kaum muslimin mereka merasa
keberatan dengan kewajiban jihad.81 Kaum muslimin merasa

81
Ibid, hlm. 486.

68
keberatan dengan jihad karena besarnya resiko pengorbanan di
dalam jihad.
3) Penjelasan amtsal
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat
baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
padahal ia amat buruk bagimu” ungkapan ini digunakan untuk
menggambarkan bahwa tidak semu yng disenangi itu akan
memberi manfaat, bisa jadi yng disenangi itu malah
menyimpan banyak mudhorat, dan bisa jadi apa yang dibenci
itu selamanya buruk, bisa jadi apa yang dibenci itu memiliki
banyak manfaat.
4) Tafsir ayat
Peperangan itu terasa berat dan tidak disukai
berdasarkan tabiat kemanusiaan sebab ia membutuhkan
pengorbanan harta dan membuat nyawa terancam.
Ketidaksukaan wajar dan tidak bertentangan dengan kerelaan
terhadap apa yang dibebankan kepada manusia. Kadang
manusia rela meminum pil yang pahit sebab pil itu
mengandung manfaat. Barangkali seseorang membenci sesuatu
berdasarkan tabiatnya padahal sesuatu itu mengandung
kebaikan dan manfaat bagi dirinya untuk masa depan dan
peperangan itu menghasilkan salah satu dari dua hal yaitu
menang dan harta rampasan perang atau mati syahid dan pahala
serta keridhaan Allah. Jihad merupakan usaha untuk
meninggikan agama Islam mengangkat tinggi menara
kebenaran dan keadilan, menolak kezaliman. Ada kalanya
seseorang menyukai sesuatu misalnya suka untuk tidak ikut
perang padahal sebenarnya hal itu buruk bagi dirinya sebab
tidak berperang itu akan mengakibatkan kehinaan, kemiskinan,
tidak mendapat pahala, dominasi musuh atas negeri-negeri dan
harta benda Islam dan pelecehan terhadap hal-hal yang

69
disucikan oleh mereka dan itu tidak boleh jadi itu akan
membuat mereka tertumpas habis.
Dan Allah mengetahui bahwa ia lebih baik bagi
kehidupan dunia ini dan Dia hanya memerintahkan perkara
yang mengandung kebaikan dan maslahat sedangkan manusia
terkadang lantaran karena keterbatasan ilmu tidak mengetahui
apa yang diketahui oleh Allah. Karena itu janganlah seseorang
cenderung untuk memilih tidak ikut jihad sebab hal itu bisa saja
berakibat buruk karena dunia ini dan juga dan tidak akan lepas
dari pertentangan kepentingan diantara sesama manusia dan
bersegeralah melaksanakan perintah Allah dan jangan terbawa
oleh dorongan hawa nafsu karena Allah telah mengetahui
bahwa dia akan memenangkan agamanya dan menolong
pemeluknya meski jumlah mereka sedikit dan dia akan
menghinakan kaum kafir meskipun jumlah mereka banyak.82

d. Al-Baqarah ayat 221


1) Teks ayat dan Terjemah

ِ ‫واَل َتْن ِكحوا الْم ْش ِر َك‬


‫ات َحىَّت ٰ يُ ْؤ ِم َّن ۚ َوأَل ََمةٌ ُم ْؤ ِمنَةٌ َخْيٌر ِم ْن ُم ْش ِر َك ٍة‬ ُ ُ َ
‫ني َحىَّت ٰ يُ ْؤ ِمنُوا ۚ َولَ َعْب ٌد ُم ْؤ ِم ٌن َخْيٌر ِم ْن‬ِ ِ
َ ‫َولَ ْو أ َْع َجبَْت ُك ْم ۗ َواَل ُتْنك ُحوا الْ ُم ْش ِرك‬
‫ك يَ ْدعُو َن إِىَل النَّا ِر ۖ َواللَّهُ يَ ْدعُو إِىَل اجْلَن َِّة‬
َ ِ‫ُم ْش ِر ٍك َولَ ْو أ َْع َجبَ ُك ْم ۗ أُو ٰلَئ‬
َّ ِ ‫َوالْ َم ْغ ِفر ِة بِِإ ْذنِِه ۖ َويَُبنِّي ُ آيَاتِِه لِلن‬
‫ون‬ ُ َّ ‫َّاس لَ َعل ُه ْم َيتَ َذ‬
َ ‫كر‬
َ
Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita
musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita
budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun
dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-

82
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid 1, hlm. 487-490.

70
orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik
dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka
mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan
ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-
Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran. (QS. al-Baqarah/2: [221]).
2) Asbabun Nuzul
Ayat ini turun berkenaan dengan salah satu sahabat
Rasulullah yang bernama Marstad bin Abi Marstad al-
Ghanawiy yang meminta izin kepada Rasulullah untuk
menikahi wanita musyrik yang cantik jelita.83
Riwayat kedua mengatakan bahwa ayat ini turun
berhubungan dengan Abdullah bin rawahah yang dahulu ia
pernah memiliki seorang budak wanita berkulit hitam. suatu
ketika ia marah pada budak itu, setelah amarahnya mereda ia
merasa cemas. Oleh sebab itu ia pun menghadap kepada
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan melaporkan
kejadian itu. Kemudian Abdullah bin Rawahah benar-benar
menikahi budak itu sehingga akhirnya ia dicemooh sebagian
orang karena ia telah menikahi budak perempuan, maka Allah
pun menurunkan ayat ini.84
Dari kedua riwayat itu dapat diambil kesimpulan bahwa
ayat ini bisa jadi turun karena perkara sahabat yang meminta
izin kepada Rasulullah untuk menikahi wanita musyrik atau
bisa jadi ayat ini turun untuk membenarkan tindakan Abdullah
bin Rawahah yang menikahi budak.
3) Penjelasan amtsal

83
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 511.
84
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 511.

71
“Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari
orang musyrik” ayat ini menjadi ungkapan bahwa seiman
adalah faktor penting dalam memilih jodoh melebihi faktor
lain. ungkapan ini menyiratkan bahwa dalam pernikahan,
sekufu dalam hal agama lebih diutamakan dibanding sekufu
dalam hal sosial.
4) Tafsir ayat
Ayat ini menjelaskan bahwa menikahi orang musyrik
itu haram. Sehingga kesimpulannya, tidak boleh seorang
muslim menikahi wanita-wanita musyrik selama mereka masih
dalam kemusyrikan dan sesungguhnya budak perempuan yang
beriman kepada Allah dan rasulnya lebih baik meskipun ia
jelek dan hina daripada wanita merdeka yang musyrik
walaupun dia berasal dari keturunan terhormat, sangat cantik
serta kaya raya. Hal ini disebabkan karena faktor iman adalah
menjadi penentu kesempurnaan agama dan kehidupan
sekaligus sedangkan harta dan strata sosial hanya menjadi tolak
ukur kesempurnaan dunia semata. mengutamakan agama dan
dunia yang melengkapinya lebih baik ketimbang
mengutamakan dunia saja.
Sebab diharamkannya pernikahan antara lelaki muslim
dengan wanita musyrik serta antara wanita muslim dan kafir
(baik dari ahli kitab maupun kaum musyrikin) adalah karena
orang-orang musyrik itu mengajak kepada kekafiran dan
mengajak orang lain untuk melakukan perbuatan buruk yang
berujung kepada neraka. Mereka tidak memiliki agama yang
benar yang akan membimbing mereka dan juga tidak memiliki
Kitab samawi yang membimbing mereka kepada kebenaran.
Sebab lain dari pengharaman pernikahan ini adalah karena
pertentangan antara tabiat hati yang berisi cahaya iman dengan
hati yang berisi dengan kegelapan dan kesesatan. Oleh sebab

72
itu tidak diperbolehkan mengikat hubungan perkawinan antara
kaum muslimin dengan kaum musyrikin, sebab ikatan
perkawinan mengharuskan saling memberi nasihat,
menumbuhkan kasih sayang, membuat kaum muslimin
terpengaruh dengan mereka yang mengakibatkan terjadinya
penularan ide-ide yang sesat. Kaum muslimin akan meniru
berbagai tingkah laku dan kebiasaan yang berlawanan dengan
syariat Islam dan mereka tidak akan segan-segan untuk
mengajak kaum muslimin kepada kesesatan dan di samping itu
mereka juga akan mendidik anak-anak kaum muslimin dan
membuat mereka terbiasa dengan kehidupan yang sesat. Intinya
sebab-sebab diharamkannya pernikahan dengan mereka adalah
karena mereka mengajak kepada neraka sedangkan Allah
mengajak dan membimbing kaum muslimin melalui kitab yang
diturunkan-Nya dan para nabi yang diutus-Nya kepada
perbuatan-perbuatan yang mengantarkan kepada surga,
ampunan dan penghapusan dosa atas izin dan kehendaknya.
Dia juga menjelaskan ayat-ayat serta hukum-hukum-Nya
kepada manusia supaya mereka berpikir sehingga dapat
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta tidak
melanggar perintahnya dan mengikuti hawa nafsu serta bujukan
setan.85

e. Al-Baqarah ayat 271


1) Teks ayat dan terjemah
ِ ِ ِ ِ َّ ‫إِ ْن ُتب ُدوا‬
ۚ ‫وها الْ ُف َقَراءَ َف ُه َو َخْيٌر لَ ُك ْم‬ َ ‫الص َدقَات فَنع َّما ه َي ۖ َوإِ ْن خُتْ ُف‬
َ ُ‫وها َو ُت ْؤت‬ ْ
‫َويُ َكفُِّر َعْن ُك ْم ِم ْن َسيِّئَاتِ ُك ْم ۗ َواللَّهُ مِب َا َت ْع َملُو َن َخبِ ٌري‬
Artinya: Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka
itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan
85
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 511-512

73
kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka
menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan
menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu;
dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. al-
Baqarah/2: [271]).
2) Asbabun Nuzul
Ayat ini turun terkait dengan sedekah diserahkan oleh
Abu Bakar dan Umar Bin Khattab kepada Rasulullah. Umar
menyerahkan setengah dari hartanya kepada Rasulullah
sedangkan Abu Bakar secara sembunyi-sembunyi yang
menyerahkan seluruh hartanya. Mendengar hal itu, Umar
menangis karena Abu Bakar mengungguli dirinya dalam hal
kebaikan. 86
Dari Riwayat ini kita dapat mengetahui bahwa Abu
Bakar berhasil mendahului Umar dalam berbuat kebaikan,
karena Abu Bakar menyerahkan seluruh hartanya secara
sembunyi-sembunyi sedangkan Umar menyerahkan separuh
hartanya dengan secara terang-terangan. Meskipun tidak ada
larangan sedekah dengan cara terang-terangan, namun dari ayat
ini kita ketahui bahwa sedekah dengan cara sembunyi-
sembunyi lebih utama.
3) Penjelasan amtsal
Pada ayat ini terdapat kalimat “Jika kamu
menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan
jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada
orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik
bagimu.” Ungkapan ini bermakna bahwa menampakan sedekah
itu baik karena perbuatan baik akan tetap bernilai baik
meskipun dilihat oleh manusia, namun menyembunyikan

86
Ibid, hlm. 95.

74
sedekah lebih utama karena akan lebih menjaga kebersihan
hati.
4) Tafsir ayat
Ayat ini menjelaskan bahwa sesungguhnya Allah
mengetahui niat seseorang, apakah niat dari amal tersebut
tersebut ikhlas atau terselip riya’ dan sum’ah sehingga Allah
akan membalas setiap perbuatan sesuai dengan niatnya. Jika
niatnya baik maka balasannya juga baik jika niatnya buruk
maka balasannya juga buruk, sehingga ayat ini memiliki unsur
at-Targhiib (memberi semangat atau dorongan) untuk
melakukan kebaikan dan at-Tarhiib (membuat takut) untuk
melakukan kejelekan.
Jika seseorang menampakan sedekahnya dengan niat
agar orang lain termotivasi untuk berbuat kebaikan Maka hal
itu baik namun jika ia menyembunyikan maka itu lebih baik
untuk mencegah munculnya sifat riya’ dan sum'ah. Dan
sedekah itu dapat menghapus dosa-dosa dan kesalahan.87
Menampakkan sedekah adalah baik karena dapat
memotivasi orang lain untuk berbuat kebaikan yang serupa.
Seseorang yang mencontohkan perbuatan baik akan
mendapatkan pahala jika ada orang yang ikut meniru perbuatan
baik itu tanpa mengurangi pahala orang yang mengikuti
kebaikan tersebut. Namun tidak semua orang mampu terhindar
dari riya’ ketika bersedekah secara terang-terangan, padahal
riya’ mampu menghapus pahala dari orang yang bersedekah
seperti tanah yang terhapus di atas batu licin akibat hujan yang
lebat. Sehingga bersedekah secara sembunyi-sembunyi lebih
diutamakan dibanding sedekah dengan terang-terangan karena
menolak keburukan lebih diutamakan dibanding menggapai
kemaslahatan.

87
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid II, hlm. 96.

75
C. Penggunaan Amtsal dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
1. Penggunaan Amtsal Musarrahah dalam Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam
Penggunaan amtsal musarrahah di dalam pembelajaran
menjadikan suasana pembelajaran lebih kondusif akibat antusias
belajar siswa yang tinggi. Salah-satu ayat amtsal musarrahah yang
berkaitan dengan materi yang diajarkan di sekolah adalah ayat berikut:
‫ت َسْب َع َسنَابِل يِف‬ ٍ ِ ِ ‫مثل الَّ ِذ‬
َ ْ َ‫ين يُْنف ُقو َن أ َْم َواهَلُ ْم يِف َسبِ ِيل اللَّه َك َمثَ ِل َحبَّة أَْنبَت‬
َ ُ ََ
ٌ ‫َعلِيم‬ ‫ف لِ َم ْن يَ َشاءُ ۗ َواللَّهُ َو ِاس ٌع‬ ِ ‫ُك ِّل سْنبلَ ٍة ِمائَةُ حبَّ ٍة ۗ واللَّه ي‬
ُ ‫ضاع‬
َُُ َ َ ُُ
Artinya: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-
orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa
dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap
bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha
Mengetahui. (QS. al-Baqarah/2: [261]).
Melalui ayat ini siswa mendapat gambaran yang luas mengenai
betapa besarnya pahala bagi orang yang menginfakkan hartanya di
jalan Allah, seperti sebutir benih yang kemudian menumbuhkan tujuh
bulir yang pada tiap-tiap bulir tersebut menghasilkan seratus biji
sehingga dari satu butir benih menghasilkan tujuh ratus biji. Sehingga
dengan perumpamaan semacam ini siswa akan sangat memahami
besarnya pahala infak di jalan Allah.
Selain itu guru kemudian dapat menjelaskan bagaimana
gambaran hilangnya pahala infak akibat riya’ atau sum’ah dengan
menjelaskan ayat berikut:

76
ِ ِ ِ ِ ِ َّ
ُ‫ص َدقَات ُك ْم بِالْ َم ِّن َواأْل َذَ ٰى َكالَّذي يُْنف ُق َمالَه‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬
َ ‫ين َآمنُوا اَل ُتْبطلُوا‬
ِ ٍ ِ ِ ِ ِ
ُ‫َصابَه‬
َ ‫اب فَأ‬ َ ‫َّاس َواَل يُ ْؤم ُن بِاللَّه َوالَْي ْوم اآْل خ ِر ۖ فَ َمَثلُهُ َك َمثَ ِل‬
ٌ ‫ص ْف َوان َعلَْيه ُتَر‬ ِ ‫ِرئَاءَ الن‬

ِ ِ ‫ٍ مِم‬ ِ
َ ُ‫َوابِ ٌل َفَتَر َكه‬
َ ‫ص ْل ًدا ۖ اَل َي ْقد ُرو َن َعلَ ٰى َش ْيء َّا َك َسبُوا ۗ َواللَّهُ اَل َي ْهدي الْ َق ْو َم الْ َكاف ِر‬
‫ين‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan
hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu
licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan
lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak
menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS. al-
Baqarah/2: [264]).
Berikut merupakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
wakaf sebagai aplikasi dari penggunaan amtsal pada surah al-Baqarah
ayat 261 dan ayat 264 dalam pembelajaran. Berikut adalah Rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk materi infak:
Satuan Pendidikan: SMA/SMK
Kelas/Semester: VIII/I (Satu)
Mata Pelajaran: Al-Qur’an Hadis
Materi Pokok: Infak dan Sedekah
Alokasi Waktu: 1 X Pertemuan (2X45 menit)
a. Kompetensi Inti (KI)
KI-1: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang
dianutnya.
KI-2: Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, bertanggung jawab,
peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai),
santun, responsif dan proaktif sebagai bagian dari solusi
atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara

77
efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia.
KI-3: Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi
pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan
metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang
pengetahuan teknologi, seni, budaya dan humaniora
dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan
dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian,
serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya
untuk memecahkan masalah.
KI-4: Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah
konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan
dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta
bertindak secara efektif dan kreatif dan mampu
menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
b. Kompetensi Dasar (KD)
1.2 Menghayati bahwa infak dapat menyucikan jiwa dan
menambah keberkahan.
2.2 Menjalankan sikap peduli kepada sesama.
3.2 Menganalisis isi kandungan Q.S al-Fajr (89): 15-18 dan al-
Baqarah (2): 254-261 tentang infak di jalan Allah.
4.2 Mendemonstrasikan hafalan kandungan Q.S al-Fajr (89): 15-
18 dan al-Baqarah (2): 254-261.
c. Indikator Pencapaian Kompetensi
3.2.1 Menjelaskan pengertian infak.
3.2.2 Menerjemahkan Q.S al-Fajr (89): 15-18 dan al-Baqarah (2):
254-261tentang infak di jalan Allah.
3.2.3 Menganalisis kandungan Q.S al-Fajr (89): 15-18 dan al-
Baqarah (2): 254-261 tentang infak di jalan Allah.

78
3.2.4 Menyimpulkan keterkaitan Q.S al-Fajr (89): 15-18 dan al-
Baqarah (2): 254-261 tentang infak di jalan Allah.
4.2.1 Menghafal Q.S al-Fajr (89): 15-18 dan al-Baqarah (2): 254-
261 dan terjemahannya.
d. Tujuan Pembelajaran
1) Menganalisis kandungan Q.S al-Fajr (89): 15-18 dan al-
Baqarah (2): 254-261 tentang infak di jalan Allah.
2) Menyimpulkan keterkaitan Q.S al-Fajr (89): 15-18 dan al-
Baqarah (2): 254-261 tentang infak di jalan Allah.
3) Menghafal Q.S al-Fajr (89): 15-18 dan al-Baqarah (2): 254-
261 dan terjemahannya.
e. Materi Pembelajaran
1) Fakta: Disajikan berupa gambar atau poster muslim yang
sedang melaksanakan ibadah-ibadah yang terkait dengan infaq
sedekah.
2) Konsep:
a) Pengertian infak dan sedekah
Infak berasal dari kata anfaqa-yunfiqu yang artinya
membelanjakan atau membiayai yang berhubungan
dengan perintah-perintah Allah. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia infak adalah pemberian atau sumbangan
harta dan sebagiannya (selain zakat wajib) untuk kebaikan,
Sedangkan menurut istilah infak adalah mengeluarkan
atau memberikan sebagian dari harta atau pendapatan
untuk kepentingan yang diperintahkan dalam ajaran Islam.
Berbeda dengan zakat, infak tidak mengenal istilah nisab
dan jumlah yang ditentukan secara hukum tetapi sedekah
disesuaikan dengan kemampuan masing-masing dan
penerimanya pun tidak ditentukan sebagaimana zakat.
Infak dapat diberikan kepada mustahik zakat bahkan infak
dapat diberikan kepada keluarga dan kerabat bahkan untuk

79
membiayai kebutuhan diri sendiri.sedangkan pengertian
sedekah lebih luas lagi yaitu meliputi harta dan jasa serta
senyum pun dianggap sebagai sedekah bahkan membuang
ranting atau duri dari jalan pun anggap sebagai sedekah.
b) Isi kandungan Q.S al-Fajr (89): 15-18 tentang infak dan
sedekah.
‫) َوأ ََّما إِ َذا‬15( ‫ول َريِّب أَ ْكَر َم ِن‬
ُ ‫فَأ ََّما اإْلِ نْ َسا ُن إِ َذا َما ْابتَاَل هُ َربُّهُ فَأَ ْكَر َمهُ َو َن َّع َمهُ َفَي ُق‬
ِ ِ ‫اَّل‬ ُ ‫َما ْابتَاَل هُ َف َق َد َر َعلَْي ِه ِر ْزقَهُ َفَي ُق‬
َ ‫) َك بَ ْل اَل تُ ْكر ُمو َن الْيَت‬16( ‫ول َريِّب أ ََهانَ ِن‬
( ‫يم‬

ِ ‫) واَل حَتَاضُّو َن َعلَى طَ َع ِام الْ ِمس ِك‬17


)18( ‫ني‬ ْ َ
Artinya: Adapun manusia apabila Tuhannya
mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya
kesenangan, Maka Dia akan berkata: "Tuhanku telah
memuliakanku" (15). Adapun bila Tuhannya mengujinya
lalu membatasi rizkinya Maka Dia berkata: "Tuhanku
menghinakanku" (16). Sekali-kali tidak (demikian),
sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim (17). Dan
kamu tidak saling mengajak memberi Makan orang miskin
(18).
Pada surah al-Fajr ayat 15-16 dijelaskan bahwa
manusia cenderung merasa mulia dengan rezeki yang
diberikan oleh Allah subhanahu wa ta'ala, padahal
sesungguhnya sesungguhnya harta yang diberikan oleh
Allah hanyalah ujian dan cobaan bagi mereka dan begitu
pula sebaliknya, jika mereka diberikan kesempitan rezeki
mereka menganggap bahwa Allah subhanahu wa ta'ala
telah menghina mereka padahal sebenarnya kekayaan dan
kemiskinan adalah ujian bagi hamba-hambanya. Allah
memberikan rezeki kepada siapapun yang ia cintai dan ia
tidak cintai. maka oleh karena itu manusia hanya

80
bergantung kepada Allah dan tidak boleh berputus asa
kepadanya. Jika diberi keluasan rezeki maka hendaklah ia
bersyukur dan jika dia dalam keadaan kesempitan rezeki
maka ia harus bersabar tanpa menyalahkan siapapun.
Pada ayat 17-18 Allah mengisyaratkan agar
manusia memuliakan dan menyayangi anak yatim dengan
memperlakukan mereka dengan baik karena besarnya
keutamaan dan kemuliaan bagi orang mengurus dan
menyayangi anak yatim.
Pada ayat ke 18 Allah memperingatkan agar
manusia sering menyeru dan mengingatkan agar memberi
makan orang miskin. Orang yang tidak mau menyantuni
anak yatim dan tidak memberi makan orang miskin berarti
dia termasuk pendusta agama.
c) Isi kandungan Q.S al-Baqarah (2): 254 tentang infak dan
sedekah.

‫ين َآمنُوا أَنِْف ُقوا مِم َّا َر َز ْقنَا ُك ْم ِم ْن َقْب ِل أَ ْن يَأْيِت َ َي ْو ٌم اَل َبْي ٌع فِ ِيه َواَل ُخلَّةٌ َواَل‬ ِ َّ
َ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬
‫اعةٌ ۗ َوالْ َكافُِرو َن ُه ُم الظَّالِ ُمو َن‬
َ ‫َش َف‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman,
belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang
telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang
pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi
syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang
zalim.

Dalam surah al-Baqarah ayat 254, Allah


memerintahkan orang-orang yang beriman agar
menginfakkan hartanya baik dalam sedekah yang wajib
(zakat) maupun sedekah yang sunnah. Dan Allah
memerintahkan orang-orang yang beriman agar bersegera

81
untuk menafkahkan sebagian rezeki yang Allah
karuniakan sebelum datangnya hari kiamat, karena ketika
hari kiamat telah tiba tidak seorangpun yang dapat
menebus dirinya dengan harta sebanyak apapun. Pada saat
itu tidak ada pertolongan dari sahabat dan kerabat bahkan
keturunan pun tidak akan ada yang bisa menolong.
d) Isi kandungan Q.S al-Baqarah (2): 261 tentang infak dan
sedekah.
‫ت َسْب َع َسنَابِ َل‬ ٍ ِ ِ ‫مثل الَّ ِذ‬
ْ َ‫ين يُْنف ُقو َن أ َْم َواهَلُ ْم يِف َسبِ ِيل اللَّه َك َمثَ ِل َحبَّة أَْنبَت‬
َ ُ ََ
ِ ِ ِ ‫اع‬ِ ‫يِف ُك ِّل سْنبلَ ٍة ِمائَةُ حبَّ ٍة ۗ واللَّه ي‬
ٌ ‫ف ل َم ْن يَ َشاءُ ۗ َواللَّهُ َواس ٌع َعل‬
‫يم‬ ُ ‫ض‬َُُ َ َ ُُ
Artinya: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan
oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus
biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi
Maha Mengetahui.
Dalam surah al-Baqarah ayat 261, Allah
menjelaskan bahwa menginfakkan harta dengan ikhlas di
jalan Allah akan dilipatgandakan pahalanya hingga 700
kali lipat. Meskipun ayat ini turun berhubungan dengan
kedermawanan sahabat-sahabat Rasulullah yaitu Utsman
bin Affan dan Abdurrahman bin Auf yang keduanya
menyumbangkan harta mereka ketika Perang Tabuk,
namun secara umum ayat ini mendorong agar manusia
gemar berinfak dan bersedekah tanpa dibatasi oleh kondisi
dan keadaan.
e) Keterkaitan isi kandungan Surah al-Fajr Ayat 15-18 dan
surah al-Baqarah ayat 254 dan al-Baqarah ayat 261

82
1) Sama-sama menjelaskan tentang peduli kepada orang
lain dengan cara membantu mereka.
2) Anjuran untuk selalu bersyukur atas semua nikmat
dari Allah subhanahu wa ta'ala.
3) Hendaknya tetap bersedekah baik ketika harta sedikit
ataupun banyak infak, baik infak yang wajib (zakat)
maupun sunnah sebagai rasa syukur kita sebagai
muslim.
4) Harus selalu mengingatkan untuk saling peduli
terutama kepada anak yatim dan fakir miskin.
5) Infaq dan sedekah hendaknya menggunakan apa yang
baik dan halal harta yang baik halal.
3) Materi prosedural: mufradat Q.S al-Fajr (89): 15-18 dan al-
Baqarah (2): 254-261.
f. Metode Pembelajaran
Ceramah dengan variasi penggunaan amtsal di dalamnya,
diskusi, kerja kelompok, tanya jawab, penugasan.
g. Media, alat dan sumber belajar
1) Media: slide power point tentang infak.
2) Alat/bahan: LCD Proyektor.
3) Sumber belajar: al-Qur’an dan terjemahannya, buku paket al-
Qur’an Hadis kelas 8, dan buku modul siswa
h. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran
1) Pendahuluan (15 menit)
a) Memberi salam dan berdo’a bersama.
b) Memeriksa kehadiran, kerapian, dan kebersihan kelas.
c) Bertadarus al-Qur’an secara bersama.
d) Menyampaikan tujuan dan kompetensi yang harus dicapai.
e) Apersepsi: mengajukan pertanyaan komunikatif tentang
materi sebelumnya dan mengaitkannya dengan materi
“infak dan sedekah.

83
f) Pembagian kelompok
g) Diskusi.
2) Kegiatan inti (60 menit)
Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa
tentang materi infak dan sedekah, guru mengawali
pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan:
Apakah kalian mengetahui perbedaan infak dan
sedekah?
Apa kalian mengetahui bagaimana pahala bagi orang
yang berinfak dan bersedekah?
a) Mengamati
Guru meminta siswa untuk mengamati gambar yang
ada di modul siswa.
Siswa mengamati uraian atau gambar yang ada di
modul
b) Menanya
Siswa menanyakan tentang infak dan sedekah
c) Menalar
Mendiskusikan Q.S al-Fajr (89): 15-18 dan al-
Baqarah (2): 254-261 tentang infak di jalan Allah.
d) Mengasosiasi
Setelah Mengumpulkan informasi yang didapat
siswa, selanjutnya siswa membuat laporan tertulis dari hasil
kerja kelompok
e) Mengkomunikasikan
Setelah selesai mengerjakan tugasnya, guru meminta
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi
3) Kegiatan penutup (15 menit)
a) Guru memberi penguatan dan simpulkan terhadap materi
yang didiskusikan.

84
b) Guru menugaskan siswa untuk menghafal Q.S al-Fajr (89):
15-18 dan al-Baqarah (2): 254-261.
c) Guru bersama-sama siswa membaca doa penutup majelis
Dalam langkah pengaplikasian metode amtsal di sekolah,
Misalnya ketika menjelaskan konsep infak, ada beberapa langkah yang
dapat dilakukan oleh seorang guru, yaitu:
1. Guru menerangkan pokok bahasan yang akan disajikan.
2. Guru memberikan pre-test lisan secara spontan untuk melihat
tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang akan diajarkan dan
untuk mengetahui pembahasan apa yang perlu mendapat perhatian
lebih. Pada langkah ini guru juga dapat bertanya kepada siswa
bagaimana gambaran pahala infak menurut para siswa.
3. Guru mengangkat ayat-ayat tamsil yang relevan dengan pokok
materi bahasan.
4. Guru menerangkan konsep pahala infak dengan gambaran suatu
biji yang ditanam secara baik dan benar serta hasil yang akan
diperoleh berlimpah. Benih yang baik tersebut kemudian
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir terdapat seratus biji.
Guru dapan menjelaskan bahwa pahala infak itu berlipat ganda
sama seperti sebuah benih yang kemudian tumbuh dengan baik dan
menghasilkan tujuh bulir dan setiap bulir menghasilkan seratus biji
sehingga dari satu benih kemudian menghasilkan tujuh ratus biji.
Guru juga dapat konsep mengenai hilangnya pahala sedekah
seperti debu di atas batu licin yang kemudian hilang karena ditimpa
hujan yang lebat. Dari uraian amtsal tersebut, akan muncul
pemahaman dari diri siswa tentang konsep infak setelah melihat
gambaran kebaikan yang diterima jika berinfak serta bagaimana
hilangnya pahala infak akibat riya’ dan sum’ah
5. Pada waktu pelaksanaan kegiatan belajar berlangsung, sebaliknya
mengembangkan pokok bahasan tersebut dengan memberikan
perumpamaan yang mudah dijumpai oleh siswa.

85
Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan, guru
secara kreatif dapat menganalogikan orang yang berinfak dengan
orang yang menanam tanaman. Selain itu guru juga bisa menambah
analogi lain yang tidak terdapat di dalam al-Qur’an terkait dengan
materi yang diajarkan.
Dalam praktik pelaksanaannya, guru dapat mengawali
pembelajaran dengan pertanyaan apa yang harus dimiliki dan apa yang
dilakukan agar tanaman tumbuh subur dan menghasilkan panen yang
berlimpah. Kemudian siswa akan dimotivasi untuk mengajukan
jawaban dan jawaban mereka akan seperti:
1. Perlunya ilmu pertanian.
2. Perlunya bibit yang unggul.
3. Perlunya tanah yang subur.
4. Perlunya sinar matahari.
5. Perlunya pengairan yang cukup.
6. Perlunya pupuk yang baik.
7. Perlunya menjaga tanaman dari hama atau penyakit.
8. Dan seterusnya.
Setelah guru menginventarisasikan jawaban siswa yang
relevan, guru kemudian memberikan tamsil atas masing-masing
alternatif jawaban siswa sambil menjelaskan makna yang terkandung
di dalamnya. Misalnya perlunya ilmu dasar pertanian untuk konteks
bercocok tanam identik dengan perlunya pengetahuan agama dalam
konteks membina iman dan takwa, begitu seterusnya.
Kemudian sebelum kegiatan belajar mengajar berakhir, guru
perlu mengulang kembali pokok-pokok penting dari materi yang harus
dikuasai siswa dari pembahasan materi tersebut. Kemudian guru
memberikan post-test untuk mengukur sejauh mana tingkat
penguasaan siswa terhadap materi dan untuk mengetahui hal apa saja

86
yang perlu mendapat perhatian lebih dari pada pertemuan
selanjutnya.88

2. Penggunaan Amtsal Kaminah dalam Pembelajaran Pendidikan


Agama Islam
Contoh penggunaan ayat amtsal kaminah dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam adalah surah al-Baqarah ayat 177 pada
materi “Membudayakan Pola Hidup Sederhana dan Menyantuni
Dhuafa”. Ayat ini memberikan mengandung makna yang mendalam
namun disampaikan dengan bahasa yang indah dan padat.
ِ ‫وه ُكم قِبل الْم ْش ِر ِق والْم ْغ ِر‬
۞ ‫ب َو ٰلَ ِك َّن الْرِب َّ َم ْن‬ ُّ ‫لَْي رِب‬
َ َ َ َ َ ْ َ ‫س الْ َّ أَ ْن تُ َولوا ُو ُج‬
َ
‫ني َوآتَى الْ َم َال َعلَ ٰى ُحبِّ ِه ذَ ِوي‬ ِ َ‫آمن بِاللَّ ِه والْيوِم اآْل ِخ ِر والْماَل ئِ َك ِة والْ ِكت‬
َ ِّ‫اب َوالنَّبِي‬ َ َ َ َْ َ ََ
ِ َ‫الرق‬
‫اب َوأَقَ َام الصَّاَل ةَ َوآتَى‬ ِّ ‫ني َويِف‬ِِ َّ ‫السبِ ِيل و‬ ِ
َ ‫السائل‬ َ َّ ‫ني َوابْ َن‬
َ ‫الْ ُق ْرىَب ٰ َوالْيَتَ َام ٰى َوالْ َم َساك‬
ِ ِ ِ ِ َّ ‫اه ُدوا ۖ و‬ ِِ
َ ‫ين يِف الْبَأْ َساء َوالضََّّراء َوح‬
ۗ ‫ني الْبَأْ ِس‬ َ ‫الصاب ِر‬ َ َ ‫الز َكا َة َوالْ ُموفُو َن بِ َع ْهده ْم إِ َذا َع‬
َّ

ِ َّ ِ‫أُو ٰلَئ‬
َ ِ‫ص َدقُوا ۖ َوأُو ٰلَئ‬
‫ك ُه ُم الْ ُمَّت ُقو َن‬ َ ‫ين‬
َ ‫ك الذ‬َ
Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan
barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu
ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-
kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan
zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji,
dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan
dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar

88
Hasan Rijalittaqwa, Penggunaan Metode Amtsal Qur’ani dalam Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Jurnal Tarbawi Vol 1 No 2 2 Juni 2012, hlm. 128-129.

87
(imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. al-
Baqarah/2: [177]).
Berikut merupakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
wakaf sebagai aplikasi dari penggunaan amtsal pada surah al-Baqarah
ayat 261 dalam pembelajaran. Berikut adalah Rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) untuk materi Membudayakan Pola Hidup
Sederhana dan Menyantuni Dhuafa:

Satuan pendidikan: SMA/SMK


Kelas/semester : XII/I (satu)
Mata pelajaran : Al-Qur’an Hadis
Materi pokok : Membudayakan Pola Hidup Sederhana dan
Menyantuni Dhuafa
Alokasi waktu : 1 X Pertemuan (2X45 menit)

a. Kompetensi Inti (KI)


KI-1: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang
dianutnya.
KI-2: Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, bertanggung jawab,
peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun,
responsif dan proaktif sebagai bagian dari solusi atas
berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia.
KI-3: Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi
pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan
metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang
pengetahuan teknologi, seni, budaya dan humaniora dengan
wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan dan
peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta

88
menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian
yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah.
KI-4: Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah
konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan
dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta
bertindak secara efektif dan kreatif dan mampu
menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
b. Kompetensi Dasar:
1.1 Menghayati perintah Allah SWT tentang pola hidup sederhana
dan bersikap santun.
2.1 Menunjukkan perilaku sederhana hidup sederhana dan gemar
menyantuni dhuafa sebagai implementasi dari pemahaman
Surah al-Furqan [25]: 67, al-Isra’ [17]: 26-27, 29-30, al-
Qashash [28]: 79-82; Surah al-Baqarah [2]: 177, Surah al-
Maun [107]: 1-7 dan hadis riwayat dan hadis riwayat Ibnu
Majah dan Ahmad dari Abdullah bin Amr radhiyallahu anhu
dan hadis riwayat Imam Bukhari dari Hakim bin Hiram
radhiyallahu anhu.
3.1 Mendemonstrasikan hafalan, terjemahan ayat dan hadits
tentang sikap sederhana dan menyantuni dhuafa pada Surah al-
Baqarah [2]: 255-257, surah Ali Imran [3]: 186 serta hadis
riwayat Muslim dari Suhaib r.a, dan hadits riwayat Tirmidzi
dari Mush’ab bin Sa'd dari ayahnya.
4.1 Mempresentasikan isi kandungan ayat al-Qur’an dan hadis
tentang ujian dan cobaan pada Surah al-Baqarah [2]: 255-257,
surah Ali Imran [3]: 186 serta hadis riwayat Muslim dari
Suhaib r.a, dan hadits riwayat Tirmidzi dari Mush’ab bin Sa'd
dari ayahnya dan menyajikan analisis ayat dan hadits tentang
sikap sederhana dan santun dengan fenomena sosial.

89
c. Indikator Pencapaian Kompetensi
1.1.1. Berakhlak mulia terhadap para dhuafa sesuai dengan
tuntunan al-Qur’an dan hadis.
2.1.1 Membiasakan pola hidup sederhana sesuai dengan Surah al-
Furqan [25]: 67 dan surah al-Isra’ [17]: 26-27, 29-30.
3.1.1 Menterjemahkan al-Qur’an dan hadis tentang pola hidup
sederhana dan perintah menyantuni para dhuafa.
3.1.2 Menjelaskan tentang al-Qur’an dan hadis tentang pola hidup
sederhana dan perintah menyantuni para dhuafa.
3.1.3 Menjelaskan kandungan al-Qur’an dan hadis tentang pola
hidup sederhana dan perintah menyantuni para dhuafa.
3.1.4 Mengidentifikasi perilaku yang mencerminkan kandungan
al-Qur’an dan hadis tentang pola hidup sederhana dan
perintah menyantuni para dhuafa.
4.1.1 Menghapalkan al-Qur’an dan hadis tentang pola hidup
sederhana dan perintah menyantuni para dhuafa.
4.1.2 Menunjukkan contoh perilaku orang yang hidup sederhana
dan dermawan.
d. Tujuan Pembelajaran
1) Siswa mampu membaca dan menghafal ayat-ayat dan hadis
tentang pola hidup sederhana dan perintah menyantuni para
dhuafa dengan kaidah ilmu tajwid yang benar.
2) Siswa mampu menerjemahkan ayat-ayat dan hadis tentang
pola hidup sederhana dan perintah menyantuni para dhuafa.
3) Siswa mampu menjelaskan ayat-ayat dan hadis tentang pola
hidup sederhana dan perintah menyantuni para dhuafa.
4) Siswa mampu mengamalkan nilai-nilai yang terkandung di
dalam ayat-ayat dan hadis tentang pola hidup sederhana dan
perintah menyantuni para dhuafa dalam kehidupan sehari-hari.

90
5) Siswa mampu mempengaruhi orang lain untuk mengamalkan
ayat ayat dan hadits tentang pola hidup sederhana dan perintah
menyantuni para dhuafa.
e. Materi Pembelajaran:
1) Fakta: Disajikan berupa gambar atau poster muslim yang
sedang melaksanakan ibadah-ibadah yang terkait dengan
membudayakan pola hidup sederhana dan menyantuni dhuafa.
2) Konsep:
f. Metode Pembelajaran: model pembelajaran yaitu scientific
learning dengan metode pembelajaran yaitu ceramah dengan
variasi penggunaan amtsal di dalamnya, resitasi, diskusi, tanya
jawab.
g. Media, alat dan sumber belajar:
1) Media: gambar tentang Desain sampul al-Qur’an di zaman
klasik dan zaman modern.
2) Alat dan bahan: laptop, lcd proyektor.
3) Sumber pembelajaran: buku ajar siswa al-Qur’an Hadis
Kelas 12, al-Qur’an dan terjemahannya modul hasil karya guru
Al-Qur’an Hadis
h. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran
1) Pendahuluan (15 menit)
a) Memberi salam dan berdo’a bersama.
b) Memeriksa kehadiran, kerapian, dan kebersihan kelas.
c) Bertadarus al-Qur’an secara bersama.
d) Menyampaikan tujuan dan kompetensi yang harus dicapai.
e) Apersepsi: mengajukan pertanyaan komunikatif tentang
materi sebelumnya dan mengaitkannya dengan materi
“Membudayakan Pola Hidup Sederhana dan Menyantuni
Dhuafa”.
2) Kegiatan inti (60 menit)

91
Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa
tentang materi yang akan dipelajari, guru mengawali
pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan: Apa yang kalian
ketahui tentang Pola Hidup Sederhana?
a) Mengamati
Guru meminta siswa untuk mengamati gambar yang
ada di modul siswa.
Siswa mengamati uraian atau gambar yang ada di modul
b) Menanya
Siswa menanyakan tentang budaya pola hidup
sederhana dan menyantuni dhuafa
c) Menalar
Mendiskusikan dasar hukum budaya pola hidup
sederhana dan menyantuni dhuafa: Surah al-Furqan [25]:
67 tentang kesederhanaan, surah al-Isra’ [17]: 26-27, 29-30
tentang kesederhanaan dalam hidup, surah Al qashash [28]:
79-82, surah surah al-Baqarah [2]: 177 tentang beberapa
macam kebajikan, surah al-Maun [107]: 1-7 tentang
bermegah-megahan di dunia dan hadis riwayat Ibnu Majah
dan Ahmad dari Abdullah bin Amru tentang larangan
berlebih-lebihan. Hadits Riwayat Bukhari dari Hakim bin
Hizam tentang keutamaan memberi daripada menerima,
dan hadits Tirmidzi, Ibnu Majah dan Muslim tentang
proporsi dalam tubuh seorang muslim.
d) Mengasosiasi
Setelah Mengumpulkan informasi yang didapat
siswa, selanjutnya siswa membuat laporan tertulis dari hasil
kerja kelompok
e) Mengkomunikasikan

92
Setelah selesai mengerjakan tugasnya, guru
meminta masing-masing kelompok mempresentasikan hasil
diskusi
3) Kegiatan penutup (15 menit)
a) Guru memberi penguatan dan simpulkan terhadap materi
yang didiskusikan.
b) Guru memberikan tugas terkait materi “Membudayakan
Pola Hidup Sederhana dan Menyantuni Dhuafa”.
c) Guru bersama-sama siswa membaca doa penutup majelis.
Dalam langkah pengaplikasian metode amtsal kaminah dalam
pembelajaran di sekolah, misalnya ketika menjelaskan materi
“Membudayakan Pola Hidup Sederhana dan Menyantuni Dhuafa”, ada
beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh seorang guru, yaitu:
1. Guru menerangkan pokok bahasan yang akan disajikan.
2. Guru memberikan pre-test lisan secara spontan untuk melihat
tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang akan diajarkan dan
untuk mengetahui pembahasan apa yang perlu mendapat perhatian
lebih.
3. Guru mengangkat ayat-ayat tamsil yang relevan dengan pokok
materi “Membudayakan Pola Hidup Sederhana dan Menyantuni
Dhuafa”.
4. Guru menerangkan konsep “Membudayakan Pola Hidup
Sederhana dan Menyantuni Dhuafa” sesuai yang dengan isi surah
al-Baqarah ayat 177. Pendidik perlu menjelaskan bahwa konsep
kebaikan di dalam agama Islam tidak hanya melaksanakan sholat
sebagai suatu bentuk kesolehan pribadi, tapi Islam juga
menganjurkan ibadah sosial serta kepribadian yang berakhlak
mulia sebagai mana yang dipahami dari surah al-Baqarah ayat 177.
Kebaikan yang dimaksud di dalam ayat itu meliputi 3
pokok, pertama, pokok keimanan. Kedua, pokok amal soleh yang
meliputi kesolehan pribadi dan kesolehan sosial. Ketiga, akhlak

93
yang mulia. Dengan ayat ini guru dapat menjelaskan bahwa
kebaikan itu bukan hanya berupa kesolehan pribadi namun juga
mencakup kesholehan sosial dengan cara menyantuni orang-orang
yang membutuhkan. Sehingga yang dikatakan amal kebaikan itu
tidak hanya sholat namun ada amal-amal lain yang juga sangat
penting.
Dari konsep tersebut akan muncul pemahaman dari diri
siswa tentang konsep kebaikan yang sebenarnya di dalam islam
sehingga peserta didik diharapkan mampu menyeimbangkan
kesolehan pribadi, kesolehan sosial, serta akhlak yang mulia.
5. Pada waktu pelaksanaan kegiatan belajar berlangsung, sebaliknya
mengembangkan pokok bahasan tersebut dengan meminta siswa
untuk menjelaskan fenomena yang terjadi di sekitar yang berkaitan
dengan materi.
Amtsal kaminah ini merupakan Amtsal yang tidak
mengandung tasbih namun memiliki makna yang padat dan bahasa
yang indah. Selain itu Amtsal ini juga mudah untuk disesuaikan
dengan fenomena sehari-hari. Namun metode ini bukanlah metode
yang utama dalam pembelajaran, metode ini merupakan metode
pendukung sedangkan metode utamanya bisa berupa metode
ceramah, diskusi dan tanya jawab.

3. Penggunaan Amtsal Mursalah dalam Pembelajaran Pendidikan


Agama Islam
Amtsal mursalah adalah kalimat-kalimat yang bebas, tidak
menggunakan lafal tasybih secara jelas namun kalimat-kalimat itu
berfungsi sebagai matsal yang di dalamnya terdapat peringatan dan
pelajaran bagi manusia.89 Contohnya seperti surah al-Baqarah ayat
271:

89
Mabhub Nuryadien, Amtsal…, hlm. 22

94
ِ ِ ِ ِ َّ ‫إِ ْن ُتب ُدوا‬
ۚ ‫وها الْ ُف َقَراءَ َف ُه َو َخْيٌر لَ ُك ْم‬ َ ‫الص َدقَات فَنع َّما ه َي ۖ َوإِ ْن خُتْ ُف‬
َ ُ‫وها َو ُت ْؤت‬ ْ
‫َويُ َكفُِّر َعْن ُك ْم ِم ْن َسيِّئَاتِ ُك ْم ۗ َواللَّهُ مِب َا َت ْع َملُو َن َخبِ ٌري‬
Artinya: Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu
adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu
berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih
baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian
kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (QS. al-Baqarah/2: [271]).
Berikut merupakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
wakaf sebagai aplikasi dari penggunaan amtsal pada surah al-Baqarah
ayat 271 untuk materi “Akhlak Tercela”:

Satuan Pendidikan: MA
Kelas/Semester: XI/II (DUA)
Mata Pelajaran: Fikih
Materi Pokok: Pernikahan dalam Islam
Alokasi Waktu: 1 X Pertemuan (2X45 Menit)

a. Kompetensi Inti (KI)

KI-1: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang


dianutnya.

KI-2: menunjukkan perilaku jujur, disiplin, bertanggung jawab,


peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun,
responsif dan proaktif sebagai bagian dari solusi atas
berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia.

95
KI-3: Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi
pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan
metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang
pengetahuan teknologi, seni, budaya dan humaniora dengan
wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan dan
peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian
yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah.

KI-4: Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah


konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan
dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta
bertindak secara efektif dan kreatif dan mampu
menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.

b. Kompetensi Dasar:
1.5 Menghayati hikmah dari ketentuan ketentuan Islam tentang
pernikahan.
2.5 Mengamalkan sikap taat dan tanggung jawab sebagai
implementasi dari pemahaman ketentuan perkawinan dalam
hukum Islam dan perundang-undangan.
3.5 Menganalisis ketentuan perkawinan dalam hukum Islam dan
perundang-undangan.
4.5 Menyajikan analisis dari praktik pernikahan yang sesuai dan
tidak sesuai dengan ketentuan hukum Islam yang terjadi di
masyarakat.
c. Indikator Pencapaian Kompetensi
1.5.1 Meyakini terdapat hikmah dari ketentuan Islam tentang
pernikahan.
1.5.2 Menyebarkan hikmah dari ketentuan Islam tentang
pernikahan.

96
2.1.1 Berakhlak mulia sebagai implementasi dari pemahaman
ketentuan perkawinan dalam hukum Islam dan perundang-
undangan.
2.1.2 Menjadi teladan sebagai sebagai implementasi dari
pemahaman ketentuan perkawinan dalam hukum Islam
dan perundang-undangan.
3.5.1 Mengorganisir ketentuan perkawinan dalam hukum Islam
dan perundang-undangan.
4.5.1 Menyeleksi praktik perkawinan yang sesuai dan tidak
sesuai dengan dengan ketentuan hukum Islam yang terjadi
di masyarakat.
4.5.2 Mencerahkan praktik perkawinan yang sesuai dan tidak
sesuai dengan ketentuan hukum Islam yang terjadi di
masyarakat.
d. Tujuan Pembelajaran
Pada meteri ini peserta didik diharapkan mampu:
1) Meyakini kebenaran dan ketentuan pelaksanaan pernikahan
berdasarkan syariat Islam.
2) Menunjukkan sikap bersatu dan kebersamaan dalam
lingkungan masyarakat sebagai implementasi ketentuan
pernikahan dalam Islam.
3) Menjelaskan ketentuan pelaksanaan pernikahan berdasarkan
syariat Islam.
4) Menjelaskan dalil-dalil tentang ketentuan pelaksanaan
pernikahan berdasarkan syariat Islam.
5) Mengidentifikasi hikmah dan manfaat ketentuan pelaksanaan
pernikahan berdasarkan syariat Islam.
6) Menganalisis ketentuan pelaksanaan pernikahan berdasarkan
syariat Islam.
7) Mengevaluasi ketentuan pelaksanaan pernikahan berdasarkan
syariat Islam.

97
8) Menganalisis hikmah dan manfaat ketentuan pelaksanaan
pernikahan berdasarkan syariat Islam.
9) Menyajikan paparan tentang ketentuan pelaksanaan pernikahan
berdasarkan syariat Islam.
10) Menyajikan paparan hikmah dan manfaat ketentuan
pelaksanaan pernikahan berdasarkan syariat Islam.
e. Materi Pembelajaran:
1) Hukum pernikahan.
2) Persiapan pelaksanaan pernikahan.
3) Mahram nikah.
4) Prinsip kafaah dalam pernikahan.
5) Wali dan saksi.
6) Ijab qobul.
7) Macam-macam pernikahan yang dilarang.
8) Hak dan kewajiban suami istri.
9) Talak khuluq, fasakh, dan iddah.
10) Hadhanah.
11) Rujuk.
f. Metode Pembelajaran: Model pembelajaran yaitu scientific
learning dengan metode pembelajaran yaitu ceramah dengan
variasi penggunaan amtsal di dalamnya, diskusi, tanya jawab.

g. Media, alat dan sumber belajar:


1) Media: gambar tentang Desain sampul al-Qur’an di zaman
klasik dan zaman modern.
2) Alat dan bahan: laptop, LCD proyektor, penggaris spidol,
papan tulis.
3) Sumber pembelajaran: buku ajar siswa Fikih kelas XI, al-
Qur’an dan terjemahannya.
h. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran

98
1) Pendahuluan (15 menit)
a) Memberi salam dan berdo’a bersama.
b) Memeriksa kehadiran, kerapian, dan kebersihan kelas.
c) Bertadarus al-Qur’an secara bersama.
d) Menyampaikan tujuan dan kompetensi yang harus dicapai.
e) Apersepsi: mengajukan pertanyaan komunikatif tentang
materi sebelumnya dan mengaitkannya dengan materi
“Pernikahan dalam Islam”.
2) Kegiatan inti (60 menit)
Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa
tentang materi yang akan dipelajari, guru mengawali
pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan terkait materi
“Pernikahan dalam Islam”.
a) Mengamati
Guru meminta siswa untuk mengamati gambar yang
ada di modul siswa.
b) Menanya
Siswa memberikan tanggapan mengenai pernikahan
dalam kehidupan sehari-hari.
c) Mengeksplorasi
Menggali informasi tentang pernikahan dalam
Islam.

d) Mengasosiasi
Saling tukar informasi tentang pernikahan dalam
Islam.
e) Mengkomunikasikan
Menjelaskan hikmah-hikmah pernikahan dalam
Islam.

99
3) Kegiatan penutup (15 menit)
Guru memberi penjelasan tambahan, penguatan dan
simpulkan terhadap materi yang didiskusikan.
Guru memberikan tugas terkait materi “Pernikahan
dalam Islam”.
Guru bersama-sama siswa membaca doa penutup
majelis.

Pada materi “Pernikahan dalam Islam” ini, terdapat


pembahasan mengenai hukum menikahi orang musryik, hal ini akan
sejalan dengan fenomena adanya kasus laki-laki dan dan perempuan
muslim yang kemudian menikahi orang-orang musryik. Maka pada
materi ini pendidik dapat menjelaskan bagaimana hukum menikahi
orang musyrik. Dalam langkah pengaplikasian metode amtsal
mursalah dalam materi “Pernikahan dalam Islam”, maka pendidik
pertama menerangkan surah al-Baqarah ayat 221:
ِ ‫واَل َتْن ِكح وا الْم ْش ِر َك‬
‫ات َحىَّت ٰ يُ ْؤ ِم َّن ۚ َوأَل ََم ةٌ ُم ْؤ ِمنَ ةٌ َخْي ٌر ِم ْن ُم ْش ِر َك ٍة َولَ ْو‬ ُ ُ َ
‫ني َحىَّت ٰ يُ ْؤ ِمنُ وا ۚ َولَ َعْب ٌد ُم ْؤ ِم ٌن َخْي ٌر ِم ْن ُم ْش ِر ٍك َولَ ْو‬ِ ِ
َ ‫أ َْع َجبَْت ُك ْم ۗ َواَل ُتْنك ُح وا الْ ُم ْش ِرك‬
‫ك يَ ْدعُو َن إِىَل النَّا ِر ۖ َواللَّهُ يَ ْدعُو إِىَل اجْلَن َِّة َوالْ َم ْغ ِف َر ِة بِِإ ْذنِ ِه ۖ َويَُبنِّي ُ آيَاتِ ِه‬
َ ِ‫أ َْع َجبَ ُك ْم ۗ أُو ٰلَئ‬
َّ ‫َيتَ َذ‬
َ‫كرون‬
ُ ِ ‫لِلن‬
‫َّاس لَ َعلَّ ُه ْم‬
Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita
musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang
mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan
wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya
budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia
menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak
ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan

100
ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya
mereka mengambil pelajaran. (QS. al-Baqarah/2: [221]).
Dengan ayat ini pendidik dapat menjelaskan larangan menikahi
orang-orang musyrik alasan mengapa hal tersebut dilarang, namun
penjelasan tersebut disampaikan dengan bahasa yang indah dan padat.
Selain itu pendidik juga bisa mengaitkan fenomena menikahi orang-
orang-musryik serta kandungan surah al-Baqarah ayat 221 dengan
surah al-Baqarah ayat 216. Meskipun surah al-Baqarah ayat 216 turun
berkenaan dengan kewajiban perang, namun amtsal di dalam surah ini
dapat dijadikan perumpamaan bagi orang yang hatinya condong
kepada sesuatu yang bisa jadi tidak baik untuk dirinya. Sama seperti
orang muslim yang memiliki ketertarikan untuk menikahi orang
musyrik namun hal tersebut sangat membahayakan bagi agama
dirinya.

ُ َ‫ب َعلَْي ُك ُم الْ ِقت‬


ۖ ‫ال َو ُه َو ُك ْرهٌ لَ ُك ْم ۖ َو َع َس ٰى أَ ْن تَكَْر ُه وا َش ْيئًا َو ُه َو َخْي ٌر لَ ُك ْم‬ ِ
َ ‫ُكت‬
‫َو َع َس ٰى أَ ْن حُتِبُّوا َش ْيئًا َو ُه َو َش ٌّر لَ ُك ْم ۗ َواللَّهُ َي ْعلَ ُم‬

‫َوأَْنتُ ْم اَل َت ْعلَ ُمو َن‬


Artinya: Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang
itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci
sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui,
sedang kamu tidak mengetahui. (QS. al-Baqarah/2: [216]).
Salah satu keistimewaan dari penggunaan metode amtsal ini
adalah karakteristiknya yang mudah berkesan ke dalam jiwa peserta
didik, hal ini tidak terlepas dari gaya bahasa amtsal yang ringkas,
padat namun indah dan menarik. Sehingga pendidik dituntut untuk
kritis menyajikan amtsal di dalam pembelajaran. Jangan sampai
amtsal yang pada awalnya bertujuan untuk memudahkan pemahaman

101
peserta didik malah menimbulkan kebingungan akibat kurang jelinya
pendidik dalam menggunakan amtsal di dalam pembelajaran.

D. Tujuan Penggunaan Metode Amtsal di dalam Al-Qur’an


Beberapa kajian dari ayat amtsal al-Qur’an maka dapat diangkat
maknanya untuk tujuan pendidikan yaitu sebagai berikut:
1. Setiap hal yang dijadikan perumpamaan di dalam al-Qur’an
merupakan hal selalu ditemukan di dalam kehidupan sehari-hari
sehingga manusia lebih mudah mengingatnya. Sesuatu yang mudah
untuk ditemukan akan lebih mudah diingat daripada yang jarang
ditemukan.
2. Dengan perumpamaan dan perbandingan, pikiran manusia akan mudah
beranalogi agar mendapatkan kesimpulan yang benar. Sehingga amtsal
dapat melatih pikiran manusia.
3. Dengan amtsal, manusia diajak untuk memahami konsep yang abstrak
secara mudah dengan memperhatikan konsep konkret yang mudah
untuk diindrai. Sebab konsep-konsep yang abstrak itu tidak akan
mudah tertanam dalam pikiran jika tidak dituangkan dalam bentuk
indrawi yang lebih dekat dan mudah dipahami. Sehingga amtsal
mempermudah pemahaman manusia. Misalnya, Allah
mengumpamakan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah
karena riya’ seperti debu di atas batu licin, kemudian batu itu ditimpa
oleh hujan lebat yang mengakibatkan hanyutnya tanah di atas batu
licin tersebut.
4. Tidak semua orang mampu untuk mengambil pelajaran dari ayat-ayat
al-Qur’an Orang yang mata hatinya telah terkunci dari memahami
ayat-ayat al-Qur’an tidak akan mendapatkan hidayah dari Allah, maka
amtsal mengetuk mata hati manusia agar tersentuh mata hatinya dan
terbuka pikirannya sehingga mampu memahami ayat-ayat al-Qur’an.

102
Tersentuhnya mata hati dan terbukanya pikiran merupakan kunci dari
hidayah dari Allah.
5. Perumpamaan-perumpamaan al-Qur’an dapat menyingkapkan hakikat-
hakikat dan sesuatu yang tidak terlihat menjadi seakan-akan terlihat.
6. Pemberian perumpamaan akan memotivasi manusia untuk berbuat
sesuai dengan isi perumpamaan itu jika perumpamaan itu merupakan
hal yang disenangi oleh jiwa.
7. Adanya perumpamaan akan mendorong seseorang untuk tidak berbuat
seperti isi perumpamaan jika perumpamaan tersebut merupakan
sesuatu yang tidak disenangi oleh jiwa.
8. Penggunaan perumpamaan dimaksudkan untuk memuji orang yang
diberi perumpamaan tersebut.
9. Penggunaan tamsil tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan
sesuatu yang memiliki sifat yang dipandang buruk oleh banyak
orang.90

E. Manfaat Amtsal dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam


Proses penyampaian suatu informasi dalam proses belajar
mengajar akan lebih menarik, efektif dan efisien apabila diungkapkan
dalam bahasa yang indah. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan
amtsal. Amtsal merupakan suatu ungkapan yang dimaksudkan untuk
menyerupakan suatu keadaan yang abstrak kepada keadaan yang konkret
untuk mempermudah memahami persoalan yang abstrak tersebut. Proses
pendidikan yang menggunakan media amtsal bertujuan agar peserta didik
mampu membuat berbagai analogi dan kemudian membuat kesimpulan
yang logis.
Amtsal al-Qur’an mengandung banyak makna pendidikan di
dalamnya, Sebagaimana firman Allah dalam surah az-Zumar ayat 27:

‫آن ِم ْن ُك ِّل َمثَ ٍل لَ َعلَّ ُه ْم َيتَ َذ َّكُرو َن‬


ِ ‫َّاس يِف ٰه َذا الْ ُقر‬ ِ
ْ َ ِ ‫ضَر ْبنَا للن‬ َ ‫َولََق ْد‬
90
Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan dalam al-Qur’an, (Bandung:
Alfabeta, 2009), hlm. 80-83.

103
Artinya: Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam
al-Qur’an ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat
pelajaran.
Dengan merenungi isi kandungan ayat di atas maka akan banyak
sekali manfaat amtsal yang bisa diambil untuk bidang Pendidikan Agama
Islam.91yaitu:
1. Mempermudah mengingat dan memahami sesuatu
Manusia mudah mengingat perumpamaan-perumpamaan yang
ada di dalam al-Qur’an karena perumpamaan yang ditampilkan di
dalam al-Qur’an merupakan hal yang sering ditemukan di dalam
kehidupan sehari-hari, karena sesuatu yang lebih dikenal akan mudah
diingat dibandingkan sesuatu yang asing seperti di dalam surah al-
Baqarah ayat 265 tentang pahala orang yang menafkahkan hartanya di
jalan Allah.
ِ ‫ومثَل الَّ ِذين يْن ِف ُقو َن أَمواهَل م ابتِغَاء مرض‬
‫ات اللَّ ِه َوَتثْبِيتًا ِم ْن أَْن ُف ِس ِه ْم َك َمثَ ِل‬ َ ْ َ َ ْ ُُ َ ْ ُ َ ُ ََ
‫صْب َها َوابِ ٌل فَطَلٌّ ۗ َواللَّهُ مِب َا‬
ِ ‫ت أُ ُكلَها ِضع َف ِ فَِإ ْن مَل ي‬ ٍ ٍ
ُْ ‫َص َاب َها َوابِ ٌل فَآتَ ْ َ ْ نْي‬
َ ‫َجنَّة بَِر ْب َوة أ‬
ِ
ٌ‫َت ْع َملُو َن بَصري‬
Artinya: Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan
hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa
mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang
disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua
kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis
(pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.
(QS. al-Baqarah: 265).
2. Melatih untuk berpikir
Perumpamaan dan perbandingan menjadikan pikiran manusia
lebih terlatih untuk beranalogi sehingga terbiasa untuk membuat

91
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, Amtsal al-Qur’an: Sebuah Kajian Dalam
Psikologis Islam, (Aceh: Universitas Serambi Mekkah), hlm. 11-13.

104
kesimpulan yang benar. Guru tidak hanya bertugas memberikan
informasi terhadap anak didik, namun juga harus mampu mendorong
anak untuk mengeksplorasi dunia mereka, menemukan pengetahuan
baru, merenungi lingkungan dan alam semesta serta berpikir kritis.
Bahkan semangat Islam dalam menumbuhkan pemikiran kritis pada
anak didik jauh lebih dahulu dibandingkan para ahli barat
mengemukakan teori-teori mereka.92
Amtsal melatih manusia untuk berfikir dengan menggunakan
kalimat tanya (istifham), mengingat (tadakkur), merenungkan
(taammul) dan qiyas:93
3. Pemakaian kalimat istifham
Dalam disiplin ilmu balagah, istifham biasanya digunakan
untuk membangkitkan kesadaran pendengar sehingga timbullah rasa
malu, menahan diri, dan jawaban pun menjadi jelas. Kalimat istifham
ini berfungsi untuk membungkam lawan bicara, menolak suatu
pemikiran, mencela, mengingkari dan lain sebagainya.
Kajian klasik dan modern menyimpulkan bahwa istifham
merupakan metode dialogis al-Qur’an yang paling banyak digunakan
di dalam al-Qur’an. Contohnya seperti Allah mengajukan suatu
pertanyaan dan menjawabnya. Istifham ini dimaksudkan untuk
menarik perhatian lawan bicara.
4. Perintah untuk mengingat (tadhakkur) dan merenung (taammul)
Dalam al-Qur’an telah tegas dikatakan bahwa manusia
merupakan makhluk yang memiliki akal untuk berfikir, meskipun al-
Qur’an juga mencela sifat manusia yang pelupa dan lalai. Manusia
diperintahkan untuk banyak mengingat Allah, nikmat-Nya, tugas serta
tujuan diciptakannya manusia di samping itu manusia diperintahkan
pula untuk mengingat kebinasaan kaum-kaum terdahulu yang
disebabkan mereka telah lupa terhadap Allah.
92
Fitriah M. Suud, Amtsal al-Qur’an: Sebuah Kajian Dalam Psikologis Islam,
(Aceh: Universitas Serambi Mekkah), hlm. 11.
93
M. Fatiha, Aspek, hlm .11-13.

105
Amtsal menambah pengetahuan dan menjaga ingatan, karena
hal-hal yang abstrak tidak selalu tersimpan di dalam hati dan diingat
oleh akal. Maka perumpamaan yang bersifat konkret akan
mengingatkan pada hal yang bersifat abstrak. Sehingga disimpulkan
bahwa perumpamaan merupakan suatu gambaran dihadapan seseorang
yang selalu tertanam kuat pada akal dan selalu ada dalam ingatan,
sehingga hal ini merupakan salah satu fungsi amtsal terhadap
pendidikan94.
5. Memahami persoalan abstrak
Dengan amtsal suatu konsep yang abstrak bisa dipahami
melalui konsep yang konkret yang dapat diindrai. Jadi amtsal
bermanfaat mempermudah akal memahami sesuatu. Misalnya seperti
perumpamaan yang dibuat Allah tentang orang yang menafkahkan
hartanya karena riya’ seperti debu di atas batu licin, kemudian batu
licin itu ditimpa air hujan lebat sehingga semua debu di atas batu
tersebut hanyut dibawa air hujan.
ِ َّ‫ق َمالَهُ ِرئَا َء الن‬
‫اس َواَل‬ ُ ِ‫ص َدقَاتِ ُك ْم بِ ْال َمنِّ َواأْل َ َذ ٰى َكالَّ ِذي يُ ْنف‬
َ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تُ ْب ِطلُوا‬
َ‫ص ْلدًا ۖ اَل يَ ْق ِدرُون‬ َ َ ‫ص ْف َوا ٍن َعلَ ْي ِه تُ َرابٌ فَأ‬
َ ُ‫صابَهُ َوابِ ٌل فَت ََر َكه‬ َ ‫ي ُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر ۖ فَ َمثَلُهُ َك َمثَ ِل‬
َ‫َعلَ ٰى َش ْي ٍء ِم َّما َك َسبُوا ۗ َوهَّللا ُ اَل يَ ْه ِدي ْالقَوْ َم ْال َكافِ ِرين‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan
hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu
licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan
lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak
menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS. al-
Baqarah: 264).

94
M. Fatiha, Aspek, hlm. 12-13.

106
Oleh sebab itu amtsal akan mengetuk jiwa manusia dan
membuka pikirannya sehingga mampu meresapi pesan-pesan dari ayat
al-Qur’an. Tersentuhnya hati dan terbukanya pikiran merupakan kunci
untuk mendapatkan hidayah dari Allah.

6. Memberikan motivasi melaksanakan kebaikan dan menjauhi larangan


Pemberian amtsal akan mendorong seseorang untuk melakukan
kebaikan. Contohnya seperti perumpamaan orang-orang yang
menafkahkan hartanya karena Allah akan Allah berikan balasan yang
berlipat ganda. Seperti dalam surah al-Baqarah ayat 261:
‫ت َسْب َع َسنَابِل يِف‬ ٍ ِ ِ ‫مثل الَّ ِذ‬
َ ْ َ‫ين يُْنف ُقو َن أ َْم َواهَلُ ْم يِف َسبِ ِيل اللَّه َك َمثَ ِل َحبَّة أَْنبَت‬
َ ُ ََ
ِ ِ ِ ‫اع‬ِ ‫ُك ِّل سْنبلَ ٍة ِمائَةُ حبَّ ٍة ۗ واللَّه ي‬
ٌ ‫ف ل َم ْن يَ َشاءُ ۗ َواللَّهُ َواس ٌع َعل‬
‫يم‬ ُ ‫ض‬َُُ َ َ ُُ
Artinya: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-
orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa
dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap
bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha
Mengetahui.
Begitu pula sebaliknya, amtsal akan mendorong seseorang
menjauhi suatu larangan, seperti larangan menginfakkan harta karena
riya’:
ِ ِ ِ ِ ِ َّ
ُ‫ص َدقَات ُك ْم بِالْ َم ِّن َواأْل َ َذ ٰى َكالَّذي يُْنف ُق َمالَه‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬
َ ‫ين َآمنُوا اَل ُتْبطلُوا‬
ِ ٍ ِ ِ ِ ِ
ُ‫َصابَه‬
َ ‫اب فَأ‬ َ ‫َّاس َواَل يُ ْؤم ُن بِاللَّه َوالَْي ْوم اآْل خ ِر ۖ فَ َمَثلُهُ َك َمثَ ِل‬
ٌ ‫ص ْف َوان َعلَْيه ُتَر‬ ِ ‫ِرئَاءَ الن‬

َ‫كافِ ِرين‬
َ ْ‫ال‬ ‫ص ْل ًدا ۖ اَل َي ْق ِد ُرو َن َعلَ ٰى َش ْي ٍء مِم َّا َك َسبُوا ۗ َواللَّهُ اَل َي ْه ِدي الْ َق ْو َم‬
َ ُ‫َوابِ ٌل َفَتَر َكه‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan

107
hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu
licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan
lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak
menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS. al-
Baqarah: 264).

7. Pemberian pujian
Terkadang amtsal ditujukan sebagai pujian untuk orang yang
diberikan tamsil tersebut seperti firman Allah dalam memuji para
sahabat yang pada awalnya hanya minoritas namun pada akhirnya
menjadi golongan yang kuat dan mengagumkan karena keteguhan dan
kesabaran hati mereka. Dalam dunia pendidikan pemberian pujian
dimaksudkan sebagai reward.95
8. Efektif atau efisien
Amtsal lebih berbekas pada jiwa dan lebih kuat efeknya dalam
menyampaikan nasihat dan peringatan. Di dalam al-Qur’an Allah
banyak menyampaikan amtsal sebagai peringatan dan pelajaran bagi
manusia. Bahasa yang digunakan merupakan bahasa yang indah dan
singkat sehingga ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi kita
dalam agar dalam proses mendidik hendaknya menyampaikan nasihat
dengan bahasa yang indah dan singkat serta dapat diterima oleh akal.
Dengan demikian, apabila pendidikan dilihat sebagai suatu
komponen lengkap yang terdiri atas tujuan, metode, materi dan media
yang digunakan, maka amtsal al-Qur’an dapat dijadikan sebagai
rujukan. Misalnya dalam hal tujuan, amtsal bertujuan untuk
menjadikan manusia menggunakan akalnya untuk berfikir.
Metode perumpamaan dalam pendidikan salah satunya
bertujuan agar peserta didik mampu membuat kesimpulan yang logis

95
Fitriah M. Su’ud, Amtsal, hlm. 13.

108
dari konsep dan fakta yang ada, sehingga dari matsal tersebut peserta
didik mampu mengambil hikmahnya dan mengaplikasikannya ke
dalam kehidupan sehari-hari.96
Amtsal bukan hanya sebatas pengibaratan, namun ia adalah
seni untuk mengungkapkan suatu konsep dan gagasan yang bersifat
abstrak jiwa, nafsu, surga, neraka, ganjaran, kepuasan adalah hal-hal
abstrak yang sulit untuk dipahami secara gamblang. Maka fungsi dari
perumpamaan tersebut adalah untuk menjelaskan sesuatu yang bersifat
abstrak tadi menjadi konkret. Sehingga penggunaan amtsal tersebut
seperti orang yang menggunakan cermin. Di dalam cermin tersebut ia
akan bisa melihat apa yang ada di depan dan yang ada di belakangnya
secara jelas. Perumpamaan tersebut akan menjadikan ia merasa melihat
hal yang abstrak secara nyata. Dan dengan perumpamaan tersebut
jiwanya menjadi tenang dan hatinya terasa lapang.97
Sehingga dalam pembelajaran, pendidik dapat menjadikan
perumpamaan ini sebagai salah satu strategi dalam mengajar. Pendidik
dapat menjadikan perumpamaan untuk menghilangkan kejenuhan
peserta didik dalam belajar dengan mengambil perumpamaan yang
menarik dan indah terkait pelajaran yang disampaikan.
Dalam menggunakan perumpamaan pendidik harus
menggunakan perumpamaan yang selevel, Tujuannya agar peserta
didik tidak kebingungan dengan perumpamaan tersebut.
Metode perumpamaan ini mampu memberikan pemahaman
yang mendalam kepada peserta didik bahkan terhadap hal-hal yang
sulit untuk dicerna akal sekalipun. Apabila pikiran dan perasaan
peserta didik telah tersentuh maka akan mudah mengarahkan peserta
didik kepada akhlak mulia dan kesadaran yang tinggi.

96
Marhub nuryadin, Metode Amtsal Metode Al-Qur’an Membangun Karakter,
jurnal al tarbawi al haditsah vol 1 no 1, 2016. hlm. 17-18.
97
Junaidi arsyad, Metode Perumpamaan dalam Praktik Mengajar Rasulullah,
NIZHAMIYYAH: Jurnal pendidikan islam dan teknologi pendidikan vol VII No 1, januari-
juni 2017, hlm. 6.

109
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah meneliti dan menganalisis ayat-ayat amtsal di dalam surah
al-Baqarah dan kajian mengenai penggunaan amtsal sebagai metode
pembelajaran dalam berbagai literatur, maka peneliti dapat mengambil
kesimpulan bahwa ada banyak keutamaan dari amtsal sebagai motode
pembelajaran, yaitu: mempermudah mengingat dan memahami sesuatu,
melatih untuk berpikir, pemakaian kalimat istifham, perintah untuk
mengingat (tadhakkur) dan merenung (taammul), memahami persoalan
abstrak, memberikan motivasi melaksanakan kebaikan dan menjauhi
larangan, pemberian pujian, efektif atau efisien.
Dalam pengaplikasiannya dalam pembelajaran, guru secara kreatif
dapat mengumpamakan hal-hal yang berkaitan dengan materi
pembelajaran dengan hal-hal yang ada di sekitar anak didik.

B. Saran
Berdasarkan hasil dari penelitian yang diperoleh, peneliti
mengemukakan beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dan pemikiran dalam pelaksanaan amtsal sebagai metode
pembelajaran, yaitu:
1. Pendidik diharapkan menguasai konsep metode Pendidikan Islam yang
terdapat di dalam al-Qur’an sehingga proses pembelajaran
dilaksanakan dengan optimal.

110
2. Hendaknya pendidik benar-benar memperhatikan perumpamaan yang
digunakan dalam pembelajaran. Penggunaan perumpamaan yang tidak
relevan hanya akan menyebabkan kebingungan bagi anak didik.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mujib. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Abdul Djalal. 2013. Ulum al-Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu.
Abdullah bin Muhammad. 2008. Tafsir Ibnu Katsir. Alih bahasa M. Abdul ghoffar.
Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i.
Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. 2007. Tafsir Al-Karim Ar-Rahman Fi Tafsir Kalam
Al-Mannan, jilid 1, alih bahasa Muhammad Iqbal dkk, cet. Ke-3, (Jakarta: Pustaka
Sahifa.
Abu ‘Abdullah Muhammad bin Muhammad Al-Qurthubi. 2010. Al-Jami’ Li Ahkaam Al-
Qur’an, jilid 1, alih bahasa Fathurrahman dkk. Jakarta: Pustaka Azzam.
Abuddin Nata. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama.
Abu Ahmadi. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.
Abu Bakar Jabir Al Jazairi. 2016. Tafsir Al-Aisar, Jilid 1. Jakarta: Darus Sunnah.
Abu Ja,far Muhammad ath Thabari. 2011. Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al-Qur’an. jilid
1. alih bahasa Ahsan Askan, cet. Ke- 3. Jakarta: Pustaka Azzam.
Abdurrahman bin Nashir As-Sa’adi. 2007. Tafsir Al-Karim Ar-Rahman Fi Tafsir Kalam
Al-Mannan, alih bahasa Muhammad Iqbal, dkk. Jakarta: Pustaka Sahifa.
Achmadi, Ideologi. 2005. Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Ahmad Syadali. 1997. Ulumul Qur’an, Jilid II. (Bandung: Pustaka Setia.
Ahmad Mustafa Al-Maragi. 1992. Tafsir Al Maragi, Juz 1. alih bahasa, Anwar Rasyidi,
dkk. Semarang: Karya Toha Putra.
Ahmad Tafsir. 2007. Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam. Bandung: PT Remaja.
Armai Arief. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat
Pers.

111
Dudung, Abdullah Harun. 1990. Tamsil dalam al-Qur’an Membina Orang Beriman.
Jakarta: Kalam Mulia.
Fitriah M. Suud. Tt. Amtsal al-Qur’an: Sebuah Kajian Dalam Psikologis Islam. (Aceh:
Universitas Serambi Mekkah).
Fuad Nashori. 2010. Agenda Psikologis Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Haidar Bagir. 2019. Memulihkan Sekolah Memulihkan Manusia. Bandung: Mizan
Pustaka.
Haris Herdiansyah. 2010. Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:
Salemba Humanika.
Hasan Rijalittaqwa, Penggunaan Metode Amtsal Qur’ani dalam Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Jurnal Tarbawi Vol 1 No 2 2 Juni 2012.
Hifni Bek Dayyab (Dkk). 1990. Kaidah Tata Bahasa Arab, Nahwu Saraf, Balagah,
Bayan, Badi’. terj. Jakarta: Chatibul Umam, Darul ‘Ulum.
John W. Santrock. 2008. Psikologi Pendidikan. terj. Triwibowo B.S. Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup.
Kadar M. Yusuf. 2016. Studi Al-Qur’an. Jakarta: Bumi Aksara.
Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru
(PK Guru). Jakarta: Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga
Kependidikan.
Inanna. Peran Pendidikan Dalam Membangun Karakter Bangsa Yang Bermoral. Jurnal
Ekonomi dan Pendidikan. Vol 1 No 1 Januari 2018.
Jalaluddin dan Usman Said. 1996. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Junaidi Arsyad. Metode Perumpamaan dalam Praktik Mengajar Rasulullah.
NIZHAMIYYAH: Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan vol VII No
1, januari-juni 2017.
Kaelan. Metodologi Penelitian Kualitatif Interdisipliner Bidang Sosial, Budaya, Filsafat,
Seni, Agama dan Humaniora.
Lexy J. Moleong. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit Remaja
Rosdakarya.

112
Liati Bt Rusli. Metode Pembelajaran dalam Al-Qur’an (Analisis Terhadap Ayat-Ayat
Tarbawi). Jurnal: Pascasarjana Uin Alauddin Makassar, Volume Vii No 2,
Desember 2019.
M. Fatiha. Aspek-Aspek Pedagogies dalam Amtsal Al-Qur’an (Kajian Metodologis,
Motivasi, Berfikir Kritis dalam Pembelajaran Islam Integratif), TA’DIBIA Jurnal
Ilmiah Pendidikan Agama Islam Vol 6 No 2 November 2016.
Mahbub Nuryadien. Metode Amtsal: Metode al-Quraan Membangun Karakter. Jurnal Al
Tarbawi Al Haditsah Vol 1 No 1.
Mahmud Yunus. 1988. Tafsir al-Qur’anul Karim. Jakarta: Hidakarya Agung.
Marhub Nuryadin. Metode Amtsal Metode Al-Qur’an Membangun Karakter. Jurnal Al
Tarbawi Al Haditsah vol 1 no 1. 2016.
Mestika Zed. 2008. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Miftahul Huda. 2008. Interaksi Pendidikan: 10 Cara Al-Qur’an Mendidik Anak. Malang:
Uin Malang Press.
Mohammad Syarif Sumantri. 2015. Strategi Pembelajaran: Teori dan Praktik di Tingkat
Dasar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani. 2008. Tafsir Fathul Qadir (Jilid I).
Jakarta: Pustaka Azzam.
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy. 2009. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Semarang: Pustaka Rizki
Putra.
Mustafa Usman. 2000. Al-Balaqah Al Wadihah, terj. Mujiyo Nurkholis Dkk, Bandung:
Sinar Baru Algesindo.
Nunuk Suryani dan Leo Agung. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta: Penerbit
Ombak.
Nurjannah Rianie. Pendekatan dan Metode Pendidikan Islam (Sebuah Perbandingan
dalam Konsep Teori Pendidikan Islam dan Barat). Jurnal: Management of
Education, Volume 1.
Nurkholis. “Pendidikan Dalam Upaya Memajukan Teknologi”. Jurnal Kependidikan.
Vol. 1 No. 1 November 2013.
Nuryadien Mabhub. Amtsal: Media Pendidikan Dalam Al-Qur’an. Risalah Jurnal
Pendidikan Dan Studi Islam. Vol. 4 No. 2 Januari 2018.

113
Omar Muhammad. 1979. Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Ramayulis. 2008. Metodologi Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia
Rosihan Anwar. 2005. Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia,

Rusydie Anwar. 2015. Pengantar Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadith. Yogyakarta:
IRCiSoD.
Sifa Siti Mukrimah. 2014. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: UPI.
Sri Hayati. 2017. Belajar dan Pembelajaran Berbasis Cooperativ Learning. Jakarta:
Graha Cendekia.
Suhaimi. Keindahan-Keindahan Makna dalam al-Qur’an (Analisis Tentang Thibaq dan
Muqabalah). JURNAL Ilmiah al-Mu’ashirah vol. 17 No.1 januari 2020, Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan Uin ar-Raniry Banda Aceh.
Syahidin. 2009. Menelusuri Metode Pendidikan dalam al-Qur’an. Bandung: Alfabeta.
Wahbah az-Zuhaili. 2005. Tafsir Al-Munir: Akidah, Syariah, Dan Manhaj Jilid I (terj).
Depok: Gema Insani.
Winarno, Surakhmad. 1998. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito.
Wina Sanjaya. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan Cet.
V. Jakarta: Kencana.
Zulfikar Ali Buto. Wawasan Al-Qur’an Tentang Metode Pendidikan. Jurnal Tarbiyah Vol
25 No 1 Januari-Juni 2018.

114

Anda mungkin juga menyukai