SKOR NILAI :
NIM : 1213111011
REGULER : D 2021
FAKULTAS PENDIDIKAN
SEPTEMBER 2021
1.1.IDENTITAS BUKU
1.1.1. BUKU UTAMA
Cover buku :
Penerbit/ tahun terbit/ jumlah halaman : Aswaja Pressindo/ 2013/ 14,5 x 21 cm; viii + 112 halaman
Cover buku :
Penerbit/ tahun terbit/ jumlah halaman : Sultan Agung Press/ 2013/ vi, 148 hal
BAB 1. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan pendidikan, para tenaga pendidik (guru) akan selalu
dihadapkan dengan proses cara mengajarnya. Jadi, setiap tenaga pendidik akan dituntut
untuk mampu menciptakan model dan metode pembelajaran yang semakin hari
semakin baik agar siswa/I juga mampu menyerap dan menerima apa yang diajarkan
oleh gurunya. Dengan guru mampu membawakan pembelajaran dengan metode dan
model yang menarik maka disinilah keterampilan mengajar seorang guru diuji. Oleh
karena itu, seorang guru perlu membaca buku atau mempelajari serta menduplikasi
model dan metode pembelajaran yang menarik demi keberhasilan dan keterampilan
siswanya juga.
CBR ini adalah salah satu contoh dan jalan bagi seorang calon tenaga pendidik
untuk mengetahui, serta memahami cara/ metode, model dan keterampilan dalam
mengajar. Karena dengan mengerjakan CBR ini, maka seorang tenaga pendidik pastinya
sudah dapat menganalisis dan mengkritisi model , metode dan keterampilan dalam
mengajar.
CBR ini dilakukan bukan dengan tujuan untuk mengangkat / mengunggulkan
ataupun melemahkankan/ menjelek- jelekkan nilai sebuah buku, melainkan untuk
menjelaskan apa adanya suatu buku yaitu kelebihan atau kekurangannya
yang akan menjadi bahan perti mbangan atau ulasan tentang sebuah buku
kepada pembaca perihal buku+buku baru dan ulasan kelebihan maupun
kekurangan buku tersebut. Yang lebih jelasnya dalam mengkritik buku, kita dapat
menguraikan isi pokok pemikiran pengarang dari buku yang bersangkutan diikuti dengan
pendapat terhadap isi buku.
B. TUJUAN
a) Untuk memenuhi tugas CBR mata kuliah keterampilan dsar pendidikan SD.
b) Untuk menambah wawasan mengenai metode dan model pembelajaran SD.
c) Untuk meningkatkan skill kritik dan analisis terhadap terhadap sebuah buku.
d) Untuk mengetahui kualitas isi dari buku.
C. MANFAAT
a) Menambah wawasan pembaca tentang metode dan model pembelajaran SD.
b) Meningkatkan kemampuan menemukan inti sari suatu buku.
c) Melatih kemampuan individu dalam mengkritisi isi sebuah buku (menemukan
kelebihan dan kekurangan suatu buku).
d) Melatih kemampuan merumuskan serta mengambil kesimpulan-kesimpulan atas
buku-buku yang dianalisis tersebut.
BAB II. ISI / RINGKASAN BUKU
BAB 1. Pendahuluan
A. Konsep Pembelajaran
Pembelajaran adalah istilah yang relatif baru dalam dunia pendidikan Indonesia.
Karena dalam kenyataannya yang sering terjadi adalah guru mengajar namun kurang
mampu membelajarkan siswa.
Pembelajaran merupakan perpaduan yang harmonis antara kegiatan mengajar
yang dilakukan guru dan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa. Konsekuensinya,
perubahan yang diharapkan baik dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor kurang
tercapai dengan baik.
Ada suatu anggapan yang diyakini oleh sebagian kalangan bahwa orang yang
mengajar cukup hanya menguasai materi atau ilmu yang akan diajarkan. Anggapan ini
kurang tepat, karena mengajar bukan hanya semata-mata dimaksudkan untuk
menyampaikan ilmu (transfer of knowledge), tetapi juga dimaksudkan untuk
penanaman nilai-nilai (transformation of values). Idealnya transformasi nilai yang
bersifat edukatif ada komunikasi antara pendidik dengan peserta didik (siswa) yang
mengandung unsur-unsur pedagogis, didaktis, dan psikologis.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 menyatakan
bahwa: “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Berdasarkan konsep tersebut, dalam
kata pembelajaran terkandung dua kegiatan yaitu belajar dan mengajar. Ini berarti
bahwa pembelajaran menuntut terjadinya komunikasi antara dua arah atau dua pihak
yaitu pihak yang mengajar (guru) sebagai pendidik dengan pihak yang belajar (siswa)
sebagai peserta didik.
Proses pembelajaran merupakan hal yang kompleks dan sistemik. Menurut Soetopo,
pembelajaran sebagai suatu sistem terdiri dari beberapa komponen yaitu, (1) siswa, (2) guru,
(3) tujuan, (4) materi, (5) metode, (6) sarana/alat, (7) evaluasi, dan (8) lingkungan/konteks.
Tidak ada satupun komponen dari delapan komponen tersebut yang dapat dipisahkan satu
sama lain karena dapat mengakibatkan tersendatnya proses pembelajaran.
1) Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran adalah sejumlah hasil belajar yang diharapkan tercapai oleh siswa
setelah melakukan aktivitas belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan,
keterampilan dan sikapsikap yang baru.
2) Materi Pembelajaran
Materi atau bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu
guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas. Bahan yang dimaksud bisa
berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis. Secara terperinci, jenis-jenis materi
pembelajaran terdiri dari pengetahuan antara lain fakta, konsep, prinsip, prosedur, dan
sikap.
3) Metode dan Strategi Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan
pesan pembelajaran kepada siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sementara itu
strategi ada yang mengartikan sebagai tehnik atau trik bagaimana membuat
pembelajaran menjadi menarik dan mengesankan.
4) Perlengkapan dan Fasilitas Pembelajaran
Alat pembelajaran dapat berupa benda yang sesungguhnya, imitasi, gambar, bagan,
grafik, tabulasi dan sebagainya yang dituangkan dalam media. Media itu dapat berupa
alat elektronik, alat cetak, dan tiruan. Efektifitas pembelajaran sangat tergantung pada
ketersediaan perlengkapan dan fasilitas pembelajaran.
5) Penilaian (Evaluasi) Hasil Pembelajaran
Evaluasi dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat
pencapaian kompetensi siswa, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan
kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.
BAB II. PENGENALAN MICRO TEACHING
Micro teaching adalah suatu konsep latihan yang dapat dipakai dalam berbagai tahap
pengembangan kompetensi dan profesi tenaga kependidikan dan keguruan, baik untuk
pendidikan pra-jabatan (pre-service training) bagi calon guru maupun untuk pendidikan dan
latihan bagi guru dalam jabatan (in-service training). Dalam kenyataanya, micro teaching telah
terbukti berhasil dalam melatih, mengembangkan dan memperbaiki kemampuan profesional
guru dalam mengajar.
Guru/pendidik yang baik adalah mereka yang berhasil membawa peserta didik mencapai
tujuan dan hasil pembelajaran sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam pendidikan.
Keberhasilan dan efektifitas pembelajaran ditentukan oleh tercapai atau tidaknya tujuan dan
hasil pembelajaran.
Tahun 1963 Micro teaching diperkenalkan oleh Stanford University USA, sebagai salah
satu program yang dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi guru, khususnya dalam
keterampilan mengajar (teaching skill). Dalam waktu singkat micro teaching telah digunakan
di sebagian besar lembaga pendidikan dan keguruan di Amerika Serikat dan beberapa
negara lainnya. Berdasarkan rekomendasi dari “The second sub-regional workshop on
teacher Education” di Bangkok pada November 1971, micro teaching mulai digunakan di
berbagai negara Asia, terutama Malaysia dan Philipina. Di Indonesia, micro teaching mulai
diperkenalkan pada tahun 1977 oleh lembaga pendidikan guru IKIP Yogyakarta, IKIP
Bandung, IKIP Ujung Pandang, dan FKIP Universitas Satyawacana.
Secara etimologis, micro teaching berasal dari dua kata yaitu micro berarti kecil,
terbatas, sempit dan teaching berarti pembelajaran. Secara terminologis, micro teaching
didefinisikan dengan redaksi yang berbeda-beda, namun memiliki subtansi makna yang
sama. micro teaching berarti suatu metode latihan yang dirancang sedemikian rupa untuk
memperbaiki keterampilan mengajar calon guru dan atau mengembangkan pengalaman
profesional guru khususnya keterampilan mengajar dengan cara menyederhanakan atau
memperkecil aspek pembelajaran seperti jumlah murid, waktu, fokus bahan ajar dan
membatasi penerapan keterampilan mengajar tertentu, sehingga dapat diidentifikasi
berbagai keunggulan dan kelemahan pada diri guru/calon guru secara akurat.
Fungsi micro teaching bagi guru dan calon guru adalah untuk: 1. Memperoleh umpan
balik atas penampilannya dalam pembelajaran. 2. Memberi kesempatan kepada siswa calon
guru untuk menemukan dirinya sebagai calon guru. 3. Menemukan model–model
penampilan seorang guru dalam pembelajaran, dengan menggunakan hasil supervisi
sebagai dasar diagnostik dan remidi (perbaikan) untuk mencapai tujuan latihan
keterampilan.
Manfaat micro teaching antara lain: 1. Mengembangkan dan membina keterampilan
tertentu guru/ calon guru dalam mengajar. 2. Dapat mempraktekkan metode dan strategi
baru dalam lingkungan yang mendukung. 3. Segera mendapat umpan balik (feedback) dari
penampilannya (performance) dengan memutar ulang rekaman video. 4. Dapat menyiapkan
dan melaksanakan pembelajaran dengan mengurangi kecemasan. 5. Memperoleh pengalaman
yang berharga dengan resiko yang kecil. 6. Dapat mengatur tingkah laku sendiri sewajar mungkin
dengan cara yang sistematis. 7. Penguasaan keterampilan mengajar oleh guru/calon guru menjadi
lebih baik.
Dalam bahasa yang ringkas, dapat ditegaskan bahwa ciri khas micro teaching, adalah “real
teaching yang dimikrokan meliputi jumlah siswa, alokasi waktu, fokus keterampilan,
kompetensi dasar, hasil belajar dan materi pokok pembelajaran yang terbatas”.
1. Bagi siswa calon guru : a. Memberikan pengalaman belajar yang nyata dan latihan
sejumlah keterampilan dasar mengajar secara terpisah. b. Calon guru dapat
mengembangkan keterampilan mengajarnya sebelum mereka terjun ke kelas yang
sebenarnya. c. Memberikan kemungkinan bagi calon guru untuk menguasai beberapa
keterampilan dasar mengajar serta memahami kapan dan bagaimana keterampilan itu
diterapkan, sehingga calon guru mampu menciptakan proses pembelajaran yang efektif,
efisien, dan menarik.
2) Tujuan Khusus: a. Calon guru mampu menganalisis tingkah laku pembelajaran kawannya
dan dirinya sendiri. b. Calon guru mampu melaksanakan berbagai jenis keterampilan dalam
proses pembelajaran. c. Calon guru mampu mewujudkan situasi pembelajaran yang efektif,
produktif, dan efisien. d. Calon guru mampu bertindak profesional.
Secara garis besar skenario kegiatan micro teaching dapat dikelompokkan dalam tiga
tahapan yaitu:
Dalam peraturan pemerintah (PP No. 19 tahun 2005) tentang standar Nasional
pendidikan dijelaskan “Setiap satuan pendidikan melakukan proses perencanaan
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan
pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif
dan efisien “ (Bab IV pasal 19 ayat 3).
Unsur-unsur yang harus ada dalam setiap perencanaan yaitu: Tujuan, materi, metode,
sumber dan penilaian hasil belajar. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam
membuat perencanaan pembelajaran adalah sebagai berikut:
Dalam tahap keterampilan membuka pembelajran ini, yang perlu dilakukan guru
terlebih dahulu adalah menciptakan suasana agar siswa secara mental, phisik, phisikis dan
emosional terpusat pada kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Hal tersebut dapat
dilakukan guru dengan cara-cara sebagai berikut:
Tujuan menjelaskan materi pelajaran adalah: 1. Membimbing murid untuk mendapat dan
memahami hukum, dalil, fakta, definisi, dan prinsip secara objektif dan bernalar. 2. Melibatkan
murid untuk berpikir dengan memecahkan masalah-masalah atau pertanyaan 3. Untuk
mendapat balikan dari murid mengenai tingkat pemahamannya dan untuk mengatasi
kesalahpahaman mereka. 4. Membimbing murid untuk menghayati dan mendapat proses
penalaran dan menggunakan bukti-bukti dalam pemecahan masalah.
Untuk dapat menjelaskan dengan baik bahan pelajaran yang diberikan, guru sebaiknya
memperhatikan petunjuk praktis keterampilan menjelaskan sebagai berikut: 1. Menggunakan
bahasa secara baik dan benar. 2. Menggunakan bahasa yang jelas, baik kata-kata maupun
ungkapan. 3. Suara terdengar sampai ke seluruh bagian kelas. 4. Volume suara bervariasi,
kadang--kadang tinggi, kadangkadang rendah sesuai dengan suasana kelas dan materi yang
dijelaskan. 5. Menghindari kata-kata yang tidak perlu; dan tidak memiliki arti sama sekali
misalnya: e…, em…, apa ini…, apa itu…., dll.
Efektivitas menjelaskan materi pelajaran juga dapat dicapai dengan memperhatikan lima
Hukum Komunikasi yang Efektif (The five Inevitable Laws of Effective Communication). Kelima
hukum tersebut dirangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi itu
sendiri yaitu REACH (Respect, Empathy, Audible, Clarity, Humble). Reach berarti merengkuh
atau meraih. Karena kita berkeyakinan bahwa komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya
bagaimana kita meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun
respon positif dari siswa.
Variasi adalah keanekaan yang membuat sesuatu tidak monoton. Di dalam proses belajar
mengajar, variasi ditunjukkan dengan adanya perubahan dalam gaya mengajar guru,
keragaman media yang digunakan, dan perubahan dalam pola interaksi dan kegiatan siswa.
Variasi ini lebih bersifat proses daripada produk.
Media dan alat pembelajaran dapat digolongkan ke dalam tiga bagian bila ditinjau dari
indera yang digunakan, yakni dapat didengar (audio), dilihat (visual), dapat didengar
sekaligus dilihat (audio-visual, dapat diraba, dimanipulasi atau digerakkan (motoric).
Interkasi guru-siswa bisa terjadi dalam bentuk: interaksi verbal dan non verbal. Pola
interaksi dapat pula berbentuk klasikal, kelompok, dan perorangan sesuai dengan
keperluan. Selain itu, dalam proses pembelajaran terdapat aktivitas guru dan siswa.
beberapa aktivitas siswa yaitu aktivitas fisik, aktivitas mental, aktivitas verbal, aktivitas non
verbal, dan sebagainya. Aktivitas siswa tersebut dapat berupa mendengarkan informasi,
menelaah materi, bertanya, menjawab pertanyaan, membaca, berdiskusi, berlatih, atau
memperagakan.
E. KETERAMPILAN MEMBERIKAN PENGUATAN (Reinforcement)
Kelas merupakan wahana paling dominan bagi terselenggaranya proses pembelajaran bagi
peserta didik. Keterampilan manajemen kelas (classroom management skills) menduduki
posisi penting dalam menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Keterampilan
mengelola kelas adalah keterampilan guru dalam menciptakan dan memelihara kondisi
belajar yang optimal serta keterampilan mengembalikan kondisi belajar ke kondisi yang
optimal bila terdapat gangguan dalam proses belajar baik yang bersifat gangguan kecil dan
sementara maupun gangguan yang berkelanjutan.
Secara fisik bentuk pengajaran ini berjumlah terbatas, yaitu berkisar antara 3 (tiga) dan 8
(delapan) orang untuk kelompok kecil, dan seorang untuk perseorangan. Ada empat
komponen keterampilan yang harus dimiliki oleh guru untuk pengajaran kelompok kecil dan
perorangan. Keempat keterampilan tersebut adalah mengadakan pendekatan secara
pribadi, mengorganisasikan, membimbing dan memudahkan belajar, serta merencanakan
dan melaksanakan kegiatan belajar-mengajar.
Memimpin diskusi kelompok kecil adalah suatu proses yang teratur yang melibatkan
sekelompok orang dalam interaksi tatap muka yang informal dengan berbagi pengalaman
atau informasi, pengambilan kesimpulan, atau pemecahan masalah. Diskusi kelompok
merupakan strategi yang memungkinkan siswa menguasai suatu konsep atau memecahkan
suatu masalah melalui satu proses yang memberi kesempatan untuk berpikir, berinteraksi
sosial, serta berlatih bersikap positif.
Ada 6 (enam) keterampilan yang harus dimiliki guru terkait membimbing diskusi kelompok
kecil, yaitu:
1) Memusatkan perhatian
2) Memperjelas masalah urunan pendapat
3) Menganalisis pandangan siswa
4) Meningkatkan urunan siswa
5) Menyebarkan kesempatan berpartisipasi
6) Menutup diskusi
II. B. BUKU PEMBANDING
BAB 1. PEMBELAJARAN DI SEKOLAH
A. Pengertian Belajar
C. Tujuan Belajar
Tujuan hasil belajar adalah mengevaluasi kemamuan yang dimiliki oleh siswa yang
mencakup aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor pada mata pelajaran di
sekolah Dasar setelah melalui proses belajar menggunakan metode pembelajaran.
Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan
keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral, norma,
dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan
alamnya. Pendidikan merupakan upaya terencana dalam mengembangkan potensi peserta
didik, sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yang diwariskan
masyarakatnya dan mengembangkan warisan tersebut ke arah yang sesuai untuk
kehidupan masa kini dan masa mendatang.
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari
hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan
untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai,
moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada
orang lain.
Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan
potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam
mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan
bangsa yang lebih baik di masa depan.
Konsep pembelajaran menurut Corey (Sagala, 2010:61) adalah ”suatu proses dimana
lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam
tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi
tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan”.
Konsep model pembalajaran menurut Trianto (2010: 51), menyebutkan bahwa model
pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial. Model pembelajaran
mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-
tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan
pengelolaan kelas.
Jadi, model pembelajaran adalah prosedur atau pola sistematis yang digunakan sebagai
pedoman untuk mencapai tujuan pembelajaran didalamnya terdapat strategi, teknik, metode,
bahan, media dan alat penilaian pembelajaran. Sedangkan metode pembelajaran adalah cara
atau tahapan yang digunakan dalam interaksi antara peserta didik dan pendidik untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sesuai dengan materi dan mekanisme
metode pembelajaran.
Istilah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) diadopsi dari istilah Inggris Problem Based
Instruction (PBI). Model pengajaran berdasarkan masalah ini telah dikenal sejak zaman John
Dewey. Dewasa ini, model pembelajaran ini mulai diangkat sebab ditinjau secara umum
pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah
yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk
melakukan penyelidikan dan inquiri (Trianto, 2010:91).
Pendekatan PMRI adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika yang dekat dengan
kehidupan nyata siswa sebagai sarana untuk meningkatkan pemahaman dan daya nalar.
Menurut Zaini (2008: 67)) model pembelajaran Index Card Match (mencari pasangan)
adalah model pembelajaran yang cukup menyenangkan, digunakan untuk mengulang
materi yang telah diberikan sebelumnya. Materi baru pun tetap bisa diajarkan dengan
catatan peserta didik diberi tugas mempelajari topik yang akan diajarkan terlebih dahulu
sehingga peserta didik ketika masuk ruangan kelas sudah memiliki bekal pengetahuan.
Dengan model pembelajaran Index Card Macth, peserta didik dapat belajar aktif dan
berjiwa mandiri.
Istilah pembelajaran kooperatif dalam pengertian bahasa asing adalah cooperative learning.
Menurut Saputra dan Rudyanto (2005: 49) Pada hakekatnya, metode pembelajaran
kooperatif merupakan metode atau strategi pembelajaran gotong-royong yang konsepnya
hampir tidak jauh berbeda dengan metode pembelajaran kelompok.
Cooperative learning merupakan model pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, pada
saat guru mendorong para siswa untuk melakukan kerjasama dalam kegiatan-kegiatan
tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Dalam
melakukan proses belajar-mengajar guru tidak lagi mendominasi, siswa dituntut untuk
berbagi informasi dengan siswa yang lainnya dan saling belajarmengajar sesama mereka
(Isjoni, 2010: 17).
Karakteristik dari pembelajaran outdoor yaitu menemukan sumber bahan pelajaran sesuai
dengan perkembangan masyarakat, dilaksanakan di luar kelas/sekolahan, memiliki
perencanaan, aktivitas siswa lebih muncul dari pada guru, aspek pembelajaran merupakan
salah satu implementasi dari pembelajaran berbasis kontekstual. (Anitah, 2008: 5.29)
Metode pembelajaran talking stick adalah Metode pembelajaran yang dilakukan dengan
bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah
siswa mempelajari materi pokoknya. Metode pembelajaran talking stick dipergunakan guru
dalam mencapai tujuan pembelajaran yang berorientasi pada terciptanya kondisi belajar
melalui permainan tongkat yang diberikan dari satu siswa kepada siswa yang lainnya pada saat
guru menjelaskan materi pelajaran dan selanjutnya mengajukan pertanyaan. Saat guru selesai
mengajukan pertanyaan, maka siswa yang sedang memegang tongkat, itulah yang yang
memperoleh kesempatan untuk menjawab pertanyaan tersebut.
3) Metode Simulasi
Menurut Djamarah (2006:46) metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru
agar penggunaanya bervariasi sesuai yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir.
Menurut Hamalik dalam Taniredja, dkk (2011: 40) simulasi adalah suatu teknik yang digunakan
dalam semua sistem pengajaran, terutama dalam desain instruksional yang berorientasi pada
tujuan-tujuan tingkah laku. Latihan-latihan ketrampilan menuntut praktik yang dilaksanakan di
dalam situasi kehidupan nyata (dalam pekerjaan tertentu), atau dalam situasi simulasi yang
mengandung ciri-ciri situasi kehidupan senyatanya. Latihanlatihan dalam bentuk simulasi pada
dasarnya berlatih melaksanakan tugas-tugas yang akan dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Djamarah (2008: 22) Discovery Learning adalah belajar mencari dan menemukan
sendiri. Dalam sistem belajar mengajar ini guru menyajikan bahan pelajaran yang tidak
berbentuk final, tetapi anak didik diberi peluang untuk mencari dan menemukan sendiri dengan
menggunakan teknik pendekatan pemecahan masalah.
Pemecahan masalah adalah metode yang mengharuskan pelajar untuk menemukan jawabanya
(discovery) tanpa bantuan khusus. Dengan pemecahan masalah pelajar menemuakan aturan
baru yang lebuh tinggi tarafnya sekalipun ia mungkin tidak dapat merumuskan secara verbal.
Dengan menggunakan metode Discovery Learning pembelajaran akan lebih bermakna mengena
kepada siswa. Sebab siswa disini tidak hanya sebagai pendengar setia, namun dalam metode
pembelajaran ini siswa dituntut aktif dalam pembelajaran.
5) Metode Brainstorming
6) Metode Diskusi
Diskusi menurut Suryosubroto (2009:167) adalah percakapan ilmiah oleh beberapa yang
tergabung dalam satu kelompok untuk saling bertukar pendapat tentang suatu masalah atau
bersama-sama mencari pemecahan mendapatkan jawaban dan kebenaran atas suatu masalah.
Dalam diskusi selalu ada suatu pokok yang dibicarakan. Dalam percakapan itu diharapkan para
pembicara tidak menyimpang dari pokok pembicaraan. Mereka harus selalu senantiasa kembali
kepada pokok masalahnya. Dalam diskusi, semua anggota turut berfikir dan diperlukan disiplin
yang ketat.
Kajawati (1995) menyatakan bahwa metode outdoor study atau metode di luar kelas adalah
metode dimana guru mengajak siswa belajar di luar kelas untuk melihat peristiwa langsung
dilapangan dengan tujuan mengakrabkan siswa dengan lingkungannya. Melalui outdoor study
lingkungan luar kelas dapat digunakan sebagai sumber belajar.
A. KELEBIHAN BUKU
1) Pembahasan materi dalam buku utama lebih luas atau mampu mencakup seluruh hal-
hal yang terkait dengan model dan metode pembelajaran SD.
2) Pemaparan materi dalam buku utama mampu menjelaskan secara padat dan jelas,
mengenai metode dan model pembelajaran walaupun dengan bahasa serta judul yang
berbeda dengan buku pembandingnya.
3) Pemaparan materi dalam buku pembanding lebih muda dipahami, karena penyajian
materi dalam buku pembanding menggunakan bahasa yang sederhana dibandingkan
dengan buku utama yang lebih dominan pada penggunaan bahasa yang sulit dipahami
oleh pembaca serta pengunaan bahasa asing..
4) Lampiran yang disertakan dalam buku utama menjadi hal yang khas dari buku
tersebut.
5) Data diri penulis dalam buku utama membuat pembaca mengetahui tentang latar
belakang penulisnya.
6) Buku pembanding menggunakan referensi atau sumber yang lebih banyak
dibandingkan dengan buku utama.
B. KELEMAHAN BUKU
1) Penjelasan atau pendapat dari para ahli pada buku utama masih lebih sedikit
dibandingkan dengan buku pembanding.
2) Tidak setiap bab terdapat pendahuluan dan kesimpulan.
3) Tidak memiliki gambar sebagai pendukung isi buku.
4) Materi / bab pada buku pembanding terlalu singkat / pendek.
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Suatu pembelajaran tidak hanya dilakukan di dalam kelas saja melainkan bisa di luar
kelas. Tentunya pembelajaran di dalam kelas memiliki metode dan model pembelajaran
yang berbeda dengan pembelajaran di luar kelas. Keterampilan dan kreativitas siswa serta
guru juga akan berbeda karena setiap mode dan metode pembeljarannya memiliki
kelebihan dan kelemahannya masing- masing. Sehingga guru harus dapat menyesuaikan
hal tersebut.
Metode dan model pembelajaran yang dilakukan dipengaruhi oleh jumlah dan
lingkungan siswa. Pelaksanaan model dan metode pembelajaran yang dilakukan pun
harus tetap sesuai dengan peraturan dan konsep pembelajaran yang seharusnya.
B. Saran
Setelah membaca dan mengkritisi buku utama dan buku pembanding ini, kita pun dapat
mengetahui kelebihan dan kelemahan buku tersebut. Sehingga dalam pembacaannya,
saya menyarankan supaya lebih memahami buku utama karena di dalam buku utama
sudah mencakup pembahasan atau isi dari buku pembanding bahkan cakupan isinya jauh
lebih luas.
Namun, untuk memenuhi tugas cbr seperti ini, saya menyarankan untuk menggunakan
buku ini sebagai referensinya.