Anda di halaman 1dari 9

Paramita:

Riwayat: HistoricalJournal
Educational Studies Journal, 30(2), and
of History 2020 Humanities,
Volume 1 No (2), 2018, Hal 16-23

Cagar Budaya Di Aceh Dan Tanggung Jawab


Pemeliharaannya
Husaini Ibrahim
Jurusan Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Syiah Kuala

ABSTRACT ABSTRAK
This paper aims to understand the meaning Tulisan ini bertujuan untuk memahami arti
and responsibility of preserving the cultural dan tanggung jawab pemeliharaan cagar
heritage into one of the proofs of identity of budaya menjadi salah satu bukti identitas
a nation that has the identity as a citizen bangsa yang memiliki jati diri sebagai
who once had a great civilization in the warga negara yang pernah memiliki
past and become a mirror for the present peradaban besar di masa silam dan menjadi
and future life. Because this paper focuses cermin bagi kehidupan masa sekarang dan
on preservation of cultural heritage objects yang akan datang. Karena tulisan ini fokus
in Aceh, the research used is descriptive pada pemeliharaan benda cagar budaya di
qualitative research. The results are Aceh maka penelitian yang digunakan
summarized is a cultural heritage is one of adalah penelitian kualitatif deskriptif. Hasil
the cultural heritage that is material, in yang dirangkum adalah cagar budaya
addition there is also a non-material adalah salah satu warisan budaya yang
cultural heritage. Efforts to realize the bersifat material, di samping itu ada juga
preservation of a cultural heritage required warisan budaya yang bersifat non material.
a historical awareness that is owned by Upaya mewujudkan pelestarian sebuah
humans. It is therefore the responsibility of cagar budaya diperlukan adanya kesadaran
archaeologists to conserve, protect, sejarah yang dimiliki oleh manusia. Oleh
safeguard, preserve and rescue the existing karena itu merupakan tanggung jawab para
cultural heritage. In addition, due to natural arkeolog untuk melakukan pelestarian,
disasters, it is imperative that in the future perlindungan, pengamanan, pemeliharaan
there should be improved interinstitutional dan penyelamatan terhadap cagar budaya
cooperation and institutions, so that the yang ada. Selain itu, akibat bencana alam
legacy can be preserved, saved and well mengharuskan supaya di masa depan harus
preserved, so that the greatness of Aceh in ditingkatkan jalinan kerjasama yang baik
the past can be demonstrated through the antar instansi dan lembaga, sehingga
evidence of cultural heritage that still exists. warisan tersebut dapat dilestarikan,
diselamatkan dan dipelihara dengan baik,
Keywords: Cultural Heritage, dengan demikian kebesaran Aceh masa
Responsibility. silam dapat ditunjukkan melalui bukti cagar
budaya yang masih ada.

Kata Kunci: Cagar Budaya, Tanggung


Jawab.

Author correspondence
Email: husibram@gmail.com
Available online at http://jurnal.unsyiah.ac.id/riwayat/
Riwayat: Educational Journal of History and Humanities,
Agustus, 1(2), 2019, hal 16-23

PENDAHULUAN tersisa terutama yang dilindungi sebagai


Aceh yang memiliki latar belakang cagar budaya.
sejarah sendiri banyak menyimpan rahasia- Peninggalan budaya sebagai hasil
rahasia kesejarahan yang perlu sejarah manusia apabila tidak dilindungi
diungkapkan. Dalam perjalanan panjang dan dilestarikan akan mengalami
sebagai sebuah kerajaan besar khususnya kehancuran. Manusia sebagai makhluk
masa Islam berbagai bukti masih bisa yang menyejarah mempunyai
dilihat hingga sekarang ini. Bukti-bukti tanggungjawab untuk menyelamatkan
tersebut seperti masjid kuno, makam cagar budaya yang ada. Tanggung jawab ini
dengan berbagai corak batu nisan, naskah, bukan hanya bersifat pribadi, tetapi juga
bangunan tua, keramik dan benda-benda melalui lembaga yang berhak dan
lainnya merupakan objek yang cukup berwewenang mengurusnya.
banyak dijumpai. Keberadaannya adalah Cagar budaya di Aceh sekarang ini
tidak terlepas dari sejarah perjalanan sangat menyedihkan, selain banyak yang
beberapa kerajaan yang ada di Aceh seperti hilang karena berbagai faktor, sisanya tidak
Kerajaan Lamuri, Perlak, Pedir, Samudra terurus dengan baik. Banyak cagar budaya
Pasai, Kerajaan Aceh Darussalam, dan di Aceh mengalami kehancuran, baik
beberapa kerajaan lainnya. disengaja maupun tidak. Cukup banyak
Bersamaan dengan perjalanan masjid kuno yang dibangun pada awal
waktu yang terus berputar, banyak kerajaan pemerintah Islam, terutama abad ke-17
di Aceh mengalami perubahan. Perubahan mengalami kerusakan, ada yang
yang terjadi mengakibatkan kerajaan- dihancurkan untuk berbagai kepentingan
kerajaan yang ada di Aceh sejak Sultan Ali atau dibangun masjid yang baru. Makam
Mughayat Syah abad ke-16 bersatu dalam dengan berbagai jenis tipe batu nisan kubur
sebuah federasi Kerajaan Aceh warisan abad ke-13 hingga akhir
Darussalam. Mulai saat itu Aceh terus Pemerintah Kerajaan Aceh Darussalam
berkampanye, menyusun kekuatan militer abad ke-20 banyak yang hancur dan
hingga mampu menaklukkan beberapa terbengkalai, ada yang dijadikan batu
kerajaan lainnya di Sumatera. Penaklukan pengasah oleh masyarakat, dan berbagai
yang paling banyak dilakukan adalah pada keperluan lainnya.
masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda Contoh lain cagar budaya di Aceh
abad ke-17 sehingga wilayah kekuasaan yang telah hilang adalah Balai Teuku
Aceh merambah sampai ke Nusantara. Umar, Rumah tempat tinggal C.Snouck
Kerajaan Aceh Darussalam yang Hurgronje, Hotel Aceh dan lain-lain cagar
berhasil menyatukan kerajaan-kerajaan lain budaya yang sangat berharga, semuanya
di Aceh dan mampu bertahan sebagai sudah tidak ada lagi. Bangunan sudah
sebuah kerajaan besar yang mampu berubah menjadi toko atau bentuk lainnya.
mengusir penjajah, pada akhirnya harus Aceh yang juga dikenal sebagai
bubar, dan kemudian bergabung dalam gudang naskah di Nusantara, kini sangat
Negara Kesatuan Republik sukar untuk mendapatkannya. Apalagi
Indonesia.Dalam perjalanannya bermacam ketika musibah tsunami yang terjadi di
perubahan berlaku yang memang tidak Aceh pada 26 Desember 2004, kebanyakan
dapat dielakkan. Sebagai bukti keberadaan naskah kuno di Aceh telah lenyap ditelan
dan kebesaran beberapa buah kerajaan di bersamanya. Bahkan jauh sebelum
Aceh, kini hanya dapat diamati melalui peristiwa tsunami, banyak naskah Aceh
peninggalan-peninggalan yang masih sudah berpindah tempat termasuk ke
beberapa Negara di luar negeri.
16
Riwayat: Educational Journal of History and Humanities,
Agustus, 1(2), 2019, hal 16-23

Dari kondisi dan beberapa contoh riset yang bersifat deskriptif dan cenderung
yang telah disebutkan, timbul pertanyaan menggunakan analisis dengan pendekatan
mengapa cagar budaya di Aceh banyak induktif. Proses dan makna dari perspektif
yang rusak bahkan hilang, apakah subjek lebih ditonjolkan dalam penelitian.
kesadaran sejarah orang Aceh sangat Sejalan dengan itu menurut Moleong
rendah sehingga tidak peduli dengan (2007:4) penelitian kualitatif adalah tradisi
masalah cagar budaya? Adakah faktor lain tertentu dalam ilmu pengetahuan social
yang menyebabkan hal tersebut terjadi, yang secara fundamental bergantung dari
seperti kurangnya perhatian pihak pengamatan pada manusia baik dari
pemerintah terhadap cagar budaya di Aceh kawasannya maupun dalam peristilahnya.
atau pengetahuan masyarakat tentang
masalah ini amat dangkal, mungkin juga HASIL DAN PEMBAHASAN
faktor sangsi hukum yang lemah bagi Pengertian dan Fungsi Cagar Budaya
orang-orang yang merusak cagar budaya Cagar budaya yang ada saat ini
atau alasan lain seperti konflik Aceh yang merupakan wujud peristiwa masa lalu yang
berkepanjangan atau letak geografis Aceh dapat dijadikan sebagai alat yang
di ujung Pulau Sumatera yang terpencil mengandung pesan dari sebuah rekaman.
sehingga penanganan masalah cagar Cagar budaya adalah salah satu warisan
budaya di Aceh terabaikan?. budaya yang bersifat material, di samping
Dari gambaran yang telah terjadi itu ada juga warisan budaya yang bersifat
merupakan tanggungjawab siapa, non material. Kedua hal ini tidak dapat
bagaimana upaya dan strategi pelestarian dipisahkan dan memiliki hubungan yang
cagar budaya Aceh, sehingga cagar budaya amat erat. Sifat-sifat itulah yang
yang masih ada bisa selamat dan dapat menentukan nilai budaya bangsa yang
dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. hidup pada zamannya (Ibrahim,2013:39).
Upaya ini perlu terus dilakukan karena dari Warisan yang merupakan kekayaan budaya
hasil pengamatan dan penelitian banyak bangsa ini penting bagi pemahaman suatu
cagar budaya di Aceh semakin hari peristiwa sejarah yang dapat dijadikan
semakin berkurang, sehingga jika tidak sebagai sumber dan berguna bagi
ditangani secara serius akan menimbulkan pengembangan ilmu pengetahuan dan
masalah besar dalam kehidupan berbangsa kebudayaan. Oleh karena itu cagar budaya
dan bernegara. yang ada perlu dilestarikan, diselamatkan,
Memahami arti dan tanggung dilindungi dan dipelihra secara baik.
jawab pemeliharaan cagar budaya menjadi Lebih jelas Undang-Undang no.11
salah satu bukti identitas bangsa yang tahun 2010 tentang cagar budaya, bab I,
memiliki jati diri sebagai warga negara ketentuan umum, pasal 1 menyebutkan:
yang pernah memiliki peradaban besar di ´&DJDU %XGD\a adalah warisan budaya
masa silam dan menjadi cermin bagi bersifat kebendaan berupa Benda Cagar
kehidupan masa sekarang dan yang akan Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur
datang. Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan
Kawasan Cagar Budaya di darat dan / atau
METODE PENELITIAN di air yang perlu dilestarikan
Karena penelitian ini merupakan keberadaannya karena memiliki nilai
penelitian yang focus pada pemeliharaan penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
benda cagar budaya di Aceh maka pendidikan, agama, dan / atau kebudayaan
penelitian yang digunakan adalah PHODOXL SURVHV SHQHWDSDQµ
penelitian kualitatif deskripstif. Dimana Upaya mewujudkan pelestarian
menurut Creswell dalam Noor (1957:33) sebuah cagar budaya diperlukan adanya
penelitian kualitatif sebagai gambaran kesadaran sejarah yang dimiliki oleh
kompleks, penelitian kualitatif merupakan manusia. Kesadaran manusia untuk
17
Riwayat: Educational Journal of History and Humanities,
Agustus, 1(2), 2019, hal 16-23

mencari jejak masa silam melalui cagar kesejahteraan, kebudayaan, kesenian dan
budaya yang tersisa merupakan bagian dari palaeoantropologi di seluruh Indonesia.
kesadaran yang menerangkan bahwa yang Kemudian dalam perjalanannya
silam itu tidaklah sama dengan yang sesuai tantangan dan perkembangan
sekarang, hal ini terjadi karena faktor zaman, telah melahirkan beberapa aturan
waktu yang berbeda. Sesungguhnya masa dan perundangan lainnya. Terakhir,
sekarang merupakan perpanjangan waktu lahirnya Undang-Undang no.11 tahun 2010
dari masa silam. Tidak ada masa silam , tentang Cagar Budaya merupakan upaya
maka tidak ada masa sekarang. Pandangan pergantian dari Undang-Undang no.5 tahun
semacam ini sering disebut kesadaran 1992 tentang Benda Cagar Budaya yang
waktu yang akan berkembang menjadi dianggap tidak sesuai lagi dengan
kesadaran sejarah (Sufi, 2008:2). Oleh perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan
karena itu, semakin tinggi kesadaran hukum dalam masyarakat. Undang-
manusia akan sejarahnya, maka semakin Undang no.5 tahun 1992 hanya terdiri dari
cenderung untuk melestarikan, menjaga, X Bab, 32 Pasal , manakala Undang-
melindungi dan memelihara cagar budaya Undang No.11 tahun 2010 terdiri dari XIII
tersebut. Bab, 120 Pasal.
Secara perorangan maupun Sebelum lahirnya Undang-Undang
kelompok pada dasarnya manusia memiliki no. 11 tahun 2010 yang merupakan
tanggungjawab yang besar untuk penyesuaian dan pergantian dari Undang-
menyelamatkan dan memelihara cagar Undang no.5 tahun 1992, menurut Asmar
budaya yang ada. Namun demikian karena (1979), sebagaimana dikutip Ibrahim (2011)
tingkat kesadaran sejarah masing-masing dijumpai 13 ketentuan yang berlaku yang
berbeda, maka sering tanggungjawab ini mengatur masalah penanggulangan
terabaikan, sehingga pemerintah kehancuran benda-benda cagar budaya
berkewajiban mengambil tanggungjawab yaitu:
tersebut. Kemudian untuk membenahi 1. Monumenten Ordonantie stbl. no.
kejadian-kejadian masa silam melalui 238 tahun 1931.
analisis cagar budaya yang masih dapat 2. Instruksi Menteri Dalam Negeri, 5
dijumpai secara utuh ataupun pecahan- Februari 1960 no. Pem. 65/1/7,
pecahan merupakan tugas dari ilmu tentang pelanggaran-pelanggaran
arkeologi. Oleh karena itu merupakan terhadap Monumenten Ordonantie
tanggung jawab para arkeolog untuk stbl. No. 238 tahun 1931.
melakukan pelestarian, perlindungan, 3. Keputusan Presiden RI no. 372
pengamanan, pemeliharaan dan tahun 1962 tentang koordinasi dan
penyelamatan terhadap cagar budaya yang pengawasan terhadap tugas-tugas
ada. Kepolisian oleh alat-alat kepolisian
Timbulnya rasa kekhawatiran khusus dari Instansi-instansi /
kemusnahan cagar budaya yang sangat Jawatan sipil.
berguna bagi menelusuri jejak sejarah masa 4. Surat Keputusan bersama Menteri
silam, pada awalnya telah melahirkan Perdagangan, Menteri Keuangan
undang-undang perlindungan terhadap dan Gubernur Bank Sentral 23
benda-benda peninggalan sejarah dan Maret 1970 no. 27 A/kpb/II/1970
purbakala berupa Monumenten Ordonantie No. KEP-62/MK/III/2/1970.
pada tahun 1931. Pengertian dari cagar No.KEP.3 GBI/1970 tentang
budaya yang terkandung di dalamnya ialah Pembawaan /Pengiriman barang-
benda-benda yang bergerak maupun tak barang ke luar Daerah Pabean
bergerak yang telah berumur lima puluh Indonesia secara bebas dari
tahun atau lebih, dianggap penting serta ketentuan-ketentuan Devisa.
berguna bagi pengetahuan kepurbakalaan,
18
Riwayat: Educational Journal of History and Humanities,
Agustus, 1(2), 2019, hal 16-23

5. Instruksi Menteri Pendidikan dan 12. Surat Menteri Dalam Negeri RI, 11
Kebudayaan 15 Agustus 1972 no. Desember 1979,
8/M/1972 tentang Pengamatan no.432.21/98.40/SJ. Perihal
Benda-benda Purbakala. Penggunaan Candi sebagai tempat
6. Instruksi Menteri Pendidikan dan upacara dalam rangka Penghayatan
Kebudayaan 8 Januari 1973 Kepercayaan. Kepada Gubernur
no.01/A.1/1973 tentang kerja sama Seluruh Indonesia.
Kepala Perwakilan Departemen a. Naskah Kerjasama Direktur Jenderal
Pendidikan dan Kebudayaan Kebudayaan Departemen Pendidikan dan
dengan Kepolisian Negara RI Kebudayaan dan Direktorat Jenderal
dalam Pengamanan/Penyelamatan Pariwisata Departemen Perhubungan 9
Cagar Budaya Nasional/Indonesia. Maret 1979. Dirjen Kebudayaan,
7. Instruksi Panglima Komando Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Operasi Pemulihan Keamanan dan no. 326/A.1/79 dan Dirjen Pariwisata,
Ketertiban 8 Januari 1973 Departemen Perhubungan no.SK
no.INS.002/KOPKAM/I/1973 03/U/III/1979.
tentang Pengamanan Cagar Budaya b. Keputusan Bersama Direktur Jenderal
Nasional/Indonesia. Pariwisata, Departemen Perhubungan
8. Surat Kepala Kepolisian RI 23 dan Direktur Jenderal Kebudayaan tentang
April 1973, Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan Komisi Kerjasama
no Juklak/LIT/IV/1973 tentang Pembinaan dan Pengembangan Wisata
Operasi Pengamanan dan Budaya 6 Oktober 1979.
Penyelamatam Benda-benda c. Keputusan Bersama Dirjen Pariwisata
Purbakala. Departemen Perhubungan dan Dirjen
9. Surat Kepala Kepolisian RI 10 Kebudayaan Departemen Pendidikan dan
Januari 1976 Kebudayaan tentang pengangkatan Komisi
Nopol.Polsus/17/I/176 tentang Kerjasama Pembinaan dan Pengembangan
Pengamanan, Penyelamatan dan Wisata Budaya 6 Oktober 1979.
Perlindungan Benda-benda Cagar Banyak peraturan atau keputusan-
Budaya Nasional beserta keputusan yang telah disebutkan
lampirannya. merupakan landasan hukum tempat
10. Memorandum Menteri Negara berpijak dalam rangka pengurusan cagar
Penertiban Aparatur/Wakil Ketua budaya di Indonesia. Kemudian sesuai
Bappenas 17 Nopember 1973, dengan perkembangan zaman, tangguung
perihal: Proyek Pengembangan jawab pengaturan dan pemeliharaan benda
/Pembinaan Kebudayaan dan cagar budaya sebagaimana diatur dalam
Proyek Promosi Pariwisata. Kepada ketentuan tadi kini dianggap sudah tidak
:1. Menteri Perhubungan, 2. sesuai lagi, maka lahirlah Undang-Undang
Menteri Pedidikan dan No.11 tahun 2010 yang mengatur masalah
Kebudayaan. cagar budaya. Walaupun Undang-Undang
11. Surat Edaran Menteri Pendidikan baru telah ada yang mengatur masalah
dan Kebudayaan RI, 10 Maret cagar budaya di Indonesia, namun
1980, no.87/MPK/1980. Perihal pelaksanaannya belum berjalan
Pembentukan Team Gabungan sebagaimana yang diharapkan.
Perlindungan Cagar Budaya di Undang-Undang no.11 tahun 2010
Daerah Tingkat I. Kepada Semua yang mengatur masalah cagar budaya yang
Kepala Jawatan Pendidikan dan telah disebutkan sudah mulai diterapkan di
Kebudayaan di Provinsi Seluruh seluruh Indonesia. Walaupun demikian
Indonesia. dalam implementasinya yang berpedoman
pada beberapa aturan turunannya, bagi
19
Riwayat: Educational Journal of History and Humanities,
Agustus, 1(2), 2019, hal 16-23

daerah tertentu ada ketentuan perlakuan kegiatan dengan program inventarisasi dan
sesuai dengan karakter daerah dan adat dokumentasi pada situs-situs cagar budaya
istiadat yang berlaku. Daerah Aceh yang di Aceh yang dimulai sejak tahun 1973, dan
memiliki otonomi husus dan mempunyai tahap berikutnya adalah ekskavasi
Undang-Undang no 11 tahun 2006 tentang arkeologi serta pemeliharaan yang
Pemerintahan Aceh (UUPA), berhak dijalankan pada tahun 1976, kemudian
mengelola masalah cagar budaya. Untuk dilanjutkan pada waktu-waktu berikutnya.
itu perlu segera dibentuk kanun yang Sebagai perpanjangan tangan pihak
mengaturnya. pemerintah pusat Jakarta, kegiatan
pengurusan cagar budaya di Aceh pada
Kondisi Cagar Budaya Aceh dan Strategi awalnya dipercayakan pada bagian
pelestariannya Museum dan Kepurbakalaan Kantor
Hingga saat ini cagar budaya baru Wilayah Pendidikan dan Kebudayaan
sebagian kecil yang terpelihara, selebihnya Provinsi Aceh di Banda Aceh. Kemudian
proses pengrusakan dan pemusnahan dalam perkembangannya sekitar tahun
berjalan terus, bahkan ada yang rusak dan 1988 di Aceh didirikan sebuah lembaga
musnah sebelum diselidiki dan khusus yang menangani masalah cagar
didokumentasikan (Asmar,1979). budaya yaitu Kantor Suaka Peninggalan
Hancurnya cagar budaya selain disebabkan Sejarah dan Purbakala yang wilayah
oleh peristiwa-peristiwa alam seperti gempa operasinya meliputi Aceh dan Sumatera
bumi, tsunami, letusan gunung berapi dan Utara. Dalam perkembangannya kantor
lain-lain, juga kerusakan terjadi karena tersebut telah berubah nama menjadi Balai
tangan manusia seumpama penggalian liar, Pelestarian Peninggalan Sejarah dan
pencurian, penyelundupan barang-barang Purbakala (BP3), kemudian menjadi Balai
antik ke luar negeri dan lain-lain. Secara Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) hingga
tidak disengaja pengrusakan dan sekarang. Hadirnya BPCB di Aceh,
penghancuran cagar budaya juga bisa membuat urusan pelestarian dan
terjadi misalnya mendirikan bangunan pemeliharaan cagar budaya di Aceh secara
baru, pelebaran jalan dan lain-lainnya. melembaga menjadi tanggungjawab
Dalam praktenya ada upaya dari instansi instansi ini. Dalam kegiatannya balai ini
tertentu membangun kembali cagar lebih mengarah pada upaya pelestarian
budaya, tetapi karena cara dan prosedurnya cagar budaya yang bersifat material,
tidak sesuai dengan prinsip-prinsip sedangkan yang bersifat non benda
pemeliharaan arkeologi, hasilnya bukan ditangani oleh lembaga lain yaitu Balai
baik justeru menjadi rusak. Oleh karena itu Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Banda
fungsi perlindungan, pemeliharaan, Aceh. Oleh karena kedua instansi ini
pelestarian, termasuk ekskavasi yang (BPCB dan BPNB) mempunyai wilayah
dijalankan, juga fungsi museum sebagai kerja yang luas, maka fungsi dan tugas dari
tempat pengamanan dan sarana pendidikan instansi lain yang menangani cagar budaya
serta pemahaman cagar budaya perlu di Aceh menjadi berkurang. Walaupun
ditingkatkan dan memdapat prioritas demikian seiring diberlakukannya otonomi
pembangunan dan pembinaan. daerah, pengurusan masalah cagar budaya
Awal tulisan ini telah disebutkan sering tumpang tindih antara BPCB dengan
bahwa di Aceh cukup banyak cagar budaya beberapa dinas di Aceh seperti Dinas
khususnya yang mewakili zaman Islam Pendidikan atau Dinas Kebudayaan dan
tersebar dimana-mana. Cagar budaya Pariwisata.
tersebut mempunyai nilai kesejarahan yang Sudah sepatutnya kehadiran
sangat penting (Ambary,1996:8). Dalam lembaga atau instansi yang menangani
pengurusan masalah cagar budaya, pihak masalah cagar budaya di Aceh membuat
pemerintah telah memulai menjalankan cagar budaya tersebut selamat dan terurus
20
Riwayat: Educational Journal of History and Humanities,
Agustus, 1(2), 2019, hal 16-23

dengan baik. Akan tetapi mengapa banyak Gempa bumi dan tsunami yang
di antara cagar budaya di Aceh rusak, terjadi pada 26 Desember 2004 ternyata
hancur bahkan hilang tidak terselamatkan. tidak hanya memakan korban manusia,
Dalam perkembangannya telah terjadi tempat tinggal, lingkungan atau mata
banyak perubahan dalam mengatur pencaharian masyarakat, akan tetapi juga
persoalan kebudayaan di Aceh, termasuk telah berakibat pada musnahnya sebagian
urusan cagar budaya sering terabaikan cagar budaya Aceh, seperti hilangnya
dalam menanganinya terutama setelah beberapa buah masjid kuno, batu nisan-batu
diberlakukannya pelaksanaan otonomi nisan, naskah-naskah kuno dan benda-
daerah. benda budaya lainnya.
Sesuai dengan ketentuan Belum ada catatan secara resmi dan
pelestarian yang merupakan upaya dinamis lengkap berapa banyak cagar budaya yang
untuk mempertahankan keberadaan cagar hilang di Aceh semasa tsunami. Nurdin
budaya dan nilainya dengan cara AR (2008), mantan Kepala Museum Negeri
melindungi, mengembangkan , dan Aceh mengatakan bahwa ketika tsunami
memanfaatkanny, maka sudah melanda Aceh banyak naskah kuno yang
sepatutnyalah cagar budaya yang banyak musnah, baik yang tersimpan pada instansi
dijumpai di Aceh dikelola dengan baik pemerintah maupun yang ada pada
sehingga dapat dimanfaatkan untuk masyarakat . Di antara naskah yang
berbagai kepentingan demi mencapai musnah ialah yang tersimpan di Pusat
kesejahteraan rakyat. Untuk melakukan Dokumentasi dan Informasi Aceh (PDIA)
pengelolaan yang optimal terhadap cagar sebanyak 100 naskah lebih. Sementara itu
budaya di Aceh diharapkan ada badan naskah milik pribadi masyarakat yang
khusus yang menanganinya, tidak hanya hilang di sekitar Lampulo dan Gano Banda
seperti BPCB yang mempunyai wilayah Aceh masing-masing lebih 60 naskah.
kerja luas sampai Sumatera Utara, sehingga Belum lagi cagar budaya lainnya baik yang
wilayah Aceh banyak terabaikan. Oleh bersifat benda, bangunan dan struktur serta
karena itu perlu dibentuk badan atau dinas situs di tempat-tempat lain, ketika tsunami
khusus yang menanganinya untuk wilayah banyak sekali yang hilang atau rusak.
Aceh yang mempunyai wilayah yang luas, Sebenarnya persoalan hilang atau
cirri khas dan keistimewaan sendiri. rusaknya cagar budaya di Aceh bukan saja
Daerah Aceh yang memiliki sejarah terjadi saat tsunami melanda Aceh tahun
yang cukup panjang ternyata dalam 2004, namun kejadian ini telah berlangsung
perkembangannya lebih sering dilanda sebelumnya, dan bahkan juga terjadi setelah
konflik. Kedamaian Aceh sering terusik tsunami di Aceh. Berbagai kepentingan
dengan berbagai peristiwa yang terjadi berlaku dalam pemanfaatan cagar budaya
sejak penjajahan Belanda hingga zaman di Aceh, sehinggga terkesan undang-
kemerdekaan. Peristiwa terakhir yang undang yang ada terabaikan. Oleh karena
dialami kawasan ini adalah konflik antara banyak cagar budaya di Aceh mengalami
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan kerusakan bahkan kehancuran, maka
Pemerintah RI yang telah berlangsung diperlukan langkah langkah penyelamatan
sampai 30 tahun semenjak 1976, dan dan pelestarian. Beberapa strategi yang
berakhir setelah tsunami melanda Aceh dapat dilakukan untuk itu:
yang kemudian diikuti dengan - Sosialisasi Undang-Undang No.11
penandatanganan MoU Helsinki 15 tahun 2010 tentang cagar budaya secara
Agustus 2005. Konflik yang terjadi di Aceh intensif bukan hanya kepada instansi
membawa pengaruh terhadap upaya yang menangani masalah budaya, tetapi
pelestarian, penyelamatan dan juga ke semua lapisan masyarakat.
pemeliharaan cagar budaya.

21
Riwayat: Educational Journal of History and Humanities,
Agustus, 1(2), 2019, hal 16-23

- Mendesak agar segera diusulkan Cagar budaya di Aceh yang tersebar


untuk membentuk Kanun Cagar Budaya di banyak daerah merupakan warisan
di Aceh. budaya bangsa yang tidak ternilai harganya.
- Perlu dilakukan reinventarisasi Warisan tersebut bukan saja merupakan
jumlah cagar budaya yang ada di Aceh. saksi sejarah sebagai bukti karya budaya
Hal ini misalnya dapat dilakukan oleh Aceh di masa silam, melainkan juga
Tim Ahli Cagar Budaya Daerah yang merupakan cerminan kejayaan masyarakat
sudah dibentuk. Aceh pada zamannya. Namun di sisi lain
- Mendesak membentuk sebuah keadaan masa kini terdapat cerminan yang
badan atau dinas yang khusus berlawanan, dimana banyak cagar budaya
menangani masalah cagar budaya di yang ada tidak terpelihara sebagaimana
Aceh. mestinya. Oleh karena itu perlu ditempuh
- Menanamkan nilai-nilai sejarah upaya-upaya pelestarian, penyelamatan dan
kebudayaan bangsa pada setiap generasi pemeliharaan yang baik secara profesional
melalui pendekatan-pendekatan dan sistematis.
cinta budaya bangsa, sehingga Usaha inventarisasi cagar budaya di
menimbulkan kesadaran sejarah bagi Aceh telah lama dilakukan oleh
setiap warga. pemerintah, namun secara terperinci data
- Guru terutama guru sejarah tentang jumlah dan jenis cagar budaya
memegang peranan penting dalam secara lengkap belum ada, termasuk data
melestarikan cagar budaya melalui kerugian akibat tsunami. Diharapkan
pendidikan. Oleh karena itu perlu supaya ada keterpaduan data antara Pihak
pemahaman dan pengembangan Pusat Jakarta seperti Direktorat Sejarah dan
kurikulum sejarah di sekolah. Purbakala, Pusat Penelitian Arkeologi
- Memberi dukungan kepada Nasional, Balai Arkeologi Medan dengan
kegiatan penelitian yang dilakukan Daerah di Aceh seperti Dinas Kebudayaan
secara ilmiah dengan metode yang dan Pariwisata, Museum, Pihak
sistematis untuk memperoleh database Universitas, Dinas Pendidikan, BPCG,
cagar budaya yang berguna bagi BPNB dan Instansi terkait lainnya.
pelestariannya, sehingga bisa Oleh kerana kurangnya kesadaran
dimanfaatkan untuk ilmu pengetahuan, sejarah masyarakat Aceh, membuat peran
pariwisata dan pengembangan mereka dalam pelestarian cagar budaya
kebudayaan. sangat sedikit. Oleh karena itu masyarakat
- Meningkatkan kerjasama antar pada umumnya harus dilibatkan dengan
instansi terkait dalam penanganan cagar memberikan pengarahan akan pentingnya
budaya di Aceh, sehingga upaya menjaga dan melestarikan cagar budaya.
pelestariannya dapat dilakukan secara Kurangnya kerjasama yang baik antar
terarah dan sistematis. Kerjasama bukan instansi terkait dalam upaya pengurusan
saja dengan pihak dalam negeri, tetapi cagar budaya, menyebabkan banyak
juga dengan luar negeri termasuk kesalahan dalam tanggung jawab dan
kerjasama antar universitas. Pemerintah malah terjadi kerusakan. Oleh karena itu
diharapkan mempermudah surat izin diharapkan supaya di masa depan harus
penanganannya terutama untuk Aceh ditingkatkan jalinan kerjasama yang baik
yang mempunyai hak otonomi khusus antar instansi dan lembaga, sehingga
dan memiliki undang-undang warisan tersebut dapat dilestarikan,
pemerintahan sendiri (UUPA). diselamatkan dan dipelihara dengan baik,
dengan demikian kebesaran Aceh masa
KESIMPULAN silam dapat ditunjukkan melalui bukti cagar
budaya yang masih ada.

22
Riwayat: Educational Journal of History and Humanities,
Agustus, 1(2), 2019, hal 16-23

DAFTAR PUSTAKA dan Sejarah Aceh 18 Juli 2008 di


Ambary, H. M. (1996). Pelestarian Banda Aceh.
Kepurbakalaan Islam di Aceh. Makalah Undang-undang Republik Indonesia no.5 tahun
disampaikan pada Seminar Nasional 1992 Tentang Benda Cagar Budaya dan
Sejarah dan Kebudayaan Islam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Fakultas Adab IAIN Ar-Raniry no. 10 Tahun 1993 Tentang Pelaksanaan
Darussalam Banda Aceh. Undang-undang no.5 tahun 1992. (1993).
Asmar, T. (1979). Pemeliharaan dan Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Perlindungan Benda-benda Sejarah dan Kebudayaan.
Purbakala. Jakarta: Proyek Pembinaan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 11
dan Pemeliharaan Peninggalan tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.
Purbakala. (2011). Banda Aceh: Dinas
Ibrahim, H. (2011). Pemanfaatan Warisan Kebudayaan dan Pariwisata Aceh.
Arkeologi dalam Pembelajaran
Sejarah di Perguruan Tinggi (Suatu
refleksi terhadap kesadaran sejarah di
Aceh). Dalam Agus Mulyana dan
Wawan Darmawan, Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan Sejarah: tema
Pendidikan Sejarah dalam Membangun
Masa Depan Bangsa.Bandung,
UPI,2011.
_____________. (2013). Selamatkan
Peninggalan Sejarah Aceh, dalam
Majalah Aceh tourism, Edisi 001 Sep-
Des 2013. Banda Aceh: CV.Aceh
Multivision.

Moleong, L.J. (2007). Metodelogi Penelitian


Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nurdin, A. R. (2008). Upaya Museum Aceh
dalam Penyelamatan Naskah Kuno,
Sejarah dan Budaya Pasca Konflik dan
Bencana Tsunami. Makalah
disampaikan dalam Seminar
Komunikasi dan Koordinasi
Stakeholders Terhadap Cagar Budaya
dan Sejarah 18 Juli 2008 di Banda
Aceh.
Noor, J. (2013). Metode Penelitian. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Sufi, R. (2008). PDIA (Pusat Dokumentasi
dan Informasi Aceh) Sebagai Tempat
Penyimpanan Sumber-sumber Sejarah
dan Budaya Aceh. Makalah
disampaikan pada Seminar
Komunikasi dan Koordinasi
Stakeholders Terhadap Cagar Budaya

23

Anda mungkin juga menyukai