Anda di halaman 1dari 17

Makalah Diskusi Kelompok

Trigger 1

Disusun Oleh :

Kelompok TUTORIAL XIII

Fasilitator dr. Prima Adelin, Sp.PK


Ketua Raylofa Devia Annisyah (19-094)
Sekretaris Ardi Khusnaidi (19-093)
Anggota Silvia Yolanda (19-091)
Salmana Filardhi Danit (19-091)
Alifya Risanda (19-096)
Fajrian Alwi (19-097)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
TAHUN AJARAN 2020/2021

ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warrahmatullah wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di
akhirat nanti. Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan
nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari Diskusi
Kelompok dengan judul: ‘’ Lumpuh Sebelah Kanan Secara Tiba-Tiba Dan Bicara
Meracau’’

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu,
kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada Fasilitator Tutorial XVIII yang telah membimbing dalam menulis makalah
ini

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih

Padang, 05 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Trigger 2............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
Step 1.......................................................................................................................3
Step 2.......................................................................................................................3
Step 3.......................................................................................................................5
Step 4.......................................................................................................................8
Step 5.......................................................................................................................8
Step 6.......................................................................................................................9
Step 7.......................................................................................................................9
BAB III KESIMPULAN......................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................26
LAMPIRAN..........................................................................................................27

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Trigger 1. Lumpuh Sebelah Kanan Secara Tiba-Tiba Dan Bicara Meracau

Arman seorang mahasiswa kedokterang mengalami hari yang sangat berat dikarenakan kedua orang
tuanya sakit dalam waktu berdekatan.

Ayah Arman, Tn. Yudi, berusia 50 tahun diantar ke IGD RS karena lumpuh sebelah kanan sejak 2
jam sebelum masuk rumah sakit. Kejadiannya sangat cepat dan berlangsung tiba-tiba saat Tn.Yudi sedang
bekerja di kantor. Tn.Yudi juga tidak bisa bicara dan tidak mengerti isi pembicaraan. Pemeriksaan tanda
vital diperoleh tekanan darah: 120/80 mmHg dan terdapat pulsus deficit (denyut nadi 80x/menit, Heart
rate=110x/menit). Pada pemeriksaan neurologis ditemukan kesadaran komposmentis, hemiplegi dekstra dan
parese nervus fasialis dektra tipe UMN. Pemeriksaan EKG diperoleh gambaran atrial fibrilasi. Pasien
diberikan oksigen dan pemasangan akses intra vena serta pemasangan monitor EKG, dan segera dilakukan
pemeriksaan labor rutin, kimia klinik, dan selanjutnya Brain CT Scan tanpa kontras.

Satu hari sebelumnya, ibu Arman, Ny. Natri juga dirawat di RS. Ibu Natri dikonsulkan ke Bagian
Psikiatri dengan keluhan bicara kacau, berteriak dan mengatakan ada ular di tempat tidurnya. Saat pagi hari,
Ny. Natri terlihat normal namun malam hari gelisah dan sulit tidur. Tiga hari ini, Ny.Natri kurang nafsu
makan, minum juga sedikit. Pemeriksaan tanda vital diperoleh tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 84
kali/menit. Pada pemeriksaan status mental diperoleh kesadaran fluktuatif, disorientasi dan halusinasi visual.
Tidak ditemukan adanya hemiparesis. Pemeriksaan gula darah sewaktu didapatkan 180 mg/dL, elektrolit
Natrium 108 mg/dL. Ibu Arman tidak dilakukan pemeriksaan Brain CT Scan.

Dokter memberikan penjelasan kepada Arman tentang penyakit yang dialami Tn.Yudi. Arman
bertanya kenapa Bapaknya bisa mengalami serangan seperti ini padahal tidak pernah menderita hipertensi
ataupun DM. Arman juga meminta penjelasan untuk hasil Brain CT Scan tanpa kontras Tn.Yudi. Arman
juga menanyakan kenapa ibunya tidak dilakukan Brain CT Scan tanpa kontras?

BAB II
PEMBAHASAN
1.1 STEP 1 Clarify Unfamiliar Term

1. Pulsus deficit : Denyut jantung yang tidak adekuat untuk menimbulkan denyut
nadi , sehinggga HR lebih kuat dari pada denyut nadinya
2. Komposmentis : Kesadaran normal
3. Hemiplegi dextra : Kondisi kelumpuhan atau kemampuan otot untuk bergerak yang
terjadi pada sisi kanan tubuh
4. Artial Fibralasi : irama jantung yang abnormal dengan aktivitas listrik jantung yang
cepat dan tidak beraturan
5. Parese nervus fasialis : suatu keadaan yang ditandai oleh lemahnya gerak badan
(gangguan gerak)
6. Fluktuatif : keadaan/kondisi yang tidak tetap atau berubah-ubah
7. Disorientasi : keadaan yang dirasakan seseorang berbeda dengan kebenaran yang
terjadi, sehingga kerap menyebabkan kebingungan dan ilusi
8. Halusinasi visual : gangguan persepsi yang membuat seseorang mendengar, merasa,
mencium aroma dan melihat sesuatu yang kenyataannya tidak ada
9. Hemiparesis : kondisi ketika salah satu sisi tubuh mengalami kelelahan sehingga
sulit untuk digerakkan
10. Brain Scan : Pemeriksaan penunjang diagnostik imaging yang menggunakan
teknologi komputer berbasis x-ray dengan insan melintang

1.2 STEP 2 Define The Problems

1. Apa penyebab terjadinya lumpuh sebelah kanan pada tuan yudi?


2. Apakah hubungan penyakit jantung dengan kelumpuhan yang dilalui tuan yudi (atrial
fibralasi)?
3. Apa faktor penyebab dari tuan yudi?
4. Mengapa tuan yudi tidak bisa bicara dan tidak bisa mengerti pembicaraan?
5. Kenapa tuan yudi dilakukan pemeriksaan brain ct scan tanpa kontras?
6. Mengapa ibu arman, tidak dilakukan pemeriksaan brain ct scan?
7. Apa saja gejala dan tanda hemeplegi ?
8. Apa diagnosis dari tuan yudi dan nyonya natri ?
9. Mengapa bapak mengalami serangan seperti ini padahal tidak riwayat hipertensi dan
DM?
10. Apa saja jenis tingkatan kesadaran ?
11. Apa tatalaksana yang di berikan tuan yudi dan nyonya natri ?

1.3 STEP 3 Brainstorm Posibble Hypothesis / Explanation

1. Apa penyebab terjadinya lumpuh sebelah kanan pada tuan yudi?


Terjadi kerusakan jaringan pada salah satu sisi otak yang di sebabkan oleh stroke, selain
itu hemiparesis juga bisa disebebkan oleh cedera kepala, tumor otak atau infeksi otak
2. Apakah hubungan penyakit jantung dengan kelumpuhan yang dilalui tuan yudi (atrial
fibralasi)?
Atrial fibrilasi menyenbabkan gumpalan darah bisa berpindah dari jantung ke otak
3. Apa faktor penyebab dari tuan yudi?
Atrial fibrilasi
4. Mengapa tuan yudi tidak bisa bicara dan tidak bisa mengerti pembicaraan?
Karena tuan yudi kelumpuhan tubuh sebelah kanan yang di sebabkan karena adanya
kerusakan otak sebelah kiri yang biasanya dapat menyebabkan penderita mengalami
kekurangan dalam komunikasi verbal.
5. Kenapa tuan yudi dilakukan pemeriksaan brain ct scan tanpa kontras?
Untuk mendeteksi apakah adanya perdarahan akut di daerah kepala (otak)
6. Mengapa ibu arman, tidak dilakukan pemeriksaan brain ct scan?
Karena ibu tersebut elektrolit natrium rendah 108 mg/dl, sehingga kelistrikan diotak
mengalami abnormalitas sehingga terganggunya kesadaran pasien
7. Apa saja gejala dan tanda hemeplegi ?
Kehilangan keseimbangan, sulit menggenggam suatu benda, kesulitan dalam berjalan
8. Apa diagnosis dari tuan yudi dan nyonya natri ?
tuan yudi : Stroke kardio emboli
nyonya natri : Delerium
9. Mengapa bapak mengalami serangan seperti ini padahal tidak riwayat hipertensi dan
DM?
Karena faktor penyebeb stroke tidak hanya di sebabkan hipertensi dan DM, tetapi
beberapa faktor lain atrial fibralasi
10. Apa saja jenis tingkatan kesadaran ?
Komposmentis,apatis,delerium,sampolen,stupor,semi koma, koma
1.4 STEP 4 Arrange Explanation Into A Tentative Solutio

Anamnesa: Omar merasakan nyeri dan sulit digerakkan pada beberapa sendinya sejak 1 bulan yang lalu,
dan tidak selalu tetap di satu sendi, tetapi berpindah-pindah. Ibu mengatakan bahwa Omar pernah
mengalami demam sekitar 1 bulan yang lalu, selama 3 hari dengan batuk dan sakit tenggorokan yang
sembuh dengan hanya membeli obat warung. Saat itu ditemukan ada beberapa sendi Omar yang
bengkak, kemerahan dan ketika diraba terasa hangat padahal suhu tubuhnya ketika diukur 36,6 oC

Demam reumatik

Pemeriksaan fisik: suhu tubuhnya ketika Pemeriksaan penunjang:


diukur 36,6 oC , ditemukan adanya tanda pemeriksaan swab tenggorok,
pergeseran batas jantung kearah kiri ASTO dan untuk memenuhi
bawah serta bising sistolik grade 3/6 yang kriteria diagnosis imaging dan
jelas di apex jantung sekitar RIC V-VI. Echocardiografi serta
merencanakan terapi terpadu

Diagnosis pasien
Penyakit jantung reumatik

Edukasi dan Pencegahan


Prognosis
1.5 STEP 5 Define Learning Objective

Mahasiswa mampu mengetahui,memahami,dan menjelaskan mengenai :

1. Stroke Kardio Emboli


a. Definisi
b. Etiologi
c. Faktor resiko
d. Patogenesis
e. Manifestasi klinis
f. Diagnosa
g. Tatalaksana
h. Prognosis
i. Komplikasi
j. Pencegahan dan Edukasi

2. Delerium
a. Definisi
b. Etiologi
c. Faktor resiko
d. Patogenesis
e. Manifestasi klinis
f. Diagnosis
g. Diagnosis banding
h. Tatalaksana

1.6 STEP 6 Self Directed Learning

***

1.7 STEP 7 Share The Result Of Information Gathering And Private Study

1. Stroke Kardio Emboli


a. Definisi
Stroke kardiomegali adalah suatu gangguan neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah, dimana secara mendadak atau cepat timbul gejala dan
tanda yang sesuai dengan daerah, fokal diotak, akibat sesuatu emboli yang berasal
dari jantung.
Stroke kardiomegali awitannya dimulai dengan defisit neurologik fokal yang dapat
menjadi lebih berat, dasar diagnosa klinik dibuktikan dengan adanya sumber emboli
dari jantung dan tidak ditemukan penyebab lain dari strokenya.

b. Etiologi
Stroke kardioemboli terjadi ketika jantung memompa bahan material yang
tidak diinginkan yang berasal dari jantung ke dalam sirkulasi otak yang
mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah otak dan kerusakan pada jaringan
otak. Pembentukan materi emboli dapat berupa agregasi platelet, thrombus,
kolesterol, kalsium, bakteria, dan lain-lain. Kebanyakan sumber emboli
merupakan agregasi platelet. Meski demikian, tidak ada satu mekanisme tertentu
yang pasti menyebabkan pembentukan emboli kardio (Schneck, 2015).
Penyebab dari stroke kardioemboli dapat digolongkan menjadi 3 kelompok (Leary et
al., 2008):
1. Aritmia terutama AF
2. Dinding jantung dan kelainan ruang jantung – kardiomiopati, seperti
aneurisma septum atrium, aneurisma ventrikel, myxoma atrium, paten
foramen ovale
3. Gangguan katup mitral rheumatik dan penyakit katup aorta, katup buatan,
endokarditis bakteri

c. Faktor resiko
Faktor risiko yang dapat dimodifikasikan

1. Tekanan darah tinggi

Risiko mayor untuk serangan jantung dan faktor risiko terpentingnya pada stroke
2. Abnormal blood lipids

Total kolestrol tinggi, LDL-kolestrol dan kadar trigliserida, dan kadar HDL-kolestrol rendah
meningkatkan risiko penyakit jantung koroner dan stroke iskemik.
3. Perokok

Meningkatkan risiko penyakit jantung, terutama pada orang muda dan perokok berat. Perokok
pasif
mempunyai risiko yang sama.
4. Inaktifitas fisik

Meningkatkan risiko penyakit jantung koroner dan stroke 50%


5. Obesitas

Risiko mayor untuk penyakit jantung koroner dan diabetes


6. Makanan tidak sehat

Rendah konsumsi buah-buahan dan sayuran diperkirakan menyebabkan 31% penyakit jantung
dan
11% stroke. Asupan saturasi lemak yang tinggi meningkatkan risiko penyakit jantung dan
stroke
akibat efek pada lipid darah dan trombosis
7. Diabetes melitus
 Faktor risiko mayor yang tidak dapat dimodifikasikan
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Genetik

d. Patogenesis
Emboli yang berasal dari jantung merupakan penyebab yang paling umum yang dapat
diidentifikasi pada pasien stroke iskemik. Angka kejadiannya sekitar 15-30% dari seluruh stroke
iskemik. Emboli jantung dapat menuju ke sirkulasi otak dan menyumbat aliran darah otak dengan
mengoklusi arteri, yang mana diameter lumen arteri sama dengan ukuran dari emboli.
Sumber paling umum dari kardioemboli trombus intrakardiak dan mural yang dapat disebabkan
oleh fibrilasi atrium, kardiomiopati dengan pengurangan fraksi ejeksi dan abnormalitas
pergerakan dinnding yang mengikuti infark miokardium. Penyakit jantung katup terutama akibat
penyakit jantung rematik, regurgitasi atau stenosis mitral berat, katup jantung buatan dan
endokarditis, juga merupakan salah satu penyebab yang cukup sering. Penyebab yang jarang
adalah atrial myxoma, yang mana emboli sebagian besar merupakan sel neoplastik. Partikel
lainnya dapat menuju sirkulasi vena dan mengembolisasi melalui defek pada jantung, sebagai
contoh lemak dari fraktur tulang, udara dari trauma atau prosedur pembedahan paru, sinus
duramater, atau vena jugularis.
Kardioemboli menyebabkan penyumbatan cabang arteri besar dan kecil dari arteri serebral utama,
tergantung dari ukuran partikel emboli. Sumbatan kardioemboli biasanya mengalami rekanalisasi
yang dapat mengakibatkan transformasi hemoragik.

e. Manifestasi klinis
a. Penurunan kesadaran pada saat onset stroke
b. Onset yang tiba-tiba dari keluhan gejala yang maksimal
c. Temuan segera dari gejala defisit hemisfer yang luas
d. Dicetuskan oleh manuver valsava
e. Gejala memperlihatkan keterlibatan tertori vaskular yang berbeda dari otak
f. Tidak ditemukannya kejang ataupun nyeri kepala pada saat onset
g. Emboli kardiogenik (terutama dari sumber kelainan katup)

f. Diagnosis
 Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Beberapa faktor dapat membuat anamnesis menjadi sedikit sulit untuk mengetahui gejala
atau onset stroke seperti:
1. Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan hingga pasien
bangun
(wake up stroke).
2. Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari pertolongan
3. Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
4. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang, infeksi
sistemik, tumor serebral, perdarahan subdural, ensefalitis dan hiponatremia.
 Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium

Dilakukan pemeriksaan Darah Perifer Lengkap (DPL), Gula Darih Sewaktu (GDS), Fungsi
Ginjal (Ureum, Kreatinin dan Asam Urat), Fungsi Hati (SGOT dan SGPT), Protein darah
(Albumin, Globulin), Hemostasis, Profil Lipid (Kolesterol,Trigliserida, HDL, LDL),
Homosistein, Analisa Gas Darah dan Elektrolit
2. EKG

Elektrokardiogram dilakukan untuk mendeteksi infark miokard atau aritmia jantung, misalnya
atrial fibrilasi, yang merupakan factor predisposisi untuk resiko emboli.
3. Radiologi

Teknik-teknik pencitraan berikut ini juga sering digunakan:


- Pemeriksaan Rontgen dada untuk melihat ada tidaknya infeksi maupun kelainan jantung
- Brain CT-Scan (Golden Standard)
Berguna untuk menentukan:
a) Jenis patologi
b) Lokasi lesi
c) Ukuran lesi
d) Menyingkirkan lesi non-vakuler

- Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail jika dibandingkan dengan CT-Scan, tetapi ini
bukanlah golden standart untuk stroke. Jika CT-Scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI
perlu waktu lebih dari satu jam untuk hasil. MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan
pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk membuat keputusan medis lebih lanjut.
- Fungsi lumbal terkadang diperlukan untuk menyingkirkan meningitis atau perdarahan
g. Tatalaksana
Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat memegang peranan besar dalam
menentukan hasil akhir pengobatan. Betapa pentingnya pengobatan stroke sedini
mungkin, karena ‘jendela terapi’ dari stroke hanya 3-6 jam. Hal yang harus dilakukan
adalah:
- Stabilitas pasien dengan tindakan ABC (Airway, breathing, Circulation)
- Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau gagal napas
- Pasang jalur infus intravena dengan larutan salin normal 0,9 % dengan kecepatan 20
ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5 % dalam air dan salin 0,
45 %, karena dapat memperhebat edema otak
- Berikan oksigen 2-4 liter/menit melalui kanul hidung
- Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut
- Buat rekaman elektrokardiogram (EKG) dan lakukan foto rontgen toraks
- Ambil sampel untuk pemeriksaan darah: pemeriksaan darah perifer lengkap dan
trombosit, kimia darah (glukosa, elektrolit, ureum, dan kreatinin), masa protrombin,
dan masa tromboplastin parsial
- Jika ada indikasi, lakukan tes-tes berikut: kadar alkohol, fungsi hati, gas darah arteri,
dan skrining toksikologi
- Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
- CT Scan atau resonansi magnetik bila alat tersedia (Mansjoer, 2000).

h. Prognosis
Pada umumnya, stroke kardioemboli memiki prognosis jelek dan lebih banyak mengakibatkan
kelumpuhan akibat stroke dari pada sub tipe stroke iskemik lainnya. Pada pengamatan umum ini
berasal dari emboli yang berasal dari ruang jantung yang rata-rata berukuran besar.

i. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:
1. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak.
Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hemotokrit pada
tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
2. Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas
pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin
penurunan vesikositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau
hipotensi ekstrem perlu perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah
serebral dan potensi meluasnya area cedera.
3. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau
dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah keotak dan
selanjutnya menurunkan aliran darah serebral.

j. Pencegahan dan Edukasi


• Mengatur pola makan yang sehat
• Menghentikan rokok
• Menghindari minum alkohol danpenyalahgunaan obat
• Melakukan olahraga yang teratur
• Menghindari stress dan beristirahat yang cukup

2. Delerium
a. Definisi
Sebuah sindrom neuropsikiatrik yang kompleks dengan onset akut dan berfluktuasi yang biasanya
berkembang pada lansia.Perubahan kesadaran dan kognisi dengan berkurangnya kemampuan
untuk fokus, mempertahankan, atau mengahlikan perhatian. Gangguan fungsi memori, dan
kemampuan perencanaan dan organisasi, pola tidur yang berubah, gangguan proses pikir, afek,
persepsi, dan tingkat keaktifan.

b. Etiologi
Delirium mempunyai berbagai macam penyebab. Semuanya mempunyai pola gejala
serupa yang berhubungan dengan tingkat kesadaran dan kognitif pasien. Penyebab
utama adalah berasal dari penyakit susunan saraf pusat (seperti epilepsy), penyakit
sistemik (seperti gagal jantung), dan intoksikasi atau reaksi putus obat maupun zat
toksik. Penyebab delirium terbanyak terletak diluar sistem saraf pusat, misalnya gagal
ginjal dan hati. Neurotransmiter yang dianggap berperan adalah asetilkolin, serotonin,
serta glutamat. Area yang terutama terkena adalah formasio retikularis.

c. Faktor resiko

1. Faktor predisposisi

- Demensia
- Obat-obatan multiple
- Umur lanjut
- Kecelakaan otak seperti stroke, penyakit parkinson
- Gangguan penglihatan dan pendengaran
- Ketidakmampuan fungsional
- Hidup dalam institusi
- Ketergantungan alkohol
- Isolasi social
- Kondisi komorbid multiple
- Depresi
- Riwayat delirium post-operative sebelumnya
2. Faktor presipitasi
1. Modikasi
2. Penyakit

- Infeksi
- Metabolik
- Kelainan SSP
- Perubahan lingkungan
- Penurunan rangsangan sensoris
- Lainnya : bedah, syok, demam, hipotermia, anemia

d. Patogenesis
Delirium diketahui disebabkan oleh berbagai faktor yang merupakan
interaksi pasien rentan dengan faktor predisposisi dan faktor yang
memperparah.Faktor predisposisi yang paling umum adalah usia (lebih
dari 70 tahun), demensia, disabilitas fungsional, jenis kelamin laki-laki,
pendengaran dan penglihatan yang buruk, dan gangguan kognitif
ringan.Faktor yang mempercepat adalah obat-obatan, seperti obat
sedatif-hipnotik dan antikolinergik, nonbenzodiazepines, antihistamin
(terutama antihistamin generasi pertama), alkohol, antikonvulsan,
antidepresan trisiklik, histamine H2-receptor blockers, antiparkinsonian,
antipsikotik, barbiturate, digoxin, dan antibiotik. Faktor lainnya adalah
tindakan operasi, anestesi, anemia, infeksi, serta penyakit akut dan kronik.

e. Manifestasi klinis
Gejala yang dapat ditemui antara lain gangguan kognitif global berupa gangguan
memori (recent memory= memori jangka pendek), gangguan persepsi (halusinasi, ilusi),
atau gangguan proses piker (disorientasi waktu, tempat,orang). Gejala yang mudah
diamati namun justru terlewatkan adalah bila terdapat komunikasi yang tidak relevan,
atau autonamnesis yang sulit dipahami; kadang-kadang pasien terlihat seperti
mengomel terus atau terdapat ide-ide pembicaraan yang melompat-lompat. Gejala lain
meliputi perubahan aktifitas psikomotor baik hipoaktif(25%), hiperaktif (25%) maupun
campuran keduanya (35%); sebagian pasien (15%) menunjukkan aktivitas psikomotor
normal; gangguan siklus tidur (siang hari tertidur sedangkan malam hari terjaga).
Rudolph dan marcantonio (2003) memasukkan gejala perubahan aktifitas psikomotor
ke dala klelompok perubahan kesadaran, yakni setiap kondisi kesadaran selain compos
mentis, termasuk didalamnya keadaan hipoaktivitas dan hiperaktivitas

f. Diagnosis
Anamnesis
Gejala delirium dapat dibagi menjadi hipoaktif, hiperaktif, dan campuran.
1. Delirium hiperaktif ditandai dengan peningkatan aktivitas motorik, agitasi, marah, atau euforia.

Gejala ini lebih mudah dikenali dan berpotensi membahayakan.


2. Delirium hipoaktif menunjukkan gejala penurunan aktivitas motorik, cemas, mudah dan mudah
lelah.

Tipe hipoaktif lebih sulit dikenali dan sering didiagnosis sebagai depresi.
3. Gejala utama delirium adalah gangguan atensi dan kognitif. Gejala muncul dalam beberapa jam

hingga hari dan dapat bertahan beberapa bulan, serta berfluktuasi dalam satu hari. Kadang,
pasien
mengalami fase prodromal yang ditandai dengan kelelahan, gangguan tidur, depresi, cemas,
iritabilitas, dan sensitif terhadap suara atau cahaya.
 Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan kesadaran : neurologis/psikologis/sosial
2. Pemeriksaan tanda vital dan status generalis

- Kepala : wajah, mata, hidung, tenggorok


- Leher : pembuluh carotis, tiroid, KGB
- Jantung dan paru
- Traktus gastrointestinal
- Traktus hepatobilier
3. Pemeriksaan fisik neurologis
4. Pemeriksaan MMSE (Mini-Mental State Examination) dapat dilakukan untuk menentukan
apakah

pasien memiliki gangguan fungsi kongnitif dan sebagai acuan untuk menilai perjalanan
penyakit
apakah terdapat perbaikan/perburukan dalam fungsi kongnitif.
 Pemeriksaan penunjang

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang ditemukan, dan indikasi sesuai dengan
klinis
yang ditemukan :
1. Pemeriksaan darah : darah lengkap, elektrolit, fungsi hepar, fungsi ginjal, kadar glukosa darah,

analisis gas darah, pemeriksaan fungsi tiroid


2. Urinalisis, EKG, EEG, foto thoraks, dan pemeriksaan spesifik lainnya ( HIV antibodi, lumbal,

punksi, kultur darah, dll).


3. Pemeriksaan EEG pada pasien delirium terjadi perlambatan dari aktivitas neuronal secara
umum
g. Diagnosis banding
a) Demensia
Banyak gejala yang menyerupai delirium. Demensia dan depresi sering menunjukkan
gejala yang mirip delirium; bahkan kedua penyakit / kondisi tersebut acapkali terdapat
bersamaan dengan sindrom delirium. Pada keadaan tersebut maka informasi dari
keluarga dan pelaku rawat menjadi sangat berarti pada saat anamnesis. Demensia dan
delirium juga sering terdapat bersamaan; gangguan yang acap kali tumpang tindih
antara lain gangguan orientasi, memori dan komunikasi. Demensia sendiri merupakan
factor risiko untuk terjadinya sindrom delirium terutama jika terdapat factor pencetus
penyakit akut.
Beberapa jenis demensia seperti demensia Lewy body dan demensia lobus frontalis
menunjukkan perubahan perilaku dan gangguan kognitif yang sulit dibedakan dari
sindrom delirium. Sindrom delirium dengan gejala psikomotor yang hiperaktif sering
keliru dianggap sebagai pasien yang cemas (anxietas), sedangkan hipoaktif keliru
dianggap sebagai depresi. Keduanya dapat dibedakan dengan pengamatan yang
cermat. Pada depresi terdapat perubahan yang bertahap dalam beberapa hari atau
minggu sedangkan pada sindrom delirium biasanya gejala berkembang dalam beberapa
jam. Tingkat kesadaran pada depresi biasanya compos mentis, proses berfikirnya utuh.
Pada depresi juga biasanya terdapat kehilangan minat, depressed mood seta faal
sensorium yang normal. Berbagai gejala dan tanda pada sindrom delirium akan
berfluktuasi dari waktu ke waktu, sementara pada depresi dan demensia lebih
menetap.
Pasien dengan sindrom delirium bias muncul dengan gejala seperti psikosis yakni
terdapat delusi, halusinasi serta pola piker yang tidak terorganisasi. Pada kondisi seperti
ini maka sebaiknya berkonsultasi dengan psikiater
b) Gangguan Kognitif Pasca –operasi (GKPO)
GKPO (Post Operative Cognitive Dysfunction = POCD) agak berbeda dari sindrom
delirium namun mempunyai implikasi klinik yang mirip. Secara klinis GKPO jarang
disertai penurunan tingkat kesadaran dan perjalanannya tidak berfluktuasi. Sampai dua
minggu pasca-operasi jantung insidensnya mencapai 30- 70% (Savageau, dikutip oleh
Rasmuessen, 2003). Pada minggu ketiga hingga bulan keenam, insidensnya turun
sampai 10-40% . pada operasi non-jantung insidensnya lebih rendah yakni sekitar 10-
25% segera setelah operasi dan menurun hingga 5- 15% pada beberapa bulan pasca-
operasi
c) Depresi
Depresi bisa terjadi mimic hypoactive deliriumdengan penolakan yang jelas, retardasi
psikomotor, melambatnya pembicaraan, apatis, dan pseudodemensia. Depresi tidak
mempengaruhi derajat kesadaran.
d) Psikosis
Psikosis bisa terjadi mimic hyperactive delirium. Psikosis fungsoinal berbeda karena
halusinasi suara. Lebih banyak khayalan, dan lebih sedikit fluktuatif.

h. Tatalaksana
Penatalaksanaan delirium sangat kompleks sehingga di simpulkan seperti tabel
dibawah:
1. Pengobatan etiologik harus sedini mungkin dan di samping faal otak
dibantu agar tidak terjadi kerusakan otak yang menetap.
2. Peredaran darah harus diperhatikan (nadi, jantung dan tekanan darah),
bila perlu diberi stimulansia.
3. Pemberian cairan harus cukup, sebab tidak jarang terjadi dehidrasi.
Hati-hati dengan sedativa dan narkotika (barbiturat, morfin) sebab
kadang-kadang tidak menolong, tetapi dapat menimbulkan efek
paradoksal, yaitu klien tidak menjadi tenang, tetapi bertambah gelisah.
4. Penderita harus dijaga terus, lebih-lebih bila ia sangat gelisah, sebab
berbahaya untuk dirinya sendiri (jatuh, lari dan loncat keluar dari
jendela dan sebagainya) ataupun untuk orang lain.
5. Dicoba menenangkan pasien dengan kata-kata (biarpun kesadarannya
menurun) atau dengan kompres es. pasien mungkin lebih tenang bila
ia dapat melihat orang atau barang yang ia kenal dari rumah.
Sebaiknya kamar jangan terlalu gelap , pasien tidak tahan terlalu
diisolasi.
6. Terdapat gejala psikiatrik bila sangat mengganggu dapat diberikan
neroleptika, terutama yang mempunyai dosis efektif tinggi
Penatalaksanaan Tiga tujuan utama terapi delirium yaitu:
a. Mencari dan mengobati penyebab delirium (diperlukan pemeriksaan
fisik yang cermat dan pemeriksaan penunjang yang adekuat.
Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, analisis gas darah, fungsi hati,
dan fungsi ginjal, serta EEG atau pencitraan otak bila terdapat indikasi
disfungsi otak)
b. Memastikan keamanan pasien
c. Mengobati gangguan perilaku terkait dengan delirium, misalnya
agitasi psikomotor.
BAB III

KESIMPULAN

Penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart Disease) merupakan penyakit jantung


didapat yang sering ditemukan pada anak. Penyakit jantung reumatik merupakan
kelainan katup jantung yang menetap akibat demam reumatik akut sebelumnya,
terutama mengenai katup mitral (75%), aorta (25%), jarang mengenai katup trikuspid,
dan tidak pernah menyerang katup pulmonal. Penyakit jantung reumatik dapat
menimbulkan stenosis atau insufisiensi atau keduanya. Penyakit ini disebabkan oleh
bakteri streptococcus grup A. Biasanya pada penyakit ini dapat menyebabkan beberapa
gejala seperti adanya nyeri sendi dan beberapa gejala lainnya. nyeri sendi ini disebabkan
karena reaksi dari imunologis, yang dimana sistem imun akan menyeran organ yang
mirip dengan struktur dari bakteri tersebut. sehingga bukan hanya patogen yang
terdapat didalam tubuh saja yang diserang oleh sistem imunitas tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Aru W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing;
2014.
2. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. VI.
Jakarta: InternaPublishing; 2014.
3. Luiza Guilherm, dkk. Molecular Mimicry in The Autoimmune Pathogenesis of Rheumatic Heart
Disease. Autoimmunity 2006; 39(1): 31 –39. 8.
4. Hasanah, Z. U., & Suryati, E. (2020). Penyakit Jantung Rematik pada Anak. Medical Profession
Journal of Lampung, 10(3), 484-490.
5. Kumar, Vinay dkk. Valvular Heart. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. Philadelpia:
Elsevier Inc. 2010.
6. Kliegman, Robert M, dkk. Rheumatic Heart Disease. Nelson Textbook of Pediatrics, Edisi 18.
Elsevier. 2007: 438.
7. Premana, p. M. I., suardamana, k., & pd-kai, s. Penyakit jantung rematik.
8. Bernstain. D and Shelove. S ( 2014 ). ILMU KESEHATAN ANAK. Jakarta. Pp 280
9. Made. PIP. ( 2018 ). PENYAKIT JANTUNG REMATIK. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana. Denpasar

Anda mungkin juga menyukai