Anda di halaman 1dari 12

Oseana, Volume XLII, Nomor 4 Tahun 2017 : 13 - 24 ISSN 0216-1877

APLIKASI BIOTEKNOLOGI MOLEKULER


DALAM BUDIDAYA PERAIRAN

Oleh
Indyaswan Tegar Suryaningtyas1)

ABSTRACT

MOLECULAR BIOTECHNOLOGY APPLICATIONS IN MARINE


AQUACULTURE. Aquaculture industry, as a promising solution for the decrease of
natural brood stock as well as an important part in people’s health and economics,
has been growing rapidly. Biomolecular technologies are now used as a base for
proper management of aquaculture program. Those technologies include breeding
program with genetic maps; mono-sex aquaculture program to maximize production’s
effectiveness; transgenic program; and pathogen’s early detection using bio-molecular
methods. It can be said that the modern aquaculture industry nowadays depends on the
application of molecular biotechnology with supports from better aquaculture-system
management for product optimization.

PENDAHULUAN yang memengaruhi hasil penangkapan,


telah menjadi perhatian serius dunia
Budidaya perairan atau akuakultur
internasional sejak tahun 1980-an.
menjadi bagian penting bagi kehidupan
Negara–negara yang sebelumnya
jutaan manusia di dunia sebagai sumber
hanya fokus memanfaatkan teknologi
makanan, nutrisi, pendapatan, dan
penangkapan, kini mulai mengubah
mata pencaharian. Produksi akuakultur
kebijakan pengelolaan sumberdaya
global tumbuh dengan cukup pesat,
perikanan melalui kegiatan budidaya
dari semula kurang dari satu juta ton
perairan (Subasinghe et al., 2009).
pada tahun 1950-an menjadi hampir 77
juta ton pada tahun 2015 (FAO, 2017). Teknologi budidaya semakin
Kecenderungan tingkat konsumsi ikan dikembangkan untuk memperoleh
dunia yang terus meningkat, yang dipicu kualitas dan kuantitas produk terbaik
oleh tingginya kesadaran masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pasar.
dalam memandang produk perikanan Selain fasilitas dan sarana budidaya
sebagai sumber protein yang sehat dan yang semakin canggih, manajemen
aman, menjadi salah satu alasan giatnya budidaya perairan juga semakin
usaha budidaya. Sebaliknya, menurunnya diperhatikan (Subasinghe et. al., 2009).
hasil penangkapan ikan akibat adanya Untuk mengatasi ketersediaan biota
overfishing dan isu–isu lingkungan budidaya berkualitas, pendekatan kajian
1)
Laboratorium Budidaya Biota Laut, Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI

13
bioteknologi molekuler mulai dilakukan DNA (Deoxyribonucleic acid), RNA
(Penman, 2004). Kehadiran bioteknologi (Ribonucleic acid), protein sintesis dan
molekuler sebagai salah satu cabang pengaturan serta ekspresi – ekspresinya.
dari ilmu biologi semakin memacu Informasi dan karakteristiknya
berkembangnya kegiatan budidaya dimanfaatkan menjadi media kajian
dengan mendasari temuan–temuan intensif dalam menjawab permasalahan
berharga yang menjadi jawaban dalam di bidang hayati (Prescott, 2012).
permasalahan yang sebelumnya tidak
DNA merupakan asam nukleat
dapat diselesaikan dengan teknologi
yang tergolong biomolekul utama
tradisional, khususnya di lingkup
penyusun jaringan organisme yang
bidang hayati. Informasi yang berhasil
umumnya terletak di dalam inti sel
diungkap oleh ilmu ini dapat mendukung
(Prescott, 2012). DNA sebagai materi
langkah-langkah yang tepat dalam
genetik yang menyimpan cetak biru (blue
usaha budidaya meliputi pemuliaan
print) semua karakter dan aktifitas sel,
benih unggul, percepatan kematangan
berperan penting dalam transfer informasi
gonad, memperpendek waktu panen,
genetik dari satu organisme ke organisme
peningkatan resistensi terhadap patogen,
lainnya. Teknologi rekombinan DNA
pemberian pakan yang sesuai dan efisien
yang disebut juga sebagai kloning gen
serta percobaan manipulasi ekspresi gen
atau kloning molekuler menjadi landasan
yang diinginkan untuk optimalisasi hasil
utama bagi pengembangan bioteknologi
akuakultur dengan lingkungan yang
molekuler. Metode yang paling umum
terkontrol (Mair et al., 2007).
digunakan dalam amplifikasi fragmen
INFORMASI GENETIK SEBAGAI DNA spesifik adalah metode Polymerase
DASAR BIOLOGI MOLEKULER Chain Reaction (PCR) (Gambar 1.)
(Erlich, 2015). Hasil amplifikasi
Perkembangan pesat dalam
fragmen DNA dapat dimanfaatkan untuk
keilmuan hayati, khususnya di bidang
penelitian lebih lanjut seperti seleksi
biologi-molekuler, telah mempercepat
gen-gen unggul dalam rangka pemuliaan
laju perkembangan bioteknologi.
bibit unggul (McAndrew & Napier,
Kajian ilmu ini merujuk pada wilayah
2010) atau modifikasi ekspresi gen
kehidupan dalam skala molekuler
untuk memperoleh sifat yang diinginkan
dengan segala interaksinya yang meliputi
(Davidson, 2007).

14
Gambar 1. Metode amplifikasi fragmen DNA menggunakan PCR. Komponen dan proses
PCR. http://ib.bioninja.com.au/pcr.html)

BREEDING BERDASARKAN PETA Sebagai jawaban dari persoalan


GENETIK tersebut, pendekatan bioteknologi
molekuler dengan kajian–kajian
Usaha–usaha pembenihan dan
biodiversitas genetik menggunakan
domestikasi biota budidaya menjadi solusi
metode biomolekuler akan mampu
terhadap ketergantungan benih dari alam
memetakan kualitas keragaman genetik
yang ketersediaannya semakin berkurang.
suatu organisme. Keragaman genetik
Namun, permasalahan baru pun muncul
yang berhasil dipetakan selanjutnya dapat
ketika penelitian membuktikan bahwa
dimanfaatkan sebagai landasan breeding
biota hasil pembenihan secara tradisional
untuk menghasilkan benih yang unggul.
tanpa adanya percampuran genetik dari
Metode pemetaan genetik dilakukan
biota liar hasil tangkapan menyebabkan
dengan memanfaatkan perbedaan variasi
penurunan kualitas genetik dari biota
gen yang spesifik di dalam suatu wilayah
tersebut. Apabila dilihat secara global,
untai DNA individu atau yang biasa
kurang lebih hanya 5% dari kegiatan
disebut dengan sidik jari DNA (DNA
pembenihan yang menggunakan program
fingerprint). Sidik jari DNA spesifik
yang tepat, melalui pemuliaan benih dan
memiliki karakteristik pembeda dengan
penelitian secara ilmiah (Gjedrem, 2005).

15
sidik jari DNA individu lain (Macbeth, yang dihasilkan dapat direkayasa sesuai
2005). Beberapa contoh metode teknologi keinginan semisal ukuran yang semakin
sidik jari DNA untuk pembuatan besar, ketahanan terhadap penyakit dan
peta genetik yang sudah dilakukan masa panen yang pendek. Bagi industri
adalah Restriction Fragment Length perikanan dan budidaya, ketersediaan
Polymorphism (RFLP) (Goodier & benih yang berkualitas adalah salah
Davidson, 1993), dan Random Amplified satu hal yang menjadi prioritas untuk
Polymorfic DNA (RAPD) (Chauhan dipertimbangkan (Chauhan & Rajiz,
& Rajiv, 2010). Kajian sumberdaya 2010). Sedangkan bagi kelestarian
keragaman genetik dapat diidentifikasi sumberdaya, benih yang unggul sangat
dan dijadikan dasar ilmiah bagi upaya mendukung upaya restocking terhadap
pemuliaan, breeding dan reproduksi biota yang perlu diperbaiki dengan cepat.
dalam pengembangan budidaya perairan.
Dengan menggunakan metode sidik
jari DNA, ikan dapat diidentifikasi BUDIDAYA SEJENIS
perbedaannya hanya dengan beberapa (MONOSEX CULTURE)
tetes darah atau sedikit sampel sel saja.
Pada beberapa biota, terdapat
Selanjutnya persilangan dan keturunan
perbedaan sifat antara individu jantan dan
dari persilangan genetik yang berbeda
betina yang memengaruhi sifat–sifat yang
dapat diketahui (Goddard & Hayes,
menguntungkan secara ekonomis, seperti
2009). Pemetaan gen membantu dalam
kecepatan pertumbuhan dan ketahanan
pelaksanaan studi-studi genetika
terhadap penyakit (Chakraborty et al.,
kuantitatif dalam budidaya perairan.
2011). Terkait dengan hal tersebut, maka
Tersedianya peta tentang dalam industri budidaya perairan, dikenal
keragaman genetik, breeding dapat adanya budidaya sejenis atau biasa
dilakukan berdasarkan peta genomik disebut dengan monosex culture yang
suatu individu, sehingga tidak hanya diketahui lebih menguntungkan daripada
menggunakan sumber induk dari satu budidaya dengan jenis kelamin campur.
lokasi saja, namun dimungkinkan juga Beberapa contoh keuntungan monosex
akan terjadi persilangan induk dari culture antara lain adalah ditemukan pada
sumber yang lain berdasarkan informasi ikan sturgeon betina yang menghasilkan
tingkat keragaman genetik masing– caviar (telur ikan) ; ikan nila jantan yang
masing induk dari lokasi yang berbeda. tumbuh lebih cepat daripada betina,
Manajemen pemilihan induk seperti ini ikan salmon dan trout betina lebih cepat
akan memungkinkan terjaganya kualitas tumbuh daripada ikan jantan; serta
dan keragaman genetik suatu sumberdaya kepiting betina tumbuh lebih lambat dan
hayati di suatu wilayah (Goddard & lebih kanibal (Cnaani & Levavi-Sivan,
Hayes, 2009). Hasil persilangan dari 2009).
induk dengan kualitas genetik yang bagus
Produksi biota budidaya secara
akan menghasilkan pula benih dengan
monoseks dapat dilakukan dengan cara
kualitas bagus. Karakteristik benih
manipulasi perkembangan gamet dan

16
embrio. Manipulasi dilakukan dalam tahan dingin ke ikan lain yang tidak
bentuk denaturalisasi DNA sel kelamin tahan terhadap dingin (Dunham, 2009).
yang dilanjutkan dengan manipulasi Gen anti beku yang ditransfer pada ikan
bentuk kromosom atau sex reversal salmon menghasilan ikan salmon yang
menggunakan perlakuan hormon atau memiliki toleransi terhadap suhu dingin,
perlakuan kimia dan fisika selama proses dengan harapan dapat memperluas
pembenihan. Penggunaan hormon yang pembudidayaan ikan tersebut. Selain
tepat dan terprogram dapat merubah sifat memperluas jangkauan ikan salmon di
fenotip kelamin ikan. Sebagai contoh, perairan yang lebih dingin, protein anti
ikan nila jantan akan berubah secara fisik beku yang dihasilkan oleh gen baru
menjadi betina dengan pemberian hormon ini juga memungkinkan salmon untuk
estrogen. Ikan‑ikan jantan ”buatan” ini berkembang secara normal selama musim
kemudian dikawinkan dengan ikan jantan dingin (Menozi et al. 2012). Transfer
alami untuk menghasilkan anakan ikan gen pada ikan biasanya dilakukan
nila yang semuanya berjenis kelamin dengan gen–gen yang menghasilkan
jantan. Ikan nila jantan diketahui memiliki hormon pertumbuhan, seperti yang telah
pertumbuhan yang lebih cepat. Anakan dilakukan pada ikan mas, kelompok
jantan yang dihasilkan dari proses ini catfish, salmon, ikan nila, mudloach, dan
memiliki dua kromosom jantan yang dapat trout, yang menghasilkan peningkatan
digunakan untuk indukan pembenihan kecepatan pertumbuhannya (Dunham,
selanjutnya (Cnaani & Levavi-Sivan, 2009).
2009). Oleh karena itu, dengan metode
Salah satu teknik yang digunakan
ini, semua populasi jantan bisa diproduksi
dalam teknologi transfer gen adalah
untuk generasi selanjutnya tanpa perlu
mikroinjeksi (Gambar 2), yaitu gen
lagi penambahan hormon. Metode ini
yang akan diintroduksi disuntikkan
juga dapat menghindari perkawinan
ke sel target menggunakan gelas pipet
yang tidak diinginkan yang biasa terjadi
yang sangat kecil (0,05-0,15 mm) (Luo
pada budidaya ikan nila secara multi‑sex.
et al., 2015). Pada ikan medaka, larutan
Kasus yang terjadi dalam budidaya
fragmen DNA yang berisi fragmen gen
ikan nila multi‑sex adalah terjadinya
disuntikkan ke inti telur yang belum
perkawinan ikan‑ikan berukuran kecil
matang, pada saat korion masih lembut,
yang menyebabkan kepadatan yang
karena telur medaka akan menjadi sangat
berlebih (Chakraborty et al., 2011).
keras setelah dibuahi. Telur tersebut
kemudian diinkubasi secara in vitro (Luo
TEKNOLOGI TRANSGENIK et al., 2015). Prosedur ini rumit dan
membutuhkan waktu yang relatif lama
Dasar dari teknologi rekayasa apabila diaplikasikan pada spesies selain
genetik adalah transfer gen. Teknologi ini medaka. Solusi yang dilakukan untuk
memungkinkan untuk merubah gen‑gen mengatasi permasalahan tersebut adalah
pada suatu spesies kepada spesies yang dengan cara menyuntikkan gen yang
lain, misalnya gen yang mengekspresikan telah diamplifikasi dalam jumlah besar ke
protein antibeku dari ikan laut yang

17
sitoplasma telur yang telah dibuahi (Luo pulse), yang kemudian dapat disisipi
et al., 2015). fragmen DNA dari suspensi sel-larutan
DNA (Gambar 3) (Xu et al., 2011).
Metode lain yang penting dalam
Metode ini telah berhasil digunakan
pembuatan biota transgenik adalah
untuk membuat biota transgenik dari
menggunakan teknik elektroforesis, yang
spesies budidaya seperti kelompok ikan
pada prinsipnya adalah dengan membuat
catfish, ikan mas dan salmon (Dunham,
lubang pada membran sel menggunakan
2009; Xu et al., 2011).
bantuan getaran aliran listrik (electric

Gambar 2. Metode mikroinjeksi untuk interoduksi gen ke sel target.


(http://www.yourarticlelibrary.com/fish/genetics-fish/transgenic-fishes-meaning-
development-and-application/88723/)

Gambar 3. Teknik transfer gen dengan elektroforesis.


(http://www.yourarticlelibrary.com/fish/genetics-fish/transgenic-fishes-meaning-
development-and-application/88723/)

18
Aplikasi metode mikroinjeksi dan spp., teridentifikasi dengan berbagai
elektroforesis tidak dapat dilakukan bagi jenis, mulai dari yang bercahaya, namun
biota yang perkembangan embrionya tidak patogen, yang bercahaya dan
berada di dalam tubuh induknya, patogen, yang tidak bercahaya tetapi
serta biota yang tidak melepaskan pathogen, sehingga deteksi dini bakteri
telurnya setelah pembuahan, seperti ini dengan cara kultur mikrobiologi
pada krustasea (udang dan lobster) cukup sulit untuk dilakukan (Reham &
(Pu et al.,2017). Oleh karena itu, Amani, 2012). Perbedaan karakteristik
berkembanglah alternatif metode transfer Vibrio spp. yang beraneka ragam tersebut
gen yang lain, yaitu replication-defective kemungkinan muncul, karena organisme
pantropic retroviral, yaitu metode yang ini mengalami suatu proses transformasi
memanfaatkan bantuan dari sebuah genetik, sehingga memiliki variasi yang
vektor sebagai pembawa informasi sangat tinggi (Jayasree et al., 2006).
genetik (Sarmasik et al., 2001). Sarmasik
Identifikasi dini patogen sangat
et al. (2001) menyuntikkan vektor yang
perlu dilakukan demi memperoleh
telah berisi informasi genetik yang ingin
metode penanganan yang paling sesuai.
diinteroduksi ke daerah sekitar gonad pada
Saat ini telah dikembangkan metode
ikan gapi (Poecilia lucidai) dan crayfish
deteksi patogen secara molekuler
(Procambarus clarkii). Sedangkan Lu
penyebab penyakit infeksi pada
et al. (2002) mengaplikasikan metode
organisme budidaya baik oleh bakteri
ini dengan menyuntikkan cDNA
maupun virus tanpa proses pembiakan,
hormon pertumbuhan ikan rainbow
yaitu dengan metode amplifikasi fragmen
trout dengan promoter ikan mas yang
DNA dari organisme budidaya dengan
dicampurkan dengan liposom ke
menggunakan PCR (Tunung et. al., 2010).
gonad ikan, dan menghasilkan ikan
Pada dasarnya, material genetik suatu
silver bream transgenik. Keberhasilan
organisme membawa informasi gen yang
transfer gen menggunakan metode
diekspresikan menjadi senyawa tertentu.
tersebut memberikan hasil yang relatif
Urutan nukleotida yang menghasilkan
sama dibandingkan dengan metode
senyawa biologis tertentu merupakan
elektroforesis (Lu et. al. 2002).
suatu penanda genetik spesifik yang dapat
digunakan sebagai penentu diagnosis
IDENTIFIKASI PATOGEN DAN patogen. Terkait dengan hal tersebut,
PENCEGAHANNYA maka dengan metode amplifikasi suatu
fragmen DNA spesifik untuk penyakit
Patogen merupakan ancaman virus dan bakteri dengan bantuan primer
serius dalam industri budidaya. Sejarah spesifik menggunakan PCR, deteksi
mencatat bahwa peristiwa munculnya penyakit dapat dilakukan tanpa perlu
bakteri Vibrio spp., secara tak terduga melakukan kultur patogen (Ponniah et
menjadi salah satu bakteri yang al., 2010). Metode ini memungkinkan
menghancurkan budidaya udang. Vibrio untuk memperoleh hasil identifikasi yang

19
lebih akurat, terutama untuk meneliti Vibrio harveyi, Vibrio alginoliticus,
keberadaan patogen yang memerlukan White Spot Syndrome Virus (WSSV),
waktu inkubasi lama, patogen yang Taura Syndrome Virus (TSV), Infectious
tidak dapat diperoleh dalam jumlah yang MyoNecrosis Virus (IMNV), Infectious
cukup banyak, dan patogen yang tidak Hypodermal dan Hematopoietic Necrosis
dapat dikultur secara in vitro (Tunung et Virus (IHHNV), Monodon Baculo Virus
al., 2010). (MBV), Hepatopancreatitis Bacteria
(NHPB) dapat teridentifikasi sejak dini
Efektifitas penggunaan PCR
(Gui & Zhu, 2012).
sebagai metode deteksi patogen, dapat
memacu perkembangan teknologi ini. Serangan bakteri patogen dan virus
Salah satu hasil pengembangan teknologi bukanlah satu–satunya permasalahan
PCR adalah Real Time PCR, yaitu penyebab kematian biota budidaya.
metode deteksi dengan menggunakan Selain kualitas air yang menurun karena
target DNA pilihan dengan jumlah masuknya bahan organik maupun
duplikasi yang tinggi dalam kromosom. polutan di dalam sistem budidaya, daya
Perbedaan antara teknik ini dengan PCR tahan tubuh organisme budidaya adalah
konvensional adalah dalam penggunaan hal yang penting untuk diperhatikan.
pelacak berfluorensi yang memungkinkan Walaupun suatu sistem budidaya telah
untuk dapat mengetahui jumlah tercemar polusi maupun terpapar oleh
kuantitatif pathogen yang menginfeksi agen patogen, namun apabila imunitas
suatu organisme (Faye et.al, 2013). dan kesehatan organisme budidaya
Penggunaan Real Time PCR juga sangat tinggi, kemampuan untuk bertahan
bermanfaat untuk mengetahui seberapa hidup pun semakin tinggi. Oleh karena
banyak ekspresi suatu gen, untuk itu, evaluasi mutu kualitas genetik suatu
mempelajari aspek fisologi organisme biota budidaya dalam menghasilkan
(Lanciotti et.al., 2008). benih dengan daya tahan tubuh yang
baik merupakan salah satu tindakan
Selain Real Time PCR, ada
preventif yang tepat untuk mencegah
pula Speedy PCR yang mampu
kematian akibat serangan patogen. Mutu
mengamplifikasi secara paralel pada
kualitas genetik tersebut dapat dievaluasi
DNA atau RNA virus menggunakan
menggunakan pendekatan bioteknologi
primer spesifik yang berbeda sesuai
molekuler.
jenis infeksi virusnya, namun dengan
thermocycle yang sama. Oleh karena
itu, dengan teknik tersebut waktu dan PENUTUP
biaya deteksi menjadi lebih efisien
Perhatian serius dunia internasional
dibandingkan dengan PCR konvensional.
terhadap perikanan dan budidaya
Berkat penggunaan metode deteksi perairan, ditunjukkan dengan banyaknya
patogen secara molekuler, berbagai infeksi dukungan penelitian mengenai
patogen baik bakteri maupun virus seperti teknologi budidaya dari segala aspek.

20
Perkembangan pesat ilmu pengetahuan in fisheries and aquaculture.
khususnya pada bidang bioteknologi- Advances in Bioscience and
molekuler mendorong perkembangan Biotechnology 1: 281-291.
teknologi budidaya tersebut.
Cnaani, A., and B. Lavavi-Sivan.
Di masa depan, penelitian dan 2009. Sexual development
industri budidaya akan lebih fokus in fish, practical applications
dalam menanggapi isu-isu yang for aquaculture. Sexual
berkaitan dengan biomolekuler seperti Development 3:164-175
pemahaman terhadap regulasi gen dan
Davidson, W. S. 2007. Bacterial artificial
metode rekayasa agar memperoleh
chromosome libraries and
produk yang diinginkan, identifikasi
BAC based physical mapping
kualitas genetik sumber indukan unggul,
of aquaculture genomes.
identifikasi gen-gen fungsional dan
In Aquaculture Genome
penanda molekulernya, dan penemuan-
Technologies (Ed. Z. J. Liu)
penemuan teknologi baru yang dapat
:245–259.
diaplikasikan dalam pengembangan
usaha pembenihan dan pembesaran Dong C. H., S. T.Yang and Z. A. Yang.
dengan dasar informasi genetik dalam 2004. A C-type lectin associated
penentuan program budidaya yang tepat. and translocated with cortical
Strategi dan program budidaya yang tepat granules during oocyte
akan menghasilkan metode-metode baru maturation and egg fertilization
dalam menghasilkan produk budidaya in fish. Development Biology
dengan varietas berkualitas dan tentunya 265: 341–354.
akan memberikan kontribusi yang besar
dalam industri perikanan berkelanjutan Dunham, R. A. 2009. Transgenic fish
dan inovasi bioteknologi. resistant to infectious diseases,
their risk and prevention of
escape into the environment
DAFTAR PUSTAKA and future candidate genes for
disease transgene manipulation.
Chakraborty, S. B., D. Mazumdar, U.
Comparative Immunology,
Chatterji and S. Banerjee.
Microbiology and Infectious
2011. Growth of mixed-sex
Diseases 32: 139-161.
and monosex nile Tilapia in
different culture systems. Erlich, H. 2015. PCR technology:
Turkish Journal of Fisheries Principles and applications for
and Aquatic Sciences 11: 131- DNA amplification. Springer,
138. Berlin : 264p.
Chauhan, T. and K. Rajiv. 2010. Molecular Faye, O., O. Faye, D. Diallo, M. Diallo,
markers and their application M. Weidmann and A. Alpha.

21
2013. Quantitative real-time and serologic properties of
PCR detection of Zika virus and Zika Virus associated with
evaluation with field-caught an epidemic, Yap State,
Mosquitoes. Virologi Journal Micronesia. Emergency
10:311. Infectious Disease 14 (8):1232-
1239.
Goddard, M. E. and B. J. Hayes. 2009.
Mapping genes for complex Lu, J., F. Bo-Hua, W. Jen-Leh and T.
traits in domestic animals T. Chen. 2002. Production of
and their use in breeding transgenic silver sea bream
programmes. Nature Reviews. (Sparus sarba) by different
Genetics 10 (6): 381-91. gene transfer methods. Marine
Biotechnology 4: 328-337.
Gjedrem, T. 2005. Selection and breeding
programs in aquaculture. Luo, D., Y. Liu, J. Chen, X. Xia, M.
Springer, Berlin : 364p. Cao, B. Cheng, X. Wang, W.
Gong, C. Q, Y. Zhang, C. H.
Goodie, J. L. and W. S. Davidson. 1993.
K. Cheng, Z. Zhu, and W. Hu.
A repetitive element in the
2015. Direct production of
genome of Atlantic salmon,
XYDMY− sex reversal female
Salmo salar. Gene 131: 237-
medaka (Oryzias latipes) by
242.
embryo microinjection of
Gui, J. F. and Z. Y. Zhu. 2012. Molecular TALENs. Scientific reports 5:
basis and genetic improvement 14057.
of economically important
Macbeth, M. 2005. Rates of inbreeding
traits in aquaculture animals.
using DNA fingerprinting
Chinese Science Bulletin. 57
in aquaculture breeding
(15): 1751 – 1760.
programs at various broodstock
Jayasree, L., P. Janakiram and R. Madhavi. fitness levels — a simulation
2006. Characterization of study. Australian Journal of
Vibrio spp. associated with Experimental Agriculture 45(8)
diseased shrimp from culture 893-900.
ponds of Andhra Pradesh
Mair, G. C., Y. K. Nam and I. I. Solar.
(India). Journal of The world
2007. Risk management:
Aquaculture Society 37(4):
Reducing risk through
523-532.
confinement of transgenic fish.
Lanciotti R. S, O. L. Kosoy, J. J. Laven, In: A. R. Kapuscinski K. R.
J. O. Velez, A. J. Lambert, A. J Hayes, S. Li and G. Dana (Eds).
Johnson, S. M. Stanfield, and Environmental risk assessment
M. R. Duffy. 2008. Genetic of genetically modified

22
organisms. methodologies Veterinaria, 8 (5): 525-531.
for transgenic fish. CABI,
Sarmasik, A., I. K. Jang, C. Z. Chun, J.
Wallingford: 209–238.
K. Lu, and T. T. Chen. 2001.
McAndrew B. and J. Napier. 2010. Transgenic live-bearing fish
Application of genetics and and crustaceans produced by
genomics to aquaculture transforming immature gonads
development: current and with replication-defective
future directions. Journal of pantropic retroviral vectors.
Agriculture Science 149: 143– Marine Biotechnology 3: 470–
151. 477.
Menozzi, D., C. Mora and A. Merigo. Subasinghe, R., D. Soto and J. Jia. 2009.
2012. Genetically modified Global aquaculture and its role
Salmon for dinner? Transgenic in sustainable development.
Salmon marketing scenarios. Reviews in Aquaculture 1 (1):
Agriculture Bio Forum 15(3): 2-9.
276-293.
Sun M., Z. Li and J. F. Gui. 2010. Dynamic
Penman, D. J. 2004. Aquaculture and distribution of spindling in
fisheries biotechnology: genetic nucleoli, nucleoplasm and
approaches. Journal of Fish spindle from primary oocytes
Diseases 27: 677. to mature eggs and its critical
function for oocyte-to-embryo
Prescott, D. M. 2012. Cell Biology
transition in gibel carp. Journal
A Comprehensive Treatise
of Experimental Zoology 313A:
V3. Gene Expression: The
461–473.
Production of RNA’s. Elsevier,
Amsterdam: 698p. Tunung R., S. P. Margaret, P.
Jeyaletchumi, L. C. Chai, T.
Pu, L., J. Wang, X. Zhang, and H.
C. Zainazor, F. M. Ghazali, Y.
G. 2017. Development of
Nakaghuchi, M. Nishibuchi
pseudotyped retroviral system
and R. Son. 2010. Prevalence
for effective gene transfer and
and quantification of Vibrio in
expression in penaeid shrimp
raw salad vegetables at retail
cells. Aquaculture 467: 198-
level. Journal of Microbiology
210.
and Biotechnology 20 (2): 391-
Reham A. A. and M. S. Amani. 2012. 396.
Specific detection of pathogenic
Wu N., H. M. Yue and B. Chen. 2009.
Vibrio species in shellfish by
Histone H2A has a novel
using multiplex polymerase
variant in fish oocytes. Biology
chain reaction. Global
of Reproduction 81: 275–283.

23
Xu H. Y, J. F. Gui and Y. H. Hong. published global aquaculture
2005. Differential expression statistics (online). http://
of vasa RNA and protein www.fao.org/ 3/a-bs235e.
during spermatogenesis and pdf. Diakses pada tanggal 22
oogenesis in the gibel carp Agustus 2017.
(Carassius auratus gibelio), a
bisexually and gynogenetically
reproducing vertebrate.
Development Dynamics 233:
872–882.
Xu, J., W. Huang, C. Zhong, D. Luo, S.
Li, Z. Zhu and W. Hu. 2011.
Defining global gene expression
changes of the hypothalamic-
pituitary-gonadal axis in female
sGnRH antisense transgenic
common carp (Cyprinus
carpio). Plos-one 6(6): 1-12.

Zhou, X. 2017. An overview of recently

24

Anda mungkin juga menyukai