Anda di halaman 1dari 12

LEGAL OPINION (PENDAPAT HUKUM)

DAN LEGAL DUE DILIGENCE


(UJI KEPATUTAN DARI SEGI HUKUM)

M. NATSIR ASNAWI, S.HI., MH.


(HAKIM PENGADILAN AGAMA GEDONG TATAAN)

DISAMPAIKAN DALAM PENDIDIKAN KHUSUS PROFESI ADVOKAT


ATAS PRAKARSA DAN KERJASAMA DPC PERADI BANDAR
LAMPUNG DENGAN FAKULTAS SYARIAH
UIN RADEN INTAN LAMPUNG
DESEMBER 2019
PENDAPAT HUKUM (LEGAL OPINION) DAN UJI KEPATUTAN
DARI SEGI HUKUM (LEGAL DUE DILIGENCE)

A. PENDAPAT HUKUM (LEGAL OPINION)

S
atu hal yang lazim ditemui dalam keprofesian hukum adalah pendapat
hukum (legal opinion) yang merupakan rangkuman pandangan,
argumentasi, gagasan, dan rekomendasi normatif-praktikal terhadap isu
hukum tertentu. Pendapat hukum ini umumnya dikemukakan oleh praktisi
dan/atau akademisi hukum baik secara individu maupun sebagai representasi dari
Lembaga tertentu. Karena keberadaannya yang sedemikian lekat dengan profesi
hukum, khususnya Advokat yang salah satunya menjalankan fungsi konsultatif,
maka penting bagi para calon Advokat memahami secara inklusif pendapat
hukum ini.
Eksistensi pendapat hukum menjadi kian signifikan, terutama dalam
lapangan hukum perjanjian (hukum kontrak)1 karena pada umumnya dalam
perancangan atau penyusunan suatu kontrak, para pihak yang akan mengikatkan
diri dalam perjanjian (kontrak) dimaksud perlu mendengarkan pandangan-
pandangan hukum dari konsultan hukumnya masing-masing. Di sini terjadi
proses dialektika hukum antara para pihak dengan konsultan dan proses
konsiderasi yang intensif antara aspek hukum dengan aspek komersial dari objek
perjanjiannya.
Pendapat hukum, dalam perkembangannya, tidak hanya ditemui dalam
lapangan hukum perjanjian. Pada aspek lain dari hukum, sudah mulai jamak
ditemukan pendapat hukum yang dikemukakan, tidak hanya oleh Advokat secara
individu, namun juga lembaga-lembaga hukum baik di pemerintahan (biro
hukum) maupun di luar pemerintahan (firma hukum, LBH, organisasi
kemasyarakatan). Umumnya pendapat hukum diajukan atas permasalahan atau
isu hukum administrasi, kebijakan publik, perancangan undang-undang tertentu
(proyek legislasi), dan lainnya.
1. Definisi Pendapat Hukum
Cukup banyak definisi dari pendapat hukum (legal opinion), ini
dikarenakan perbedaan sudut pandang dalam memahami legal opinion itu
sendiri. Namun demikian, sebagai benchmark dalam memahami lebih lanjut
legal opinion, patut dikemukakan definisi legal opinion dalam Black’s Law
Dictionary:
“A document prepared by an attorney for his client, embodying his
understanding of the law as applicable to a state of facts submitted to him
for that purpose” (dokumen yang disusun oleh Advokat untuk kliennya,

1 D. Sidik Suraputra, Pendapat Hukum dalam Transaksi Komersial, Jurnal Hukum dan Pembangunan
UI, Tahun ke-35, No.2, April-Juni 2005, hlm. 143. Perkembangan Lembaga pendapat hukum di
Indonesia dimulai dari sejak masifnya praktik kontrak Internasional. Dalam relasi tersebut, Advokat
dituntut untuk dapat mengidentifikasi isu-isu hukum yang berkelindan dalam perjanjian yang diinisiasi
untuk selanjutnya menuangkan pandangan lengkapnya dalam suatu dokumen bernama legal opinion.

M. NATSIR ASNAWI, S.HI., MH. 2


berisi pemahamannya terhadap isu hukum terkait dan dipergunakan
sebagai dasar dalam pengambilan keputusan hukum untuk kepentingan
klien)2
Dari definisi tersebut, dapat dipahami bahwa pendapat hukum
merupakan argumentasi hukum yang dikemukakan oleh Advokat (maupun
akademisi hukum) terhadap suatu isu atau permasalahan hukum aktual
dan/atau spesifik, argumentasi mana dijadikan sebagai landasan atau dasar
(pertimbangan) dalam pengambilan keputusan hukum (diskresi) bagi pihak-
pihak yang berkepentingan terhadapnya. Karena itu, dalam suatu pendapat
hukum, terdapat hal-hal berikut:
a. Isu atau permasalahan hukum aktual dan specific (specific legal issues);
b. Inventarisasi norma dan aturan hukum terkait;
c. Analisis hukum yang mencakup konsiderasi terhadap norma dan isu
hukum yang ditelaah;
d. Simpulan hukum (pandangan akhir) dan rekomendasi hukum bagi pihak-
pihak terkait (berkepentingan).
2. Fungsi Pendapat Hukum
James Fuld mengemukakan bahwa setidaknya ada dua fungsi pendapat
hukum (terhadap dunia usaha). Pertama, pendapat hukum memberi deskripsi
yang inklusif terhadap dokumen-dokumen terkait perjanjian yang akan
diadakan. Deksripsi ini memberi kepastian bahwa dokumen-dokumen yang
ditelusuri telah lengkap dan sejalan dengan norma hukum yang ada (the
recipient expected to rely on this favorable opinion). Kedua, pendapat hukum
dapat memberi peringatan dini tentang kemungkinan risiko-risiko hukum
yang berpotensi muncul jika perjanjian tetap dilaksanakan (as a warning to the
recipient of certain legal risk which the recipient should evaluate). Artinya, bahwa
pendapat hukum memberi analisis lengkap bahwa rancangan perjanjian yang
sedang disusun berpotensi menimbulkan permasalahan hukum seirus di
kemudian hari3.
Sedemikian penting fungsi dari suatu pendapat hukum, maka
penyusunan pendapat hukum benar-benar harus dilakukan secara objektif.
Terhadap suatu potensi risiko hukum yang bersifat disclosed problem, Advokat
tidak dapat dipaksa untuk mengungkapkannya. Karena itu, dalam konteks
demikian maka menjadi tanggung jawab klien dalam memperhitungkan
risiko-risiko hukum potensial dimaksud4.
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, pendapat hukum diberikan
tidak hanya dalam konteks atau urusan bisnis (komersial) semata. Pendapat
hukum juga sering dijumpai dalam kaitannya dengan isu hukum administrasi,
hukum public, perancangan legislasi, perbuatan hukum korporasi, dan lainnya.

2 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Revised Fourth Edition, Minnesota: West
Publishing, 1968, hlm. 1243.
3 James J. Fuld, Legal Opinions in Business Transactions: An Attempt to Bring Some Order out of Some

Chaos, The Business Lawyer, April 1973, hlm. 916.


4 Ibid.

M. NATSIR ASNAWI, S.HI., MH. 3


Karena itu, di luar konteks perjanjian komersial, pendapat hukum berfungsi
sebagai pemberi informasi dan pandangan hukum yang lengkap terhadap
pokok isu hukum yang ada untuk kemudian menjadi pertimbangan dalam
pengambilan keputusan hukum dan/atau upaya hukum yang mungkin
ditempuh selanjutnya (litigasi maupun non litigasi).
3. Prinsip-Prinsip Umum Legal Opinion
James Fuld mengidentifikasi setidaknya ada 4 prinsip umum dalam legal
opinion, yaitu5:
a. Cakupan legal opinion
Prinsip ini menegaskan bahwa legal opinion yang disusun harus jelas
cakupan isu hukumnya, tujuan yang dikehendaki klien, serta
kemungkinan rekomendasi yang diharapkan. Dengan demikian, ini
sejalan dengan sifat dari luaran legal opinion yang spesifik dan praktikal.
b. Diksi atau pemilihan kata yang tepat dalam legal opinion
Penyusunan legal opinion harus memerhatikan dengan saksama Bahasa
(plihan kata, diksi) yang digunakan. Oleh karena ia menjadi dokumen
hukum yang seharusnya dimengerti oleh pihak lain, maka Advokat harus
menyesuaikan Bahasa atau redaksi legal opinion-nya dengan taraf
kebahasaan klien dan sasaran pembaca lainnya.
c. Asumsi-asumsi dasar yang dapat diajukan terhadap isu hukum utama
Asumsi dasar di sini meliputi permasalahan ketidakadilan, adanya
prosedur hukum yang kemungkinan terlewati atau bahkan
malprosedural, identifikasi kepentingan klien, relasi kepentingan
individu (keperdataan) dengan aspek public, dan sebagainya.
d. Penelaahan (investigations) yang diperlukan sebelum menyimpulkan
pandangan akhir
Dalam menyusun legal opinion, Advokat perlu menelusuri hal-hal yang
menjadi episentrum pembahasan atau penelaahannya. Penelusuran
nantinya akan mengumpulkan data-data primer, fakta-fakta hukum,
norma hukum terkait, serta relevansi telaah dengan output yang
diharapkan.
4. Aspek Formil dari Legal Opinion
Beberapa aspek formil (the formal aspects) yang harus diperhatikan
dalam menyusun legal opinion, sebagai berikut6:
a. Klien yang dituju (to whom adressed)
Harus jelas sasaran dari legal opinion, apakah kepada klien, pihak ketiga
(third party)7 yang terlibat dalam suatu transaksi bisnis, atau kepada
pemerintah.

5Lihat Ibid., hlm. 919.


6Lihat Ibid., hlm. 919 – 923.
7 Terhadap pihak ketiga, pendapat hukum bukan diarahkan kepada klien, melainkan atas

permintaan klien ditujukan kepada pihak ketiga seperti calon investor yang akan menanamkan modalnya.
Dalam konteks ini, legal opinion dimaksudkan untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi dan
pemahaman antara klien dengan pihak ketiga tersebut (to reduce asymmetric informations). Steven L.

M. NATSIR ASNAWI, S.HI., MH. 4


b. Tanggal pembuatan legal opinion (date)
Tanggal menentukan relevansi cakupan dan aktualitas isu dengan
analisis dan legal opinion.
c. Tema spesifik dari legal opinion
Pada bagian awal legal opinion, Advokat harus menyampaikan preferensi
utama dari legal opinion-nya (introductory matter), misalnya legal opinion
ini terkait dengan isu merger perusahaan, pinjaman bank, kondisi
underwriting dari perusahaan asuransi, dan sebagainya.
d. Dasar analisis
Suatu legal opinion yang baik harus jelas mengenai dasar analisis isunya
(extent of inquiry). Dasar analisis dapat berupa telaah atas beberapa
paper yang pernah terbit terkait core issues-nya atau dapat pula berasal
dari hasil investigasinya sendiri selama periode atau kurun waktu
tertentu.
e. Asumsi dan fakta
Harus dibedakan dengan tegas antara asumsi (assumptions) dengan
fakta (facts). Asumsi dalam legal opinion mencakup dugaan-dugaan
seperti: keaslian suatu tanda tangan, otentisitas dokumen, kebenaran
suatu Salinan dokumen, dan sebagainya. Sementara itu, fakta (facts)
dalam legal opinion merupakan simpulan dari hasil telaah mendalam
Advokat. Pada konteks ini, fakta (facts) tidak perlu dipertentangkan
dengan “fakta yang disimpulkan” atau assumed facts karena keduanya
sesungguhnya lahir dari hasil investigasi mendalam. Karena itu,
identifikasi fakta dalam suatu legal opinion ditandai dengan adanya
redaksi-redaksi semisal: “Kami memahami bahwa…”; “Kami
menyimpulkan…”; “Maka, berdasar pemahaman kami selama ini…”;
“Setelah meneliti secara mendalam, kami menyimpulkan…”.
f. Bahasa operasional
Bahasa operasional (operative language) menentukan seperti apa
sasaran rekomendasi dari suatu legal opinion. Sebagai misal, bahasa
yang digunakan untuk menjelaskan suatu peristiwa hukum adalah “kami
meyakini bahwa kejadian tersebut…”. Sementara itu, Bahasa yang
bersifat rekomendatif terhadap klien adalah “kami sangat menyarankan
anda untuk terlebih dahulu…”.
g. Sitasi
Sekalipun diperdebatkan apakah sitasi (kutipan) diperlukan dalam suatu
legal opinion, namun sebaiknya suatu legal opinion tetap menggunakan
sitasi (jika ada) untuk menjaga kadar keilmiahannya. Selain itu, ini juga
memastikan bahwa etika literasi tetap diperhatikan oleh Advokat dalam
menyusun legal opinion. Di sini juga akan terlihat kredibilitas lawyer
dalam menyampaikan gagasan/argumentasi hukumnya.

Schwarcz, The Limits of Lawyering: Legal Opinions in Structured Finance, Texas Law Review, Vol. 84, Number
1, November 2005, hlm. 56 – 57.

M. NATSIR ASNAWI, S.HI., MH. 5


h. Independensi firma hukum
Ada baiknya, firma hukum atau Advokat (secara individu) menjelaskan
secara singkat di dalam legal opinion-nya bahwa ia atau firmanya concern
dalam bidang hukum tertentu.
i. Tanda tangan
Tanda tangan, selain menunjukkan adanya verifikasi formal dan materiil
terhadap legal opinion, juga menunjukkan untuk dan atas nama siapa
Advokat memberikan legal opinion-nya.
5. Konstruksi Legal Opinion
Setelah meneliti beberapa contoh legal opinion, dapat dirumuskan
kembali struktur legal opinion, sebagai berikut:
a. Bagian judul
Memuat judul atau tema yang dianalisis, dikritisi, dan/atau
direkomendasikan untuk segara ditindaklanjuti oleh klien, pemangku
kepentingan, pihak ketiga, dan/atau pemerintah.
b. Uraian pendahuluan (preliminary statements)
Pendahuluan memuat latar belakang dibuatnya legal opinion. Uraiannya
mencakup asumsi dan fakta-fakta terkini yang menggambarkan adanya
permasalahan hukum yang perlu ditelaah dan ditindaklanjuti (problem
statements).
c. Uraian posisi kasus (statement of facts)
Berisi paparan singkat mengenai kronologi peristiwa atau perbuatan
hukum tertentu yang dipandang menimbulkan permasalahan hukum.
d. Inventarisasi dasar-dasar hukum (applicable laws)
Menguraikan secara lengkap asas, norma, dan aturan, termasuk pula
doktrin-doktrin hukum terkait.
e. Analisis hukum (legal analysis)
Menguraikan secara lengkap konstruksi pikir dan argumentasi hukum
hasil investigasi dan telaah mendalam antara fakta, norma-norma
hukum, permasalahan hukum, serta tujuan atau rekomendasi yang ingin
dicapai.
f. Kesimpulan
Memuat pandangan akhir yang disampaikan dalam kalimat ringkas,
tegas, dan jelas. Pandangan akhir ini dapat memuat deskripsi hukum,
simpulan kekeliruan praktikal, dan/atau rekomendasi hukum.
g. Identitas dan tanda tangan pembuat legal opinion
Identitas secara lengkap sekaligus memuat address dari legal opinion,
apakah untuk dan atas nama klien, ditujukan kepada pihak ketiga, atau
kepada pemerintah.
6. Daya Mengikat dan Akibat Hukum
Apakah legal opinion mengikat secara hukum bagi pihak yang meminta
atau kepada pihak yang dituju? Secara umum, menurut sifatnya, legal opinion
sama dengan fatwa yang sifatnya tidak mengikat. Oleh karena outputnya

M. NATSIR ASNAWI, S.HI., MH. 6


bersifat deskriptif dan rekomendatif, maka legal opinion tidak memiliki daya
paksa untuk dilaksanakan oleh pihak yang meminta legal opinion ataupun
pihak yang dituju.
Namun demikian, secara umum dalam praktik, khususnya pada legal
opinion atas permintaan klien dan yang ditujukan kepada pihak ketiga, legal
opinion umumnya dijadikan dasar oleh klien atau pihak yang dituju untuk
mengambil atau melakukan tindakan (perbuatan) hukum lanjutan. Dari legal
opinion, klien atau pihak ketiga memiliki keyakinan untuk mengambil diskresi
atau pilihan hukum tertentu sesuai dengan kepentingannya.
Permasalahan yang umumnya muncul adalah adanya kegagalan
transaksi, hilangnya hak-hak hukum, dan akibat negatif lainnya dari
implementasi legal opinion oleh klien atau pihak ketiga. Pada keadaan
demikian, apakah Advokat yang memberi legal opinion dapat dituntut secara
hukum?
Pada dasarnya, jika legal opinion disusun secara cermat dan
memmerhatikan dengan seksama seluruh circumstances dari isu hukumnya,
maka Advokat sejatinya tidak dapat dituntut pertanggungjawabannya secara
hukum, terlebih jika ternyata klien atau pihak ketiga yang keliru memahami
maksud atau substansi dari legal opinion-nya. Namun demikian, jika ternyata
terdapat ketidakcermatan secara nyata, maka Advokat dapat dituntut secara
hukum, tentunya melalui prosedur gugatan perdata di Pengadilan, atau
melalui jalur pidana8.
Di sinilah pentingnya para Advokat memerhatikan dengan saksama
konsep dan materi dari legal opinion. Setiap Advokat wajib untuk secara
cermat menelaah seluruh fakta, aturan, probabilitas, dan rekomendasi terbaik
dalam legal opinion yang disusunnya. Dengan demikian, ini akan
meminimalisir risiko adanya tuntutan hukum di kemudian hari akibat
kekurangcermatan dalam menyusun legal opinion.
B. UJI KEPATUTAN DARI SEGI HUKUM (LEGAL DUE DILIGENCE)

L
egal Due Diligence (LDD) pertama kali mencuat dalam perkembangan
hukum di Indonesia sejak dimulainya program percepatan perekonomian
melalui IPO (Initial Public Offering) atau Go Public. Implikasi dari program
IPO atau go public tersebut adalah setiap emiten dipersyaratkan oleh lembaga
berwenang yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK), harus menunjuk Konsultan
Hukum untuk melakukan pemeriksaan hukum atau pengujian secara menyeluruh
atas perusahaannya. Hal ini, antara lain, diatur dalam Peraturan Badan Pengelola
Pasar Modal Nomor IX.C.2 angka 5 huruf o tentang Bentuk dan Isi Prospektus dan
Prospektus Ringkas dalam Rangka Penawaran Umum9.
Penerapan LDD kemudian berkembang dari semula hanya pada proses IPO,
kemudian merambah ke proses merger merusahaan, konsolidasi atau akuisisi

8 Lihat D. Sidik Suraputra, Op.Cit., hlm. 147 – 148.


9 Yonita, Badriyah Rifai, Muhammad Ashri, Penerapan Legal Due Diligence (LDD) Pada Akuisisi
Perbankan, Jurnal Pascasarjana Unhas, 2014, hlm. 4 – 5.

M. NATSIR ASNAWI, S.HI., MH. 7


perusahaan dimana seorang peminat melakukan penilaian atas perusahaan yang
menjadi sasaran pembelian ataupun penilaian aset perusahaan tersebut. Dari hal
ini, LDD menjelma menjadi satu proses penting dan bahkan wajib dilaksanakan
oleh perusahaan maupun industri finansial sebelum mengadakan akuisisi
dan/atau bentuk lain penggabungan usaha. LDD mencakup pengujian lengkap
dan teliti terhadap kesehatan suatu perusahaan, Lembaga keuangan, dan/atau
perbankan. Pengujian ini meliputi hal-hal, inter alia fisik perusahaan, kelengkapan
dokumentasi aktivitas perbankan yang meliputi anggaran dasar, aset
perusahaan, perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh perusahaan, perizinan,
hingga masalah kepegawaian di dalam internal perusahaan, dan kondisi objek
transaksi10.
1. Definisi Legal Due Diligence
Legal Due Diligence atau uji kepatutan menurut hukum (sering pula disebut
dengan uji tuntas adalah analisis hukum terhadap satu atau lebih dokumen
perusahaan atau klien yang meminta yang bertujuan untuk:
1. Memeroleh kepastian mengenai status hukum atau penjelasan hukum
terhadap dokumen yang diaudit/diperiksa;
2. Menguji legalitas atau keabsahan suatu badan hukum atau badan usaha;
3. Memeriksa tingkat ketaatan (compliance) suatu badan hukum atau badan
usaha; dan
4. Memberikan pandangan hukum atau pernyataan tentang kepastian hukum
dalam suatu kebijakan yang akan dilakukan oleh perusahaan11.
Praktik uji tuntas merupakan praktik yang khas dan umumnya dilakukan
dalam lapangan hukum pasar modal. Praktik uji tuntas ini sangat penting artinya
dalam kegiatan investasi dan/atau kerjasama bisnis yang melibatkan sejumlah
besar saham atau modal. Dengan uji tuntas, maka calon investor atau pihak-
pihak yang akan mengadakan perjanjian bisnis memeroleh deskripsi lengkap
terhadap profil perusahaan, modal, status hukum, dan prospectus dari bisnis
yang akan dijalankan.
Terkait uji tuntas dalam pasar modal, ada beberapa ketentuan yang perlu
dipedomani, yaitu12:
1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 jis. Peraturan Pemerintah
Nomor 12 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995
Tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal;
4. Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Kode Etik Himpunan
Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM);

10 Ibid., hlm. 4.
11 Munir Fuady, dalam Acep Rohendi, Kewajiban dan Tanggung Jawab Konsultan Hukum Sebagai
Profesi Penunjang Pasar Modal, Jurnal Ecodemica, Vol. 1 No. 1 April 2017, hlm. 64 – 65.
12 Kristianto, dalam Ibid., hlm. 60.

M. NATSIR ASNAWI, S.HI., MH. 8


5. Keputusan HKHPM Nomor 01/HKHPM/2005 Tentang Standar Profesi
Konsultan Hukum Pasar Modal.
2. Tujuan Legal Due Diligence
Legal Due Diligence atau uji tuntas bertujuan untuk mengetahui atau
mengungkap nilai atau informasi materialitas suatu objek, fakta, peristiwa, atau
kejadian sebagai bahan dalam pengambilan keputusan bisnis bagi para investor
dan/atau pihak-pihak yang akan terlibat dalam suatu kontrak bisnis. Nilai
materialitas dimaksud mencakup hal-hal yang dianggap wajar atau penting untuk
diketahui oleh para investor atau para pengambil keputusan13.
Nilai atau informasi materialitas sedemikian penting dan tidak jarang
berkaitan dengan nilai atau valuasi suatu aset dan/atau modal perusahaan. Dalam
konteks ini, informasi materialitas tidak lagi sekadar menampilkan informasi
mengenai status atau keadaannya hukumnya semata, melainkan juga mengenai
materialitas keuangan yang memerlukan analisis mendalam dan professional.
Karenanya, dalam uji tuntas atas suatu laporan keuangan yang kompleks,
Advokat atau konsultan hukum sebaiknya berkolaborasi dengan akuntan
professional dan independen untuk menyusun analisis informasi material yang
lengkap dan akurat14.
Secara praktikal, LDD bertujuan membantu membereskan segala aspek
hukum suatu perusahaan yang akan go public. Guna mewujudkan hal ini,
Advokat/Konsultan Hukum, berdasar hasil audit dan analisisnya akan
memberikan nasihat dan pendapat yang diperlukan oleh emiten, juga
pendapatnya tentang emiten sendiri yang dimuat dalam prospektus yang
diterbitkan dalam rangka emisi15.
3. Mekanisme Legal Due Diligence
Pelaksanaan LDD melingkupi beberapa tahapan atau mekanisme.
Karimsyah16 mengemukakan setidaknya ada 5 (lima) tahapan dalam LDD,
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan atas dokumen
Pemeriksaan dokumen dilakukan dengan meneliti dan menganalisa semua
dokumen yang dianggap perlu dan material sehubungan dengan transaksi
yang akan dilakukan
b. Pemeriksaan yang dilakukan melalui tanya jawab
Pemeriksaan melalui tanya jawab dapat dilakukan dengan cara wawancara
dengan pihak manajemen dan pihak yang ditunjuk oleh manajemen, serta
pihak terkait lainnya yang berhubungan dengan obyek transaksi
c. Pemeriksaan yang dilakukan dalam pertemuan Uji Tuntas (due diligence
meeting)

13 Sidik Suraputra, Op.Cit., hlm. 148.


14 Lihat Ibid., hlm. 149.
15 Acep Rhendi, Op.Cit., hlm. 65.
16 Karimsyah, dalam Acep Rohendi, Ibid.

M. NATSIR ASNAWI, S.HI., MH. 9


Pemeriksaan yang dilakukan dalam pertemuan Uji Tuntas dilakukan
bersama-sama dengan profesi dan lembaga penunjang pasar modal
lainnya. Konsultan Hukum wajib menghadiri setiap pertemuan Uji Tuntas;
d. Kunjungan setempat (site visit)
Kunjungan setempat merupakan kunjungan yang dilakukan oleh Konsultan
Hukum bersama-sama dengan profesi atau lembaga penunjang pasar
modal lainnya atas suatu obyek transaksi guna memperoleh pemahaman
atas obyek Uji Tuntas.
e. Konfirmasi (cross checking) dengan lembaga atau profesi penunjang pasar
modal lainnya
Apabila diperlukan sehubungan dengan transaksi yang dilakukan,
Konsultan Hukum dapat melakukan komunikasi dengan lembaga atau
profesi penunjang pasar modal lainnya guna melakukan konfirmasi (cross
checking) atas hasil Uji Tuntas yang dilakukannya dengan hasil
pemeriksaan yang dilakukan oleh lembaga atau profesi penunjang pasar
modal lainnya.
4. Hal-hal yang Diteliti dalam Legal Due Diligence
Untuk kepentingan go public, misalnya, LDD ditekankan pada beberapa hal,
sebagai berikut17:
a. Akta pendirian atau anggaran dasar emiten beserta perubahan-
perubahannya
Penelitian terhadap hal ini lebih ditekankan pada keaslian, keabsahan, dan
kebenaran dokumen atau akta tersebut;
b. Izin usaha emiten menurut ketentuan hukum yang berlaku
Setiap emiten harus mempunyai izin usaha dan beroperasi sesuai dengan
izin usahanya;
c. Bukti kepemilikan atau penguasaan harta kekayaan emiten
Penelitian terhadap hal ini terutama diarahkan pada aktiva tetap yang perlu
diketahui status kepemilikannya. Harus dapat dipastikan apakah harta-
harta tersebut seluruhnya milik emiten atau ada yang berstatus sewa
dan/atau atas nama pihak lain;
d. Perikatan emiten dengan pihak ketiga.
Dalam kegiatannya, emiten sering mengadakan perikatan dengan pihak
ketiga, seperti kerja sama, pinjam-meminjam, perdagangan, royalty, dan
lain-lain, karenanya harus diteliti apakah perikatan tersebut sah atau
mengikat secara hukum;
e. Penyetoran modal oleh pemegang saham sebelum go public
Konsultan hukum harus meneliti kebenaran atas setoran modal seperti
yang telah ditentukan dalam anggaran dasar;

17 M Irsan Nasarudin dan Indra Surya, dalam Ramon Nofrial, Tanggung Jawab Konsultan Hukum

Sebagai Profesi Penunjang dalam Mewujudkan Prinsip Keterbukaan di Pasar Modal, Jurnal Samudra Keadilan,
Vol. 10 No. 1 Januari-Juni 2015, hlm. 116.

M. NATSIR ASNAWI, S.HI., MH. 10


f. Perkara baik perdata maupun pidana yang menyangkut emiten atau
pengurusnya.
Untuk kepentingan go public, masalah perkara ini harus dapat dijelaskan
secara tuntas oleh konsultan hukum. Penjelasannya melingkupi status atau
kedudukan hukum dalam perkara, hubungan hukum, objek perkara, dan
akibat hukum dari putusan terhadap perkara dimaksud. Informasi-
informasi ini sangat penting bagi calon investor sebagai salah satu unsur
yang perlu dipertimbangkan untuk mengambil keputusan.
5. Pihak-Pihak dalam Legal Due Diligence
Sifat LDD sebagai uji tuntas terhadap profil menyeluruh suatu perusahaan
atau emiten mempersyaratkan adanya penilaian (appraisal) dan pengujian (audit)
secara komprehensif dan professional. Karena itu, dalam LDD, tidak hanya aspek
an sich yang diaudit, melainkan juga aspek lain, khususnya aspek keuangan
perusahaan dan lainnya.
Dari hal ini, dapat dipahami bahwa dalam LDD, pihak-pihak yang
melaksanakannya hampir selalu berupa peer group yang terdiri atas18:
a. Konsultan Hukum
Konsultan melaksanakan LDD dari aspek hukumnya, misalnya aspek
hukum perdata, hukum kontrak, hukum bisnis, dan sebagainya. Selain itu
konsultan hukum melakukan penilaia lengkap terhadap status badan
hukum perusahaan dan hal-hal terkait atasnya.
b. Akuntan
Akuntan melakukan penilaian terhadap laporan keuangan perusahaan.
Akuntan memberikan pendapat mengenai kewajiban atas data yang
disajikan dalam laporan keuangan. Laporan yang disampaikan kepada
Bapepam wajib disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
c. Penilai
Dalam LDD, penilai menentukan nilai wajar dari harta milik perusahaan
(aktiva), seperti nilai kekayaan tetap (fixed assets) perusahaan yang berupa
tanah, bangunan, mesin-mesin, kendaraan, dan lain-lain. Hasil penilaian ini
diperlukan sebagai bahan informasi bagi investor dalam mengambil
keputusan investasi.

18 Lihat Ibid., hlm. 113 – 118.

M. NATSIR ASNAWI, S.HI., MH. 11


SENARAI KEPUSTAKAAN

D. Sidik Suraputra, Pendapat Hukum dalam Transaksi Komersial, Jurnal Hukum


dan Pembangunan UI, Tahun ke-35, No.2, April-Juni 2005.

Henry Campbell Black, 1968, Black’s Law Dictionary, Revised Fourth Edition,
Minnesota: West Publishing.

James J. Fuld, Legal Opinions in Business Transactions: An Attempt to Bring Some


Order out of Some Chaos, The Business Lawyer, April 1973.

Steven L. Schwarcz, The Limits of Lawyering: Legal Opinions in Structured Finance,


Texas Law Review, Vol. 84, Number 1, November 2005.

Yonita, Badriyah Rifai, Muhammad Ashri, Penerapan Legal Due Diligence (LDD)
Pada Akuisisi Perbankan, Jurnal Pascasarjana Unhas, 2014.

Acep Rohendi, Kewajiban dan Tanggung Jawab Konsultan Hukum Sebagai Profesi
Penunjang Pasar Modal, Jurnal Ecodemica, Vol. 1 No. 1 April 2017.

Ramon Nofrial, Tanggung Jawab Konsultan Hukum Sebagai Profesi Penunjang


dalam Mewujudkan Prinsip Keterbukaan di Pasar Modal, Jurnal Samudra
Keadilan, Vol. 10 No. 1 Januari-Juni 2015.
.

M. NATSIR ASNAWI, S.HI., MH. 12

Anda mungkin juga menyukai