Anda di halaman 1dari 4

Analisis Puisi Amuk Karya Sutardji Calzoum Bachri

Amuk

(Sutardji Calzoum Bachri)

Maafkan aku

Aku bukan sekedar penyair

Aku depan

Depan yang memburu

Membebaskan kata

Memanggilmu

Pot pot pot

Pot pot pot

Kalau pot tak mau pot

Biar pot semau pot

Mencari pot

Pot

Hei, kau dengar manteraku

Kau dengar kucing memanggilmu

Izukalizu mapakazaba itasatali

Tutulita papaliko arukabazaku kodega zuzukalibu


Tutukaliba dekodega zamzam lagotokoco

Zukuzangga

Zegezegeze zukuzangga zegezegeze

Zuuzangga

Zegezegeze zukuzangga zegezegeze aahh...!

Nama kalian bebas carilah Tuhan semaumu

Pada puisi ini terdiri dari kata yang didalamnya hanya terdapat bunyi-
bunyi bahasa dan tidak mempunyai pengetian. Dikarenakan kata kata itu sangatlah
asing jika dikaji dalam Bahasa Indonesia dalam berbagai segi. Panjang kata yang
terdiri dari 4-7 suku kata, rentetan suku katanya berupa urutan konsonan dan juga
vokal secara berurutan dengan menggunakan pola vkvkvkv. Pengulangan bunyi
pot pada puisi Amuk yaitu:

“Pot pot pot

Pot pot pot

Kalau pot tak mau pot

Biar pot semau pot

Mencari pot

Pot”

Kurang jelas maknanya. Sehingga terdapat asonansi bunyi /o/ yang dominan di
baris tersebut. Bunyi /o/ berkesan pokok dan kokoh.

Struktur fonem yang di dominasi /e/ /u/ dan juga /z/ pada baris ke 25-28 yang
berbunyi :
Zukuzangga

Zegezegeze zukuzangga zegezegeze

Zuuzangga

Zegezegeze zukuzangga zegezegeze aahh...!

memberikan kesan murung, lemah gemulai dan berdesis. Penggunaan bunyi bunyi
tersebut tidak lazim jika digunakan dalam bahasa indonesia.

Seandainya ada sebuah sajak yang hanya menggunakan bunyi bunyi ini
saja tanpa ada kata kata yang memiliki pengertian maka akan sulit melakukan
interpretasi. Puisi tersebut menarik karena keestetisannya. Segi estetis yang di
munculkan karena keanehan yang diciptakan. Di dalam keadaan tertentu unsur
bunyi dapat berfungsi tanpa makna, namun hal itu akan tercipta jika ada
kesepakatan pengetahuan pada pihak pembaca jika kata yang tidak bermakna
tersebut bisa dan juga harus di beri makna. Hal seperti ini menurut Herman J.
Waluyo disebut sebagai penyimpangan bahasa.

Penyimpangan bahasa sering menjadi ciri dari suatu periode sastra. Di


dalam puisi ini terdapat tiga penyimpangan bahasa. Yang pertama penyimpangan
leksikal yakni kata kata yang digunakan dalam puisi menyimpang dari kata kata
yang kita pergunakan sehari-hari. Sutadji memilih kata-kata yang sesuai dengan
pengucapan jiwanya dan disesuaikan dengan tuntutan estetis.

Kedua adalah penyimpangan sintaksis. Puisi tidak membentuk kalimat ,


namun membentuk larik-larik. Jika kita lihat Sutardji sering kalap dalam
menggunakan huruf kapital pada awal larik dan mengakhirinya dengan titik.
Bahkan tidak ada sama sekali yang menggunakan kaidah ini dan yang terakhir
penyimpangan grafologis. Di dalam menulis kata-kata, kalimat, larik dan baris,
penyair sengaja melakukan penyimpangan kaidah bahasa yang sudah berlaku.
Seperti halnya penggunaan huruf kapital dan tanda baca yang tidak sesuai dengan
kegunaannya. Hal ini di lakukan Sutardji untuk mendapatkan unsur estetis.
Penyimpangan tersebut biasa disebut penyimpangan grafologis.
Pembebasan kata yang dimaksud masih memungkinkan kelonggaran
penyimpangan bahasa yang ada batasnya untuk termungkinkannya komunikasi.
Walaupun bagaimanapun juga kemungkinan berkomunikasi dengan pembaca
harus tetap dipertahankan, Untuk menghindari cap puisi gelap. Meskipun predikat
puisi gelap itu berbeda beda tiap individu sesuai dengan pengetahuan dan
pengalamannya.

Dalam puisi modern mungkin sekali Sutardji yang paling berani


menyimpang kebiasaan kode dan norma kebahasaan indonesia. Sutardji sendiri
mengatakan puisinya mantra, alat bahasa yang ghaib. Dimana memungkinkan
manusia untuk menguasai dunia di luar batas kemampuannya. Namun juga tidak
berarti sajak Sutardji keluar sama sekali keluar dari konvensi bahasa. Sebab dalam
hal ini penyimpangan dan pemberontakkan hanya mungkin dalam relasi dan juga
kontras dengan apa yang disimpangi.

Secara garis besar unsur keindahan yang menonol dalam puisi ini adalah unsur
diksi yang tidak lazim dan berusaha membebaskan diri dari konvensi tata bahasa
yang lazim digunakan.

Anda mungkin juga menyukai