Anda di halaman 1dari 6

TEKNIK POSITIVE REINFORCEMENT UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU

DISIPLIN MASUK KELAS PADA ANAK DENGAN GANGGUAN DISABILITAS


INTELEKTUAL

Muthia Maharani
Yayasan Griya Anita
muthiasaajaa@gmail.com

Abstrak
Anak dengan gangguan Disabilitas Intelektual ditandai dengan kemunduran dalam fungsi intelektual
dan segala sesuatu yang berhubungan dengan akademis. Selain itu,terdapat kemuduruan dalam fungsi
sosial seperti membangun hubungan pertemanan dengan individu sebaya, serta bersosialisasi dengan
lingkungan. Pada kasus FDP, kemampuan dalam fungsi adaptasi terutama yang berhubungan dengan
manajemen sekolah masih memerlukan bantuan. Fokus pada perlaku tidak disiplin masuk kelas yang
disebabkan karena adanya pengabaian terhadap perilaku disiplin dan adanya pengkondisian akibat
makanan yang dijual di luar pagar sekolah mneyebabkan FDP memiliki perilaku tidak disiplin masuk
kelas. Metode Penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan desain one group pretes-post test.
Perialku disiplin masuk kelas menjadi variable dependen dan intervensi dengan Teknik positive
reinforcementmerupakan perlakuan yang diberikan kepada subyek dan menjadi variable independent. Hasil
yang didpatkan setelah diberikan perlakuan maka perilaku disiplin masuk kelas mengalami peningkatan.
Pada post test tercatat waktu diatas 15 menit yang diperlukan subyek untuk masuk kelas, dan setelah
diberikan perlakuan tercatat waktu kurang dari 15 menit.. Dengan pemberian positive reinforcement maka
subyek merasakan perilaku disiplin masuk kelas lebih dihargai sehingga subyek sedikit demi sedikit mulai
disiplin saat masuk kelas..
Kata Kunci: gangguan disabilitas intelektual, perilaku disiplin, positive reinforcement.

Orang-orang dengan gangguan intelektual secara Gangguan ini tidak diakibatkan oleh peristiwa
umum disebut retardasi mental, memiliki beberapa traumatis atau penyakit medis baru, dan hal tersebut harus
kesulitan dalam fungsi intelektual, yang berarti mereka ada dari tahun-tahun awal perkembangan kehidupan
memiliki permasalahan dalam beberapa aktivitas seperti pasien. Defisit dalam fungsi adaptif juga harus ada dalam
mengenali suara, menanam, berpikir abstrak dan setidaknya dua dari tiga lingkungan yang berbeda yaitu
penyelesaian masalah. Tingakatan untuk mereka yang sekolah, rumah, dan masyarakat. Keberhasilan pasien
memiliki gangguan ini, secara kasar disamakan dengan IQ dalam mengkoping dapat ditingkatkan (atau
dibawah 70. Disamping itu, dalam membuat diagnosis berkurang) melalui pendidikan, pelatihan, motivasi,
perlu diperhatikan juga kesulitan dalam fungsi adaptif kepribadian, dan dukungan dari anggota keluarga dan
yang dibagi menjadi tiga kelompok sebagai berikut : rekan penting, teman- teman lain dan pengasuh.
a. Konseptual. Hal ini termasuk fungsi eksekutif, Tergantung pada tingkat keparahan ID, banyak dari anak-
penalaran, memori, dan kemampuan akademik anak ini dapat menjalani kehidupan yang produktif dan
b. Sosial. Ini terdiri dari hubungan interpersonal, memuaskan. Meskipun mereka mulainya lebih lambat
regulasi emosi, komunikasi, empati, dan penilaian dari teman-teman mereka, sebagian besar akan mengalami
sosial. kenaikan. Dengan menunjukkan ini kepada keluarga dan
c. Praktis. Dengan ini kita memahami kemampuan pasien dapat membantu menempatkan ketakutan dan
yang disesuaikan usia- untuk mengelola aktivitas berharap ke dalam perspektif praktis. Selain gangguan
sehari-hari, mengorganisir tugas, dan memilih kognitif fungsional, anak-anak dengan ID mungkin
kegiatan rekreasi yang sesuai. memiliki tambahan perilaku bermasalah, termasuk agresi,
Fungsi intelektual yang rendah dapat mengakibatkan ketergantungan, impulsif, pasif, cedera diri, keras kepala,
cara berpikir yang terlalu sederhana, daya tangkap dan dan kerentanan frustrasi. Rentang perhatian yang rendah
daya ingatnya lemah, demikian pula dengan pengertian dan hiperaktivitas telah sering dicatat, karena memiliki
bahasa dan berhitungnya juga sangat lemah. Hal ini gejala yang berkaitan dengan mood seperti depresi dan
berpengaruh juga kepada perilaku adaptif penderita harga diri yang rendah. Antara sepertiga dan dua pertiga
retardasi mental (mengalami gangguan perilaku adaptif) dari individu dengan ID akan didiagnosis gangguan
yaitu kurang mampu untuk mandiri, kesulitan mental lainnya. Hal ini tidak jelas apakah ini gejala
menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitar, kurang perilaku dan emosional terutama konsekuensi dari ID
mempunyai tanggungjawab sosial dan budayanya, dan sindrom atau karena interaksi antara perkembangan
tingkah lakunya kekanak- kanakan (Gunarsa,2004) kognitif dan stres lingkungan misalnya, masalah yang
dihasilkan dari upaya untuk memenuhi harapan

Prosiding Seminar Nasional & Call Paper Muthia Maharani


Psikologi Pendidikan 2019 87
Fakultas Pendidikan Psikologi, Aula C1, 13 April 2019
Teknik positive reinforcement untuk meningkatkan perilaku disiplin ...

perkembangan dari anggota keluarga atau teman- perlakuan. Metode yang digunakan dalam
teman. Penyebab IDD termasuk kelainan genetik, pengumpulan data adalah wawancara dan observasi
kerusakan otak struktural, kesalahan metabolisme bawaan, disertai pemberian seperangkat alat tes. Wawancara
paparan racun (misalnya, paparan timbal dan sindrom diberikan pada subyek, guru, teman-teman dimana
alkohol pada janin), dan penyakit menular anak-anak. subyek sekolah dan keluarga subyek untuk
Beberapa individu mengalami lebih dari satu mengetahui keseharian dan riwayat kehidupan subyek.
penyebab; selama hampir sepertiga, tidak dapat Observasi digunakan untuk mengetahui perilaku subyek
diidentifikasi. Ketika penyebabnya tidak dapat ditemukan, baik selama di sekolah dan berada dirumah saat
adalah penting untuk mendukung penderita yang merasa berinteraksi dengan keluarga.
takut bahwa mereka akan disalahkan, mungkin sangat Tes psikologi yang diberikan kepada subyek adalah
membutuhkan penjelasan. Ketika anda memberi tes kecerdasan yaitu Stanford Binnet. Tes ini digunakan
informasi pada kerabat anda, ingatlah akan kondisi untuk mengetahui IQ, kemuduran intelektual serta
mereka yang berduka secara tersurat maupun tak kecenderungan kemampuan subyek dalam menyelesaikan
terungkapkan, karena ini bukan anak yang mereka permasalahan. Perlakuan yang diberikan adalah intervensi
impikan. Ketika masih muda, individu yang terkena menggunakan teknik positive reinforcement, diberikan
dampak (IQ sekitar 45-55), yang merupakan sekitar 10% pada subyek dengan gangguan IDD untuk meningkatkan
dari populasi dengan ID, biasanya belajar berbicara cukup perilaku disiplin masuk kelas.
baik untuk berkomunikasi kebutuhan dasar mereka; Adapun target intervensi adalah meningkatkan
beberapa akan mampu menahan percakapan sederhana. perilaku subyek untuk disiplin masuk kelas. Intervensi
Meskipun mereka dapat belajar sosial, pekerjaan terkait, yang digunakan untuk meningkatkan perilaku tertib
dan keterampilan perawatan diri dan dapat bekerja dalam masuk kelas pada subyek adalah dengan modifikasi
berbagai lokakarya terlindung, yang mereka mungkin perilaku. Salah satu teknik yang digunakan adalah dengan
tidak akan pernah hidup mandiri. Sejumlah 5% dari pasien pemberian reinforsmen positif. Pada penguatan
yang terkena dampak ID (IQ kira- kira di 20-40 kisaran). positif, stimulus yang dihadirkan atau yang muncul
Mereka dapat belajar untuk bicara, untuk melakukan setelah perilaku tersebut disebut reinforser positif.
pekerjaan sederhana dengan pengawasan yang tepat, dan (Penguat positif sering dipandang sebagai sesuatu yang
mungkin bahkan membaca beberapa kata. individu yang menyenangkan, diinginkan, atau berharga sehingga
yang terkena dampak paling parah dari semua (orang- seseorang akan berusaha mendapatkannya)
orang dengan mendalam ID) merupakan 1-2% dari semua (Miltenberger, 2008). Pemberian penguat positif ini
pasien. diberikan secara langsung ketika perilaku yang dinginkan
Pada kasus yang akan dibahas kali ini, merupakan muncul, hal ini disebut automatic positive reinforcement.
anak dengan retardasi mental atau Intelectual Deficit Berikut adalah penjabaran langkah intervensi yang
Disorder yang memiliki problem dengan pengaturan tugas dilakukan :
sekolah. Dimana anak sebagai subyek disini mengalami Sesi 1. Terapis bersama dengan subyek
kebiasaan untuk telat masuk kelas. Tepat waktu ketika mengidentifikasi bentuk penguatan positif yang
bel masuk berbunyi merupakan salah satu tugas dalam akan diberikan kepada subyek. Terapis melakukan
manajemen sekolah, dimana kebanyakan anak dengan dengan observasi dan menanyai subyek berbagai
IDD biasanya memiliki problem tersebut. Namun pada macam hal yang dilakukan di kelas, apa yang subyek
kasus subyek problem tersebut dapat diatasi dengan salah suka ketika berada di kelas serta apa yang tidak
satu teknik dalam modifikasi perilaku yaitu pemberian disukai. Subyek menyatakan kepada terapis bahwa
reinforcement positif. Teknik reinforcement positif, yaitu : subyek ingin belajar menulis dan diberikan
pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan pertanyaan oleh terapis. Selain itu, subyek juga
penguat atau reinforcement positif segera setelah tingkah menyatakan bahwa subyek sangat menyukai sedotan
laku yang diharapkan muncul adalah suatu cara yang dan lidi dalam jumlah yang banyak. Dari hal tersebut
ampuh untuk mengubah tingkah laku (Corey, 1999). maka, penguatan yang diberikan kepada subyek
adalah kartu huruf yang sekaligus dapat digunakan
METODE subyek untuk belajar mengenal huruf. Serta sedotan
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen, yang dapat digunakan subyek untuk belajar
dimana penelitian eksperimen merupakan metode berhitung.
penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh Sesi 2. Terapis melatih subyek tentang identifikasi bel
perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang masuk, bel istirahat dan bel masuk setelah istirahat.
terkendalikan. Desain eksperimen yang digunakan adalah Pada pagi hari, sebelum bel masuk berbunyi, subyek
one group pretest-posttes design, yaitu hanya ada satu telah berada didepan pagar sedang membeli kue.
kelompok yang diamati sebelum dan sesudah diberikan Pada saat itu, terapis memberikan pertanyaan

Prosiding Seminar Nasional & Call Paper Muthia Maharani


Psikologi Pendidikan 2019 88
Fakultas Pendidikan Psikologi, Aula C1, 13 April 2019
Teknik positive reinforcement untuk meningkatkan perilaku disiplin ...

kepada subyek ketika terdengar bunyi bel, maka apa Subyek menyatakan bahwa bel tersebut adalah waktu
yang harus dilakukan subyek. Subyek menyatakan istirahat dank lien ingin membeli kue seperti biasa.
ketika bunyi bel, maka harus masuk kelas. Terapis Ketika bel masuk berbunyi, subyek masih berada di
bersama subyek juga mengulangi bunyi bel, sehingga depan pagar. Subyek telah diingatkan oleh terapis
subyek terbiasa dengan kalimat pada bunyi bel. untuk masuk kelas, subyek juga menyatakan bahwa
Kegiatan tersebut diulangi pada saat istirahat. Ketika subyek harus masuk kelas. Namun subyek tetap
bel istirahat, subyek keluar kelas dan terapis bersikeras berada di depan pagar dan meminta
menanyakan kepada subyek bagaimana bunyi bel beberapa lidi milik penjual makanan. Subyek yang
ketika istirahat, subyek kemudian menyatakan bahwa sudah diberikan lidi, bertanya kepada terapis kenapa
ketika istirahat diberitahu oleh guru kelas untuk subyek harus masuk kelas. Maka terapis memberikan
istirahat dan teman- teman keluar kelas. Ketika pengertian bahwa subyek harus belajar dikelas untuk
berbunyi bel 5 menit sebelum masuk kelas, subyek menulis dan berhitung dengan kartu huruf dan lidi
diingatkan oleh terapis bahwa bel sudah berbunyi. yang telah di dapat. Subyek kemudian mau masuk ke
Maka dari itu, subyek harus segera bersiap masuk kelas didampingi terapis.
kelas. Terapis memberikan pujian kepada subyek Sesi 5. Terapis memberikan penguat berupa kartu huruf
setiap subyek berhasil mengidentifikasi bunyi bel dan ketika subyek mau masuk kleas saat bel masuk, baik
menjawab pertanyaan terapis dengan benar. saat istirahat dan pagi. Pada pagi hari, terapis
Sesi 3. Terapis memberikan penguat berupa kartu huruf mengawasi subyek saja. Ketika bunyi bel masuk
kepada subyek ketika subyek memunculkan perilaku berbunyi, subyek menghampiri terapis sambil
disiplin masuk kelas ketika bunyi bel masuk. Pagi membawa minuman. Subyek menyatakan bahwa bel
hari sebelum bel masuk berbunyi, terapis sudah berbunyi, tapi masih merasa haus sehingga dia
menghampiri subyek dan memberikan beberapa membeli minuman. Subyek berjalan mengajak terapis
pertanyaan tentang aktivitas subyek. Terapis untuk masuk kelas. Terapis memberikan pemahaman
kemudian memberikan pertanyaan kepada subyek kepada subyek bahwa minuman tersebut harus
apabila bunyi bel masuk maka subyek harus masuk dihabiskan sebelum masuk kelas. Subyek menyetujui
kelas. Pada saat bel masuk berbunyi, terapis kembali hal tersebut. Terapis memberikan kartu huruf kepada
mengingatkan subyek. Subyek mau masuk ke dalam subyek setelah minuman tersebut dihabiskan dan
kelas didampingi oleh terapis. Terapis memberikan subyek mau masuk kelas. Pada saat istirahat, terapis
kartu-kartu huruf kepada subyek sambil memberikan melakukan hal yang sama. Terapis hanya mengawasi
pertanyaan kepada subyek mengenai huruf yang ada subyek, namun subyek mau menghampiri terapis
di kartu tersebut. Ketika subyek berhasil menjawab dan bercerita dengan sendirinya mengenai
dengan benar maka terapis memberikan pujian aktivitasnya dalam kelas.
kepada subyek. Kegiatan tersebut diulangi ketika Sesi 6. Terapis memberikan penguat berupa sedotan
istirahat. warna warni kepada subyek, keika subyek masuk
Sesi 4. Terapis memberikan penguat kartu huruf kepada kelas saat bel berbunyi. Pada pagi hari saat subyek
subyek ketika subyek mau masuk kelas saat bel membeli kue di depan pagar sekolah, terapis
masuk berbunyi. Pagi hari terapis menghampiri mengawasi subyek dari jauh saja. Saat bel masuk
subyek untuk menanyakan aktivitas subyek. Terapis berbunyi, subyek masih berada di depan pagar
kemudian mengingatkan subyek ketika bunyi bel dan mengobrol dengan penjual kue. Terapis
masuk berbunyi maka subyek harus masuk ke kelas. menghampiri subyek dan mengingatkan subyek
Subyek menceritakan tentang kegemarannya bahwa bel telah berbunyi maka subyek harus masuk
membeli kue yang di depan pagar sekolah. Ketika bel kelas. Subyek kemudian melihat sekeliling bahwa
masuk berbunyi, terapis mengingatkan kepada teman-teman subyek telah masuk ke kelas. Subyek
subyek. Subyek merespon dengan mengatakan kemudian berjalan masuk ke kelas didampingi oleh
bahwa itu adalah bel masuk, subyek kemudian terapis. Terapis memberikan beberapa sedotan warna-
mengambil tas dan berjalan masuk kelas didampingi warni kepada subyek. Terapis juga meminta subyek
oleh terapis. Terapis memberikan pujian dan untuk menghitung jumlah sedotan tersebut.
memberikan kartu huruf sambil menanyai subyek Sesi 7. Pemberian sedotan warna-warni ketika subyek
huruf apa yang ada di gambar kartu tersebut. masuk kelas saat bel masuk berbunyi. Kegiatan ini
Kegiatan tersebut diulangi ketika waktu istirahat. merupakan pengulangan dari kegiatan sebelumnya
Ketika istirahat, subyek menghampiri terapis dan dimana subyek diberikan penguat berupa sedotan
menceritakan ketika di kelas subyek mendengar untuk belajar berhitung. Kegiatan ini dilakukan ada
bunyi bel dan terkaget. Terapis memberikan saat pagi hari dan istirahat. Terapis mengahmpiri
pertanyaan bel tersebut menandakan waktu apa. subyek saat pagi hari untuk mengingatkan subyek

Prosiding Seminar Nasional & Call Paper Muthia Maharani


Psikologi Pendidikan 2019 89
Fakultas Pendidikan Psikologi, Aula C1, 13 April 2019
Teknik positive reinforcement untuk meningkatkan perilaku disiplin ...

apabila terdengar bunyi bel, maka subyek segera berbunyi. Subyek yang pada saat itu masih di pagar
masuk kelas untuk belajar. Subyek merespon dengan sekolah mau masuk kelas setelah diperingatkan
baik dan menyebutkan kembali perkataan terapis beberapa kali oleh ibu-ibu wali murid yang lain.
yaitu jika terdengar bunyi bel maka subyek harus Terapis memberitahukan kepada guru kelas agar terus
masuk kelas. Subyek juga mengatakan bahwa masuk memotivasi subyek belajar di kelas. Subyek
kelas untuk belajar dan subyek menjadi pintar. Saat kemudian masuk kelas dengan ditunggu oleh guru
masuk kelas, subyek masih perlu didampingi untuk kelasnya.
diberikan motivasi belajar. Hal tersebut diulangi
kembali saat istirahat, dimana subyek secara HASIL DAN PEMBAHASAN
spontan mengatakan pada terapis jika subyek Hasil
mendengar bunyi bel dan tandanya subyek istirahat. Berdasarkan intervensi yang telah dilakukan terjadi
Pada saat waktu istirahat kurang 5 menit, terapis beberapa perubahan diantaranya adalah subyek yang
menghampiri subyek dan menanyakan kepada subyek semula lama masuk kelas menjadi segera masuk kelas
“apabila setelah ini terdengar bunyi bel maka subyek ketika bel berbunyi. Sebelum diberikan perlakuan oleh
harus melakukan apa?”. Subyek menjawab “aku terapis, ketika bel masuk berbunyi subyek hanya diam
harus masuk kelas”. Pada saat bel berbunyi subyek saja menunggu di depan pagar dan terus menunggui
kemudian masuk kelas bersama dengan terapis. penjual makanan hingga mereka pergi. Pada awal sesi
Disaat pulang sekolah, terapis memberikan sedotan berlangusng, subyek mulai mengenali bunyi bel masuk,
warna-warni kepada subyek sebagai hadiah. bel istirahat, dan bel pulang. Subyek mulai memahami
Sesi 8. Pemberian sedotan warna-warni ketika subyek ketika bunyi bel masuk maka subyek harus masuk, ketika
masuk kelas saat bel masuk berbunyi. Kegiatan ini ada bunyi istirahat maka subyek harus istirahat dan ketika
merupakan pengulangan dari kegiatan sebelumnya bel peringatan istirahat kurang 5 menit subyek harus
dimana subyek diberikan penguat berupa sedotan segera menyelesaikan istirahatnya. Pada saat subyek
untuk belajar berhitung. Kegiatan ini dilakukan ada mulai mempraktekkan perilaku sesuai dengan bunyi bel,
saat pagi hari dan istirahat. Pada pagi hari, terapis di awal masih memerlukan bantuan dari terapis
menghampiri subyek yang sedang duduk di kantin dengan waktu yang cukup panjang. Terapis mencoba
sekolah. terais menanyakan aktivitas subyek pada untuk membuat subyek mandiri dengan hanya mengamati
pagi hari. Subyek menyatakan bahwa pagi hari perilaku subyek ketika bunyi bel. Namun, perilaku subyek
subyek mandi dan berangkat sekolah dengan mobil masuk kelas ketika mendengar bel masih perlu untuk
jemputan sekolah. subyek menanyakan kepada terapis diingatkan, sehingga perilaku ini tidak dapat berlangsung
apabila nanti bunyi bel maka subyek harus masuk lama tanpa adanya dukungan sosial yang baik.
kelas, tapi subyek baru mau masuk kelas setelah Tabel 1. Perubahan Sebelum dan Sesudah Intervensi
menghabiskan makanan yang dibawa dari rumah. Sebelum Sesudah
Pada saat bel sekolah berbunyi, terapis mengingatkan Subyek masuk kelas lebih Subyek masuk kelas sesuai
dari 15menit setelah bel denganbunyi bel
subyek jika bel telah berbunyi sehingga subyek harus
masuk kelas. Subyek yang masih menghabiskan
Pembahasan
makanannya menunda masuk kelas karena ingin
Dari hasil terapi dapat diketahui bahwa pemberian
menghabiskan makanannya. Setelah makanan habis,
penguat positif dapat membentuk perilaku yang
terapis kemudian mengingatkan subyek kembali
diinginkan. Penguatan mengacu pada bentuk penguatan
untuk masuk kelas dengan memberikan motivasi
yang dimunculkan secara kontinyu setelah terjadinya
kepada subyek untuk belajar di dalam kelas.
perilaku yang diinginkan (Swapnha dan Sudir, 2016).
Sesi 9. Follow up 1. Mengevaluasi perkembangan subyek
Pada anak dengan gangguan retardasi mental bentuk
dalam memunculkan perilaku tertib masuk kelas.
terapi ini efektif untuk membentuk perilaku yang lebih
Dari hasil keseluruhan rangkaian terapi, terapis
positif. Pada kasus FDP, kemampuan subyek dalam
mengatakan kepada subyek bahwa subyek sudah
mengorganisasi keperluan sekolah seperti mengikuti
berhasil lancar masuk kelas ketika bunyi bel masuk.
peraturan sekolah, mematuhi jadwal yang telah diberikan
Terapis meminta bantuan kepada ibu-ibu yang ada di
serta menyiapkan keperluan sekolah merupakan beberapa
kantin untuk mengingatkan subyek apabila bel masuk
ketrampilan yang perlu diajarkan. FDP yang semula tidak
berbunyi. Subyek masuk kelas dengan diingatkan
mau masuk kelas walaupun bel masuk telah berbunyi,
oleh ibu-ibu.
perlahan-lahan mulai belajar untuk mau menikuti bunyi
Sesi 10. Follow up 2. Evaluasi perilaku subyek setelah
bel tersebut. FDP mulai memahami maksud dari setiap bel
dilakukan intervensi serta pemberian informasi
yang berbunyi dan terus dilatih akan hal tersebut hingga
kepada guru kelas. Pada follow up yang kedua, terapis
lama kelamaan, mulai hafal maksud bel tersebut berbunyi.
mengamatisubyek dari kejauhan pada saat bel masuk
Dengan pemberian penguatan positif, anak merasa
Prosiding Seminar Nasional & Call Paper Muthia Maharani
Psikologi Pendidikan 2019 90
Fakultas Pendidikan Psikologi, Aula C1, 13 April 2019
Teknik positive reinforcement untuk meningkatkan perilaku disiplin ...

dihargai dan akan terus berusaha belajar mewujudkan disabilitas intelektual yang tampaknya lebih menyukai
perilaku yang akan dibentuk sehingga mendapatkan bantuan nyata daripada bantuan sosial, yaitu, mereka lebih
penguat berupa hal-hal yang disukai oleh anak. memilih barang-barang yang sebenarnya untuk
Pemberian penguatan dan tugas pada anak diberikan penghargaan daripada pujian verbal.
secara berulang-ulang hingga anak mulai hafal dan PENUTUP
memahami mengenai tugas yang diberikan. Dalam hal ini Simpulan
sesuai dengan pernyataan Soetjiningsih dan Ranuh (1995), Berdasarkan hasil intervensi dengan menggunakan
retardasi mental ditandai oleh intelegensi yang rendah, positive reinforcement, telah berhasil meningkatkan
sehingga kalau diberikan perintah haruslah selalu diulang- perilaku disiplin anak dengan gangguan disabilitas
ulang agar dapat mengikuti, dan apabila ada kesalahan intelektual. Anak yang semula tidak disiplin masuk kelas,
tetap harus diberitahukan dan diajari kembali berulang- dalam hal ini selalu terlambat sedikit demi sedikit mulai
ulang agar bisa betul dalam berperilaku. Penguatan positif mengalami perubahan setelah mendengarkan bunyi bel
untuk membentuk perilaku yang berhubungan dengan anak mulai berjalan masuk kelas. Namun dalam
sekolah penting diberikan terutama untuk anak dengan penerapan intervensi ini, anak masih memerlukan bantuan
gangguan ketidakmampuan intelektual. Dalam hal ini dari lingkungan untuk mengingatkan dan memotivasi
pemberian penguatan positif dapat membantu anak untuk anak memunculkan perilaku disiplin.
mendapatkan pengalaman yang lebih menyenangkan
ketika sekolah sehingga anak mulai belajar menunjukkan Saran
perilaku yang lebih adaptif terhadap tugas-tugas yang ada Dalam pemberian positive reinforcementperlu
di sekolah (May dan Howe,2013). diperhatikan mengenai bentuk reinforcement positif yang
Dengan penggunaan reinforcement positive, perilaku akan diterima subyek. Bentuk positive reinforcement
anak dengan sederhana dapat dikondisikan sehingga berupa benda memang lebih mudah diterima oleh subyek
terjadi perubahan menjadi perilaku yang diinginkan. Anak IDD, namun hal tersebut juga perlu diwaspadai
dengan IDD juga lebih mudah belajar membentuk pemberiannya karena akan menimbulkan
perilaku yang baru dengan penggunaan reinforcement ketergantungan pada subyek terhadap reinforcement
positif. Selain itu dengan bentuk penguatan positif tersebut. Setelah muncul perilaku yang diinginkan, subyek
menjadikan siswa lebih termotivasi untuk mebentuk terus berharap diberikan positive reinforcement untuk
perilaku baru untuk mendapatkan reward yang setiap perilaku positif yang dinginkan. Sehingga dalam
diinginkan. Bentuk penguatan positif tersebut dapat hal ini waktu dan penggunaan positive reinforcement
meningkatkan motivasi anak dalam berperilaku. Simonsen perlu diperhatikan. Misalkan dengan meberikan sedotan
dkk. (2008) juga percaya bahwa menggunakan strategi warna warni, subyek dilatih juga untuk menggunting atau
penguatan untuk mengatasi perilaku tertentu atau untuk membuat kerajinan dari sedotan sehingga subyek lebih
memotivasi siswa dapat menjadi cara yang sederhana mengetahui manfaat lain dari sedotan selain untuk belajar
dan efektif untuk re-energize siswa. dan bermain.
Pada kasus subyek FDP, bentuk positive
reinforcementyang lebih efektif untuk merubah perilaku
DAFTAR PUSTAKA
subyek adalah bentuk penguatan berupa benda. Subyek
merasa bentuk benda yang lebih nyata dapat lebih mudah Adibsereshki, Narges & Jalil Abkenar, Somaye &
dipahami dan disukai anak karena wujudnya konkrit dan Ashori, Mohammad & Mirzamani, Mahmood. (2014).
dapat dipegang. Sedangkan reward dalam bentuk pujian The effectiveness of using reinforcements in the
masih merupakan kata-kata abstrak sehingga anak classroom on the academic achievement of students
memerlukan penjelasan lebih lanjut untuk memahami with intellectual disabilities. Journal of intellectual
disabilities : JOID. 19. 10.1177/1744629514559313.
maksud dari pujian tersebut. Selain itu, figure tertentu
yang telah dipercaya oleh anak akan memberikan American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic
pengaruh terhadap pemberian penguat. Seperti misalnya and Statistical Manual of. Mental Disorder Edition
(DSM-V). Washington : American Psychiatric
adalah guru, terapis maupun orang yang telah akrab
Publishing
seperti teman sekelas akan lebih efektif untuk emberikan
penguat daripada orang lain yang jarang berinteraksi Corey, G. (1999). Teori dan Praktek “Konseling dan
dengan anak. Adibsereshki (2014), menyatakan bahwa Psikoterapi”. Refika Aditama. Bandung.
salah satu karakteristik penguat adalah ketenaran Gunarsa, S. (2004). Dari Anak sampai Usia Lanjut
mereka atau tingkat di mana seseorang lebih “Bunga Rampai Psikologi Perkembangan”. BPK
menyukai penguatan; oleh karena itu, para guru harus Gunung Mulia. Jakarta
memperhatikan untuk aktifkan para siswa yang lebih dulu. May, Michael & P. Howe, Abigail. (2013). Evaluating
Saat ini mereka belajar tentang anak-anak penyandang Competing Reinforcement Contingencies on Off-Task
Behavior in a Preschooler with Intellectual Disability:
Prosiding Seminar Nasional & Call Paper Muthia Maharani
Psikologi Pendidikan 2019 91
Fakultas Pendidikan Psikologi, Aula C1, 13 April 2019
Teknik positive reinforcement untuk meningkatkan perilaku disiplin ...

A Data-Based Case Study. Education and Treatment


of Children. 36. 97-109. 10.1353/etc.2013.0000.
Miltenberger, Raymond G. 2008. Behavior Modification.
Florida, Wadsworth
Nevid, Jeffrey S dkk. 2003. Psikologi Abnormal Edisi
Kelima Jilid 1. Erlangga: Jakarta
Simonsen, B., Fairbanks, S., Briesch, A., Myers, D., &
Sugai, G. (2008). Evidence- based practices in
classroom management: Considerations for research
to practice. Education and Treatment of Children, 31,
351– 380
Soetjiningsih, & Gde Ranuh,.IG.N. (1995). Tumbuh
Kembang Anak. EGC. Jakarta
Swapna.K.S *&Dr.M.A.Sudhir. 2016. Behaviour
Modification for Intellectually Disabled Students.
IOSR Journal Of Humanities And Social Science
(IOSR- JHSS) Volume 21, Issue 2, Ver. VIII (Feb.
2016) PP 35.

Prosiding Seminar Nasional & Call Paper Muthia Maharani


Psikologi Pendidikan 2019 92
Fakultas Pendidikan Psikologi, Aula C1, 13 April 2019

Anda mungkin juga menyukai