Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH GADAR 2

“ MULTIPLE ORGAN DYSFUNGTION SYNDROME (MODS) “

OLEH :

FERJINIA SAIRLAY

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NUSANTARA KUPANG

2021
KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati kami panjatkan puji dan syukur kehadirat TUHAN
YANG MAHA ESA, karena atas kasih dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul ” MULTIPLE ORGAN DYSFUNGTION SYNDROME
(MODS) Saya sadar bahwa masih banyak sekali kekurangan dalam makalah ini, maka
saya mengharapkan kritik dan saran serta masukan yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ibu Anna Mariance Taeteti, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Dosen
mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat yang sudah memberikan tugas Ets. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Kupang, 11 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...........................................................................................................i


KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan ...............................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian .........................................................................................................6
2.2 Etiologi .............................................................................................................6
2.3 Manifestasi Klinis .............................................................................................6
2.4 Patofisiologi.......................................................................................................7
2.5 Mekanisme Mods .............................................................................................8
2.6 Pencegahan Mods .............................................................................................14
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
BAB 3 Penutup
3.1 Kesimpulan........................................................................................................16
3.2 Saran ..................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................18
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sindrom Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS)
sebelumnya lebih dikenal dengan Multiple Organ Failure (MOF) atau
Multisystem Organ Failure (MSOF) didefinisikan sebagai adanya
penurunan fungsi organ pada pasien dengan penyakit akut yang
menyebabkan ketidakmampuan untuk mempertahankan homeostasis
tanpa intervensi, biasanya melibatkan dua atau lebih sistem organ.
MODS memiliki angka kematian yang tinggi, dan pada sebagian
besar pasien dukungan hidup tidak akan meningkatkan harapan
hidup melainkan memperpanjang proses kematian dan menghabiskan
biaya perawatan di ruang ICU.
Kegagalan multi organ terus menjadi penyebab kematian lanjut
setelah cedera.Kegagalan multi organ juga menjadi penyebab terbanyak
mortalitas di unit terapi intensif setelah penyakit medis katastrofik mayor
dan komplikasi bedah. Patogenesis darisindrom ini masih belum dapat
dimengerti sepenuhnya, tapi cenderung berkaitan dengan sejumlah
kombinasi dari respon inflamasi disregulasi, maldistribusi aliran darah,
cederaiskemia-reperfusi dan disregulasi fungsi imun.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu MODS?
2. ASKEP dari Multi Organ Disfungsi Syndrom

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa itu MODS?
2. Mengetahui ASKEP dari Multi Organ Disfungsi Syndrom
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Sindroma Disfungsi Organ Multipel (Multiplle Organ Dysfunction
Syndrome/MODS) didefinisikan sebagai adanya fungsi organ yang berubah
(melibatkan ≥ 2 sistem organ) pada pasien yang sakit akut, sehingga homeostasis
tidak dapat dipertahankan lagi tanpa intervensi (Smeltzer, 2001).
Multi Organ Disfungsi System (MODS), sebelumnya dikenal sebagai
kegagalan organ multiple (MOF) atau kegagalan organ multi system (MSOF),
diubah organ fungsi pada pasien akut yang membutuhkan medis, intervensi untuk
mencapai homeostatis. Penggunaan “kegagalan organ multiple” atau “kegagalan
organ multi system” harus dihindari karena frase yang didasarkan pada parameter
fisiologis untuk menentukan apakah atau tidak organ tertentu yang gagal (Hamric
& Spross, 2010).

2.2 Etiologi
Kejadian MODS sebagian besar disebabkan oleh infeksi. Penyebab lain adalah
trauma dan proses inflamasi non-infeksi, seperti :
1. Infeksi (bakteri, virus)
2. Trauma (trauma multiple, pasca operasi, heat injury, iskemia visceral)
3. Inflamasi (HIV, eklamsia, gagal hati, tranfusi masif)
4. Non infeksi (reaksi obat, reaksi tranfusi) (Hamric & Spross, 2010).
Sedangkan faktor predisposisi terjadinya MODS menurut temuan dari sistem
skoring APACHE II adalah :

a. Umur lebih dari 65 tahun,


b. Defisit persisten oxygen delivery setelah resusitasi pada kondisi shock
akibat gangguan sirkulasi,
c. Jaringan mati, trauma berat, operasi mayor,
d. Gagal hati yang telah ada sebelumnya (Guntur, 2007).
2.3 Manifestasi Klinis
 Sirkulasi
1. Bradikardi, denyut jantung < 50 permenit
2. Hipotensi, tekanan arteri rata-rata < 50 mmHg permenit
3. Ventrikel takikardi atau fibrilasi
4. Metabolik asidosis (pH < 7,2)
 Gangguan Respirasi:
a. Frekuensi nafas permenit <5 atau >40
b. Hiperkapni
c. Hipoksemia
 Gangguan Ginjal
a. Output urine <400 cc/24 jam
b. Kreatinin serum > 150 mmol/l
 Gangguan Hematologi
a. Leukopenia <1000 sel/mm3
b. Trombositopeni <20.000/mm3
c. Bukti adanya koagulasi intravaskuler diseminata
 Gangguan Hepar
a. Defek koagulasi
b. Peninggian enzim hepar
 Gangguan Gastrointestinal
a. Ileus paralitik
b. Gastroparesis
c. perdarahan
 Gagal Neurologis : GCS < 6 (Smeltzer, 2001).

2.4 Patofisiologi
Akibat dari jejas local atau infeksi, mediator-mediator proinflamasi dilepaskan
untuk melawan antigen-antigen asing dan mempercepat penyembuhan luka.
Kemudian akan diikuti pelepasan mediator-mediator anti-inflamasi untuk
meregulasi proses ini. Homeostasis dicapai dan pasien sembuh. Bila jejas patologis
berat, dan mekanisme pertahanan lokasi tidak berhasil mengatasinya, maka
mediator-mediator inflamasi akan masuk ke dalam sirkulasi sistemik dan merekrut
leukosit-leukosit baru di daerah inflamasi. Terjadilah respons terhadap stress di
seluruh tubuh. Sekali lagi, mediator-mediator anti-inflamasi dilepaskan ke dalam
sirkulasi sistemik untuk memperbaiki kaskade proinflamasi sehingga tercapai
kembali homeostasis.
Bila respon proinflamasi sistemik yang terjadi sifatnya berat, atau bila respon
anti-inflamasi sebagai kompensasinya tidak adekuat sehingga gagal meregulasi
respons proinflamasi, terjadilah ketidakseimbangan dengan predominan respons
proinflamasi. Pada keadaan ini didapat tanda-tanda SIRS, dan mulai didapat
ancaman terjadinya disfungsi organ. Sebaliknya, bila terjadi predominansi respon
anti inflamasi, dengan akibat alergi dan imunosupresi, keadaan ini dinamakan
compensatory antiinflamatory response syndrome disingkat CARS, kelangsungan
hidup bergantung pada tercapainya homeostasis. Bila homeostasis tidak berhasil
dicapai, sampailah pada fase terakhir proses patogenik ini, immunological
dissonance.
2.5 Mekanisme Mods
Disfungsi progresif dari sistem organ yang menjadi karakteristik dari
MODS pada umumnya mengikuti urutan yang dijabarkan pada SOFA yang
dirumuskan pada pertemuan konsensus The European Society of Intensive
Care Medicine (EISCM) menjadi 4 fase sebagai berikut :

1. Fase pertama : peningkatan kebutuhan volume dan alkalosis


respiratorik ringan yang diikuti dengan oliguria, hiperglikemia, dan
peningkatan kebutuhan insuliln.
2. Fase kedua : pasien menjadi takipnea, hipokapnia, dan hipoksemia,
kemudian berkembang menjadi disfungsi hati dan abnormalitas
hematologi
3. Fase ketiga : pasien jatuh ke dalam kondisi shock dengan azotemia dan
gangguan asam basa, dengan abnormalitas koagulasi yang signifikan
4. Fase keempat: pasien dengan vasopressor dependent dan oliguria atau
anuria, kemudian berkembang menjadi ischemic colitis dan asidosis
laktat

2.6 Pencegahan Mods


MODS merupakan sindrom yang harus diobati daripada komplikasi
yang harus dicegah. Faktor Iatrogenik, atau prosesnya dapat diterima
oleh gambaran intervensi profilaksis secara mencolok dalam ekspresi
sindrom ini. Karena sindrom ini hampir selalu timbul setelah pengaktifan
respons inflamasi inang, MODS dapat dianggap sebagai konsekuensi
maladaptif dari peradangan akut, setara sistemik fungsi laesa, atau hilangnya
fungsi, tanda kardinal peradangan lokal yang akut. Namun, sampai saat ini,
intervensi yang ditargetkan pada respons inflamasi inang belum terbukti
efektif dalam mencegah MODS atau meminimalkan evolusinya. Pendekatan
sederhana lainnya lebih menjanjikan.
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MULTI ORGAN


DISFUNGSI SINDROM ( MODS )

A. Pengkajian
Identitas pasien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal
masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medik, rencana terapi
1) Keluhan utama/alasan masuk RS: adanya Sepsis
2) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan keluarga
3) Pola Fungsi Kesehatan:
a. Aktivitas & Istirahat
Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan Insomnia
b. Sirkulasi
Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary,
fenomena embolik (darah, udara, lemak)
Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya
hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock).
c. Heart rate : takikardi biasa terjadi
d. Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat
terjadi
e. Disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal
f. Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi
(stadium lanjut)
g. Integritas Ego
Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian
Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.
h. Makanan/Cairan
Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea
Obyektif : Formasi edema/perubahan berat badan Hilang/melemahnya
bowel sounds
i. Neurosensori
Suby./Oby. : Gejala truma kepala Kelambanan mental, disfungsi motorik
j. Respirasi
Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal diffuse
k. Kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”
Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting Peningkatan kerja nafas ;
penggunaan otot bantu pernafasan seperti retraksi intercostal atau
substernal, nasal flaring, meskipun kadar oksigen tinggi.
l. Suara nafas : biasanya normal, mungkin pula terjadi crakles, ronchi, dan
suara nafas bronchial
m. Perkusi dada : Dull diatas area konsolidasi Penurunan dan tidak
seimbangnya ekpansi dada
n. Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada yang ditemukan dengan
cara palpasi. Sputum encer, berbusa Pallor atau cyanosis Penurunan
kesadaran, confusion
o. Rasa aman
Subyektif : Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis, transfusi darah,
episode anaplastik
p. Seksualitas
Suby./Oby. : Riwayat kehamilan dengan komplikasi eklampsia
q. Kebutuhan belajar
Subyektif : Riwayat ingesti obat/overdosis\ Discharge Plan :
Ketergantungan sebagai efek dari kerusakan pulmonal, mungkin
membutuhkan asisten saat bepergian, shopping, self-care.
4) Study Diagnostik
a. Chest X-Ray
b. ABGs/Analisa gas darah
c. Pulmonary Function Test
d. Shunt Measurement (Qs/Qt)
e. Alveolar-Arterial Gradient (A-a gradient)
f. Lactic Acid Level

B. Diagnosa Keperawatan
1) Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas,
peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan
: dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau
tanpa sputum, cyanosis.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi,
penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan
alveoli ditandai dengan : takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan,
cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient.
3) Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan penggunaan deuritik,
ke-luaran cairan kompartemental
4) Resiko tinggi kelebihan volome cairan berhubungan dengan edema pulmonal
non Kardia.
5) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik vena dan
penurunan curah jantung,edema,hipotensi.
6) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak
adekuat,pening katan sekresi,penurunan kemampuan untuk oksigenasi dengan
adekuat atau kelelahan.
7) Cemas/takut berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan , perubahan status
kesehatan, takut mati, faktor fisiologi (efek hipoksemia) ditandai oleh
mengekspresikan masalah yang sedang dialami, tensi meningkat, dan merasa
8) Defisit pengetahuan , mengenai kondisi , terafi yang dibutuhkan berhubungan
dengan kurang informasi, salah presepsi dari informasi yang ditandai dengan
mengajukan pertanyaan , menyatakan masalahnya.
C. Rencana Keperawatan
Dx 1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas,
peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan :
dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa
sputum, cyanosis.
Tujuan :
1. Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan
ronchi (-)
 Pasien bebas dari dispneu
 Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
 Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas
Intervensi :
Independen
1) Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya
R/ Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat meningkatkan usaha
dalam bernafas
2) Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitus
R/ Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan adanya
cairan dapat meningkatkan fremitus
3) Catat karakteristik dari suara nafas
R/ Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo
branchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari saluran
nafas
4) Catat karakteristik dari batuk
R/ Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan
etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal
dan purulent
5) Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila
perlu
R/ Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten
6) Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan
suction bila ada indikasi
R/ Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi perkembangan
atelektasis dan infeksi paru
7) Peningkatan oral intake jika memungkinkan
R/ Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum
Kolaboratif
1) Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi
R/ Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen
2) Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi
R/ Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan sekret
3) Berikan fisiotherapi dada misalnya : postural drainase, perkusi dada/vibrasi jika
ada indikasi
R/ Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi penggunaan otot-
otot pernafasan
4) Berikan bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan mukolitik
R/ Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas sekret
dan meningkatkan ventilasi

Dx 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi,


penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan
alveoli ditandai dengan : takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis,
perubahan ABGs, dan A-a Gradient.
Tujuan :
Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan nilai
ABGs normal Bebas dari gejala distress pernafasan
Intervensi :
Independen
1) Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola nafas
R/ Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan
usaha nafas
2) Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti crakles,
dan wheezing
R/ Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi
karena peningkatan cairan di permukaan jaringan yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas membran alveoli – kapiler. Wheezing terjadi karena
bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas
3) Kaji adanya cyanosis
R/ Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum
cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi
adanya hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku dan ekstremitas
adalah vasokontriksi.
4) Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan ketidakmampuan beristirahat
R/ Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari miokardium
5) Berikan istirahat yang cukup dan nyaman
R/ Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen

Kolaboratif

1) Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada indikasi


R/ Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan tekanan
yang sesuai
2) Berikan pencegahan IPPB
R/ Peningkatan ekspansi paru meningkatkan oksigenasi
3) Review X-ray dada
R/ Memperlihatkan kongesti paru yang progresif
4) Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik, bronchodilator
dan ekspektorant
R/ Untuk mencegah ARDS
Dx 3 Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan penggunaan deuritik,
keluaran cairan kompartemental

Tujuan :

Pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan tanda tekanan darah,
berat badan, urine output pada batas normal.

Intervensi :

Independen

Monitor vital signs seperti tekanan darah, heart rate, denyut nadi (jumlah dan volume)

R/ Berkurangnya volume/keluarnya cairan dapat meningkatkan heart rate, menurunkan


tekanan darah, dan volume denyut nadi menurun.

Amati perubahan kesadaran, turgor kulit, kelembaban membran mukosa dan karakter
sputum

R/ Penurunan cardiac output mempengaruhi perfusi/fungsi cerebral. Deficit cairan dapat


diidentifikasi dengan penurunan turgor kulit, membran mukosa kering, sekret kental.

Hitung intake, output dan balance cairan. Amati “insesible loss”

R/ Memberikan informasi tentang status cairan. Keseimbangan cairan negatif


merupakan indikasi terjadinya deficit cairan.

Timbang berat badan setiap hari

R/ Perubahan yang drastis merupakan tanda penurunan total body water

Kolaboratif

Berikan cairan IV dengan observasi ketat

R/ Mempertahankan/memperbaiki volume sirkulasi dan tekanan osmotik. Meskipun


cairan mengalami deficit, pemberian cairan IV dapat meningkatkan kongesti paru yang
dapat merusak fungsi respirasi
Monitor/berikan penggantian elektrolit sesuai indikasi

R/ Elektrolit khususnya pottasium dan sodium dapat berkurang sebagai efek therapi
deuritik.

Dx 4. Cemas/takut berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan , perubahan status


kesehatan, takut mati, faktor fisiologi (efek hipoksemia) ditandai oleh mengekspresikan
masalah yang sedang dialami, tensi meningkat, dan merasa tidak berdaya, ketakutan,
gelisah.

Tujuan :

Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemasnya secara verbal

Mengakui dan mau mendiskusikan ketakutannya, rileks dan rasa cemasnya mulai
berkurang

Mampu menanggulangi, mampu menggunakan sumber-sumber pendukung untuk


memecahkan masalah yang dialaminya.

Intervensi :

Independen:

Observasi peningkatan pernafasan, agitasi, kegelisahan dan kestabilan emosi.

R/ Hipoksemia dapat menyebabkan kecemasan.

Pertahankan lingkungan yang tenang dengan meminimalkan stimulasi. Usahakan


perawatan dan prosedur tidak menggaggu waktu istirahat.

R/ Cemas berkurang oleh meningkatkan relaksasi dan pengawetan energi yang


digunakan.

Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi.


R/ Memberi kesempatan untuk pasien untuk mengendalikan kecemasannya dan
merasakan sendiri dari pengontrolannya.

Identifikasi persepsi pasien dari pengobatan yang dilakukan

Dorong pasien untuk mengekspresikan kecemasannya.

R/ Langkah awal dalam mengendalikan perasaan-perasaan yang teridentifikasi dan


terekspresi.

Membantu menerima situsi dan hal tersebut harus ditanggulanginya.

R Menerima stress yang sedang dialami tanpa denial, bahwa segalanya akan menjadi
lebih baik.

Sediakan informasi tentang keadaan yang sedang dialaminya.

R/ Menolong pasien untuk menerima apa yang sedang terjadi dan dapat mengurangi
kecemasan/ketakutan apa yang tidak diketahuinya. Penentraman hati yang palsu tidak
menolong sebab tidak ada perawat maupun pasien tahu hasil akhir dari permasalahan
itu.

Identifikasi tehnik pasien yang digunakan sebelumnya untuk menanggulangi rasa


cemas.

R/ Kemampuan yang dimiliki pasien akan meningkatkan sistem pengontrolan terhadap


kecemasannya

Kolaboratif

1. Memberikan sedative sesuai indikasi dan monitor efek yang merugikan.

R/ Mungkin dibutuhkan untuk menolong dalam mengontrol kecemasan dan


meningkatkan istirahat. Bagaimanapun juga efek samping seperti depresi pernafasan
mungkin batas atau kontraindikasi penggunaan.
Dx 5. Defisit pengetahuan , mengenai kondisi , terafi yang dibutuhkan berhubungan
dengan kurang informasi, salah presepsi dari informasi yang ditandai dengan
mengajukan pertanyaan , menyatakan masalahnya.

Tujuan :

Pasien dapat menerangkan hubungan antara proses penyakit dan terafi

Menjelaskan secara verbal diet, pengobatan dan cara beraktivitas

Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang membutuhkan perhatian medis

Memformulasikan rencana untuk follow –up

Intervensi :

Independen

Berikan pembelajaran dari apa yang dibutuhkan pasien. Berikan informasi dengan jelas
dan dimengerti. Kaji potensial untuk kerjasama dengan cara pengobatan di rumah.
Meliputi hal yang dianjurkan.

R/ Penyembuhan dari gagal nafas mungkin memerlukan perhatian, konsentrasi dan


energi untuk menerima informasi baru. Ini meliputi tentang proses penyakit yang akan
menjadi berat atau yang sedang mengalami penyembuhan.

Sediakan informasi masalah penyebab dari penyakit yang sedang dialami pasien.

R/ ARDS adalah sebuah komplikasi dari penyakit lain, bukan merupakan diagnosa
primer. Pasien sering bingung oleh perkembangan itu, dalam k esehatan sistem respirasi
sebelumnya.

Instruksikan tindakan pencegahan, jika dibutuhkan. Diskusikan cara menghindari


overexertion dan perlunya mempertahankan pola istirahat yang periodik. Hindari
lingkungan yang dingin dan orang-orang terinfeksi.
R/ Pencegahan perlu dilakukan selama tahap penyembuhan. Hindari faktor yang
disebabkan oleh lingkungan seperti merokok. Reaksi alergi atau infeksi yang mungkin
terjadi untuk mencegah komplikasi berikutnya.

Sediakan informasi baik secara verbal atau tulisan mengenai pengobatan misalnya:
tujuan, efek samping, cara pemberian , dosis dan kapan diberikan

R/ Merupakan instruksi bagi pasien untuk keamanan pengobatan dan cara-cara


pengobatan dapat diikutinya.

Kaji kembali konseling tentang nutrisi ; kebutuhan makanan tinggi kalori

R/ Pasien dengan masalah respirasi yang berat biasanya kehilangan berat-badan dan
anoreksia sehingga kebutuhan nutrisi meningkat untuk penyembuhan.

Bimbing dalam melakukan aktivitas.

R/ Pasien harus menghindari kelelahan dan menyelingi waktu istirahat dengan aktivitas
dengan tujuan meningkatkan stamina dan cegah hal yang membutuhkan oksigen yang
banyak

Demonstrasikan teknik adaptasi pernafasan dan cara untuk menghemat energi selama
aktivitas.

R/ Kondisi yang lemah mungkin membuat kesulitan untuk pasien mengatur aktivitas
yang sederhana.

Diskusikan follow-up care misalnya kunjungan dokter, test fungsi sistem pernafasan
dan tanda/gejala yang membutuhkan evaluasi/intervensi.

R/ Alasan mengerti dan butuh untuk follow up care sebaik dengan apa yang merupakan
kebutuhan untuk meningkatkan partisipasi pasien dalam hal medis dan mungkin
mempertinggi kerjasama dengan medis.

Kaji rencana untuk mengunjungi pasien seperti kunjungan perawat

R/ Mendukung selama periode penyembuhan


BAB 4

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Sindroma Disfungsi Organ Multipel (Multiplle Organ Dysfunction
Syndrome/MODS) didefinisikan sebagai adanya fungsi organ yang berubah
(melibatkan ≥ 2 sistem organ) pada pasien yang sakit akut, sehingga homeostasis
tidak dapat dipertahankan lagi tanpa intervensi.
Kejadian MODS sebagian besar disebabkan oleh infeksi. Penyebab lain
adalah trauma dan proses inflamasi non-infeksi, seperti :
1. Infeksi (bakteri, virus)
2. Trauma (trauma multiple, pasca operasi, heat injury, iskemia visceral)
3. Inflamasi (HIV, eklamsia, gagal hati, tranfusi masif)
4. Non infeksi (reaksi obat, reaksi tranfusi

Tanda gejala MODS dapat mengenai semua organ tubuh seperti :


a. Gangguan Sirkulasi:
b. Gangguan Respirasi:
c. Gangguan Ginjal
d. Gangguan Hematologi
e. Gangguan Hepar
f. Gangguan Gastrointestinal
g. Gagal Neurologis : GCS < 6
Terdapat beberapa cara untuk mengetahui skor dari MODS, diantaranya
adalah Multiple Organ Dysfungtion Score, Sequentiel Organ Failure Assessment
(SOFA) dan Logistic Organ Dysfunction System (LODS)
Pada prinsipnya penatalaksanaan pasien dengan MODS dibagi atas 2
yakni prevensi dan pengobatan dengan hal ingin dicapai terdapatnya adekuat
oksigenasi jaringan, mengobati infeksi, adekuat nutrisional support seperti
resusitasi, debridement, mengatasi infeksi, memberikan nutrisi yang cukup,
terapi yang diberikan kortikosteroid dan prostaglandin-1 inhibitor, dan kontrol
4.2 Saran
1. Bagi Penulis
Sebaiknya lebih banyak membaca dan mencari referensi terkait dengan
pioderma agar menambah pengetahuan dan wawasan, serta
mengaktualisasikan pada proses menjadi perawat professional yang
memahami tentang Multiple Organ Dysfunction Syndrome.
2. Bagi Perawat
Sebaikya perawat memiliki pengeatahuan lebih terkait klien dengan
Multiple Organ Dysfunction Syndrome karena berhubungan
dengan proses penyembuhan maka harus dilakukan tindakan yang tepat
untuk masalah
3. Bagi Pasien dan Keluarga
Sebaiknya pasien dan keluarga dapat dengan terbuka dalam memahami
tentang Multiple Organ Dysfunction Syndrome mulai dari pengertian,
penyebab, tanda gejala terutama penatalaksanaannya.
4. Bagi Rumah Sakit
Sebaiknya pihak rumah sakit lebih mampu dalam meminimalisir perubahan
perilaku negatif baik dari pasien maupun keluarga dengan fasilitas dan
pengobatan yang memadai dalam pelayanan sehingga memberikan
dukungan untuk kesembuhan pasien.

Anda mungkin juga menyukai