Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Menurut informasi yang dibeikan al-Qur’an sendiri, terutama dalam ayat 185
surat al-Baqarah (2), bahwa tujuan utama dan pertama dari penurunan kitab suci al-
Qur’an ialah sebagai kitab hidayah (buku petunjuk) bagi umat manusia. Sebagai kitab
hidayah, al-Qur’an surat dengan berbagai petunjuk hidup dan kehidupan manusia,
bukan saja yang mengatur hubungan manusia sebagai mkhluk dengan Allah sebagi al-
Khaliq, akan tetapi juga tentang hubungan di antara sesama manusia itu sendiri
(mu’amalah) dalam lingkungan keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Begitupula Al-Qur’an tidak hanya berbicara tentang hukum-hukum dalam beribadah
mahdhah, akan tetapi kandungannya mencakup setiap kebutuhan manusia. Salah satu
di antaranya adalah tentang masyarakat sebagai kelompok yang terdiri dari beberapa
individu dengan corak budaya yang beraneka ragam.
Menurut al-Qur’an, sebagai akan dibahas nanti, manusia itu antara yang satu
dengan yang lain pada dasarnya adalah sama kedudukannya dalam pandangan Allah.
Tidak ada yang melebihi antara yang satu dengan yang lain. Kalaupun ada
perbedaannya, maka itu semata-mata hanya dapat dibedakan dari segi ketaqwaannya.
Itulah sebabnya mengapa antara sesama manusia dituntut saling menghormati, saling
menghargai dan bahkan dianjurkan supaya bekerja sama di samping sama-sama
bekerja.
Namun berbarengan dengan itu, dalam diri setiap orang memang terdapat sikap
egoism dan nafsu serakah, yang menyebabkan mereka satu sama lain terkadang atau
bahkan sering berbenturan kepentingan, cela mencela, sakwa sangka, saling
merendahkan, dan tidak jarang berlanjut dengan tindak kekerasan seperti
perkelahian dan bahkan peperanga. Kaum muslimin sesungguhnya bersaudara
dilarang bertengkar dan tidak dibenarkan berperang dengan sesama, bahkan dengan
orang non mukmin sekalipun kecuali jika mereka diserang (membela diri).
Jika ternyata terjadi juga konflik antar sesama orang-orang mukmin, maka
pihak ketiga disuruh mendamaikan dan menyelesaikan dengan sebaik dan seadil
mungkin agar para pihak yang terlibat sama-sama merasa senang, dan tidak terjadi
perkelahian atau peperangan yang berkepanjangan. Guna menghindari kemungkinan
terjadinya perpecahan di antara sesama kaum muslimin khususnya dan di antara

1
sesama umat manusia pada umumnya, maka al-Qur’an menganjurkan supaya terjalin
kehidupan yang penuh persaudaraan, kerjasama dan mempertahankan persatuan dan
kesatuan di antara sesama masyarakat itu sendiri, baik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara karena pada hakikatnya manusia itu adalah
bersaudara.
Dalam konteks pendidikan Islam dan upaya pemeliharaan hukum Allah,
sebagai seorang muslimin pengkajian terhadap masyarakat perlu dilakukan mengingat
adanya keterkaitan antara pendidikan dengan masyarakat itu sendiri. Didikan kepada
kebajikan dan meyeru kepada yang ma’ruf dan pencegahan dari kemungkaran
kedalam masyarakat akan menghasilkan tatanan kehidupan masyarakat yang
mendapat rahmat Allah, dengan jaminan pahala yang besar.
Oleh karena pendidikan Islam dan upaya pemeliharaan hukum Allah, maka
perlu dilakukan kajian yang mendalam tentang pendidikan masyarakat dalam
pandangan al-Qur’an.
Dari berbagai ayat al-Qur’an yang nantinya hendak mencoba membahas hal
ihwal pendidikan masyarakat, dengan mempelajari isi yang dikandung ayat, begitu
pula sedapatnya mengambil tujuan pokok kisah-kisah guna merealisir tujuan umum
yang dibawa oleh al-Qur’an Surat al-Hujirat (49) ayat 10-13 sebagai rujukan utama
dalam pembahasan kali ini untuk melihat runtun didikan berupa ajakan, suruhan,
larangan, tindakan, teguran, pujian, ancaman, harapan, hinaan, dan lain-lain
sebagainya.

2
B. RUMUMASAN MASALAH
Makalah ini akan menguraikan beberapa kajian Pendidikan Masyarakat
Perspektif Al-Qur’an dan Hadits, dengan memfokuskan pada al-Qur’an surat al-
Hujurat (49) ayat 10-13, beserta Hadits-hadits yang relefan guna beroleh penjelasan
dari maksud ayat.
Adapun masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah :
“Bagaimanakah pandangan al-Qur’an tentang pendidikan masyarakat?”
Agar Pembahasan makalah ini lebih fokus dan terarah, perlu membuat
batasan masalah, yaitu:
1. Apa Pengertian pendidikan masyarakat?
2. Apa konsep pendidikan masyarakat?
3. Bagaimana petunjuk al-Qur’an dan Hadits dalam pendidikan masyarakat?
4. Nilai-nilai pendidikan masyarakat dalam QS. Al-Hujurat?
5. Apa urgensi kajian ini dalam pendidikan?
Kemudian, penulis menyadari bahwa dari beberapa referensi pendidikan
masyarakat yang ada dalam kajian makalah ini sulit ditemui, untuk itu, diskusi yang
mendalam, argumentatif dan berkelanjutan sangat diharapkan sehingga ditemukan
konsep yang utuh tentang pendidikan masyarakat.

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui Pengertian pendidikan masyarakat
2. Untuk mengetahui konsep pendidikan masyarakat
3. Guna menjelaskan bagaimana petunjuk al-Qur’an dan Hadits dalam pendidikan
masyarakat?
4. Untuk mengetahui Nilai-nilai pendidikan masyarakat dalam QS. Al-Hujurat
5. Untuk mengetahui urgensi kajian ini dalam pendidikan

3
D. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Sistematika Penulisan

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian; Pendidikan, Pendidikan Islam dan Pendidikan
masyarakat
a. Pendidikan
b. Pendidikan Islam
- Istilah Islam tinjauan etimologis dan terminologis
- Pengertian pendidikan Islam
c. Pendidikan masyarakat
B. Konsep Pendidikan Masyarakat
C. Kompilasi ayat-ayat pendidikan masyarakat
D. Petunjuk al-Qur’an dan hadits
a. Gambaran surat al-Hujurat
b. Surat al-Hujurat ayat 9-10
c. Surat al-Hujurat ayat 11-12
d. Surat al-Hujurat ayat 13
E. Kisah di dalam surat al-Hujurat
F. Nilai-nilai pendidikan masyarakat dalam surat al-Hujurat
G. Urgensi Kajian surat al-Hujurat dalam pendidikan

BAB III PENUTUP


1. Simpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian; Pendidikan, Pendidikan Islam dan Pendidikan masyarakat


Sebelum memaparkan konsep pendidikan masyarakat, perlulah kiranya
pemakalah mendeskripsikan tiga pengertian yang meliputi:
a. Pendidikan
Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik kepada terdidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju kepribadian yang
lebih baik, yang pada hakikatnya mengarah pada pembentukan manusia yang
ideal1.
Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang
diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat
membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh
itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti
sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada o
rang yang belum dewasa2.
Sementara itu, Al Syaibany memaknai pendidikan adalah suatu
prosespertumbuhan membentuk pengalaman dan perubahan yang
dikehendakidalam tingkah laku individu dan kelompok hanya akan berhasil
melaluiinteraksi seseorang dengan perwujudan dan benda sekitar serta denganalam
sekelilingnya, tempat ia hidup, benda dan persekitaran adalahsebagian alam luas
tempat insan itu sendiri dianggap sebagai bagian daripadanya.
Menurut UU Nomor 2 Tahun 1989 merumuskan pendidikan adalah usaha
sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan
atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Jadi, dapat disimpulkan, bahwa Pendidikan ialah asuhan yang diberikan
kepada anak semenjak dalam kandungan ibunya, sesudah lahirnya, sampai pada
waktu remaja. Asuhan itu dilakukan melalui sikap, perbuatan, bicara yang
disampaikan berupa ucapan langsung, radio, televisi, tontonan dan sebagainya, juga
dengan tulisan berupa surat, buku, koran majalah dan lain-lain. Jadi pendidikan
diutamakan untuk membentuk watak yang dididik untuk ketabahan dan
kematangan dalam kehidupan bermasyarakat.
1
Abudinnata, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 101
2
Hasbullah. Dasar Ilmu Pendidikan. 2005. Jakarta. Penerbit: PT RajaGrasindo Persada
5
b. Pendidikan Islam
Sebelum memberikan penjelasan perihal pendidikan Islam, pemakalah akan
memberikan uraian tentang istilah Islam. Pengertian Islam dapat ditinjau dari dua
segi, yaitu segi bahasa dan segi istilah.
3. Pengertian Islam: Etimologis
Secara etimologis (asal-usul kata, lughawi) kata “Islam” berasal dari
bahasa Arab: salima yang artinya selamat. Dari kata itu terbentuk aslama yang
artinya menyerahkan diri atau tunduk dan patuh. Sebagaimana firman Allah
SWT:
“Bahkan, barangsiapa aslama (menyerahkan diri) kepada Allah, sedang ia
berbuat kebaikan, maka baginya pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula bersedih hati” (Q.S. 2:112).
Dari kata aslama itulah terbentuk kata Islam. Pemeluknya disebut
Muslim. Orang yang memeluk Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah dan
siap patuh pada ajaran-Nya.
Hal senada dikemukakan Hammudah Abdalati3 Menurutnya, kata
“Islam” berasal dari akar kata Arab, SLM (Sin, Lam, Mim) yang berarti
kedamaian, kesucian, penyerahan diri, dan ketundukkan. 
Dalam pengertian religius, menurut Abdalati, pengertian Islam adalah
"penyerahan diri kepada kehendak Tuhan dan ketundukkan atas hukum-Nya"
(Submission to the Will of God and obedience to His Law).
Hubungan antara pengertian asli dan pengertian religius dari kata Islam
adalah erat dan jelas. Hanya melalui penyerahan diri kepada kehendak Allah
SWT dan ketundukkan atas hukum-Nya, maka seseorang dapat mencapai
kedamaian sejati dan menikmati kesucian abadi.
Ada juga pendapat, akar kata yang membentuk kata “Islam” setidaknya
ada empat yang berkaitan satu sama lain.
1. Aslama. Artinya menyerahkan diri. Orang yang masuk Islam berarti
menyerahkan diri kepada Allah SWT. Ia siap mematuhi ajaran-Nya.
2. Salima. Artinya selamat. Orang yang memeluk Islam, hidupnya akan
selamat. 

3
Hammudah Abdalati, Islam in Focus, American Trust Publications Indianapolis-Indiana, 1975, hlm. 7.
6
3. Sallama. Artinya menyelamatkan orang lain. Seorang pemeluk Islam tidak
hanya menyelematkan diri sendiri, tetapi juga harus menyelamatkan orang
lain (tugas dakwah atau ‘amar ma’ruf nahyi munkar). 
4. Salam. Aman, damai, sentosa. Kehidupan yang damai sentosa akan
tercipta jika pemeluk Islam melaksanakan asalama dan sallama.
4. Pengertian Islam: Terminologis
Secara terminologis (istilah, maknawi) dapat dikatakan, Islam adalah
agama wahyu berintikan tauhid atau keesaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah
SWT kepada Nabi Muhammad Saw sebagai utusan-Nya yang terakhir dan
berlaku bagi seluruh manusia, di mana pun dan kapan pun, yang ajarannya
meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.
Cukup banyak ahli dan ulama yang berusaha merumuskan definisi atau
pengertian Islam secara terminologis. KH Endang Saifuddin Anshari4
mengemukakan, setelah mempelajari sejumlah rumusan tentang agama Islam,
lalu menganalisisnya, ia merumuskan dan menyimpulkan pengertian Islam,
bahwa agama Islam adalah:
1. Wahyu yang diurunkan oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya untuk
disampaikan kepada segenap umat manusia sepanjang masa dan setiap
persada.
2. Suatu sistem keyakinan dan tata-ketentuan yang mengatur segala
perikehidupan dan penghidupan asasi manusia dalam pelbagai hubungan:
dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam lainnya.
3. Bertujuan: keridhaan Allah, rahmat bagi segenap alam, kebahagiaan di
dunia dan akhirat.
4. Pada garis besarnya terdiri atas akidah, syariatm dan akhlak.
5. Bersumberkan Kitab Suci Al-Quran yang merupakan kodifikasi wahyu
Allah SWT sebagai penyempurna wahyu-wahyu sebelumnya yang
ditafsirkan oleh Sunnah Rasulullah Saw.

4
Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pusataka Bandung, 1978, hlm. 46.
7
Pengertian Pendidikan Islam menurut para ahli:
Pendidikan Islam adalah usaha-usaha untuk menyampaikan ilmu
pengetahuan dan nilai Islam baik dalam bentuk bimbingan rohani maupun jasmani
guna mewujudkan terbentuknya manusia yang memiliki kepribadian utama serta
kesuksesan dunia akhirat5.
Al Syaibaniy mengatakan pendidikan Islam adalah proses tingkah laku
individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitar.6
Adapun pendidikan Islam, menurut al Qardhawi adalah pendidikan manusia
seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya.
Karenanya pendidikan Islam berupaya menyiapkanmanusia untuk hidup baik
dalam keadaan damai maupun perang, danmenyiapkannya untuk menghadapi
masyarakat dengan segala kebaikandan kejahatannya, manis dan pahitnya7.
Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam konteks Islam
inheren dengan konotasi istilah “tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib” yang harus dipahami
secara bersama-sama. Al Ta’lim dapat diartikan dengan pengajaran. Tetapi menurut
Naquib al Attas, bahwa istilah al Ta’dib adalah istilah yang paling tepat digunakan
untuk menggambarkan pengertian pendidikan, sementara istilah Tarbiyah terlalu
luas karena pendidikan dalam istilah ini mencakup juga pendidikan untuk hewan.
Al Attas menjelaskan bahwa Ta’dib berasal dari masdar Addaba yangditurunkan
menjadi kata Adabun, berarti pengenalan dan pengakuantentang hakikat bahwa
pengetahuan dan wujud bersifat teratur secarahierarkis sesuai dengan berbagai
tingkat dan derajat tingkatan mereka dantentang tempat seseorang yang tepat dalam
hubungannya dengan hakikatitu serta dengan kapasitas dan potensi jasmaniah,
intelektual, maupun rohaniah seseorang8.
Dengan demikian pendidikan Islam adalah suatu proses pembentukan
individu atau pembentukan kepribadian muslim berdasarkan ajaran-ajaranIslam
yang diwahyukan Allah SWT Kepada Muhammad SAW. Ajaran Islam tidak
memisahkan antara iman dan amal saleh. Oleh karena itu, pendidikan Islam
merupakan pendidikan iman dan pendidikan amal. Karena ajaran Islam berisi

5
http://taqwimislamy.comkonsep-pendidikan-islam-dalam-terapan-masyarakat-madani-menurut-al-
qur-an-dan-sunnah
6
Al-Syaibany, Omar Mohammad Al-Thoumy, Falsafah Pendidikan Islam, Terjemahan Hasan
Lalunggung, Jakarta:Bulan Bintang, 1979
7
Yusuf al Qardhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al Banna, Terj. Bustami A.Gani,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1980), hlm 39
8
Syed Muhammad al Naquib al Attas, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, (Bandung:
Mizan,2003), hlm 175-181
8
ajaran tentang sikap dan tingkah laku pribadimasyarakat menuju kesejahteraan
hidup perorangan dan bersama, maka pendidikan Islam adalah pendidikan individu
dan pendidikanmasyarakat.9
Jadi, antara pendidikan dengan pendidikan Islam mempunyai arti yang
berkesinambungan, hanya saja terdapat perbedaan terhadap metode yang
dilakukannya. Pendidikan lebih berorientasi terhadap suatu hal yang lebih universal
tanpa menggunakan ajaran agama sebagai landasannya. Sedangkan pendidikan
Islam adalah konteks mendidik dengan asas agama sebagai pegangannya.
Dari uraian tokoh-tokoh di atas tadi, dapat disimpulkan bahwa pendidikan
Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan
kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam dan akan membentuk kehidu pannya
sesuai dengan ajaran Islam.
c. Pendidikan masyarakat
Arti masyarakat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia masyarakat dibagi
menjadi beberapa bagian yang mempunyai arti antara lain :
 Masyarakat adalah pergaulan hidup manusia, sehimpunan manusia yang hidup
bersama dalam sesuatu tempat dengan aturan ikatan-ikatan yang tentu.
 Bermasyrakat adalah merupakan masyarakat yang bersekutu.
 Permasyarakatan adalah lembaga yang mengurus orang hukuman.
 Kemasyarakatan adalah mengenai masyarakat, sifat-sifat atau hal masyarakat.
Dalam pengertian sehari-hari, masyarakat berarti, sekelompok manusia
yang hidup dan mempunyai hubungan antar yang satu dengan yang lainnya disatu
daerah10.
Masyarakat, dalam arti yang luas, berarti sekelompok manusia yang
memiliki kebiasaan, ide dan sikap yang sama, hidup di daerah tertentu,
menganggap kelompoknya sebagai kelompok sosial dan berinteraksi.11
Namun pengertian yang paling sederhana menurut Al Syaibany (1975:165),
bahwa masyarakat adalah kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh
kesatuan Negara, kebudayaan dan agama. Termasuk jalinan hubungan timbal
balik, kepentingan bersama, adat kebiasaan, pola-pola, teknik-teknik, sistem hidup,

9
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), hlm 28.
10
Kusumamihardja, Supan, dkk. 1985. Studia Islamica, Jakarta: Girimukti Pasaka.
11
Arifin, Tajul, 2008, “Ilmu Sosial Dasar”, Bandung: Gunung Djati Press.
9
undang-undang, institusi dan segala segi dan fenomena yang dirangkum oleh
masyarakat dalam pengertian yang luas dan baru12.
Arti dan beberapa pendapat di atas memberikan pemahaman, bahwa
sebenarnya kehidupan manusia itu bersifat kemasyarakatan, artinya bahwa secara
fitri, manusia bersifat kemasyarakatan.
Bila dihubungkan semua ini dengan pendidikan, maka segala pengalaman
yang berlangsung dalam lingkungan dan sepanjang hidup bersama, dengan
berbagai keterikatannya itu, dapat dikatakan pendidikan kemasyarakatan.13
Ag. Soejono (1980:23-24) mengemukakan bahwa, pendidikan
kemasyarakatan itu adalah tindakan atau pendidikan yang pada pokoknya
menanamkan pengertian, pengetahuan, dan keinsyafan, bahwa setiap orang tentu
hidup dalam suatu kelompok, - pemupukkan rasa senang pada kehidupan
masyarakat dengan peraturan dan tujuannya, bimbingan kemauan kuat dan sikap
tepat untuk berbuat demi kehidupan bersama dan tidak berbuat hal-hal yang
merugikan kebahagiaan hidup bersama atau sosial14.
Menurut Ismail R.Al-Faruqi, (1994: 172) Islam memandang masyarakat
sebagai pranata Ilahi, suatu pola Allah, yang diperlukan manusia untuk memenuhi
tujuan penciptaannya sebagai hamba atau pengabdi. Oleh karena itu lanjut Al
Faruqi, - masyarakat sangat perlu bagi pengetahuan (Q.S. al-Hujurat 49: 6),
-masyarakat diperlukan bagi moralitas, - dan masyarakat diperlukan bagi sejarah
(sebagai panggung kewajiban moral)15.
Sebagai suatu pola Allah, tujuan pendidikan-Nya (al-Qur’n) membina
manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya
sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan
konsep yang ditetapkan Allah. Atau dengan kata lain lebih disingkat dan sering
digunakan oleh al-Qur’an, “untuk bertakwa kepada-Nya.16

12
Al-Syaibany, Al-Tomy Omar Muhammad. 1975. Falsafah Pendidikan Islam, terjemahan: Hasan
Langgulung, Judul asli : Falsafah Al Tarbiyah Al Islamiyah, Jakarta : Bulan Bintang.
13
http://tarbiyahiainib.ac.id/dosen/artikel-dosen/499-studi-al-quran-tentang-pendidikan-
kemasyarakatan
14
Soejono, Ag. 1980. Pendahuluan Ilmu Pendidikan Umum, Bandung: CV. Ilmu.
15
Al-Faruqi, Ismail R. 1993. Islam dan Kebudayaan, terjemahan Yustiono, judul asli: Islam and
Culture, Bandung: Mizan.
16
Shihab, Quraish. 1994. Membumikan A, Qur’an- Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat, Bandung: Mizan.
10
Dari paparan di atas dapat difahami, bahwa pendidikan masyarakat di
samping berhadapan dengan kelompok orang, juga pemeliharaan dengan berbagai
aktivitas dan aturan secara timbal balik, sangatlah penting keberadaannya.

B. Konsep Pendidikan masyarakat


Diatas telah memberikan penjelasan bahwa masyarakat mencakup sekelompok
orang yang berinteraksi antar sesamanya, saling tergantung dan terikat oleh nilai dan
norma yang dipatuhi bersama, serta pada umumnya bertempat tinggal di wilayah
tertentu, dan ada kalanya mereka memiliki hubungan darah atau memiliki kepentingan
bersama.
Pendidikan dalam pendidikan masyarakat ini boleh dikatakan pendidikan
secara tidak langsung, pendidikan yang dilaksanakan secara tidak sadar oleh
masyarakat. Dan anak didik sendiri secara sadar atau tidak, ia telah mendidiknya
sendiri, mempertebal keimanan serta keyakinan sendiri akan nilai-nilai kesusilaan
dan keagamaan di dalam masyarakat.
Corak ragam pendidikan yang diterima anak didik dalam masyarakat ini
sangat banyak sekali. Diantaranya yaitu meliputi segala bidang, baik pembentukan
kebiasaan, pembentukan pengetahun, sikap dan minat, maupun pembentukan
kesusilaan dan keagamaan.
Berdasarkan undang-undang no 20 tahun 2003 tentang sisitem pendidikan
nasional, peristiwa pendidikan yang berlangsung pada lingkungan masyarakat,
tergolong pada pendidikan non formal. Lembaga pendidikan non formal atau
pendidikan luar sekolah (LPS) ialah semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan
dengan sengaja, tertib, dan berencana, dilaksanakan di luar kegiatan persekolahan.
Jadi pada hakikatnya, pendidikan di lingkungan masyarakat merupakan
pendidikan lanjutan dari sekolah, dengan kata lain pendidikan di lingkungan
masyarakat menekankan/memperkuat dalam aspek pembiasaan, penguatan materi
pembelajaran, dan biasanya pendidikan yang ada pada masyarakat lebih
mengutamakan praktek dari pada teori.

11
C. Kompilasi Ayat-Ayat

1. Surat al-Hujurat ayat 9


        
          
           
 
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah
kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian
terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi
sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah
antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil;
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil. (Tafsir Al Misbah,
Vol. 13, hal. 243)

2. Surat al-Hujurat ayat 10


        
  
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap
Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Tafsir Al Misbah, Vol. 13, hal. 246-
247)

3. Surat al-Hujurat ayat 11


           
            
          
      
Wahai orang-o r a n g yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok- olok
kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok- olokkan) lebih
baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan
(mengolok-olok) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-
olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu
saling mencela satu sama lain, dan jagnlah saling memanggil dengan gelar-
gelar yang buruk.seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik)
setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka iutlah
orang-orang yang zalim. (Tafsir Al Misbah, Vol. 13, hal. 250)

12
4. Surat al-Hujurat ayat 12

         
            
            
“Hai orang-orang yang b e r i m a n , jauhilah kebanyakan purba- sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama
lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi
Maha Penyayang.” (Tafsir Al Misbah, Vol. 13, hal. 253)

Allah menganjurkan untuk mengonfirmasi kabar yang diterima.


Al Hujurat ayat 6:
        
        
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik
membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.
(Tafsir al Misbah, Vol. 13, Hal 236)

An-Nuur Ayat 11:


            
            
      
S e s u n g g u h n y a orang-orang yang membawa berita bohong itu
adalah dari golongan kamu juga. janganlah kamu kira bahwa berita
bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. tiap-tiap
seseorang dari mereka mendapat Balasan dari dosa yang dikerjakannya.
dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar
dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar. (Dahlan, Al
Farisi, 2009:372)

13
5. Surat al-Hujurat ayat 13
        
           
 
“Hai m a n u s i a , Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
(Tafsir Al Misbah, Vol. 13, hal. 260)

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT telah menciptakan


makhluk-Nya, laki-laki dan perempuan, dan menciptakan manusia berbangsa-
bangsa, untuk menjalin hubungan yang baik. Kata ta‟arafu pada ayat ini
maksudnya bukan hanya berinteraksi tetapi berinteraksi positif. Jadi
dijadikannya makhluk dengan berbangsa-bangsa dan bersuku- suku adalah
dengan harapan bahwa satu dengan yang lainnya dapat berinteraksi secara
baik dan positif. Lalu dilanjutkan dengan …inna akramakum „ndallahi
atqaakum.. maksudnya, bahwa interaksi positif itu sangat diharapkan menjadi
prasyarat kedamaian di bumi ini. Namun, yang dinilai terbaik di sisi Allah adlah
mereka itu yang betul-betul dekat kepada Allah. (Wahyunianto, Muslim, 2010: 69-
70).
Allah SWT sengaja menciptakan manusia dalam keadaan yang
berbeda.
Al Maidah ayat 48
          
        
         
 
U n t u k tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan
yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan- Nya
satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap
pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu
beritahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.
(Shihab, 1999: 491)

14
Yunus ayat 99:
           
    
D a n Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang
di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa
manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?.
(Shihab, 1999: 99)

Ar-Ruum (30) ayat 22:


      
       
D a n di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan
bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya
pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda- tanda bagi orang-
orang yang mengetahui. (Shihab, 1999: 289)

Al Maidah (5) ayat 69:


       
          
 
S e s u n g g u h n y a orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin
dan orang-orang Nasrani, siapa saja (diantara mereka) yang benar- benar
saleh, Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati. (Tafsir Al Misbah, Vol. 3, hal. 154)

Al Baqarah (2) ayat 62:


       
        
       
S e s u n g g u h n y a orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-
orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang
benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh,
mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran
kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Tafsir Al Misbah,
Vol. 1, Hal. 213)

15
Selanjutnya, untuk mewujudkan persaudaraan antar pemeluk agama :
Asy Syuura (42) ayat 15 memperkenalkan ajaran:
            ....
      B a g i Kami amal-amal Kami
dan bagi kamu amal-amal kamu. tidak ada pertengkaran antara Kami
dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali
(kita)". (Shihab, 1999: 493)

Islam tidak diperkenankan memaksakan kehendak terhadap orang


lain. Tetapi, melalui Al Qur‟an Allah menganjurkan agar mencari titik
singgung dan titik temu antarpemeluk agama. Al Qur‟an menganjurkan agar
dalam interaksi sosial, bila tidak ditemukan persamaan hendaknya masing-
masing mengakui keberadaan pihak lain, dan tidak perlu saling menyalahkan.
Ali Imran ayat 64:
        
           
          

K a t a k a n l a h : "Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) kepada suatu
kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara Kami dan kamu,
bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan
Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan
sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling
Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa Kami adalah
orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (Shihab, 1999: 493).

D. Petunjuk Al-Qur’an dan Hadits


a. Gambaran Surat Al_Hujurat
Sebelum diuraikan lebih jauh perihal ayat 10-13 surat al-Hujurat (49), ada
baiknya pemakalah lebih dulu memberikan informasi tentang jati diri surat al-
Hujurat itu sendiri. Surat al-Hujurat, atau surat ke-49, adalah terdiri atas 18 ayat,
343 kalimat dan 1.476 huruf. Diturunkan setelah surat al-Mujadilah, dan tergolong
ke dalam kelompok surat-surat Madaniah17.
Dinamakan surat al-Hujurat, yang berarti kamar-kamar, diambil dari
perkataan “al-Hujurat” yang terdapt dalam ayat ke-4 dalam surat tersebut. Ayat
keempat ini mencela sebagian sahabat yang memanggil-manggil Nabi Muhammad
SAW yang sedang berada di dalam kamar rumahnya bersama isteri beliau.
Memanggil-manggil Nabi dengan cara dan dalam keadaan demikian menunjukkan

17
Materi pokok Qur’an dan Hadits, Midul 1-6, Direktorat jenderal pembinaan kelembagaan agama
islam dan universitas terbuka, 1997, hlm. 1210
16
sifat yang kurang baik dan kurang hormat kepada beliau karena mengganggu
ketenangan dan ketenteran beliau.
Beberapa isi pokok yang terkandung dalam surat al-Hujurat ialah meliputi
persoalan:
1. Keimanan
Terutama menyangkut ketentuan bahwa masuk agama Islam harus
disempurnakan dengan muatan iman yang sebenar-benarnya.
2. Hukum-hukum
Terutama menyangkut soal larangan mengambil keputusan yang menyimpang
dari ketetapan Allah dan Rasul-Nya, keharusan meneliti suatu perkabaran yang
disampaikan oleh orang-orang fasik, dan kewajiban mengadakan islah antara
orang-orang muslimin yang bersengketa karena sesame muslimin itu adalah
bersaudara.
3. Akhlak
Terutama tentang etika sopan santun berbicara dengan Rasul Allah SAW,
bekerjasama antar kelompok masyarakat dan lain sebagainya.
Itulah gambaran singkat tentang surat al-Hujurat yang di dalamnya
terdapat beberapa ayat yang membahas hubungan manusia dengan Allah, manusia
kepada sesama dan perilaku manusia.
Kini tibalah waktunya pemakalah mengkaji surat al-Hujurat (49) ayat 10
s/d 13, yang dalam hal ini meliputi kajian tentang; Makna kosa kata (Makna
mufradat), Sebab nuzul, Penjelasan ayat dan Pengambilan kesimpulan tiap ayat
yang telah dikaji tersebut. Perihal kosa kata dalam pembahasan al-Qur’an surat al-
Hujurat (49) ayat 10-13 nantinya sangat diperlukan karena sering dijumpai dalam
Kitab Suci itu kata-kata yang mengandung pengertian lebih dari satu. Disamping itu
juga ditemukan kata yang berkonotasi metaforis atau dalam ilmu balaghah disebut
majaz. Apabila hanya mengetahui satu konotasi saja, sedangkan yang dimaksud
ialah makna yang lain, kemungkinan untuk tergelincir ke pemahaman yang keliru
besar sekali, karenanya, pemakalah menampilkan kajian kosa kata dalam
pembahasan tersebut.

b. Surat al-Hujurat (49) ayat 10


       
   

17
'Innamā Al-Mu'uminūna 'Ikhwatun Fa'aşliĥū Bayna 'Akhawaykum ۚ Wa Attaqū Al-
Laha La`allakum Turĥamūna
49:10. “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan
takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Tafsir Al
Misbah, Vol. 13, hal. 246-247) Jo. (9:11, 30:30, 42:23)

1. Makna Kosa Kata (Makna Mufradat)

‫أَصْ لَ َح‬ : Terambil dari kata “ashlaha” yang berakar kata “shalaha
atau shaluha – yashluhu – shalahan wa shalahiyatan”
yang secara harfiyah berarti baik, sesuai, cocok dan bagus.
Lawan katanya adala fasad, yang berarti rusak, jelek dan
tidak cocok atau hancur. Yang dimaksud dengan “ishlah
disini ialah perdamaian antara dua orang (kelompok) yang
berseteru atau yang terlibat peperangan”.18 Dengan melihat
redaksi ayat sebelumnya surta ke 9 akan nampak jelas kisah
dari kedua ayat secara berurutan.

‫ فَأَصْ لِحُوا‬pada surat Al-Hujuraat


Kajian kata ayat ke 10

Bacaan dalam tulisan arab


faashlichû
latin
Jenis kata kata perintah atau kata seru
maka (kalian) damaikanlah
Arti kata ‫فَأَصْ لِحُوا‬
(mereka[lk])
kata ‫ فَأَصْ لِحُوا‬dalam AlQuran dipakai
Jumlah pemakaian
sebanyak 3 kali (hujuraat)
Kata ‫ فَأَصْ لِحُوا‬tersusun dari
‫صلح‬
kata dasar dengan suku kata
180 kali, yang terdiri dari dipakai kata
Jumlah pemakaian pola dasar
benda sebanyak 150 kali, dipakai kata
‫ ص ل ح‬dalam AlQuran
kerja sebanyak 30 kali

LINK SURAT HUJURAT\faashlichû.htm 19

18
Ibid, 1214
19
http://quran.bblm.go.id/
18
2. Sebab Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Nabi Muhammad SAW naik
keledai pergi ke rumah Abdullah bin Ubay, seorang munafik yang suka
melontarkan ejekan. Ka itu Ibn Ubay berkata: “Eyahlah engkau daripadaku!
Demi Allah aku telah terganggu karena bau busuk himarmu ini (Muhammad)”
berkatalah salah seorang Anshar: “Demi Allah keledainya (Muhammad) lebih
harum daripada kamu (Abdullah bin Ubay)”. Kemudian sesudah itu marahlah
anak buah Abdullah bin Ubay kepada orang Anshar tadi, lalu terjadilah
kemarahan yang menimbulkan kedua pihak berkelahi dengan menggunakan
pelepah kurma, sandal dan lain-lain.
Berkenaan dengan peristiwa diatas maka turunlah ayat ini (al-Hujurat
(49):9) yang memerintahkan penghentian peperangan, untuk kemudian
menciptakan perdamaian (diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari
Anal).
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa dua orang dari kaum muslimin
bertengkar satu sama lain. Maka marahlah pengikut kedua kaum tersebut
hingga terjadilah “peperangan” dengan menggunakan tangan dan sandal. Ayat
ini (al-Hujurat (49):9) tutun sebagai perintah untuk menghentikan perkelahian
dan menciptakan perdamaian (diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur dan Ibn
Jarir yang bersumber dari Abi Malik).
3. Penjelasan
Tersebab pertarungan antara sesama kelompok mukmin itu dilarang,
diantara alasannnya seperti maksud ayat ke 10 surat al-Hujurat. Hal ini
mengingatkan sesama mukmin itu adalah bersaudara. Itulah alasan mendasar
yang menyebabkan pihak ketiga yang seharusnya juga adalah orang-orang
mukmin harus berlaku bebas dan aktif dalam mendamaikan pihak yang terlibat
persengketaan, maksud ayat ke 9.
Mewujudkan perdamaian, oleh Allah dipandang sebagai salah satu
wujud ketaqwaan kepadaNya yang memiliki lingkup sangat luas.
Firman Allah “   ” (dan bertaqwalah kepada
Allah supaya kamu mendapat rahmat) adalah mengisyaratkan hal itu.

19
4. Kesimpulan
Bahwa perdamaian yang adil merupakan cara terbaik untuk
mengakhiri persengketaan yang terjadi di tengah masyarakat. Lebih-lebih jika
persengketaan itu terjadi antara sesama kelompok mukmin. Sebab, menurut al-
Qur’an antara orang mukmin dengan orang mukmin pada hakikatnya adalah
bersaudara (ikhwah).

c. Surat al-Hujurat (49) ayat 11


           
            
          
      
Yā 'Ayyuhā Al-Ladhīna 'Āmanū Lā Yaskhar Qawmun Min Qawmin `Asá 'An
Yakūnū Khayrāan Minhum Wa Lā Nisā'un Min Nisā'in `Asá 'An Yakunna
Khayrāan Minhunna ۖ Wa Lā Talmizū 'Anfusakum Wa Lā Tanābazū Bil-'Alqābi ۖ
Bi'sa Al-Aismu Al-Fusūqu Ba`da Al-'Īmāni ۚ Wa Man Lam Yatub Fa'ūlā'ika Humu
Až-Žālimūna
49:11. Wahai orang-o r a n g yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-
olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-
olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula
perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain, (karena) boleh
jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang
mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan
jagnlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.seburuk-buruk
panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan
barang siapa tidak bertobat, maka mereka iutlah orang-orang yang
zalim. (Tafsir Al Misbah, Vol. 13, hal. 250) Jo. (3:118, 3:162, 5:50)
1. Makna Kosa Kata (Makna Mufradat)
ْ‫ يَ ْس َخر‬pada surat Al-Hujuraat ayat ke 11
Kajian kata
Bacaan dalam tulisan arab
yaskhar
latin
kata kerja aktif bentuk sedang atau
Jenis kata
akan terjadi
Arti kata ْ‫يَسْخَ ر‬ memperolok-olok
kata ْ‫ يَ ْس َخر‬dalam AlQuran dipakai
Jumlah pemakaian
sebanyak 1 kali
Kata ْ‫ يَسْخَ ر‬tersusun dari
‫سخر‬
kata dasar dengan suku kata
42 kali, yang terdiri dari dipakai kata
Jumlah pemakaian pola
benda sebanyak 8 kali, dipakai kata
dasar ‫ س خ ر‬dalam AlQuran
kerja sebanyak 34 kali

Kajian kata ‫ ت َْل ِم ُزوا‬pada surat Al-Hujuraat ayat ke

20
11

Talmizû, Yang dimaksud talmizû disini


Bacaan dalam tulisan arab
ialah mencela diri sendiri.
latin
kata kerja aktif bentuk sedang atau
Jenis kata akan terjadi

Arti kata ‫ت َْل ِم ُزوا‬ mencela


kata ‫ ت َْل ِم ُزوا‬dalam AlQuran dipakai
Jumlah pemakaian
sebanyak 1 kali
Kata ‫ ت َْل ِم ُزوا‬tersusun dari
‫لمز‬
kata dasar dengan suku kata
4 kali, yang terdiri dari dipakai kata benda
Jumlah pemakaian pola dasar
sebanyak 1 kali, dipakai kata kerja
‫ ل م ز‬dalam AlQuran
sebanyak 3 kali

..
Kajian kata

ِ ‫ بِاأْل َ ْلقَا‬pada surat Al-


‫ب‬
Hujuraat ayat ke 11
Bacaan dalam tulisan arab
bi(a)l-alqâbi
latin
Jenis kata kata benda atau sifat
dengan julukan, Yang maksudnya adalah
ِ ‫بِاأْل َ ْلقَا‬
Arti kata ‫ب‬ panggilan yang bukan nama asli berupa
panggilan buruk.
Jumlah pemakaian ِ ‫ بِاأْل َ ْلقَا‬dalam AlQuran dipakai
kata ‫ب‬
sebanyak 1 kali
Kata ‫ب‬ِ ‫ بِاأْل َ ْلقَا‬tersusun dari ‫لقب‬
kata dasar dengan suku kata
Jumlah pemakaian pola dasar 1 kali, yang terdiri dari dipakai kata benda
‫ ل ق ب‬dalam AlQuran sebanyak 1 kali
dalam AlQuran hanya dipakai untuk
bentuk kata benda saja, dalam AlQuran
Pola dasar ‫ل ق ب‬
untuk pola dasar ini tidak digunakan
sebagai kata kerja
..

Kajian kata ‫ يَ ْغتَب‬pada surat Al-Hujuraat ayat ke


12
Bacaan dalam tulisan arab
yaghtab
latin
kata kerja aktif bentuk sedang atau
Jenis kata
akan terjadi
21
(dia[lk]) mengumpat, dalam artian
Arti kata ‫يَ ْغتَب‬
menceritakan aib orang lain.
kata ‫ يَ ْغتَب‬dalam AlQuran dipakai
Jumlah pemakaian
sebanyak 1 kali
Kata ‫ يَ ْغتَب‬tersusun dari kata
‫غيب‬
dasar dengan suku kata
60 kali, yang terdiri dari dipakai kata
Jumlah pemakaian pola dasar
benda sebanyak 59 kali, dipakai kata
‫ غ ي ب‬dalam AlQuran
kerja sebanyak 1 kali

d. Surat al-Hujurat (49) ayat 12


         
            
            
Yā 'Ayyuhā Al-Ladhīna 'Āmanū Ajtanibū Kathīrāan Mina Až-Žanni 'Inna Ba`đa
Až-Žanni 'Ithmun ۖ Wa Lā Tajassasū Wa Lā Yaghtab Ba`đukum Ba`đāan ۚ
'Ayuĥibbu 'Aĥadukum 'An Ya'kula Laĥma 'Akhīhi Maytāan Fakarihtumūhu ۚ Wa
Attaqū Al-Laha ۚ 'Inna Al-Laha Tawwābun Raĥīmun
49:12. “Hai orang-orang yang b e r i m a n , jauhilah kebanyakan purba-
sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”
(Tafsir Al Misbah, Vol. 13, hal. 253). Jo. (2:275, 3:130, 6:120)

ِّ‫ الظَّن‬pada surat Al-Hujuraat ayat


Kajian kata ke 12

Bacaan dalam tulisan arab latin a(l)dhdhanni


Jenis kata kata benda abstrak atau sifat
Arti kata ِّ‫الظَّن‬ menyangka
kata ِّ‫ الظَّن‬dalam AlQuran dipakai
Jumlah pemakaian
sebanyak 3 kali
Kata ِّ‫ الظَّن‬tersusun dari kata dasar
‫ظنن‬
dengan suku kata
69 kali, yang terdiri dari dipakai
Jumlah pemakaian pola dasar ‫ظ ن‬
kata benda sebanyak 24 kali,
‫ ن‬dalam AlQuran
dipakai kata kerja sebanyak 45 kali

Kajian kata ‫ تَ َج َّسسُوا‬pada surat Al-Hujuraat ayat

22
ke 12

Bacaan dalam tulisan arab latin tajassasû


kata kerja aktif bentuk sedang atau
Jenis kata
akan terjadi
Arti kata ‫تَ َج َّسسُوا‬ (kalian) supaya mencari kesalahan
kata ‫ ت ََج َّسسُوا‬dalam AlQuran dipakai
Jumlah pemakaian
sebanyak 1 kali
Kata ‫ تَ َج َّسسُوا‬tersusun dari kata
‫جسس‬
dasar dengan suku kata
Jumlah pemakaian pola dasar ‫ج س‬ 1 kali, yang terdiri dari dipakai
‫ س‬dalam AlQuran kata kerja sebanyak 1 kali
Dalam AlQuran hanya dipakai untuk
bentuk kata kerja saja, dalam
Pola dasar ‫ج س س‬
AlQuran untuk pola dasar ini tidak
digunakan sebagai kata benda

‫ يَ ْغتَب‬pada surat Al-Hujuraat ayat


Kajian kata ke 12

Bacaan dalam tulisan arab latin yaghtab


kata kerja aktif bentuk sedang atau
Jenis kata
akan terjadi
Arti kata ‫يَ ْغتَب‬ (dia[lk]) mengumpat
kata ‫ يَ ْغتَب‬dalam AlQuran dipakai
Jumlah pemakaian
sebanyak 1 kali
Kata ‫ يَ ْغتَب‬tersusun dari kata dasar
‫غيب‬
dengan suku kata
60 kali, yang terdiri dari dipakai
Jumlah pemakaian pola dasar ‫غ ي‬
kata benda sebanyak 59 kali,
‫ ب‬dalam AlQuran
dipakai kata kerja sebanyak 1 kali

2. Sebab Nuzul (11-12)


Dalam satu riwayat dikemukakan bahwa seorang laki-laki mempunyai
dua atau tiga nama, dan dipanggil dengan nama tertentu agar orang itu tidak
senang dengan panggilan itu. Ayat ini (surat al-Hujurat (49):11) turun sebagai
larangan untuk menggelari orang dengan nama-nama yang tidak
menyenangkan (diriwayatkan oleh imam empat dari Abi Jubai Ibnu Dhahhak).
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa nama-nama gelaran di zaman
Jahilyyah sangat banyak. Ketika Nabi SAW. Memanggil seseorang dengan
gelarnya, ada orang yang memberitahukan kepada Nabi bahwa gelar itu tidak
disukainya. Maka turunlah ayat ini ini (surat al-Hujurat (49):11) yang melarang

23
memanggil orang dengan gelaran yang tidak disukai (diriwayatkan oleh Al-
Hakim dan yang lainnya yang berkata: “Ya Rasulallah! Sesungguhnya ia
marah dengan panggilan itu”).
Bunyi redaksi ayat “Wa Lā Tanābazū Bil-'Alqābi” (surat al-Hujurat
(49):11) turun sebagai larangan mengenai orang dengan sebutan yang tidak
disukainya (diriwayatkan oeh Ahmad yang bersumber dari Abi Jubai Ibnu
Dhahhak).
Kemudian, beralih ke ayat 12 surat al-Hujurat, dalam satu riwayat
dikemukakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan kasus Salman Al-Farisi.
Kisah ringkasnya demikian: Manakala selesai makan, Al-Farisi terus beranjak
tidur dan mendengkur. Pada waktu itu ada orang lain yang
menggunjingkannya. Maka turunlah ayat di atas yang pada intinya melarang
seseorang mengumpat dan menceritakan aib orang lain (diriwayatkan oleh Ibn
Al-Mundzir dari Ibnu Juraij).
3. Penjelasan
Dengan penjelasan berurutan yakni, surat al-Hujurat (49) ayat 13
memerintahkan umat manusia supaya bekerjasama serta mempertahankan
persatuan dan kesatuan.
Pada ayat 9 dan 10 surat al-hujurat (49) Allah mengingatkan beberapa
faktor yang menyebabkan persatuan dan kesatuan suatu masyarakat atau
bangsa menjadi terganggu dan bahkan retak dan kemudian terpecah belah.
Diantara faktor yang dimaksudkan ialah perlakuan olok-olok baik yang
dilakukan oleh kaum pria atau wanita, bahkan mungkin keduanya. Al-Qur’an
melarang perbuatan mengolok-olok dan sekaligus mengingatkan bahwa boleh
jadi orang-orang atau kelompok yang diolok-olokkan itu malahan lebih baik
daripada yang mengolok-olok.
Faktor lain yang cukup besar pengaruhnya bagi gangguan persatuan
dan persaudaraan ialah pemberian gelar yang jelek kepada orang lain, atau
dengan kalimat memanggil orang/kelompok lain dengan gelar-gelar yang tidak
baik. Allah menyamakan jukukan buruk dengan perbuatan fasik yang jika tidak
bertobat pelakunya tergolong ke dalam perbuatan aniaya.
Masih dalam kalimat ini, hal lain yang dapat menimbulkan
persaudaraan menjadi renggang dan persatuan menjadi pecah ialah prasangka
yang berlebihan. Banyak atau paling tidak sebagian prasangka dapat

24
menimbulkan kekacauan di tengah masyarakat semisal isu-isu yang keluar dari
orang/kelompok lain yang tidak bertanggung jawab dalam kehidupan sekarang
ini.
Menggunjing orang atau lain juga merupakan faktor perusak persatuan
dan persaudaraan. Sebab, dari gunjing-menggunjing sangat mengkin timbul
pertengkaran yang kenudian mengarah pada kekerasan dan bahkan bias
menjadi pertempurat hebat. Lalu jika terjadi saling membunuh maka seakan
manusia yang bersaudara itu memakan daging saudaranya yang lain.
Tersebab itu maka al-Qur’an melalui ayat 12 surat al-Hujurat dan
beberapa ayat yang senada ayat 6 surat al-Fath, mengingatkan agar
menghindari berburuk sangka atau su’udzdzan. Dan Allah SWT mengingatkan
kita semua untuk untuk selalu bertaqwa kepadaNya. Di antara wujud taqwa
dalam lingkupnya yang luas ialah menghindarkan dir dari kemungkinan terlibat
dengan prasangka buruk dang menggunjing.
4. Kesimpulan
Ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari ayat 11 dan 12 surat
al-Hujurat, diantaranya ialah bahwa Allah melarang orang-orang beriman
terlibat olok-olok dengan sesame mu’minin bahkan dengan sesama manusia
pada umumnya.
Orang-orang mukmin juga dilarang memberikan atau memanggil orang
lain dengan julukan-julukan jelek yang tidak menyenangkan, dan
mengidentikkan perbuatan itu degan perlakuan dzalim.
Allah juga melarang berprasangka buruk kepada sesame orang beriman
bahkan kepada orang yang berbeda agama sekalipun; dan menyatakan bahwa
prasangka buruk adalah perbuatan dosa.

25
e. Surat al-Hujurat (49) ayat 13
        
           
 
Yā 'Ayyuhā An-Nāsu 'Innā Khalaqnākum Min Dhakarin Wa 'Unthá Wa Ja`alnākum
Shu`ūbāan Wa Qabā'ila Lita`ārafū ۚ 'Inna 'Akramakum `Inda Al-Lahi 'Atqākum ۚ
'Inna Al-Laha `Alīmun Khabīrun
49:13. “Hai m a n u s i a , Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Tafsir Al Misbah, Vol. 13, hal. 260).
Jo. (4/1, 6/133, 30/22)
1. Makna Kosa Kata (Makna Mufradat)

  : Menurut umumnya ahli tafsir klasik, yang dimaksud


 dengan kata-kata “Min Dhakarin Wa 'Unthá” pada ayat
ini adalah Adam dan Isterinya.

 : Kata tunggalnya adalah sya’bun yaitu kehidupan


kelompok besar yang dinisbahkan kepada asal (rumpun)
yang satu.

Misalnya sya’ban Rabi’ah dan sya’ab Mudhar. Dalam


istilah sekarang tampak identik dengan suku bangsa.

Kelompok masyarakat (sosial) yang jumlahnya lebih


sedikit daripada sya’bun. Dalam istilah sekarang biasa
disamakan dengan suku, seperti istilah kabilah Tamim
dari suku Mudhar dan kabilah Bakar dari suku Rabi’ah,
dan begitu seterusnya.

Dari kalangan bangsa arab dahulu, hubungan keturunan


(al-nasl) itu di bedakan ke dalam 7 kelompok :

1) sya’bun, 2) kabilah, 3) imarah, 4) al-bathnu, 5) al-


fakhdz, 6) al-fashilah, 7) al-‘asyirah.

2. Sebab Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika terjadi fathu Makkah
(pembebasan kota Makkah) oleh kaum muslimin, Bilal naik Ka’bah dengan
maksud untuk melantunkan adzan, lalu ada beberapa orang mengatakan:
“Pantaskah seorang budak hitam melakukan adzan di atas Ka’bah?” Maka
berkatalah yang lainnya: “Sekiranya Allah membenci orang itu, niscaya Allah
akan menggantinya”. Ayat diatas turun sebagai penegasan bahwa dalam

26
Islam sama sekali tidak ada diskriminasi. (diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim
dari Ibnu Abi Mulaikah).
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ayat di atas turun bertalian
dengan kasus Abi Hindin yang berhak dikawinkan oleh Rasul Allah SAW
kepada seorang wanita dari kalangan Bani Bayadhah. Bani Bayadhah
bertanya: “wahai Rasul Allah! Pantaskah kalau kami menikahkan petera-
puteri kami dengan budak-budak kami?” Lalu turunlah ayat di atas.
Satu lagi periwayatan disebutkan bahwa ayat 13 surat al-Hujurat (49)
di atas diturunkan berkenaan dengan dua orang Anshar yang terlibat tawar-
menawar dalam memperoleh haknya. Salah seorang di antara mereka berkata:
“Aaku akan mengambilnya dengan kekerasan, karena aku banyak memiliki
kawan; sementara yang lain mengajak untuk menyerahkan keputusannya
kepda Nabi SAW. Orang tersebut lalu menolaknya, sehingga terjadilah pukul
memukul dengan tangan dan sandal; akan tetapi tidak terjadi pertumpahan
darah. Ayat diatas memerintahkan supaya melawan rang yang menolak
perdamaian (diriwayatkan oeh Ibn Jarif dan Qatadah).”
3. Penjelasan
Lepas dari perbedaan sebab nuzul diatas, yang pasti ayat 13 surat al-
Hujurat ini memberikan landasan dasar tentang prinsip dasar kesamaan
manusia anatara yang satu dengan yang lain. Perbedaan jenis kelamin, warna
kulit, suku, agama dan lain-lain, sama sekali tidak boleh dijadikan alas an
untuk membeda-bedakan perstasi seseorang atau dengan kalimat lain, al-
Qur’an tidak membenarkan diskriminasi karena ras, suku, bansa dan lain-lain.
Al-Qur’an hanya membedakan anatara orang yang satu dengan orang
lain berdasarkan prestasi amal kerjanya yang dalam istilah al-Qur’an dikenal
dengan taqwa. Menurut pandangan Allah SAW, hanya taqwallah-lah yang
bias membedakan antara manusia yang satu dari manusia yang lain.
Hal lain yang juga ditegaskan dalam ayat 13 surat al-Hujurat diatas
ialah bahwa perbedaan suku bangsa dan lain-lain tidak harus menjadikan
panghalang untuk memupuk kerjasama antara orang yang satu dengan orang
lain, atau antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Sebanya,
karean masing-masing kelompok masyarakat manusia itu pada dasarnya
saling membutuhkan bantuan.

27
Kerjasama yang demikian pada dasarnya mutlak perlu dilakukan oleh
setiap bangsa kapan dan di manapun, lebih-lebih oleh bangsa yang
penduduknya bersifat majemuk atau heterogin seperti hanya Indonesia.
Malahan sebaliknya harus diusahakan kerjasama yang adil dan saling
menguntungkan semua pihak, demi persatuan dan kesatuna bangsa yang telah
lama dinikmati bangsa Indonesia.
4. Kesimpulan
Dari ayat 13 surat al-Hujurat diatas, dapatlah disimpulkan bahwa
manusia itu pada dasarnya adalah sama. Karena itu maka asas persamaan
antar sesama manusia harus dijunjung tinggi, terutama dalam kaitannya
dengan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM).
Dalam pandangan Allah SWT, manusia itu hanya dapat dibedakan
berdasarkan ketaqwaannya, tidak didasarkan pada yang lain seperti bahasa,
suku, bangsa dan lain-lain. Segala perbedaan yang ada ditengah-tengah
masyarakat, tidak boleh menjadikan penghalang bagi kerjasama anatar
kelompok yang ada, dan sekaligus tidak boleh mengusik persatuan dan
kesatuan.

E. Kisah-kisah dalam al-Qur’an


Di dalam makalah ini, pemakalah kiranya perlu sekali memberikan
uraian perihal kisah, yang memang ada pertalian antara kisah dengan hajat
hidup manusia pada lingkungan masyarakat, tersebab adanya muatan
pendidikan dan pengajaran.
1. Pengertian kisah
Dalam buku karya Prof. Dr. Nashruddin Baidan “Wawasan Baru
Ilmu Tafsir”20, Lafal “kisah” berasal dari bahasa Arab qishshat jamanya
qishash yang menurut Muhammad Ismail Ibrahim, berarti “hikayat [dalam
bentuk] prosa yang panjang.”21
Adapun qashash adalah akar kata (mashdar) dari qashsha yaqushshu,
secara lughawi konotasinya tak jauh berbeda dari yang disebutkan diatas,
yang dipahami sebagai “ceritera yang ditelusuri”
Dari pengerian lughawi itu dan setelah memperhatian kisah yang
diungkapkan oleh al-Qur’an maka kita dapat menerima pengertian yang
20
Nasruddin Baidan, Wawasan baru ilmu tafsir, Pustaka pelajar, cetakan II, 2011, hlm.223-246
21
Muhammad Ismail Ibrahim, Mu’jam al-Alfazh wa A’lam al-Qur’aniyyat, Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1969, h.140
28
dikemukkan oleh manna al-Qaththan bahwa yang dimaksud dengan kisah
Al-Qur’an ialah “Informasi Alqur’an tentang umat-umat yang silam para
Nabi, dan peristiwa yang terjadi”.
2. Macam-macam kisah
Apabila diamati ksah-kisah yang terdapat dalam al-Qur’an maka
paling tidak ditemukan tida kategori. 22
Pertama mengenai para Nabi, diantaranya mengenai dakwah
terhadap suatu kaum, mukjizat, pendurhaka dll. Kedua, kisah yang terjadi
dimasa lampau, yang bukan kisah Nabi, seperti Qabil dan Habil,
Zulkarnain, Maryam dan lain-lain. Ketiga, kisah yang terjadi di masa Rasul
Allah sepeti perang Badar dan perang Uhud, Hujrah, Isra’ dan sebagainya.
Jika diperhatikan ketiga macam kisah yang terdapat dalam qur’an itu
maka tampak dengan jesa semuanya bertujuan memberikan pelajaran
memanggil umat kejalan yang benar agar mereka selamat hidup di duni dan
berbahagi sampai ke akhirat.
3. Tujuan kisah
Adanya kisah dalam al-Qur’an menjadi bukti yang kuat bagi umat
manusia bahwa al-Qur’an sanat sesuai dengan kondisi mereka karena sejak
kecil smapai dewasa dan tua Bangka, tiak ada orang yang tak suka kepada
kisah, apalagi kisah itu mempunyai tujuan ganda, yakni disamping
pengajaran dan pendidikan juga berfungsi sebagai hiburan.
4. Pertalian kisah dengan hajat hidup manusia
Dari uraian diatas kita mendapatkan gambaran bahwa kisah dalam
al-Qur’an mempunyai multifungsi, selain berisa pelajaran yang amat
berharga, juga berfungsi mengokohkan akidah tauhim; dan sekaligus
menenteramkan jiwa ,serta menetapkan pendidirian dalam berjuang; bahkan
dapat pula kisah itu berfungsi sebagai penghibur jiwa dan pelipur lara,
terutama bila berhadapan dengan tantangan yang keras dari umat dan
penolakan mereka.
Maka eksistensi kisah dalam al-Qur’an mempunyai kaitan yang
sangat erat dengan hajat hidup umat manusia. Dengan demikian, bukanah
hal yang aneh, bila kisah-kisah dalam al-Qur’an sangat menarik dan cocok
dengan kebutuhan hidup umat dimuka bumi ini karena yang

22
Lebih lanjut bandingkan Manna’ al-Qaththan, op.cit., hh. 306-307
29
menurunkannya ialah Allah sendiri pencipta manusia, dialah yang
mengetahui kebutuhan dan perkembangan jiwa mereka.
5. Kandungan kisah
Kisah-kisah dalam al-Qur’an diungkapkan dalm rangkan mendidik
umat tentang bagaimana cara hidup sebagai khalifah yang deserahi amanah
memakmurkan dan membangun kehidupan yang layak bagi umat manusia
di muka bumi ini. Dari itu kisah tersebut berisi materi anatara lain: tahid,
akhlak, dan mu’amalah. Ketiga unsur ini amat penting dalam kehidupan
umat.
Lebih jelasnya, pemakalah akan memberikan gambaran nilai-nilai
yang terkandung dalam kisah al-Qur’an khususnya dalam surat al-Hujurat
(49) : 10-13, pada pokok bahasan berikut ini.
F. Nilai-Nilai Pendidikan Kemasyarakata dalam Surat Hujurat 10-13
Pendidikan sangatlah penting dalam kehidupan. Didalam al-Qur’an
surat al-Hujurat ayat 11-13 memiliki makna yang sangat luas, didalamnya
membahas cara berhubungan sesama manusia dengan baik, khususnya etika
kepada sesama Muslim.
1. Pendidikan menjunjung tinggi kehormatan sesama muslim
Menjunjung tinggi kehormatan sesama muslimim merupakan
kewajiban setiap muslimin terhadap muslimin yang lainnya. Dalam al-
Qur’an banyak memuat kisah-kisah yang menggambarkan tentang ayat-
ayat saling menghormati. Ada beberapa sifat tercela yang harus
dihindari dalam Al Qur’an surat Al Hujurat ini untuk dihindari oleh
setiap muslim, berikut uraiannya :
a. Mengolok-olok
Mengolok-olok atau mengejek adalah perbuatan yang
dilarang dan diharamkan. Pada QS. . Al-Hujurat ayat 11 dijelaskan
larangan supaya jangan menghina atau merendahkan orang lain, karena
manusia tidak ada yang sempurna. Setiap kelebihan pasti akan ada
kekurangan, begitu juga sebaliknya.
Rasulullah sangat menjaga supaya seseorang jangan
menghina atau atau mengejek orang lain karena kekurangan-
kekurangan yang terdapat pada orang yang bersangkutan.23

23
Zainuddin, BahayaLidah, (Jakarta: BumiAksara, 1992), hal. 170
30
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad
diceritakan bahwa pada suatu hari, Abdullah bin Mas’ud berkumpul
dengan para sahabat. Bertepatan pada waktu itu kain yang menutupi
kain Abdullah bin Mas’ud tersingkap, sehingga kelihatan betisnya
yang kecil dan kurus. Sebagian sahabat menertawakan Abdullah bin
Mas’ud itu karena betisnya yang sangat kecil itu. Secara spontan
Rosulullah SAW meegur sikap sahabat-sahabat yang menghina atau
meredahkan Abdullah bin Mas’ud itu seraya berkata:“apakah kamu
tertawa karena betisnya yang kecil itu? Demi Tuhan yang menguasai
diriku, kedua betis (Abdullah bin Mas’ud) lebih berat timbangannya
dari gurun Uhud.” (HR. Ahmad).
Dari ungkaapan diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa
seseorangyang mempunyai kekurangan, pasti memiliki kelebihan.
Kita tidak dapat menilai seseorang hanya dilihat dari satu sisi.
Kekurangan seseorang dapat ditutupi dengan beberapa kelebihan yang
dimilikinya.
b. Mencela.
Dalam potongan ayat 11 QS. . Al-Hujurat dijelaskan

“..Janganlah kamu mencela dirimu sendiri..” kata (‫ )َت ْل ِم ُزوا‬terambil dari

kata al- lamz. Para ulama berbeda pendapat dalam memaknai kata ini.
Ibnu Asyur misalnya memahaminya dalam arti, ejekan yang
langsung dihadapkan kepada yang diejek, baik dengan isyarat, bibir,
tangan atau kata-kata yang dipahami sebagai ejekan atau ancaman.24
Ayat diatas melarang melakukan lamz terhadap diri sendiri,
sedangkan maksudnya adalah orang lain. Redaksi tersebutdipilih
untuk mengisyaratkan masyarakat dan bagaimana seseorang
merasakan bahwa penderitaan dan kehinaan yang menimpa orang lain,
maka menimpa dirinnya sendiri. 25
Ketika seseorang mencela orang lain, maka orang tersebut
adalah mencela dirinya sendiri. Kekurangan orang lain bisa ada pada
diri orang yang mencela tanpa disadari.
c. Memanggil dengan gelar yang buruk

24
M.QuraishyShihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: LenteraHati, 2002), hal 251
25
Ibid, 125
31
َ َ‫ )َتن‬Tanabazu berasal dari akar kata
Wa la Tanabazu (‫اب ُزوا َوال‬

nabaza- yanbazu-nabzan yang berarti memberikan julukan dengan


maksud mencela. Bentuk jamaknya adalah anbaz. Tanabazu melibatkan
dua pihak yang saling memberikan julukan. Tanabuz lebih sering
digunakan untuk pemberian gelar yang buruk. Maksud dari Tanabuz
hampir sama dengan lamz yaitu mencela, hanya dalam Tanabuz ada
makna keterus terangan dan timbal balik. Seseorang yang melakukan
lamz belum tentu dihadapan orang yang dicelanya, tetapi kalau
tanabuz dilakukan dengan terag- terangan dihadapan orang yang
bersangkutan. 26
d. Az-zann (berperasangka).
Kata az-zann adalah bentuk masdar dari kata zanna-
yazunnu yang berarti menduga, menyangka dan memperkirakan.
Dalam ayat ini Allah menjelaskan agar menjauhi zann (prasangka)
karena sesungguhnya sebagian dari prasangka adalah dosa. Prasangka
yang tidak berdasar tentu meresahkan kehidupan bermasyarakat
karena satu sama lainnya saling mencurigai dan akan mengakibatkan
perpecahan.27
Perasangka yang dimaksud disini adalah perasangka jelek.
Dari kata ‫ ﻣﻦ‬yang artinya dari/sebagian. Artinya adalah sebagian yang
jelek, karena perasangka ada dua, yaitu perangka yang baik dan
perasangka yang buruk. Allah melarang kita berprasangka buruk
karena perasangka buruk akan membawa kita pada perpecahan. Akan
tetapi Allah memerintahkan kepada kita akan senantiasa
berperasangka yang baik agar senantiasa terjalin hubungan yang
harmonis dengan sesame manusia terutama sesama Muslim.
e. Tajassus
Wala tajassasu (dan janganlah kamu saling mencari-cari kesalahan/
memata- matai). Biasanya tajassus dilakukan untuk tujuan yang tidak baik
atau bahkan untuk keburukan. Orang yag melakukan tajassus disebut jasus
(mata-mata). Lain dengan tahassus (mencari berita), yang biasanya digunakan
untuk tujuan baik, sebagaimanadisebutkan Allah SWT dalam megisahkan

26
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an danTafsirnya, (Jakarta: WidyaCahaya, 2011), hal. 408
27
Ibid, 412
32
Ya’qub.28

      


           
  
Hai anak-anakku, pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf
dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat
Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah,
melainkan kaum yang kafir".(QS. Yusuf: 87).
f. Ghibah
Allah SWT berfirman : “Sukakah salah seorang diantara
kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya (QS. . AL-Hujurat: 12).”
Ghibah atau menggunjing yaitu membicarakan kejelekan
orang di belakang orangnya. Kejelekan orang yang dibicarakan itu
baik tentang keadaan dirinya sendiri atau keluarganya, badannya
atau akhlaknya. Menggunjing itu dilarang, baik dengan kata-kata,
isyarat atau lain sebagainya.29
Islam melarang pemeluknya untuk menyakiti saudaranya yang
sesama Muslim, dengan sarana apapun, baik itu dengan tindakan
maupun ucapan.30
     
      
Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan
mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka
Sesungguhnya mereka Telah memikul kebohongan dan dosa yang
nyata. (QS. . Al-Ahzab:58)

Jika Islam telah mengharamkan bagi seorag Muslim untuk


mempergunjungkan saudaranya sesama Muslim, atau
membicarakannya dengan sesuatu yang nyata ada padanya ataupun
yang tidak nyata dengan maksud untuk mengurangi kehormatan dan
kemuliaannya, maka Islampun menegaskan seruannya untuk
membantu orang-orang yang teraniaya.
Barangsiapa menghinakan seorang Muslim, maka Allah akan
menghinakannya dan siapa yang membantu sudaranya sesama

28
Penyakit-PenyakitHati (Bandung: PustakaHidayah, 1995), hal. 72
29
Zainuddin, BahayaLidah, (Jakarta: BumiAksara, 1992), hal. 64
30
Ahmad Umar Hasyim, Menjadi Muslim Kaffah, (Yogyakarta: MitraPustaka, 2004). hal.541
33
Muslim, maka Allah juga akan membantunya.31
g. Pendidikan Berperasangka baik (Husnudzon)
Hubungan baik antara manusia yang satu dengan yang
lainnya, dan khususnya antara Muslim yang satu dengan Muslim
yang lainnya, merupakan sesuatu yang harus diupayakan dan dijaga
dengan sebaik- baiknya. Oleh karena itu kita harus berperasangka
baik. 32
Allah melarang kita untuk berburuk sangka. Buruk sangka
biasanya berupa tudingan seseorag tanpa didasarkan pada bukti yang
mendukung kebenarannya.
      
         
        
         
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu
sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa
jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS. . Al-Hujurat: 12)

2. Pendidikan Ta’aruf
Ta’aruf adalah saling mengenal, untuk menjadikan
keharmonisan dalam hubungan menjadi lebih baik, maka harus
dilestarikan dengan adanya silaturrahmi.
Menurut Imam Nawawi silaturrahmi adalah ungkapan berbuat
baik kepada kerabat sesuai dengan kondisi yang menyambung atau
yang disambungkadang kala dengan harta benda, pelayanan, kunjungan,
salam dan lain-lain. 33
       
       
        
     
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya
Allahmenciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
31
Ahmad Umar Hasyim, Menjadi Muslim KaffahBerdasarkan Al-Qur’an danSunnahNAbi saw,
(Yogyakarta: MitraPustaka, 2007), hal. 542
32
Musa Turoichan, Ketajaman Mata Hati, (Surabaya: AmpelMulia, 2009), hal. 114
33
Musa Turoichan, Ketajaman Mata Hati, hal. 115
34
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya
kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasikamu.
(QS. . An-Nisa’: 1)

G. Urgensi Kajian Ini dalam Pendidikan


Tentang urgensi pendidikan masyarakat dalam perspektif al-qur’an
dapat difahami dari ayat al-qur’an yang telah dibicarakan pada bab ii diatas,
yang berbicara tentang
Pendidikan dalam pendidikan masyarakat ini boleh dikatakan
pendidikan secara tidak langsung, pendidikan yang dilaksanakan secara tidak
sadar oleh masyarakat. Dan anak didik sendiri secara sadar atau tidak, ia
telah mendidiknya sendiri, mempertebal keimanan serta keyakinan sendiri
akan nilai-nilai kesusilaan dan keagamaan di dalam masyarakat.
Kedudukan ilmu pengetahuan, kedudukan akal, dan pentingnya
pembinaan generasi muda. Setidaknya melalui pembahasan urgensi
pendidikan masyarakat yang telah dimaksud pada QS. . Al-hujurat ayat 10-13.
Tujuan yang ingin dicapai oleh al-Qur’an adalah membina manusia
guna mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya.
Pembinaan akalnya menghasilkan ilmu, pembinaan jiwanya menghasilkan
kesucian dan etika, sedang pembinaan jasmaninya menghasilkan keterampilan.
Dengan penggabungan unsur-unsur tersebut, terciptalah makhluk dwidimensi
dalam satu keseimbangan, dunia dan akhirat, ilmu, iman dan amal.
Pendidikan harus dilaksanakan secara terus menerus, karena
keselamatan dan kekuatan masyarakat tergantung pada keselamatan individu
dan persiapannya. Untuk itu Islam sangat memperhatikan pendidikan anak-
anak, baik pendidikan sosial maupun pendidikan akhlaknya atau perilakunya.
Sehingga apabila mereka telah terdidik, terbentuk dan bergelut di dalam
kehidupannya, mereka akan memberikan gambaran yang benar tentang
manusia yang cakap, seimbang, berakal, dan bijaksana, di manapun ia berada
Para pendidik harus berusaha keras, penuh dedikasi untuk
melaksanakan tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya dalam pendidikan
masyarakat sehingga pendidik dapat memberikan andil di dalam membina
suatu masyarakat islami yang utama dan berpusat pada keimanan, akhlak dan
sosial yang terbaik, dan norma-norma Islam yang tinggi. Semua ini bagi Allah

35
sebagai pendidik yang Maha Agung, tidak sulit untuk mewujudkannya, namun
Allah ingin menguji hamba-Nya.
Metode praktis yang dapat dipergunakan di dalam pedidikan
kemasyarakatan menurut Abdullah Nashih Ulwan (1988: 391-571) adalah
dengan penanaman dasar-dasar psikis yang mulia, seperti: taqwa,
persaudaraan, kasih sayang, mengutamakan orang lain, pemberian maaf dan
keberanian.
Pemeliharaan hak-hak orang lain, seperti hak tehadap orang tua, hak
terhadap saudara-saudara, hak terhadap guru, hak terhadap teman dan hak
terhadap orang besar.

36
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kita hendaklah benar-benar menginsyafi bahwa hidup kini hanyalah sebentar,
relative singkat, berbentuk sandiwara dan olok-olok dimana berlaku ujian tentang,
Iman, Ilmu dan Amal, 11:7, 29:64. Bahwa hidup sebenarnya adalah disorga pada alam
akhirat nanti dimana jin dan manusia hidup sempurna selamanya dengan pengabdian
khusus pada Allah, 3:133, 3:139, 76:14 dan 51:56
Maka kita hendaklah berusah mendidik dan mengajarkan ilmu yang
terkandung dalam al-Qur’an kepada setiap anggota keluarga, 56:95, 69:51, dengan itu
diharapkan semoga kita dapat mencegah anggota keluarga dari siksan neraka, 66:6,
dan kita merasa cemas kalau-kalau kita meninggalkan anak cucu berganda dengan
kehidupan tak menentu tanpa iman pada ketentuan Allah, 2:180, 4:9.
Dari uraian dan penjelasan diatas kiranya dapatlah diambil kesempulan
diantaranya adalah :
1. Bahwa perdamaian yang adil merupakan cara terbaik untuk mengakhiri
persengketaan yang terjadi di tengah masyarakat. Lebih-lebih jika persengketaan
itu terjadi antara sesama kelompok mukminin. Sebab, menurut al-Qur’an antara
orang mukmin dengan orang mukmin pada hakikatnya adalah bersaudara
(ikhwah).QS. 49:9
2. Bahwa setiap manusia dilarang saling mengolok-olok satu sama lain, terutama
sesama muslim, mengejek diri sediri, memanggil orang lain dengan gelar-gelar
yang buruk, bergunjing, berburuk sangka serta mencari-cari kesalahan orang lain.
QS. 49:11. Hanyalah akan berakibat kemurkaan dari Allah, QS. 3:162. Dan
hukum Allah adalah sebaik-baik hukum, QS. 5:50. Manusia diciptakan oleh Allah
dari seorang laki-laki dan perempuan yaitu Adam dan Isterinya, QS. 4:1, dan
menjadikan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya mereka saling
mengenal dan tolong menolong, QS. 49:31. Karena manusia yang satu dengan
yang lainnya adalah bersaudara. QS. 49:10, 3:103
3. Dari ayat 13 surat al-Hujurat diatas, dapatlah disimpulkan bahwa manusia itu pada
dasarnya adalah sama. Karena itu maka asas persamaan antar sesama manusia
harus dijunjung tinggi, terutama dalam kaitannya dengan penegakan Hak Asasi
Manusia (HAM). Dalam pandangan Allah SWT, manusia itu hanya dapat

37
dibedakan berdasarkan ketaqwaannya, tidak didasarkan pada yang lain seperti
bahasa, suku, bangsa dan lain-lain. Segala perbedaan yang ada ditengah-tengah
masyarakat, tidak boleh menjadikan penghalang bagi kerjasama antar kelompok
yang ada, dan sekaligus tidak boleh mengusik persatuan dan kesatuan.
4. Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam ayat tersebut yaitu: Pendidikan
menjunjung tinggi kehormatan sesama Muslim. Pendidikan berperasangka baik,
agar tercipa persaudaraan yang harmonis dan senantiasa menjaga
kepercayaan sesama manusia terutama sesama Muslim. Pendidikan ta’aru,
QS. 49:13. Sehubungan dengan berperasangka baik, ta’aruf adalah salah satu
jalan agar tidak terjadi buruk sangka. Agar saling menjalin komunikasi yang
baik dan menjaga silaturrahmi.

B. Saran-Saran
Dari hasil kesimpulan diatas, maka penulis ingin memberikan saran-
saran, yang sedapatnya untuk dijadikan bahan masukan bagi siapa saja yang mengaku
diri seorang muslimin untuk lebih mengembangkan Pendidikan dalam bermasyarakat.
Seluruh orang beriman bersaudara maka setiapnya hendaklah sama
memperlihatkan sikap persaudaraan, tolong menolong dengan kebaikan untuk
kesempurnaan hidup bersama berdasarkan hukum Allah. Hal ini dinyatakanNya dalam
QS. 16:125, 49:10 dan 49:13. Orang-orang islam tidak akan memperbedaakan warna
kulit dan bahasa diantara sesamanya, asal saja semuanya bersatu dalam ediologi dan
hukum yang dilaksanakan.
Orang Islam adalah orang-orang yang mematuhi hukum yang telah diturunkan
Allah. Mereka diselamatkan dalam kehidupan di dunia kini dan di akhirat nanti.
Karena itu, mereka selalu bersikap jujur dan produktif dalam kehidupan setiap
tindakan, baik sewaktu bersendirian maupun ketika berhubungan dengan orang lain,
hal ini telah digariskan Allah dalam Al-Qur’an pada maksud QS. . 3:102 s/d 3:105.
Dalam bidang pendidikan masyarakat kiranya sudilah setiap diri sebagai
mahluk sosial dapatlah memperhatikan tugas dan tanggung jawab terhadap diri
sendiri, terhadap orang lain dan terhadap Allah.

38
1. Terhadap diri sendiri, sikap seorang Muslimiin :
Harus selalu mengingat bahwa dia diciptakan Allah hanya untuk mengabdi
kepada Allah, QS. . 51:56. Dia harus dapat memperhitungkan masa hiduptnya kini
hanya untuk beberapa tahun dimana segala sesuatu berupa ujian tentang baik dan
buruk, halal dan haram, pada semuanya terdapat hal-hal yang harus diusahakan atau
diperjuangkan menurut hukum yang telah diturunkan Allah.
         Dia harus bersikap jujur dan adil walaupun untuk dirinya sendiri, QS. .
4:135, dengna arti bahwa dia tidak membiarkan dirinya terbawa hanyut oleh
bujukan duniawi, namun dia tidak dibolehkan meninggalkan bagiannya di dunia
kini, QS. .28:77.
Dia harus pula meyakinkan diri bahwa dia adalah orang yang nantinya
menjadi penduduk surga, QS. . 40:40. Dengan keyakinan demikian, dia selalu
menghindarkan diri dari segala bujukan dan perbuatan yang dilarang Allah. Seperti
halnya perbuatan yang dilarang Allah, QS. 49:10-13. Semakin disiplin dia dalam
setiap tindakan, akan semakin tinggilah derajatnya di akhirat nanti.
2. Terhadap orang lain, seorang Muslimiin :
Kalau berkata hanya menyampaikan yang penuh pengertian, QS. 33:70, dan
tidak banyak bicara apalagi yang tidak berguna. Hanya mengucapkan tentang
sesuatu dengan hal-hal logis dan ketabahan, QS. 103:3.
Bahwa dia meyakini setiap yang berlaku di dunia kini telah ditentukan
Allah lebih dulu, QS. 57:2, dan mempercayai, bahwa di setiap kesempitan ada
kelapangan, QS. 94:5, dan bahwa Allah memberi rizki pada hambaNya tanpa
perhitungan manusia, dan Allah juga mengganti setiap nafkah yang dibelanjakan
menurut hukumNya, QS. 34:39. Karena itu dia tidak terpesona dan tidak terperdaya
pada harta benda, QS. 63:9, 102:1, 104:3, maka ketika telah merasa cukup
seperlunya, dia memberikan kelebihan harta kepada orang yang membutuhkan
untuk lebih produktif sambil mengharapkan keridhoan Allah, QS. 94:7, 94:8.
Sebagai orang yang berkesanggupan, dia selalu memberikan pertolongan,
QS. . 65:7, dan memberikan yang baik-baik bukan yang buruk, QS. 2:265, 2:267
dan 49:10.
Bahwa dia selalu menganjurkan hal-hal yang makruf sambil memberikan
contoh dalam setiap tindakannya. Sementara itu mencegah orang lain melakukan
yang mungkar, dan dia sendiri memberikan teladan yang baik kepada keluarga dan

39
lingkungan QS. 3:104, 9:112 dan tidak memasuki tempat orang lain tanpa izin, QS.
33:53.
3. Terhadap Allah yang menciptakan dirinya :
Seorang muslimin, selalu mematuhi hukum yang diturunkanNya sembari
mengharapkan ampunan dan keridhoanNya. Dalam hidupnya dia selalu meyakini
bahwa Allah selalu mengawasi dirinya dan membimbingnya. Dia takkan gelisah
atas cobaan dan takkan sombong dengan kelebihan yang dimilikinya, QS. 57:23
dan 3:112.
Semoga Allah melindung dan memberkahi hingga terhindar dari suatu yang
berupa kekeliruan dan kealpaan, dan kita senantiasa menyembah dan memohon
kepadaNya mengharapkan tambahan ilmu dan petunjuk, tanpa mana diri ini tidak
bernilai apa-apa dan tidak berdaya sedikitpun juga. Amin.

40
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Umar Hasyim, Menjadi Muslim Kaffah Berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah
Nabi saw, (Yogyakarta: MitraPustaka, 2007)
Al-Faruqi, Ismail R. 1993. Islam dan Kebudayaan, terjemahan Yustiono, judul asli:
Islam and Culture, Bandung: Mizan.
Arifin, Tajul, 2008, “Ilmu Sosial Dasar”, Bandung: Gunung Djati Press.
Direktorat jenderal pembinaan kelembagaan agama islam dan universitas terbuka
Materi pokok Qur’an dan Hadits, Midul 1-6, 1997
Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pusataka Bandung, 1978.
Hasbullah. Dasar Ilmu Pendidikan. 2005. Jakarta. Penerbit: PT RajaGrasindo Persada
http://quran.bblm.go.id/
http://taqwimislamy.comkonsep-pendidikan-islam-dalam-terapan-masyarakat-madani-
menurut-al-qur-an-dan-sunnah
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an danTafsirnya, (Jakarta: WidyaCahaya, 2011)
Kusumamihardja, Supan, dkk. 1985. Studia Islamica, Jakarta: Girimukti Pasaka.
M.Quraishy Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: LenteraHati, 2002)
Muhammad Ismail Ibrahim, Mu’jam al-Alfazh wa A’lam al-Qur’aniyyat, Dar al-Fikr
al-‘Arabi, 1969.
Musa Turoichan, Ketajaman Mata Hati, (Surabaya: Ampel Mulia, 2009).
Nasruddin Baidan, Wawasan baru ilmu tafsir, Pustaka pelajar, cetakan II, 2011.
Shihab, Quraish. 1994. Membumikan A, Qur’an- Fungsi dan Peran Wahyu Dalam
Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan.
Soejono, Ag. 1980. Pendahuluan Ilmu Pendidikan Umum, Bandung: CV. Ilmu.
Syed Muhammad al Naquib al Attas, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam,
(Bandung: Mizan, 2003).
Yusuf al Qardhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al Banna, Terj. Bustami
A.Gani,(Jakarta: Bulan Bintang, 1980).
Zainuddin, BahayaLidah, (Jakarta: BumiAksara, 1992).
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992).

41

Anda mungkin juga menyukai