Anda di halaman 1dari 13

Makalah

al-MuhkaM wa al-Mutasyabih

Diperesentasikan paDa Mata kuliah ilMu al-qur’an


Oleh
 Masda Nugraha (40200121021)
YUSRI (40200121021028)

DOsen Matkul : Dr.h. abDul rahiM yunus M.a


kelas 1ak1
Jurusan seJarah peraDaban islaM
fakultas aDab Dan huManiOra universitas islaM
negeri (uin) alauDDin Makassar
tahun aJaran 2021/2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dengan berbagai macam bentuk,
kekuatan, kecerdasan yang berbeda-beda. Sehingga ada beberapa amalan yang tidak mampu
dilakukan oleh seluruh orang, dan ada pula amalan yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang
kuat tertentu saja.

Begitu juga halnya dalam kemampuan berfikirpun ada hal-hal yang dipahami oleh semua
orang dan ada hal-hal yang hanya bisa dipahami oleh ulama tertentu. Serta ada juga yang sama
sekali tidak bisa dipahami oleh seluruh insan.

Terkait itu pula Allah jadikan didalam al-Qur’an hal-hal yang bisa dipahami secara
menyeluruh, juga hal-hal yang hanya dipahami oleh orang tertentu dan hal-hal yang hanya Allah
sajalah yang memahami maknanya. Hal yang semacam ini disebut oleh para ulama sebagai
pembahasan al-Muhkam dan al-Mutasyaabih yang in syaa Allah akan menjadi pembahasan
makalah kita dalam kesempatan ini.

Menimbang pentingnya pembahasan ini perlu rasanya penulis sedikit bersumbangsih


meski banyak kendala dalam penulisan makalah ini yang mendasar terutama banyaknya
istilahistilah syar’i yang sulit untuk dituangkan maknanya kedalam bahasa Indonesia secara
sempurna. Namun tiada pilihan lain kecuali tetap kita upayakan untuk menyajikannya sebatas
kemampuan dalam sebuah pengabdian, mohon maaf atas segala kekeliruan dan semoga bisa
bermanfaat serta dicatat oleh Allah sebagai sebuah amal shalih amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Dan semoga makalah yang kami susun ini dapat memiliki manfaat bagi para pembaca.

Makassar, 29 september 2021

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata
Pengantar..........................................................................................................2
Daftar Isi....................................................................................................................
3
Pendahuluan..............................................................................................................4
A. Latar Belakang ………………………...……………………………………4
B. Poin Pembahasan ……………………………………………………………4
Pembahasan...............................................................................................................5
1. Pengertian al-Muhkam dan al-Mutasyabih ……………..……………………5
2. Macam-macam al-Mutasyabih …….........……………………………………8
3. Al-Mutasyabihat dalam ayat-ayat tentang sifat Allah …………….………….9
4. Perdebatan ulama seputar al-mutasyabihat …………………………………10
5. Hikmah mengetahui al-Muhkam dan al-Mutasyabih ..................................... 11
Kesimpulan ……………………...………...……………………………………..13
Daftar Pustaka ……………………...…………………….…………….…….…13

PENDAHULUAN
ِ A. Latar Belakang
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dengan berbagai macam
bentuk, kekuatan, kecerdasan yang berbeda-beda. Sehingga ada beberapa
amalan yang tidak mampu dilakukan oleh seluruh orang, dan ada pula amalan
yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang kuat tertentu saja.

Begitu juga halnya dalam kemampuan berfikirpun ada hal-hal yang dipahami oleh
semua orang dan ada hal-hal yang hanya bisa dipahami oleh ulama tertentu. Serta
ada juga yang sama sekali tidak bisa dipahami oleh seluruh insan.

Terkait itu pula Allah jadikan didalam al-Qur’an hal-hal yang bisa dipahami secara
menyeluruh, juga hal-hal yang hanya dipahami oleh orang tertentu dan hal-hal
yang hanya Allah sajalah yang memahami maknanya. Hal yang semacam ini
disebut oleh para ulama sebagai pembahasan al-Muhkam dan alMutasyaabih yang
in syaa Allah akan menjadi pembahasan makalah kita dalam kesempatan ini.
Menimbang pentingnya pembahasan ini perlu rasanya penulis sedikit
bersumbangsih meski banyak kendala dalam penulisan makalah ini yang
mendasar terutama banyaknya istilah-istilah syar’i yang sulit untuk dituangkan
maknanya kedalam bahasa Indonesia secara sempurna. Namun tiada pilihan lain
kecuali tetap kita upayakan untuk menyajikannya sebatas kemampuan dalam
sebuah pengabdian, mohon maaf atas segala kekeliruan dan semoga bisa
bermanfaat serta dicatat oleh Allah sebagai sebuah amal shalih amin Ya Rabbal
‘Alamin.

B. Poin Pembahasan
1. Pengertian al-Muhkam dan al-Mutasyabih
2. Macam-macam al-Mutasyabih
3. Al-Mutasyabihat dalam ayat-ayat tentang sifat Allah
4. Perdebatan ulama seputar al-mutasyabihat
5. Hikmah mengetahui al-Muhkam dan al-Mutasyabih

PEMBAHASAN
A. Pengertian al-Muhkam dan al-Mutasyabih
Pengertian al-Muhkam dan al-Mutasyabih Secara Bahasa.

1. Pengertian al-Muhkam Secara bahasa.

Al-Muhkam secara bahasa berasal dari kata dasar ‫ م م م‬yang mana Ibnu Faris –rahimahullahmengatakan:

‫م اّْ ص ح‬ ّْ ‫م َم و م َم ح م ام ص م ص م م م م امص م ص م ح م ا‬
‫ام ص مام م ا ص ما م‬, ‫ م م م ام ص م ص م‬. ‫ظ ص ح‬ َ
‫صدماحٌد‬ ‫صمَم‬

“Huruf al-Ha’, al-Kaf dan al-Mim adalah sebuah asal kata yang bermakna larangan. Kata pertama
yang berakar dari tiga huruf tersebut adalah Hukum yang berarti melarang dari sebuah kedzhaliman.”

ُ ‫صم م ّْمم ص ح ح َمما ح ما ّْمم‬


Dikatakan juga: “‫صم م ح ص ح َخ م ح ح‬ ُ ‫” م م‬, “aku menghukuminya dengan begini,
jika aku melarangnya untuk tidak menyelisihi sesuatu tersebut”.
Maka makna hukum pada kalimat diatas adalah melarang, yaitu makna secara bahasa. Dari sini pulalah
tali yang mengikat kepala dan leher binatang dinamakan dengan ‫ م م ٌمد‬atau tali kekang, karena berfungsi
untuk melarangnya bergerak agar terkendali.

Kemudian maknanya berubah dengan bertambahnya huruf alif jika dikatakan ‫ ح ص ما ما – َم ص م م‬yang
bermakna ‫صم م‬ َ ‫صما ً ما – َم‬َ ‫ ح‬artinya adalah menguatkan atau mengokohkan, seperti jika dikatakan: َ ََ
‫صم م ِا ح‬
َ ‫صم م م ص ا‬ ُ ‫مص م ص م اّْ و ص م مي َم ص م‬artinya aku menguatkan sesuatu dan melarangnya
ُ ‫صم م ِم ّْمم‬
dari kerusakan. Abu Hilal al‘Askariy –rahimahullah- berkata:

‫صما َ م اّْ و ص ح ح ص م مِ م‬
َ ‫َم و ح‬, ‫“ م ا ص حإ ص ما ُ م ح ص م ِا م ا ص ح ص ح‬itqhannya sesuatu maksudnya adalah
memperbaikinya, dan ihkam adalah menyempurnakan perbuatan dan menguasinya dengan baik”.

Maka al-Muhkam ‫ ام ص م ص م م‬secara bahasa adalah bentuk isim maf’ul dari ‫ ََ م ص م م‬yang bermakna
sesuatu yang dikokohkan atau dikuatkan atau disempurnakan.

2. Pengertian al-Mutasyabih secara bahasa


Al-Mutasyabih secara bahasa berasal dari kata dasar ‫ب‬ ِ ‫ ش‬yang mana dikatakan oleh Ibnu Faris –
rahimahullah- : ‫“ ّْام ح ص م م ا صبما م م ا ص ما م َم ص د م ا ح ٌد ّْم م ظ م مى ّْ م م ِا م ح ّْا و ص ح‬bahwa huruf asySyin,
al-Ba’ dan al-Ha’ satu dasar kata yang menunjukkan kemiripan sesuatu”.

Ar-Raghib al-Asfahaniy –rahimahullah- menjelaskan bahwasanya al-mutasyabih sebuah kata turunan


ِ ‫ ام و صبِم اَ ّْوبم م اََّّْ و حب‬yang maknanya adalah sebuah kemiripan, beliau berkata:
dari ‫صم‬

‫مخ ح‬ ‫م مص م ّْمم ّْمو م َم ٌمم ا ّْوص َم ص حح م اّْ ص‬ ‫ظ صب ٌمم م‬ ّْ ‫ م ا‬: { ‫م صي } م َم م ا ح ح ُمم م ِا ح ما‬
‫ َما م ا ََّْ ََّْ ا ى‬، ‫صم ص مى‬ ّْ ‫ََّْ ََ ََ َُ و م ِا مح م‬
‫صما ما َ م َم‬ ََّّْ‫صم م ماح م ا‬ّْ ‫ح ما ِِم‬
‫صم م‬ َ ‫ََّْ ََ م ص حبِم ِم صمِ م مص ما ّْم ص ًما م م ص ما م م ح‬

Asy-Syubhah adalah tidak bisa membedakan antara satu dengan yang lain disebabkan adanya
kemiripan antara keduanya secara kasat mata ataupun makna, Allah Ta’ala berfirman: “mereka diberi
buah-buahan yang serupa…”, maksudnya adalah sebagiannya menyerupai warna sebagian yang lain,
bukan rasa atau hakikatnya.

Maka al-Mutasyabih secara bahasa adalah “sesuatu yang memiliki kemiripan satu dengan yang lain”.

3. Pengertian al-Muhkam dan al-Mutasyabih Secara Istilah.


Para ulama berbeda pendapat atau bermacam-macam dalam mengungkapkan pengertian al-Muhkam
ataupun al-Mutasyabih.

Imam az-Zarkasyiy –rahimahullah- berkata:


ُ ‫َمََ ّْ م ا‬ ‫حَا‬ ِ ‫م َم وا ح ص اَ حص حط م ِ ح ِ م م م ما َ م ص م ُمص م حاأم ص حم اََّّْ ّْ ََّْ و‬
‫صح َََ َِ ّْمما َ ح ا ص م م‬
‫ح‬

“Adapun secara istilah al-Muhkam adalah apa yang telah ditetapkan atau dikuatkan dengan perintah
dan larangan dan penjelasan tentang halal dan haram.”

‫مصم م َََ ََ ّْم صم حبِم اّْ ّْ م ص م ََِ َِ ا ّْما ُ ح ح ََِ َُ ا صخ ح م ح ا ص ّْمما ح‬


ّْ ََ ََِ ‫َََِ َََ َََ ا ا ِمََ ّْ ََُ م م ِا حِ م‬

“Adapun al-mutasyabih pada dasarnya adalah kemiripin lafadz secara dhzahir sementara maknanya
berbeda.”

Kemudian beliau memaparkan pendapat ulama seputar al-Muhkam dan al-Mutasyabih, kurang lebihnya
seperti yang diikuti oleh Imam as-Suyuthiy dalam ungkapannya sebagai berikut;
Al-Muhkam Al-Mutasyabih

Sesuatu yang diketahui maksudnya baik secara apa saja yang hanya diketahui oleh Allah seperti hari
dzhahir atau ta’wil kiamat, keluarnya dajjal dan huruf-huruf muqatta’ah
diawal-awal surat

adalah yang jelas maknanya ayat yang tidak jelas maknanya

sesuatu yang tidak memiliki kemungkinan ta’wil sesuatu yang berkemungkinan lebih dari satu
lebih dari satu penta’wilan

Apa saja yang termasuk ma’qulu al-ma’na Apa saja yang termasuk ghairu ma’quli al-ma’na

Apa saja yang berdiri sendiri -tanpa butuh yang Apa saja yang tidak berdiri sendiri dan
lain sebagai penjelas- membutuhkan kepada yang lain –sebagai penjelas-

Apa saja yang penta’wilannya sesuai dengan nash Apa saja yang tidak dapat diketahui kecuali dengan
turunnya(teksnya). ta’wil

Yang tidak berulang-ulang lafadznya Yang berulang-ulang lafadznya

Al-Faraid, janji dan ancaman Kisah dan permisalan


An-Nasikh, halal dan haram, hudud dan faraid serta Mansukh, aqsam (sumpah) dan apa saja yang kita
apa yang kita wajib mengimaninya dan wajib mengimaninya namun tidak untuk
mengamalkannya diamalkan.

Halal dan haram Selain halal dan haram

Sementara Syaikh Muhammad Abdul’adzim –rahimahullah- mengelompok pendapat-pendapat


tersebut dengan menyandarkan kepada ulamanya, sebagaimana yang beliau tuliskan dalam kitabnya
sebagai berikut:
Ulama Al-Muhkam Al-Mutasyabih

Tokoh al- Sesuatu yang samar yang tidak bisa


Hanafiyah dimengerti maknanya baik secara akal
Pendalilan yang jelas yang tidak atau penukilan nash syar’i. Hanya Allah
berkemungkinan terkena naskh yang mengetahuinya seperti hari
kiamat, huruf muqatta’ah diawal-awal
surat.

Sesuatu yang hanya Allah saja yang


Yang diketahui maksud yang mengetahuinya seperti kiamat,
Ahlusunnah diinginkan baik secara dzhahir atau keluarnya dajjal, huruf muqatta’ah
ta’wil diawal surat.

Sesuatu yang hanya


berkemungkinan ta’wil dari satu Yang berkemungkinan lebih dari satu
Ulama usulfiqih
sisi saja. penta’wilan

Yang tidak berdiri sendiri bahkan


membutuhkan penjelasan terkadang
Sesuatu yang berdiri sendiri dan dengan penjelasan ini dan terkadang
al-Imam Ahmad
tidak membutuhkan penjelas dengan penjelasan yang lainnya
disebabkan khilaf dalam

penta’wilannya

Al-Imam alHaramain Sesuatu yang jika ditinjau dari segi


Tekstual yang bagus dan tersusun bahasa tidak dapat dimengerti, kecuali
yang berkonsekwensi memberikan didampingi dengan tanda atau
makna yang lurus atau benar tanpa pendukung. Seperti satu kata yang
penafian memiliki banyak makna

Makna yang jelas yang tidak Makna yang tidak jelas yang
Ath-Thayyibiy menimbulkan kesamaran menimbulkan kesamaran
B. Macam-macam Mutasyabih
Berkait tentang pengelompokan macam-macam mutasyabih ini ada beberapa pendapat ulama
didalamnya, seperti pada kedelapan hijriyah Imam asy-Syatibiy menuliskan bahwasanya alMutasyabih
itu ada tiga: haqiqiy dan idhafiy sert al-Mutasyabih yang terdapat dalam istinbatnya bukan nash
dalilnya.

1. Al-Mutasyabih al-Haqiqiy adalah bagian dari al-Qur’an yang mana kita tidak dapat
memahami maknanya, bahkan seorang mujtahidpun saat menelitinya tidak bisa
mendapatkan maknanya yang muhkam.

2. Al-Mutasyabih al-Idhafiy adalah bagian dari al-Qur’an yang sebenarnya maknanya bisa
dimengerti dalam syariat akan tetapi terkadang dirancukan oleh kejahilan atau hawa nafsu
sehingga dalam pandangannya menjadi mutasyabih yang sebenarnya lebih condong kepada
muhkam. Jenis kedua ini disebut juga dengan istilah al-Mutasyabih an-Nisbiy yang relative
dan hanya ulama tertentu saja yang dapat memahami maknanya.
3. Al-Mutasyabih dalam istinbat hukum bukan pada ayat atau dalilnya akan tetapi pada
‘illahnya. Contoh; ayat tentang haramnya bangkai dan halalnya hewan yang disembelih
secara syari sangatlah jelas, namun timbul syubhat saat kedua daging tersebut tercampur
apakah halal untuk dikonsumsi atau menjadi haram.
Sementara Imam as-Suyuthiy membagi al-Mutasyabih dari tiga sudut pandang; dari segi lafadz saja,
dari segi makna saja dan dari segi lafadz dan makna secara bersamaan:

1. Dari segi lafadz saja:


a. Terdapat pada satu lafadz saja, seperti al-Abb ( ‫)ام صأ م‬.

b. Terdapat pada lafadz yang tersusun lebih dari satu, seperti َُ ََ ََِ ََ‫ ََّْ ََّْ س َََ َِثََِ ّْ ِش‬karena
seandainya diucapkan َُ َََ ِ ََ‫ ََّْ ََّْ س ثََِ ّْ ِش‬maka ini lebih jelas untuk dipahami oleh yang
mendengarnya.

2. Dari segi makna saja, seperti makna dari sifat-sifat Allah Ta’ala. Karena sifat-sifat ini tidak dapat
kita pahami gambaran hakikatnya.

3. Dari segi lafadz dan makan terbagi menjadi lima macam al-Mutasyabih;

a. Dari segi populasinya, seperti pada permasalahan al-umum dan al-khusus.

ُ ‫ َمََ ّْ ِما‬, dalam surat at-Taubah ayat 5.


Contoh: ‫صم م ا ا ص م ص ح ح‬

b. Dari segi tatacaranya, seperti wajib atau sunnah dalam firman Allah Ta’ala surat an-Nisa’ ayat 3:
‫َِما ً ص ح َما م اما ّْم م م ص ح م ا ّْحََ ّْ َ ما ح‬

c. Dari segi waktu, seperti an-Naskh dan al-Mansukh.

d. Dari segi tempat turunnya ayat tersebut.

e. Dari segi syarat yang menjadi standar sah tidaknya ibadah seperti syarat shalat dan nikah.

Kemudian beliau menyimpulkan bahwa dari penjelasan diatas maka bisa dipahami bahwasanya secara
umum al-Mutasyabih terbagi menjadi tiga:

1. Al-Mutasyabih yang sama sekali tidak bisa kita pahami.


2. Al-Mutasyabih yang bisa dipahami dengan indikasi-indikasi lainnya.
3. Al-Mutasyabih yang hanya bisa dipahami oleh ulama tertentu.

C. Al-Mutasyabihat Dalam Ayat-ayat Tentang Sifat-sifat Allah


Sebagaimana telah kita jelaskan bahwa diantara yang termasuk mutasyabih adalah ayat tentang
sifatsifat Allah Ta’ala, seperti:

‫[ اّْ و ص م م‬Taha:5] , ‫ص م م ح م‬
ِ ‫[ مم ص ب مى م‬Ar-Rahman:27] ,‫[ ّْ مم ولح ِم صم َم ص ّْح ح ص‬Al-Fath:10]
‫صم م ى‬
ُ ‫ا‬ ‫صم ص ح‬ ّْ ‫م مى ا‬

Dan lainnya yang mana para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi ayat tentang sifat-sifat menjadi
bebera madzhab sebagaimana yang paparkan oleh Imam as-Suyutihiy:

1. Madzhab jumhur ahli sunnah dari kalangan salaf dan ahli hadits.
Yang berpendapat dengan mengimani sifat-sifat tersebut dengan mengembalikan makna yang
dimaksud kepada Allah tanpa mentafsirkan sebagai bentuk tadzih atau mensucikan hakikatnya.

2. Madzhab khalaf yaitu sebagian kalangan dari ahlusunnah.


Dengan berpendapat membolehkan ta’wil sifat-sifat sesuai dengan kemuliaan Allah Ta’ala. Dahulunya
Imam al-Haramain termasuk yang berpendapat seperti ini, namun kemudian beliau rujuk kepada
pendapat salaf seraya berkata didalam kitab ar-Risalah an-Nidzamiyah: Yang aku rela dalam beragama
kepada Allah dengan penuh keyakinan adalah mengikuti salaf al-ummah, sesungguhnya mereka meniti
sebuah jalan yang meninggalkan pertentangan antara makna-makna sifat tersebut.

3. Madzhab Mutawassith.
Disini Imam as-Suyuthiy menukil perkataan Ibnu Daqiq al-‘Id yang mana beliau berkata: jika
penta’wilan itu dekat pengertiannya dalam bahasa arab maka kami tidak mengingkarinya, jika jauh dari
pengertian bahasa arab maka kami tawaqquf darinya dan mengimani maknanya sesuai dengan yang
diinginkan oleh Allah dengan menjaga kesucian maknanya.

D. Perdebatan Ulama Seputar Mutasyabihat


Sebagaimana terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang makna al-muhkam dan
almutasyabih, maka demikian pula mereka berselisih pendapat dalam permasalahan siapakah yang
dapat memahami ayat al-mutasyabihah.

Yang menjadi dasar perdebatan mereka adalah letak waqf atau berhentinya tanda baca pada ayat:

‫آما ٌ دم ص م ما ٌ دم وم ظ اّْ ص حُم ا ح م َم مخ مم م ما ح ما ٌ د ِم م وا اّْو ح‬ ِ ‫ممم ص م اّْ ص حُما م ح‬


ّْ ‫صم‬ ّْ ‫م م ّْاو حي َم ص م‬
‫صم اِ ص ح ما م‬ ِ ‫ما ّْم م ِا م م ح‬ ‫َمم حح صم ص د ّْممو بح ّْم م‬ ‫َمََ ّْ ح‬
‫موي ن خ ام ر‬
ْ ‫ََّْ ََ م مََّْ َ مم آ ّْموا ح حم ل ح ص ح ص حم ح ما م ما ّْمو و م ح َو ّْم َ م اص أمصبما ح نو نا ين ْلن خ َن ل‬
‫رلخ نواْ را م خو نمي اْ لم ل م ا ص حُص م ح م ا ص ح ما م ّْم ص ح ّْحََ ّْ ح‬

“Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang
muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun
orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-
ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya,
Padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam
ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan
kami.” dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal”.
(Q.S Ali Imran [3]:7) Pendapat pertama:

Firman Allah ‫ م ا ِوََ ّْ اّْ ح م َمََ َ ح ا ص ح ص ح‬adalah mubtada dan ‫ ََّْ م ّْم َم م‬sebagai khabarnya, sehingga
huruf
ََ pada ‫ م ا ِوََ ّْ اّْ ح م َمََ َ ح ا ص ح ص ح‬bermakna isti’naf yang menandakan sebagai kalimat permulaan
dan waqf bacaan terhenti pada ‫صم ّْم م ص ّْحََ ّْ م م ح و ولم‬ّْ ‫ م ما ّْ م‬yang berkonsekwensi bahwa hanya Allah
sajalah yang tahu makna ayat-ayat al-mutasyabihah tersebut.

Pendapat kedua:

Huruf ََ pada firman Allah ‫َمََ َ ح‬ ‫م ا ِوََ ّْ اّْ ح م‬


‫ا ص ح ص ح‬bermakna al-athfu sebagai huruf atau kata sambung dan
‫ ََّْ م مََّْ َ م م‬menjadi keterangan hal, sehingga waqf bacaan terhenti pada ‫م ا ِو ّْ اّْ ح م َمََ َ ح ا ص ح ص ح‬
sehingga berkonsekwensi maknanya bahwa yang memahami al-mutasyaabih adalah Allah dan orang-
orang yang diberi kekokohan dalam ilmu.

Imam as-Suyuthiy berkata:

“bahwa yang berpendapat seperti pendapat kedua sangatlah sedikit diantaranya Mujahid yang
membawakan riwayat gurunya Ibnu Abbas yang mana beliau berkata dalam ayat:

‫صم ّْم م ص ّْحََ ّْ م م ح وولم م ا ِوََ ّْ اّْ ح‬


ّْ ‫“ م ماّْ م‬aku adalah salah satu yang mengetahui ta’wilnya”. Pendapat
ini ‫ َمََ َ حا ص ح ص ح م‬berdalil bahwasannya tidaklah layak bagi Allah menyeru hambanya dengan
sesuatu yang tidak bisa dimengerti.

Adapun mayoritas sahabat, tabi’in dan pengikut setelahnya terkhusus ahlusunnah maka mereka
berpendapat seperti pendapat pertama yaitu hanya Allahlah yang mengetahui al-Mutasyaabih dan ini
riwayat yang paling shahih dari Ibnu Abbas”. Pendapat jumhur ini diperkuat oleh qiraat Ibnu Abbas:

‫صم م ّْ م ص ّْحََ ّْ م م ح وولم م ّْم م صم ا ِوََ ّْ اّْ ح م َمََ َ ح ا ص ح ص ح آ ّْموا ح ح‬


ّْ ‫م ما ّْ م‬

“Dan tidaklah ada yang mengetahui ta’wilnya kecuali Allah, dan berkatalah orang yang kokoh
keilmuanya; kami beriman dengannya”

Muhyiddin ad-Darwisy dalam kitabnya I’rab al-Qur’an membawakan perkataan wajibnya waqf pada
َ ‫ م ا ِو ّْ اّْ ح م َمََ َ ح ا ص ح‬menjadi kalimat permulaan.
kalimat ‫ ح و ولم‬sehingga kalimat ‫ص‬

Imam ar-Raziy memberikan enam dalil bahwa waqf yang shahih adalah pada kalimat ‫ ح و ولم‬, diantara
argumen beliau adalah:

1. Ayat ini menunjukkan bahwa mencari-cari ta’wil adalah tercela, Allah berfirman:
ّْ ‫م ص د ِمَّْ م و‬
‫حب م‬ ‫ص‬ ‫حمََ ََّْ ح َََ م محح‬ ّْ
َ ‫َََِ م م وا او‬
‫صم ا ص ح ما م ا صح ُص م ح م ا‬ ِ ‫ما ّْم م ِا م م ح‬ ‫م‬
‫ص ح ما م ّْم ص ح ّْحََ ّْ ح‬

Kalau seandainya ta’wil itu boleh maka Allah takkan mencelannya.

2. Kalau seandainya kalimat ‫ م ا ِوََ ّْ اّْ ح م م‬mengikut atau athfu kepada lafadz Allah maka kedudukan
kalimat ‫ ََّْ م مََّْ َ م م آ ّْموا ح ح‬menjadi mubtada’ dan ini jauh dari kefasihan atau kebenaran dari
segi kaidah bahasa arab.
Dari sinilah lahir kaidah tafsir ‫“ََّْ م ح م اََّّْ ّْ م م م حا ِمََ ّْ ص م ح اَ حإ ص ما َ م ِا ِمََ ّْ ََُ م م ِا ح ح‬wajib beramal
dengan yang muhkam dan beriman dengan yang mutasyaabih”.

E. Hikmah Mengetahui Muhkam dan Mutasyabih


Jika dikatakan apa hikmah mengetahui atau penyebutan masalah al-muhkam dan al-mutasyaabih, maka
sesungguhnya ada beberapa hikmah didalamnya antara lain:

1. Merupakan sebuah rahmat bagi manusia saat manusia tidak mengetahui hal-hal yang
mutasyaabih seperti perkara hari kiamat supaya mereka bersemangat dalam hidup ini dan
tidak bermasalas malasan sekedar duduk ibadah mempersiapkan datangnya hari kiamat, hal
ini juga membuat manusia tidak stress, gundah dan selalu gelisah ketika mereka mengetahui
hakikat kematian, kiamat dan lain-lain.

2. Sebagai ujian bagi manusia apakah mereka beriman dengan sesuatu yang ghaib hanya
dengan berita yang dibawa syariat?
3. Mengambil pelajaran bahwa dakwah haruslah dengan bahasa dan kadar kemampuan yang
sesuai dengan yang didakwahi.
4. Penegakan dalil akan kelemahan dan kebodohan manusia.
5. Beragamnya pendapat yang bisa ditoleran, sehingga tak bisa kita bayangkan kalaulah semua
ayat itu muhkam maka tidak akan ada madzhab kecuali hanya satu pendapat saja.
KESIMPULAN
1. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih diantaranya adalah apa yang disimpulkan oleh Imam
az-Zarkasyiy –rahimahullah- berkata:
ُ ‫َمََ ّْ م ا‬ ‫حَا‬ ِ ‫م َم وا ح ص اَ حص حط م ِ ح ِم م م ما َم ص م ُمص م حاأم ص حم اََّّْ ّْ ََّْ و‬
‫صح َََ َِ ّْمما َ ح ا ص م م‬
‫ح‬

“Adapun secara istilah al-Muhkam adalah apa yang telah ditetapkan atau dikuatkan dengan perintah
dan larangan dan penjelasan tentang halal dan haram.”

‫مصم م َََ ََ ّْم صم حبِم اّْ ّْ م ص م ََِ َِ ا ّْما ُ ح ح ََِ َُ ا صخ ح م ح ا ص ّْمما ح‬


ّْ ََ ََِ ‫َََِ َََ َََ ا ا ِمََ ّْ ََُ م م ِا حِ م‬

“Adapun al-mutasyabih pada dasarnya adalah kemiripin lafadz secara dhzahir sementara maknanya
berbeda.”

3. Macam-macam al-mutasyabih antara lain al-Mutasyabih al-Haqiqiy dan al-Idhafiy


4. diantara yang termasuk al-Mutasyabihat adalah Ayat-ayat Tentang Sifat-sifat Allah
5. Perdebatan Ulama Seputar Mutasyabihat yang penulis lebih cenderung kepada pendapat
jumhur ahlusunnah dari kalangan salaf.
6. Terdapat banyak hikmah saat mengetahui permasalahan muhkam dan mutasyabih
diantaranya sebagai ujian bagi kita apakah kita beriman kepada hal yang ghaib, atau juga
menjelaskan tentang hakikat lemah dan bodohnya kita sebagai insan.

Daftar Pustaka https://elhijaz.com/makalah-muhkam-dan-mutasyabih-dalam-al-quran/

Anda mungkin juga menyukai