Anda di halaman 1dari 42

PENGARUH MODEL MASTERY LEARNING

WITH GAME QUIZIZZ TERHADAP


KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN SELF-
REGULATED LEARNING PADA SISWA SMA

Proposal Skripsi
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Penulisan Skripsi
Program Studi Pendidikan Matematika

oleh
RD MUTIARA EKA JUHARI
NPM 185050049

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2022
PENGARUH MODEL MASTERY LEARNING
WITH GAME QUIZIZZ TERHADAP
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN SELF-
REGULATED LEARNING PADA SISWA SMA

oleh
RD MUTIARA EKA JUHARI
NPM 185050049

LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL

Disetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II,

XXXXXXXXXXXX XXXXXXXXXXX
NIP. XXXXXXX NIPY. XXXXXXX

Diketahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika,

Dr. H. Beni Yusepa, G. P., S.Pd., M.Pd


NIPY. 15110320

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Proposal
Skripsi dengan judul Pengaruh Model Mastery Learning With Game Quizizz
terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Self-Regulated Learning
Pada Siswa SMA ini. Salawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW,
keluarganya, sahabatnya serta pengikutnya hingga akhir zaman, aamiin.
Penulis sangat menyadari akan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki,
meskipun demikian penulis berusaha dengan sekuat daya untuk menyusun proposal
skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Proposal skripsi ini tidak dapat terselesaikan
tanpa bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. H. Beni Yusepa G. P., M.Pd. dan
Ibu Dahlia Fisher M.Pd. selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan
Matematika, para dosen di lingkungan Program Studi Pendidikan Matematika yang
telah memberikan bimbingan dan nasehat sehingga proposal skripsi ini dapat
terselesaikan, juga kepada berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa proposal skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Meskipun demikian, penulis berharap proposal skripsi ini dapat berguna bagi
penulis pada khususnya dan dunia pendidikan pada umumnya. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca dan
semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Subang, Desember 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL ............................................................... ii


KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
A. Judul ................................................................................................................. 1
B. Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1
C. Identifikasi Masalah ......................................................................................... 6
D. Rumusan Masalah ............................................................................................ 7
E. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 8
F. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 8
G. Definisi Operasional ........................................................................................ 9
H. Kajian Teori ................................................................................................... 10
I. Kerangka Pemikiran ...................................................................................... 16
J. Asumsi dan Hipotesis .................................................................................... 18
K. Metode dan Desain Penelitian ....................................................................... 18
L. Subjek dan Objek Penelitian .......................................................................... 19
M. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian.................................... 20
N. Teknik Analisis Data ..................................................................................... 25
O. Prosedur Penelitian ........................................................................................ 31
P. Jadwal Penelitian ........................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 34

iv
DAFTAR TABEL

Table 1. Kriteria Validitas Instrumen ............................................................................... 21


Table 2. Kriteria Interpretasi Koefisien Reliabilitas ......................................................... 22
Table 3. Kriteria Indeks Kesukaran .................................................................................. 23
Table 4. Kriteria Daya Pembeda ....................................................................................... 24
Table 5. Kriteria Penilaian Skala Likert............................................................................ 25
Table 6. Kriteria Indeks Gain............................................................................................ 25
Table 7. Kategori Penilaian Skala Sikap ........................................................................... 29
Table 8. Kriteria Koefisien Korelasi ................................................................................. 31

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Aplikasi Game Quizizz ............................................................................. 13


Gambar 2. Kerangka Pemikiran ................................................................................. 17
Gambar 3. Keterkaitan antara Model Pembelajaran dengan Aspek Kognitif dan Afektif..
................................................................................................................................ 17

vi
A. Judul
Pengaruh Model Mastery Learning with Game Quizizz terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Self-Regulated Learning siswa
SMA.

B. Latar Belakang Masalah


Matematika merupakan salah satu elemen yang memiliki peran penting
dalam pendidikan. Penguasaan terhadap bidang studi matematika merupakan suatu
keharusan, dengan belajar matematika orang dapat mengembangkan kemampuan
berpikir secara sistematis, logis, kritis, dan kreatif yang sungguh dibutuhkan dalam
kehidupan. Kita dapat mengembangkan sikap dan cara berpikir tersebut melalui
pembelajaran matematika. Sebagai ilmu universal, matematika juga mendasari
adanya perkembangan teknologi dan informasi yang berperan dalam berbagai
disiplin ilmu dan meningkatkan kemampuan berpikir manusia. Tak heran jika
matematika menjadi mata pelajaran yang diberikan diseluruh jenjang pendidikan,
mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Perkembangan zaman yang
diiringi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat mendorong
lembaga pendidikan untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Salah satu cara untuk meningkatkannya adalah melalui pembelajaran matematika
di sekolah. Ramdan (2018, hlm. 12), “mengatakan bahwa matematika mempunyai
potensi yang besar dalam menjalankan peran untuk menyiapkan sumber daya
manusia yang cakap, logis, kritis, inisiatif dan kreatif terhadap perubahan dan
perkembangan zaman”.
Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar
dan Menengah memuat tingkat kompetensi dalam usaha mencapai Standar
Kompetensi Lulusan, dimana setiap lulusan satuan pendidikan dasar dan menengah
memiliki kompetensi pada tiga ranah yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Pada ranah pengetahuan dibutuhkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural,
dan metakognitif. Berdasarkan hal tersebut salah satu kemampuan matematis yang
dianggap penting dalam upaya pencapaian kompetensi lulusan adalah kemampuan
pemecahan masalah matematis yang baik. Pentingnya kemampuan pemecahan
masalah ini dinyatakan juga dalam salah satu rekomendasi National Council of
Teachers of Mathematics (NCTM) yaitu bahwa pemecahan masalah harus menjadi

1
fokus pada pembelajaran matematika pada setiap level sekolah. Rekomendasi ini
tidak hanya menunjukkan betapa pentingnya pengembagan kemampuan
pemecahan masalah siswa, tetapi juga mengimplikasikan bahwa pemecahan
masalah harus menjadi bagian integral pada kurikulum matematika Prabawanto
(Rahayu dan Afriansyah, 2015, hlm. 30-31).
Kemampuan pemecahan masalah sangat dibutuhkan oleh siswa karena pada
dasarnya siswa dituntut untuk berusaha sendiri menemukan penyelesaian dari suatu
masalah agar siswa dapat mengembangkan cara berpikirnya dan apabila siswa telah
berhasil menemukan penyelesaian dari masalah yang meliputi kemampuan masalah
tersebut maka akan muncul kepuasan tersendiri sehingga siswa akan lebih
termotivasi untuk mempelajari konsep-konsep matematika yang lainnya. Siswa
dikatakan memiliki kemampuan pemecahan masalah jika siswa mampu memenuhi
indikatorindikator yang ada dalam pemecahan masalah yaitu memahami masalah,
merencanakan strategi dan prosedur pemecahan masalah, melakukan prosedur,
serta memeriksa kembali kebenaran jawaban.
Namun kenyataannya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
masih jauh dari harapan atau bisa dibilang tergolong rendah. Hal ini ditandai dengan
hasil survey Programme for International Students Assesment (PISA) dan The
Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS). Kemampuan
pemecahan masalah merupakan salah satu tolok ukur pencapaian kompetensi dalam
kajian TIMSS dan PISA. Hal ini dapat diidentifikasi dari soal-soal TIMSS dan
PISA yang merupakan jenis soal pemecahan masalah (Yulianti, 2015). Hasil survey
PISA untuk kemampuan matematika dari setiap tahunnya,Indonesia selalu
mendapat skor di bawah rata-rata internasional dan peringkat bawah. Pada survey
tersebut salah satu aspek kemampuan pemecahan kognitif yang dinilai yaitu
kemampuan pemecahan masalah matematis (Tarudin, 2012). Hasil studi PISA
2012, Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 65 negara peserta dengan skor rata-
rata 375, sedangkan skor rata-rata internasional 494. Hasil studi PISA 2015,
Indonesia berada di peringkat ke-63 dari 70 negara peserta dengan skor rata-rata
386 sedangkan skor rata-rata internasional 490 (OECD, 2016). Hal tersebut
diperkuat juga oleh penelitian yang dilakukan oleh Reny Wahyuni dan Efuansayah
(2018) pada 26 siswa salah satu sekolah menengah bahwa kemampuan pemecahan

2
masalah matematis mencapai rata rata skor masing masing siswa hanya sebesar
48,03%. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matemtais siswa dapat dipicu
oleh banyaknya siswa yang mengalami kesulitan untuk menyelesaikan soal soal
kemampuan pemecahan masalah matematis yang diberikan. Berdasarkan hasil
tersebut bisa kita ambil kesimpulan bahwa terdapat masalah pada kemampuan
pemecahan masalah matematis pada siswa.
Belajar matematika tidak hanya memperhatikan aspek kognitif saja, tetapi
aspek afektif siswa pun perlu diperhatikan. Salah satu aspek afektif yang perlu
dimiliki siswa adalah self-regulated learning. Self-regulated learning erat
kaitannya dengan kemampuan kognitif, manusia secara pribadi dapat mengatur
dirinya sendiri, mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan,
mencipkatan dukungan kognitif, dan mengadakan konsekuensi bagi tingkah
lakunya sendiri (Fauziah dkk, 2019, hlm.212). Menurut Winne (Santrock, 2007)
self regulated learning adalah kemampuan untuk memunculkan dan memonitor
sendiri pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan ini bisa
jadi berupa tujuan akademik (meningkatkan pemahaman dalam membaca, menjadi
penulis yang baik, belajar perkalian, mengajukan pertanyaan yang relevan), atau
tujuan sosioemosional (mengontrol kemarahan, belajar akrab dengan teman
sebaya). Self regulated learning adalah Proses aktif dan konstruktif siswa dalam
menetapkan tujuan untuk proses belajarnya dan berusaha untuk memonitor,
meregulasi, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan perilaku, yang kemudian
semuanya diarahkan dan didorong oleh tujuan dan mengutamakan konteks
lingkungan. Siswa yang mempunyai self regulated learning tinggi adalah siswa
yang secara metakognitif, motivasional, dan behavioral merupakan peserta aktif
dalam proses belajar. Siswa diharapkan memiliki self regulated learning yang
tinggi. Apabila para siswa memiliki self regulated learning yang rendah akan
mengakibatkan kesulitan dalam menerima materi pelajaran sehingga hasil belajar
mereka menjadi tidak optimal. Self-regulated learning menjadi salah satu
keterampilan yang perlu dimiliki oleh siswa agar mereka mampu mendapatkan
prestasi belajar yang maksimal. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa self
regulated learning perlu menjadi keterampilan yang dioptimalkan siswa karena
berkontribusi signifikan terhadap prestasi belajar (Broadbent & Poon, 2015;

3
Caprara et al., 2008; Kosnin, 2007; Latipah, 2010; Zimmerman, 1990, 2013;
Zimmerman & Schunk, 1989, 1989). Hasil-hasil penelitian tersebut menjadi dasar
bagi para pemangku kepentingan untuk melihat pentingnya variabel self-regulated
learning bagi siswa agar mereka memiliki masa depan yang baik sesuai dengan
harapan dari siswa. Self-regulated learning digambarkan melalui tingkatanatau
derajat yang meliputi keaktifan baik secara metakognisi, motivasi, maupun perilaku
siswa di dalam proses belajar (Zimmerman & Schunk, 1989). Pernyataan tersebut
memiliki pengertian bahwa self-regulated learning menjadi usaha aktif dan mandiri
siswa dalam proses belajarnya dengan cara memantau, mengatur dan mengontol
kognisi, motivasi, dan perilaku, yang diorientasikan atau diarahkan pada tujuan
belajar. Dimensi self regulated learning mendorong seseorang dalam
mengembangkan kemampuan mengatur diri dalam belajarnya secara baik.
Sama hal nya dengan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa,
kenyataan dilapangan mengenai self-regulated learning siswa masih tergolong
rendah. Permasalahan tentang self-regulated learning masih menjadi masalah bagi
siswa dan perlu dientaskan. Hasil penelitian pada siswa SMA akselerasi di kota
Malang menunjukkan bahwa 54,2% siswa memiliki self-regulated learning rendah,
yang menggambarkan bahwa siswa tidak memiliki perencanaan dan pengaturan
waktu dalam pembelajaran, tidak memiliki strategi pembelajaran, rendahnya
motivasi, dan kurang memanfaatkan sumber-sumber yang ada (Savira &
Suharsono, 2013).
Kondisi yang demikian ini dapat disebabkan karena siswa mengalami
kesulitan belajar. Kesulitan belajar akan mengakibatkan hasil belajar siswa tidak
memenuhi standar ketuntasan. Oleh karena itu, guru harus berupaya untuk
memperbaiki kondisi yang demikian dengan cara mengelola proses pembelajaran
agar siswa dapat mencapai standar ketuntasan belajar. Guru dapat menggunakan
pendekatan, metode, atau model pembelajaran yang sesuai. Salah satu model
pembelajaran yang dapat mendukung proses pembelajaran agar siswa memenuhi
standard ketuntasan adalah model Mastery Learning. Sumiati (2012, hlm.107)
mengatakan bahwa mastery learning dapat diartikan sebagai penguasaan (hasil
belajar) siswa secara penuh terhadap seluruh materi pembelajaran.

4
Berdasarkan hasil penelitian Uchechi (dalam Setiawati & Syaf, 2013 hlm.
17-18) model mastery learning dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan
menjembatani kesenjangan antara siswa dengan kemampuan pemahaman
matematis tinggi dan rendah. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ghultom dkk (2016, hlm. 79) bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika
siswa yang menggunakan model mastery learning dan model pembelajaran
konvensional, dimana hasil belajar siswa yang menggunakan model mastery
learning lebih unggul dibanding yang menggunakan model pembelajaran
konvensional. Penggunaan model mastery learning memberikan dampak positif
berupa peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa SMA. Guru perlu
menciptakan pembelajaran yang menarik yaitu dengan menerapkan kegiatan
pembelajaran yang dapat meningkatkan kesadaran untuk bekerja dan bertanggung
jawab, mendorong siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri serta
meningkatkan komunikasi dan interaksi sesama siswa melalui kegiatan diskusi atau
kelompok. Salah satunya adalah melalui penggunaan model pembelajaran Mastery
Learning. Menurut Kunandar (Rufaida, 2009, hlm. 11) Mastery Learning atau
belajar tuntas adalah suatu sistem belajar yang menginginkan sebagian besar
peserta didik dapat menguasai tujuan pembelajaran secara tuntas untuk
mempertinggi rata-rata prestasi siswa dalam belajar dengan memberikan kualitas
pembelajaran yang lebih sesuai, bantuan, serta perhatian khusus bagi siswa-siswa
yang lambat dalam memperoleh pemahaman belajar. Oleh karena itu, berdasarkan
penjelasan -penjelasan diatas , model mastery learning berpengaruh terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-regulated learning siswa.
Melihat kenyataan dilapangan masih didapati siswa yang banyak bermain,
mengharuskan guru untuk menciptakan kondisi belajar yang menyenangkan agar
siswa dapat memperoleh kenyamanan dan kesenangan dalam belajar matematika
seperti halnya sedang bermain dengan rekan-rekannya. Salah satu caranya adalah
dengan memanfaatkan media aplikasi permainan belajar Quiziz. Game sedukasi
quiziz adalah aplikasi pendidikan berbasis game,yang membawa aktivitas multi
permaianan dan membuat latihan interaktif yang menyenangkan (Purba, 2019).
Penerapan game edukasi quiziz dapat dilakukan siswa dirumah maupun disekolah
dengan menggunakan perangkat elektronik yang dimiliki seperti smartphone dan

5
laptop. Tidak seperti aplikasi pendidikan lainya game edukasi quiziz memiliki
karakter tema, meme, avatar dan musik yang dapat menghibur siswa pada saat
proses pembelajaran, latihanatau mengerjakan kuis secara mandiri. Game edukasi
quiziz juga memungkinkan antar siswa saling bersaing sehingga mendorong siswa
lebih aktif dalam proses pembelajaran dan termotivasi untuk mengerjakan latihan
dan kuis dengan harapan mampu memperoleh hasil kuiz yang tinggi. Menurut Dewi
(2018) bahwa pembelajaran berbasis permaianan mempunyai potensi yang baik
untuk dijadikan sebagai media pembelajaran yang efektif karena dapat merangsang
komponen visual dan verbal.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Model Mastery Learning with Game Quizizz
Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Self-Regulated
Learning siswa SMA”.

C. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka identifikasi
masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih rendah
Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih tergolong rendah
terlihat dari hasil survey Programme for International Students Assesment (PISA)
dan The Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS).
Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu tolok ukur pencapaian
kompetensi dalam kajian TIMSS dan PISA. Hal ini dapat diidentifikasi dari soal-
soal TIMSS dan PISA yang merupakan jenis soal pemecahan masalah (Yulianti,
2015). Hasil survey PISA untuk kemampuan matematika dari setiap
tahunnya,Indonesia selalu mendapat skor di bawah rata-rata internasional dan
peringkat bawah. Pada survey tersebut salah satu aspek kemampuan pemecahan
kognitif yang dinilai yaitu kemampuan pemecahan masalah matematis (Tarudin,
2012). Hasil studi PISA 2012, Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 65 negara
peserta dengan skor rata-rata 375, sedangkan skor rata-rata internasional 494. Hasil
studi PISA 2015, Indonesia berada di peringkat ke-63 dari 70 negara peserta dengan
skor rata-rata 386 sedangkan skor rata-rata internasional 490 (OECD, 2016). Hal
tersebut diperkuat juga oleh penelitian yang dilakukan oleh Reny Wahyuni dan

6
Efuansayah (2018) pada 26 siswa salah satu sekolah menengah bahwa kemampuan
pemecahan masalah matematis mencapai rata rata skor masing masing siswa hanya
sebesar 48,03%. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matemtais siswa
dapat dipicu oleh banyaknya siswa yang mengalami kesulitan untuk menyelesaikan
soal soal kemampuan pemecahan masalah matematis yang diberikan. Berdasarkan
hasil tersebut bisa kita ambil kesimpulan bahwa terdapat masalah pada kemampuan
pemecahan masalah matematis pada siswa.
2. Self-regulated Learning
Masih banyak siswa yang dalam proses pembelajarannya siswa masih
belum memiliki self regulated learning yang baik seperti membangun tujuan‐tujuan
belajar, mencoba memonitor, meregulasi, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan
perilakunya untuk mengontrol tujuan-tujuan yang telah dibuat. Sama hal nya
dengan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, kenyataan dilapangan
mengenai self-regulated learning siswa masih tergolong rendah. Permasalahan
tentang self-regulated learning masih menjadi masalah bagi siswa dan perlu
dientaskan. Hasil penelitian pada siswa SMA akselerasi di kota Malang
menunjukkan bahwa 54,2% siswa memiliki self-regulated learning rendah, yang
menggambarkan bahwa siswa tidak memiliki perencanaan dan pengaturan waktu
dalam pembelajaran, tidak memiliki strategi pembelajaran, rendahnya motivasi,
dan kurang memanfaatkan sumber-sumber yang ada (Savira & Suharsono, 2013).
Dari hasil penelitian Ratnaningsih (2007) dan Qohar (2010) diperoleh bahwa secara
rata-rata self-regulated learning siswa masuk pada kriteria sedang, tetapi untuk
siswa level sedang dan rendah self-regulated learning siswa masih rendah.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dijelaskan maka peneliti
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
memperoleh model mastery learning with game quiziz lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran problem
based learning?
2. Apakah self-regulated learning siswa yang memperoleh model mastery
learning with game quiziz lebih baik dibandingkan dengan siswa yang
memperoleh model pembelajaran problem based learning?

7
3. Apakah terdapat korelasi positif antara kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa yang memperoleh model mastery learning game quiziz?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka penelitian ini
bertujuan untuk:
a. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa yang memperoleh model mastery learning with game quiziz lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran problem
based learning.
b. Mengetahui apakah pencapaian self-regulated learning siswa yang
memperoleh model mastery learning with game quiziz lebih baik dibandingkan
dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran problem based learning.
c. Mengetahui apakah terdapat korelasi positif antara kemampuan pemecahan
masalah matematis dan self-regulated learning matematis siswa yang
memperoleh model mastery learning with game quiziz..

F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai
berikut:
1. Bagi siswa, dengan mengikuti pembelajaran dengan model mastery learning
with game quiziz diharapkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
meningkat dan self-regulated learning siswa akan lebih baik.
2. Bagi guru, hasil penelitian dapat dijadikan masukan untuk mengelola
pembelajaran matematika yang kreatif dan inovatif yaitu salah satunya dengan
penerapan model mastery learning with game quiziz dalam upaya
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-regulated
learning siswa.
3. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan dan pengalaman dengan menerapkan
model mastery learning with game quiziz dalam pembelajaran matematika.
4. Bagi dunia pendidikan, penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran
dalam melaksanakan pembelajaran khususnya mata pelajaran matematika
dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan.

8
G. Definisi Operasional
Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak terjadi kesalah pahaman terhadap
istilah yang digunakan dalam penelitian ini, berikut ini diuraikan beberapa definisi
yang digunakan, diantaranya:
1. Model Mastery Learning
Mastery learning dapat diartikan sebagai penguasaan (hasil belajar) siswa
secara penuh terhadap seluruh materi pembelajaran. Model mastery learning dapat
dilaksanakan baik secara individu maupun kelompok. Pembelajaran berkelompok
akan memeberikan kemudahan bagi guru dalam memberikan bimbingan yang tepat.
Dengan menggunakan model mastery learning, siswa yang lambat dalam
menguasai materi akan dibantu oleh teman kelompoknya maupun guru untuk dapat
menguasai materi.

2. Game Quiziz
Game quiziz adalah suatu aplikasi pendidikan berbasis game,yang
membawa aktivitas multi permainan dan membuat latihan interaktif yang
menyenangkan. Tidak seperti aplikasi pendidikan lainya game edukasi quiziz
memiliki karakter tema, meme, avatar dan musik yang dapat menghibur siswa pada
saat proses pembelajaran, latihan atau mengerjakan kuis secara mandiri. Game
edukasi quiziz juga memungkinkan antar siswa saling bersaing sehingga
mendorong siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran dan termotivasi untuk
mengerjakan latihan dan kuis dengan harapan mampu memperoleh hasil kuiz yang
tinggi.

3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis


Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan menyelesaikan
masalah tidak rutin melalui tahapan-tahapan tertentu yaitu memahami masalah,
membuat rencana penyelesaian, melaksanakan penyelesaian masalah dan
memeriksa kembali hasil yang diperoleh.
4. Self-Regulated Learning
Self-regulated learning adalah kemampuan siswa mengatur diri dalam
belajar atau disebut juga kemandirian belajar siswa. Kemampuan mengatur diri
dalam belajar matematika berperan dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas diri
dalam belajar. Secara prinsipil, self-regulated learning menempatkan pentingnya

9
kemampuan seseorang untuk mengatur dan mengendalikan diri sendiri, terutama
bila menghadapi tugas.
5. Model Problem Based Learning (PBL)
Model Problem Based Learning adalah suatu pendekatan pengembangan
pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi
peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan
masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari
materi kuliah atau materi pelajaran.
H. Kajian Teori
1. Model Mastery Learning
Sumiati (2012, hlm.107) mengatakan bahwa mastery learning dapat
diartikan sebagai penguasaan (hasil belajar) siswa secara penuh terhadap seluruh
materi pembelajaran. Kunandar (Hasnah, 2011, hlm. 12) menyebutkan bahwa
mastery learning dilandasi oleh dua asumsi yaitu: (a) teori yang mengatakan bahwa
adanya hubungan antara tingkat keberhasilan dengan kemampuan potensial (bakat);
(b) apabila pembelajaran dilaksanakan dengan sistematis maka semua siswa akan
mampu menguasi bahan yang disajikan kepadanya. Carrol (Hasnah, 2011, hlm. 12)
menyatakan bahwa “pada dasarnya bakat bukanlah indeks kemampuan seseorang,
melainkan sebagai ukuran kecepatan belajar. Berdasarkan hal tersebut, siswa yang
berbeda bakat dapat menguasai pelajaran dengan tuntas bila kualitas pembelajaran
dan kesempatan waktu belajar dibuat sesuai dengan kebutuhan masing-masing
siswa”.
Mastery Learning merupakan pembelajaran yang berpegang pada prinsip
perbedaan individual siswa, membuat siswa belajar aktif dan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan dirinya sendiri. Peningkatan hasil
belajar siswa yang menguasai bahan pelajaran secara tuntas, menyeluruh, dan utuh,
tidak mengenal siswa yang gagal belajar karena siswa yang mendapat hasil kurang
memuaskan akan dibantu oleh teman dan guru (Ghultom & Putra, 2016 hlm. 76).
Hasnah (2011, hlm. 12) menjelaskan bahwa model mastery learning dapat
dilaksanakan baik secara individu maupun kelompok. Pembelajaran berkelompok
akan memeberikan kemudahan bagi guru dalam memberikan bimbingan yang tepat.
Hal inilah yang menjadi kelebihan dari model mastery learning, siswa yang lambat

10
dalam menguasai materi akan dibantu oleh teman kelompoknya maupun guru untuk
dapat menguasai materi.
Menurut Wena (Wulandari, 2017, hlm. 14-15) langkah-langkah model
mastery learning ada 5 tahap, diantaranya sebagai berikut:
a. Orientasi
Pada tahap ini dilakukan penetapan suatu kerangka pembelajaran. Selama
tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, tugas-tugas yang akan dikerjakan
dan mengembangkan tanggung jawab siswa.
b. Penyajian
Pada tahap ini guru menjelaskan konsep disertai dengan contoh. Guru
mengajak siswa untuk berdiskusi tentang karakteristik konsep, juga
mengindentifikasi langkah-langkah kerjanya.
c. Latihan Terstruktur
Pada tahap ini guru memberikan siswa contoh praktik penyelesaian masalah
berupa langkah-langkah dalam penyelesaian suatu masalah, sambil memberikan
beberapa pertanyaan kepada siswa untuk membangun pola pikirnya dan selanjutnya
guru memberikan balikan atas jawaban siswa.
d. Latihan Terbimbing
Pada tahap ini siswa diberi sebuah permasalahan yang harus diselesaikan,
tentunya dengan pengawasan dan bimbingan dari guru. Dalam hal ini guru dapat
mengetahui kemampuan siswa sejauh mana salah satunya dengan cara melihat
kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa.
e. Latihan Mandiri
Tahap latihan mandiri ini adalah tahap inti dari model mastery learning.
Latihan mandiri dilakukan apabila siswa telah mencapai skor unjuk kerja antara
85%-90% dalam tahap latihan terbimbing. Pada tahap ini diharapkan akan
menguatkan atau memperkokoh bahan ajar yang dipelajari, dan memastikan daya
ingat atau retensi yang akan meningkatkan kelancaran siswa dalam menyelesaikan
permasalahan. Capaian ketuntasan belajar siswa dapat dilihat pada tahap ini.
Berdasarkan hasil penelitian Uchechi (dalam Setiawati & Syaf, 2013 hlm.
17-18) model mastery learning dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan
menjembatani kesenjangan antara siswa dengan kemampuan pemahaman

11
matematis tinggi dan rendah. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ghultom dkk (2016) bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa yang
menggunakan model mastery learning dan model pembelajaran konvensional,
dimana hasil belajar siswa yang menggunakan model mastery learning lebih unggul
dibanding yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Tidak hanya
prestasi belajar saja yang mendapatkan dampak positif dari penggunaan model
mastery learning, akan tetapi Yildiran dkk (2005) juga mengatakan bahwa
penggunaan model mastery learning juga memberikan dampak positif terhadap
sikap belajar siswa.
2. Game Quizizz
Game sedukasi quiziz adalah aplikasi pendidikan berbasis game,yang
membawa aktivitas multi permaianan dan membuat latihan interaktif yang
menyenangkan (Purba, 2019). Penerapan game edukasi quiziz dapat dilakukan
siswa dirumah dengan menggunakan perangkat elektronik yang dimiliki seperti
smartphone dan laptop. Tidak seperti aplikasi pendidikan lainya game edukasi
quiziz memiliki karakter tema, meme, avatar dan musik yang dapat menghibur
siswa pada saat proses pembelajaran, latihan atau mengerjakan kuis secara
mandiri. Game edukasi quiziz juga memungkinkan antar siswa saling bersaing
sehingga mendorong siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran dan termotivasi
untuk mengerjakan latihan dan kuis dengan harapan mampu memperoleh hasil
kuiz yang tinggi. Menurut Dewi (2018) bahwa pembelajaran berbasis permaianan
mempunyai potensi yang baik untuk dijadikan sebagai media pembelajaran yang
efektif karena dapat merangsang komponen visual dan verbal.
Terdapat berbagai macam fitur lain yang tersediadalam aplikasi Quizizz,
yang bisa dimanfaatkan menjadi salah satu sarana Guru dalam memberikan tugas
atau pekerjaan rumah. Disamping mengerjakan tugas, siswa bisa merasakan
pembelajaran yang tidak terlalu berat dalam memikirkan jawaban, karena dalam
aplikasi Quizizz memiliki tampilan segar dan kaya akan hal-hal yang
menyenangkan. Sebuah permainan memang tidak akan lepas denga unsur kreatif,
inovatif, petualangan, dan menyenangkan, yang kemudian bisa menumbuhkan
motivasi positif keinginan belajar dari setiap siswa.Sehingga, dapat mewujudkan
cita-cita dan tujuan pendidikan secara konkret dan rata.

12
Penggunaan Quizizz sangat mudah. Kuis interaktif ini memiliki hingga 4-5
pilihan jawaban termasuk jawaban yang benar. Bisa juga ditambahkan gambar ke
latar belakang pertanyaan dan menyesuaikan pengaturan pertanyaan sesuai
keinginan anda. Bila kuis sudah jadi, dapat dibagikan kepada siswa dengan
menggunakan kode 6 digit yang dihasilkan. Quizizz dapat digunakan sebagai
strategi pembelajaran yang baik dan menyenangkan tanpa kehilangan esensi
belajar yang sedang barlangsung. Bahkan strategi ini dapat melibatkan partisipasi
siswa secara aktif sejak awal (Noor, 2020).
Media pembelajaran aplikasi Quizizz sangat mudah pembuatannya, yakni
dengan menyiapkan terlebih dahulu materi, dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan
dan jawaban alternatif dalam aplikasi Quizizz. Setelah selesai menyusun materi
kedalam pertanyaan dengan seluruh konten lainnya yang hendak di sisipkan,
kemudian membuka dan masuk pada aplikasi Quizizz, melalui webnya, yaitu
www.Quizizz.com. Sebagaima tersedia di playstore atau laman internet lainnya.

Gambar 1. Aplikasi Game Quizizz

3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis


Pemecahan masalah matematis sebagai salah satu kemampuan yang perlu
dimiliki oleh siswa karean pemecahan masalah ini dapat melatih memecahkan
permasalahan-permasalahan yang ada pada soal-soal matematika. Oleh karena itu,
menurut NCTM(2000, hlm.52) dengan memecahkan masalah matematik siswa
harus memperoleh cara berfikir, kebiasaan ketekunan dan rasa keingintahuan, dan
keyakinan pada diri sendiri untuk mengutarakan ide idenya. Montague (2007)
mengatakan bahwa pemecahan masalah matematis adalah suatu aktifitas kognitif
yang komplek yang disertai proses dan strategi. Niskayuna (1993) menggolongkan
tiga intrepretasi pemecahan masalah yaitu 1). pemecahan masalah sebagai

13
pendekatan (Approach): maksudnya pembelajaran diawali dengan masalah; 2).
Pemecahan Masalah sebagai tujuan (goal): berkaitan dengan pernyataan dengan
mengapa matematika diajarkan dan apa tujuan pengajaran matematika; dan 3).
Pemecahan masalah sebagai proses (Procees): suatu kegiatan yang lebih
mengutamakan pentingya prosedur langkah-langkah, strategi atau cara yang akan
dilakukan siswa untuk menyelesaikan masalah sehingga menemukan jawaban.
Sumarmo (2005, hlm. 6-7) mengemukakan bahwa pemecahan masalah
dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda yaitu sebagai tujuan
pembelajaran dan sebagai pendekatan pembelajaran. Sebagai tujuan berarti
pemecahan masalah ditujukan agar siswa dapat merumuskan masalah dari situasi
sehari-hari dalam matematika, menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai
masalah dalam matematika maupun dari luar matematika, baik masalah sejenis
ataupun masalah lama, menjelaskan hasil yang diperoleh sesuai permasalahan asal,
mampu menyusun model matematika dan menyelesaikanya untuk masalah nyata
dan dapat menggunakan matematika secara bermakna. Sebagai pendekatan
pembelajaran berarti pemecahan masalah digunakan untuk menemukan dan
memahami materi matematika.
Soemarmo dan Hendriana , (2014,hlm.23) mengemukakan indikator
kemampuan penyelesaian masalah matematis adalah sebagai berikut:
1). Mengidentifikasi unsur yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan
unsur yang diperlukan;
2). Merumuskan masalah matematis atau menyusun model matematis;
3). Menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah;
4). Menjelaskan atau menginterpretasi hasil penyelesaian masalah.
4. Self-Regulated Learning
Self-regulated learning adalah kemampuan siswa mengatur diri dalam
belajar atau disebut juga kemandirian belajar siswa. Kemampuan mengatur diri
dalam belajar matematika berperan dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas diri
dalam belajar. Secara prinsipil, self-regulated learning menempatkan pentingnya
kemampuan seseorang untuk mengatur dan mengendalikan diri sendiri, terutama
bila menghadapi tugas. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Sumarmo (2004)
bahwa kemandirian belajar merupakan proses perancangan dan pemantauan diri

14
yang seksama terhadap proses kognitif dan afektif dalam menyelesaikan suatu tugas
akademik. Apabila siswa mempunyai self-regulated learning yang tinggi
cenderung belajar dengan lebih baik.
Menurut Sumarmo (dalam Hendriana, Rohaeti, Sumarmo, 2017, hlm. 233)
merangkum indikator self-regulated learning sebagai berikut:
b. Inisiatif dan motivasi belajar instrinsik
c. Kebiasaan mendiagnosa kebutuhan belajar
d. Menetapkan tujuan atau target belajar
e. Memonitor, mengatur, dan mengontrol belajar
f. Memandang kesulitan belajar sebagai tantangan
g. Memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan
h. Memilih dan menerapkan strategi belajar
i. Mengevaluasi proses dan hasil belajar
j. Self efficacy/ konsep diri/ kemampuan diri

Self-Regulated Learning memegang peran penting dalam meningkatkan


prestasi belajar siswa. Siswa yang memiliki kemandirian belajar cenderung tidak
bergantung kepada orang lain dan lebih berinisiatif untuk menyelesaikan persoalan
yang dihadapinya sendiri tanpa mengharapkan bantuan dari orang lain, juga
cenderung berusaha maksimal untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik.
5. Model Problem Based Learning (PBL)
Model Problem Based Learning dikembangkan untuk pertama kali oleh
Prof. Howard Barrows dalam pembelajaran ilmu medis di McMaster University
School of Medicine Kanada pada tahun 1969. Sejak saat itu problem based learning
ini menyebar keseluruh dunia, khususnya dalam bidang pendidikan seperti
pendidikan kedokteran, arsitektur, matematika, okupasi, dan fisioterapi. Dalam
pembelajaran berbasis masalah ini, peserta didik dipandang sebagai pribadi yang
utuh yang memiliki sejumlah pengetahuan sebagai bekal awal dalam pembelajaran.
Model problem based learning ini disusun dan dikembangkan berdasarkan
berbagai prinsip dan teori pengetahuan, diantaranya sebagai berikut:
a. Teori belajar konstruktivisme
Pada dasarnya pendekatan teori ini dalam belajar adalah suatu pendekatan
di mana siswa harus secara individual menemukan dan menstransformasikan
informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan
merevisinya bila perlu (Rusman, 2012 hlm. 201).
b. Teori belajar vigotsky

15
Perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan
pengalaman baru dan menantang serta ketika mereka berusaha untuk memecahkan
masalah yang dimunculkan. Vigotsky meyakini interaksi sosial dengan teman lain
memicu terbentuknya ide baru dan meperkaya perkembangan intelektual siswa.
c. Teori belajar Jerome S. Bruner
Bruner menganggap bahwa belajar meliputi tiga proses kognitif, yaitu
memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan
ketepatan pengetahuan. Dalam teori belajarnya, Bruner berpendapat bahwa
kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri
suatu aturan atau kesimpulan tertentu.
Terdapat beberapa langkah dalam model problem based learning ini
diantaranya: (a) Orientasi peserta didik pada masalah; (b) Mengorganisasikan
peserta didik untuk belajar; (c) Membimbing penyelidikan individual maupun
kelompok; (d) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya; € Menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah.
6. Penelitian Relevan
a. Penelitian Sri Handayani dan Eva Margaretha Saragih (2020) tentang Pengaruh
Model Pembelajaran Mastery Learning terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematik Siswa.
b. Penelitian Pratiwi (2016) tentang Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran
Mastery Learning (Belajar Tuntas) terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Kelas X SMA ‘Aisyiyah 1 Palembang.

I. Kerangka Pemikiran
Matematika sering dianggap sebagai mata pelajaran yang sangat sulit
sehingga siswa tidak memiliki ketertarikan untuk belajar matematika. Pembelajaran
matematika yang sering kita jumpai sampai saat ini salah satunya adalah
pembelajaran matematika dengan menggunakan model ekspositori yang cenderung
hanya dilakukan satu arah, sehingga siswa menjadi pasif dalam kegiatan belajar
mengajar. Dampak dari pada hal tersebut mengakibatkan tidak tercapainya
ketuntasan belajar matematika yang dapat dilihat dari prestasi belajar siswa dalam

16
matematika masih tergolong rendah. Dalam pembelajaran matematika, salah satu
hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam mengajar suatu pokok bahasan adalah
pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan, karena
melihat kondisi siswa yang mempunyai karakteristik berbeda antara satu dengan
yang lainnya dalam menerima materi pelajaran yang disajikan guru dikelas. Oleh
karena itu, diperlukan suatu pembelajaran yang membantu siswa untuk menguasai
materi ajar, sehinga tercapai ketuntasan belajar seperti yang diharapkan.
Berdasarkan hal tersebut perlu diterapkan model dan media pembelajaran
yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-
regulated learning siswa. Salah satu model yang diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan pemahaman konsep dan kemandirian belajar matematis siswa adalah
model mastery learning dengan bantuan aplikasi quiziz yang akan digunakan secara
Gambar
berkelompok dan diberi nama game2.quiziz.
Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Kondisi Awal Tindakan Kondisi Akhir
Kemampuan pemecahan Penggunaan model Peningkatan kemampuan
masalah matematis dan self- mastery learning with pemecahan masalah
regulated learning siswa game quiziz pada matematis dan self-
masih rendah, beberapa pembelajaran matematika regulated learning siswa
diantaranya karena siswa
tidak dapat menyelesaikan
permasalahan matematis
apabila bentuknya berbeda
dari yang dicontohkan oleh
guru, dan kurang inisiatif

Penggunaan model mastery learning with game quiziz diharapkan akan


memberikan pengaruh berupa peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa serta pencapaian yang lebih baik self-regulated learning siswa.
Adapun hubungan model mastery learning terhadap kemampuan pemahaman
konsep dan kemandirian belajar matematis siswa adalah sebagai berikut:
Gambar 3. Keterkaitan antara Model Pembelajaran dengan Aspek Kognitif
dan Afektif

Pemecahan
Masalah
Model
Matematis
Mastery Self-Regulated
Learning Learning
with Game
17
J. Asumsi dan Hipotesis
1. Asumsi
Ruseffendi (2010, hlm. 25) mengatakan bahwa “asumsi merupakan
anggapan dasar mengenai peristiwa yang semestinya terjadi dan atau hakekat
sesuatu yang sesuai dengan hipotesis yang dirumuskan”. Berikut anggapan dasar
(asumsi) dalam penelitian ini:
a. Penggunaan model pembelajaran yang tepat akan memberikan pengaruh
terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
b. Siswa yang memiliki self-regulated learning akan mendapatkan pembelajaran
yang positif dan dapat membantu memahami materi pada pembelajaran.
2. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka diperoleh
hipotesis penelitian sebagai berikut:
a. Pencapaian peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa
yang memperoleh model mastery learning with game quiziz lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang memperoleh model problem based learning.
b. Pencapaian self-regulated learning siswa yang memperoleh model mastery
learning with game quiziz lebih baik dibandingkan dengan siswa yang
memperoleh model problem based learning.
c. Terdapat korelasi positif antara kemampuan pemahaman konsep dan
kemandirian belajar matematis siswa yang memperoleh model mastery learning
with game quiziz.
K. Metode dan Desain Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi
experiment). Ruseffendi (2010, hlm. 35) mengemukakan “Penelitian eksperimen
atau percobaan (experimental research) adalah penelitian yang benar-benar untuk
melihat hubungan sebab akibat. Perlakuan yang kita lakukan terhadap variabel
bebas kita lihat hasilnya pada variabel terikat”. Variabel bebas adalah variabel yang
dibuat bebas, dalam penelitian ini variabel bebas yang dipilih yaitu model mastery
learning with game quiziz. Variabel terikat adalah variabel yang muncul karena

18
adanya variabel bebas, variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-regulated learning.
2. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan yaitu eksperimen kelompok kontrol
pretes dan posttest yang melibatkan dua kelompok. Penelitian ini dibagi menjadi
dua kelompok yaitu kelompok kelas eksperimen dan kelompok kelas kontrol.
Kelompok kelas eksperimen adalah kelompok yang mendapatkan perlakuan
dengan menggunakan model mastery learning with game quiziz., sedangkan
kelompok kelas kontrol adalah kelas yang memperoleh model problem based
learning.. Sebelum mendapatkan perlakuan, kedua kelompok diberikan tes awal
(pretest) untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep matematis. Kemudian
setelah kedua kelompok mendapatkan perlakuan maka masing-masing kelompok
dilakukan tes akhir (posttest) untuk mengetahui perbedaan kemampuan
pemahaman konsep dan pencapaian kemandirian belajar matematis siswa pada dua
kelompok tersebut. Desain penelitian nonequivalent control grup design menurut
Sugiyono (2013, hlm. 116) sebagai berikut:
O X₁ O
---------------------
O X₂ O
Keterangan:
O : pretest = posttest
X₁ : pembelajaran dengan menggunakan model mastery learning with game
quiziz.
X₂ : pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning.
---- : subjek tidak dikelompokkan secara acak

L. Subjek dan Objek Penelitian


1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Pagaden. Pengambilan
subjek penelitian ini berdasarkan hasil purposive sampling. Alasan pemilihan
subjek di sekolah tersebut adalah karena SMA Negeri 1 Pagaden telah
menggunakan kurikulum 2013, dan memiliki sarana dan prasaran yang baik
sehingga cocok dengan model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini.

19
Selain itu juga model mastery learning with game quiziz belum pernah digunakan
di SMA Negeri 1 Pagaden.
2. Objek Penelitian
Teknik pengambilan objek penelitian ini berdasarkan hasil simple random
sampling. Dalam penelitian ini objek yang akan digunakan adalah dua kelas yang
diambil secara acak. Dari kedua kelas yang terpilih tersebut, satu kelas akan
digunakan sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol. Kelas
eksperimen adalah kelas yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan
model mastery learning with game quiziz dan kelas kontrol adalah kelas yang
mendapatkan model pembelajaran problem based learning..

M. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian


1. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data beracuan kepada rumusan masalah dan tujuan penelitian
yang sudah ditetapkan. Teknik pengumpulan data juga erat kaitannya dengan
instrumen penelitian yang digunakan. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan
data bertujuan untuk memperoleh data yang akurat dan data yang valid. Dalam
penelitian ini teknik pengumpulan data menggunakan beberapa instrumen
diantaranya, tes kemampuan pemecahan masalah matematis yang berupa soal
uraian dan angket self-regulated learning siswa. Instrumen tes diberikan pada saat
tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) untuk tes kemampuan pemecahan masalah
matematis, sedangkan angket self-regulated learning siswa hanya diberikan saat
tes akhir (posttest).

2. Instrumen Penelitian
a. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Tes kemampuan pemecahan masalah matematis ini dilaksanakan pada saat
tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest). Instrumen kemampuan pemecahan
masalah matematis ini berupa soal uraian dengan tujuan agar peneliti dapat
mengamati langkah kerja siswa dalam proses penyelesaian suatu masalah. Akan
tetapi sebelum instrumen tersebut digunakan sebagai pretest dan posttest maka
perlu beberapa pengujian agar instrumen yang digunakan baik. Adapun beberapa

20
pengujian terhadap instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematis
matematis sebagai berikut:
1) Validitas
Suherman & Sukjaya (1990, hlm. 135) mengatakan bahwa “suatu alat
evaluasi disebut valid (absah atau shahih) apabila alat tersebut mampu
mengevaluasi apa yang seharusnya di evaluasi”. Nilai validitas dari suatu soal akan
disandingkan dengan kriteria tertentu, cara menentukan indeks validitas kriteria
validitas dengan menghitung koefisien korelasi antara alat butir soal yang akan
diketahui validitasnya dengan skor total. Koefisien korelasi akan dihitung
menggunakan rumus korelasi product moment dari Karl Pearson (Suherman, 2003,
hlm. 120), adapun rumusnya adalah sebagai berikut:
𝑛 ∑ 𝑥𝑦 − ∑(𝑥)(𝑦)
𝑟𝑥𝑦=
√[𝑛 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2 ][𝑛 ∑ 𝑦 2 − (∑ 𝑦)2 ]

Keterangan:
𝑟𝑥𝑦 : koefisien korelasi tiap butir soal
𝑛 : banyaknya responden
∑𝑥 : jumlah skor tiap butir soal
∑𝑦 : jumlah skor total
∑ 𝑥𝑦 : jumlah hasil kali 𝑥 dan 𝑦
∑ 𝑥2 : jumlah kuadrat skor tiap butir soal
∑ 𝑦2 : jumlah kuadrat skor total
Koefisien korelasi ini selanjutnya dikategorikan ke dalam klasifikasi
koefisien korelasi (koefisien validitas) menurut J.P. Guilford (Suherman, 2003,
hlm. 113) sebagai berikut,
Table 1. Kriteria Validitas Instrumen

Koefisien Validitas Kategori


0,90 ≤ 𝑟𝑥𝑦 ≤ 1,00 Sangat Tinggi
0,70 ≤ 𝑟𝑥𝑦 < 0,90 Tinggi
0,40 ≤ 𝑟𝑥𝑦 < 0,70 Sedang
0,20 ≤ 𝑟𝑥𝑦 < 0,40 Rendah

21
Koefisien Validitas Kategori
0,00 ≤ 𝑟𝑥𝑦 < 0,20 Sangat rendah
𝑟𝑥𝑦 < 0,00 Tidak Valid

2) Reliabilitas
Suherman & Sukjaya (1990, hlm. 167) mengatakan bahwa “reliabilitas
merupakan suatu alat ukur atau alat evaluasi yang dimaksudkan sebagai suatu alat
yang memberikan hasil yang tetap sama (konsisten atau ajeg)”. Untuk menghitung
koefisien reliabilitas menggunakan rumus Cronbach Alpha dalam Suherman (2003,
hlm. 154) adalah sebagai berikut:
𝑛 ∑ 𝑠𝑖 2
𝑟11 = ( ) (1 − 2 )
𝑛−1 𝑠𝑡
Keterangan:
𝑟11 : koefisien reliabilitas
𝑛 : banyak butir soal
𝑠𝑖 2 : varians skor tiap butir soal
𝑠𝑡 2 : varians skor total
Seperti halnya koefisien validitas yang telah diutarakan, untuk koefisien
reliabilitas yang menyatakan derajat keterandalan alat evaluasi, dinyatakan dengan
𝑟11. Tolak ukur dapat digunakan merupakan tolak ukur yang dibuat oleh J.P.
Guilford (Suherman, 2003, hlm. 139) sebagai berikut:
Table 2. Kriteria Interpretasi Koefisien Reliabilitas

Koefisien Reliabilitas Interpretasi


𝑟11 ≤ 0,20 Sangat Rendah
0,20 ≤ 𝑟11 < 0,40 Rendah
0,40 ≤ 𝑟11 < 0,70 Sedang
0,70 ≤ 𝑟11 < 0,90 Tinggi
0,90 ≤ 𝑟11 < 1,00 Sangat Tinggi

3) Indeks Kesukaran
Suatu soal yang dikatakan memiliki tingkat kesukaran baik apabila soal
tersebut tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mudah, jika soal terlalu mudah maka

22
tidak akan merangsang siswa dalam berpikir sebaliknya jika soal terlalu sulit siswa
cenderung akan merasa putus asa, untuk itu perlu dihitung derajat kesukaran dari
setiap soal. Derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan indeks kesukaran.
Menghitung indeks kesukaran setiap butir soal menurut Lestari & Yudhanegara
(2017, hlm. 224) menggunakan rumus (soal tipe uraian) sebagai berikut:
𝑥̅
𝐼𝐾 =
𝑆𝑀𝐼
Keterangan:
𝐼𝐾 : indeks kesukaran
𝑥̅ : nilai rata-rata siswa
𝑆𝑀𝐼 : Skor Maksimal Ideal (Bobot)
Klasifikasi indeks kesukaran tiap butir soal (Lestari & Yudhanegara, 2017,
hlm. 224) adalah sebagai berikut,
Table 3. Kriteria Indeks Kesukaran

Indeks Kesukaran (𝐼𝐾) Kategori


𝐼𝐾 = 0,00 Terlalu sukar
0,00 < 𝐼𝐾 ≤ 0,30 Sukar
0,30 < 𝐼𝐾 ≤ 0,70 Sedang
0,70 < 𝐼𝐾 ≤ 1,00 Mudah
𝐼𝐾 = 1,00 Terlalu mudah

4) Daya Pembeda
Daya pembeda dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh
kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara responden yang
mengetahui jawaban soal tersebut dengan benar dengan responden yang tidak dapat
menjawab soal tersebut (Lestari & Yudhanegara, 2017, hlm. 217). Rumus untuk
menentukan daya pembeda soal tipe uraian adalah sebagai berikut:
𝑥̅𝐴 − 𝑋̅𝐵
𝐷𝑃 =
𝑆𝑀𝐼

Keterangan:
𝐷𝑃 : indeks daya pembeda butir soal

23
𝑥̅𝐴 : rerata skor dari siswa kelompok atas
𝑋̅𝐵 : rerata skor dari siswa kelompok bawah
𝑆𝑀𝐼 : Skor Maksimal Ideal (bobot)

Klasifikasi interpretasi yang digunakan untuk daya pembeda (Lestari &


Yudhanegara, 2017, hlm. 217) adalah sebagai berikut:
Table 4. Kriteria Daya Pembeda

Daya Pembeda (𝐷𝑃) Kategori

0,70 < 𝐷𝑃 ≤ 1,00 Sangat baik

0,40 < 𝐷𝑃 ≤ 0,70 Baik

0,20 < 𝐷𝑃 ≤ 0,40 Cukup

0,00 < 𝐷𝑃 ≤ 0,20 Buruk

𝐷𝑃 ≤ 0,00 Sangat buruk

b. Instrumen Self-Regulated Learningm (Non-Test)


Angket diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol saat posttest.
Instumen kemandirian belajar matematis yang digunakan dalam penelitian ini
berupa skala sikap (angket). Skala sikap yang digunakan dalam penelitian ini adalah
skala Likert. Penilaian yang menggunakan skala Likert pada setiap pernyataan
dibagi kedalam 4 kategori yang tersusun secara bertingkat tanpa netral (N), hal
tersebut dikarenakan untuk menghindari jawaban ragu-ragu dari responden
sehingga kategori penilaian dimulai dari Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju
(TS), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS) atau bisa pula disusun sebaliknya. Angket
yang digunakan adalah angket tertutup, artinya alternatif jawaban telah disediakan
dan siswa hanya memilih satu jawaban yang paling sesuai dengan pendapatnya.
Sebelum angket diguanakan, terlebih dahulu akan diuji validitas dan realibilitas
untuk mengetahui kualitas angket yang akan digunakan.

24
Table 5. Kriteria Penilaian Skala Likert

Bobot Penilaian
Alternatif Jawaban
Pernyataan Positif Pernyataan Negatif
Sangat Setuju (SS) 4 1
Setuju (S) 3 2
Tidak Setuju (TS) 2 3
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

N. Teknik Analisis Data


Setelah semua data terkumpul, maka dilanjutkan dengan menganalisis data.
Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Analisis Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Rumus normal gain (𝑛 − 𝑔𝑎𝑖𝑛) digunakan untuk mengetahui signifikansi
peningkatan Kemampuan pemecahan masalah matematis. Adapun rumus 𝑛 − 𝑔𝑎𝑖𝑛
sebagai berikut:
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡 − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡
𝑛 − 𝑔𝑎𝑖𝑛 =
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡
Untuk melihat interpretasi Indeks Gain dapat dilihat pada tabel berikut:
Table 6. Kriteria Indeks Gain

Indeks Gain Kriteria


𝑔 > 0,70 Tinggi
0,30 < 𝑔 ≤ 0,70 Sedang

𝑔 ≤ 0,30 Rendah

Setelah mendapatkan rerata indeks gain lalu kita bandingkan data indeks gain kelas
ekperimen dan kelas kontrol dengan bantuan program software SPSS 23.0 for
Windows. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Analisis statistik dekpriptif data indeks gain
Berdasarkan statistik deskriptif data indeks gain diperoleh skor
maksmimum, skor minimum, rata-rata, simpangan baku, dan varians kelas

25
eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan software SPSS 17.0 for
Windows.
b. Uji normalitas indeks gain
Menguji normalitas skor tes Kemampuan pemecahan masalah matematis di
kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan uji Shapiro-Wilk menggunakan program
software SPSS 17.0 for Windows. Perumusan hipotesis yang digunakan adalah uji
normalitas sebagai berikut:
𝐻0 : Data n-gain berasal dari populasi yang berdistribusi normal
𝐻𝑎 : Data n-gain berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal
Kriteria pengujian hipotesis menurut Uyanto (2006, hlm. 36):
1) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya ≥ 0,05 maka 𝐻0 diterima
2) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya < 0,05 maka 𝐻0 ditolak
c. Uji homogenitas varians indeks gain
Menguji homogenitas dua varians dengan ujia Levene dengan menggunakan
program software SPSS 17.0 for Windows. Perumusan hipotesis yang digunakan
untuk menguji homogenitas varians adalah sebagai berikut:
𝐻0 : Varians data untuk indeks gain homogen
𝐻𝑎 : Varians data untuk indeks gain tidak homogen
Kriteria pengujian hipotesis menurut Uyanto (2006, hlm. 170):
1) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya ≥ 0,05 maka indeks gain memiliki
varians yang sama (homogen)
2) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya < 0,05 maka indeks gain memiliki
varians yang tidak sama (tidak homogen)
d. Uji kesamaan dua rerata (uji-t) indeks gain
Uji kesamaan dua rerata dilakukan berdasarkan kriteria kenormalan dan
kehomogenan data skor n-gain. Jika kedua kelas berdistribusi normal dan bervariasi
homogen, maka pengujian hipotesis dilakukan dengan uji-t atau Independent
sample test. Apabila data berdistribusi normal dan memiliki varians yang tidak
homogen, pengujian dilakukan menggunakan uji-t. Hipotesisnya dirumuskan
dalam bentuk hipotesis statistik sebagai berikut (Sugiyono, 2017, hlm. 121):
𝐻0 : μ 1 ≤ μ 2
𝐻𝑎 : μ 1 > μ 2

26
Dengan:
𝐻0 : Peningkatan Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
memperoleh model mastery learning with game quiziz tidak lebih tinggi
daripada siswa yang memperoleh model pembelajaran problem based
learning..
𝐻𝑎 : Peningkatan Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
memperoleh model mastery learning with game quiziz lebih tinggi
daripada siswa yang memperoleh model pembelajaran problem based
learning..
Kriteria pengujian untuk dua rerata adalah :
1) Jika nilai sig > 0,05, maka 𝐻0 diterima dan 𝐻𝑎 ditolak.
2) Jika nilai sig < 0,05, maka 𝐻0 ditolak dan 𝐻𝑎 diterima.

e. Uji non parametris indeks gain


Jika data tidak berdistribusi normal, maka digunakan uji statistik non
parametris yaitu uji Mann-Whitney. Uji non parametris dapat dilakukan dengan uji
Mann-Whitney dengan menggunakan program software SPSS 17.0 for Windows.

2. Analisis Pencapaian Self-Regulated Learning


Data hasil isian mengenai kemandirian belajar matematis yang masih
berskala sikap diubah menjadi skala kuantitatif dengan menggunakan bobot skala
Likert. Kemudian data hasil angket dengan skala kuantitatif masih berupa data
ordinal maka data ordinal perlu diubah menjadi data interval menggunakan metode
MSI (Method of Successive Interval) dengan bantuan aplikasi XLSTAT 2016 agar
lebih mudah dalam mengkonversikan data yang sudah didapat.
Setelah mendapatkan data hasil angket bandingkan data hasil angket kelas
ekperimen dan kelas kontrol dengan bantuan program software SPSS 17.0 for
Windows. Langkah-langkahnya sebagai berikut:

a. Analisis statistik dekpriptif


Berdasarkan statistik deskriptif data hasil angket diperoleh skor
maksmimum, skor minimum, rata-rata, simpangan baku, dan varians kelas

27
eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan software SPSS 17.0 for
Windows.
b. Uji normalitas
Menguji normalitas skor angket self-regulated learning siswa di kelas
eksperimen dan kelas kontrol dengan uji Shapiro-Wilk menggunakan program
software SPSS 17.0 for Windows. Perumusan hipotesis yang digunakan adalah uji
normalitas sebagai berikut:
𝐻0 : Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal
𝐻𝑎 : Data berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal
Kriteria pengujian hipotesis menurut Uyanto (2006, hlm. 36):
1) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya ≥ 0,05 maka 𝐻0 diterima
2) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya < 0,05 maka 𝐻0 ditolak
c. Uji homogenitas dua varians
Menguji homogenitas dua varians dengan uji Levene dengan menggunakan
program software SPSS 17.0 for Windows. Perumusan hipotesis yang digunakan
untuk menguji homogenitas varians adalah sebagai berikut:
𝐻0 : Varians data homogen
𝐻𝑎 : Varians data tidak homogen
Kriteria pengujian hipotesis menurut Uyanto (2006, hlm. 170):
1) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya ≥ 0,05 maka data memiliki varians
yang sama (homogen)
2) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya < 0,05 maka data memiliki varians
yang tidak sama (tidak homogen)
d. Uji kesamaan dua rerata (uji-t)
Uji kesamaan dua rerata dilakukan berdasarkan kriteria kenormalan dan
kehomogenan data. Jika kedua kelas berdistribusi normal dan bervariasi homogen,
maka pengujian hipotesis dilakukan dengan uji-t atau Independent sample test.
Apabila data berdistribusi normal dan memiliki varians yang tidak homogen,
pengujian dilakukan menggunakan uji-t’. Hipotesisnya dirumuskan dalam bentuk
hipotesis statistik sebagai berikut (Sugiyono, 2017, hlm. 121):
𝐻0 : μ 1 ≤ μ 2
𝐻𝑎 : μ 1 > μ 2

28
Dengan:
𝐻0 : Pencapaian self-rergulated learning siswa yang memperoleh model
mastery learning with game quiziz tidak lebih baik daripada siswa yang
memperoleh model pembelajaran problem based learning..
𝐻𝑎 : Pencapaian self-regulated learning siswa yang memperoleh model
mastery learning with game quiziz lebih baik daripada siswa yang
memperoleh model pembelajaran problem based learning..
Kriteria pengujian untuk dua rerata adalah :
1) Jika nilai sig > 0,05, maka 𝐻0 diterima dan 𝐻𝑎 ditolak.
2) Jika nilai sig < 0,05, maka 𝐻0 ditolak dan 𝐻𝑎 diterima.
e. Uji non parametris indeks gain
Jika data tidak berdistribusi normal, maka digunakan uji statistik non
parametris yaitu uji Mann-Whitney. Uji non parametris dapat dilakukan dengan uji
Mann-Whitney dengan menggunakan program software SPSS 17.0 for Windows.
3. Analisis Korelasi antara Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
dengan Self-Regulated Learning Siswa
Untuk dapat mengetahui apakah terdapat hubungan antara kemampuan
pemecahan masalah matematis dan self-regulated learning siswa yang
menggunakan model mastery learning with game quiziz maka perlu dilakukan
analisis data terhadap data akhir kemampuan pemecahan masalah matematis dan
self-regulated learning siswa pada kelas eksperimen menggunakan uji korelasi.
Sebelum dilakukan uji korelasi dilakukan beberapa kegiatan konversi data sikap
seperti berikut:
a. Mengubah data skala sikap kedalam skala kuantitatif
Data hasil isian pada angket yang berupa skala sikap mengenai tanggapan
terhadap self-regulated learning dengan menggunakan model mastery learning
with game quiziz dan soal-soal pemecahan masalah matematis siswa di transfer dari
skala kualitatif kedalam skala kuantitatif dengan ketentuan berikut:
Table 7. Kategori Penilaian Skala Sikap

Bobot Penilaian
Alternatif Jawaban
Positif Negatif
SS (Sangat Setuju) 4 1
S (Setuju) 3 2

29
TS (Tidak Setuju) 2 3
STS (Sangat Tidak Setuju) 1 4

b. Mengubah data ordinal menjadi interval


Angket diberikan pada akhir pembelajaran (posttest). Setelah data skala
sikap diubah menjadi data kuantitatif kemudian data hasil angket dengan skala
kuantitatif yang masih berupa data ordinal maka data ordinal perlu diubah menjadi
data interval dengan menggunakan metode MSI (Method of Successive Interval)
dengan bantuan aplikasi XLSTAT 2016 agar lebih mudah dalam mengkonversikan
data yang sudah didapat.
Setelah dilakukan konversi data sikap kemudian dilakukan uji korelasi.
Dalam pembuktian uji korelasi perlu dihitung koefisien korelasi antara kemampuan
pemecahan masalah matematis dan self-regulated learning siswa dan uji
signifikansinya. Uji korelasi yang dilakukan adalah uji korelasi menggunakan
Pearson. Sugiyono (2017, hlm. 89) menyatakan hipotes korelasi dalam bentuk
hipotesis statistik sebagai berikut:

𝐻0 : 𝑝 = 0
𝐻𝑎 : 𝑝 ≠ 0

Keterangan:
𝐻0 : Tidak terdapat korelasi antara kemampuan pemecahan masalah matematis
dengan self-regulated learning.
𝐻𝑎 : Terdapat korelasi antara kemampuan pemecahan masalah matematis
dengan self-regulated learning.

Kriteria pengujiannya adalah:


1) Jika nilai sig > 0,05, maka 𝐻0 diterima dan 𝐻𝑎 ditolak
2) Jika nilai sig < 0,05, maka 𝐻0 ditolak dan 𝐻𝑎 diterima

Sugiyono (2017, hlm. 228) menggunakan rumus korelasi product moment yang
digunakan untuk menghitung koefisien sebagai berikut,

30
∑ 𝑥𝑦
𝑟𝑥𝑦 =
√∑ 𝑥 2 𝑦 2

Keterangan:
𝑟𝑥𝑦 : korelasi antara variabel x dan y
x : (𝑥𝑖 − 𝑥̅ )
y : (𝑦𝑖 − 𝑦̅)

Koefisien korelasi yang telah diperoleh perlu ditafsirkan untuk menentukan


tingkat korelasi. Pedoman untuk memberikan interpretasi terhadap koefisien
korelasi (Sugiyono, 2017, hlm. 231) sebagai berikut,
Table 8. Kriteria Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan


0,00 – 0,199 Sangat Rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat

O. Prosedur Penelitian
Penelitian ini secara garis besar dilakukan dalam tiga tahap diantaranya:
1. Tahap Perencanaan
Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah sebagai
berikut:
a. Mengajukan judul penelitian.
b. Menyusun proposal penelitian.
c. Seminar proposal penelitian.
d. Revisi proposal penelitian.
e. Mengurus perizinan penelitian.
f. Menyusun instrumen penelitian.
g. Revisi instrumen penelitian.
h. Melakukan uji coba instrumen.

31
i. Mengumpulkan data hasil uji coba instrumen.
j. Analisis hasil uji coba instrument.

2. Tahap Pelaksanaan
Langkah-langkah dalam tahap pelaksanaan adalah sebagai berikut:
a. Melaksanakan pretest kemampuan pemecahan masalah matematis pada kelas
kontrol dan kelas eksperimen.
b. Melaksanakan kegiatan belajar mengajar pada kedua kelas, pada kelas
eksperimen dilakukan pembelajaran dengan menerapkan model mastery
learning game quiziz dan pada kelas kontrol dilakukan pembelajaran problem
based learning..
c. Melaksanakan postest kemampuan pemecahan masalah matematis pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol.
d. Memberikan angket sel-regulated learning pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol setelah pembelajaran menggunakan model mastery learning with game
quiziz dan model problem based learning..

3. Tahap Akhir
Langkah-langkah dalam tahap akhir adalah sebagai berikut:
1) Pengumpulan data hasil pretest dan posttest.
2) Pengolahan data hasil pretest dan posttest.
3) Melakukan analisis data hasil penelitian.
4) Membuat kesimpulan data hasil penelitian.
5) Melakukan ujian sidang skripsi.
6) Melakukan perbaikan (revisi) skripsi.

P. Jadwal Penelitian
Waktu Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8
Kegiatan 2022
Pengajuan judul skripsi
Pembuatan proposal skripsi
Seminar Proposal skripsi
Perbaikan Proposal

32
Administrasi perizinan
penelitian
Pembuatan Perangkat
Pembelajaran dan Instrumen
Pengujian instrumen dan
revisi
Penelitian disekolah
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Pembahasan hasil penelitian
Penulisan dan penyusunan
skripsi

33
DAFTAR PUSTAKA

Batubara H. I. 2017. Peningkatan Kemampuan pemecahan masalah matematis


melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Autograph dan
Geogebra di SMA Freemethodist Medan. MES (Journal of Mathematics
Education and Science). 3(1): halaman. 48.

Bungsu K. T., Vilardi M., Akbar P., & Bernard M. (). Pengaruh Kemandirian
Belajar Terhadap Hasil Belajar Matematika di SMKN 1 Cihampelas. Journal
On Education. 1(2): halaman. 383.

Dewi, Cahya Kurnia. (2018). Pengembangan alat evaluasi menggunakan Aplikasi


Kahoot pada pembelajaran Matematika Kelas X. Diss. UIN Raden Intan
Lampung.

Ghultom K. & Putra D. J. (2016). Pengaruh Penerapan Model Mastery Learning


terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMPN 10 Batam Tahun
Pelajaran 2014/2015. PYTHAGORAS. 5(1): halaman: 74-79

Hasnah S. (2011). Penerapan Model Mastery Learning (Belajar Tuntas) melalui


Kelompok Belajar untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas
VII Madrasah Tsanawiyah Muhajirin Kualu Nenas Kecamatan Tambang
Kabupaten Kampar. Skripsi Prodi Pendidikan Matematika, UIN Sultan Syarif
Kasim Riau Pekanbaru: Tidak Diterbitkan

Lestari I., Andinny Y., & Mailizar. (2019). Pengaruh Model Pembelajara Situation
Based Learning dan Kemandirian Belajar terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis. JNPM (Jurnal Nasional Pendidikan
Matematika). 3(1): halaman. 98

Lestari, K.E., & Yudhanegara, M.R. (2017). Penelitian pendidikan matematika.


Bandung: Refika Aditama

Montague, M. (2007). Self‐regulation and mathematics instruction. Learning


Disabilities Research & Practice, 22(1), 75-83
Nahdi S. D. (2017). Self Regulated Learning sebagai Karakter dalam Pembelajaran
Matematika. Jurnal THEOREMS (The Original Research of Mathematics).
2(1): halaman. 26.

OECD. (2016). PISA 2015. Result in Focus. OECD Publishing

Permendikbud. (2016). Standar isi pendidikan dasar dan menengah. Jakarta:


Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Purba, Leony Sanga Lamsari. (2019). "Peningkatan konsentrasi belajar mahasiswa
melalui pemanfaatan evaluasi pembelajaran quizizz pada mata kuliah kimia
fisika I." Jurnal Dinamika Pendidikan 12.1: 29-39.

34
Ruseffendi, E.T. (2010). Dasar-dasar penelitian pendidikan dan bidang non
eksakta lainnya. Bandung: Tarsito.

Renny Wahyuni, dan Efuansyah. (2018). MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI


MATHEMATICS PROJECT (MMP) MENGGUNAKAN STRATEGI
THINK TALK WRITE (TTW) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR
KRITIS DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH. JNPM (Jurnal
Nasional Pendidikan Matematika). 2(1): halaman 24.
Savira, F & Suharsono, Y. (2013). Self-regulated learning (SLR) dengan
prokrastnasi akademik pada siswa akselerasi. Journal of Mathematics
Education, Science and Technology. 1(1): halaman 70.

Sugiyono. (2017). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta

Suherman, E dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk praktis untuk melaksanakan


evaluasi pendidikan matematika. Bandung: Wijayakusumah

Suherman, E. (2003). Evaluasi pembelajaran matematika. Bandung: Universitas


Pendidikan Indonesia

Soemarmo, U dan Hendriana, H. (2014). Penilaian Pembelajaran Matematika.


Bandung: PT Refika Aditama

Sumarmo, U. 2004. Kemandirian Belajar, Apa, Mengapa dan Bagaimana


Dikembangkan pada Peserta Didik. Laporan Penelitian UPI. Tidak
diterbitkan.

Tarudin.(2012). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Antara Siswa yang


Mendapatkan Pembelajaran Tipe Murder dengan Tipe Jigsaw. Skripsi pada
Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Uyanto, S. S. (2006). Pedoman analisis data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha


Ilmu.
Wulandari D. (2019). Pengaruh Strategi Pembelajaran Predict Discuss Explain
Observe Discuss Explain (PDEODE) Berbantuan Bahan Ajar Gamifikasi
pada Materi Peluang Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep
Matematis Siswa SMP. Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN
Raden Intan Lampung: Tidak Diterbitkan

Yildiran G. & Emin A. (2005). The Effects of Mastery Learning and Cooperative,
Competitive and Individualistic Learning Environment Organizations on
Achievement and Attitudes in Mathematics. Journal of the Korea Society of
Mathematical Education Series. Halaman. 55-72.

Yulianti, P. (2015). Implementasi Pendekatan Metakognitif dan Problem Posing


dalam Pencapaian Kemampuan Pemecahan Masalah dan Self Efficiacy
Matematis Siswa. Tesis pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung:
tidak diterbitkan.

35
Zimmerman, B. J. 1989. Models of self-regulated learning and academic
achievement. In B. J. Zimmerman & D. H. Schunk (Eds.), Self-regulated
learning and academic achievement: Theory, research, and practice (pp. 1-
25). New York: Springer.

36

Anda mungkin juga menyukai