Amos Dan Ketidakadilan Sosial
Amos Dan Ketidakadilan Sosial
Realitas ketidakadilan sosial yang kerap terjadi di era sekarang memotivasi saya
untuk perlunya belajar dari kitab Amos terutama Amos, 5:7-13. Pemilihan
perikop ini yang memuat pewartaan kritik sosial; masih banyak teks-teks atau
kitab-kitab lain.
Amos adalah seorang biasa. Pekerjaannya sebagai gembala dan pemungut buah
ara. Ia berasal dari Tekoa sebuah desa di perbukitan Yudea, sekitar 16 KM
sebelah Selatan kota Yerusalem dan 6 KM di sebelah Selatan Betlehem[3].
Beberapa informasi mengenai Tekoa misalnya dalam 2Tawarikh 20:20, nama
Tekoa menunjukan padang gurun dan nama kota. Dalam Yeremia 6:1, nama
Tekoa menunjukan sebuah tempat (desa)[4].
Wilayah pertanian Tekoa subur karena memiliki banyak sumber air. Sesudah
perpecahan kerajaan, Tekoa termasuk daerah yang harus diperkuat (lih 2Taw
11:6), dan raja Yosafat pernah memenangkan pertempuran dengan suku Moab
dan Amon di situ (lih 2Taw 20:20). Namapaknya Tekoa merupakan tempat
pengintaian yang penting dalam pertahanan wilayah Yehuda[5]. Amos
dipanggil dari desa ini oleh Yahwe untuk menyampaikan pewartaan di tempat
peziarahan Betel. Amos bukanlah seorang nabi yang professional yang terikat
pada salah satu tempat peziarahan atau ibadat, melainkan sesuai dengan
pengakuannya yaitu seorang penggembala dan pencari buah hutan[6].
Amos berkarya di Israel pada zaman pemerintahan raja Israel Yerobeam II,
kira-kira sekitar tahun 760 sebelum masehi. Kemungkinan Amos berkarya
dalam waktu yang cukup pendek; mungkin kurang dari setahun. Amos
menangkap panggilan Yahwe untuk mewartakan firman-Nya di kerajaan Utara
(Israel). Pada waktu itu kerajaan utara sedang mengalami zaman keemasan,
tetapi jurang yang semakin lebar antara kelompok kaya dengan sebagian besar
rakyat jelata. Tema besar pewartaan Amos adalah kritik atas ketidakadilan
sosial yang merajalela di Israel serta kritik atas penindasan terhadap orang yang
tidak berdaya. Dia mewartakan akhir kerajaan utara, “kesudahan telah datang
bagi umat-Ku Israel. Aku tidak akan memaafkan lagi” (Amos, 8:2). Karya
Amos berakhir secara tiba-tiba, kemungkinan saat itu diusir dari kerajaan utara
(Amos 7:10-17)[7].
b. 2. Pengolahan Teks
Untuk memudahkan penelaahan teks, saya akan membagi teks ini dalam empat
(4) bagian.
Pembagian teks
Ayat 7: Obyek pewartaan Amos (yang dituju). Menggambarkan kaum
bangsawan Israel yang menjadikan keadilan atau hukum Allah suatu lelucon
yang masam (ipuh)[9] khususnya adalah pahit dan bengis.
Ayat 8-9: Identitas yang dikenakan kepada Yahwe. Dalam ayat 8-9, nampak
bahwa Amos beralih dari orang-orang yang telah melakukan perubahan yang
sengit (terhadap keadilan dan kebenaran) di atas bumi (ayat 7), kepada
pengubah Besar (Yahwe) itu sendiri (8-9).
Ayat 10-12: Konkritisasi dari ayat 7.
Ayat 13: Gambaran kebijaksanaan
b.2.2. Tafsir
Sebelum memulai tafsir penting untuk dilihat bahwa perikop Amos, 5:7-13
memiliki pola yang sama seperti dalam perikop Amos: 4:4-13. Membaca
perikop 4:4-13 di mana kritik lebih ditujukan terhadap agama. Bangsa Israel
menjungkirbalikan seluruh maksud Ilahi[8]. Mereka berpaling dari Yahwe dan
lebih memilih Allah lain.
Ayat 10-12: Mereka yang benci kepada yang member teguran di pintu
gerbang, dan mereka keji kepada yang berkata dengan tulus ikhlas. Sebab
itu, karena kamu menginjak orang-orang yang lemah dan mengambil pajak
gandum dari padanya, sekalipun kamu telah mendirikan rumah-rumah dari
batu pahat, kamu tidak akan mendiaminya; sekalipun kamu telah membuat
kebun anggur yang indah, kamu tidak akan minum anggurnya. Sebab Aku
tahu, bahwa perbuatanmu yang jahat banyak dan dosamu berjumlah besar,
hai kamu yang menjadikan orang benar terjepit, yang menerima uang suap
dan yang mengesampingkan orang miskin di pintu gerbang.
` Pada ayat 10-12 Amos kembali melanjutkan ayat 7 yang intensinya
adalah tuduhan terhadap Israel. Menurut saya, tiga ayat ini merupakan
penjabaran dari ayat 7. Atau boleh dikatakan bahwa 3 (tiga) ayat ini adalah
konkritisasi dari ayat 7 yaitu gambaran ketidakadilan yang dilakukan oleh kaum
elit Israel (bangsawan) atau pemerintah. Petani yang miskin harus membayar
pajak sehingga bangkrut dan dipaksa menjadi pelayan dalam tempat tinggal
keluarganya yang dulu atau bahkan menjadi budak di salah satu tempat.
Pajak: dimulai sejak zaman kerajaan di Israel. Pajak pada zaman Saul
dan Daud didasarkan pada kesukarelaan rakyat. Namun, sejak Salomo yang
mengeluarkan biaya besar untuk pembelanjaan istana dan pembangunan yang
megah, maka ia menuntut pembayaran pajak secara teratur dengan jumlah tarif
yang cukup tinggi. Hilangnya kebebasan politik pada periode-periode sesudah
Salomo mengakibatkan adanya wajib upeti dan pajak yang teratur[16].
Pajak sebenarnya berarti “pemberian” atau “pemberian wajib”. “Karena
kamu mengambil sewa dari (petani) yang miskin dan lemah, dan kemudian
terus menarik “pemberian-pemberian dari padanya…’, tuan tanah berpegang
pada syarat-syarat hukum, tetapi ia menemukan cara-cara lain (pungli) untuk
membesarkan tagihan-tagihannya! Tapi buah pengurusan harta milik yang tidak
adil tidak dinikmati lama.
Untuk kasus ini, kita juga bisa merujuk pada pemikiran Karl Marx yang
mengkritik kapitalisme. Sistem kapitalisasi yang menyebabkan ketidakadilan
sosial. Terjadi eksploitasi terhadap kaum buruh demi keuntungan dan
memperbesar modal dengan mengabaikan gaji yang layak bagi buruh. Berkaitan
dengan pemikiran Marx kalau dikaitkan dengan kritik Amos kepada kaum
bangsawan Israel tentu konteksnya berbeda, namun intensinya sama.
Marx prihatin dengan realitas pada zamannya di mana adanya kesenjangan yang
cukup besar antar kapitalis dan kaum proletariat. Kaum kapitalis
mengeksploitasi kaum proletar demi memperbesar modal. Mereka tidak peduli
dengan keadilan sosial yang penting mereka mendapat untung. Kiranya masih
sangat relevan dengan keprihatinan Amos. Perbedaannya Amos adalah nabi dan
Marx adalah revolusioner (filsuf).
Ayat 13: Sebab itu orang yang berakal budi akan berdiam diri pada waktu
itu, karena waktu itu adalah waktu yang jahat.
Pemerintahan terror yang bengis mengakhiri kebebasan berbicara, dan
orang-orang diperintah oleh kebijaksanaan yang berakal budi, bukan oleh
kebenaran. Orang yang tak berpengaruh tau bahwa apabila ia membawa
perkaranya kepada pengadilan (ay 12b), ia tidak akan mendapat kepuasan, ia
terpaksa berdiam diri menghadapi kesalahan-kesalahan yang tak diperbaiki dari
orang-orang lain[21]. Tampak bahwa banyak rakyat kecil yang bungkam akan
keadilan karena adanya ketidakpuasan dalam penanganan perkara. Di sini
dituntut ingatan kolektif untuk menyelesaikan setiap persoalan keadilan yang
diabaikan. Maka stabilitas politik pun akan semakin parah karena hukum
diperjualbelikan, dipermainkan demi kepentingan segelintir orang. Melihat
realitas ini Allah tidak bisa berdiam Diri. Ia murka dan hendak menghukum
Israel karena mengabaikan perjanjian mereka.
C. Penutup
Demikianlah isi dari perikop 5:7-13. Realitas sosial yang menjadi
keprihatinan Amos kiranya tidak berbeda jauh dengan realitas keprihatinan
sosial sekarang. Hukum diperjual beli untuk kepentingan pribadi atau kelompok
tertentu. Siapa yang memiliki uang akan bebas dari hukum. Sebaliknya yang
tidak memiliki uang harus tunduk kepada hukum. Demikian juga keprihatinan
yang lain yang menurut hemat saya membutuhkan Amos-Amos yang baru
untuk berani menyuarakannya.