Anda di halaman 1dari 3

Latar belakang

Estuari berasal dari bahasa latin ‘aestus’ yang memiliki arti pasang surut (Odum 1971).
Estuari merupakan wilayah perairan dengan bioma yang berbeda antara ekosistem perairan darat
dan perairan laut, tergolong dalam perairan semi tertutup, dan berhubungan langsung dengan laut
(Herlan 2013). Estuari juga dianggap sebagai bagian ekosistem transisi antara habitat ekosistem
perairan tawar dan laut yang akan menciptakan kelengkapan melalui faktor biologis dan
fisikanya sehingga terciptalah unsur-unsur yang unik dari kedua faktor tersebut (Pahlewi 2016).
Perairan estuary dapat dikatakan sebagai perairan kompleks. Kompleksitas terjadi karena
perairan estuary memiliki faktor-faktor yang membuatnya menjadi kompleks, seperti perbedaan
pasang surut, waktu tinggal air, cahaya matahari, dan pemangsaan yang utamanya akan
berpengaruh terhadap respons secara langsung terhadap biomassa fitoplankton pada perairan
estuary (Marlian et al. 2015). Perairan estuary termasuk ke dalam perairan heterotrofik karena
perairan estuary mendapatkan pasokan partikel karbon organic yang berasal dari daratan.
Perairan ini memiliki ciri khas salah satunya adalah adanya hutan bakau atau mangrove yang
menjadi habitat tersendiri bagi komunitas perairan estuary dan pesisir (Herlan 2013). Estuari
memiliki banyak definisi dan karakterisik tertentu.

Karakteristik estuary yang utama adalah perairan ini terjadi karena adanya percampuran
air laut dengan air tawar. Percampuran kedua massa air yang berbeda ini membentuk kondisi
lingkungan yang mempunyai komunitas yang khas dan dinamis (Supriharyono 2007).
Karakteristik lainnya adalah estuary terdiri atas pencampuran air tawar yang memiliki salinitas
rendah dan kekuatan ionic lemah, serta air laut yang memiliki salinitas tinggi dan kekuatan ionic
yang kuat (Maslukah 2013). Apabila dilihat dari suhu, perairan estuari cenderung memiliki suhu
yang lebih bervariasi dibandingkan dengan suhu air di pantai sekitarnya. Hal ini disebabkan
karena volume air pada perairan estuary lebih kecil, namun memiliki luas permukaan yang lebih
besar, sehingga pada suatu kondisi suhu pada perairan estuari akan lebih cepat panas ataupun
lebih cepat dingin dibandingkan perairan lainnya (Suyasa et al. 2010). Selain suhu, sirkulasi air
pada perairan estuary ditentukan oleh pasang-surut, aliran sungai, dan geometri dari muara.
irkulasi estuari, pertukaran air dengan laut, dan pola arus ditentukan oleh pasang-surut, aliran
sungai, dan geometri dari muara (Duxbury 2002).

Gambar 1. Skema Sistem Perairan Estuari

Sumber: Ji dan Zhen-Gang 2008


Sirkulasi air di daerah estuari sangat dipengaruhi oleh perairan air tawar yang bersumber
dari badan sungai dan perairan laut yang berasal dari laut. Percampuran kedua massa air yang
terjadi di muara sungai dapat menyebabkan perubahan kondisi fisik oseanografi di lokasi
tersebut. Contoh dari perubahan kondisi fisik oseanografi di perairan tersebut adalah adanya
fluktuasi salinitas, yang bersama dengan suhu akan mempengaruhi sirkulasi massa air (Pahlewi
2016). Terjadinya fluktuasi salinitas yang kemudian membentuk gradient, dimana gradient
salinitas ini sangat tergantung pada musim, topografi estuari, pasang surut dan jumlah air tawar
(Suyasa 2010). Meskipun demikian, perairan estuary memiliki peran terhadap keberlangsungan
hidup.

Apabila dilihat melalui pengamatan ekologis, perairan estuari berperan sebagai sumber
zat hara dan bahan organic bagi spesies tertentu, kemudian perairan estuary merupakan habitat
spesies hewan untuk mencari makan (feeding ground). Selain sebagai habitat untuk mencari
makan, perairan estuary bahkan menjadi tempat untuk bereproduksi dan asuhan anakan (nursery
ground) untuk sejumlah spesies ikan dan udang tertentu (Tiwow 2003). Peran penting lainnya
adalah perairan estuary merupakan salah satu habitat organisme yaitu fitoplankton. Fitoplankton
merupakan salah satu organisme yang hidup di ekosistem perairan dan memiliki peranan
penting dalam suatu perairan yaitu sebagai produsen primer yang mampu mengubah komponen
anorganik menjadi komponen organik dengan bantuan cahaya matahari dan pigmen fotosintetik
klorofil-a. Fitoplankton juga merupakan produsen bagi sebagian besar ikan ataupun Crustacea
(Yogaswara 2020).
Duxburry AB. 2002. Fundamentals of Oceanography 4th edition. New York (US):McGraw-Hill.

Herlan. 2013. Beberapa aspek biologi ikan biang (Ilisha elongate) di perairan estuary Selat
Panjang, Riau. Fiseries. 2(1):1-4.

Ji, Zheng-Gang. 2008. Hydrodynamics and Water Quality: Modelling Rivers, Lakes, and
Estuaries. New Jersey(US):John Wiley and Sons.

Marlian R, Damar A, Effendi H. 2015. Distribusi horizontal klorofil-a fitoplankton sebagai


indikator tingkat kesuburan perairan di Teluk Meulaboh Aceh Barat. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia. 20(3):272-279.

Maslukah L. 2013. Hubungan antara konsentrasi logam berat Pb, Cd, Cu, Zn dengan bahan
organik dan ukuran butir dalam sedimendi estuari banjir kanal barat, Semarang. Buletin
Oseanografi Marina. 2(3):55-62.

Odum EP. 1971. Fundamentals of Ecology. Philadelphia (US): W.B. Sounders Company Ltd.

Pahlewi AD. 2016. Pemodelan dinamika estuary Wonorejo Surabaya. [tesis]. Surabaya:Institut
Teknologi Sepuluh November.

Supriharyono. 2007. Pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkesinambungan dan ramah


lingkungan. [tesis]. Palembang:Universitas Sriwijaya.

Suyasa IN, Nurhudah M, Sinung R. 2010. Ekologi Perairan. Jakarta: STP Press.

Tiwow C. 2003. Kawasan pesisir penentu stok ikan di laut. [tesis]. Bogor:Institut Pertanian
Bogor.

Yogaswara D. 2020. Distribusi dan siklus nutrient di perairan estuary serta pengendaliannya.
Oseana. 45(1):28-39.

Anda mungkin juga menyukai