Anda di halaman 1dari 4

Peran dan Fungsi Mahasiswa

Mahasiswa, menurut KBBI pengertian mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi,
secara adminitrasi mereka terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi. Tapi pengertian itu tidak
hanya sebatas itu, Mahasiswa itu mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar terdaftar
secara administrasi. Akan tetapi menjadi mahasiswa itu merupakan kebanggaan dan juga tanggung
jawab yang sudah di emban oleh seorang mahasiswa itu lebih berat, bukan hanya tanggung kuliah
namun juga tanggung jawab dari moral sebagai sebagai agen pembawa perubahan. Menjadi
seseorang yang akan memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi masyarakat.

Sebagai kaum intelektual, mahasiswa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan
berbangsa. Yang pertama Sebagai Agent Of Change, mahasiswa sebagai agen perubahan dituntut
bersifat kritis dan diperlukan implementasi yang nyata. Mahasiswa adalah garda terdepan dalam
memperjuangkan hak-hak rakyat , mengembalikan nilai-nilai kebenaran yang dilakukan oleh
kelompok-kelompok elit yang hanya memetingkan dirinya dan nasib kelompoknya. Dan jangan
sampai garda terdepan ini terikat oleh politik dan kepentingan kelompok, dan melupakan
peranannya sebagai agen of changes. Dan Harapan bangsa terhadap mahasiswa adalah menjadi
generasi penerus yang memiliki loyalitas tinggi terhadap kemajuan bangsa.

Mahasiswa sebagai Guardian of Value berarti mahasiswa berperan sebagai penjaga nilai-nilai di
masyarakat. Lalu sekarang pertanyaannya adalah, “Nilai seperti apa yang harus dijaga ??” Untuk
menjawab pertanyaan tersebut kita harus melihat mahasiswa sebagai insan akademis yang selalu
berpikir ilmiah dalam mencari kebenaran. Nilai itu jelaslah bukan hasil dari pragmatisme, nilai itu
haruslah bersumber dari suatu dzat yang Maha Benar dan Maha Mengetahui. Ada satu nilai lagi yang
memenuhi kriteria sebagai nilai yang wajib dijaga oleh mahasiswa, nilai tersebut adalah nilai-nilai
dari kebenaran ilmiah. Walaupun memang kebenaran ilmiah tersebut merupakan representasi dari
kebesaran dan keeksisan Allah, sebagai dzat yang Maha Mengetahui. Kita sebagai mahasiswa harus
mampu mencari berbagai kebenaran berlandaskan watak ilmiah yang bersumber dari ilmu-ilmu yang
kita dapatkan dan selanjutnya harus kita terapkan dan jaga di masyarakat. Pemikiran Guardian of
Value yang berkembang selama ini hanyalah sebagai penjaga nilai-nilai yang sudah ada sebelumya,
atau menjaga nilai-nilai kebaikan seperti kejujuran, kesigapan, dan lain sebagainya. Hal itu tidaklah
salah, namun apakah sesederhana itu nilai yang harus mahasiswa jaga ? Lantas apa hubungannya
nilai-nilai tersebut dengan watak ilmu yang seharusnya dimiliki oleh mahasiswa ? Oleh karena itu
saya berpendapat bahwa Guardian of Value adalah penyampai, dan penjaga nilai-nilai kebenaran
mutlak dimana nilai-nilai tersebut diperoleh berdasarkan watak ilmu yang dimiliki mahasiswa itu
sendiri. Watak ilmu sendiri adalah selalu mencari kebanaran ilmiah. Penjelasan Guardian of Value
hanya sebagai penjaga nilai-nilai yang sudah ada juga memiliki kelemahan yaitu bilamana terjadi
sebuah pergeseran nilai, dan nilai yang telah bergeser tersebut sudah terlanjur menjadi sebuah
perimeter kebaikan di masyarakat, maka kita akan kesulitan dalam memandang arti kebenaran nilai
itu sendiri.

Peranan Mahasiswa yang kedua adalah sebagai Control Sosial, Mahasiswa sebagai penengah antara
Pemerintah dan masyarakat, disinilah peranan mahasiswa sebagai pengontrol. Mahasiswa
menyampaikan aspirasi masyarakat terhadap pemerintah dan juga mahasiswa menunjukkan sikap
yang baik terhadap masyarakat sebagai kontrol sosial. Sebagai pengontrol sosial mahasiswa juga
memiliki tugas mengontrol peraturan – peraturan dan kebijakan – kebijakan yang dibuat untuk
kepentingan pribadi dan kelompok. Peran mahasiswa sebagai kontrol sosial terjadi ketika ada yang
tidak beres atau ganjil dalam masyarakat dan pemerintah. Mahasiswa dengan gagasan dan ilmu
yang dimilikinya memiliki peranan menjaga dan memperbaiki nilai dan norma sosial dalam
masyarakat. Mengapa harus menjadi social control? Kita semua tahu, bahwa mahasiswa itu sendiri
lahir dari rahim rakyat, dan sudah seyogyanya mahasiswa memiliki peran sosial, peran yang menjaga
dan memperbaiki apa yang salah dalam masyarakat. Saat ini di Indonesia, masyarakat merasakan
bahwa pemerintah hanya memikirkan dirinya sendiri dalam bertindak. Usut punya usut, pemerintah
tidak menepati janji yang telah diumbar-umbar dalam kampanye mereka. Kasus hukum, korupsi, dan
pendidikan merajalela dalam kehidupan berbangsa bernegara. Inilah potret mengapa mahasiswa
yang notabene sebagai anak rakyat harus bertindak dengan ilmu dan kelebihan yang dimilikinya.
Lalu bagaimana cara agar mahasiswa dapat berperan sebagai kontrol sosial? Mahasiswa harus
menumbuhkan jiwa sosial yang peduli pada keadaan rakyat yang mengalami penderitaan,
ketidakadilan, dan ketertindasan. Kontrol sosial dapat dilakukan ketika pemerintah mengeluarkan
suatu kebijakan yang merugikan rakyat, maka dari itu mahasiswa bergerak sebagai perwujudan
kepedulian terhadap rakyat. Pergerakan mahasiswa bukan hanya sekedar turun ke jalan saja,
melainkan harus lebih substansial lagi yaitu diskusi, kajian dan lain sebagainya. Bukan hanya itu, sifat
peduli terhadap rakyat juga dapat ditunjukkan ketika mahasiswa dapat memberikan bantuan baik
secara moril dan materil bagi siapa saja yang membutuhkannya.

Peran Mahasiswa adalah Iron Stock, yaitu mahasiswa diharapkan menjadi manusia – manusia
tangguh yang memilik kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya dapat menggantikan generasi –
generasi sebelumnya. Intinya mahasiswa merupakan aset cadangan, harapan bangsa untuk masa
depan. Tidak dapat dipungkiri bahwa seluruh organisasi yang ada akan bersifat mengalir, yaitu
ditandai dengan pergantian kekuasaan dari golongan tua ke golongan muda, oleh karena itu harus
dilakukan terus-menerus. Dunia kampus dan kemahasiswaannya merupakan momentum kaderisasi
yang sangat sayang bila tidak dimanfaatkan bagi mereka yang memiliki kesempatan.

Peran mahasiswa sebagai moral force.

Pada Intinya peran dan fungsi mahasiswa adalah sebagai Garda/agen, yang memiliki tugas untuk
membuat perubahan yang lebih baik untuk bangsa dan negara. Mulai dari membawa perubahan,
mengontrol , penengah pemerintah dengan rakyat, dan Sebagai aset bangsa. Sehingga kita sebagai
mahasiswa mesti bersifat kritis terhadap permasalahan yang ada sehingga kita dapat berjalan sesuai
dengan peranan kita sebagai mahasiswa.

Pergerakan Mahasiswa

Mahasiswa identic dengan pergerakan. Pergerakan sendiri secara gramatikal di antaranya bermakna
kebangkitan baik untuk perjuangan atau perbaikan. Unsur pertama yang ada dalam suatu
pergerakan setidaknya adalah gerak. Gerak berarti bertindak. Unsur kedua pergerakan adalah hasil
dari tindakan tersebut harus beresensi membangkitkan. Kebangkitan inilah yang diharapkan dapat
memicu unsur ketiga, perbaikan. Maka dari itu, ketiga unsur ini yakni tindakan, kebangkitan dan
perbaikan harus ada dalam suatu pergerakan. Sebagaimana disebut di awal, mahasiswa memiliki
peran besar dalam hal pergerakan bangsa. Sebut saja pergerakan terbesar pascakemerdekaan oleh
mahasiswa pada era 60-an dan 1998. Dua peristiwa tersebut secara masif mengubah haluan
kenegaraan hingga menyebabkan pergantian orde. Oleh sebab itu, mahasiswa dari dulu hingga
sekarang dianggap sebagai subyek penting dalam pergerakan bangsa. Pergerakan diperlukan dalam
setiap dinamika kenegaraan. Hal ini disebabkan selalu adanya dinamika dalam pelaksanaan
pemerintah yang perlu diatasi. Kemiskinan, pendidikan, kesejahteraan serta aspek lain perlu disikapi
dengan progresif. Pemerintah sebagai pelaku regulasi hanya mampu menyediakan fasilitas dan
mengenal rakyat secara tidak langsung. Peran mahasiswa dalam hal ini setidaknya menjembatani
keinginan rakyat dengan pemegang kewenangan, pemerintah. Mengingat urgensi pergerakan
mahasiswa, masih terdapat kesalahan persepsi dalam hal menyikapi suatu pergerakan. Hari ini.
masih ada yang memaknai pergerakan adalah sebatas demonstrasi, pergerakan adalah dengan
mendorong barokade polisi. Dalam arti tersebut, memang terdapat setidaknya unsur tindakan dan
kebangkitan, namun bagaimana unsur ketiga? Padahal unsur ini adalah tujuan dari adanya
pergerakan, perbaikan. Oleh sebab itu jika suatu pergerakan mahasiswa tidak menghasilkan
perbaikan, maka pergerakannya perlu ditinjau ulang.

pergerakan mahasiswa dituntut untuk mampu menunjukkan kadar intelektualnya. Gerakan


mahasiswa harus menjadi gerakan ilmiah yang dibangun di atas basis rasionalitas yang tangguh.
Gerakan mahasiswa bukanlah gerakan emosional yang dibangun di atas romantisme sejarah masa
lalu sekaligus sarana penyaluran agresi gejolak muda. Merupakan fakta memprihatinkan ketika
mahasiswa bergerak untuk membela masyarakat, tapi tanpa penguasaan terhadap wacana yang
diusung. Gerakannya seperti orang yang mengalami sleep walking, mereka berjalan tapi tanpa
dibangun di atas sebuah kesadaran. Masih hangat ingatan kita ketika ada seorang mahasiswa
diwawancarai saat menolak sebuah Rancangan Undang-Undang, dia berteriak dengan lantang
menolak RUU tersebut, tapi gelagapan ketika ditanya wartawan apa alasan penolakan dan bagian
mana yang ditolaknya. Masyarakat hari ini membutuhkan solusi. Oleh karena itu pergerakan
mahasiswa dituntut untuk mampu menunjukkan kadar intelektualnya dengan mengajukan
alternatif-alternatif solusi atas berbagai permasalahan bangsa. Mahasiswa jangan sampai hanya
mampu berteriak menolak tapi tak mampu menyampaikan gagasan brilian nan ilmiah sebagai
alternatif solusi. Jangan sampai mahasiswa memberikan kritik ‘asbun’ (asal bunyi) dan ‘asbed’ (asal
beda), mahasiswa harus mampu memberikan kritik argumentatif sekaligus arahan perubahan sosial
yang sistematis dan metodologis. Masalahnya ada realitas lain yang cukup menyedihkan. Tradisi
ilmiah di kalangan mahasiswa belum begitu kuat. Interaksi gagasan secara kontinyu dan intensif
belum menjadi menu utama dalam aktifitas keseharian sebagian besar mahasiswa Indonesia.
Mahasiswa belum terbiasa untuk melakukan ‘pertarungan’ gagasan dan ‘perkelahian’ wacana. Wajar
kalau kemudian, pisau analisis yang mereka miliki untuk Risalah Pergerakan Mahasiswa 25
membedah berbagai permasalahan sosial masih tumpul karena jarang diasah. Selain itu tradisi
literacy (baca tulis) di kalangan mahasiswa juga belum membudaya secara kuat. Wajar juga kalau
kemudian mahasiswa banyak yang ‘miskin’ wacana, kurang ‘melek’, ‘kurang’ sensitif dan ‘kurang’
tanggap terhadap berbagai kejadian di sekelilingnya. Ketika tradisi ilmiah lemah, bagaimana mungkin
daya kritis intelektual bertumbuh dan berkembang optimal? Padahal tradisi ilmiahlah yang akan
membentuk struktur berpikir ilmiah seseorang. Mahasiswa dituntut untuk memiliki idealisme,
berpikir obyektif, solutif dan mampu memandang permasalahan secara integral. Mahasiswa dituntut
untuk mampu melihat interelasi berbagai persoalan secara komperehensif, kemudian merumuskan
konsep dan aksi penyelesaian. Dengan demikian, mahasiswa layak mendapat gelar creative minority.

Anda mungkin juga menyukai