Mustaqiem Buku Pajak Daerah Dalam Transisi Otonomi Daerah
Mustaqiem Buku Pajak Daerah Dalam Transisi Otonomi Daerah
I SB N 979 - 95412 - 6 - 3
Dr. MUSTAQIEM, S.H., M.Si.
FH UII Press
PAJAK DAERAH
DALAM TRANSISI OTONOMI DAERAH
Dr. MUSTAQIEM, S.H., M.Si.
XV + 331 hlm
Cetakan Pertama: Januari 2008
Diterbitkan Oleh:
FH UII PRESS
Jl. Tamansiswa No. 158 Yogyakarta
Po. Box. 1133 Telp. (0274) 379178, 377043
Fax. (0274) 385909
ISBN: 979-95412-6-3
Persembahan:
Guru-guruku,
terutama ibu dan ayahku
yang telah memberi bekal ilmu.
KATA PENGANTAR
BAB I : PENDAHULUAN
A. Pendapatan Dalam Negeri ~ 4
B. Penerimaan Pembangunan ~ 5
1. Alasan Pembenar Negara Memungut
Ppajak ~ 27
a. Teori Asuransi (Verzekering Theorie /
Assurantie Theorie) ~ 33
b. Teori Kepentingan (Belangen Theorie) ~ 35
c. Teori Daya Pikul (Draagkracht Theorie) ~ 36
d. Teori Bakti (Teori Kewajiban Pajak
Mutlak) ~ 39
e. Teori Daya Beli (Koopkracht Beginsel) ~ 41
2. Definisi Dan Fungsi Pajak ~ 43
a. Definisi Pajak ~ 43
b. Fungsi Pajak ~ 46
I. Cara Umum ~ 56
a. Tarif sepadan/proposional
(evenredig, propotioneel) ~ 57
b. Tarif meningkat (progressief) ~ 57
Mustaqiem xi
BAB IV : P E N U T U P
Kesimpulan ~ 318
Saran ~ 319
Daftar Tabel
1
John F. Due, Government Finance: Economic Of The Public Sector,
diterjemahkan oleh Iskandarsyah, dkk, berjudul: Keuangan Negara,
Universitas Indonesia, Jakarta, 1985, hlm. 95
2
Ibid.
3
Arifin P. Soeria Atmadja, Mekanisme Pertanggungjawaban Keuangan
Negara Suatu Tinjauan Yuridis, Gramedia, Jakarta, 1986, hlm. 3
4
Suparmoko, Keuangan Negara, BPFE, Yogyakarta, 1999, hlm. 93-94
5
Andriani dalam Chidir Ali, Hukum Pajak, Eresco, Bandung, 1993, hlm.18
Mustaqiem 3
6
Ibnu Syamsi, Dasar-Dasar Kebijaksanaan Keuangan Negara, Bina
Aksara, Jakarta, 1988, hlm. 87
7
Tomo, HS, dkk.; Penerimaan Negara Bukan Pajak, YPAPI, Yogyakarta,
2004, hlm. 16
4 Pendahuluan
9
Suparmoko, Pengantar Ekonomi Makro, BPFE, Yogyakarta,1998, hlm.
276
6 Pendahuluan
1. State taxes;
a. Income tax;
b. Value –added tax;
c. Sales tax on luxury goods;
d. Stamp tax;
e. Property tax (on land and buildings);
f. Fiscal exit tax;
2. Regional taxes;
a. development tax (PBI);
b. Motor vehicles tax;
c. Other minor taxes, including household tax, foreigners tax,
entertainment tax, road tax, advertisement tax and radio and
television tax;
3. Customs and excise taxes;
a. export tax;
b. import tax;
c. Tobacco, sugar, beer and alcohol and gasoline taxes.10
Negara menggunakan hasil pajak untuk membiayai
kesejahteraan umum, penyelenggaraan pemerintahan,
pertahanan, dan lain-lain.11 Sesuai dengan perjalanan waktu,
alat yang dipergunakan untuk membayar pajak mengalami
perubahan. Pada waktu yang lampau keperluan membayar
pajak cukup menggunakan natura (hasil alam) maupun
tenaga (phisik), tetapi saat ini keperluan membayar pajak
harus menggunakan uang.
10
Doing Business and Investing in Indonesia, Price Waterhouse Coopers,
1994, hlm. 129
11
Soeparman, Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1994, hlm.1
Mustaqiem 7
Tabel 1
Penerimaan Negara
Sektor Minyak Bumi dan Gas Alam, Pajak
Dan Kontribusinya Terhadap APBN Tahun 1980-1985
(dalam triliun)
Tahun APBN Hasil Migas Hasil Pajak
Anggaran
1980/1981 Rp. 11.716,0 Rp. 7.020,0 Rp. 2.551,0
1981/1982 13.928,0 8.628,0 3.081,0
1982/1983 14.356,0 8.179,0 3.670,0
1983/1984 18.311,0 9.520,0 4.238,0
1984/1985 19.381,0 10.430,0 4.583,0
1985/1986 23.046,0 11.144,0 6.613,0
Sumber data: Majalah Tempo No.46 Th.ke XIII, 14-1-1984, dan No.46 Th.
Ke XV, 11-1-1986.
Tabel 2
Penerimaan Migas dan Pajak
Tahun Anggaran 1999 s/d 2004
(dalam triliun)
Tahun Anggaran Hasil Migas Hasil Pajak
1999/2000 Rp. 40.035,6 Rp. 94.739,7
2000/2001 40.035,6 101.436,8
2001/2002 60.137,4 174.188,6
2002/2003 59.877,6 219.627,1
2003/2004 57.677,6 254.140,2
2004/2005 63.344,1 272.175,1
Sumber data: Warta Perundang-undangan No.1632,1736, 1738, 1839, 1942,
2130; UU APBN No. 19 Th. 2001, UU APBN No. 29 Th. 2002,
UU APBN No. 28 Th. 2003.
14
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan, Kanisius,
Yogyakarta, 1998, hlm. 105
12 Pendahuluan
15
Stephen G. Uzt, Tax Policy (An Introduction and Survey of The Principal
Debate), West Pu-blising CO. ST. Paul, MINN, 1993, p. 55
16
RWM. Dias, at all, Jurisprudence, Fifth Edition, Butterworths, London,
1985, p. 23
17
Moh. Mahfud, Politik Hukum di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1998, hlm.9
18
Solly Lubis, Serba-Serbi Politik dan Hukum, Mandar Maju, Bandung,
1989, hlm. 1
19
Satjipto Rahardjo, Hukum Dalam Perspektif Sejarah Dan Perubahan
Sosial Pada Pembangunan Hukum Dalam Perspektif Politik Hukum Nasional,
Rajawali Pers, Jakarta, 1986, hlm. 37
Mustaqiem 13
20
Cyrus Sihaloho, Ketentuan Perpajakan, Rajawali Pers, Jakarta, 1997,
hlm. 5
21
Richard M. Bird, Tax Policy and Economic Development, The Johns
Hopkin University Press, Baltimoreand London, p. 8
Mustaqiem 15
22
Moh. Zain, dkk, Pembaharuan Perpajakan Nasional, Alumni, Bandung,
1984, hlm. 8
Mustaqiem 17
c) Pajak Verponding.
(2) Bagi Daerah Tingkat II, meliputi :
a) Pajak Jalan;
b) Pajak Kopra;
c) Pajak Potong;
d) Pajak Pembangunan I;
e) Pajak Verponding Indonesia.
Bidang perpajakan daerah bersamaan dengan
diundangkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997
tentang Pajak dan Retribusi Daerah mengalami perubahan
baik yang berhubungan dengan nama maupun pihak yang
berwenang memungut Pajak Daerah. Menurut undang-
undang tersebut Pemerintah Daerah Tingkat I dan Daerah
Tingkat II sama–sama tetap memiliki sumber pendapatan
daerah yang berasal dari sektor Pajak Daerah, karena dua
tingkatan pemerintah tersebut berstatus sebagai daerah
otonom. Setiap daerah otonom harus memiliki sumber
pendapatan sendiri, demikian pula menurut Undang-
Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Setiap Daerah Otonom (Propinsi dan
Kabupaten/Kota) memiliki beberapa macam Pajak Daerah:
(1) Pajak – pajak Daerah Propinsi terdiri atas :
a) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air;
b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan
di atas Air;
c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah
Tanah dan Air Permukaan.
22 Pendahuluan
23
Sujamto, Daerah Istimewa Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Bina Aksara, Jakarta, 1988, hlm. 89
Mustaqiem 25
28
Hans Kelsen, op. cit., hlm.126
28 Pendahuluan
29
C. Goedhart, op. cit., hlm.131
30
Ibid.
Mustaqiem 29
31
Ibid.
32
Arief Budiman, Teori Negara (Negara, Kekuasaan dan Ideologi),
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hlm. 84
Mustaqiem 31
33
Ibid.
32 Pendahuluan
34
Sindian Isa Djajadiningrat, Hukum Pajak dan Keadilan, Eresco,
Bandung, hlm. 7
35
Ibid.
36
Rozikin Daman, Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 1993,
hlm. 8
Mustaqiem 33
37
Miriam Budihardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, 1977, hlm. 40
38
Doing Business and Investing in Indonesia, Price Waterhouse Coopers,
1994, p. 130
39
Santoso Brotodihardjo, op. cit., hlm. 10
34 Pendahuluan
40
Hans Kelsen, op. cit., hlm. 237
41
Ibid.
Mustaqiem 37
42
Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Eresco, Bandung,
1986, hlm. 12
43
Ibid.
44
Ibid. hlm.13
Mustaqiem 39
46
Safri Nurmantu, Pengantar Perpajakan, Granit, Jakarta, 2003, hlm.6
42 Pendahuluan
47
Santoso Brotodihardjo, op. cit., hlm. 15
Mustaqiem 43
a. Definisi Pajak
Menurut kebanyakan sarjana di bidang perpajakan,
sebenarnya pendefinisian pajak tidaklah sesukar
pendifinisian hukum. Namun demikian, banyak juga sarjana
yang memberikan definisi yang cukup rumit, beraneka-
ragam bahkan sering kali menimbulkan perbedaan
pendapat yang tajam diantara mereka. Kenyataan ini
nampak jelas dalam berbagai ragam definisi pengertian
pajak yang berasal dari para ahli dalam berbagai literatur.
Menurut Andriani, sebagaimana dikutip oleh Santoso
Brotodihardjo, pajak adalah iuran kepada negara yang dapat
dipaksakan, yang terhutang oleh wajib pajak menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali
yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas
negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.49
Menurut N.J. Feldmann, sebagaimana dikutip oleh Erly
Suandy, pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh
dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang
ditetapkan secara umum) tanpa ada kontra prestasi dan
48
SF Marbun, at all; Hukum Administrasi Negara, UII-Press, Yogyakarta,
2001, hlm. 7
49
Santoso Brotodihardjo, op. cit., hlm. 2
44 Pendahuluan
50
Erly Suandy, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2002, hlm. 9
51
Chidir Ali, op. cit., hlm. 39
52
Edwin R.A. Seligman, Essay on Taxation, New York, 1925, p. 432
Mustaqiem 45
53
Safri Nurmntu, op. cit., hlm.13
54
John F. Due, Government Finance (Keuangan Negara), Terj. Iskndarsyah
& Arief Janin, UI-Press, Jakarta, 1985, hlm. 128-129
55
John F. Due, op. cit., hlm. 135
46 Pendahuluan
b. Fungsi Pajak
Penjelasan tentang fungsi pajak akan diawali dengan
pembicarakan tentang tujuan pajak. Sebab selain
mempunyai fungsi, secara otomatis pajak juga mempunyai
tujuan. Antara fungsi dan tujuan tentu saja memiliki
pengertian yang tidak sama. Guna mempertegas perbedaan
antara fungsi dan tujuan pajak, maka uraian selanjutnya
lebih dahulu akan membahas mengenai tujuan pajak.
Tujuan pemungutan pajak adalah untuk mencapai
kondisi ideal dari suatu negara. Oleh karena itu tujuan
pemungutan pajak mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan tujuan negara, sehingga tujuan pajak tidak dapat
dilepaskan dari tujuan negara. Tidaklah berlebihan apabila
tujuan pajak harus selaras dengan tujuan negara, dalam arti
pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara
yang dipergunakan untuk mendukung terwujudnya tujuan
negara dengan cara mengefektifkan fungsi pemerintah
dalam suatu negara. Berdasarkan uraian tersebut, negara
dapat dipandang sebagai asosiasi yang hidup dan bekerjasama
dan mengejar beberapa tujuan negara. Dapat dikatakan bahwa
tujuan terakhir setiap negara adalah menciptakan kebahagiaan
bagi rakyatnya (bonum publicum, common good, common weal).
Selanjutnya, fungsi pemerintah dalam suatu negara dapat
dikelompokkan menjadi 4 (empat) macam, antara lain:56 (1)
Fungsi melaksanakan ketertiban (law and order). Untuk
mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan
56
Miriam Budihardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1988,
hlm. 46
Mustaqiem 47
57
Santoso Brotodihardjo, oc. cit., hlm.116
Mustaqiem 49
58
Santoso Brotodihardjo, op. cit., hlm.116
50 Pendahuluan
59
Mardiasmo, op. cit., hlm. 2
54 Pendahuluan
60
Rochmat Soemitro, Pajak dan Pembangunan, Eresco, Bandung, hlm. 9
61
Ibid.
56 Pendahuluan
62
Rochmat Soemitro, op. cit., hlm. 37-39
Mustaqiem 57
Tarif/
Penghasilan Kena Pajak
tahun.
1. sampai dengan Rp. 25.000.000,- 5%.
2. di atas Rp.25.000.000,- s/d Rp.50.000.000,- 10 %.
3. di atas Rp. 50.000.000,- s/d Rp. 100.000.000,- 15 %.
4. di atas Rp. 100.000.000,- s/d Rp. 200.000.000,- 25 %.
5. di atas Rp. 200.000.000,- 35 %.
63
Suparmoko, oc. cit., hlm. 278
Mustaqiem 59
Tarif/
Penghasilan Kena Pajak tahun.
1. sampai dengan Rp. 50.000.000,- 10 %.
2. di atas Rp. 50.000.000,- s/d Rp. 100.000.000,- 15 %.
3. di atas Rp. 100.000.000,- 30 %
Kenaikan
1. Rp. 0; s/d Rp. 5.000,- 3%
2. Rp. 5.001; s/d Rp. 10.000,- 5% 2%
3. Rp. 10.001; s/d Rp. 15.000,- 7% 2%
4. Rp. 5.001; s/d Rp. 20.000,- 9% 2%
Kenaikan
1. Rp. 0,- s/d Rp. 5.000,- 3% 4 %
2. Rp. 5.001,- s/d Rp. 10.000,- 7% 3,5 %
3. Rp. 10.001,- s/d Rp. 15.000,- 10,5 % 3 %
4. Rp. 15.001,- s/d Rp. 20.000,- 13,5 % 2,5 %
5. Rp. 20.001,- s/d Rp. 25.000,- 16 % 2 %
6. Rp. 25.001,- s/d Rp. 30.000,- 18 %.
Kenaikan
1. Rp. 0,- s/d Rp. 5.000,- 3 %
2. Rp. 5.001,- s/d Rp. 10.000,- 4 % 1 %
3. Rp. 10.001,- s/d Rp. 15.000,- 5,5 % 1,5%
4. Rp. 15.001,- s/d Rp. 20.000,- 7,5 % 2 %
5. Rp. 20.001,- s/d Rp. 25.000,- 10 % 2,5%
6. Rp. 25.001,- s/d Rp. 30.000,- 13 % 3 %
62 Pendahuluan
Kenaikan
1. Rp. 1.000,- = Rp. 100,- 10 %
2. Rp. 2.000,- = Rp. 180,- 9 %
3. Rp. 3.000,- = Rp. 255,- 8,5%
4. Rp. 4.000,- = Rp. 320,- 8 %
64
Ibid., hlm. 278
Mustaqiem 63
65
Rochmat Soemitro dalam Chidir Ali, oc. cit., hlm. 144-145
66
Erly Suandy, Perencanaan Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2001, hlm. 18
Mustaqiem 65
67
Abdul Hakim G. Nusantara, Politik Hukum Indonesia, YLBHI, 1988,
Jakarta, hlm. 71-72
66 Pendahuluan
68
Sumantoro, Aspek-Aspek Hukum Dan Potensi Pasar Modal di Indonesia,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hlm. 216
Mustaqiem 69
69
Ibid., hlm. 293
70
Rochmat Soemitro, op. cit., hlm. 36
70 Pendahuluan
71
Ibid.
Mustaqiem 71
a. Kewajiban Perpajakan
Pembayaran pajak yang dilakukan oleh rakyat merupakan
salah satu bentuk kewajiban rakyat kepada negara. Kewajiban
pajak dapat dibedakan menjadi dua, 73 yaitu :
1. Kewajiban pajak subjektif, merupakan kewajiban pajak
yang harus memenuhi syarat tertentu supaya orang
atau badan dapat dikenakan pajak; dan
72
Santoso Brorodihardjo, op. cit., hlm. 38
73
Rochmat Soemitro, op. cit., hlm. 35
Mustaqiem 73
74
Ibid.
74 Pendahuluan
Mulai Berakhir
75
Soeparman, oc. cit., hlm. 5
78 Pendahuluan
79
Mardiasmo, Perpajakan, Andi, Yogyakarta, 2000, hlm. 42
80
Suparman, op. cit., hlm. 56-58
Mustaqiem 83
81
Ridwan, op. cit., hlm. 259
82
Ibid., hlm. 245
83
Suparman, op. cit., hlm. 162
Mustaqiem 87
84
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (suatu pengantar), Liberty,
Yogyakarta, 1999, hlm. 20
Mustaqiem 89
85
B. Usman, dkk, op. cit., hlm. 50-51
Mustaqiem 91
86
Munawir, op. cit., hlm. 3
92 Pendahuluan
87
Mardiasmo, op. cit., hlm. 8
94 Pendahuluan
88
Mardiasmo, op. cit., hlm. 9
89
Richard M. Bird, Tax Policy and Economic Development, Baltimor,
London, The Johns Hopkins, University Press, 1992, p. 99
Mustaqiem 97
92
Ibid.
93
Santoso Brotodihardjo, op. cit., hlm. 36
Mustaqiem 99
94
C. Goedhart, op. cit., hlm 136
95
Untung Sukardji, Pajak Pertambahan Nilai, Rajawali Press, Jakarta,
1999, hlm. 4
100 Pendahuluan
96
Ibid.
97
Untung Sukardji, op. cit., hlm. 4
Mustaqiem 101
98
C. Goedhart, op. cit., hlm. 137
99
Ibid.
102 Pendahuluan
100
C. Goedhart, op. cit., hlm.136
104 Pendahuluan
101
Ibid.
102
Ibid., hlm.160
Mustaqiem 105
103
Santoso Brotodihardjo, op. cit., hlm.40
Mustaqiem 107
105
Ibid., hlm.42
110 Pendahuluan
Barang dan Jasa, Pajak Hotel dan Restauran, bagi Wajib Pajak
dengan status apapun jika membeli Barang Kena Pajak yang
dikonsumsi di dalam negeri akan dikenakan tarif pajak dengan
prosentase sama yaitu 10%. Demikian pula dalam hal
membayar Pajak Hotel dan Restoran tidak dikaitkan dengan
status Wajib Pajak, ia akan dikenakan pajak sebesar 10%,
demikian pula dalam pembayaran Pajak Bumi dan
Bangunan tidak juga didasarkan pada status wajib pajak.
Selain itu, pajak-pajak objektif dipungut karena :106
a) Keadaan
1. Adanya kekayaan dalam negara pemungut pajak,
misalnya pajak kekayaan wajib pajak luar negeri,
“Verponding Bangunanz;
2. Adanya pendapatan dalam negara pemungut pajak,
misalnya pajak pendapatan wajib pajak luar negeri,
pajak upah, “Verponding bukan bangunan” (ongebouwd);
3. Ada obyek dalam negara pemungut pajak, seperti
Pajak Rumah Tangga, Pajak Anjing, Pajak Senjata Api,
Pajak Kendaraan Bermotor, dan sebagainya.
b). Perbuatan-perbuatan
1. Ada pemindahan atau peralihan kekayaan dalam
wilayah negara pemungut pajak, misalnya Bea Balik
Nama dari persetujuan pemindahan (overeenkomst tot
overdracht ) harta tak gerak, Bea Pemindahan (Recht
van Overgang), Meterai Modal, Pajak Penjualan;
106
Rochmat Soemitro, op. cit., hlm. 31-32
114 Pendahuluan
107
Soerjono Soekanto, op. cit., hlm. 36
Mustaqiem 115
108
Hamdani Aini, Perpajakan, Bina Aksara, Jakarta, 1985, hlm.196
109
Munawir, op. cit., hlm.47
Mustaqiem 117
110
Santoso Brotodihardjo, op. cit., hlm. 36
111
Abdurrahman, Beberapa Aspek Tentang Pembangunan Hukum Nasional,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm.145-149
Mustaqiem 119
112
Santoso Brotodihardjo, op. cit., hlm.124
113
Ibid.
122 Pengaturan Bidang Perpajakan...
114
Ibid.
115
Solly Lubis, Politik dan Hukum, Mandar Maju, Bandung, 1989, hlm. 2
Mustaqiem 123
120
Ibid., hlm. 148
126 Pengaturan Bidang Perpajakan...
121
Hans Kelsen, op. cit., hlm. 258
Mustaqiem 127
122
L. Prakke en C.A.J.M. Kortmann, Het Bertuursrecht van de Landen der
Europese Gemeenschappen, Kluwer-Deventer, 1986
128 Pengaturan Bidang Perpajakan...
123
H.D. van Wijk / Willem Konijnenbelt, Hoofdstukken van Administratief
Recht, Uitgeverij Lemma B.V, Utrecht, 1995, p. 41
Mustaqiem 129
124
Soedikno Mertokoesoemo, 1999, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta,
hlm.122
Mustaqiem 155
125
Soedikno Mertokoesoemo, op. cit., hlm. 137
126
Ibid., hlm. 141
Mustaqiem 157
130
Otto Eckstein, op. cit., hlm. 105
131
Ibid. Prinsip manfaat menghendaki distribusi pajak yang sesuai dengan
manfaat yang diterima dari pengeluaran-pengeluaran hasil pajaknya. Orang-
orang bersedia membayar bagi barang-barang serta jasa-jasa yang mereka
terima dalam pasar bebas, mengapa tidak juga di sektor pemerintahan. Jika
perpajakan melanggar prinsip manfaat, maka jasa-jasa umum merupakan suatu
bentuk subsidi bagi para pemakainya, karena jasa-jasa itu diterima atas beban
orang-orang lain.
132
Ibid. Prinsip kemampuan membayar adalah pedoman bagi keadilan. Di
Tahun 1776, Adam Smith sudah mencatat ini sebagai hokum yang pertama
dalam perpajakan, dan kebanyakan hukum tidak lagi mempersoalkan bahwa
suatu sistem perpajakan yang adil menghendaki agar anggota-anggota
masyarakat yang lebih kaya juga membayar pajak yang lebih besar dari pada
kaum miskin.
164 Pengaturan Bidang Perpajakan...
133
Ibid., hlm. 106
Mustaqiem 165
C. Perpajakan Daerah
134
Josep Riwu Kaho, loc. cit, hlm. ix
Mustaqiem 167
135
Ridwan, op. cit., hlm. 99
168 Pengaturan Bidang Perpajakan...
136
Ibid.
137
A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia
Dalam Penyelengga raan Pemerintahan Negara, Desertasi, UI, 1990, Jakarta,
hlm. 347
138
Amiroeddin Syarif, op. cit., hlm. 78.
139
Hans Kelsen, op cit, hlm. 126
Mustaqiem 169
141
Lili Rosjidi , dkk., Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosdakarya,
Bandung, 1993, hlm. 35
Mustaqiem 171
143
John F. Due, op. cit., hlm. 418-419
144
Ibid.
145
K.J. Davey, op. cit., hlm. 29
146
M. Koeswardi, Ilmu Negara, Perintis Press, Jakarta, 1985, hlm. 155
Mustaqiem 173
147
Ibid., hlm. 156
148
Kranenburg, Ilmu Negara Umum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1986,
hlm. 22
149
M. Koeswardi, op. cit., hlm. 156
150
M. Koeswardi, op. cit., hlm. 156
174 Pengaturan Bidang Perpajakan...
151
B. Hestu Cipto Handoyo, Otonomi Daerah Titik Berat Otonomi dan
Urusan Rumah Tangga Daerah (pokok-pokok pikiran menuju reformasi hukum
di bidang pemerintahan daerah), Atmajaya, Yog-yakarta, 1998, hlm. 28
152
Ibid., hlm. 29-30.Bagir Manan mengemukakan bahwa suatu daerah
hanya dapat mengatur dan mengurus rumah tangga daerah kalau urusan itu
diserahkan kepada daerah yang bersangkutan.Menurut Sujamto, pada dasarnya
pemerintah pusatlah yang menentukan apakah suatu daerah itu diberi
status sebagai daerah otonom atau sebagai wilayah administrasi. Dasar
pertimbangan untuk menentukan pilihan dalam hal ini bukan pemikiran
demokratisasi tetapi pertimbangan doelmatigheid (keserasian dengan tujuan),
yaitu untuk meningkatkan effisiensi dan effektivitas atau aktivitas, atau
dayaguna dan hasilguna bagi penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Mustaqiem 175
153
B. Hestu Cipto Handoyo, op cit., hlm. 31
154
Ibid.
Mustaqiem 177
156
Ibid., hlm. 33
157
Ibid.
Mustaqiem 179
158
B. Hestu Cipto Handoyo, op. cit., hlm. 33
180 Pengaturan Bidang Perpajakan...
159
B. Hestu Cipto Handoyo, op. cit., hlm. 35
160
Ibid.
Mustaqiem 181
161
B. Hestu Cipto Handoyo, op. cit., hlm. 35
162
Ibid., hlm. 36
163
Richard L. Siegel at all., Comparing Public Policy – United State –
Soviet Union and Europe, The Dorsey Press, Homewood Illinois 60430 Irwin-
Dorsey Limited Georgetown, Ontario, 1977, p. 96
182 Pengaturan Bidang Perpajakan...
164
Mardiasmo, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daearah, Andi,
Yogyakarta, 2002, hlm. 96
165
KJ. Davey, op. cit., hlm. 40
166
KJ. Davey, op. cit., hlm. 40
167
Ibid., hlm. 41
Mustaqiem 183
168
Nick Devas, 1989, Financing Local Government In Indonesia, Ohio
University Monograph in International Stidies Southheast Asia Series No. 84.
p. 58-59
169
Mardiasmo, op. cit., hlm. 150-151
184 Pengaturan Bidang Perpajakan...
170
Arnold J. Heidenheimer at all., Comparative Public Policy- The Politics
of Social Choice in America, Europe, and Japan, ST., Martin’s Press, New
York, p. 183
171
Stephen G. Utz, op. cit., p. 55
186 Pengaturan Bidang Perpajakan...
172
Ateng Syafruddin, Titik Berat Otonomi Daerah Pada Daerah Tingkat II
Dan Perkembangannya, Mandar maju, Bandung, 1991, hlm. 30
Mustaqiem 187
174
Ibid., hlm. 31
175
Ibid.
176
Soedargo, op. cit., hlm. 10
188 Pengaturan Bidang Perpajakan...
177
Rochmat Soemitro, Peraturan Perundang-undangan Tentang
Pemerintahan Daerah, Eresco -Tarate, Bandung-Jakarta, 1983, hlm. 199-200
178
Rochmat Soemitro, op. cit., hlm. 200
190 Pengaturan Bidang Perpajakan...
179
Soedargo, op. cit., hlm. 12
180
Soedargo, op. cit., hlm. 13
Mustaqiem 191
181
Colin Mc Andrew at all, Hubungan Pusat-Daerah Dalam Pembangunan,
Rajawali Pers, Jakarta, 2000, hlm. 103
Mustaqiem 193
182
Soedargo, op. cit., hlm. 20-21
Mustaqiem 197
185
Anhar Gonggong, Amandemen Konstitusi, Otonomi Daerah, Dan
Federalisme, Media Pressindo, Jogyakarta, 2001, hlm. 1
Mustaqiem 223
187
Ibid., hlm. 59
188
Tim Lapera, Otonomi Pemberian Negara (Kajian kritis atas kebijakan
otonomi daerah), Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta, 2000, hlm. 43
Mustaqiem 225
189
KJ. Davey, op. cit., hlm. 181
Mustaqiem 227
Tabel 5
Macam Pengaturan Bidang
Perpajakan Daerah Dalam Sistem Hukum Pajak
Indonesia.
1957 - 2004
UU Pajak Pengaturan Pajak Pengaturan
No
Daerah Daerah Daerah
1 UU No.11/1957 DPRD berhak mengadakan pajak Otonomi seluas-
dan retribusi daerah (pengaturan luasnya.
bidang perpajakan daerah
bersifat desentralistik).
190
Moh. Mahfud, op. cit., hlm. 376
228 Pengaturan Bidang Perpajakan...
1. Hukum Pajak
Pengertian hukum pada dasarnya dapat ditafsirkan
secara terbatas, ialah sebagai keputusan penguasa.191 Begitu
juga hukum pajak merupakan keputusan penguasa. Di
Indonesia hal tersebut didasarkan atas Pasal 23 A Undang
Undang Dasar 1945: “Segala pajak dan pungutan lain yang
sifatnya memaksa harus berdasarkan undang-undang”.
Hukum pajak merupakan lapangan hukum yang masih
sangat tidak populer, namun demikian beberepa sarjana
menganggap hukum pajak merupakan suatu cabang ilmu
pengetahuan sendiri yang akhir-akhir ini maju pesat,
sebagai obyek studi ilmu hukum pajak atau hukum fiskal.192
Kusumadi Pudjosewojo, 193 dalam bukunya Pedoman
Pengantar Tata Hukum Indonesia mengatakan bahwa
191
Yudha Bangkit Ardhiwisastra, Penafsiran Dan Konstruksi Hukum,
Alumni, Bandung, 2000, hlm. 6
192
Santoso Brotodihardjo, op. cit., hlm. iii
193
Kusumadi Pudjosewojo, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia,
Universsitas, Bandung, 1961, hlm. 177
230 Produk Hukum Pajak...
194
Rochmat Soemitro, op. cit., hlm. 24-25
Mustaqiem 231
195
Santoso Brotodihardjo, op. cit., hlm. 1
Mustaqiem 233
197
Santoso Brotodihardjo, op. cit., hlm. 10
240 Produk Hukum Pajak...
198
Ibid.
199
Ibid.
Mustaqiem 241
200
Satjipto Rahardjo, op. cit., hlm. 159
201
Ibid., hlm. 163
202
Budiono Kusumohamidjojo, Ketertiban Yang Adil (Problematik Filsafat
Hukum), Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1999, hlm. 129
203
Satjipto Rahardjo, op. cit., hlm. 84
242 Produk Hukum Pajak...
204
KJ. Davey, op. cit., hlm. 43
Mustaqiem 245
Tarif
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Pajak
a. sampai dengan Rp. 25.000.000,00 5%
b. di atas Rp.25.000.000,00 s/d Rp. 50.000.000,00 10 %
c. di atas Rp. 50.000.000,00 s/d Rp. 100.000.000,00 15 %
d. di atas Rp. 100.000.000,00 s/d Rp. 200.000.000,00 25 %
e. di atas Rp. 200.000.000,00 35 %
205
Mardiasmo, op. cit., hlm. 2
Mustaqiem 249
206
Santoso Brotodihardjo, op. cit., hlm. 19
207
Ibid.
254 Produk Hukum Pajak...
208
Arief Sidharta, op. cit., hlm. 85
Mustaqiem 255
209
Ibid.
210
Soerojo Wignjodipoero, Pengantar Ilmu Hukum, Gunung Agung,
Jakarta, 1969, hlm. 35
256 Produk Hukum Pajak...
211
Soerojo Wignjodipoero, op cit., hlm. 39
212
Ibid., hlm. 40
Mustaqiem 257
213
Ibid., hlm. 41
214
Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta,
1996, hlm. 192
258 Produk Hukum Pajak...
220
Irfan Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negrara, Bumi
Aksara, Jakarta, 2002, hlm. 10
221
Ibid.
266 Produk Hukum Pajak...
222
Moh. Zain, dkk, Pembaharuan perpajakan Nasional, Alumni, Jakarta,
1984, hlm. 25
Mustaqiem 267
224
Ibid.
Mustaqiem 271
225
KJ. Davey, op. cit., hlm. 29
Mustaqiem 273
226
Ibid.
227
Ibid., hlm. 30
274 Produk Hukum Pajak...
228
KJ. Davey, op. cit., hlm. 31
Mustaqiem 275
229
KJ. Davey, op. cit., hlm. 40
230
Ibid, hlm. 41
231
Ibid.
232
Hans Kelsen, op. cit., hlm. 126
276 Produk Hukum Pajak...
233
Ibid., hlm. 127
234
Ibid.
235
van Apeldoorn, op. cit., hlm. 81
236
Ibid.
Mustaqiem 277
e. Peraturan Daerah.
Kekuatan mengikatnya peraturan perundang-
undangan, menurut Pasal 7 ayat (5) adalah sesuai dengan
hirarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Kaitan dengan posisi Peraturan Daerah, oleh Pasal 3
ayat (7) Ketetapan Majelis Perumusyawaratan Rakyat
Nomor : III/MPR/2000 telah ditetapkan bahwa Peraturan
Daerah merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan
hukum di atasnya, serta menampung kondisi khusus dari
Daerah yang bersangkutan. Selain itu, berdasar Pasal 4 ayat
(1) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor : III
/MPR/2000, ditetapkan bahwa : “Sesuai dengan tata urutan
peraturan perundang -undangan ini maka setiap aturan
hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
aturan hukum yang lebih tinggi”.
Ketentuan di atas dikuatkan oleh Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004, Pasal 12 “Materi muatan Peraturan
Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan
menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih
lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi”.
Tatkala membuat kebijaksanaan di bidang hukum
(termasuk bidang hukum perpajakan) ketentuan itu harus
diperhatikan, sebab jika tidak diperhatikan baik secara
filsafati, ideologi, politik, dan yuridis, maka kebijaksanaan
yang dibuat sesungguhnya adalah batal. Hal ini tidak lepas
dari Indonesia sebagai negara hukum dan salah satu ciri
khas negara hukum adalah penerapan asas legalitas.
Mustaqiem 279
237
Ketrampilan Perancangan Hukum, Laboratorium Hukum, Fakultas
Hukum Universitas Parahuyangan, Bandungm 1997, hlm.1
238
Ibid.
239
Amiroeddin Syarif, op. cit., hlm. 3-4
280 Produk Hukum Pajak...
240
Ibid.
241
Ibid.
Mustaqiem 281
242
Ketrampilan Perancacangan Hukum, op. cit., hlm. 2
243
Ibid .
282 Produk Hukum Pajak...
(e) kenusantaraan,
(f) kebhinekaan tunggal ika,
(g) keadilan,
(h) kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
(i) Ketertiban dan kepastian hukum, dan/atau,
(j) Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Menurut Pasal 12, materi muatan Peraturan Daerah
adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung
kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Pada bagian lain,
aspek materiil ini berkenaan dengan masalah pembentukan
struktur, seperti struktur Peraturan Daerah yang dibuat dan
dipergunakan sebagai dasar pemungutan pajak daerah harus
memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000,
Pasal 4 ayat (3): Peraturan Daerah tentang pajak sekurang-
kurangnya mengatur ketentuan mengenai :
(a) nama, objek, dan subjek pajak;
(b) dasar pengenaan pajak, tarif, dan cara penghitungan pajak;
(c) wilayah pemungutan;
(d) penetapan;
(e) tata cara pembayaran dan penagihan;
(f) kadaluarsa.
Aspek formal/prosedural berhubungan dengan
kegiatan pembentukan peraturan perundang-undangan yang
berlangsung dalam suatu negara tertentu. Seperti yang diatur
dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 20: ayat (2) : “ Setiap
rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan
284 Produk Hukum Pajak...
247
M. Noor Syam, Penjabaran Filsafat Pancasila Dalam Filsafat Hukum
(sebagai landasan pembinaan sistem hukum nasional), Lab. Pancasila, Malang,
1998, hlm. vii
Mustaqiem 301
248
Mudrajad Kuncoro, Desentralisasi Fiskal di Indonesia” Prisma”, No.4
Tahun 1999, Jakarta, hlm. 3
Mustaqiem 303
B. Ketentuan Materiil
Merupakan ketentuan yang berhubungan dengan
segi isi atau kandungan hukum yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
Ketentuan yang bersifat materiil ditetapkan dalam :
a. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang
Pemerintahan Daerah Pasal 70 : “Peraturan Daerah
tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum,
Peraturan Daerah lain, dan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi”.
b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah, Pasal 136 ayat (4): “Perda
sebagaimana dimaksu dpada ayat (1) dilarang
bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”.
c. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak
dan Retribusi Daerah, Pasal 4 ayat (2) “Peraturan
Daerah tentang pajak tidak dapat berlaku surut”.
Ketentuan tersebut telah dipenuhi oleh Peraturan
Daerah Propinsi DIY Nomor 1 Tahun 2002 (Lembaran
Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun
2002 Nomor 1 Seri B), Pasal 60 menyatakan bahwa :
“Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan, ialah diundangkan di Yogyakarta pada
tanggal 15 Pebruari 2002”.
Ayat (3) : “Peraturan Daerah tentang pajak sekurang-
kurangnya mengatur ketentuan mengenai : (1) nama,
objek, dan subjek pajak; (2) dasar pengenaan, tarif, dan
308 Produk Hukum Pajak...
Buku
Abdurrahman, Beberapa Aspek Pembangunan Hukum Nasional,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995
----------, Ilmu Hukum, Teori Hukum, Ilmu Perundang-undangan,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995
Aini, Hamdani, Perpajakan, Bina Aksara, Jakarta, 1985
Ali, Chidir, Hukum Pajak, Eresco, Bandung, 1993
Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Renika Cipta,
Jakarta, 1996
Attamimi, A. Hamid S., Peranan Keputusan Presiden Republik
Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara
(Desertasi), Universitas Indonesia, Jakarta, 1990
B. Usman dkk., Pajak-Pajak Indonesia, Yayasan Bina Pajak,
Jakarta, 1980
Bhakti Ardhiwisastra, Yudha, Penafsiran dan Konstruksi
Hukum, Alumni, Bandung, 2000
Bambang Hestu Cipto Handoyo, Otonomi Daerah Titik berat
Otonomi dan Urusan Rumah Tangga Daerah (pokok-
pokok pikiran menuju reformasi hukum di bidang
pemerintahan daerah), Universitas Atmajaya,
Yogyakarta, 1998
Mustaqiem 321
Bird, Richard M., Tax Policy and Economic Development, Thr. Johns
Hopkins University Press Baltimor and London, 1992
Brotodihardjo, Santoso, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Eresco,
Bandung, 1986
Budihardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia,
Jakarta, 1977
Budiman, Arief, Teori Negara (negrara, kekuasaan dan ideologi),
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997
C. Goedhart, Garis-Garis Besar Ilmu Keuangan Negara,
Djambatan, Jakarta, 1975
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia,
Balai Pustaka, Jakarta, 1984
Daman, Rozikin, Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Jakarta,
1993
Devas, Nick, Financing Local Government In Indonesia, Ohio
University Monographs in International Studies
Southeast Asia Series No. 84, 1989
Doing Business and Investing in Indonesia, Price Water House
Coopers, Jakarta, 1999
Due, John F., Keuangan Negara (terjemahan), UI - Press,
Jakarta, 1985
Eckstein, Otto, Keuangan Negara, Bina Aksara, Jakarta. 1981
Ersnta and Young LPP, History of the Income Tax in the United
States.
Ferdinan H.M. Grapperhaus, Tax Tales For the Second
Millineum, Amsterdam IBFD, 1998
Gonggong, Anhar, Amandemen Konstitusi, Otonomi Daerah,
dan Federalisme (solusi masa depan), Media
Pressindo, Yogyakarta, 2001
Heidenheimer, Arnold J., at all. Comparative Public Policy-The
Polities of Social Choise in America, Europe, and Japan,
322 Daftar Pustaka
Kamus.
Black’s Law Dictionary, editor Bryan A. Garner (Editor in
Chief), Copyrigt @ 1999, By West Group St. Paul MN.
Hamzah, Andi, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986
Puspa, Yan Pramadya, Kamus Hukum, Aneka Ilmu,
Semarang, 1977
W.J.S. Poerwodarminto, (ed), Kamus Umum Bahasa Indone-
sia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986
W. Van Hoeve, Kamus Belanda-Indonesia, Ichtiar Baru Van
Hoeve, Jakarta, 1996
Jurnal
Unisia No. 42/XXIII/ /1/ 2000, ISSN: 0215-1412
Mustaqiem 327
Majalah
Prisma, No. 4 Tahun XXIV April 1995, hlaman 3-17, Jakarta.
Warta Perundang-undangan No. 1632, 1736, 1738, 1839, 1942,
2130
Tempo No. 46 Th. Ke XIII, Tgl. 14-1-1984; dan No. 46 Th. Ke
XV, Tgl. 11-1-1986
Undang Undang Dasar
Perundang-undangan Perpajakan.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262)
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 59,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3566)
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 93, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3459)
328 Daftar Pustaka
Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah
Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2000 Tentang Pembagian
Hasil Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Antara
Pemerintah Pusat Dan Daerah
Peraturan Pemerintah No. 115 Tahun 2000 Tentang
Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Penghasilan
Orang Pribadi Dalam Negeri Dan Pajak Penghasilan
Pasal 21 Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah
Daerah
Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001 Tentang Pajak
Daerah
Peraturan Daerah
Peraturan Daerah Propinsi DIY Nomor 1 Tahun 2000
Tentang Pajak Daerah (Lembaran Daerah Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2002 Nomor 1
Seri B)