Anda di halaman 1dari 34

EVIDENCE BASED PRACTICE (EBP)

“Asuhan Keperawatan Pada Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga


(KDRT)”
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Stase Keperawatan Jiwa
Program Profesi Ners
Dosen Pembimbing : Rudy Alfiyansyah, S.Kep.,Ns.,M.Pd

Disusun Oleh :
Kelompok 4
Arini Hasna Afifah KHGD21074
Eli Jumaeli KHGD21043
Husnul Sopia KHGD21013
Melly Purwanti KHGD21012
Nurhikmat KHGD21070
Purnama M Ihsan KHGD21071
Rinanti Silvina Sukma KHGD21016
Rizki Napako KHGD21072
Selly Maulida Pitriah KHGD21014

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT
2021
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya, sehingga makalah ini dapat selesai, guna memenuhi salah satu
tugas Stase Keperawatan Jiwa Program Profesi Ners, dengan judul “Evidence
Based Practice:Asuhan Keperawatan pada Korban Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT)”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan do’a, saran, dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dikarenakan kurangnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki.
Oleh karena itu kami mengharapkan segala bentuk saran maupun kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Kami berharap agar makalah ini dapat
memberikan manfaat.

Garut, November 2021

Penulis

i
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 3

1.3 Tujuan ............................................................................................................ 3

1.4 Manfaat .......................................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................. 5

2.1 Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) .............................................. 5

2.1.1 Definisi .................................................................................................... 5

2.1.2 Faktor Penyebab ...................................................................................... 6

2.1.3 Bentuk Kekerasan .................................................................................... 7

2.1.4 Siklus Kekerasan Dalam Rumah Tangga ................................................ 9

2.1.5 Tanda pada Korban KDRT.................................................................... 10

2.1.6 Dampak KDRT ...................................................................................... 11

2.1.7 Pencegahan ............................................................................................ 11

2.1.8 Penanggulangan ..................................................................................... 12

2.2 Art Therapy ................................................................................................. 13

2.2.1 Definisi .................................................................................................. 13

2.2.2 Jenis ....................................................................................................... 14

2.2.3 Tujuan .................................................................................................... 16

2.2.4 Manfaat .................................................................................................. 16

2.2.5 Prosedur ................................................................................................. 17

ii
iii

BAB III EVIDENCE BASED PRACTICE : ART THERAPHY ................... 19

3.1 Artikel 1 : Penerapan Terapi Seni Dalam Mengurangi Kecemasan Pada


Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Jakarta ....................................... 19

3.2 Artikel 2 : Art Therapy To Reduce Depression Due To Domestic Violence At


“X” Community In Ambon................................................................................ 20

3.3 Artikel 2 : Trauma-Informed Art And Play Therapy: Pilot Study Outcomes
For Children And Mothers In Domestic Violence Shelters In The United States
And South Africa ............................................................................................... 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 23

4.1 Hasil ............................................................................................................. 23

4.2 Pembahasan ................................................................................................. 23

4.2.1 Pengaruh Art Therapy dalam mengurangi kecemasan wanita korban


KDRT ............................................................................................................. 23

4.2.2 Pengaruh Art Therapy dalam menurunkan tingkat depresi pada wanita
korban KDRT ................................................................................................. 25

4.2.3 Pengaruh Art Therapy dan Terapi bermain pada anak dan ibu korban
KDRT ............................................................................................................. 26

4.2.4 Implementasi Art Therapy dalam Asuhan Keperawatan pada kasus KDRT
........................................................................................................................ 27

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 28

5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 28

5.2 Saran ............................................................................................................ 28

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 29

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kekerasan dalam rumah tangga merupakan fenomena yang terjadi dalam
sebuah komunitas. Seringkali tindakan kekerasan disebut hidden crime
(kejahatan yang tersembunyi). Berdasarkan Data Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak pada tahun 2020, menujukkan dari seluruh
kasus kekerasan terhadap perempuan sebanyak 5.573 kasus, mayoritas
kasusnya adalah KDRT sebesar 3.419 kasus (60,75%).
Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran dalam rumah tangga
(Dharmono & Diatri, 2008). Kekerasan dalam lingkup keluarga adalah suatu
rentang perilaku yang berbahaya yang terjadi antar anggota keluarga yang
terdiri dari kekerasan fisik dan emosional. Kekerasan yang terjadi dalam
keluarga sifatnya sangat tertutup dan dapat terjadi secara terus menerus (Stuart,
2009). Kasus kekerasan yang jarang terungkap terjadi karena dianggap sebagai
aib keluarga sehingga harus dijaga dan ditutupi.
Dinamika terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, dapat digambarkan
dalam chart power and control domestic abuse intervention, antara lain
menggunakan intimidasi, menggunakan pemaksaan dan ancaman,
menggunakan kekerasan emosional, melakukan isolasi, membuat korban tidak
melihat sebagai bentuk kekerasan dan korbanlah sebagai penyebab kekerasan,
menggunakan anak-anak untuk melakukan ancaman, menggunakan hak-hak
istimewa laki-laki, serta melakukan penekanan secara ekonomi. Proses
terjadinya KDRT juga digambarkan dalam bentuk siklus yaitu dimulai dengan
tahap ketegangan; pada tahap ini terjadi perbedaan pendapat dengan ketegangan
emosi, tahap luapan emosi dan tindak kekerasan; pada tahap ini pelaku

1
2

melakukan kekerasan khususnya kekerasan fisik, tahap penyesalan; terjadi


ketika pelaku kekerasan dihantui perasaan bersalah dan penyesalan, pada tahap
ini hati pasangan akan luluh, merasa kasihan dan memaafkannya kembali
(Walker, 2005).
Akibat dari kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh korban, dapat
menimbulkan berbagai macam dampak, baik dampak jangka pendek maupun
jangka panjang yang di dalamnya mencakup aspek fisik dan psikologis. Melihat
dampak psikologis yang ditimbulkan akibat dari kekerasan dalam rumah tangga
ini apabila tidak mendapatkan penanganan yang serius akan dapat berlanjut dan
semakin menimbulkan penderitan bagi korban. Dampak negatif dari KDRT
sangat beraneka ragam dan bukan hanya bersifat hubungan suami istri tetapi
terhadap anggota keluarga lainnya. KDRT juga menyebabkan keretakan
hubungan keluarga dan anak- anak, yang kemudian akan menimbulkan masalah
sosial yang lebih kompleks (Faiz, 2009).
Kekerasan dalam rumah tangga adalah masalah yang serius sehingga perlu
adanya upaya yang dilakukan secara sinergis dari berbagai pihak, baik lembaga
hukum, LSM, tenaga professional, maupun masyarakat untuk menyelesaikan
masalah tersebut. Korban KDRT juga perlu mendapatkan pelayanan secara
psikologis dan mental. Pendekatan yang hangat dan terbuka sangat diperlukan
oleh korban sehingga merasa nyaman menceritakan masalah dan perasaannya.
Upaya penyelesaian masalah keluarga yang sifatnya sensitif tidak cukup
diselesaikan dengan jalur hukum saja, akan tetapi keluarga membutuhkan suatu
terapi untuk menyelesaikan masalah yang sifatnya tidak mengancam (Hawari,
2009)
Ada beberapa terapi yang dapat diberikan untuk keluarga dengan tindak
kekerasan dalam rumah tangga seperti terapi keluarga, terapi kelompok, dan
terapi pendidikan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan
keamanan fisik, terjadi peningkatan harga diri, mengurangi perasaan tidak
berdaya, menghilangkan perasaan putus asa, dan mencegah terjadinya bunuh
diri, serta isolasi sosial (Hamid, 2009). Upaya pencegahan yang dapat dilakukan
adalah bentuk intervensi keperawatan yang memiliki peran penting dalam

2
3

mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Upaya yang diberikan


meliputi pendidikan masyarakat, pendeteksian faktor risiko adanya kekerasan
dalam rumah tangga, serta mencegah masalah yang lebih kompleks dari
terjadinya abuse (Stuart dan McDonald, 2009).
Intervensi keperawatan terhadap keluarga dengan risiko KDRT adalah
dengan memberikan terapi individu dan terapi keluarga untuk membangun
koping yang adaptif. Salah satu terapi yang bisa diberikan adalah art therapy.
Art therapy merupakan salah satu teknik psikoterapi yang saat ini banyak
digunakan untuk membantu dalam masalah psikologis. Art therapy atau terapi
seni merupakan terapi dengan menggunakan seni sebagai media utamanya. Art
therapy banyak digunakan karena cenderung mudah dilakukan, dan bisa
digunakan untuk berbagai kalangan usia, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa,
dan juga lansia bisa melakukan terapi ini. Art therapy ini juga tidak
membutuhkan kemampuan seni yang tinggi.
Berdasarkan hal tersebut, maka pada makalah ini akan membahas mengenai
evidence based practice (EBP) dari art therapy terhadap asuhan keperawatan
pada kasus KDRT.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah Evidence Based Practice dari Art Therapy terhadap kasus
Kekerasan Dalam Rumah Tangga?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui Evidence Based Practice dari Art Therapy terhadap kasus
Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Sebagai bahan informasi Evidence Based Practice dari Art Therapy
dalam pengembangan asuhan keperawatan pada kasus Kekerasan Dalam
Rumah Tangga.

3
4

1.4.2 Manfaat Praktis


Sebagai rujukan intervensi dalam pemberian asuhan keperawatan pada
kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang berdasarkan Evidence
Based PractIice.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)


2.1.1 Definisi
Menurut Annisa (2010), kekerasan adalah segala bentuk perbuatan
yang menimbulkan luka baik secara fisik maupun psikologis. Kekerasan
merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sejumlah
orang kepada seseorang atau sejumlah orang, yang dengan sarana
kekuatannya, baik secara fisik maupun non-fisik dengan sengaja
dilakukan untuk menimbulkan penderitaan kepada obyek kekerasan.
KDRT adalah segala bentuk tindak kekerasan yang terjadi atas dasar
perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan rasa sakit atau penderitaan
terutama terhadap perempuan termasuk ancaman, paksaan, pembatasan
kebebasan, baik yang terjadi dalam lingkup publik maupun domestic
(Annisa, 2010).
Pengertian KDRT menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004
adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasaan kemerdekaan
secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Mufidah, 2008).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa KDRT merupakan
segala bentuk tindakan kekerasan yang terjadi terhadap lawan jenis,
namun biasanya perempuan lebih banyak menjadi korban daripada
menjadi pelaku. KDRT mengakibatkan timbulnya penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga pada korban
KDRT.

5
6

2.1.2 Faktor Penyebab


Menurut Annisa (2010), faktor penyebab terjadinya KDRT yang terjadi
di masyarakat, antara lain adalah:
a. Motif (dorongan seseorang melakukan sesuatu)
1) Terganggunya motif biologis, artinya kebutuhan biologis pelaku
KDRT mengalami terganggu atau tidak dapat terpenuhi.
Sehingga membuat ia melakukan untuk menuntut kebutuhan
tersebut, namun cara menuntut pemenuhan kebutuhan tersebut
menyimpang tanpa adanya komunikasi yang baik sebagaimana
mestinya.
2) Terganggunya motif psikologis, artinya tertekan oleh tindakan
pasangan, misalnya suami sangat membatasi kegiatan istri dalam
aktualisasi diri, memaksakan istri untuk menuruti semua
keinginan suami.
3) Terganggunya motif teologis, artinya hubungan manusia dengan
Tuhan mengalami penyimpangan, ketika hal ini terganggu, maka
akan muncul upaya kemungkinan pemberontakan untuk
memenuhi kebutuhan. Misalnya, perbedaan agama antara suami
dan istri, dan keduanya tidak saling memahami satu sama lain,
tidak ada toleransi dalam keluarga, keduanya hanyalah
mementingkan dari kepercayaan masing-masing, maka yang
muncul adalah ketidakharmonisan antara keduanya.
4) Terganggunya motif sosial, artinya komunikasi atau interaksi
antara pasangan suami istri tidak dapat berjalan dengan baik.
Sehingga jika terjadi kesalah fahaman atau perbedaan, hanya
mementingkan ego dari masing-masing tanpa adanya komunikasi
timbal balik yang baik hingga kekerasan menurut mereka yang
dapat menyelesaikan masalah.
5) Harapan, setiap pasangan suami istri memiliki suatu harapan
mengenai apa yang akan dicapai dalam keluarganya, misalnya
harapan agar keluarganya hidup sejahtera dengan berkecukupan

6
7

akan tetapi harapan tersebut tidak dapat berjalan sebagai


kenyataan. Kemudian diantara keduanya tidak dapat menerima
kenyataan sehingga yang terjadi hanyalah tuntutan kepada
pasangan tanpa memikirkan bersama jalan keluar.
6) Nilai atau norma, dapat terjadi KDRT jika terjadi pelanggaran
terhadap nilai dan norma yang ada di dalam keluarga atau tidak
dipatuhinya nilai di dalam keluarga. Misalnya penerapan nilai
etika yang salah, tidak adanya penghormatan dari istri terhadap
suami atau sebaliknya, tidak adanya kepercayan suami terhadap
istri, tidak berjalannya fungsi dan peran dari masing-masing
anggota keluarga.

2.1.3 Bentuk Kekerasan


Adapun Mahoney dkk. dalam bukunya yang berjudul Violence Against
Women mengelompokkan tipe kekerasan terhadap istri meliputi:
a. Kekerasan fisik
Berupa tindakan penyerangan secara fisik, termasuk
perbuatan terhadap orang yang belum dewasa semisal menempeleng
atau tindakan keras seperti penyerangan dengan menggunakan
senjata mematikan. Lebih jauh dijelaskan kekerasan fisik dapat
berupa: pukulan, melukai tubuh dengan senjata tumpul, senjata
tajam atau benda-benda lain yang berhubungan dengan teknologi
(misalnya listrik) juga cara untuk melakukan kekerasan fisik.
Penggunaan kekerasan dapat menimbulkan luka,
menghasilkan luka memar, luka tusuk, luka akibat senjata tajam, dan
luka goresan sampai dengan luka- luka yang dapat menimbulkan
kematian. Ancaman/ kekerasan dapat terjadi secara langsung,
melalui ucapan, melalui gerakan tubuh, maupun secara tidak
langsung (surat, telepon, orang lain) yang mengungkapkan maksud
untuk menggunakan kekuatan fisik kepada orang lain.

7
8

b. Kekerasan seksual
Berupa tindakan hubungan seksual bagi perempuan yang
dilakukan dengan paksaan, ancaman kekerasan, ataupun kekerasan.
Kekerasan seksual juga meliputi eksploitasi seksual yang disertai
hubungan seksual dengan yang lain tanpa keinginan perempuan.
Abraham dalam Mahoney mendefinisikan kekerasan seksual
sebagai hubungan seksual suami istri yang dilakukan tanpa
persetujuan, perkosaan, pencabulan, kontrol seksual akan hak untuk
menghasilkan keturunan, dan berbagai bentuk perbuatan seksual
yang dilakukan oleh pelaku dengan bermaksud untuk menyebabkan
penderitaan secara emosional, seksual, dan fisik kepada orang lain.
c. Kekerasan secara psikologis
Dalam kekerasan psikis bentuk kekerasannya dapat berupa
akibat/ dampak yang ditimbulkan dari adanya kekerasan yaitu
ancaman kekerasan, tindakan kekerasan itu sendiri termasuk
kekerasan seksual. Dampak/akibat dari bentuk-bentuk kekerasan ini
akan berbeda-beda pada tiap orang. Kondisi kesehatan korban
memengaruhi respon pecarian pertolongan dan respon pemahaman
tentang hubungan, tergantung pada pola kekerasan yang mereka
pertahankan. Disimpulkan bahwa akibat dari kekerasan yang
berbeda akan tergantung pada pola tertentu dari adanya tindakan
kekerasan.
d. Stalking (membuntuti, meneror)
Beberapa perbuatan yang mendapat perhatian dalam literatur
mengenai battered women adalah stalking. Hal ini termasuk
perbuatan mengganggu atau mengancam, termasuk pula ancaman
akan bahaya serius, yang dilakukan secara berulang- ulang.
e. Pembunuhan (Homicide)
Kasus pembunuhan terhadap istri paling sering dilakukan
oleh suami atau mantan suami. Statistik yang memperlihatkan
presentase pembunuhan terhadap perempuan oleh pasangan dekat

8
9

sangat banyak. Sedangkan UU No.23 tahun 2004 tentang


Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga turut
menggolongkan penelantaran rumah tangga sebagai salah satu
bentuk kekerasan dalam kasus KDRT. Penelantaran rumah tangga
yang dimaksud adalah penelantaran yang dilakukan seseorang
terhadap orang lain yang secara hukum, persetujuan, atau perjanjian
merupakan tanggung jawabnya. Penelantaran rumah tangga juga
mencakup tindakan yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi.
Pelaku biasanya membatasi dan/atau melarang untuk bekerja
sehingga korban berada dibawah kendalinya.
2.1.4 Siklus Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Hubungan yang melibatkan penganiayaan biasanya berlangsung
melalui siklus empat fase berulang yaitu :
a. Tahap ketegangan dimulai (Tension building phase)
Ini adalah tahap dimana perbedaan pendapat yang
bercampur dengan ketegangan emosi dimulai. Didalamnya terdapat
adu mulut yang disertai dengan nada-nada marah, menekan,
sekaligus mengancam. Oleh 18 karena keterampilan komunikasi
yang buruk antar kedua pihak, maka komunikasi yang terjadi
bersifat saling menyakiti hati.
b. Tahap tindakan (Acting-out phase)
Ketika ketegangan tidak dapat diselesaikan dengan baik,
maka pelaku akan melakukan kekerasan, khususnya fisik. Ia merasa
bahwa dengan jalan ini maka ketegangan dapat berakhir dan situasi
akan kembali terkendali. Dengan cara kekerasan, ia juga sedang
menunjukkan siapa yang lebih kuat dan berkuasa.
c. Tahap penyesalan/ bulan madu (Reconcilliation/ honeymoon phase)
Setelah pelaku melakukan kekerasan, ia dihantui dengan rasa
bersalah dan penyesalan. Tapi penyesalan ini mungkin saja bersifat
manipulatif. Dengan kata lain, ia menyesal bukan atas kesadaran
pribadi, tapi karena takut mengalami konsekuensi yang berat yang

9
10

akan diterimanya, seperti perceraian atau dilaporkan ke pihak


mertua, tokoh masyarakat, dan polisi. Tidaklah heran bila akhirnya
ia menunjukkan penyesalannya dengan meminta maaf atau berbuat
kebaikan terhadap pasangan. Pada tahap inilah hati pasangan akan
luluh, merasa kasihan, dan memaafkannya kembali. Tentunya
dengan harapan bahwa pelaku benar- benar bertobat dan tidak
melakukan kekerasan lagi.
d. Tahap stabil (Calm Phase)
Merupakan tahap dimana rumah tangga diliputi situasi yang
relatif stabil. Pertengkaran apalagi kekerasan telah mereda. Kedua
belah pihak bisa jadi telah mengalami kelelahan fisik dan emosi
sehingga tidak ada lagi tenaga untuk bertengkar. Namun tidak
berarti bahwa mereka telah berhasil menyelesaikan akar
permasalahan. Suatu ketika kestabilan situasi ini sangat mungkin
akan kembali tergnggu apabila titik rawan permasalahan muncul
kembali dan tenaga kemarahan telah terkumpul. Artinya satu ketika
kedua pihak suami- istri akan kembali memasuki tahap pertamanya.
Dan demikian selanjutnya.

2.1.5 Tanda pada Korban KDRT


Korban KDRT biasanya cenderung menutupi penderitaan fisik dan
psikologis yang dilakukan pasangannya, karena KDRT dianggap sebagai
suatu hal yang tabu. Adanya sikap posesif terhadap korban ataupun
perilaku mengisolasi korban dari dunia luar dapat dilihat sebagai tanda
awal KDRT. Korban biasanya tampak depresi, sangat takut pada
pengunjung/pasien lainnya dan yang merawatnya, termasuk pegawai
rumah sakit. Mereka akan cenderung menarik diri dari lingkungan
sosialnya. Mereka umumnya tak ingin orang sekitarnya melihat tanda-
tanda kekerasan pada diri mereka. Kontak mata biasanya buruk. Korban
menjadi pendiam. Korban harus diperiksa secara menyeluruh untuk
memeriksa dengan teliti tanda-tanda kekerasan yang pada umumnya
tersembunyi. Korban juga akan mencoba untuk menyembunyikan atau

10
11

menutupi luka-lukanya dengan memakai riasan wajah tebal, leher baju


yang tinggi, rambut palsu atau perhiasan (Abrar, 2001).
2.1.6 Dampak KDRT
Dalam hal ini banyak dampak yang ditimbulkan oleh kekerasan itu
sendiri. Dampak kekerasan dalam rumah tangga akan terjadi pada istri,
anak, bahkan suami.
a. Dampak pada istri antara lain:
1) Perasaan rendah diri, malu dan pasif
2) Gangguan kesehatan mental seperti kecemasan yang berlebihan,
susah makan dan susah tidur
3) Mengalami sakit serius, luka parah dan cacat permanen
4) Gangguan kesehatan seksual
5) Menderita rasa sakit fisik dikarenakan luka sebagai akibat
tindakan kekerasan
6) Kekerasan seksual dapat mengakibatkan turun atau bahkan
hilangnya gairah seks, karena istri menjadi ketakutan dan tidak
bisa merespon secara normal ajakan berhubungan seks.
b. Dampak pada anak antara lain:
1) Mengembangkan prilaku agresif dan pendendam
2) Mimpi buruk, ketakutan, dan gangguan kesehatan
3) Kekerasan menimbulkan luka, cacat mental dan cacat fisik
c. Dampak pada suami antara lain:
1) Merasa rendah diri, pemalu, dan pesimis
2) Pendiam, cepat tersinggung, dan suka menyendiri
2.1.7 Pencegahan
Sejatinya pemernintah bertanggung jawab dalam upaya pencegahan
KDRT. Hak mendapat perlindungan individu dan keluarga dijamin oleh
negara sebagaimana isi penjelasan Ketentuan Umum Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga. Makna sesungguhnya Penghapusan kekerasan dalam rumah
tangga dalam undang-undang ini adalah mencegah segala bentuk

11
12

kekerasan dalam rumah tangga (tujuan preventif), melindungi korban


kekerasan dalam rumah tangga (tujuan protektif), menindak pelaku
kekerasan dalam rumah tangga (tujuan represif), dan memelihara
keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera (tujuan
konsolidatif) yang merupakan perwujudan prinsip persamaan hak dan
penghargaan terhadap martabat manusia (Ridwan, 2009).
Upaya pencegahan KDRT merupakan kewajiban bersama antara
pemerintah dan masyarakat. Hal ini terkait dengan locus terjadinya
KDRT di ranah privat, sehingga Pemerintah tidak dapat begitu saja
masuk dan memantau rumah tangga tersebut secara langsung. Sehingga
dibutuhkan keterlibatan masyarakat dalam memantau dan mencegah
terjadinya KDRT di lingkungannya. Kewajiban masyarakat ini
diakomodir dalam Pasal 14 dan Pasal 15 UU PKDRT. Bahkan dalam
Pasal 15 dirinci mengenai kewajiban “setiap orang yang mendengar,
melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan 13 dalam rumah tangga
wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya
untuk a). Mencegah berlangsungnya tindak pidana; b). Memberikan
perlindungan kepada korban; c). Memberikan pertolongan darurat; dan
d). Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan
(Estu, 2008).
2.1.8 Penanggulangan
Untuk menghindari terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga,
diperlukan cara-cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga,
antara lain (Dadang, 2016):
a. Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang
teguh pada agamanya sehingga kekerasan dalam rumah tangga tidak
terjadi dan dapat diatasi dengan baik dan penuh kesabaran.
b. Harus tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga,
karena didalam agama itu mengajarkan tentang kasih sayang
terhadap ibu, bapak, saudara, dan orang lain. Sehingga antara anggota
keluarga dapat saling mengahargai setiap pendapat yang ada.

12
13

c. Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar
tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam
sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara
kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan
dalam rumah tangga.
d. Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan
sebagainya antar anggota keluarga. Sehingga rumah tangga dilandasi
dengan rasa saling percaya.

2.2 Art Therapy


2.2.1 Definisi
Art therapy atau terapi seni adalah proses kreativitas yang
menggunakan media seni, untuk perkembangan dari perindividu. Terapi
seni sangat membantu anak-anak, remaja, dan orang dewasa yang
mempunyai masalah untuk mencurahkan masalah mereka.Terapi seni
dibutuhkan bagi mereka yang pernah mengalami kejadian trauma,
penderitaan masa lalu, resah yang berkepanjangann, penyesuaian
terhadap masalah keluarga, atau mempunyai masalah dengan tubuhnya
seperti penyakit. Adanya terapi seni memberi peluang untuk
memperbaiki kepuasan diri, bahwa terapi seni memberi tempat
mengekpresikan diri, dengan cara berinteraksi memperoleh pemahaman
sendiri (Martin, 2006).
Art therapy adalah bentuk psikoterapi yang menggunkan media seni,
material seni, dengan pembuatan karya seni untuk berkomunikasi. Media
seni dapat berupa pensil, kapur berwarna, cat, potongan-potongan kertas,
dan tanah liat. Kegiatan art therapy mencakup beberapa kegiatan seni
seperto menggambar, melukis, memahat, menari, gerakan-gerakan aktif,
melihat dan menilai karya seni orang lain (Adriani, 2011).

13
14

2.2.2 Jenis
Art therapy memiliki 3 jenis menurut geue,dkk, 2010 yaitu:
a. Terapi seni dalam melukis atau menggambar
Melukis sebagai terapi, berkaitan dengan aspek kontemplatif atau
sublimasi. Kontemplatif atau sublimasi merupakan suatu cara atau
proses yang bersifat menyalurkan atau mengeluarkan segala sesuatu
yang bersifat kejiwaan, seperti perasaan, memori, pada saat kegiatan
berkarya seni berlangsung. Aspek ini merupakan salah satu fungsi
seni yang dimanfaatkan secara optimal pada setiap sesi terapi.
Kontemplatif dalam arti, berbagai endapan batin yang ditumpuk, baik
itu berupa memori, perasaan, dan berbagai gangguan persepsi visual
dan auditorial, diusahakan untuk dikeluarkan atau disampaikan.
Dengan demikian pasien tidak terjebak pada suatu situasi dimana
hanya diri sendiri terjebak pada realitas imajiner yang diciptakan oleh
diri sendiri.
Aspek kontemplatif atau sublimasi inilah yang kemudian dikenal
dengan istilah katarsis dalam dunia psikoanalisa. Hal tersebut, juga
sekaligus dapat menjadi media untuk mencari pemicu atau akar
permasalahan melalui berbagai visualisasi atau simbol-simbol yang
muncul selama terapi berlangsung.Berdasar visualisasi yang tercurah
selama terapi berlangsung, seringkali tampak gambar beberapa
image yang merupakan simbolisasi dari ekspresi bawah sadar dari
pasien.Kemudian bagi terapis, beragam visualisasi inilah yang
menjadi perangkat untuk menentukan diagnosa sampai sejauh apakah
kerusakan kondisi kejiwaan pasien, dan pengobatan jenis apakah
yang sesuai bagi pasien.
b. Terapi seni dalam dance atau menari
Terapi tari dan gerak merupakan psikoterapeutik dengan
menggunakan tarian dan gerakan dimana setiap orang dapat ikut serta
secara kreatif dalam proses untuk memajukan integritas emosional,
kognitif, fisik, dan social. Terapi tari dan gerak diberikan untuk

14
15

individu dan kelompok terapi dalam konteks untuk


kesehatan, pendidikan, social, dan dalam latihan pribadi. Terapi tari
dan gerak tidak hanya mengajarkan kemampuan menari atau latihan
tari, terapi tari dan gerak mempuanyai dua asumsi pokok yaitu
bagaimana klien dapat mengontrol diri dan
mengeskpresikan perasaan serta merupakan pendekatan holistik
yang penting bagi tubuh, proses berfikir, dan bekerja mengacu pada
integrasi diri. Individu selalu mengungkapkan diri dalam gerak dan
tari, mengungkapkan rasa terimakasih.
Perilaku individu yang dikenal dengan baik ini dapat dilihat dari
kerangka teori yang digunakan untuk mendeskripsikan proses dan
hasil akhir terapi tari dan gerak. Terapi tari dan gerak berpusat pada
klien, nonverbal dan bottom-up (body-mind) therapy.Gerak
merupakan pengalaman secara langsung dan menyertakan
komunikasi nonverbal yang didasarkan pada tubuh. Gerak
memberikan pelepasan fisik terhadap emosi yang dapat dialami
sebagai sebuah aliran seperti proses kreatif dalam interaksi dengan
penerimaan orang lain.
c. Terapi seni dalam memainkan alat musik, atau menyanyi
Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental
dengan rangsangan suara yang terdiri dari melodi, suara yang terdiri
dari melodi, ritme, harmoni, tim ritme, harmoni, timbre, bentuk dan
gaya yang diorga bre, bentuk dan gaya yang diorganisir sedemikian
rupa hingga tercipta musik yang bermanfaat untuk kesehatan fisik
dan mental. Terapi musik adalah terapi yang universal. Music
memiliki kekuatan untuk meningkatkan, memulihkan dan
memelihara kesehatan fisik, mental, emosional dan spiritual.Hal ini
disebabkan musik memiliki beberapa kelebihan, yaitu karena
music bersifat nyaman, menyenangkan, mempu bersifat nyaman,
menyenangkan, mempu membuat rilek membuat rileks, berstruktur,
dan universal.

15
16

2.2.3 Tujuan
a. Penemuan Jati Diri
Mayoritas dari mereka yang berhasil, dengan art therapy dapat
melepaskan emosi yang membuat seseorang menjadi lega dan
bebas.
b. Kepuasan Pribadi
Penciptaam diri dari sebuah penghargaan yang nyata dapat
membangun kepercayaan diri dan menjaga diri sendiri. Kepuasan
pribadi berasal dari kreativitas dan analitis dalam sebuah proses
artistik.
c. Pemberdayaan
Terapi seni dapat membantu orang secara visual mengekspresikan
emosi dan ketakutan yang tidak dapat mereka ungkapkan melalui
cara-cara konvensional.
d. Relax dan Melepaskan Stress
Stress yang berlebihan dapat membahayakan pikiran dan tubuh,
dapat melemahkan dan merusak sistem kekebalan tubuh, dapat
menyebabkan insomnia dan depresi, dan dapat memicu masalah
peredaran darah (hipertensi dan detak jantung yang tidak teratur).
Ketika digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan teknik
relaksasi lainnya seperti imajinasi yang dipadu, terapi seni dapat
secara efektif menghilangkan stress.
e. Meningkatkan Gejala dan Rehabilitasi Fisik
Terapi seni juga dapat membantu pasien mengatasi rasa sakit. Terapi
ini dapat meningkatkan penyembuhan fisiologis ketika pasien
mengidentifikasi dan bekerja melalui kemarahan, kebencian, stress
emosional lainnya (Martin, 2006).

2.2.4 Manfaat
Dalam pengaplikasiannya, art therapy tentu saja memberikan banyak
manfaat dan juga kelebihan. Berikut ini adalah beberapa manfaat dari art
therapy yang bisa dirasakan menurut Edward, 2014 yaitu:

16
17

a. Meningkatkan awarenesss atau kesadaran akan masa kini.


b. Membantu untuk mengidentifikasikan respon emosional, dan
merasakan koneksi antara tubuh dan pikiran.
c. Dapat memperkuat self image.
d. Mampu merasakan emosi yang ada didalam diri.
e. Menstrimulasi partisipasi yang aktif.
f. Mendorong untuk mempelajari hal dan fungsi yang baru.
g. Mendorong munculnya kesempatan untuk sukses, menjadi positif
dan menyenangkan di dalam sosialisasi.
h. Meningkatkan motivasi
i. Pengembangan diri.
j. Meningkatkan kemandirian dan arah diri.
k. Memperkuat memori.
l. Dapat meningkatkan konsep diri dapat terjadi karena tumbuhnya
percaya diri dalam bersosialisasi, sehingga memudahkan mereka
untuk memandang dirinya lebih positif.
m. Mengembangkan keterampilan sosial.
n. Mengurangi kecemasan.
o. Mampu mengatasi tekanan fisik seperti nyeri.

2.2.5 Prosedur
Terapi seni pada perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga
ini akan dilakukan selama kurang lebih 1 bulan dengan satu minggu 4
kali pertemuan. Setiap pertemuan akan berlangsung selama 90 – 120
menit.
Sesi pertama adalah proses screening apakah partisipan memiliki
kriteria yang sesuai dengan kategori penelitian. Pada sesi kedua, peneliti
memberikan informed consent kepada partisipan yang mengalami
kecemasan dan dilanjutkan dengan memberikan Hamilton Anxiety
Rating Scale (HARS) untuk melihat tingkat kecemasan (pre-test)
partisipan sebelum dilaksanakannya program intervensi. Peneliti

17
18

kemudian memperkenalkan art material yang akan digunakan dalam


proses terapi dan di awali dengan menggambar bebas.
Pada sesi ketiga, merupakan tahap pertama dari program intervensi, yaitu
expressing your emotion. Tahap pertama bertujuan untuk membantu
partisipan menjelaskan masalah yang dialami dan menunjukan
bagaimana cara melewati masalah tersebut.
Pada sesi keempat, merupakan tahap kedua dari program intervensi
yaitu healing the mind. Tahap ini membantu partisipan untuk dapat
keluar dari masalah yang dialaminya. Hal ini sejalan dengan terapi seni
yang telah dijelaskan oleh Levick (1981) bahwa terpai seni bermanfaat
sebagai media katarsis.
Pada sesi kelima, merupakan tahap ketiga dari program intervensi
yaitu healing the body. Tahap ini bertujuan untuk memperkuat insight
partisipan akan hal-hal positif dalam dirinya. Pada sesi keenam,
merupakan tahap keempat dari program intervensi yaitu transformation
of the spirit. Tahap ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada
partisipan untuk mengekspresikan perubahan positif dan membantu
partisipan agar lebih sadar akan perubahan positif dalam dirinya.
Sesi ketujuh, peneliti memasuki tahap terminasi dan melakukan
evaluasi pelaksanaan program intervensi. Selanjutnya, peneliti
memberikan alat ukur kecemasan (HARS) kepada partisipan. Partisipan
diminta untuk mengisi HARS dengan menggunakan pensil atau pulpen.
Dalam tahap ini, peneliti juga meminta partisipan menggambar mengenai
pengalaman positif dan harapan yang telah ia temukan selama menjalani
proses penyembuhan dengan terapi seni.

18
BAB III

EVIDENCE BASED PRACTICE : ART THERAPHY

3.1 Artikel 1 : Penerapan Terapi Seni Dalam Mengurangi Kecemasan Pada


Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Jakarta
a. Identitas artikel
Penulis : Mario Carl Joseph¹, Monty P. Satiadarma², Rismiyati E.
Koesma³
Afiliasi : Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara Jakarta
Nama Jurnal : Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora dan Seni
Edisi : Vol.2 No.1
Tahun : 2018
URL :
b. Analisis PICO/PICOT
Population : dua perempuan yang telah bercerai dan mengalami
kekersan dalam rumah tangga dalam bentuk fisik, seksual,
psikis atau verbal dan penelantaran rumah tangga
Intervention : Art Therapy
Comparation : tidak ada
Outcome : terdapat penurunan nilai kecemasan dari kedua subjek
setelah dilakukan intervensi
Time : 1 bulan dengan 1 minggu 4 kali pertemuan (7 sesi)
c. Rangkuman artikel
Kecemasan merupakan salah satu bentuk reaksi emosional yang
menyertai perempuan ketika mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
Kecemasan pada perempuan diukur dengan menggunakan Hamilton
Anxiety Rating Scale (HARS). Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif untuk menggambarkan kecemasan dan metode kuantitatif untuk

19
20

melihat penurunan tingkat kecemasan dengan terapi seni. Teknik


pengambilan sample dengan menggunakan metode purposive sampling dan
pemberian terapi dilakukan selama 7 sesi.
Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan kecemasan pada
masing-masing partisipan. Partisipan pertama mengalami penurunan
kecemasan dari berat (skor 30) menjadi ringan (skor 15) sedangkan
partisipan kedua mengalami penurunan kecemasan dari berat (skor 31)
menjadi kecemasan ringan (18) artinya art therapy ini mampu mengurangi
kecemasan pada korban kekerasan dalam rumah tangga.

3.2 Artikel 2

Artikel 2 : Art Therapy To Reduce Depression Due To Domestic Violence


At “X” Community In Ambon
a. Identitas artikel
Penulis : Violenta Soukotta¹, Monty P. Satiadarma²
Afiliasi : Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara Jakarta
Nama Jurnal : Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora dan Seni
Edisi : Vol.2 No.2
Tahun : 2018
URL :
b. Analisis PICO/PICOT
Population : tiga perempuan yang telah mengalami kekerasan dalam
rumah tangga selama beberapa tahun
Intervention : Art Therapy
Comparation : tidak ada
Outcome : art therapy mengurangi tingkat depresi pada ketiga
partisipan
Time : 1 bulan
c. Rangkuman artikel
Individu yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga memiliki salah
satu dampak yaitu depresi dimana perlu mendapat dukungan sosial dan
psikoterapi. Terapi seni ialah salah satu psikoterpai yang dapat disarankan
21

untuk mengobati individu yang mengalami depresi. Penelitian ini


menggunakan metode kualitatif serta menggunakan BDI II untuk mengukur
tingkat depresi yang dilakukan mulai tanggal 22 april 2017 hingga 22 mei
2017. Teknik pemilihan sample menggunakan purposive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan ketiga partisipan mengatakan bahwa art
therapy dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan yang sulit untuk
diungkapkan dan dapat membantu beban emosional yang mereka hadapi.

3.3 Artikel 3

Artikel 2 : Trauma-Informed Art And Play Therapy: Pilot Study


Outcomes For Children And Mothers In Domestic Violence Shelters In
The United States And South Africa
a. Identitas artikel
Penulis : Nataly Woollett¹, Monica Bandeira², Abigail Hatcher³
Afiliasi : faculty of Health Sciences, University of Witwatesrand
Nama Jurnal :
Edisi : 107
Tahun : 2020
URL : https://doi.org.10.1016./j.chiabu.2020.1404564
b. Analisis PICO/PICOT
Population : anak dengan depresi dan PTSD dan ibunya dari satu
komunitas kekerasan dalam rumah tangga
Intervention : TF-CBT dan Art Therapy
Comparation : 1 kelompok diberikan terapi bermain
Outcome : art therapy dan terapi bermain mampu mengurangi efek dari
kekerasan dalam rumah tangga
Time : untuk anak 12 minggu dan ibu dengan 3 sesi
c. Rangkuman artikel
Kekerasan dalam rumah tangga akan berdampak pada wanita dan anak-
anak, oleh karena itu dibutuhkan intervensi untuk mengurangi trauma
mereka salah satunya ialah terapi seni dan terapi bermain. Penelitian ini
22

menggunakan kuantitatif untuk mengukur depresi dan PTSD pada anak dan
ibu, serta penelitian kualitatif untuk wawancara pada anak dan ibu.
Hasil penelitian ialah menunjukkan adanya penurunan tingkat depresi
pada anak serta anak mengungkapkan dengan terapi seni membantu mereka
untuk mengungkapkan perasaan atau emosi yang sulit untuk diungkapkan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Berdasarkan evidence based practice dari art therapy yang didapat dari 3
artikel menunjukan bahwa:
a. Terapi seni (Art therapy) telah terbukti dapat mengurangi kecemasan
pada perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga dengan
menunjukan perubahan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah
intervensi.
b. Art Therapy dapat mengurangi tingkat depresi pada perempuan korban
kekerasan dalam rumah tangga.
c. Art Therapy dapat mengurangi tingkat depresi dan PTSD pada anak dan
wanita korban kekerasan dalam rumah tangga.
Berdasarkan evidence based practice, Art therapy pada kasus KDRT dapat
dilakukan dengan beberapa sesi pelatihan yang dapat diberikan pada wanita dan
anak korban kekerasan dalam rumah tangga. Art Therapy juga harus dilakukan
dengan kemauan dan konsisten agar mendapatkan hasil yang maksimal.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Art Therapy dalam mengurangi kecemasan wanita
korban KDRT
Kekerasan dalam rumah tangga dapat menyebabkan cedera fisik dan
masalah mental. Beberapa dari cedera fisik yang bisa terjadi meliputi
luka, memar, bekas gigitan, gegar otak, patah tulang, keguguran,
kerusakan sendi, kehilangan pendengaran dan penglihatan, migrain,
disfigurement permanen, arthritis, hipertensi, penyakit jantung dan
infeksi menular seksual termasuk human papillomavirus yang dapat
menyebabkan kanker serviks dan akhirnya kematian (Abbot &
Williamson, 1999; Coker,Hopenhayn, DeSimone, Bush, & Crofford,

23
24

2009; McCaw,Golding, Farley, & Minkoff, 2007). Beberapa masalah


kesehatan mental yang bisa terjadi dari kekerasan dalam rumah tangga
termasuk depresi, alkohol atau penyalahgunaan zat, kecemasan,
gangguan kepribadian, gangguan stres pasca trauma, gangguan makan
dan tidur, disfungsi sosial, dan bunuh diri (Abbot & Williamson,1999;
Gerlock, 1999; Howard, Trevillion, & Agnew Davies,2010; McCaw
dkk., 2007). Pada kasus kekerasan, terdapat berbagai bentuk
pendekatan dan metode dalam terapis psikologis, salah satu yang
digunakan adalah terapi seni. Malchiodi (2001), mengatakan bahwa
terapi seni dapat memberikan relaksasi pada individu yang mengalami
kasus kekerasan. Talwar (2007) membahas manfaat terapi seni dalam
mengakses memori traumatik nonverbal dan membantu pemulihan
trauma.
Terapi seni dapat menghubungkan aspek memori di otak dan
membantu dalam memproses kenangan trauma somatik. Selain
bersifat relaksasi, mengakses memori traumatik non verbal, terapi seni
dinilai juga bisa mengungkapkan perasaan, pikiran, dan hal-hal yang
menganggu secara non verbal (Malchiodi, 2003). Intervensi ini dibuat
berdasarkan referensi dari Barbara Ganim (1999). Ganim memiliki
empat tahapan dasar dalam melakukan art therapy, yaitu : (a)
Expressing your emotions; (b) Healing the mind; (c) Healing the
body; (d) Transformation of the spirit. Program ini terdiri atas tujuh
sesi, di mana setiap sesi berkisar antara 90 - 120 menit.
Berdasarkan hasil intervensi terapi seni yang dijalani oleh kedua
subyek maka dapat disimpulkan bahwa intervensi terapi seni dapat
mengurangi kecemasan pada perempuan korban kekerasan dalam
rumah tangga. Hal ini sejalan dengan Ganim (1999) yang menjelaskan
bahwa kebanyakan dari kita telah diajarkan untuk berpikir bahwa
emosi yang menyakitkan adalah emosi yang buruk dan sesuatu yang
lebih baik kita hindari atau abaikan. Dalam tahap kedua yaitu healing
the mind dan tahap ketiga yaitu healing the body, masing-masing
25

partisipan menyadari bahwa setiap emosi yang dapat dirasakan


merupakan hal penting untuk kelangsungan hidup. Masing-masing
partisipan juga menyadari bahwa kondisi jiwa yang sehat berarti
mengambil tanggung jawab atas bagaimana partisipan memikirkan,
merasakan, bereaksi dan memproses emosi yang dimilikinya. Tahap
ini merupakan bentuk sublimasi dan eskplorasi dari energi psikis
dalam bentuk seni.

4.2.2 Pengaruh Art Therapy dalam menurunkan tingkat depresi pada


wanita korban KDRT
Ketika seorang perempuan bertahan dalam suatu lingkungan
tempat dirinya menerima tindak kekerasan secara terus-menerus akan
mengakibatkan efek psikologis tersendiri. Kepercayaan diri yang
rendah, stres, trauma bahkan hingga mengalami depresi menjadi efek
dari tindak kekerasan yang dialami oleh seorang perempuan. Dutton,
et, al., (2005), telah mengidentifikasikan depresi sebagai reaksi
psikologis yang disebabkan oleh pengalaman traumatik, termasuk
diantaranya mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
Perempuan yang telah terdiagnosa mayor depresi yang
disebabkan kekerasan dalam rumah tangga berjumlah sekitar 60%.
Cascardi (dikutip oleh Dutton, et, al., 2005) menemukan bahwa
kekerasan fisik berat dapat menyebabkan meningkatnya level depresi.
Keterkaitan hubungan antara kekerasan emosional dan kekerasan fisik
turut serta dapat meningkatkan level depresi. Dutton, et, al., (2005)
juga menemukan bahwa perempuan yang mengalami kekerasan
seksual selama bertahun-tahun akan meningkat level depresinya. Oleh
karena itu, intervensi psikologis sangat diperlukan bagi individu yang
mengalami depresi akibat tindak kekerasan dalam rumah tangga.
Ada berbagai bentuk pendekatan dan metode dalam terapis
psikologis, salah satunya digunakan art therapy. Art therapy
merupakan suatu bentuk psikoterapi yang dapat disarankan pada
individu yang mengalami depresi. Menurut Malchiodi (2001),
26

mengatakan bahwa art therapy dapat memberikan relaksasi pada


individu yang mengalami kasus kekerasan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama 1 bulan
Art Therapy membantu subyek dalam hal sebagai berikut:
a. Pengenalan diri, ketiga subyek merasa bahwa lebih dapat
mengenali dirinya sendiri baik dari segi positif maupun negatif
yaitu kelemahan dan kelebihannya
b. Media katarsis dan relaksasi, ketiga subyek merasakan bahwa
melalui art therapy dapat membantu meringankan beban
emosional yang mereka hadapi
c. Ekspresi emosi dan perasaan, subyek mampu
mengekspresikan emosi dan perasaannya dengan lebih baik
tanpa merasa tertekan sehingga emosinya akan tampak positif
d. Membantu perubahan diri, dengan mengetahui kekurangan
yang subyek miliki setidaknya dapat meningkatkan
kesejahteraan psikologis mereka;
e. Menumbuhkan kesadaran diri, subyek memiliki inisiatif dalam
menjalankan kehidupannya di masa depan;
f. Meningkatkan rasa kepercayaan diri dengan keberhasilan
membuat karya seni
g. Mengurangi stres dan rasa jenuh, subyek meluangkan
waktunya dalam menyalurkan hobi dan mencoba aktifitas
yang baru.

4.2.3 Pengaruh Art Therapy dan Terapi bermain pada anak dan ibu
korban KDRT
Anak dan wanita merupakan dampak dari kekerasan dalam rumah
tangga, oleh karena itu dibutuhkan intervensi untuk mengurangi
tingkat depresi dan trauma pada anak serta wanita korban KDRT.
intervensi Art Therapy dan terapi bermain dilakukan selama 12
minggu. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan terdapat
penurunan tingkat depresi dan PTSD pada anak, serta anak dapat
27

mengekspresikan emosi atau perasaan yang sulit diungkapkan dengan


intervensi yang membuat relaks serta menyenangkan, baik ibu dan
anak juga menjadi lebih mengontrol diri dan berfikir terlebih dahulu.

4.2.4 Implementasi Art Therapy dalam Asuhan Keperawatan pada


kasus KDRT
Hasil dari evidence based practice, Art Therapy dapat dijadikan
suatu intervensi dalam asuhan keperawatan yaitu sebagai untuk
menurunkan tingkat kecemasan pada wanita korban Kekerasan dalam
rumah tangga, untuk menurunkan tingkat depresi pada wanita korban
kekerasan dalam rumah tangga serta menurungkan tingkat depresi dan
PTSD pada anak dan ibu korban kekerasan dalam rumah tangga.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan evidence based practice yang didapat pada 3 artikel
menunjukkan bahwa Art Therapy dapat menurunkan tingkat kecemasan,
depresi serta PTSD sehingga Art Therapy dapat dijadikan sebuah intervensi
dalam asuhan keperawatan untuk menurunkan tingkat kecemasan, tingkat
depresi dan PTSD pada anak dan wanita korban kekerasan dalam rumah tangga.

5.2 Saran
1. Disarankan untuk tenaga kesehatan agar terapi seni atau Art Therapy
dijadikan suatu intervensi untuk menurunkan kecemasan dan tingkat depresi
2. Perlunya sosialisasi terhadap masyarakat dalam konteks keluarga bahwa
KDRT sangat berdampak pada psikologis sehingga harus dilakukan
intervensi atau therapy.

28
DAFTAR PUSTAKA

Abrar & Tamtiari. 2001. Konstruksi Seksualitas : Antara Hak dan Kekuasaan.
Yogyakarta : Pusat Penelitian UGM
Adriani, S.N. & Satiadarma, M.P. (2011). Efektivitas Art Therapy Dalam
Mengurangi Kecemasan Pada Remaja Pasien Leukimia. Indonesian Journal
of Cancer. Vol.5. No.1.
Dadang Iskandar. 2016. Upaya Penanggulangan Terjadinya Kekerasan dalam
Rumah Tangga. Vol 3 (2).
Dharmono, S. & Diatri, H. 2008. Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Dampaknya
Terhadap Kesehatan Jiwa. Jakarta: FK UI
Edward David. (2014). Art Therapy 2nd Edition.India : SAGE.
Faiz. 2009. Perlindungan terhadap perempuan melalui Undang-Undang kekerasan
dalam rumah tangga : analisis perbandingan antara Indonesia dan India.
Thesis
Hamid, A.Y. S. (2009). Bunga Rampai Asuhan keperawataan Jiwa. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran ECG.
Hawari, D. 2009. Penyiksaan fisik dan mental dalam rumah tangga. Jakarta : Balai
Penerbit FK-UI
Joseph, dkk. 2018. Penerapan Terapi Seni Dalam Mengurangi Kecemasan Pada
Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Jakarta. Jurnal
Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni, 2(1), 77-87.
Mufidah. 2008. Psikologi Keluarga Berwawasan Gender. Malang: UIN Malang
Press.
Soukotta & Satiadarma. 2018. Art Therapy To Reduce Depression Due To Domestik
Violence at “X” Community in Ambon. Jurnal Muara Ilmu Sosial,
Humaniora, dan Seni, 2(2), 518-525.
Stuart, G.W. 2009. Principle and Practice of Psychiatric Nursing. St Louis: Mosby.
Stuart, G.W., & Mc Donald, S.F. (2009). Virtual clinical excurtions psychiatric for
principles and practice of psychiatric nursing (9th Ed.). San Diego: Mosby
Elsevier.
Walker, dkk. 2005. Psychology for nurse and the caring profession, edk 2
Internasional. Philippines.

29
30

Woollett, dkk. 2020. Trauma-informed art and play therapy: Pilot study outcomes
for children and mothers in domestik violence shelters in the United States
and South Africa. San Diego : Mosby Elsevier

Anda mungkin juga menyukai