Disusun oleh:
KHOFIFAH ATTAUFIQAH (11910121094)
MUHAMMAD ARYA NUR AKBAR (11910112659)
DEWI KHOFIFAH (11910120616)
KELAS SLTP/SLTA 5 D
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2022 M/1443 H
PRAKATA
Puji syukur senantiasa kami sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktunya. Makalah ini disusun dan
dibuat berdasarkan materi – materi yang ada, agar dapat menambah pengetahuan
dan wawasan bagi pembacanya. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu media baca untuk menambah pengetahuan tentang Pandangan Al-
Qur’an Tentang Kewajiban Belajar Mengajar.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kami
telah melakukannya dengan semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kami
miliki. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Karena kritik
dan saran ini sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki makalah kami dimasa
mendatang.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada dosen dan teman-teman
sekalian yang telah berperan dalam membimbing dan membantu penyusunan
makalah ini dari awal sampai akhir penyelesaian. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhoi segala usaha kita.
Kelompok 3
DAFTAR ISI
PRAKATA.........................................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1. LATAR BELAKANG..........................................................................................1
2. POKOK PEMBAHASAN....................................................................................2
3. TUJUAN PEMBAHASAN..................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
A. PANDANGAN AL-QUR’AN TENTANG KEWAJIBAN BELAJAR..............3
1. Dasar Kewajiban belajar.................................................................................3
2. Subjek yang diwajibkan Belajar.....................................................................5
B. PANDANGAN AL-QUR’AN TENTANG KEWAJIBAN MENGAJAR.........7
1. Konsep Kewajiban Mengajar..........................................................................7
2. Subjek yang diwajibkan Mengajar.................................................................8
BAB III............................................................................................................................10
PENUTUP........................................................................................................................10
1. Kesimpulan.........................................................................................................10
2. Saran...................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
1
baru setelah kegiatan belajar dan berlatih. Pentingnya belajar adalah proses
mengubah kepribadian seseorang dengan mengubahnya dalam bentuk
peningkatan kualitas perilaku. 2
2. POKOK PEMBAHASAN
2
Ahdar Djamaluddin dan Wardana, Belajar dan Pembelajaran, Sulawesi Selatan : CV. Kaafah
Learning Center, hal. 6
2
3. TUJUAN PEMBAHASAN
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
A. PANDANGAN AL-QUR’AN TENTANG KEWAJIBAN BELAJAR
1. Dasar Kewajiban belajar
Ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang dasar kewajiiban belajar
ialah terdapat pada QS. al-Taubah/ 9 ayat 122.
ِّين ْ Hُة لِّيَتَفَقَّهٞ َُوا َكٓافَّ ٗۚة فَلَ ۡواَل نَفَ َر ِمن ُك ِّل فِ ۡرقَ ٖة ِّم ۡنهُمۡ طَٓاِئف
ِ دHوا فِي ٱلH ْ ۞و َما َكانَ ۡٱل ُم ۡؤ ِمنُونَ لِيَنفِر
َ
١٢٢ َُم ِإ َذا َر َجع ُٓو ْا ِإلَ ۡي ِهمۡ لَ َعلَّهُمۡ يَ ۡح َذرُونHُۡوا قَ ۡو َمه
ْ َولِيُن ِذر
122. Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
5
menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti, dan juga merupakan
rukun terpenting dalam menyeru kepada iman dan menegakkan sendi-sendi
Islam. Karena perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri tidak
disyari’atkan kecuali untuk menjadi benteng dan pagar dari da’wah tersebut,
agar tidak dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orag-orang kafir
munafik. Tujuan utama dari orang-orang yang mendalami agama itu karena
ingin membimbing kaumnya, mengajari mereka dan memberi peringatan
kepada mereka tentang akibat kebodohan dan tidak mengamalkan apa yang
mereka ketahui, dengan harapan supaya mereka takut kepada Allah dan
berhati-hati terhadap akibat kemaksiatan, disamping agar seluruh kaum
Mu’minin mengetahui agama mereka, mampu menyebarkan da’wahnyadan
membelanya, serta menerangkan rahasia-rahasiaNya kepada seluruh umat
manusia. Jadi, bukan bertujuan supaya memperoleh kepemimpinan dan
kedudukan yang tinggi serta mengungguli kebanyakan orang-orang lain, atau
atau bertujuan memperoleh harta dan meniru orang zalim dan para penindas
dalam berpakaian, berkendaraan maupun dalam persaingan diantara sesame
mereka. Istilah tersebut merupakan isyarat tentang kewajibannya dalam
pendidikan agama dan bersedia mengajarkannya ditempat-tempat pemukiman
serta memahamkan orang-orang lain kepada agama, sebanyak yang dapat
memperbaiki keadaan mereka. Sehingga, mereka tak bodoh lagi tentang
hukum-hukum agama secara umum yang wajib diketahui oleh setiap
Mu’minin. Orang-orang yang beruntung, dirinya memperoleh kesempatan
untuk mendalami agama dengan maksud seperti ini, mereka mendapat
kedudukan yang tinggi disisi Allah swt, dan tidak kalah tingginya dari
kalangan pejuang yang mengorbankan harta dan jiwa dalam meninggikan
kalimat Allah SWT. Membela agama dan ajaran-Nya. Bahkan , mereka boleh
jadi lebih utama dari para pejuang pada selain situasi ketika mempertahankan
agma menjadi Wajib’ain bagi setiap orang.4
4
Ahmad Mustafa Al-Maragi. 1992. Terjemah Tasir Al-Maragi Juz 10-11-12, Semarang: CV Toha
Putra, hal. 92
6
Ayat ini adalah tuntunan yang jelas sekali tentang pembagian
pekerjaan di dalam melaksanakan seruan perang. Alangkah baiknya keluar
dari tiap golongan-golongan itu, yaitu golongan kaum beriman yang besar
bilanganya, yang berintikan penduduk kota madinah dan kampung-kampung
sekelilingnya. Dari golongan yang besar itu adakan satu kelompok (cara
sekarangnya suatu panitia), atau komisi atau satu dan khusus, yang tidak
terlepas dari ikatan golongan besar itu, dalam rangka berperang. Tugas
mereka adalah memperdalam pengertian, penyelidikan dalam soal-soal
keagamaan belaka. Boleh dikatakan bahwa selama zaman Rasulullah Saw
masih hidup, keadaan selalu dalam keadaan perang. Cara sekarangnya adalah
selalu berevolusi. Musuh-musuh mengepung dari segala penjuru. Maka ayat
ini memberi tuntunan jangan lengah tentang nilai apa yang sebenarnya
diperjuangkan. Yang diperjuangkan adalah agama. Dan Menggaris bawahi
pentingnya memperdalam ilmu dan menyebarluaskan informasi yang benar.
Ia tidak kurang penting dari upaya mempertahankan wilayah. Bahkan
pertahanan wilayah berkaitan erat dengan kemampuan informasi serta
kehandalan ilmu pengetahuan atau seumber daya manusia. Sementara ulama
menggaris bawahi persamaan redaksi ajuran/perintah menyangkut kedua hal
tersebut.
Buya Hamka dalam Tafsir Az Azhar, Surat At Taubah ayat 122 ini
menganjurkan pembagian tugas. “Semua golongan harus berjihad, turut
berjuang. Tetapi Rasulullah Saw. kelak membagi tugas mereka masing-
masing. Ada yang di garis depan, ada yang di garis belakang. Sebab itu,
kelompok kecil yang memperdalam pengetahuannya tentang agama adalah
bagian dari jihad juga.
Lalu Buya Hamka membawakan hadits dalam menafsirkan ayat
tersebut:
7
berjuang dengan pedang-pedang mereka, membawa apa yang dibawa para
Nabi.” (HR. Ad Dailami dari Ibnu Abbas).5
Ayat ini turun ketika semangat kaum muslimin untuk jihad ke medan
pertempuran mencapai puncaknya, semua kalangan umat Islam berbondong-
bondong untuk ikut berjihad dimedan perang. Sehingga tidak ada lagi orang
yang tinggal untuk memperdalam ilmu keIslaman. Yang dilakukan kaum
muslimin sangat beralasan, karena begitu mulianya orang yang berjihad ke
medan pertempuran melawan kaum kafir, apalagi mati sebagai syuhada’.
Inilah yang menjadi motivasi kaum muslimin. Orang yang syahid dianggap
tidak mati, karna ia akan mendapat kemenangan disisi Allah SWT.
8
Qur’an telah diturunkan kepada Nabi kalian, dan kami telah mempelajarinya’,
maka pasukan yang telah kembali mempelajari Al Quran dari Rasulullah,
yang turun setelah (keberangkatan) mereka ( yang turut berperang).
Kemudian diutus kepada pasukan lainnya. Itulah makna firman Allah Ta’ala
‘... untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama..’. artinya,
mempelajari apa – apa yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi – Nya, lalu
mengajarkannya (yu’allimuu) kembali kepada pasukan perang yang telah
pulang. ‘Supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.’ 6
Para mufasir berbeda pendapat ihwal ayat ini. Dikatakan makna ayat
ini ialah orang – orang mukmin tidak sepatutnya pergi secara keseluruhan
untuk mendalami agama dan belajar. Tetapi, setiap kelompok di antara
mereka selayaknya pergi untuk mendalami agama, lalu kembali lagi untuk
mengajari orang – orang yang tidak pergi mendalami agama. Dengan
demikian, pergi yang dimaksud dalam ayat ini adalah pergi untuk belajar.
Tha’ifah atau kelompok disebut untuk satu orang atau lebih.
6
Ali bin Abu Thalhah, Tafsir Ibnu Abbas, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2009), hal. 415.
7
Ibnul Qayyim Al –Jauziyyah, Miftaah Daaris Sa’aadah, (Jakarta : Pustaka Imam Syafi’i, 2017),
hal. 261
9
2. Subjek yang diwajibkan Belajar
Dalam al-Qur’an, Subjek yang diwajibkan untuk belajar antara lain
dapat ditemukan pada Q.S al-‘Alaq ayat 1-5:
ٱلَّ ِذي َعلَّ َم٣ َر ُمH َر ۡأ َو َربُّكَ ٱَأۡل ۡكH ۡٱق٢ ق َ ٰ ق ٱِإۡل
ٍ H َنَ ِم ۡن َعلH نس َ َ َخل١ ق َ َك ٱلَّ ِذي َخل ۡ ِۡٱق َر ۡأ ب
َ ِّٱس ِم َرب
٥ ۡ َعلَّ َم ٱِإۡل ن ٰ َسنَ َما لَمۡ يَ ۡعلَم٤ بِ ۡٱلقَلَ ِم
8
Syeikh Al Akbar Muhammad Ibnu Aroby, Rosa’il Ibnu Aroby,( Kairo : Maktabah Ats-
tsaqafah)
10
membaca hanyalah suatu sifat tambahan bagi makhluk manusia yang
sempurna itu sehingga penciptaannya jauh lebih mudah (daripada penciptaan
manusia itu sendiri). Dan mengingat bahwa kepandaian membaca merupakan
suatu kemampuan yang tak dapat dikuasai oleh seseorang kecuali dengan
mengulang-ulang serta membiasakan diri dengan apa yang ada pada manusia
lainya. Sesungguhnya zat yang maha menciptakan manusia, sehingga menjadi
Makhluknya yang paling mulia ia menciptakan dari segumpal darah.
Kemudian membekalinya dengan kemampuan menguasai alam bumi, dan
dengan ilmu pengetahuan bisa mengolah bumi serta menguasai apa yang ada
padanya untuk kepentingan umat manusia. Oleh sebab itu Dzat Yang
menciptakan manusia, mampu menjadikan manusia yang paling sempurna,
yaitu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bisa membaca, sekalipun beliau
belum pernah belajar membaca.
Subjek yang diwajibkan belajar pada Q.S Al-‘alaq 1-5 dapat dipahami
pada mukhattab dari kata kerja perintah iqra’. Kata iqra’ merupakan perintah
yang ditujukan hanya kepada pribadi Nabi Muhammad SAW, dengan
demikian dapat dipahami bahwa yang pertama-tama yang diperintah untuk
belajar ialah Nabi Muhammad. Akan tetapi tidak hanya berlaku Nabi
Muhammad bahkan juga diperintahkan untuk ummat islam, karena realisasi
perintah tersebut merupakan kunci pembuka jalan kebahagiaan hidup duniawi
dan ukhrawi.9 Sebagaimana Allah SWT memerintahkan manusia untuk
membaca, menulis dan meneliti dalam hal ini dapat diartikan perintah untuk
belajar (menuntut ilmu) dalam hadist Nabi SAW. Dijelaskan:
9
Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung : Mizan,1992). hal. 260
11
tidak mengenal gender. Pria dan wanita punya kesempatan yang sama untuk
menuntut ilmu. Sehingga setiap orang, baik pria maupun wanita bisa
mengembangkan potensi yang diberikan oleh Allah Swt kepada kita sehingga
potensi itu berkembang dan sampai kepada kesempurnaan yang diharapkan.
10
Colle Said, 2016, Paradigma pendidikan dalam perspektif surah Al-‘Alaq ayat 1-5, Jurnal
Studia Islamika, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, hal. 11
12
mengenai apa saja yang tidak diketahui dan bahkan Allah juga mengajar
segala manusia, seperti yang ditegaskan dalam Surah al-Alaq (96) 3-5:
َ ُّۡٱق َر ۡأ َو َرب
٥ ۡ عَلَّ َم ٱِإۡل ن ٰ َسنَ َما لَمۡ يَ ۡعلَم٤ ٱلَّ ِذي عَلَّ َم بِ ۡٱلقَلَ ِم٣ مHُ ك ٱَأۡل ۡك َر
13
keseluruhab berkaitan dengan proses mendapatkan dan memindahlan ilmu
pengetahuan.
Jadi, Allah tidak hanya Pencipta manusia tetapi Dia juga mengajar dan
melimpahkan ilmu kepada manusia. Allah yang membuat manusia itu
berilmu dengan menciptakan potensi dalam diri manusia tersebut, dengan
potensi itulah manusia dapat menggali dan mencari ilmu pengetahuan serta
menerimanya. Dia mengajar manusia melalui alam ciptaan-Nya dan wahyu
yang disampaikan kepada Nabi.
14
besarnya tantangan di kalangan Ahli Kitab, orang musyrik dan orang-orang
fasik. Apa yang telah diturunkan oleh Allah kepada Muhammad adalah
amanat yang wajib disampaikan seluruhnya kepada manusia.
Menyampaikan sebagian saja dari amanat-Nya dianggap sama dengan tidak
menyampaikan sama sekali. Demikianlah kerasnya peringatan Allah SWT
kepada Muhammad SAW. Hal tersebut menunjukkan bahwa tugas
menyampaikan amanat adalah kewajiban Rasul. Tugas penyampaian
tersebut tidak boleh ditunda meskipun penundaan itu dilakukan untuk
menunggu kesanggupan manusia untuk menerimanya, karena masa
penundaan itu dapat dianggap sebagai suatu tindakan penyembunyian
terhadap amanat Allah. Ancaman terhadap penyembunyian sebagian amanat
Allah sama kerasnya dengan ancaman terhadap sikap sesesorang yang
beriman kepada sebagian rasul saja dan beriman kepada sebagian ayat
Alquran saja.
seluruh risalah Allah kepada ummatnya dan tidak ada yang boleh
disembunyikan. Menyampaikan sebagian saja dianggap sama dengan tidak
menyampaikan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa tugas
menyampaikan amanat adalah kewajiban Rasul. Akan tetapi perintah ini
tidak hanya berlaku Nabi Muhammad bahkan juga diperintahkan untuk
ummat Nabi Muhammad, agar menyampaikan dan mengajarkan ilmu yang
sudah dimiliki dan tidak boleh menyembunyikan apa yang wajib
disampaikan dalam keadaan apapun.11
11
Musthafa, Ahmad Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi Jld 6. (Semarang : CV. Toha Putra)
hal. 313
15
Dan sabda beliau pula, “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat.”
(HR. Bukhari dari hadits Abdullah bin Amr ra.).
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang dasar kewajiban belajar
ialah terdapat pada QS. al-Taubah/ 9 ayat 122. Ayat tersebut menunjukkan
bahwa Menuntut ilmu dan mengajarkannya sama pahalanya disisi Allah
dengan jihad. Quraish Shihab menuliskan bahwa tidak keliru jika dikatakan:
mereka yang tidak terlibat dalam perang itulah yang justru lebih mampu
menarik pelajaran dan mengembangkan ilmu ketimbang mereka yang terlibat
langsung dalam perang. Dalam hal ini ayat di atas menunujukkan bahwa
16
setiap muslim memiliki kewajiban untuk membagi diri agar mampu
memenuhi semua kebutuhannya, termasuk mampu memperdalam ilmu.
2. Saran
Dari makalah yang kami buat semoga akan menjadikan manfaat bagi
kita semua. Namun, penulis menyadari dari pembuatan makalah ini banyak
sekali kesalahan baik dari tulisan maupun kata-katanya. Penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, agar penulis dapat membangun
untuk kebaikan makalah ini.
17
18
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan, K. M.
Musthafa, A. A.-M. (n.d.). Tafsir al-Maraghi Jld 6. . Semarang : CV. Toha Putra.
19