Anda di halaman 1dari 22

PANDANGAN AL-QUR’AN TENTANG KEWAJIBAN

BELAJAR DAN MENGAJAR

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester


MATA KULIAH TAFSIR TARBAWI
Dosen Pengampu: Sopyan, S.Ag., M.Ag.

Disusun oleh:
KHOFIFAH ATTAUFIQAH (11910121094)
MUHAMMAD ARYA NUR AKBAR (11910112659)
DEWI KHOFIFAH (11910120616)

KELAS SLTP/SLTA 5 D
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2022 M/1443 H
PRAKATA
Puji syukur senantiasa kami sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktunya. Makalah ini disusun dan
dibuat berdasarkan materi – materi yang ada, agar dapat menambah pengetahuan
dan wawasan bagi pembacanya. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu media baca untuk menambah pengetahuan tentang Pandangan Al-
Qur’an Tentang Kewajiban Belajar Mengajar.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kami
telah melakukannya dengan semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kami
miliki. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Karena kritik
dan saran ini sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki makalah kami dimasa
mendatang.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada dosen dan teman-teman
sekalian yang telah berperan dalam membimbing dan membantu penyusunan
makalah ini dari awal sampai akhir penyelesaian. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhoi segala usaha kita.

Perawang, 1 Januari 2022

Kelompok 3
DAFTAR ISI
PRAKATA.........................................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1. LATAR BELAKANG..........................................................................................1
2. POKOK PEMBAHASAN....................................................................................2
3. TUJUAN PEMBAHASAN..................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
A. PANDANGAN AL-QUR’AN TENTANG KEWAJIBAN BELAJAR..............3
1. Dasar Kewajiban belajar.................................................................................3
2. Subjek yang diwajibkan Belajar.....................................................................5
B. PANDANGAN AL-QUR’AN TENTANG KEWAJIBAN MENGAJAR.........7
1. Konsep Kewajiban Mengajar..........................................................................7
2. Subjek yang diwajibkan Mengajar.................................................................8
BAB III............................................................................................................................10
PENUTUP........................................................................................................................10
1. Kesimpulan.........................................................................................................10
2. Saran...................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Al-Qur’an merupakan mukjizat kekal yang diberikan Allah SWT kepada


nabi Muhammad Saw, dan mukjizatnya itu selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu
pengetahuan. Al-Qur’an diturunkan oleh Allah kepada Rasulullah Saw, untuk
mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju terang benderang, serta untuk
membimbing mereka ke jalan yang lurus.1 Di dalam al-Qur’an terdapat ajaran dan
petunjuk mengenai berbagai hal, salah satunya yaitu terdapat banyak ayat yang
berkaitan dengan masalah pendidikan. Seperti kewajiban belajar dan mengajar,
tujuan pendidikan, dan lain sebagainya. Islam merupakan syariat Allah SWT,
yang diturunkan kepada umat manusia supaya mereka beribadah kepada-Nya di
muka bumi ini. Belajar dan mengajar merupakan hal yang sangat penting untuk
mewujudkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Islam dan al-Qur’an
merupakan agama dan kitab suci yang begitu mengutamakan ilmu dan
menganjurkan manusia untuk mencarinya. Sebagaimana Allah SWT, menjanjikan
terhadap orang yang berilmu untuk meninggikan kedudukannya dan menjelaskan
keutamaannya serta kelebihannya di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, Allah
SWT menganjurkan untuk belajar dan mengajarkan ilmu serta meletakkan kaidah-
kaidah dasar, hukum-hukum dalam hal tersebut sebagaimana yang tercantum
dalam al-Qur’an.

Belajar adalah proses atau usaha individu untuk mencapai perubahan


perilaku, baik dari segi pengetahuan, keterampilan, sikap, maupun nilai-nilai
positif sebagai pengalaman dari berbagai sumber yang dipelajari. Pengertian
belajar pun dapat diartikan sebagai segala aktivitas psikologis yang dilakukan oleh
setiap individu, sehingga perilaku sebelum dan sesudah belajar berbeda.
Perubahan tingkah laku atau reaksi karena pengalaman, kecerdasan/pengetahuan
1
Al-Qattan, Khalil Manna, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa,
2001).

1
baru setelah kegiatan belajar dan berlatih. Pentingnya belajar adalah proses
mengubah kepribadian seseorang dengan mengubahnya dalam bentuk
peningkatan kualitas perilaku. 2

Berdasarkan hal di atas, maka sudah sepatutnya umat Islam menjadikan


alQur’an sebagai pedoman hidup. Dalam arti, segala permasalahan yang ia hadapi
harus dikembalikan kepada al-Qur’an. Dalam hal ini bukan hanya menjadikan
alQur’an sebagai bahan bacaan saja, sehingga petunjuk-petunjuk yang terkandung
dalam al-Qur’an tidak akan diketahui, begitupun petunjuk al-Qur’an terhadap
masalah pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran sangat
diperhatikan oleh Islam sejak awal kehadirannya. Sebagaimana dapat kita lihat
pada apa yang secara normatif-teologis ditegaskan di dalam al-Qur’an dan as-
Sunah. Serta secara empiris dapat dilihat dari sejarah. Oleh karena itu, perlu
diketahui bahwa secara normatifteologis sumber ajaran Islam, yaitu al-Qur’an dan
as-Sunah yang diakui sebagai pedoman hidup di dunia dan akhirat, sangat
memberi perhatian yang besar terhadap pendidikan.

Dalam makalah penelitian ini akan membahas mengenai kewajiban belajar


dan mengajar dari sudut pandang kajian hadis tematik. Akan tetapi Makalah
penelitian ini sebatas hanya membahas dasar kewajiban belajar, subjek yang
diwajibkan belajar, konsep kewajiban mengajar, dan subjek yang diwajibkan
mengajar. Karena penelitian ini hanya untuk kepentingan belajar, dibatasi hanya
beberapa ayat yang relevan saja.

2. POKOK PEMBAHASAN

1. Bagaimana Dasar Kewajiban belajar dalam Al-Qur’an?

2. Siapa Subjek yang diwajibkan belajar menurut pandangan Al-Qur’an?

3. Bagaimana Konsep kewajiban Mengajar dalam Al-Qur’an?


4. Siapa Subjek yang diwajibkan Mengajar menurut pandangan Al-Qur’an?

2
Ahdar Djamaluddin dan Wardana, Belajar dan Pembelajaran, Sulawesi Selatan : CV. Kaafah
Learning Center, hal. 6

2
3. TUJUAN PEMBAHASAN

1. Untuk Mengetahui Dasar Kewajiban belajar dalam Al-Qur’an

2. Untuk Mengetahui Subjek yang diwajibkan belajar menurut pandangan


Al-Qur’an

3. Untuk Mengetahui Konsep kewajiban Mengajar dalam Al-Qur’an

4. Untuk Mengetahui Subjek yang diwajibkan Mengajar menurut pandangan


Al-Qur’an.

3
BAB II
PEMBAHASAN

4
A. PANDANGAN AL-QUR’AN TENTANG KEWAJIBAN BELAJAR
1. Dasar Kewajiban belajar
Ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang dasar kewajiiban belajar
ialah terdapat pada QS. al-Taubah/ 9 ayat 122.

‫ِّين‬ ْ Hُ‫ة لِّيَتَفَقَّه‬ٞ َ‫ُوا َكٓافَّ ٗۚة فَلَ ۡواَل نَفَ َر ِمن ُك ِّل فِ ۡرقَ ٖة ِّم ۡنهُمۡ طَٓاِئف‬
ِ ‫د‬H‫وا فِي ٱل‬H ْ ‫۞و َما َكانَ ۡٱل ُم ۡؤ ِمنُونَ لِيَنفِر‬
َ
١٢٢ َ‫ُم ِإ َذا َر َجع ُٓو ْا ِإلَ ۡي ِهمۡ لَ َعلَّهُمۡ يَ ۡح َذرُون‬Hۡ‫ُوا قَ ۡو َمه‬
ْ ‫َولِيُن ِذر‬
122. Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

Kata kunci yang menunjukkan kewajiban belajar ialah ٞ ْ Hُ‫لِّيَتَفَقَّه‬


‫وا‬H
(memperdalam pengetahuan tentang agama). Dalam Tafsir Al-Misbah,
Quraish Shihab mencatat ada dua kata yang ditekankan pada ayat di atas
yakni tha’ifah dan fiqh yang diambil dari kata liyatafaqqahu. Thaifah bisa
berarti satu-dua orang atau jumlahnya tidak menentu namum memiliki makna
sekelompok manusia yang berbeda dengan kelompok lain. Kata fiqh yang
dimaksud dalam ayat ini tidak terbatas disiplim ilmu agama. Kata ini
mencakup segala macam pengetahuan yang mendalam karena Al-Qur’an
tidak membedakan ilmu agama dan ilmu umum sebab semua ilmu
sesungguhnya bersumber dari Allah Swt.3 Sebenarnya apa yang dimaksud
dengan orang-orang yang memperdalam ilmu pengetahuan adalah orang-
orang (mereka) yang tinggal bersama Rasulullah Saw. dan tidak mendapat
tugas sebagai anggota pasukan medan perang. Namun, hal tersebut tidak
berarti bahwa hal tersebut tidak bisa dilakukan oleh mereka yang terlibat
dalam perang.
Ayat ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang
menyangkut perjuangan. Yakni, hukum mencari ilmu dan mendalami agama.
Artinya, bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan
3
Quraish shihab, Tafsir Al-Mishbah. (Tangerang: Lentera Hati, 2017).

5
menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti, dan juga merupakan
rukun terpenting dalam menyeru kepada iman dan menegakkan sendi-sendi
Islam. Karena perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri tidak
disyari’atkan kecuali untuk menjadi benteng dan pagar dari da’wah tersebut,
agar tidak dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orag-orang kafir
munafik. Tujuan utama dari orang-orang yang mendalami agama itu karena
ingin membimbing kaumnya, mengajari mereka dan memberi peringatan
kepada mereka tentang akibat kebodohan dan tidak mengamalkan apa yang
mereka ketahui, dengan harapan supaya mereka takut kepada Allah dan
berhati-hati terhadap akibat kemaksiatan, disamping agar seluruh kaum
Mu’minin mengetahui agama mereka, mampu menyebarkan da’wahnyadan
membelanya, serta menerangkan rahasia-rahasiaNya kepada seluruh umat
manusia. Jadi, bukan bertujuan supaya memperoleh kepemimpinan dan
kedudukan yang tinggi serta mengungguli kebanyakan orang-orang lain, atau
atau bertujuan memperoleh harta dan meniru orang zalim dan para penindas
dalam berpakaian, berkendaraan maupun dalam persaingan diantara sesame
mereka. Istilah tersebut merupakan isyarat tentang kewajibannya dalam
pendidikan agama dan bersedia mengajarkannya ditempat-tempat pemukiman
serta memahamkan orang-orang lain kepada agama, sebanyak yang dapat
memperbaiki keadaan mereka. Sehingga, mereka tak bodoh lagi tentang
hukum-hukum agama secara umum yang wajib diketahui oleh setiap
Mu’minin. Orang-orang yang beruntung, dirinya memperoleh kesempatan
untuk mendalami agama dengan maksud seperti ini, mereka mendapat
kedudukan yang tinggi disisi Allah swt, dan tidak kalah tingginya dari
kalangan pejuang yang mengorbankan harta dan jiwa dalam meninggikan
kalimat Allah SWT. Membela agama dan ajaran-Nya. Bahkan , mereka boleh
jadi lebih utama dari para pejuang pada selain situasi ketika mempertahankan
agma menjadi Wajib’ain bagi setiap orang.4

4
Ahmad Mustafa Al-Maragi. 1992. Terjemah Tasir Al-Maragi Juz 10-11-12, Semarang: CV Toha
Putra, hal. 92

6
Ayat ini adalah tuntunan yang jelas sekali tentang pembagian
pekerjaan di dalam melaksanakan seruan perang. Alangkah baiknya keluar
dari tiap golongan-golongan itu, yaitu golongan kaum beriman yang besar
bilanganya, yang berintikan penduduk kota madinah dan kampung-kampung
sekelilingnya. Dari golongan yang besar itu adakan satu kelompok (cara
sekarangnya suatu panitia), atau komisi atau satu dan khusus, yang tidak
terlepas dari ikatan golongan besar itu, dalam rangka berperang. Tugas
mereka adalah memperdalam pengertian, penyelidikan dalam soal-soal
keagamaan belaka. Boleh dikatakan bahwa selama zaman Rasulullah Saw
masih hidup, keadaan selalu dalam keadaan perang. Cara sekarangnya adalah
selalu berevolusi. Musuh-musuh mengepung dari segala penjuru. Maka ayat
ini memberi tuntunan jangan lengah tentang nilai apa yang sebenarnya
diperjuangkan. Yang diperjuangkan adalah agama. Dan Menggaris bawahi
pentingnya memperdalam ilmu dan menyebarluaskan informasi yang benar.
Ia tidak kurang penting dari upaya mempertahankan wilayah. Bahkan
pertahanan wilayah berkaitan erat dengan kemampuan informasi serta
kehandalan ilmu pengetahuan atau seumber daya manusia. Sementara ulama
menggaris bawahi persamaan redaksi ajuran/perintah menyangkut kedua hal
tersebut.
Buya Hamka dalam Tafsir Az Azhar, Surat At Taubah ayat 122 ini
menganjurkan pembagian tugas. “Semua golongan harus berjihad, turut
berjuang. Tetapi Rasulullah Saw. kelak membagi tugas mereka masing-
masing. Ada yang di garis depan, ada yang di garis belakang. Sebab itu,
kelompok kecil yang memperdalam pengetahuannya tentang agama adalah
bagian dari jihad juga.
Lalu Buya Hamka membawakan hadits dalam menafsirkan ayat
tersebut:

“Manusia yang paling dekat kepada derajat nubuwwah adalah ahli


ilmu dan ahli jihad. Adapun ahli ilmu, merekalah yang menunjukkan kepada
manusia apa yang dibawa para Rasul. Adapun ahli jihad, maka mereka

7
berjuang dengan pedang-pedang mereka, membawa apa yang dibawa para
Nabi.” (HR. Ad Dailami dari Ibnu Abbas).5

Ayat ini turun ketika semangat kaum muslimin untuk jihad ke medan
pertempuran mencapai puncaknya, semua kalangan umat Islam berbondong-
bondong untuk ikut berjihad dimedan perang. Sehingga tidak ada lagi orang
yang tinggal untuk memperdalam ilmu keIslaman. Yang dilakukan kaum
muslimin sangat beralasan, karena begitu mulianya orang yang berjihad ke
medan pertempuran melawan kaum kafir, apalagi mati sebagai syuhada’.
Inilah yang menjadi motivasi kaum muslimin. Orang yang syahid dianggap
tidak mati, karna ia akan mendapat kemenangan disisi Allah SWT.

Jihad terbagi kedalam beberapa macam, diantaranya adalah jihad


menghadap orang-orang kafir, munafiq, setan dan hawa nafsu. Selain itu
memberantas kemiskinan, kebodohan, penyakit, dan lain-lain adalah jihad
yang tidak kalah pentingnya dari jihad mengangkat senjata melawan orang
kafir. Menuntut ilmu dan mengajarkannya sama pahalanya disisi Allah
dengan jihad. Quraish Shihab menuliskan bahwa tidak keliru jika dikatakan:
mereka yang tidak terlibat dalam perang itulah yang justru lebih mampu
menarik pelajaran dan mengembangkan ilmu ketimbang mereka yang terlibat
langsung dalam perang. Dalam hal ini ayat di atas menunujukkan bahwa
setiap muslim memiliki kewajiban untuk membagi diri agar mampu
memenuhi semua kebutuhannya, termasuk mampu memperdalam ilmu.

“Tidak pantas orang – orang beriman pergi seluruhnya meninggalkan


Nabi sendiri. ‘Mengapa tidak pergi dari tiap – tiap golongan di antara mereka
beberapa orang.’ Maksudnya ‘ashabah (kelompok) yaitu ar – saraaya
(datasemen), dan janganlah mereka melakukan perjalanan malam
(yatasarrau) kecuali dengan seizinnya. Ketika pasukan perang telah kembali,
dan Al Qur’an turun setelah (keberangkatan) mereka (ba’dahum) (ke medan
perang), yang kemudian dipelajari oleh orang – orang yang tidak berangkat
perang – dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, mereka berkata ‘Al
5
Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Gema Islam, 1959)

8
Qur’an telah diturunkan kepada Nabi kalian, dan kami telah mempelajarinya’,
maka pasukan yang telah kembali mempelajari Al Quran dari Rasulullah,
yang turun setelah (keberangkatan) mereka ( yang turut berperang).
Kemudian diutus kepada pasukan lainnya. Itulah makna firman Allah Ta’ala
‘... untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama..’. artinya,
mempelajari apa – apa yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi – Nya, lalu
mengajarkannya (yu’allimuu) kembali kepada pasukan perang yang telah
pulang. ‘Supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.’ 6

Dia mendorong orang – orang mukmin agar mendalami pengetahuan


agama (mempelajari agama) dan mengingatkan kaumnya seusai kembali (dari
berjihd di jalan Allah) kepada mereka, maksudnya mengajari mereka ilmu
agama.

Para mufasir berbeda pendapat ihwal ayat ini. Dikatakan makna ayat
ini ialah orang – orang mukmin tidak sepatutnya pergi secara keseluruhan
untuk mendalami agama dan belajar. Tetapi, setiap kelompok di antara
mereka selayaknya pergi untuk mendalami agama, lalu kembali lagi untuk
mengajari orang – orang yang tidak pergi mendalami agama. Dengan
demikian, pergi yang dimaksud dalam ayat ini adalah pergi untuk belajar.
Tha’ifah atau kelompok disebut untuk satu orang atau lebih.

Mufasir lain berkata makna ayat ialah tidak sepatutnya mukmin


berjihad secara keseluruhan. Tapi, sepatutnya sekelompok di antara mereka
bertahan agar bisa mendalami pengetahuan agama. Selanjutnya ketika
kelompok yang pergi berjihad pulang, kelompok yang tidak ikut pergi
berjihad itu mengajarkan agama yang diturunkan, mengajarkan halal dan
haram kepada mereka.7

6
Ali bin Abu Thalhah, Tafsir Ibnu Abbas, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2009), hal. 415.
7
Ibnul Qayyim Al –Jauziyyah, Miftaah Daaris Sa’aadah, (Jakarta : Pustaka Imam Syafi’i, 2017),
hal. 261

9
2. Subjek yang diwajibkan Belajar
Dalam al-Qur’an, Subjek yang diwajibkan untuk belajar antara lain
dapat ditemukan pada Q.S al-‘Alaq ayat 1-5:

‫ ٱلَّ ِذي َعلَّ َم‬٣ ‫ َر ُم‬H‫ َر ۡأ َو َربُّكَ ٱَأۡل ۡك‬H‫ ۡٱق‬٢ ‫ق‬ َ ٰ ‫ق ٱِإۡل‬
ٍ H َ‫نَ ِم ۡن َعل‬H ‫نس‬ َ َ‫ َخل‬١ ‫ق‬ َ َ‫ك ٱلَّ ِذي َخل‬ ۡ ِ‫ۡٱق َر ۡأ ب‬
َ ِّ‫ٱس ِم َرب‬
٥ ۡ‫ َعلَّ َم ٱِإۡل ن ٰ َسنَ َما لَمۡ يَ ۡعلَم‬٤ ‫بِ ۡٱلقَلَ ِم‬

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang


menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Dari ayat di atas, kata kunci yang menunjukkan kewajiban belajar


adalah kata iqra’ yang terdapat pada ayat 1 dan ayat 3. Menurut Ibnu Faris,
kata yang tersusun dari huruf (Qaf, ra’ dan hamzah) memiliki arti membaca. 8
Menurut ilmu shorof, kata iqra’ merupakan bentuk fiil amr’ yang merupakan
kalimat perintah yang berarti “bacalah”. Berdasarkan kaidah dalam ilmu usul
fikih Al-‘aslu fil ‘Amri Lil Wujud. Asal fiqh perintah membaca berimplikasi
pada perintah belajar. Membaca merupakan salah satu kegiatan penting dalam
belajar, dengan demikian perintah membaca berarti/berimplikasi pada
kewajiban belajar.

Seolah - olah Ia mengatakan kepada (Nabi shallallahu alaihi wa


sallam) yang berulang kali mengaku dirinya tidak pandai membaca
“Yakinilah bahwa kamu kini dapat membaca, dengan izin Tuhanmu Yang
telah menciptakan segala suatu yang ada-termasuk kemampuan membaca
yang juga merupakan salah satu dari hasil ciptaanNya-dan Yang telah
menjadikan manusia sebagai ciptaan yang sempurna, meski berasal dari
segumpal darah beku, tidak berbentuk atau berupa. Sedangkan kepandaian

8
Syeikh Al Akbar Muhammad Ibnu Aroby, Rosa’il Ibnu Aroby,( Kairo : Maktabah Ats-
tsaqafah)

10
membaca hanyalah suatu sifat tambahan bagi makhluk manusia yang
sempurna itu sehingga penciptaannya jauh lebih mudah (daripada penciptaan
manusia itu sendiri). Dan mengingat bahwa kepandaian membaca merupakan
suatu kemampuan yang tak dapat dikuasai oleh seseorang kecuali dengan
mengulang-ulang serta membiasakan diri dengan apa yang ada pada manusia
lainya. Sesungguhnya zat yang maha menciptakan manusia, sehingga menjadi
Makhluknya yang paling mulia ia menciptakan dari segumpal darah.
Kemudian membekalinya dengan kemampuan menguasai alam bumi, dan
dengan ilmu pengetahuan bisa mengolah bumi serta menguasai apa yang ada
padanya untuk kepentingan umat manusia. Oleh sebab itu Dzat Yang
menciptakan manusia, mampu menjadikan manusia yang paling sempurna,
yaitu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bisa membaca, sekalipun beliau
belum pernah belajar membaca.

Subjek yang diwajibkan belajar pada Q.S Al-‘alaq 1-5 dapat dipahami
pada mukhattab dari kata kerja perintah iqra’. Kata iqra’ merupakan perintah
yang ditujukan hanya kepada pribadi Nabi Muhammad SAW, dengan
demikian dapat dipahami bahwa yang pertama-tama yang diperintah untuk
belajar ialah Nabi Muhammad. Akan tetapi tidak hanya berlaku Nabi
Muhammad bahkan juga diperintahkan untuk ummat islam, karena realisasi
perintah tersebut merupakan kunci pembuka jalan kebahagiaan hidup duniawi
dan ukhrawi.9 Sebagaimana Allah SWT memerintahkan manusia untuk
membaca, menulis dan meneliti dalam hal ini dapat diartikan perintah untuk
belajar (menuntut ilmu) dalam hadist Nabi SAW. Dijelaskan:

Artinya: “Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim”. (HR. Ibnu


Majah dari Anas).

Hadits tersebut menunjukan bahwa Islam mewajibkan kepada seluruh


umat-Nya untuk mendapatkan pengetahuan, yaitu kewajiban bagi mereka
untuk menuntut ilmu alam menuntut ilmu tidak mengenal waktu, dan juga

9
Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung : Mizan,1992). hal. 260

11
tidak mengenal gender. Pria dan wanita punya kesempatan yang sama untuk
menuntut ilmu. Sehingga setiap orang, baik pria maupun wanita bisa
mengembangkan potensi yang diberikan oleh Allah Swt kepada kita sehingga
potensi itu berkembang dan sampai kepada kesempurnaan yang diharapkan.

Nilai akhlak Pendidikan islam tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai


tauhid. Hakikat ilmu bersumber dari Allah Ta’ala sebagaimana dijelaskan
dalam surah Al-‘Alaq. Dia megajari manusia dengan qalam dan ilmu. Qalam
adalah konsep tulis-baca yang memuat simbol penelitian dan eksperimentasi
ilmiah. Sedangkan ilmu adalah alat pendukung manusia untuk meningkatkan
harkat dan martabat kemanusiaanya. Melalui konsep pendidikan dalam surah
Al-‘Alaq, mengacu kepada bagaimana membina manusia mengesakan Allah
sebagai Dzat yang maha mendidik.

Nilai akhlak Mencermati secara komprehensif spirit dan pesan 5 ayat


pertama dari surah Al-‘Alaq memberikan pengertian tentang pentingnya
pendidikan akhlak dalamkehidupan manusia, dimana dengan pendidikan
akhlak yang diberikan dan kepada manusia akan menghasikan pribadi yang
bermoral, memiliki jiwa yang bersih, kemauan yang keras, cita-cita yang
benar dan akhlak yang tinggi, menghormati kewajiban dan pelaksanaanya,
menghormati hak-hak manusia dan hak Allah sebagai pencipta.10

B. PANDANGAN AL-QUR’AN TENTANG KEWAJIBAN


MENGAJAR
1. Konsep Kewajiban Mengajar
Kata “mengajar” mempunyai akar kata yang sama dengan belajar,
yaitu berasal dari kata “ajar”. Secara harfiah kata “mengajar” diartikan
kepada “memberikan pelajaran”. Artinya, mengajar sebagai suatu pekerjaan
melibatkan berbagai hal, yaitu guru sebagai pengajar materi pelajaran, dan
pelajar. Pengajar sesungguhnya ialah Allah, Allah lah yang mengajar Nabi

10
Colle Said, 2016, Paradigma pendidikan dalam perspektif surah Al-‘Alaq ayat 1-5, Jurnal
Studia Islamika, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, hal. 11

12
mengenai apa saja yang tidak diketahui dan bahkan Allah juga mengajar
segala manusia, seperti yang ditegaskan dalam Surah al-Alaq (96) 3-5:

َ ُّ‫ۡٱق َر ۡأ َو َرب‬
٥ ۡ‫ عَلَّ َم ٱِإۡل ن ٰ َسنَ َما لَمۡ يَ ۡعلَم‬٤ ‫ ٱلَّ ِذي عَلَّ َم بِ ۡٱلقَلَ ِم‬٣ ‫م‬Hُ ‫ك ٱَأۡل ۡك َر‬

3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,

4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,

5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Dari ayat ini kata kunci yang menunjukkan konsep kewajiban


mengajar ialah ‫ عَلَّ َم‬yang berarti Dia mengajar. Kata ini berasal dari ‘alima,
yang telah mendapat tambahan satu huruf yang sejenis dengan ‘ain fi’il-nya
yang kemudian diganti dengan tasydid sehingga menjadi. Luis Ma'luf
mengartikan kata ‘allama itu kepada “membuat orang mengetahui”. Dengan
demikian mengajar dapat diartikan kepada suatu aktivitas atau kegiatan
yang dilakukan se seorang yang dapat membuat orang lain mengetahui atau
menguasai suatu ilmu. Kegiatan itu meliputi kegiatan sepihak dan interaksi
aktif antara kedua belah pihak. Selain istilah ‘allama, dalam bahasa Arab,
terdapat pula istilah rabba, darrasa, dan ‘addaba yang berdekatan maknanya
dengan ‘allama tersebut. Al-Qur’an menggunakan kata ‘allama 41 kali
dalam dua sight (pola), yaitu fi’il madi dan mudar. Ayat-ayat tersebut pada
umumnya menggambarkan bahwa Allah-lah yang mengajar manusia.
Artinya, Allah melimpahkan ilmu kepada manusia baik secara langsung
maupun tidak.

didasarkan pada alasan bahwa membaca itu tidak akan membekas


dalamjiwa kecuali dengan pengulangan dan pembiasaan, perintah Allah
Ta’ala, untuk mengulang membaca berarti pula mengulang apa yang dibaca
Dengan cara demikian, bacaan tersebut menjadi milik orang yang
membacanya. Kata “Iqra’” Sebagaimana telah diungkapkan diatas
mengandung arti yang luas, mencakup segala aktifitas yang berkaitan
dengan membaca, mambandingkan atau menganalisis, semua itu secara

13
keseluruhab berkaitan dengan proses mendapatkan dan memindahlan ilmu
pengetahuan.

Jadi, Allah tidak hanya Pencipta manusia tetapi Dia juga mengajar dan
melimpahkan ilmu kepada manusia. Allah yang membuat manusia itu
berilmu dengan menciptakan potensi dalam diri manusia tersebut, dengan
potensi itulah manusia dapat menggali dan mencari ilmu pengetahuan serta
menerimanya. Dia mengajar manusia melalui alam ciptaan-Nya dan wahyu
yang disampaikan kepada Nabi.

2. Subjek yang diwajibkan Mengajar


Dalam al-Qur’an, Subjek yang diwajibkan untuk belajar antara lain
dapat ditemukan pada Q.S al-Ma’idah ayat 67:

ۡ ‫ك َوِإن لَّمۡ ت َۡف َع‬


ُ ‫الَتَ ۚۥهُ َوٱهَّلل‬HH‫ا بَلَّ ۡغتَ ِر َس‬HH‫ل فَ َم‬HH َ ۖ ِّ‫ك ِمن َّرب‬ ‫ُأ‬
ِ ‫ٓا‬HH‫و ُل بَلِّ ۡغ َم‬HH‫َّس‬
َ HH‫ز َل ِإلَ ۡي‬HH‫ن‬ ُ ‫ا ٱلر‬HHَ‫۞ ٰيََٓأيُّه‬
٦٧ َ‫اس ِإ َّن ٱهَّلل َ اَل يَ ۡه ِدي ۡٱلقَ ۡو َم ۡٱل ٰ َكفِ ِرين‬
ِ ۗ َّ‫ص ُمكَ ِمنَ ٱلن‬ ِ ‫يَ ۡع‬

67. Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari


Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu,
berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu
dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang kafir.

Dari ayat di atas, kata kunci yang menunjukkan kewajiban mengajar


adalah kata ‫ بَلِّ ۡغ‬yang artinya sampaikanlah. Ayat ini menganjurkan kepada
Nabi Muhammad agar tidak perlu takut mengahadapi gangguan dari mereka
dalam membentangkan rahasia dan keburukan tingkah laku mereka itu
karena Allah menjamin akan memelihara Nabi Muhammad dari gangguan.
Pada kata ‫ بَلِّ ۡغ‬Allah memerintahkan kepada Rasulullah agar menyampaikan.

Ayat tersebut memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW supaya


menyampaikan apa yang telah diturunkan kepadanya tanpa menghiraukan

14
besarnya tantangan di kalangan Ahli Kitab, orang musyrik dan orang-orang
fasik. Apa yang telah diturunkan oleh Allah kepada Muhammad adalah
amanat yang wajib disampaikan seluruhnya kepada manusia.
Menyampaikan sebagian saja dari amanat-Nya dianggap sama dengan tidak
menyampaikan sama sekali. Demikianlah kerasnya peringatan Allah SWT
kepada Muhammad SAW. Hal tersebut menunjukkan bahwa tugas
menyampaikan amanat adalah kewajiban Rasul. Tugas penyampaian
tersebut tidak boleh ditunda meskipun penundaan itu dilakukan untuk
menunggu kesanggupan manusia untuk menerimanya, karena masa
penundaan itu dapat dianggap sebagai suatu tindakan penyembunyian
terhadap amanat Allah. Ancaman terhadap penyembunyian sebagian amanat
Allah sama kerasnya dengan ancaman terhadap sikap sesesorang yang
beriman kepada sebagian rasul saja dan beriman kepada sebagian ayat
Alquran saja.

seluruh risalah Allah kepada ummatnya dan tidak ada yang boleh
disembunyikan. Menyampaikan sebagian saja dianggap sama dengan tidak
menyampaikan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa tugas
menyampaikan amanat adalah kewajiban Rasul. Akan tetapi perintah ini
tidak hanya berlaku Nabi Muhammad bahkan juga diperintahkan untuk
ummat Nabi Muhammad, agar menyampaikan dan mengajarkan ilmu yang
sudah dimiliki dan tidak boleh menyembunyikan apa yang wajib
disampaikan dalam keadaan apapun.11

Dalam hal ini Rasulullah bersabda mengingatkan orang-orang yang


menyembunyikan ilmu pengetahuan:

“Barang siapa ditanya tentang sesuatu ilmu pengetahuan lalu


disembunyikannya maka ia akan dikekang pada hari kiamat dengan
kekangan dari api neraka.” (Riwayat Abu Daud, at-Tarmizii dan Abu
Hurairah)

11
Musthafa, Ahmad Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi Jld 6. (Semarang : CV. Toha Putra)
hal. 313

15
Dan sabda beliau pula, “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat.”
(HR. Bukhari dari hadits Abdullah bin Amr ra.).

Dari hadits di atas menunjukkan bahwa Islam mewajibkan kepada


ummat nya yang mengetahui sesuatu pengetahuan untuk mengajarkannya
kepada orang lain.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang dasar kewajiban belajar
ialah terdapat pada QS. al-Taubah/ 9 ayat 122. Ayat tersebut menunjukkan
bahwa Menuntut ilmu dan mengajarkannya sama pahalanya disisi Allah
dengan jihad. Quraish Shihab menuliskan bahwa tidak keliru jika dikatakan:
mereka yang tidak terlibat dalam perang itulah yang justru lebih mampu
menarik pelajaran dan mengembangkan ilmu ketimbang mereka yang terlibat
langsung dalam perang. Dalam hal ini ayat di atas menunujukkan bahwa

16
setiap muslim memiliki kewajiban untuk membagi diri agar mampu
memenuhi semua kebutuhannya, termasuk mampu memperdalam ilmu.

Subjek yang diwajibkan untuk belajar dapat ditemukan pada Q.S


al-‘Alaq ayat 1-5. Pada ayat tersebut terdapat perintah yang ditujukan hanya
kepada pribadi Nabi Muhammad SAW, dengan demikian dapat dipahami
bahwa yang pertama-tama yang diperintah untuk belajar ialah Nabi
Muhammad. Akan tetapi tidak hanya berlaku Nabi Muhammad bahkan juga
diperintahkan untuk ummat islam, karena realisasi perintah tersebut
merupakan kunci pembuka jalan kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi.

Kata “mengajar” mempunyai akar kata yang sama dengan belajar,


yaitu berasal dari kata “ajar”. Secara harfiah kata “mengajar” diartikan
kepada “memberikan pelajaran”. Artinya, mengajar sebagai suatu pekerjaan
melibatkan berbagai hal, yaitu guru sebagai pengajar materi pelajaran, dan
pelajar. Pengajar sesungguhnya ialah Allah, Allah lah yang mengajar Nabi
mengenai apa saja yang tidak diketahui dan bahkan Allah juga mengajar
segala manusia seperti yang ditegaskan dalam Surah al-Alaq 3-5.

Subjek yang diwajibkan untuk belajar antara lain dapat ditemukan


pada Q.S al-Ma’idah ayat 67. Ayat tersebut menunjukkan bahwa tugas
menyampaikan amanat adalah kewajiban Rasul. Akan tetapi perintah ini tidak
hanya berlaku Nabi Muhammad bahkan juga diperintahkan untuk ummat
Nabi Muhammad, agar menyampaikan dan mengajarkan ilmu yang sudah
dimiliki dan tidak boleh menyembunyikan apa yang wajib disampaikan dalam
keadaan apapun.

2. Saran
Dari makalah yang kami buat semoga akan menjadikan manfaat bagi
kita semua. Namun, penulis menyadari dari pembuatan makalah ini banyak
sekali kesalahan baik dari tulisan maupun kata-katanya. Penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, agar penulis dapat membangun
untuk kebaikan makalah ini.

17
18
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qattan, K. M.

(2001). Studi Ilmu-Ilmu Qur'an. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa.


Amrullah, A. M. (1959). Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Gema Islam.

Aroby, S. A. (n.d.). Rosa'il Ibnu Aroby. Kairo: Maktabah Ats-tsaqafah.

Musthafa, A. A.-M. (n.d.). Tafsir al-Maraghi Jld 6. . Semarang : CV. Toha Putra.

Shihab, Q. (1992). Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam


Kehidupan Masyarakat. Bandung : Mizan.

Shihab, Q. (2017). Tafsir Al-Misbah. Tangerang: Lentera Hati.

19

Anda mungkin juga menyukai