Anda di halaman 1dari 10

POLA UNIK SASTRAWI AL QURAN

Sahda Salsabila Rosjadi, Salsabila Syafiyyah, Rohmania Citra


Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Email: Sahdasalsabila7@gmail.com
Rohmania.cietra@gmail.com

Abstrak
Al-Quran merupakan kitab yang dianggap suci dan bebas dari kesalahan. Kitab ini menggunakan medium
bahasa manusia dalam menyampaikan pesan, namun tidak sepenuhnya mengikuti konvensi bahasa yang
berlaku namun berdialektika sehingga menyiptakan ragam bahasa yang khas. Keunikan ini membuat Al-
Quran merupakan sastra yang tak tertandingi. Keunikan ini bukanlah suatu hal yang anomaly, tetapi
memiliki arti yang ringkas atau panjang bahkan tersirat. Maka dari itu kita sebagai makhluk ciptaan-Nya
dianjurkan membaca dan memahami maknanya. Dalam memahami Al-Quran, banyak pembahasan
makna Al-Quran yang berhubungan dengan lafaz, antara lain musawah, fashl, washl, ijaz, ithnab, dan
qashr. Selain itu ilmu Balaghah yang dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari kesesuaian kalimat yang
fasih dengan situasi dan kondisi kalam juga sangat berperan dalam pembahasan ini.

Keyword: Balaghah, Ijaz, Ithnab, Masawah

Pendahuluan
Berbicara tenntang penafsiran makna Al-Quran, penafsir tidak boleh melupakan konsep ijaz,
ithnab, Masawaf dan Hadhf. Al-quran merupakan kitab suci yang kesastraannya tinggi. Jika kita
ingin mendalami bahasa dan sastra arab, maka dalamilah al-quran. Oleh karena itu, dalam salah
satu pembahasan ulumul quran adalah ijaz dan ithnab.
Pada dasarnya, ilmu balaghah terbagi kepada tiga bagi,
yakni ilmu ma’ani, ilmu bayan dan ilmu badi’. Mengenai ilmu badi’, sebagian ahli bahasa tidak
memasukkannya kepada ilmu balaghah. Jadi, pembagian ilmu balaghah hanyalah dua
selain ilmu badi’. Penulis tidak membahasnya lebih dalam karena di sini
membahas ijaz dan ithnab.
            Ilmu ma’ani membahas tentang bagaimana cara mengungkapkan sesuatu sesuai dengan
tuntutan keadaan. Salah satu pembahasan ilmu ma’ani adalah ijaz dan ithnab. Para ahli bahasa
berbeda pendapat mengenai pembahasan ini, apakah antara ijaz dan ithnab ada pertengahannya,
yakni musawat atau tidak?
            Sebagian ahli bahasa, yakni As-Sakaki dan pengikutnya seperti Ath-Thibiy berpendapat
bahwa di antara ijaz dan ithnab, terdapat musawat sebagai pertengahannya. Namun mereka
menjadikan musawat sebagai sesuatu yang relatif dan disandarkan kepada kearifan lokal. Oleh
karena itu, musawat itu tidak masuk kepada tingkatan balaghah. Al-Qazwini berpendapat bahwa
yang dapat diterima dalam cara meredaksikan ungkapan adalah mengungkapkan suatu makna
dengan lafadz sekedarnya, dengan lafadz yang singkat atau dengan lafadz yang lebih panjang
dengan suatu tujuan1. Sedangkan Ibn Atsir dan pengikutnya lebih cenderung kepada pendapat
yang kedua, yakni menganggap tidak adanya pertengahan antara ijaz dan ithnab.
Pembahasan

Ijaz “Mengumpulkan makna yang banyak


dalam lafadz yang sedikit disertai
Secara bahasa, kata I’jaz berasal dari kata
dengan kejelasan dan kefasihan.”
‘ajz yang berarti kelemahan atau ketidak
2. Ibn Atsir
mampuan. Dengan demikian istilah al-I’jaz
al-‘Imi (kemukjizatan ilmiah) Al-Qur’an ‫التعبير عن المراد بلفظ غير زائد‬

atau al-Hadis mengandung makna bahwa “Meredaksikan yang dimaksud


kedua sumber ajaran agama itu telah dengan lafadz yang tidak lebih.”
mengabarkan kepada kita tentang fakta-fakta 3. Ahmad Damanhuri (Hasyiyah Jauhar
ilmiah yang kelak ditemukan dan dibuktikan Maknun:127)
oleh eksperimen sains umat manusia, dan
‫تأدية المعنى باللفظ األقل من قدره‬
terbukgi tidak dapat dicapai atau diketahui
dengan sarana kehidupan yang ada pada “Penyampaian makna dengan lafadz
zaman Rasulullah saw. Hal itu membuktikan yang lebih sedikit dari kadarnya.”
kebenaran yang disampaikan oleh Jadi definisi dari I’jaz adalah
Rasulullah saw. (Ahmad Fuad Pasya, mengungkapkan suatu makna atau
2004:23) beberapa makna dengan lafadz yang
singkat disertai kejelasan dan
Ada beberapa definisi yang dikemukakan
kefasihan.
oleh para ulama mengenai I’jaz diantaranya
adalah :
Para ahli balaghah membagi I’jaz
1. Ali al-Jarim dan Musthafa Amin (al- menjadi dua bagian, yakni I’jaz
Balaghah al-Wadhihah:242) qashar dan I’jaz hadzf. Ada juga

‫جمع المعانى المتكاثرة تحت اللفظ القليل مع اإلبانة‬ yang membaginya menjadi I’jaz

‫واإلفصاح‬ hadzf dan I’jaz khali min hadzf (As-

1 Al-itqan fi ulum al-Quran:179, juz 3, redaksinya:


‫ عن المراد تأدية أصله إما بلفظ مساو لألصل المراد أو ناقص عنه واف أو زائد عليه لفائد‬w‫األقرب أن يقال إن المقبول من طرق التعبير‬
Suyuthi:Uqud al-Juman:69), ulama tidak menyebutkan pembagian
sebagaimana yang dikemukakan oleh ini, mereka hanya menyebutkan I’jaz
Ath-Thibi dalam at-tiban-nya. I’jaz qashr.
Khali min hadzf terbagi menjadi tiga, a. I’jaz qashr
yakni I’jaz qashar, I’jaz taqdir atau I’jaz qashr adalah peringkasan
I’jaz tadhyiq dan I’jaz jami’. perkataan yang tidak disandarkan
 I’jaz hadzf kepada pembuangan (Balaghah
I’jaz hadzf adalah pengungkapan arabiyyah:29 juz 2). Maksud dari
makna dengan redaksi yang singkat definisi tersebut adalah lafadznya
karena membuat sebagian huruf, sedikit namun maknanya luas tanpa
kata, atau kalimat dan tidak ada kata yang dibuang. Jika I’jaz
menyebabkan ikhlal. Dalam I’jaz hadzf meringkas perkataan dengan
hadzf harus ada dua faktor yang cara membuang satu atau beberapa
membuat makna tidak ikhlal, yakni kata bahkan kalimat, maka I’jaz
keadaan yang menuntut untuk qashr menggunakan pemilihan kata
membuangnya dan indikasi (qarinah) yang lebih dalam sehingga tidak
yang menunjukkan kepada kata yang membutuhkan pembuangan kata.
dibuang tersebut. b. I’jaz taqdir atau tadhyiq
Macam I’jaz ini dan sesudahnya
Yang dibuang tersebut dapat berupa merupakan pembagian Ath-Thibi
satu huruf, satu kata atau lebih, atau dalam kitabnya at-tibyan fi al-bayan.
satu kalimat atau lebih. Pembagian ini dikutip oleh imam As-
 I’jaz khali min hadzf Suyuthi dalam kitab al-Itqan dan
Sebagaimana telah disebutkan di uqud al-juman. Ath-Thibi
atas, I’jaz khali min hadzf terbagi mendefinisikan I’jaz taqdir dengan
menjadi tiga, yakni I’jaz qashr, I’jaz memahami makna tambahan yang di
taqdir dan I’jaz jami’. Pembagian ini dapat dari mantuq. I’jaz ini disebut
berdasarkan pendapat Ath-Thibiy oleh Badruddin bin Malik dalam
dalam kitab at-tibyan dan dikutib kitab al-Mishbah dengan I’jaz
oleh Jalaluddin As-Suyuthi dalam al- tadhyiq karena lafadznya yang
itqan. Namun kebanyakan para
singkat mengandung intisari makna redaksi yang dikatakan oleh orang
yang lebih luas. arab mengandung pengulangan
c. I’jaz Jami’ kata ‫القتل‬, sedangkan dalam redaksi
Ijaz jami’ adalah lafadz yang al-Quran tidak terdapat pengulangan
mengandung makna yang beragam kata.
dan banyak. Contoh yang paling
masyhur mengenai ijaz jami adalah Contoh lain ijaz jami’ terdapat
ayat tentang qishash. Dalam ayat dalam Q.S Al-An’am:82. Dalam ayat
tersebut yang menjadi contoh ijaz tersebut terdapat kata ‫لهم األمن‬ yang
jami’ adalah ‫اة‬ww‫اص حي‬ww‫القص‬. Walaupun mengandung makna yang luas.
katanya ringkas, namun maknanya Kata ‫األمن‬ mempunyai makna selamat
luas. Jika kita jabarkan kurang lebih dari kesedihan, kekhawatiran, dan
seperti ini, “jika manusia mengetahui hal-hal yang tidak diinginkan.
bahwa ketika ia melakukan Dengan redaksi yang singkat al-
pembunuhan akan dibunuh kembali Quran menjelaskan asuransi yang
sebagai hukumannya, maka ia akan diberikan Allah bagi orang yang
berpikir kembali ketika akan tidak mencampuradukkan
melakukan pembunuhan sehingga ia keimanannya dengan kedzaliman
tidak akan melakukan pembunuh. atau kemusyrikan. Asuransi tersebut
Tidak adanya pembunuhan adalah keamanan, baik di dunia
mengindikasikan lestarinya maupun di akhirat, baik dari hal-hal
kehidupan. Oleh karena itu, dalam yang membuatnya sedih dan
qishash ada kehidupan”. Selain itu, khawatir ataupun yang tidak
redaksi tersebut lebih ringkas diinginkan.
daripada perkataan orang arab
mengenai qishash, yakni ‫القتل أنفى للقتل‬. Jika dilihat sekilas, antara ketiga
Jika kita hitung redaksi yang ijaz khali min hadzf ini sama, yakni
diberikan al-Quran berjumlah singkat namun maknanya lebih luas
sepuluh huruf sedangkan redaksi dari lafadznya. Namun jika diteliti
yang dikatakan oleh orang arab dari contoh-contoh di atas dapat
berjumlah empat belas. Dalam terlihat beberapa hal yang
membedakannya; yang pertama, ijaz tambahnya tentu maka namanya
qashr lebih menekankan kepada hasywu.
sesuatu yang terkandung dalam suatu
kalimat. Ijaz taqdir lebih ditekankan
kepada kaidah bahasa arab dan Contoh hasywu:

mafhum dari ayat tersebut. Ijaz jami’ ‫ا‬ww‫ ولكنني عن علم م‬# ‫وأعلم علم اليوم واألمس قبله‬
lebih menekankan kepada kandungan ‫في غد عمى‬
dari suatu kata secara bahasa atau
Yang menjadi contoh dalam syair
istilah.
tersebut adalah kata ‫قبله‬ ‫األمس‬.
 Ithnab Sebenarnya cukup dengan penyebutan
kata ‫األمس‬  saja, namun Zuhair bin Abi
Ithnab secara istilah adalah;
Salma menyebutkannya karena
‫زيادة اللفظ على المعنى لفائدة‬ menyesuaikan wazannya agar pas dan

“penambahan lafadz sesuai makna tidak ada faidah.

karena suatu faidah”2 Contoh tathwil:

Sebagaimana telah disinggung di atas, ‫ وألفى قولها كذبا ومينا‬# ‫وقدت األديم لراهسيه‬
bahwa ijaz dan ithnab berhubungan
Yang menjadi contohnya adalah
dengan pengungkapan suatu makna
kata ‫كذبا‬ dan ‫مينا‬. Dalam syair tersebut
sesuai dengan tuntutan keadaan.
tidak tentu yang mana kata
Ketika keadaan menuntut untuk
penambahnya karena keduanya satu
memanjangkan perkataan maka
makna dan tidak ada faidah dari
digunakanlah ithnab.
penambahan kata tersebut.
Dalam definisi dikatakan karena suatu
Dalam al-Quran tidak terdapat tathwil
faidah. Jika penambahan lafadz
dan hasywu karena keduanya
tersebut bukan karena suatu faidah dan
merupakan bagian yang tercela dalam
belum tentu maka disebut tathwil. Jika
menjelaskan. Al-Quran merupakan
penambahan lafadz tersebut bukan
kalam yang balaghahnya tinggi, maka
karena suatu faidah dan kata
tidak mungkin terdapat kedua macam
tersebut.
2 Balaghah wadhihah:250
Yang menjadi contoh adalah
kata ‫ات‬ww‫ والمؤمن‬w‫نين‬ww‫المؤم‬ yang disebutkan
1. Hal-hal yang menuntut ithnab
setelah orang-orang beriman yang
Keadaan-keadaan yang menuntut khusus, yakni yang berdoa (dalam ayat
ithnab banyak sekali, diantaranya ini nabi Nuh, namun atau kita jika kita
menetapkan makna kepada pendengar, yang membacanya), orang tuanya dan
menjelaskan yang dimaksud, penegas, orang mukmin yang masuk ke dalam
menghilangkan kesalahpahaman, dan rumahnya.
lain-lain.
 Penjelasan setelah yang samar
2. Pembagian (‫)اإليضاح بعد اإلبهام‬
 Menyebutkan yang khusus
Contoh:
setelah yang umum (‫ذكر الخاص‬
‫)بعد العام‬ ٞ wُ‫ُؤٓاَل ِء َم ۡقط‬w َٓ‫ َر ٰه‬w ِ‫ َر َأ َّن دَاب‬w ۡ‫كَ ٱَأۡلم‬wwِ‫ ِه ٰ َذل‬w‫ ۡينَٓا ِإلَ ۡي‬w ‫ض‬
‫وع‬w َ َ‫َوق‬
ۡ ‫ُّم‬
٦٦  َ‫صبِ ِحين‬
Contoh3:
ٓ Yang menjadi contoh adalah lafadz ‫أن‬
‫ ٖر‬w ۡ‫لِّ َأم‬ww‫ِإ ۡذ ِن َربِّ ِهم ِّمن ُك‬w ِ‫تَنَ َّز ُل ۡٱل َم ٰلَِئ َكةُ َوٱلرُّ و ُح فِيهَا ب‬
‫دابر‬... yang menjelaskan kata ‫األمر‬.
٤ 
 Pengulangan (‫)التكرار‬
Yang menjadi contoh adalah
kata ‫الروح‬ yang berarti malaikat Jibril.  [ ٤ َ‫ون‬ww‫ ۡوفَ ت َۡعلَ ُم‬ww‫ ثُ َّم َكاَّل َس‬٣ َ‫ون‬ww‫ ۡوفَ ت َۡعلَ ُم‬ww‫َكاَّل َس‬
Padahal sebelumnya telah disebutkan ]32
malaikat dan Jibril termasuk
Pada ayat tersebut terdapat
kedalamnya.
pengulangan kata ‫ون‬wwwww‫وف تعلم‬wwwww‫كال س‬.
 Menyebutkan yang umum Pengulangan tersebut untuk faidah
setelah yang khusus (‫ذكر العام بعد‬ penegasan peringatan (‫)تأكيد اإلنذار‬.
‫)الخاص‬ 4

 Tausyi’ (‫)توشيع‬
‫ ا‬www‫ي َولِ َمن دَخَ َل بَ ۡيتِ َي ُم ۡؤ ِم ٗن‬ َّ ‫ َد‬wwwِ‫ر لِي َولِ ٰ َول‬wwwۡ ِ‫ٱغف‬ ۡ ِّ‫رَّب‬
ٰ Tausyi’ adalah penyebutan kata
َ ۢ ‫تَز ِد ٱلظَّلِ ِمينَ ِإاَّل ت‬
‫َبَارا‬ ِ ‫ت َواَل‬ ِ ۖ َ‫ؤ ِم ٰن‬ww
ۡ ‫ؤ ِمنِينَ َو ۡٱل ُم‬ww
ۡ ‫َولِ ۡل ُم‬
tatsniyah yang kemudian disebutkan
٢٨ 
apa yang termasuk dua tersebut.

3 Q.S Al-Qadr:4
4 Q.S Nuh:28
Contoh dari tausyi’ terdapat dalam Contoh5:
khabar: ٗ ‫ق ۡٱل ٰبَ ِط ۚ ُل ِإ َّن ۡٱل ٰبَ ِط َل َكانَ َزه‬
 ‫ ا‬ww‫ُوق‬ ُّ ‫َوقُ ۡل َجٓا َء ۡٱل َح‬
َ َ‫ق َوزَ ه‬
‫رص‬www‫ الح‬:‫لتان‬www‫ه خص‬www‫يب في‬www‫يب ابن آدم ويش‬www‫يش‬ ٨١ 
‫وطول األمل‬
Yang menjadi contoh adalah ‫إن‬
Yang menjadi contoh ‫الباطل‬... yang berfungsi sebagai
adalah ‫رص‬wwwwwww‫الح‬ dan ‫ول األمل‬wwwwwww‫ط‬ yang penekanan bagi kalimat sebelumnya,
menjadi penjelas dari ‫خصلتان‬. yakni ‫جاء الحق‬....

 I’tiradl (‫)إعتراض‬  Tatmim (‫)تتميم‬

I’tiradl adalah menyebutkan kalimat Tatmim adalah menambah suatu kata


yang tidak mempunyai mahal i’rab atau lebih dalam suatu kalimat agar
dalam jumlah tersebut. tidak menimbulkan kekeliruan.

Contoh: Contoh6:

ِ َ‫ونَ هَّلِل ِ ۡٱلبَ ٰن‬wwwُ‫َويَ ۡج َعل‬


[٥٧ َ‫تَهُون‬www‫ ۡب ٰ َحنَهۥُ َولَهُم َّما يَ ۡش‬www‫ت ُس‬ ‫يرًا‬w‫ ا َوَأ ِس‬w‫ ِك ٗينا َويَتِ ٗيم‬w‫َوي ُۡط ِع ُمونَ ٱلطَّعَا َم َعلَ ٰى ُحبِِّۦه ِم ۡس‬
]33 ٨ 

Yang menjadi contoh adalah Yang menjadi contoh adalah ‫على حبه‬.


kata ‫بحانه‬wwww‫س‬. Kata tersebut hanya Kata tersebut disebutkan agar tidak
sebagai selingan dalam ayat tersebut terjadi kekeliruan bahwa salah satu
dan tidak mempunyai mahal i’rab. sifat orang yang baik adalah orang
Faidah dari penyebutan kata tersebut yang memberikan makanan yang
adalah untuk menyucikan (‫)التنزيه‬ masih ia sukai bukan hanya
Allah. memberikan makan saja.

 Tadzyil (‫)تذييل‬  Takmil (‫)تكميل‬

Tadzyil atau tadzlil (dalam al-idhah) Takmil atau ihtiras hampir sama
adalah menyebutkan kalimat yang dengan tatmim, hanya saja pada takmil
berdiri sendiri yang mencakup menyebutkan kata yang menjadi
penekanan setelah suatu kalimat.
5 Q.S Al-Isra:81

6 Q.S Al-Insan:8
penjelas bagi kata yang sebelumnya Maksud ayat tersebut di atas bahwa
agar tidak terjadi kekeliruan. semua manusia diciptakan sama
termasuk fitrahnya. Dan Allah SWT
Contoh7:
menegaskan taka da perubahan pada
‫قَو ٖم ي ُِحبُّهُمۡ َويُ ِحبُّونَ ٓۥهُ َأ ِذلَّ ٍة َعلَى‬ ۡ َ‫ ۡوف‬www‫فَ َس‬
ۡ ِ‫يَأتِي ٱهَّلل ُ ب‬ fitrah tersebut sehingga semua manusia
َ‫ۡٱل ُم ۡؤ ِمنِينَ َأ ِع َّز ٍة َعلَى ۡٱل ٰ َكفِ ِرين‬ pada dasarnya adalah sama.

Yang menjadi contoh adalah kata ‫أعزة‬ Hadhf


‫افرين‬www‫على الك‬. Kata tersebut menjadi
Hadhf artinya ‘menghilangkan’, yaitu
pencegah kekeliruan dari ‫ة على‬wwwww‫أذل‬
menghilangkan salah satu atau beberapa
w‫نين‬www‫المؤم‬. Jika hanya disebutkan ‫أذلة‬
unsur dari konstruksi sintaksis yang lengkap,
... saja akan menimbulkan makna
mulai dari menghilangkan huruf hijayah
menghina terhadap orang mukmin.
yang yang ikut membentuk suatu kata,
Oleh karena itu, ditambahlah
kelompok kata sampai menghilangkan satu
kata ‫زة‬wwwwwwwww‫أع‬... sehingga maknanya
kalimat atau lebih.
menjadi rendah diri bukan menghina.
Bagian kalimat mana yang dihilangkan, ini
Musawwah
dapat diketahui dengan menggunakan
Adapun ayat Al-Quran yang penalaran atau dengan memperhatikan
memuat MUSAWAH salah satunya konteks kalimat atau konteks situasi.
adalah Surah Ar-Rum ayat 30 yang Konteks situasi yang mengharuskan hadzf,
terjemahannya berbunyi sebagai misalnya :
berikut.
a. Keadaan kritis, seperti
“Maka hadapkanlah wajahmu keadaan bahaya yang tidak
dengan lurus kepada agama Allah; memungkinkan orang
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah mengunakan kalimat –
menciptakan manusia menurut fitrah kalimat secara lengkap, atau
itu. Tidak ada peubahan pada fitrah mengucapkan kata – kata
Allah. (Itulah) agama yang lurus; yang kurang penting
tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui”

7 Q.S Al-Maidah:54
b. Kondisi yang menakjubkan
atau sebaliknya, mengerikan,
c.       ‫ول به‬www‫ذف المفع‬www‫ح‬ yaitu menghilangkan
misalnya keindahan surga
isim yang terkena pekerjaan fa’il (pelaku)
yang amat mengagumkan
atau azab neraka yang sangat Kesimpulan

menyeramkan, yang hanya Sebagai mahasiswa tafsir Al Quran


bisa digambarkan dalam sudah seharusnya mempelajari Pola Unik
imajinasi, tidak mungkin Satrawi Al Quran digunakan sebagai alat
dijelaskan dengan kata-kata. berpikir agar jangan sampai cara berpikir

Beberapa macam hadzf yaitu : kita kliru, selain itu, digunakan untuk
membuka pengertian yang rumit sama
a.       ‫دأ‬ww‫ذف المبت‬ww‫ح‬  yaitu menghilangkan isim
halnya dengan ilmu Balaqhoh digunakan
marfu’ yang bebas / tidak didahului
sebagai alat untuk berbicara, menyatakan
oleh  amil-amil lafdziyah
sesuatu dengan lisan, jangan sampai cara
b.      ‫ذف الفاعل‬www‫ح‬ yaitu menghilangkan isim pengucapannya itu kliru
marfu’ yang sebelumnya disebutkan fi’ilnya
atau menghilangkan pelaku dalam suatu
pekerjaan yang letak kalimatnya sesudah
fi’il

Daftar Pustaka
Ahmad Junaidi, Jurnal al-Banjari Vol. 3 No. 6 Juli-Desember 2004, Banjarmasin: Program
Pascasarjana IAIN Antasari.
Al-Karim, Abd Khalil, “Min Afat al-Fikr al-Arabi al-Islami al-Mu’ashir Mitsal Tathbiqi: Dirasah
Naqdiyyah li Kitab al-Khall al-Islami Faridhah wa Dharurah li Fadhilah al-Syaikh
Yusuf al-Qardhawi”, dalam jurnal Qadhaya’fikriyyah, edisi 15 juni -16 juli 1995.
Alwi AM. Bandung: Mizan, 1994. Boullata, Issa J, al-Qur’an yang Menakjubkan: Bacaan
Terpilih dalam Tafsir Klasik Hingga Modern dari Seorang Ilmuan Katolik, Ciputat:
Lentera Hati, 2008.
Cecep Taufikurrahman, “Syaikh al-Qardhawi”, dalam www.Islam lib.com.
Dahlan, Abdul Aziz dkk., “Sayid Sabiq” Ensiklopedi Hukum Islam, jilid V. Dewan Redaksi,
2005, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve.
Mardan, al-Qur’an Sebagai Pengantar Memahami Al-Qur’an Secara Utuh Jakarta: Pustaka
Mapan, 2009. Munawwir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir, (Yogyakarta: Pondok
Pesantren al-Munawwir, 1984.
Qadir, Abdurrahman, Studi Pembaharuan Hukum Islam, Studi Pemikiran Yusuf Qardhawi
tentang Zakat Profesi, Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah,1990.
Suparmin, dkk, 2006. Al-Qur’an-Hadis Madrasah Aliyah. Surabaya: Rahma. Al-Suyuti,
Jalaluddin. 1979. AL-Itqan fi Ulumil Al- Qur’an. Juz II. Bairut: Dar Al-Fikr. Syauqi
Nawawi, Rifat. 2002. Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh. Jakarta: Paramadina. Al-
Zarkasyi. 1972. Al-Burhan fi Ulunil Al-Qur’an. Jilid II. Mesir: Isa Al-Baby Al-Halabi.
Yusuf Qardhawi, Mukjizat-Mukjizat Nabawiah, dalam Website
http://www.geocities.com/pakdenono/www.pakdenono.com
Yusuf Qardhawi, Sistem Masyarakat Islam dalam al-Qur’an dan as-Sunnah,
dalamwebsite:http://www.geocities.com/pakdenono/www.pakd enono.com

Anda mungkin juga menyukai