Anda di halaman 1dari 154

PIDATO DIES NATALIS

KONGGRES DAN ORASI ILMIAH

Dr . Ari Setiawan, M.Pd


Prof Dr. Jur Udin Sillalahi, SH., LLM
Dr. Sitti Rahmawati Yahya, M.TI
Dr. Helmiah Tasti Adri, M.Pd, Si
Dr . I Putu Suiraoka, M.Kes
Dr. Mulono Apriyanto, MP
Dr. Aloysius Jondar, M.Si
Dr. Wa Ariadi, M.Si

Pidato Dies Natalis Ke 2 ASOSIASI CeL KODELN


Orasi Ilmiah Mewakili Bidang Kesehatan, Hukum, Pendidikan, Pertanian,
Teknik, Sosial Dan Ekonomi

Disampaikan pada Dies Natalis Ke 2 dan Konggres Tahunan


ASOSIASI KOLABORASI DOSEN LINTAS NEGARA CeL (KODELN)
Tanggal 26 Maret 2022
PIDATO DIES NATALIS

Kolaborasi Dosen Untuk Membangun Kualitas Publikasi

Oleh
Dr. Ari Setiawan, M.Pd
Ketua Pusat KODELN

Disampaikan pada Dies Natalis Ke 2 dan Konggres Tahunan


ASOSIASI KOLABORASI DOSEN LINTAS NEGARA CeL (KODELN)
Tanggal 26 Maret 2022
Salam sejahtera dan selamat pagi

Yang kami hormati


1. Ketua pusat cel KODELN
2. Dewan Pengawas CeL KODELN
3. Perwakilan Pimpinan Kampus Pendukung kegiatan dies natalis dan
konggres
4. Koordinator 34 wilayah CeL KODELN
5. Semua peserta Dies natalis dan orasi ilmiah

Bapak/ibu undangan/hadirin sekalian

Segala Puji syukur mari kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
memberi banyak kenikmatan pada kita semua. Sehingga di hari yang
bahagian ini kita masih dapat berkumpul dan bersilaturahmi meskipun
melalui media zoom.

Bapak/ibu undangan/hadirin sekalian

Judul pidato yang akan sampaikan adalah “Kolaborasi Untuk


Membangun Kualitas Publikasi”
Hadirin peserta kegiatan dies dan orasi ilmiah yang saya hormati
Dunia dosen beberapa tahun belakangan ini bahkan sampai saat ini masih
disibukan dengan istilah publikasi. Hal ini menandai era dimana dosen
dirasa belum “lengkap” apabila belum melakukan publikasi. Publikasi
menjadi “momok” bagi sebagian dosen, tetapi juga menjadi tempat
melakukan “pamer ilmiah” bagi sebagian dosen yang lainnya. Publikasi
sekarang menjadi ajang mencari “kepuasan ilmiah” walau tidak jarang
menjadi ajang “kapitalis” dalam mencari keuntungan semata.
Munculnya wadah publikasi berupa jurnal dan penerbitan baru bagikan
jamur yang tumbuh lebat dimusim hujan. Hal ini ditandai berlomba-
lombanya institusi, lembaga bahkan “pribadi” membuat jurnal dan
penerbitan. Di satu sisi ini adalah angin segar bagi seorang dosen yang
haus akan wadah publikasi, disisi lain ini adalah peringatan juga terkait
mutu dan kualitas dari publikasi dan wadah publikasi itu sendiri.
Hadirin peserta kegiatan dies dan orasi ilmiah yang saya hormati
Dosen sebagai insan pendidik “berkasta tinggi” tentu memiliki semangat
membara dalam mengejar publikasi. Ibarat pepatah “menanam padi
tumbuh rumput, menanam rumput padi tak tumbuh” menggambarkan
bagiaman sulitnya dosen untuk mengejar publikasi yang berkualitas.
Dosen dihadapkan pada beberapa persoalan pelik dan sulit dalam
menempuh publikasi yang berkualitas.
Pertama, dosen dihadapkan pada pemahaman yang kadang masih rancu
antara artikel, jurnal, jenis-jenis buku sampai pada memilih publisher
dengan tepat. Padahal pemehaman ini menjadi modal dasar dalam
melakukan publikasi dengan baik dan benar. Terkadang masih ditemuai
banyak dosen yang menyatakan jurnaku sudah publish belum, besok
tolong jurnalku di baca yaaa, sampai pada pemahaman yang mininm
tentang indeksasi tempat publikasi serta minim juga pemahaman terkait
jenis-jenis buku dan penulisannya.
Hadirin peserta kegiatan dies dan orasi ilmiah yang saya banggakan
Kedua, persoalan mendasar juga yang tidak kalah penting adalah kualitas
atrikel atau naskah yang akan di publikasi baik dalam jurnal maupun
buku. Masih banyak ditemui dosen yang kebingungan dalam menulis
artikel dan naskah buku. Perubahan yang sangat cepat dalam dunia
publikasi terkadang tidak di barengi dengan kesiapan dosen untuk
berubah. Paradigma konvensional dan ego sektoral serta idealisme yang
melibihi batas menjadikan beberapa dosen enggan membuka diri pada
perubahan maupun pada konsep kebersamaan (kolaborasi)
Persiapan naskah publikasi membutuhkan energi yang tidak sedikit
bahkan biaya yang juga tidak sedikit. Hal inilah yang terkadang membuat
dosen enggan untuk menyususn naskah publikasi yang baik. Praktik
plagiasi, falsifikasi sampai ghost writer bahkan ambil alih karya dengan
tidak wajar sering masih didapati. Hal ini tentu sulit untuk menjamin
mutu artikel atau naskah buku dalam publikasi.
Hadirin peserta kegiatan dies dan orasi ilmiah yang saya banggakan
Kedua persoalan diatas dan mungkin berbagai persoalan lainnya yang ada
tentu membutuhkan berbagai stategi dalm mengatasinya. Ibarat
penyakit tentu harus di carikan obatnya. Salah satu obat adalah
“kolaborasi”. Kolaborasi merupakan sebuah tuntutan di era keterbukaan
semacam ini. Kolaborasi merupakan slah satu jawaban dari berbagai
kerumitan dan kesulitan mempublis suatu karya. Betapa tifak dalam
konsep kolaborasi aada transfer knowledge yang dapat dilakukan.
Bahkan benteng kokoh Scopus atau WoS yang konon katanya “angker”
dan sulit di bobol dengan jurus kolaborasi ini dapat tembus.
Selain itu kolaborasi juga memungkinkan pembiayaan yang mahal
menjadi relatif lebih terjangkau serta dapat di penuhi. Meskipun
terkadang dirasa masih memberatkan juga.

Hadirin peserta kegiatan dies dan orasi ilmiah yang saya banggakan
Selama 2 tahun berkiprah Asosiasi CeL KODELN yang mengusung tag line
Kolaborasi sudah berupaya membuktikan dengan berbagai capain kinerja
yang membanggakan. Puluhan Bookchapter, hibah buku pendampingan
artikel serta berbagai kegiatan bernuansa kolaborasi. Semua itu cel
lakukan untuk membantu sedikit menyingkap skat kesulitan dalam
publikasi ilmiah.
Akhir Kata izinkan dengan mengharap ridho Allah SWT dan ucapan
terimakasih mendalam kepada semua member aktif cel, semoga cel
KODELN semakin memberi manfaat. Serta di dies yang ke 2 ini semoga
cel KODELN menjadi salah satu asosiasi dosen yang mempu memberi
manfaat yang besar khususnya dalam upaya mencapai tridharma serta
semakin kuat jaringan dalam dan LN. Walau kami sadari masih banyak
kelemahan dan kekurangan, semoga ini menjadi bahan evaluasi dan
menjadikan semangat untuk semakin maju. “salam kolaborasi” Jayalah
selalu CeL KODELN.
Ari Setiawan
Ketua Pusat Cel KODELN
ORASI ILMIAH BIDANG HUKUM

Pasar Digital di Indonesia:


Bagaimana Hukum Persaingan Usaha Indonesia Menyikapinya?

Oleh
Prof. Dr. jur. Udin Silalahi, SH., LL.M

Disampaikan pada Dies Natalis Ke 2 dan Konggres Tahunan


ASOSIASI KOLABORASI DOSEN LINTAS NEGARA CeL (KODELN)
Tanggal 26 Maret 2022
Salam sejahtera dan selamat pagi

Yang kami hormati


1. Ketua pusat cel KODELN
2. Dewan Pengawas CeL KODELN
3. Perwakilan Pimpinan Kampus Pendukung kegiatan dies natalis
dan konggres
4. Koordinator 34 wilayah CeL KODELN
5. Semua peserta Dies natalis dan orasi ilmiah

Bapak/ibu undangan/hadirin sekalian

Pengantar orasi
Puji syukur kita sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmatNya kita diberikan kesehatan dan waktu untuk berkumpul dari
berbagai perguruan tinggi dengan ekspertis yang berbeda-beda (multi
disipliner) untuk saling berbagi pengetahun dan pengalaman dari
masing-masing ilmu kita.

Bapak/ibu undangan/hadirin sekalian

Judul orasi yang akan sampaikan adalah “Pasar Digital di Indonesia:


Bagaimana Hukum Persaingan Usaha Indonesia Menyikapinya?”
Bapak/ibu undangan/hadirin sekalian
A. Pendahuluan

Digitalisasi telah merevolusi pasar di semua sektor ekonomi. Produk


digital dan model bisnis yang inovatif telah menciptakan tantangan baru
bagi kebijakan persaingan dan penegakan hukum persaingan di seluruh
dunia termasuk Indonesia. Ekonomi digital berkembang pesat di seluruh
dunia termasuk di Indonesia. Ekonomi digital baru menciptakan peluang
bisnis seperti ride hailing, platform internet yang menyediakan barang
pemasok dan pembeli (multi sided-market) seperti Tokopedia, Shopee dll
dan terlebih lagi setelah dilakukan merger di pasar digital seperti Gojek
dan Tokopedia menjadi GoTo. Bagaimanapun juga persaingan usaha di
pasar digital akan terjadi sama dengan pada pasar konvensional.
Persaingan adalah sesuatu yang niscahya, tidak dapat dihindari. Saat ini
UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) tidak cukup mengatur persaingan
usaha di pasar digital.
Jika ada pelaku usaha yang merugikan atau mendistorsi persaingan di
pasar digital, maka KPPU harus mengembalikan pasar agar menjadi pasar
yang kondusif dan sehat, namun UU No. 5/1999 belum mengatur tentang
pasar digital.
Sehubungan ketidak adanya peraturan mengenai pasar digital, Merger
Gojek dengan Tokopedia yang telah dilaporkan ke KPPU sejak bulan
Agustus 2021 sampai orasi ini ditulis belum diputuskan KPPU, apakah
merger GoTo tersebut akan diizinkan atau ditolak. Valuasi pasar digital
pada tahun 2021 mencapai US$ 70 miliar dan diprediksi akan meningkat
menjadi US$ 146 miliar pada tahun 2025. Seiring dengan perkembangan
ekonomi digital ke depan akan terjadi semakin banyak persaingan usaha
tidak sehat dalam menjalankan kegiatan ekonomi di dunia pasar digital.
Oleh karena itu fokus dari orasi ilmiah ini adalah bagaimana sikap KPPU
dalam menerapkan UU No. 5/1999 pada pasar digital di Indonesia, jika
ada praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat di pasar
digital.

B. Ekonomi digital

Ekonomi digital adalah istilah umum yang digunakan untuk


menggambarkan pasar yang fokus pada teknologi digital. Dalam Report
for the G20 Digital Economy Task Force tahun 2020 untuk the
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD)
mendefinisikan ekonomi digital bahwa ekonomi digital menggabungkan
semua aktivitas ekonomi yang bergantung pada, atau secara signifikan
ditingkatkan dengan penggunaan input digital, termasuk teknologi
digital, digital infrastruktur, layanan digital, dan data. Hal ini mengacu
pada semua produsen dan konsumen, termasuk pemerintah, yang
memanfaatkan input digital ini dalam kegiatan ekonomi mereka (OECD:
2020). Dari pengertian OECD tersebut bahwa yang memanfaatkan input
digital dalam kegiatan ekonominya termasuk kegiatan ekonomi digital
yaitu dilaksanakan oleh produsen dan konsumen dan termasuk
pemerintah. Pemerintah Indonesia juga mendorong pengembangan
ekonomi digital Indonesia, karena ekonomi digital sangat prospektif di
masa depan.
Indonesia memiliki ekonomi digital terbesar senilai US$ 100 miliar di
antara negara-negara ASEAN, setara dengan 41% dari nilai transaksi di
kawasan ASEAN. Nilai transaksi (GMV) ekonomi digital Indonesia telah
tumbuh lebih dari 40% per tahunnya sejak 2015 dan diprediksi akan
mencapai US$ 130 miliar pada 2025, menjadikan Indonesia sebagai pasar
digital yang paling menjanjikan di Asia Tenggara (Ira Aprilianti & Siti Alifah
Dina: 2021). Hasil penelitian dari Google, Temasek, dan Bain & Co.
Menyatakan bahwa 41,9% dari total transaksi ekonomi digital ASEAN
berasal dari Indonesia. Nilai ekonomi digital Indonesia pada tahun 2020
mencapai USD 44 Miliar yang berarti tumbuh 11% dari tahun 2019 dan
berkontribusi sebesar 9,5% terhadap PDB Indonesia. Menko Bidang
Ekonomi, Airlangga Hartanto mengatakan bahwa pengembangan
ekonomi digital Indonesia tidak hanya sebagai target pasar tetapi sebagai
pemain global (Airlangga Hartanto: 2021).

Indonesia harus mampu mengatur ekonomi digital di Indonesia menjadi


pasar yang paling menguntungkan di pasar ASEAN dan transparan serta
terukur hal-hal yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan yang
merugikan atau mendistorsi pasar digital. Oleh karena itu ada urgensi
bagi pembuat undang-undang Indonesia untuk menyediakan kerangka
peraturan yang adil, seimbang, praktis, dan efektif yang akan
memungkinkan perusahaan rintisan teknologi dan perusahaan online
untuk mengembangkan pasar Indonesia sambil memenuhi kebutuhan
negara yang berkembang. Sebaliknya dipihak lain, memahami
perusahaan yang mana yang bertindak anti persaingan dan
menyalahgunakan posisi dominan pada pasar digital lebih rumit bagi
penegak hukum karena ada berbagai faktor yang harus dipertimbangkan,
antara lain sulitnya menetapkan pasar bersangkutan dan posisi
dominannya, karena adanya pasar dua sisi (multi sided market) serta
penguasaan data (big data) yang mempunyai nilai tersendiri di dalam
pasar digital.
Sementara Presiden Republik Indonesia mengakui bentuk integral dari
ekonomi digital sebagai kontributor terdepan bagi perekonomian negara,
masih terdapat kekurangan regulasi yang memadai (Ira Aprilianti & Siti
Alifah Dina: 2021). Upaya yang dilakukan adalah Presiden menerbitkan
Perpres No. 74 tahun 2017 tentang Roadmap E-Commerce tetapi segera
terhenti ketika pandemi Covid-19 melanda negeri ini dan diganti dengan
Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 tentang Panitia Penanganan
Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Kewenangan pemulihan
perekonomian nasional dari pandemi Covid-19 berada pada Wakil
Menteri Badan Usaha Milik Negara, Menteri Keuangan, dan Ketua Kamar
Dagang dan Industri berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun
2020 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 108
Tahun 2020. Pengundangan Perpres No. 82/2020 juga membubarkan
Panitia Unggulan Peta Jalan E-Commerce. Program Pemulihan Ekonomi
Nasional saat ini berfokus pada 6 sektor yaitu, kesehatan, jaminan sosial,
dukungan Pemerintah Daerah, Insentif Usaha, Usaha Mikro, Kecil &
Menengah (UMKM) serta pendanaan korporasi (Peraturan Menkeu No.
185/PMK.02/2020 of 2020: Pasal 4 ayat (1)). Program ini tidak menangani
masalah apa pun yang berkaitan dengan raksasa e-commerce Indonesia.
Saat ini Regulasi tentang ekonomi digital di Indonesia diatur di dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Secara
umum, pembuat undang-undang membuat rancangan peraturan
Indonesia berdasarkan pendekatan formalistik daripada berbasis efek
(OECD: 2020). Komisi Pengawas Persaingan Usaha (“KPPU”) mengakui
bahwa bahaya teknologi digital yang memberikan garis abu-abu antar
industri dan mengubah persaingan (KPPU: 2017). Hal ini menyebabkan
penerapan peraturan utama tentang E-Commerce adalah Peraturan
Pemerintah No 80 Tahun 2019 tentang E-Commerce yang mengatur
pengumpulan data, iklan elektronik, konfirmasi e-transaksi, pembayaran
elektronik yang aman, pengiriman, prosedur pengembalian dan
pembatalan, dan e-commerce, serta penyelesaian sengketa. Namun
demikian, ada kekurangan. Para pemangku kepentingan memandang
bahwa hukum tidak cukup efisien dalam pelaksanaannya karena
tumpang tindih dan konflik kewenangan antara penegak hukum dan
pembuat kebijakan (KPPU: 2017). Munculnya perusahaan yang
sepenuhnya terdigitalisasi, misalnya Etsy, Uber, Airbnb, Grab,
mempersulit lembaga pengatur untuk menegakkan kepatuhan penuh
terhadap lisensi, konten, dan operasi perusahaan (KPPU:2017).

C. Pasar Digital

Pasar digital menimbulkan beberapa kekhawatiran kepada legislator


secara global, karena pasar tidak transparan dan ada pasar dua sisi
sehingga menyebabkan dominasi, merugikan perlindungan konsumen,
dan masalah privasi data, antara lain, menciptakan risiko baru, risiko lama
yang kompleks, dan dampak yang tidak terduga (KPPU: 2019). Dalam
orasi disampaikan bagaimana pengaturan pasar digital di negara maju
seperti Jerman, dan negara anggota ASEAN, seperti Singapura dan
Thailand secara singkat menjadi referensi bagi Indonesia.

1. Jerman
Jerman dianggap memiliki salah satu undang-undang kompetisi paling
progresif hingga saat ini karena mereka secara proaktif menerapkan dan
merevisi undang-undang antimonopoli tradisional mereka untuk
mengatur ekonomi digital (Daniel Mandrescu: 2020). Bahkan sebelum
pasar digital secara eksplisit diatur, lembaga yang berwenang untuk
mengawasi persaingan (Bundeskartellamt: 2016) mulai memberlakukan
sanksi atas platform digital raksasa sejak 2013, kepada Booking.com dan
Amazon atas penetapan harga dan kondisi yang tidak menguntungkan
(BundesKartellAmt: 2021). Dalam praktiknya, ada banyak aspek yang
Bundeskartellamt anggap sebagai dominasi atau perilaku anti-
persaingan, termasuk akses ke pasar dan data, pengaruh jaringan sosial,
penetapan harga tertentu, merger, dan akuisisi (BundesKartellAmt:
2016). Amandemen ke-10 GWB - Undang-Undang Persaingan Jerman
pada awal tahun 2021 memberi Bundeskartellamt kewenangan untuk
campur tangan lebih efektif pada tahap awal penyalahgunaan. Melalui
hal ini, mereka telah memulai proses hukum terhadap Amazon, Apple,
Facebook, dan Google.
GWB ke-10 sekarang membutuhkan kekuatan finansial entitas dan akses
ke data yang relevan untuk persaingan guna menentukan kekuatan dan
dominasi pasar mereka (German Competition Act: 2021). Komisi Eropa
dalam kasus Google, Facebook/Whatsapp, dan Microsoft/Skype yang
terkenal menentukan perilaku kasar karena aplikasi ini mengikat browser
web ke sistem operasi platform meskipun konsumen dapat menikmati
aplikasi ini secara gratis (BundeskartellAmt: 2016). Penggabungan secara
horizontal dari platform ini meningkatkan peluang untuk investasi yang
lebih tinggi dan memungkinkan mereka untuk mengumpulkan dan
mengakses data konsumen yang tidak dapat ditandingi oleh pesaing
mereka yang baru masuk (Bundekartellamt:2016). Oleh karena itu,
persyaratan baru bagi raksasa platform digital untuk menyediakan akses
ke data ketika secara objektif diperlukan untuk beroperasi di pasar hulu
atau hilir dan ketika ada penolakan untuk menyediakan akses data
tersebut akan secara efektif menghilangkan persaingan, menghindari
kelemahan ini (Competition Act-GWB: 2021).

2. Singapore
Komisi Persaingan dan Konsumen Singapura (“CCCS”) mengelola bentuk
tradisional hukum antimonopoli. Tidak ada regulasi khusus untuk
persaingan di platform digital karena sulitnya menentukan regulasi mana
yang akan diterapkan pada perusahaan digital multi-sisi seperti Uber dan
Airbnb, yang tidak memiliki inventaris, misalnya mobil, rumah, dan
menyediakan berbagai layanan jasa (pembersihan dan kesehatan) (KPPU:
2019). Pada tahun 2018, CCCS mendenda Grab sebesar Rp. 66,9 juta
karena gagal memberi tahu institusi yang mengakuisisi Uber dan secara
tidak langsung menguasai 30-50% pangsa pasar dan mengharuskan Grab
menghapus kewajiban eksklusivitasnya bagi pengemudinya untuk bebas
memilih di antara platform transportasi setelah membeli Uber
(KPPU:2019). Penilaian mereka memberikan solusi yang adil dan
proporsional untuk mendorong kesejahteraan dan inovasi ekonomi serta
mencegah hambatan masuk. Singapura menyediakan a regulatory
sandbox (kotak pasir peraturan) yang diawasi oleh badan Otoritas
Moneter mereka untuk melakukan uji coba aturan yang berkaitan dengan
hal-hal yang muncul dan rumit seperti e-commerce, untuk jangka waktu
tertentu.
Setelah jangka waktu tersebut, Otoritas Moneter akan menyesuaikan
peraturan berdasarkan hasil uji coba dengan mengadakan Dialog Privat-
Publik (Private-Public Dialogues-“PPd”) yang terus menerus (Ira Aprilianti
& Siti Alifah Dina: 2021). Meskipun praktik ini dapat menjadi solusi bagi
Indonesia, kita harus mempertimbangkan fakta bahwa Singapura secara
geografis lebih kecil dan memiliki lebih sedikit masalah logistik
dibandingkan dengan Indonesia, di mana kebutuhan seperti memiliki
telepon dan mobil, tidak mudah dilakukan. Oleh karena itu, semua PPD
tersebut harus mengikutsertakan UMKM di wilayah tersebut untuk
menentukan solusi praktis dan inovatif berdasarkan undang-undang.
Artinya Singapura mengupayakan penegakan hukum persaingannya di
pasar digital seperti pengambilalihan uber oleh Grab, CCCS mengenakan
denda kepada Grab.

3. Thailand
Pasar digital Thailand bernilai $26,2 miliar, disumbangkan secara
signifikan oleh belanja lintas batas, tiga penjualan luar negeri teratas di
Cina, Jepang, dan AS dan didominasi oleh dua perusahaan e-commerce
terbesar, Shopee dan Lazada (J.P Morgan: 2022). Sejak awal pandemi
Covid-19, Thailand memang telah mengubah prioritasnya dan fokus pada
pengaturan anti-persaingan di dua pasar tertentu: produk kesehatan dan
platform pengiriman makanan, karena penetapan harga dan manipulasi
harga yang berlebihan (KPPU:2021). Pemerintah mengakui pentingnya
mengatur persaingan di pasar digital secara efektif dan pemerintah
percaya bahwa membuat revisi yang diperlukan adalah mendukung
pemulihan bangsa (KPPU: 2021).
Pada bulan November 2020, the Office of Trade Competition Commission
of Thailand (OTCCT) menetapkan Pedoman tentang Praktik Perdagangan
yang Tidak Adil Antara Operator Platform Digital untuk Operator
Pengiriman Makanan dan Operator Restoran, yang melarang permintaan
biaya komisi yang tidak adil atau pembagian laba kotor pada tingkat yang
meningkat dan tuntutan biaya iklan yang tidak adil tanpa alasan yang
dapat dibenarkan. Kemudian perusahaan dilarang memberlakukan
eksklusivitas pada platform tertentu, memberlakukan “Klausul
Kesetaraan Tarif” yang menawarkan produk dengan harga yang sama di
berbagai platform, memperpanjang persyaratan kredit, dan
memberlakukan klausul penghentian ketika restoran menolak untuk
memenuhi permintaan yang tidak adil (Allen & Overy: 2022).
UMKM juga saat ini tidak mampu bersaing di pasar digital secara efisien
karena kurangnya likuiditas keuangan dan jangka waktu kredit yang
panjang. Untuk mengatasi masalah ini dan melindungi UMKM, OTCCT
mengeluarkan the Guidelines on Fair Trade Practices concerning Credit
Terms for Small and Medium Enterprises (Credit Terms Guidelines ) -
Pedoman Praktik Perdagangan yang Adil tentang Ketentuan Kredit untuk
Usaha Kecil dan Menengah (Pedoman Ketentuan Kredit), membatasi
jangka waktu kredit untuk pembayaran kepada UMKM paling lama 45
hari (30 hari untuk produk pertanian) (Allen & Overy: 2022).
Merger dan akuisisi merupakan faktor besar dalam mempertimbangkan
apakah suatu perusahaan melakukan tindakan anti persaingan. Pasca
Covid-19, OTCCT mensyaratkan daftar lengkap dan terperinci yang
mencakup daftar lengkap direktur, pemegang saham, perincian
perusahaan dalam lingkup Entitas Ekonomi Tunggal (single economic
entity), struktur lengkap para pihak sebelum dan sesudah merger dan
dampak dari hal merger dan akuisisi di pangsa pasar (Allen & Overy:
2022). Bank Dunia mendukung Thailand untuk meningkatkan persaingan
dan memastikan kesetaraan dalam undang-undang persaingan Thailand
untuk mempromosikan inovasi, persaingan, dan interoperabilitas sistem
digital (World Bank: 2021). Bank of Thailand merekomendasikan
beberapa kebijakan utama untuk meningkatkan persaingan dalam
ekonomi digital, termasuk lisensi perbankan virtual untuk penyedia
layanan, mengangkat batas Investasi FinTech, dan memperluas cakupan
bisnis non-bank dan memungkinkan akses terbuka ke infrastruktur
dengan biaya yang sesuai (Bank of Thailand: 2022).

D. Bagaimana KPPU menyikapi penerapan UU No. 5/1999 dalam Pasar


Digital?

UU No. 5/1999 memberikan wewenang kepada KPPU sebagai pengawas


persaingan usaha untuk melakukan pengawasan dan penindakan
terhadap praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat pada pasar
yang bersangkutan. Biasanya pelaku usaha yang mempunyai posisi
dominan yang dapat melakukan praktek monopoli dan/atau persaingan
usaha tidak sehat. Oleh karena itu, KPPU akan menilai pelaku usaha
berada pada posisi dominan, apakah melakukan penyalahgunaan posisi
dominannya atau tidak. Posisi dominan sebagaimana ditetapkan dalam
Pasal 1 angka 4 UU No. 5/1999 adalah keadaan dimana pelaku usaha
tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar yang bersangkutan dalam
kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai
posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan
kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan,
serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang
atau jasa tertentu. Dari pengertian posisi dominan ini ada 2 hal penting
yang dapat membuat pelaku usaha dikategorikan sebagai pelaku usaha
yang dominan, yaitu penguasaan pangsa pasar yang lebih besar dari
pesaingnya dan kemampuan keuangan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pesaingnya
Tentang pengaturan posisi dominan penguasaan pangsa pasar suatu
pelaku usaha diatur di dalam pasal 25 ayat 2 UU Antimonopoli, yaitu satu
pelaku usaha disebut dominan apabila menguasai pangsa pasar lebih dari
50%, sedangkan untuk dua atau tiga pelaku usaha disebut dominan
apabila menguasai pangsa pasar lebih dari 75%. Tidak seperti persyaratan
notifikasi Singapura tentang akuisisi besar yang menyebabkan dominasi
30-50%, undang-undang Antimonopoli Indonesia tidak memiliki
persyaratan tersebut. Terkait mengenai akuisisi dilarang apabila akibat
pengambilalihan saham tersebut dapat mengakibatkan praktek monopoli
dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Penguasaan pangsa pasar dan
kemampuan keuangan yang tinggi mempunyai kemampuan mengatur
pasokan atau penjualan serta menyesuaikan pasokan atau permintaan
barang atau jasa pasar yang bersangkutan. Hal ini dapat dilakukan secara
sendiri atau Bersama-sama dengan pelaku usaha yang lain. Artinya
pelaku usaha dilarang melakukan penyalahgunaan posisi dominannya
baik secara langsung maupun tidak langsung berupa: a) menetapkan
syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau
menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing,
baik dari segi harga mauun kualitas; atau b) membatasi pasar dan
pengembangan teknologi; atau c) menghambat pelaku usaha lain yang
berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar yang bersangkutan
(Pasal 25 ayat (1) jo Pasal 19 huruf a, b, c dan huruf d UU No. 5/1999).
Pertanyaannya adalah bagaimana ketentuan ini dapat diaplikasikan
terhadap pasar digital? Hal ini tidak mudah diaplikasikan karena
pengaturan pasar bersangkutan pada pasar digital tidak ada, sementara
pada pasar digital penyedia platform menjadi pasar dua sisi (multi sided-
market). Jika pasar bersangkutan pada pasar belum diatur, maka untuk
menghitung posisi dominannya juga tidak dapat dilakukan seperti
metode pada pasar konvensional. Perjuangan mentransisikan Undang-
Undang No. 5/1999 secara tradisional untuk mengakomodasi pasar
digital tidak mudah disebabkan oleh pasar dua sisi pada platform digital,
seperti Tokopedia dan Shopee yang memiliki penawaran dan permintaan
sekaligus. Seperti merger GoTo KPPU sampai sekarang belum
memutuskan apakah merger GoTo tersebut menjadi posisi dominan atau
tidak UU No. 5/1999, atau apakah punya potensi melakukan praktek
monopoli pada pasar digital atau tidak belum ada analisinya. Karena hasil
merger Gojek-Tokopedia menjadi GoTo akan menguasai data konsumen.
Pengalaman Singapur dengan Competition Actnya berani
menerapkannya terhadap Grab yang melakukan pengambilalihan Uber
dan memberikan sanksi atas penguasaan pangsa pasar sebesar 30-50%.
Oleh karena itu Pemerintah harus lebih peduli pada perusahaan digital
yang dapat memanipulasi data konsumen daripada manipulasi harga
tradisional. Penggunaan teknologi dan pengaruh sosial yang cepat dan
penyediaan produk tanpa harga semakin meningkatkan peluang
penetapan harga predator dan hambatan masuk pasar, misalnya,
Instagram menjadi lebih dominan karena lebih banyak pengguna
bergabung dengan aplikasi (KPPU:2019).
Sampai saat ini, KPPU pernah menjatuhkan sanksi kepada Grab atas
praktik diskriminasi dan melakukan integrasi vertikal, serta Telkom
karena pemblokiran platform Netflix (United Nations Conference on
Trade and Development). Majelis Komisi pada tingkat pertama
mendenda Grab sebesar Rp7,5 juta karena melanggar Pasal 14 UU No.
5/1999, dan Rp22,5 juta untuk Pasal 19(d) UU No.5/1999 tentang praktik
diskriminasi yang memprioritaskan pengemudi yang dipekerjakan oleh
PT. Teknologi Pengangkutan Indonesia dibandingkan dengan driver
lainnya (KPPU:2021). Namun demikian putusan KPPU dibatalakan oleh
Pengadilan karena tidak ada indikasi integrasi vertikal dan diskriminasi
sebagaimana diatur dalam UU NO. 5/1999 (Yohana A. Uly: 2022).
Sebaliknya, di Telkom, Majelis Komisi menetapkan bahwa Telkom
bertanggung jawab mendiskriminasi Netflix dengan menerapkan fixed
broadband dan mobile broadband dari 2016-2018. Namun, pemblokiran
tersebut tidak menyebabkan bisnis yang tidak adil bagi Netflix, konsumen
juga tidak dapat secara efektif menggunakan Netflix melalui penyedia
jasa lain, sehingga tidak melanggar UU No. 5/1999.
Oleh karena itu, perlu UU No.5/1999 diamandemen untuk
mengakomodasi pasar digital dan ekonomi digital yang mengatur secara
khusus tentang pasar digital, baik mengenai pengertian pasar
bersangkutan, platform, pasar dua sisi (multi sided-market), penetapan
posisi dominannya, penguasaan data konsumen (big data) dan yang
berkaitan dengan teknologi pasar digital. Dengan tersedianya ketentuan
pasar digital dan penilaian ex-post, akan dapat menentukan apakah
perusahaan menyalahgunakan pasar dan melarang masuknya pesaing
baru. Dimana mereka direview secara terus menerus, termasuk dampak
sosial dan ekonomi serta kesejahteraan konsumen, untuk memastikan
efektivitasnya. Untuk itu Kerjasama stake holder UU No. 5/1999, seperti
akademisi, pelaku bisnis ekonomi digital, pemerintah, asosiasi pelaku
usaha ekonomi digital, pemerintah dan DPR, diperlukan dalam membuat
peraturan pasar digital dari perspektif hukum persaingan usaha di
Indonesia.
.

E. Penutup
Perkembangan ekonomi digital dan pasar digital adalah suatu
keniscahyaan akibat perkembangan teknologi dibidang internet. Pasar
digital Indonesia merupakan industri yang menggiurkan yang tidak hanya
dapat mendorong perekonomian nasional secara keseluruhan tetapi juga
meningkatkan eksposur UMKM. Jerman, Thailand, dan Singapura
menunjukkan praktik-praktik bermanfaat yang dapat dipertimbangkan
oleh pembuat undang-undang dalam merevisi Undang-Undang No.
5/1999. Semua stake holder UU No. 5/199 harus duduk bersama
mengadakan diskusi dan kajian untuk mengatur pasar digital sehingga
KPPU mempunyai kewenangan secara khusus melakukan penilaian,
apakah di pasar digital terjadi persaingan usaha tidak sehat atau adakah
penyalahgunaan posisi dominan oleh pelaku usaha besar di pasar digital
tersebut serta notifikasi serta penilaian merger digital. Karena cepat atau
lambat penyalahgunaan pasar akan terjadi pada pasar digital, apalagi jika
tidak ada peraturan yang mengaturnya. Kementerian yang berwenang
harus mengundang para akademisi melakukan kajian dan melakukan
diskusi yang ketat dan berkelanjutan dengan KPPU, lembaga pemerintah
terkait lainnya, UMKM, dan pelaku bisnis digital untuk melindungi
persaingan di pasar digital dan melindungi data konsumen,
mempromosikan kesejahteraan sosial dan meningkatkan inovasi di pasar
digital.

Daftar Pustaka

Acts against Restraints of Competition (Competition Act – GWB)


Allen&Overy, 2021/2022 – Another eventful year for Thai Competition
Law, 9 March 2022, https://www.allenovery.com/en-gb/global/news-
and-insights/publications/2021-2022-another-eventful-year-for-thai-
competition-law (A&O Thailand). Accessed on 10 March 2022
ASEAN Up, Top 10 e-commerce sites in Thailand 2019, 6 March 2022,
https://aseanup.com/top-e-commerce-sites-thailand/. Accessed on 10
March 2022
Bank of Thailand (2022) Repositioning Thailand’s Financial Sector for a
Sustainable Digital Economy, BOT Consultation Paper on Financial
Landscape, February 2022
Ministry of Finance Regulation No. 185/PMK.02/2020 of 2020 on Budget
Management In Managing The Corona Virus Disease Pandemic 2019
(Covid-19) and/or National Economic Recovery Program, Republic of
Indonesia State Gazette Year 2020 Number 1379
Bundeskartellamt (2022) “Digital Economy”, 1 January 2022,
https://www.bundeskartellamt.de/EN/Economicsectors/Digital_econo
my/digital_economy_node.html. accessed on 22 January 2022
Bundeskartellamt. (2016). Working Paper – Market Power of Platforms
and Networks. Ref. B6-113/15. Germany: Bundeskartellamt
Daniel Mandrescu. (2020) “EU Competition Law and the Digital
Economy: Protecting Free and Fair Competition in an Age of
Technological (R)evolution”. The XXIX Fide Congress in the Hague 2020
Congress Publications V.3. Netherlands: EvelenPub, p.35
J.P. Morgan (2022) E-commerce Payment Trends: Thailand, 7 March
2022, https://www.jpmorgan.com/europe/merchant-
services/insights/reports/thailand (J.P. Morgan Thailand);
KPPU Decision No. 08/KPPU-I/2020 on the Alleged Discrimination
Practices of PT. Telecommunications Indonesia Tbk and PT.
Telecommunications Seluler against Netflix related to the Provision of
Internet Access Service Providers.
KPPU Report (2017) Commission for the Supervision of Business
Competition, The Digital Economy in Indonesia, Australia Indonesia
Partnership for Economic Governance, December 2017.
KPPU (2019) Digital Platform Regulation, PROSPERA Policy Brief
supported by the Australia Indonesia Partnership for Economic
Development, July 2019 (Digital Platform Regulation), pp.4-6
KPPU (2021) “The Impact of Covid-19 Pandemic and Economic Recovery
to Competition Law and Policy in ASEAN Countries”, for the Head of
ASEAN Competition Agencies Meeting, October 2021 (KPPU Covid-19
Impact)
KPPU, KPPU Applies Sanctions for Grab & TPI, 8 March 2021,
https://kppu.go.id/blog/2020/07/kppu-jatuhkan-sanksi-ke-grab-dan-
tpi/.
OECD (2020), Abuse of Dominance in Digital Markets,
www.oecd.org/daf/competition/abuse-of-dominance-in-digital-
markets-2020.pdf,
United Nations Conference on Trade and Development, Competition
Law, policy and regulation in the digital area, document No.
TD/B/C.I/CLP/57
World Bank Group. 2021. Thailand Economic Monitor: World Bank,
Bangkok, p.v.
Yohana A. Uly. Grab Evades Rp.30M Fine, KPPU Will File Cassation, 3
March 2022,
https://money.kompas.com/read/2020/09/29/191200726/grab-lolos-
dari-denda-rp-30-miliar-kppu-bakal-ajukan-kasasi

Biografi

Prof. Dr. jur. Udin Silalahi, SH., LL.M.


Lahir pada tanggal 20 September 1958, di Sidamanik, Kabupaten
Simalungun, Pematang Siantar, setelah lulus SMA Katholik Budi Mulia
Pematang Siantar, melanjutkan studi pada Fakultas hukum Universitas
Atma Jaya Yogyakarta, dan lulus pada tahun 1985, program S2 dan S3
ditempuh pada Fakultas Hukum Universitas Friedrich-Alexander
Erlangen-Nuernberg, Erlangen, Jerman. Lulus S2 tahun 1995, dengan
thesis magister: “Franchise Berdasarkan Hukum Persaingan Usaha Uni
Eropa” dan lulus Doktor dengan kekhususan Hukum Persaingan Usaha
pada bulan Februari 2001, dengan tema disertasi : “Pengawasan
Penggabungan Perusahaan berdasarkan UU No. 5/1999 dan PP No.
27/1998 dibandingkan dengan Pengawasan Penggabungan Perusahaan
Berdasarkan Hukum Persaingan Usaha Jerman dan Hukum Persaingan
Usaha Uni Eropa”, lulus dengan predikat magna cum laude. Saat ini
menjadi Dosen tetap di Fakultas Hukum Program S1 dan Pascasarjana
Universitas Pelita Harapan, Ketua Laboratoirum FH Universitas Pelita
Harapan dan Editor in Chief Global Legal Review. Dan menjadi dosen tidak
tetap pada Pascasarjana Universitas Indonesia, pada Kajian Wilayah
Eropa.
Sebelum bergabung dengan Universitas Pelita Harapan pada tahun 2009,
menjadi peneliti senior pada Departemen Ekonomi, Center for Strategic
and International Studies (CSIS), Jakarta. Selain itu pernah mengajar mata
kuliah Hukum Persaingan Usaha dan Hukum Bisnis dibeberapa perguruan
tinggi seperti pada program Pascasarjana Universitas Islam Riau,
Pekanbaru, Pascasarjana FH- Univ. Jayabaya Jakarta, dan pada Fakultas
Hukum Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta. Dan menjadi tenaga ahli
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tahun 2002-2005, Tahun
2007-2010, Tahun 2012-2013 dan sampai sekarang, Badan Pembinaan
Hukum Nasional (BPHN), Departemen Hukum dan HAM sejak Tahun
2002-2009. Aktif menulis karya ilmiah baik di jurnal nasional terakreditasi
dan jurnal internasional bereputasi serta menjadi pembicara di berbagai
Seminar nasional dan Internasional.
ORASI ILMIAH BIDANG PENDIDIKAN

IMPLEMENTASI KURIKULUM SAINS BERBASIS KONSERVASI ALAM

Oleh
Dr. Helmia Tasti Adri, M.Pd.Si

Disampaikan pada Dies Natalis Ke 2 dan Konggres Tahunan


ASOSIASI KOLABORASI DOSEN LINTAS NEGARA CeL (KODELN)
26 Maret 2022
Assalamualaikum warahmatullohi wabarakatuh,

Yang kami hormati


1. Ketua pusat cel KODELN
2. Dewan Pengawas CeL KODELN
3. Perwakilan Pimpinan Kampus Pendukung kegiatan Dies Natalis
dan Konggres
4. Koordinator 34 wilayah CeL KODELN
5. Semua peserta Dies natalis dan konggres
6. Perwakilan dari Setiap Negara Anggota CEL KODELN

Bapak/ibu undangan/hadirin sekalian


Pertama dan utama saya mengucapkan terimakasih atas kesempatan
yang diberikan kepada saya pada hari ini. Terutama kepada Connecting
Lecturers (CEL) Kolaborasi Dosen Lintas Negara (KODELN) yang terus
menerus memfasilitasi anggota untuk berkarya dan berinovasi. Didalam
CEL kita berkarya dan berkolaborasi untuk menjadi unggul melalui
kerjasama yang saling memberi manfaat satu dengan yang lainnya. Sealin
itu salam hormat saya kepada para senior dan semua anggota CEL dari
mancanegara maupun dari setiap provinsi di Indonesia.
Bapak/ibu undangan/hadirin sekalian
IMPLEMENTASI KURIKULUM SAINS BERBASIS KONSERVASI ALAM

Sistem pembelajaran sains saat ini tidak lagi dapat dikatakan berfokus
pada guru, sejak lebih dari 5 tahun yang lalu, pembelajaran sains telah mulai
berfokus pada siswa, dimana siswa belajar dan berinteraksi secara aktif
dalam proses pembelajaran sains. Akan tetapi kemajuan zaman menuntut
sesuatu yang lebih baru dan terkini, yakni kawinnya sains dan tekhnologi.
Didalam implementasi kurikulum sains itu sendiri, tidak hanya problematika
menyatukan sains dan tekhnologi saja. akan tetapi juga harapan untuk
menyatukan antara pendidikan sains dengan sains sebagai ilmu murni atau
dalam hal ini yang paling diharapkan adalah bagaimana upaya untuk
menjadikan sains sebaagi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan nyata.
Kurikulum merupakan panduan utuh dari implementasi arah
kebijakan pendidikan (Munajim, 2020). Kurikulum pendidikan yang
digunakan oleh sekolah saat ini adalah kurikulum 2013 dan juga merdeka
belajar Kampus Merdeka bagi sebagian sekolah yang sudah mulai
mengimplementasikan. Implementasi kurikulum adalah menterjemahkan
kurikulum dokumen menjadi kurikulum sebagai aktivitas nyata (Munir.,dkk,
2021; Salabi, 2020;). Kurikulum Sains pada setiap tingkatan baik ditingkat SD,
SMP maupun SMA dapat disisipi dengan muatan kepedulian terhadap
lingkungan dan alam. Oleh karenanya sains dapat diajarkan melalui
pendekatan kontekstual atau nyata (Handayani, dkk., 2021), menurut J.P.
Miller dan W. Seller (1985). Implementasi kurikulum merupakan terjemahan
kurikulum dokumen menjadi kurikulum sebagai aktivitas atau kenyataan
(Yasir, 2021; Rojii, dkk., 2019). Implementasi kurikulum diwujudkan dalam
bentuk pengalaman belajar dengan prinsip-prinsip yang menjadikannya lebih
mudah dan lebih efektif untuk dikomunikasikan ke berbagai pihak seperti
pimpinan sekolah, pendidik, pengawas sekolah, dan staf pendukung lainnya
(Salabi, 2020).
Konservasi adalah suatu langkah penting yang harus dimaknai
mendalam oleh setiap warga sekolah. Konservasi sumberdaya alam hayati
berdasarkan UU merupakan pengelolaan sumber daya alam hayati yang
pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin
kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas keanekaragaman dan nilainya dengan tujuan agar alam tetap lestari
(Hidayat & Kayat, 2020).
Merujuk kepada Unesco Science Report 2008, ada sebelas isu penting
dalam kebijakan pendidikan sains:
Issue 1: science in schooling and its educational purposes (tujuan pendidikan
sains di sekolah). Tujuan yang jelas memberikan gambaran konten, strategi
pembelajaran, sistem evaluasi yang akan dilaksanakan.
Issue 2: access and equity in science education (akses untuk pendidikan
sains). Masih banyak negara di dunia yang belum memberikan kesempatan
yang luas untuk warganya dalam mendapatkan pendidikan termasuk
pendidikan sains
Issue 3: interest in, and about science (ketertarikan terhadap sains rendah).
Banyak siswa dan orang tua khawatir dengan karir yang bisa dijalani anaknya
melalui pendidikan sains.
Issue 4: how technology relates to science in education (bagaimana
mengaitkan teknologi dengan pendidikan sains). Pendidikan sains harus lebih
progresif dan menjadikan sains dekat dengan kehidupan nyata (kontekstual)
dan bisa diaplikasikan
Issue 5: the nature of science and inquiry (hakikat Sains dan inkuiri).
Pembelajaran sains di sekolah banyak mengajarkan ilmu sains, tetapi proses
sains tidak pernah atau jarang diperlihatkan sehingga terputus antara sains
dengan kehidupan sehari-hari siswa
Issue 6: scientific literacy (melek Sains). Tujuan utama pendidikan sains
adalah menciptakan generasi muda yang melek sains
Issue 7: quality of learning in science (kualitas pembelajaran sains). Perlu
peningkatan kualitas pembelajaran sains terutama sistem asesmen
Issue 8: the use of ict in science and technology education (penggunaan ICT
dalam Pembelajaran sains). ICT salah satu upaya agar pendidikan sains
bersifat kontektual tidak lagi bersifat abstrak.
Issue 9: development of relevant and effective assessment in science
education (mengembangkan asesmen yang tepat dan efektif untuk
pendidikan sains). Perlu pengembangan instrumen asesmen yang bersifat
autentik, dan bervariasi sehingga tidak hanya menilai kemampuan kognitif.
Issue 10: science education in the primary or elementary years (pendidikan
sains mulai dari sekolah dasar). Pendidikan sains dimulai dari tahun tahun
awal pendidikan di SD diyakini akan membangun ketertarikan siswa terhadap
sains
Issue 11: professional development of science teachers (meningkatkan
profesionalisme guru). Profesionalisme guru dalam pembelajaran sains
berpengaruh besar terhadap minat siswa pada sains (Fensham, 2008).
Saat ini dunia pendidikan kita sangat memerlukan panduan untuk
memberikan pemahaman secara mendalam kepada siswa-siswa disekolah
melalui implementasi sistem kurikulum yang tepat dan sesuai kebutuhan
wilayah dimana satuan pendidikan berada. Hal ini dapat berlaku secara
nasional hingga global karena masing-masing daerah, setiap kabupaten di
seluruh Indonesia memiliki kunikannya masing-masing. Kegiatan ini sangat
berkorelasi dengan kurikulum Sains atau ilmu pengetahuan alam disemua
tingkatan satuan pendidikan baik SD, SLTP maupun SLTA. Namun, tidak
banyak guru disekolah memahami pentingnya wujud nyata dari
penyelamatan alam dari kerusakan. Hal ini dapat dilihat dari sistem
pembelajaran terutama IPA disekolah yang selama ini umumnya tidak sama
sekali membekalkan secara serius bagaimana pentingnya konservasi. Oleh
karena itu, sangat penting adanya suatu jalan keluar ataupun solusi nyata
yang dapat memberikan contoh ataupun menjadi panduan dalam
mengawinkan antara pendidikan sains dengan konservasi alam untuk
menghasilkan generasi masa depan yang melek sains dan peduli terhadap
lingkungan melalui aksi nyata.

Kesimpulan
Berdasarkan pada kebutuhan yang telah dipaparkan tersebut, oleh
karenanya kami mengembangkan sebuah model implementasi kurikulum
sains berbasis konservasi alam di sekolah dalam berbagai tingkatan satuan
pendidikan. Dimana model ini nantinya akan memberi pemahaman sejak dini
bagi siswa akan pentingnya konservasi alam, serta bagaimana memanfaatkan
alam untuk kemajuan ekonomi dan pendidikan tanpa menimbulkan
kerusakan. Konservasi adalah suatu upaya atau tindakan untuk menjaga
keberadaan sesuatu secara terus menerus berkesinambungan baik mutu
maupun jumlah (Aryati, 2020). Konservasi alam merupakan upaya
penyelamatan alam dari kerusakan. Ada beberapa hal yang menyebabkan
kerusakan alam yang disebabkan oleh manusia yaitu menebang hutan
sembarangan. membuang sampah, limbah industri, dan lain sebagainya.

a. Pengembangan Model Strategi implementasi kurikulum sains


berbasis konservasi alam.
Terdapat beberapa langkah dalam implementasi pengembangan
kurikulum berbasis konservasi alam.

Langkah dan Strategi Konservasi Alam

Melindungi dan menjaga daerah tangkapan hujan di kawasan pegunungan agar sela
1
terjaga kesediaan air.

Meningkatkan resapan air tanah untuk menanggulangi sumur resapan dan pembuk
2
lahan.

Mengatur penggunaan air agar tidak terlalu berlebihan sehingga mengurangi perse
3
air.

4 Pencegahan pembuangan air limbah ke laut dan sungai.

Melakukan reboisasi di daerah pegunungan agar resapan air selalu terjaga dan untu
5
keseimbangan lingkungan.

6 Kegiatan penghijauan di pinggir jalan raya, daerah perkantoran, dan daerah pusat la

Memperbanyak penggunaan pupuk organic dan pupuk kandang agar menjaga keles
7
tanah

Membuat suaka marga satwa, cagar alam, taman nasional, dan hutan suaka alam u
8
melindungi segala keanekaragaman hayati.
9 Meningkatkan peranan Badan Lingkungan Hidup di tiap daerah.

Meningkatkan pengawasan terhadap pengelolaan lingkungan hidup secara


10
berkesinambungan

Langkah Implementasi Kurikulum

Trusting- menumbuhkan rasa percaya diri. Pada langkah ini siswa diajarkan
1 bagaimana ia memahami potensi dirinya dan dapat memaksimlkan potensi d
tersebut untuk kepentingan pembelajaran.

2 Opening- menumbuhkan diri akan keinginan untuk melakukan hal terbaik.

Realizing- tahapan ini siswa dapat mewujudkan keinginan dan harapan untu
3 melakukan kebaikan dan hal-hal terbaik. Artinya siswa mengimplementasika
keinginan untuk melakukan perbuatan baik.

Interpending- yaitu saling ketergantungan dengan lingkungan, model ini


menempatkan siswa pada posisi pemahaman pentingnya lingkungan dan
4
penyebaran ilmu pengetahuan agar dapat lebih bermanfaat bagi banyak ora

Berikut adalah gambaran alur model implementasi kurikulum


berbasis konservasi alam yang dikembangkan:
Gambar 1. Alur Model Implementasi Kurikulum Sains
Berbasis Konservasi Alam
Berikut adalah enam langkah dalam model implementasi kurikulum berbasis
konservasi alam:
1. Analisis Situasi dan Kondisi Daerah:
2. Analisis struktur kurikulum
3. Memetakan kegiatan
4. Menganalisis tujuan dan arah kebijakan kurikulum
5. Implementasi pengalaman belajar
6. Evaluasi pembelajaran
7. Hasil yang dicapai: Pengetahuan sains dan konservasi alam.
(penjabaran mengenai langkah-langkah pada model ini terdapat
dalam buku saku tersendiri).
Bapak/ibu hadirin sekalian, ide ini tentunya memerlukan dukungan
ataupun support dari banyak pihak untuk bersama-sama kami mewujudkan
mimpi besar dalam rangka membekalkan pengetahuan sains yang berbasis,
berproses dan bermuara pada penyelamatan alam sebagai tumpuan harapan
kehidupan manusia. sehingga suatu hari kelak, kita menemukan bahwa
generasi harapan generasi masa depan kit adapt menjadi saintis yang juga
merupakan penyelamat lingkungan.
Demikianlah harapan ini kami sampaikan, semoga setiap cita-cita
mulia untuk kemajuan Bangsa dan Negara memperoleh dukungan dari
semua pihak baik dari pemerintah, kalangan civitas akademika maupun
masyarakat luas. Untuk bersama-sama kita bahu membahu membangun
bangsa ini melalui jalan mana saja yang kita kuasai.
Untuk menutup orasi ini, ijinkan saya menyampaikan terimakasih sekali lagi
kepada CEL KODELN yang telah memberi ruang kolaborasi yang amat luas
bagi semua insan akademika dari semua jurusan untuk mengahsilkan karya
membangun yang tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, akan tetapi juga
memberi sumbangsih terbaik bagi bangsa dan negara.
Demikian yang dapat saya sampaikan, kurang dan lebihnya saya mohon
maaf. wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
ORATOR
Dr. Helmia Tasti Adri, M.Pd.Si
Daftar Pustaka
1. Munajim, A., barnawi., Fikriyah. 2020. Pengembangan Kurikulum
Pembelajaran di Masa Darurat. Dwija Cendekia, 4(2) 285-291
2. Salabi, A.S. 2020. Efektivitas dalam implementasi kurikulum sekolah.
Education Achievment,1(1), 1-12
3. Munir, M., Ikwandi, M.R., & Noor, T.R. 2021. Manajemen Kurikulum
Dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Pada Masa Pandemi
Covid 19. Elkatarie, 4(2), 697-710
4. Handayani, N., Bayu G.W., Agustiana, I. 2021. Media Video
Pembelajaran pada Muatan IPA Topik Perubahan Energi. Jurnal
Pedagogi dan Pembelajaran: 4(3), 420-426
5. Yasir, S. Hamidah., & Anggia, P.D. 2021. Penerapan Kurikulum 2013
Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Smp It Ad-Durrah Medan. Ilmuna,
3(1), 14-28
6. Rojii, M., Istikomah, I., Aulina, C. N., & Fauji, I. 2019. Desain Kurikulum
Sekolah Islam. Al Tanzim: JJurnal manajemen pendidikan, 3(2), 49-60
7. Hidayat, O.K. 2020. Pendekatan Preferensi Habitat Dalam
Penyusunan Strategi Konservasi In Situ Kakatua Sumba (Cacatua
sulphurea citrinocristata, Fraser 1844). Jurnal Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam. 17(2), 113-126
8. Aryanti, N.A, ; Jaki, F.D, D; Pribadi, T; Kurniawan, I. 2021. Mammal
Distribution and Diversity in the Protected Forest of RPH
Sumbermanjing Kulon. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam,
18(2), 12-23
9. UNESCO. 2008. Science Education Policy-Making. Eleven Emerging
Issues. By Peter J.Fensham. Tersedia di www.unesco.org.
Biografi
Dr. Helmia Tasti Adri, M.Pd.Si. Merupakan bungsu dari 6 bersaudara.
Menyelesaikan pendidikan Terakhir pada S3 Program Pascasarjana
pendidikan IPA Universitas Pendidikan Indonesia melalui beasiswa unggulan
dosen Indonesia dari Kementrian Keuangan. Mengajar sebagai dosen IPA dari
tahun 2014 hingga sekarang di beberapa Universitas. Berposisi sebagai dosen
tetap di universitas Djuanda Bogor dari tahun 2015- sekarang. Selain sebagai
dosen, sejak tahun 2021 memulai aktivitas sebagai asesor Badan Akreditasi
Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M) Kemendikbud. Aktivitas sehari-hari
adalah mengajar, menulis dan meneliti. Terlibat sebagai aktivis pada
beberapa organisasi profesi, diantaranya sebagai anggota Asosiasi Dosen
Indonesia (ADI), anggota Himpunan Dosen PGSD Indonesia (HDPGSDI),
anggota Perkumpulan pengelola Program Studi PGSD Indonesia (PPSPGSDI),
Sekjend Organisasi Orientasi Pendidik dan Peneliti Sains Indonesia (OPPSI),
serta terlibat sebagai aktivis organisasi CEL KODELN sebagai salah satu
koordinator provinsi.
ORASI ILMIAH BIDANG SOSIAL

KONSEP GRENLEAF TENTANG KEPEMIMPINAN SERVANT DALAM BIDANG


PENDIDIKAN

Oleh

Dr Aloysius Jondar M.Si

Disampaikan pada Dies Natalis Ke 2 dan Konggres Tahunan


ASOSIASI KOLABORASI DOSEN LINTAS NEGARA CeL (KODELN)
Tanggal 26 Maret 2022
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, salam sejahtera’. Om
swastiastu, Namun Budhaya dan selamat pagi serta salam sehat selalu bagi
kita semua yang hadir dalam rangka Dies Natalis Ke 2 dan Konggres
Tahunan ASOSIASI KOLABORASI DOSEN LINTAS NEGARA CeL (KODELN)
Tanggal 26 Maret 2022

Yang kami hormati


1. Ketua pusat cel KODELN
2. Dewan Pengawas CeL KODELN
3. Perwakilan Pimpinan Kampus Pendukung kegiatan dies natalis dan
konggres
4. Koordinator 34 wilayah CeL KODELN
5. Semua peserta Dies natalis dan konggres
6. Bisa ditambahkan yang lain sesuai kebutuhan
Bapak/ibu undangan/hadirin sekalian

Pengantar

Sebelum saya menyampaikan orasi ilmiah izinkan saya untuk


menyampaikan syukur dan terima kasih kepada Tuhan karena kita semua
yang ikut zoom saat ini, diberikan kesehatan, kedamaian, kesejahteraan.
Sebab dengan kesehatan, kedamaian, kesejahteraan yang diberikan Tuhan
membuat kita bisa berkarya dan berkumpul untuk membagikan ilmu melalui
wadah Asosiasi (KODELN). Dengan demikian, Asosiasi ini menjadi tempat dan
wadah untuk bisa saling berbagi dalam hal publikasi karya ilmiah maupun
wadah untuk kita bisa belajar menjadi semakin kaya akan
pengetahuan. Dalam hal ini Asosiasi CEL KODELIN menjadi agen perubahan
bagi teman2 dosen. Kalau sebelum bergabung di Asosiasi barangkali kita
masih bersifat tertutup dan tidak biasa membagikan ilmunya kepada sesama,
melalui mekanisme yang ada di Aosiasi ini akhirnya mau membagikan.
Perubahan dalam segala hal sesuai dengan mekanisme yang ada. Sistem ini
tidak boleh dilanggar karena kalau kita melanggarnya akan mengganggu
sistem lain karena sudah menjadi satu kesatuan. Satu komitmen. Misalnya,
ketika deadline pengumpulan artikel kita dituntut untuk mengumpulkan
tepat waktu. Kalau mengumpulkan tidak tepat waktu, deadline untuk topik
lainnya juga menjadi mundur. Menjadi semakin bermakna kalau kita
mengumpulkan tugas sesuai deadline sebab membawa perubahan yang
penuh dengan makna. Perubahan yang kita rasakan adalah kalau dulunya kita
kurang rajin menulis kini menjadi semakin rajin karena banyak program
pengembangan diri dan pembelajaran yang perlu diikuti dosen yang
bergabung di Asosiasi ini. Mungkin sebelumnya kita hanya mempunyai satu
strategi untuk mencari data-data jurnal ilmiah yang berkaitan dengan topik
yang dibahas kini kita bisa mendapatkan banyak strtegi yang tepat sesuai
dengan kebutuhan. Suatu nilai pekerjaan yang bekerja atas dasar suatu
sistem yang telah menjadi tanggung jawabnya.

Hadirin sekalian yang saya hormati,


Tema yang saya sampaikan dalam orasi ilmiah ini adalah Konsep
Pemikiran Greenleaf terhadap Kepemimpinan Servant dalam Bidang
Pendidikan. Kepemimpinan menjadi penting karena kepemimpinan memiliki
peran memimpin, memotivasi, dan memberdayakan orang lain dalam
organisasi. Adanya keluhan dari mahasiswa tentang informasi yang
disampaikan institusi pendidikan kepada mahasiswa menunjukkan bahwa
peran manajemen perguruan tinggi belum maksimal. Selain itu, topik
kepemimpinan servant ini relevan dengan kebutuhan dosen dan mahasiswa
saat ini dan masa depan. Sangat membantu bagi mahasiswa yang
merupakan pengganti atau generasi penerus jika sekarang telah memperoleh
pengetahuan tentang konsep-konsep kepemimpinan sehingga mahasiswa
sekarang dapat memimpin dirinya sendiri. Karena jika mahasiswa dapat
memimpin dirinya sendiri dalam hal pemberdayaan, hal itu menunjukkan
adanya gambaran masa depan yang baik bagi mahasiswa tersebut. Karena
apa yang menggerakkan sistem manajemen dan menciptakan budaya
organisasi tergantung pada peran pemimpin atau leader. Kepemimpinan juga
berperan dalam koordinasi dan komunikasi dalam suatu organisasi, baik
secara internal maupun eksternal. Selain itu, dalam praktik pembelajaran
dosen adalah sebagai leader atau pemimpin dalam menjalankan kelancaran
aktivitas Kegiatan Belajar Mengajar. Karena itu, sangat perlu memahami
implikasi kepemimpinan servant dalam bidang pendidikan.
Bapak/ibu undangan/hadirin sekalian yang saya hormati, sebelum
saya memaparkan pemikirian Greenleaf tentang kepemimpinan servant,
izinkan saya untuk mendeskripsikan Pengertian Servant leadership. Yang
dimaksudkan servant leadership yaitu kepemimpinan yang berawal dari
perasaan tulus yang timbul dari dalam hati yang berkehendak untuk
melayani, yaitu untuk menjadi pihak pertama yang melayani dan
meningkatkan layanan kepada orang lain, melakukan pendekatan holistic
untuk bekerja, membangun rasa (Mufassir, dkk, 2019, 38-56). Yang menjadi
dasar filosofis dari pengertian tersebut, terkandung makna pemimpin yang
melayani dalam dua dimensi – siapa pemimpin yang melayani saya dan
pelayan itu melakukan apa terhadap saya (yaitu melayani orang lain terlebih
dahulu sebagai tujuan utama (Joyce W. Fields, dkk 2015, 93-94). Dengan
demikian, kepemimpinan yang melayani memiliki makna seorang pemimpin
yang melayani orang lain dengan ketulusan untuk melakukannya (Lumintang
Jimmy MR, 2020, 51-56). Selanjutnya, sebagai dasar pemikiran kita
memahami pikiran konsep Greenleaf tentang pendidikan, sebaiknya kita
perlu mengetahui itu siapa itu Robert K Greenleaf dan apa pendapatnya
tentang konsep kepemimpinan servant. Sebagai gambaran singkat wajahnya
terlihat dalam sebuah cover buku berikut ini.

Robert Robert K Greenleaf lahir pada tahun 1904 di Terre


Haute, Indiana. Dia lulus dari pendidikan jurusan m atematika tahun
1926. Kemudian, tahun 1929, Greenleaf mulai berkarya ke tempat
kerja sentra AT dan T pada Manhattan. Dia menyadari bahwa
organisasi yang berkembang mempunyai kepemimpinan yang
cakap, menggunakan pemimpin yang bertindak lebih menjadi
instruktur yang mendukung dan melayani baik kebutuhan karyawan
maupun organisasi.

Kemudian Greenleaf purna tugas tahun 1964 dan memulai


karir keduanya— dan paling produktif—menjadi penulis,
konsultan, dan dosen. Pada tahun 1970, dia menerbitkan buku yang
berjudul "The Servant as Leader," sebuah esai krusial menggunakan
frasa "pelayan-pemimpin. Kemudian pada tahun 1976, Paulist Press
menerbitkan sebuah buku Servant Leadership, dan esai lainnya.
Pada tahun 1977, saat mencapai usia 73 tahun, bukunya yang
berjudul A Journey into the True Nature of Power and Greatness ,
akhirnya sebagai contoh bagi kepemimpinan pelayan ketika ini
(Iqbal Alshammari,dkk 2019, 257-285) Dan Center for Applied
Ethics merupakan lembaga yang didirikannya dan berubah nama
menjadi Greenleaf Center for Servant Leadership pada tahun
1985. Temuannya mendorong penulisan dua esai lagi tentang
kekuasaan dalam struktur kekuasaan, manajemen puncak dan
dewan pengawas. Tulisannya menjadi berpengaruh dan menarik
pengikut sebelum para pemimpin, berfokus pada pengembangan
pribadi dan pemberdayaan pengikut.

Greanleaf (1991) menerapkan prinsip -prinsip kepemimpinan


yang melayani untuk memastikan bahwa kebutuhan prioritas
tertinggi karyawan terpenuhi. Pada tahun 1992, Spears
mengidentifikasi 10 karakteristik kepemimpinan pelayan yang
paling sering disebutkan oleh Greenleaf. Berkenaan dengan
kebijaksanaan pemimpin -pelayan, Greenleaf menulis, apakah
mereka yang dilayani tumbuh sebagai pribadi? Ia secara aktif
terlibat dalam penelitian kepemimpinan, memeriksa otoritas
struktur hierarkis yang mengendalikan organisasi. (JiYing Song
2018, 244-284).

Satu tahun kemudian setelah Greenleaf meninggal, Spears


menemukan keberadaan tuli san-tulisan Greenleaf yang tidak
diterbitkan dan membentuk sebuah komite untuk
membacanya. Greenleaf menggambarkan seorang pelayan -
pemimpin sejati, yang sangat peduli dengan murid -muridnya,
mengasuh pelayan motif di dalamnya, dan menghidupkan
keyakinannya. Pemimpin yang melayani bukanlah pemimpin yang
berdiri di atas orang dan mengendalikan mereka, tetapi pelayan
yang menjaga kaki mereka di tanah dan bermanfaat bagi semua
hal. Dalam empat tahun berikutnya, dua esai lagi mengeksplorasi
gagasan bahwa seluruh institusi — dan masyarakat — dapat
bertindak sebagai pelayan, dan bahwa pemimpin harus bertindak
sebagai pelayan. Dia tidak pernah lelah menerbitkan sejumlah esai
untuk mengevaluasi teorinya terhadap penghinaan dan
skeptisisme. Apakah mereka, saat dilayani , menjadi lebih sehat,
lebih bijaksana, lebih bebas, lebih mandiri, lebih cenderung
menjadi pelayan?. Inilah pertanyaan reflektif Greenleafs yang
masih aktual bagi kalangan akademis. Yang juga bisa bermakna
apakah mahasiswa mengalami perubahan sikap dan pe nambahan
pengetahuan setelah diajarkan seorang dosen. (Clay Brewer, 2010, 1-
7)

Yang termasuk dalam dimensi kepemimpinan pelayan di sini yaitu


memiliki visi, kredibilitas, mempercayai, melayani. Melayani dalam konteks
kepemimpinan servant artinya memberikan layanan kepada sesama dengan
hati yang tulus dan iklas. Batasan ini sejalan dengan tesis sentral Greenleaf
pada tahun 1991, pikiran kepemimpinan-pelayan adalah pelayanan kepada
orang lain (Walker Keith, Joseph, 2013, 133-139)
Hadirin sekalian yang saya hormati,

Ciri-Ciri Kepemimpinan Servant, sebagaimana yang disampaikan


Greenleaf yang ditulis Spears setelah Greenleaf meninggal yaitu pertma,
kepemimpinan yang mampu mendengarkan orang lain. Mendeangarkan itu
artinya, melibatkan proses pikiran, mental emosi ketika seorang pemimpin
mendengarkan masukan dari rekan kerja atau dari bawahan. Ketika
mendengarkan masukan dari orang lain, seorang pemimpin harus bisa
mengerti atau menyatukan segala informasi yang dia terima lewat telinga.
Untuk bisa menjalankan ketrampilan mendengarkan ini membutuhkan
kesadaran yang mendalam ketika orang lain berbicara. Melakukan kegiatan
mendengarkan ini juga memiliki hubungan dengan suara batin seseorang
karena itu pemimpin berusaha untuk memahami bahasa tubuh, roh, dan
pikiran seseorang yang sedang berkomunikasi. Kedua, kepemimpinan
memiliki sikap empati terhadap orang lain untuk bisa mendengarkan secara
reseptif orang lain. Ia harus bisa memahami supaya pemimpin mendapatkan
pengakuan dan kepercayaan dari orang lain. Dengan melakukan empati ia
bisa diterima orang lain secara bebas tanpa memiliki perasaan kaku. Berbagai
bentuk perilaku pemimpin pelayan dalam melakukan empati dia bisa
melakukan kegiatan mendengarkan, bersikap terbuka terhadap bawahan. Ia
mempunyai kemampuan mengenali orang-orang karena kepribadian mereka
yang khas menjadi sangat perhatian. Ketiga, kepemimpinan yang memiliki
kharisma yang mampu melakukan penyembuhan. Pemimpin yang
berkarisma selalu siap menolong yang mengalami penderitaan, mampu
membuat mereka sehat kembali. Belajar menyembuhkan adalah kekuatan
yang kuat. Salah satu kekuatan terbesar dari kepemimpinan yang melayani
adalah potensinya untuk menyehatkan orang yang telah patah semangat dan
mengalami menderita berbagai luka emosional. Keempat, kepemimpinan
yang memiliki awareness terhadap diri sendiri. Tujuannya, untuk selalu
memahami etika, nilai-nilai yang menjadi acuan dalam memberikan
pelayanan terhadap sesama pada komunitas dimana pemimpin bekerja.
Selain itu, untuk dapat mengetahui posisi yang lebih terintegrasi dan holistic.
Dengan membangun kesadaran ini, seorang pemimpin pelayan mampu
mengidentifikasi beberapa cara untuk membangun komunitas antar mereka
yang bekerja Kelima, kepemimpinan yang mampu melakukan persuasive
terhadap pengikutnya. Pemimpin-pelayan berkemampuan meyakinkan
orang lain, daripada memaksakan kepatuhan. Pemimpin-pelayan efektif
dalam membangun konsensus di dalam kelompok. Keenam, kepemimpinan
yang memiliki konseptualisasi memiliki mimpi dan mampu
mengaktualisasikani. Pemimpin-pelayan memiliki konsep atau pengetahuan
serta mimpi besar terhadap dirinya maupun organisasinya. Dia memiliki
kemampuan untuk melihat masalah (atau organisasi) dari perspektif
konseptualisasi. Seorang Pemimpin membangun visi pribadi yang hanya
dapat dikembangkan olehnya dengan merenungkan makna hidup. Ketujuh,
kepemimpinan yang visioner. Artinya, pemimpin pelayan memiliki
kemampuan untuk memandang ke depan agar bisa meramalkan
kemungkinan hasil dari suatu situasi sulit untuk diidentifikasikan. Tinjauan ke
masa depan ini artinya, pemimpin yang mampu memahami dan
merefleksikan pembelajaran dari masa lalu, realitas masa kini, dan
kemungkinan solusi mengatasi konsekwensi yang terjadi. Kedelapan,
kepemimpinan yang berkomitmen menjadikan panatalayanan sebagai hal
yang utama untuk melayani kebutuhan orang lain. Orientasi penatalayanan
di sini sorang pemimpin mampu mengelola perusahaannya dengan penuh
hati-hati, bertanggung jawab, bisa dipercaya dan diandalkan untuk
memajukan organisasi yang dipimpin. Dia memiliki kemampuan memotivasi
dalam mengelola sumber daya manusia yang ada dalam organisasinya. Dia
memiliki komitmen, tanggung jawab, persuasi dalam memajukan orang lain.
Kesembilan, kepemimpinan yang berkomitmen pada pertumbuhan orang
lain ditandai oleh adanya pemenuhan keinginan suatu kelompok. Upaya
pemenuhan suatu kelompok dilakukan melalui upaya mengidentifikasi
keinginan suatu kelompok dan membantu menuntun mengikuti keinginan
kelompok. Sebagai langkah awal yang dilakukan seorang pemimpin pelayan
ketika berkarya ia perlu memiliki kemampuan untuk membaca berbagai
keinginan kelompok untuk kemudian menjadi materi kajian dalam
melakukan aktivitas selanjutnya. Dalam memenuhi keinginan suatu
kelompok ini, fokus pada pendekatan kepemimpinan pada melayani orang
lain baik didalam maupun di luar organisasi. Kepemimpinan yang berfokus
memenuhi kebutuhan orang lain dan penekanannya pada melayani orang
lain, menghargai individu, mengembangkan orang, membangun komunitas,
membuat konsep, menunjukkan pandangan ke depan dan menampilkan
kebijaksanaan. Kesepuluh, kepemimpinan yang membangun komunitas.
Dalam masyarakat pra-industri, masyarakat lokal biasanya membentuk
pandangan dan kepribadian individu. Industrialisasi telah menyebabkan
institusi besar menggantikan masyarakat lokal sebagai pembentuk
kehidupan individu. Pemimpin yang melayani memahami fakta ini dan
mengidentifikasi cara untuk membangun komunitas di antara tim, anggota,
dan karyawan organisasi lainnya dapat menggunakan pendekatan holistic
dalam mengembangkan orientasi pekerjaannya. Pendekatan ini perlu
melibatkan pengikutnya melalui aktivitas yang berorientasi pada layanan
yang terfokus, memiliki penekanan yang relasional, motivasi spiritual,
mentrasnformasikan pengaruh sedemikian rupa sehingga kedua belah pihak
berubah menjadi apa yang mampu mereka capai (Bryan Philip, 2017).

Kekuatan Kepemimpinan Servant, menurut pandangan Greenleaf


terletak pada unsur, pertama, mendahulukan orang lain, termasuk pengikut,
pelanggan, mitra, dan bahkan masyarakat luas. Kekuatan ini membuat
kepemimpinan yang melayani menarik bagi para pemimpin, pengikut,
pencari, dan publik. Kedua, visi model ini berorientasi pada orang lain sebagai
bagian dari kebajikan karena tidak mementingkan diri sendiri. Dalam
melakukannya, pemimpin mengembangkan kualitas lain dan kualitas
berorientasi tindakan yang dapat disebut berbudi luhur. (Crowther Steven,
2018, 39-151)

Dalam hak kaitan kepemimpin servant dengan kepemimpinan


lainnya, bahwa pemimpin yang melayani mungkin tidak memiliki
kemampuan dominan, tetapi efeknya dapat mengarah pada pembentukan
tingkat peradaban masyarakat yang wajar. Hal ini dicirikan oleh
kepemimpinan yang melayani, tetapi tidak dapat menjelaskan perilaku egois
dan spiritualitas yang berfokus pada orang percaya. Teori kepemimpinan
karyawan menekankan pentingnya mengakui kemampuan pemimpin untuk
mengembangkan semua pengikut, daripada membangun hubungan bilateral
seperti dalam teori interaksi pemimpin-anggota. Pemimpin etis, di sisi lain,
juga menunjukkan tindakan yang memberdayakan karyawan dengan cara
yang sama seperti mereka melayani pemimpin. Kepemimpinan yang etis
memiliki norma dan nilai yang membimbing lebih banyak pengikut. Nilai
lebih ditempatkan pada pengembangan karyawan dalam menunjukkan
kepemimpinan. Dalam hal ini, kaitannya kepemimpinan pelayan dengan
kepemimpinan karismatik, terletak pada pemimpin pelayan yang
menunjukkan kualitas moral, inspirasional, rendah hati, dan egois, sedangkan
pemimpin karismatik memiliki nilai netral. Perbedaan konseptual antara
kepemimpinan spiritual dan kepemimpinan pelayan adalah bahwa mereka
memiliki landasan dasar yang berbeda (Walker Keith and Joseph, 2013, 133-
139)

Hadirin sekalian yang saya hormati,

Kepemimpinan Servant dalam Pendidikan, mnurut thesisnya


Greenleaf (1998, 2002), agar mahasiswa melihat dan belajar memahami
universitas sebagai bagian dari dunia nyata, bukan sebagai tempat di luar
dunia. Ia mendorong dan mendidik mahasiswa untuk secara aktif melakukan
perubahan positif dan konstruktif dalam semua aspek kehidupan mereka
untuk mempromosikan pertumbuhan dan perkembangan mahasiswa dan
anak-anak sebagai pembangun masyarakat yang lebih baik (Bryan Philip,
2017).

Penerapan kepemimpinan pelayan dalam konteks pendidikan,


Greenleaf (2003) menekankan tiga hal: (1) melakukan persiapan yang jelas
dan memberikan kesempatan kepemimpinan kepada mahasiswa yang
memiliki potensi; (2) mendorong dan mendukung mahasiswa untuk
melakukan mobilitas sosial yang tinggi; dan (3) dosen menjalankan kegiatan
tentang pengajaran nilai-nilai dan memperlakukan mahasiswa sebagai
pemimpin (untuk melayani masyarakat di mana mereka tinggal) dan pengikut
(untuk memenuhi kebutuhan dosen).

Penerapan kepemimpinan servant dalam pendidikan diharapkan


sejalan dengan prinsip pragmatis kepemimpinan pelayan dalam pengaturan
pendidikan kontemporer. Prinsip kepemimpinan servant dalam pendidikan
yaitu pertama, yang utama melayani terlebih dahulu daripada memimpin.
Menginspirasi lebih penting dan bermanfaat daripada mengendalikan dan
mengatur mahasiswa. Melayani kebutuhan dan minat mahasiswa adalah
prioritas pertama dan utama bagi dosen. Kedua, mengungkapkan kekuatan,
bakat, dan semangat pembelajaran yang dimiliki mahasiswa. Hal ini berarti
bahwa dosen harus membantu mahasiswa keluar dari masalah mereka dan
membimbing mereka menuju solusi. Ketiga, menetapkan standar kinerja
yang tinggi. Menetapkan standar merupakan salah satu bentuk stimulasi
intelektual yang dapat mendorong perkembangan dan pertumbuhan pribadi.
Mahasiswa perlu dilatih dan ditantang untuk memenuhi standar kelulusan
agar dapat menempuh pendidikannya. Keempat, mengatasi kelemahan dan
membangun kekuatan. Kelima, menempatkan diri pada dasar piramida
sehingga dia bisa mengeluarkan energi, kegembiraan, dan bakat komunitas
yang dilayani. Sebuah lembaga pendidikan harus membawa perubahan sosial
dan keadilan sosial dalam masyarakat. Idealnya, lembaga pendidikan harus
melampaui restrukturisasi masyarakat tetapi membuat perubahan positif
yang signifikan, terutama pada populasi yang dilayani. Tujuan ini bisa
tercapai, melalui kerja kolaboratif antara orang-orang dalam organisasi.
Sesuai dengan gaya kepemimpinan transformasional yang menggabungkan
gagasan pemimpin karismatik, sekolah tampaknya memiliki lebih banyak
kesempatan dan sumber daya untuk menjalankan jenis kepemimpinan ini.
Namun penerapan gaya kepemimpinan transformasional dengan sarana
karisma harus memperhatikan posisi pengikut agar tidak menimbulkan
ketergantungan pada pengikut. Implementasi kepemimpinan pelayan, di sisi
lain, sangat jelas dalam arti bahwa lembaga pendidikan berusaha
membangun komunitas di dalam dan di luar lembaga pendidikan.
Komitmennya terhadap pertumbuhan mahasiswa ditunjukkan dalam
program dan kegiatan yang menggunakan pendekatan integratif dalam
pendidikan (Rahayani Yayan, 2010, 11-12)

Hadirin sekalian yang saya hormati,

Sebagai gambaran realita atas pemikiran Greenleaf tentang


kepemimpinan servant dalam bidang pendidikan, saya menyampaikan
anthithesis yang mendukung pandangan Greenlef. Yaitu hasil penelitian
yang ditulis Iqbal Alshammari dkk, 2019, 257 -285, tentang
kepemimpinan servant dalam pendidikan. Hasil penelitiannya,
menunjukkan kepemimpinan servant dalam bidang pendidikan
terbukti dapat dipercaya. Temuan dari penelitian ini persepsi
mahasiswa tentang perilaku SL (Servant Leadership) yaitu
mahasiswa sangat suka dan senang terhadap dosen (profesor) yang
dengan rendah hati dan sopan melayani mereka. Melalui
pengajaran yang melayani, mahasiswa merasa tertantang untuk
belajar karena mendapatkan dukungan dan perhatian oleh dosen.
Studi ini melibatkan mahasiswa yang terdaftar di universitas
swasta Kuwait berbasis kemampuan untuk mengidentifikasi
persepsi mahasiswa tentang perilaku SL memberikan masukan
terhadap institusi wawasan tentang praktik kepemimpinan yang
melayani.

Dalam hal relevansinya dengan Kondisi Pendidikan di


Indonesia faktanya, tidak semua perguruan tinggi di Indonesia
mengadopsi model SL karena banyak keterbatasan teknis dan
konseptual. Salah satu pendekatan yang paling umum digunakan di
perguruan tinggi adalah model hierarki kekuasaan dan otoritas
(Black Simon A, 2015). Model kepemimpinan transformasional
cenderung mendominasi pemahaman kepemimpinan di perguruan
tinggi dan berdampak positif pada fondasi interaksi people-to-
people yang nyata yang memenuhi kebutuhan peran,
kepemimpinan fakultas dan sekolah. Tantangan dekade terakhir
adalah kecenderungan untuk menerapkan model kepemimpinan
hierarkis, model individualisme, dan model kolektivis. Tetapi kabar
baiknya adalah bahwa beberapa lembaga pendidikan telah
memimpin dalam menerapkan kepemimpinan yang melayani
sebagai pendekatan model kolaboratif dan transformasional
(Narkoba D, Landoy, 2014).

Hadirin sekalian yang saya muliakan,


Sebagai penutup orasi ilmiah ini, saya ingin menyampaikan
sintesis sebagai antithesis pikiran Gre enleaf tentang konsep
kepemimpinan servant dalam bidang pendidikan :
1. Kunci kesuksesan pendidikan dalam pelaksanaannya tergantung
kepada dosen dan guru yang menjadi ujung tombak yang
melakukan interaksi langsung dengan anak didik atau peserta didik.
Karena itu, sebaiknya dosen dan guru perlu mengktualisasikan
kepemimpinan servant dalam bidang pendidikan
2. Implementasi kepemimpinan servant dalam bidang pendidikan
membutuhkan persiapan yang matang dari dosen dan guru
sehingga proses transformasil ilmu kepada peserta didik tidak
hanya transfer knowledge tetapi juga sekaligus membangun
krakter peserta didik melalui tugas-tugas yang diberikan kepada
peserta.
3. Dosen-Dosen yang bergabung dalam Asosiasi diharapkan
menjadi pelaku perubahan dalam menjalankan pembelajaran yang
menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan servant dalam bidang
pendidikan yang berorientasi pada kemampuan membawa
perubahan sikap dan peningkatan pengetahun kepada peserta
didik melalui interaksi langsung dosen dan mahasiswa.
4. Asosiasi CEL telah menjalankan konsep kepemimpinan servant
terhadap anggotanya melalui kegiatan mendengarkan, empati,
komitmen terhadap tugas, membangun solidaritas terhadap
anggota maupun terhadap sesama anggota serta selalu menjawab
kebutuhan anggota.
Dalam hal mndengarkan Asosiasi telah mendengarkan
dengan baik segala masukan atau aspirasi dari anggota baik melalui
zoom maupun melalui WA sejalan dengan cita -cita Greenleaf.
Terbukti, semua pertanyaan maupun aspirasi anggota semuanya
diikuti oleh Ketua Asosiasi C el Pusat maupun pengurusnya.
Asosiasi juga telah menerapkan kegiatan empati kepada
anggotanya dalam bentuk melakukan monitoring terhadap anggota
yang belum terlibat dalam kolaborasi penulisan artikel untuk
proseding, artikel untuk jurnal, artikel untuk Bo ok Chapter 5
Internasional. Asas peduli, saling membantu sudah menjadi slogan
yang dijalankan Asosiasi.
Kemudian kepemimpinan yang melakukan penyembuhan
terhadap anggota juga dilakukan oleh Asosiasi Cel melalui
pemberian semangat terhadap anggota yang lag i patah semangat
dalam menulis. Dengan biaya artikel yang murah karena ada subsidi
dari Asosiasi sebagai salah satu wujud nyata Asosiasi melakukan
penyembuhan kepada anggotanya. Sebab selama ini biaya admin
artikel di berbagai jurnal utk scopus dan sinta d ikenal mahal.
Dalam hal pemberdayaan, Asosiasi CEl telah menjalankan
pemberdayaan terhadap anggotanya melalui pelatihan yang telah
dijalankan maupun layanan konsultasi melalui grup. Sesuai dengan
harapan Greenlaf melakukan pemberdayaan terhadap
pengikutnya.
Keberhasilan Asosiasi Cel dalam menerapkan kepemimpinan
servant yaitu keberhasilan memotivasi anggotanya sehingga
anggota merasakan atmosfir yang sifatnya progresif. Dengan
demikian, anggota mengalami perubahan sikap untuk menjadi
semakin rajin dalam menulis artikel untuk jurnal ilmiah, buku ajar,
buku monograf.
Ketika anggota menjalankan aktivits menulis di luar standar
yang berlaku dalam penulisan karya ilmiah, itu artinya Asosiasi
menjalankan kepemimpinan persuasive untuk meyakinkan anggota
untuk bekerja sesuai standar penulisan yang professional.
Persuasif yang dilakukan melalui trainer penulisan artikel ilmiah
dalam rangka meningkatkan kemampuan dan potensi yang dimiliki
anggota.
Melakukan iventarisasi pengumpulan artikel yang sesuai
deadline yang ditetapkan menunjukkan Asosiasi menerapkan
ketrampilan kepemimpinan penatalayanan. Asosiasi melakukan
dokumentasi naskah yang sudah masuk dan yang belum
menunjukkan keseriusan mereka dalam melayani anggotanya
secara tuntas.
Kepemimpinan yang memiliki konseptualisasi juga menjadi
bagian atau pekerjaan yang sudah menjiwai Asosiasi Cel. Sebab
semua program kegiatan yang dijalankan Asosiasi dan anggota
sesuai dengan visi dan misinya. Asosiasi Cel sudah memiliki konsep
bagaimana caranya supaya anggota yang terlibat menulis bisa lolos
seleksi masuk jurnal yang terindeks scopus. Ini mimpi besar
Pengurus Asosiasi dan anggotanya.
Segala usulan dan keinginan anggota yang sesuai dengan visi
keilmuan Asosiasi semuanya diikuti karena dia memiliki komitmen
menjalankan kepemimpinan yang memberikan kesempatan kepada
anggota untuk bertumbuh dan berkembang demi kemajuan
pengembangan ilmu pengetahuan.
Demikianpun dalam hal kepemimpinan yang membangun
komunitas sudah menjiwai oleh Asosiasi Cel. Terbukti Asosiasi
menjalan kegiatan yang tersistematis untuk membangun
komunitas melalui komunitas yang sesuai dengan disipin
keilmuannya masih-masing. Dari grup WA yang terpusat sampai
grup bidang yang terkecil semuanya dilakukan oleh Asosiasi demi
membangun komunitas keilmuan yan g bekerja secara professional.
Meskipun usia Asosiasi belum terlalu lama, tetapi Asosiasi
sudah menerapkan indikator keberhasilan kepemimpinan servant
melalui aplikasi kepemimpinannya yang memiliki ciri -ciri
konseptualisasi, memiliki visi dan misi yang ber orientasi kepada
layanan untuk memajukan anggotanya

Demikian orasi ilmiah yang saya sampaikan dalam rangka Dies


Natalis Ke 2 dan
Konggres Tahunan ASOSIASI KOLABORASI DOSEN LINTAS NEGARA CeL
(KODELN), 26 Maret 2022. Smoga bermanfaat dan saya mohon maaf
jika ada salah kata dalam menyampaikan orasi ilmiah ini

Salam sehat selalu dan Bravo kepada Pimpinan Asosiasi Cel


KODELN. smoga semakin bermakna dosen yang bergabung
untuk memajukan ilmunya melalui Asosiasi ini. Selamat
merayakan konggres tahunan dan Dies Natalis Ke 2. Asosiasi
Cel KODELIN.

CV (Biografi):

Nama Lengkap : Dr Aloysius Jondar M.Si

Tempat/Tgl Lahir : Rutng, Flores, NTT, 21 Juli 1960

Afiliasi : Universitas Teknologi Surabaya

Email : aloysiuscendana@gmail.com

Alamat Tinggal : Perumahan Wisma Indah 2 Blok K6 No 5 Gunung Anyar


Tambak Surabaya

Kontak Person : 081230808777

Riwayat Mengajar : Tahun 1994 – 2015 mengajar di Ubaya dan ditugaskan


sebagai editor dan Pimpinan Redaksi Tabloid Warta Ubaya; Tahun 2015 –
2017 Pengajar dan Kaprodi Program S2 Manajemen Univrsitas Teknologi
Surabaya; Tahun 2018 – sekarang dosen di Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Univrsitas Teknologi Surabaya. Selain itu menjadi dosen LB di Kampus Untag
Surabaya, STTS Surabaya, Univ Widya Kartika Surabaya.

Pendidikan:
Program Doktoral STT IKAT Jakarta, (S3) Konsentrasi Kepemimpinan Kristen,
lulus 12 Februari 2022, Program Pascasarjana Unair Surabaya, Program Studi
Ilmu-Ilmu Sosial, lulus 23 September 1997; Unika Widya Mandala Madiun,
FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia, lulus 28 November 1992; SMA Islam
Mutmainah Ende, Flores, NTT tahun 1986; SMP Umat Pagal, Flores, NTT
tahun 1984; SD Katolik Pagal, Flores, NTT tahun 1983
Karya Ilmiah 1). Buku Konsep Sosiologi dan Politik, Penerbit Lutfansah
Surabaya; 2). Buku Media Pendidikan Bagaimana Mengelolanya, Penerbit
Ubaya Press; 3). Mutiara Pembangunnan, Penerbit Citra Media, Sidoarjo; 4).
Mutiara Ekonomi, Penerbit Citra Media, Sidoarjo; 5). Filosofis Soeparno
mantan Walikota Surabaya tentang Pembangunan, Penerbit Intrans, Malang
Artikel Ilmiah; 1). Implikasi Kepemimpinan Servant dalam
Pendidikan( https://aksiologi.org › index.php › praja › article › view 2). The
Understanding of Radicalism in Political Context and The Implication in
Republic of Indonesia Unity (1https://doi.org/10.30603/au.v21i2.2376); 3).
Identification of vaccination experience and understanding of Indonesian
society (https://sciencescholar.us/ journal/ index.php/
ijhs/article/view/2207); 4). Determinasi Kebijakan Pemberdayaan
Masyarakat di Daerah Kawasan Agropolitan dalam Program Hulu Hilir
Agromaritim Pertanian (https://journal.unismuh.ac.id /index.php/
kolaborasi/article/view/4124); 5). Kebijakan Anti Radikalisme Dunia
Pendidikan Ditinjau dari Pancasila dan Solusinya; https://aksiologi.org
/index.php/praja/ article/view/179; 6). Book Chapter Keanekaragaman
Budaya, Bahasa dan Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia (Resolusi,
Pergeseran, Pemertahanan, dan Konservasi Kearifan Lokal di Indonesia)
https://repository.penerbiteureka.com /publications /358671/
keanekaragaman-budaya-bahasa-dan-kearifan-lokal-masyarakat-indonesia-
resolusi-pe
Lebih lengkap lihat di SINTA ID : 6748161 dan GS
https://scholar.google.co.id/ citations?user=nF69nXgAAAAJ&hl=en

Referensi

Black Simon A. Black, (2015). Qualities of Effective Leadership in Higher


Education. Open Journal of Leadership, 4, 54-66 Published Online June
2015 in SciRes.

http://www.scirp.org/journal/ojl
http://dx.doi.org/10.4236/ojl.2015.42006

Bryant Phillip, (2017). Servant Leadership: Theory & Practice. Volume 4, Issue
1, Spring.

Clay Brewer (20190, “Servant Leadership: A Review of Literature,” (Online


Journal of Workforce Education and Development, Volume IV, Issue 2 (
Spring 2010, 1-7)
Crowther Steven.(2018, 39-151). Biblical Servant Leadership an Exploration
of Leadership the Contemporary Context, Springer International.
Fields Joyce W. Fields, dkk (2015, 1-105), “Karen C. Thompson, Julie R.
Hawkins, Servant Leadership: Teaching the Helping Professional”,
Journal of Leadership Education, Special
Lewis, (2019). “Old Testament View of Robert Greenleaf’s Servant Leadership
Theory”, Journal of Biblical Perspectives in Leadership 9, no. 1 (Fall
2019), 304-318)
Gardon Lynn Gordon, Ellis Jason D, (2013). What Brings People to Leadership
Roles: A Phenomenological Study of Beef Industry Leaders. Journal of
Leadership Education Volume 12, Issue 1
Iqbal Alshammari, dkk (2019, 257-285) “Servant-Leadership in Higher
Education: A Look Through Students' Eyes,” (The International Journal
of Servant-Leadership, vol, 13..
Jaramilo Fernando dkk, (2020). “Meneliti Dampak Kepemimpinan Servant
Terhadap Kinerja Kelli McBridei, (2010). “Leadership in Higher
Education: Handling Faculty Resistance to Technology through
Strategic Planning”. Academic Leadership: The Online Journal Volume
8.
Ji Ying Song (2018, 244-284) "Leading Through Awareness and Healing: A
Servant Leadership Model", Faculty Publications - Department of
Professional Studies.
Kelli McBridei, (2010). “Leadership in Higher Education: Handling Faculty
Resistance to Technology through Strategic Planning”. Academic
Leadership: The Online Journal Volume 8, 2010.
Khanh Pham TRAN, Truc Trung TRUONG, (2021, 1-11). “Impact of Servant
Leadership on Public Service Motivation of Civil Servants: Empirical
Evidence from Vietnam Toan Khanh Pham, Journal of Asian (Ms
Jennifer Makau, Influence of Servant Leadership on Public Service
Delivery”, International Journal of Leadership and Governance Vol.1,
Issue No.1.
Keith Walker,Joseph, (2013, 133-139). The Servant Leadership Role of
Catholic High School Sense Publishers, Rotterdam, The Netherlands
https://www.sensepublishers.com/
Lumintang Jimmy, (2014, 1-6, 41-60), Gagasan dan Praktik Kepemimpinan
SIKIP, STT IKAT Jakarta,
Machado Maria De Lourdes, Taylor James (2006, 12: 137–160). Higher
Education Leadership and Management From Conflict to
Interdependence through Strategic Planning. Tertiary Education and
Management.
https://www.researchgate.net/publication/44836818
Matsobane J Manala, (2014). “Servant leadership: A required leadership
model for efficient and effective service delivery in a democratic South
Africa,” Studia Historiae Ecclesiasticae , Ecc. vol.40 suppl.1 Pretoria Sep.
2014)
Makau Jennifer (2021, 1-11). “Influence of Servant Leadership on Public
Service Delivery”, International Journal of Leadership and Governance
Vol.1, Issue No.1.
Mufassir, dkk (2019, 38-56), “Model Kepemimpinan yang Melayani dalam
Meningkatkan Mutu Pendidikan: Studi Servant Leadership Kepala
Madrasah Aliyah Muhammadiyah Kota Gorontalo”, Al-Minhaj: Jurnal
Pendidikan Islam Vol.2, No.1 (Juni 2019)
Melinda Tina, dkk (2020). “Confirmatory Analysis of Servant Leadership
Dimension to he Indonesian Academic”, Journal of Applied
Management (JAM) Volume 18 Number 4, (December 2020)
Narkoba Drugus, Landoy, (2014). “Leadership in Higher Education. Bulletin of
the Transilvania University of Braşov”. Series V: Economic Sciences •
Vol. 7 (56) No. 2/
Neale J. Slack, dkk (2020). “Servant Leadership in the Public Sector: Employee
Perspective”. https://www.researchgate.net/publication/337964090
Ozgur Demirtas, (2020). A Handbook of Leadership Styles, Cambridge Scholars
Publishing, 2020, 149-167.
Spears Larry C (2010), 15-17), ”Servant Leadership and Robert K. Greenleaf’s
Legacy”.
The Minister of Local Government, Government, (2003, 2-60). Ministry of
Local, Government,Management and Leadership Skills in Local
Government, Ministry of Local Government, Kampala.

Wirawan, (2019) “Transformational Leadership in Higher Education: (A Study


in Indonesian Universities)”. Advances in Economics, Business and
Management Research, volume 135.

Watson David, (2003). Leadership in UK Higher Education. SAGE Publications


Ltd 6 Bonhill Street London EC2A 4PU.
ORASI ILMIAH BIDANG EKONOMI

KINERJA PEMERINTAH DAERAH PROVINSI PAPUA MELALUI


INDEX PEMBANGUNAN MANUSIA

Oleh:
Dr. Wa Ariadi, SE.,M.Si

Disampaikan pada Dies Natalis Ke 2 dan Konggres Tahunan


ASOSIASI KOLABORASI DOSEN LINTAS NEGARA CeL (KODELN)
Tanggal 26 Maret 2022
Ucapan Selamat Datang

Bismillahirrahmanirrahim
Asssalamu Alaikum Wr. Wb, Salam Sejahtera Untuk Kita Semua
Selamat Pagi,

Yang kami hormati


1. Ketua pusat cel KODELN
2. Dewan Pengawas CeL KODELN
3. Perwakilan Pimpinan Kampus Pendukung kegiatan dies natalis dan
konggres
4. Koordinator 34 wilayah CeL KODELN
5. Semua peserta Dies natalis dan konggres
6. Bisa ditambahkan yang lain sesuai kebutuhan

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat, Hidayah,
dan KaruniaNya yang dilimpahkan kepada kita semua sehingga kita dapat
bertemu di sini menghadiri dan menyimak Acara Orasi Ilmiah Dies Natalis Ke
2 dan Kongres Tahunan Kolaborasi Dosen Lintas Negara (KODELN). Pada
kesempatan yang baik ini izinkan saya menyampaikan pidato ilmiah yang
berjudul: Kinerja Pemerintah Daerah Provinsi Papua Melalui Indeks
Pembangunan Manusia
1. PENDAHULUAN

Kinerja dalam penyelenggaraan pemerintah adalah hasil kerja


dari suatu input yang dapat diukur dalam pengelolaan pemerintah
sesuai dengan tanggung jawab kewenangan dalam waktu yang telah
ditentukan. Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang
direncanakan, sehingga secara teknis kinerja pemerintah dapat
ditetapkan dengan menggunakan indikator dari program prioritas
yang telah ditetapkan (outcome) maupun indikator sasaran (impact).
Menurut Perpres No. 29 Tahun 2014 tentang sistem akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah menyebutkan bahwa kinerja adalah
keluaran atau hasil dari yang telah atau hendak dicapai sehubungan
dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur.

Masalah kinerja pemerintah khususnya pemerintah daerah,


dianggap sebagai “gap expectation” antara kinerja pembangunan
saat ini dan yang direncanakan, dan antara apa yang ingin dicapai di
masa depan dengan situasi aktual ketika rencana itu dibuat. Potensi
permasalahan pembangunan daerah pada umumnya timbul dari
belum didayagunakan kekuatan secara optimal, serta kelemahan
yang tidak diatasi, dengan tidak memanfaatkan peluang yang ada,
dan tidak mengatisipasi ancaman yang ada. Dalam pelaksanaan
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dibutuhkan
model pengukuran kinerja yang dimulai dari perencanaan strategik
sampai pada pengukuran kinerja atas kegiatan, program dan
kebijaksanaan yang dilakukan dalam rangka pencapaian visi, misi,
tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Dalam rangka
melaksanakan akuntabilitas ini, diperlukan pula perhatian dan
komitmen yang kuat dari organisasi yang bertanggungjawab di bidang
pengawasan dan penilaian akuntabilitas atas Laporan Akuntabilitas
Instansi Pemerintah (LAKIP).
Indikator kinerja daerah dapat dirumuskan berdasarkan hasil
analisis input dan output dari satu atau lebih indikator capaian kinerja
program (outcome) terhadap tingkat capaian indikator kinerja daerah
setelah program prioritas ditetapkan. Penetapan indikator kinerja
daerah bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai ukuran
keberhasilan pencapaian visi misi Gubernur dan wakil Gubernur dari
sisi penyelenggaraan pemerintahan daerah pada akhir periode masa
jabatan. Penetapan indikator kinerja daerah bertujuan untuk
memberi gambaran tentang ukuran keberhasilan pencapaian visi dan
misi kepala daerah dan wakil kepala daerah yang ditetapkan menjadi
Indikator Kinerja Utama (IKU) daerah dan indikator kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang ditetapkan menjadi
Indikator Kinerja Kunci (IKK) pada akhir periode masa jabatan.
Penyajian indikator kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang ditetapkan menjadi Indikator Kinerja Kunci (IKK) yang dibagi
menjadi 3 (tiga) aspek, yaitu:
1). Aspek kesejahteraan masyarakat,
Indikator pada aspek kesejahteraan masyarakat menggambarkan
suatu kondisi indikator makro ekonomi dan sosial, seperti laju
pertumbuhan ekonomi, inflasi, persentase penduduk miskin,
Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM).
2). Aspek pelayanan umum,
Indikator pada aspek Pelayanan Umum mempunyai tolok ukur
atas pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangan urusan baik wajib maupun pilihan sebagai
upaya untuk memenuhi kebutuhan publik.
3). Aspek daya saing daerah.
Indikator kinerja pada aspek daya saing daerah memberikan
gambaran daya dukung mencapai pertumbuhan tingkat
kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan.
Kinerja pemerintah daerah yang diukur melalui Indeks
pemabangunan manusia menunjukkan bahwa Indeks pemabangunan
manusia (IPM) menjadi indikator utama dalam mengukur
keberhasilan pembangunan. Dalam rangka meningkatkan indeks
pembangunan manusia, aspek yang menjadi fokus utama adalah
peningkatan standar pendidikan, derajat kesehatan, dan mutu
ekonomi keluarga. Ketiga tersebut saling terkait antara satu dan
lainya sehingga semua aspek tersebut harus diperhatikan secara utuh
(Imam Hardjanto, 2013). Sumber daya manusia adalah modal yang
terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai
makhluk sosial yang adaftif dan transformatif yang mampu mengelola
dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terdapat di alam dan
lingkungannya menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam
tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Oleh karena itu,
pembangunan dipandang sebagai proses multifaset yang melibatkan
berbagai perubahan mendasar pada struktur sosial, sikap dan institusi
sosial, sambil mengejar percepatan pertumbuhan ekonomi,
mengatasi ketimpangan pendapatan dan pengentasan kemiskinan.
Jadi, pada hakekatnya pembangunan mencerminkan adanya
perubahan di masyarakat secara menyeluruh yang terkoordinasi
dalam sistem sosial, serta bergerak maju secara utuh tanpa
mengabaikan keragaman kebutuhan dan keinginan dasar individu
dan kelompok sosial yang diperlukan baik secara material dan
immaterial.
Dalam membangun Daerah, upaya yang dilakukan secara
sistematik dari berbagai pihak, baik publik, pemerintah, swasta,
organisasi masyarakat dari berbagai tingkatan untuk saling
berinteraksi baik aspek fisik, sosial ekonomi dan aspek lingkungan
lainnya sehingga kesempatan baru untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat daerah dapat dilaksanakan secara
berkelanjutan.
Sejak pelaksanaan otonomi khusus Provinsi Papua telah
berkembang begitu pesat diberbagai bidang baik pemekaran daerah,
pembagunan infrastruktur, pembangunan ekonomi maupun
pembagunan politik. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
kewenangan bagi pemerintah Provinsi tidak hanya pada hal keuangan
namun kepercayaan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
untuk mengurus dan mengelola sumber daya dalam meningkatkan
pembangunan dan perekonomian masyarakat sampai di daerah-
daerah terpencil dilakukan melalui pemekaran dengan tujuan agar
semua masyarakat mendapatkan pelayanan yang baik dan dapat
meningkatkan kesejahteraan.
Pemekaran daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat (pasal 2 PP No. 129 Tahun 2000) yang disebabkan oleh
berbagai hal. Pertama, pemekaran memperpendek rentang kendali
antara pemerintah dan masyarakat. Kedua, diduga pemekaran
daerah mampu memperbaiki pemerataan pembangunan. Ketiga,
pemekaran akan meningkatkan demokrasi lokal melalui pembagian
kekuasaan pada tingkat yang lebih kecil (Nuraini, 2005).
Berbagai keuntungan desentralisasi dibahas dalam Rondinelli
dan Cheema (1983), Syaukani dan Rasyid (2001), Fisman dan Gatti
(2002), Es- tache dan Sinha (1995), Davoodi dan Zou (1998), De Mello
(2000), Devas dan Grant (2003), serta Martinez-Vazquaz dan McNab
(2003). Dengan desentralisasi, diharapkan pembangunan lebih
berhasil, sehingga salah satu indikator pembangunan, yakni IPM,
dihipotesiskan akan meningkat.
Kondisi ini menunjukkan bahwa tujuan dan harapan
digulirkannya otonomi daerah dan otonomi khusus untuk Provinsi
Papua sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
masih jauh dari harapan, karena peningkatan penerimaan daerah dan
anggaran belanja belum dapat memperbaiki autcome yang
berdampak pada indeks Pembangunan Manusia. Pembangunan
daerah seharusnya menempatkan manusia sebagai sasaran akhir dan
fokus utama dari seluruh kegiatan pembangunan melalui pemberian
pelayanan dalam berbagai segi kehidupan yakni kesehatan,
pendidikan, social dan ekonomi.
Isu tentang kinerja pemerintah daerah dewasa ini menjadi
sorotan publik karena belum menampakkan hasil yang baik yang
dirasakan oleh rakyat. Rakyat menuntut pemerintahan mempunyai
kinerja yang baik dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
sebagai perwujudan konsep otonomi daerah. Mahsun (2006:4). Salah
satu Kondisi ini menyebabkan berbagai ekspektasi mulai disintegrasi
yang dihadapi oleh pemerintah Provinsi Papua dimana, tingginya
persentase tingkat kemiskinan mencapai 26,80% (BPS, 2021)
mayoritas masyarakat miskin tersebar didaerah pedesaan, rendahnya
tingkat kemandirian keuangan daerah dan capain Indeks
Pembangunan Manusia juga termasuk kategori menengah,
rendahnya perhatian pemerintah daerah terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat mengidikasikan rendahnya kinerja
pemerintah daerah.
Kinerja pemerintah diartikan sebagai hasil dari kegiatan dan
program kerja yang akan direalisasikan atau yang telah dicapai
sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan
kualitas terukur (PP. Nomor 8 Tahun 2006). Nordiawan, (2010)
menyatakan bahwa kinerja pemerintah daerah tidak bisa dilihat
hanya dari sisi input dan output tetapi juga dilihat dari sisi outcome,
manfaat dan dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat. Untuk
mengetahui kinerja pemerintah daerah dapat dilihat dari hasil
evaluasi kinerja pemerintah daerah yang disebut EKPPD. Selain itu
kinerja pemerintah daerah dapat dilihat dari Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) yang terdiri dari beberapa komponen penilaian yakni
income per capita, tingkat kesehatan , pendidikan dan tingkat
pengangguran (BPS, 2013).
Alasan menggunakan kinerja pemerintah dengan ukuran
berbasis kesejahteraan masyarakat melalui Indek Pembangunan
Manusia adalah adanya kelemahan untuk ukuran kinerja pemerintah
daerah yang selama ini digunakan pada penelitian terdahulu
(Iskandar ,2012, Anggiat Situngkir (2009), Setyawan (2002), Brian
Sagay (2013), yang berbasis pengelolaan anggaran pendapatan dan
belanja, penerimaan daerah, Rasio keuangan dan peran manajerial
pengelolaan keuangan daerah untuk mengukur kinerja pemerintah
daerah (Herminingsih (2009), Made Budi Sastra Wiguna (2014).
Pencapaian pembangunan manusia diukur dengan memperhatikan
tiga aspek esensial yaitu umur panjang dan hidup sehat,
pengetahuan, dan standar hidup layak. Peningkatan IPM tahun 2021
disebabkan oleh meningkatnya seluruh komponen penyusun IPM
Papua pada tahun 2021. Setelah kasus positif Covid-19 menurun,
geliat ekonomi memulih sehingga menyebabkan IPM tahun 2021
mengalami peningkatan.
Tabel 1.2. Indikator Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua
INDIKATOR IPM 2018 2019 2020 2021
Umur Harapan Hidup (UHH) 65.36 65.65 65.79 65.93
Harapan Lama Sekolah (HLS) 10.83 11.05 11.08 11.11
Rata-rata Lama Sekolah (RLS 6.52 6.65 6.69 6.76
Pengeluaran per Kapita yang
disesuaikan (PPP) 7.159 7.336 6.954 6.955
Sumber Data: BPS Provinsi Papua, 2022
2. LANDASAN PEMIKIRAN
2.1. Makna Kinerja Pemerintah Daerah
Kinerja atau yang biasa disebut performance sudah di bahas dan
di kaji oleh berbagai peneliti dari berbagai bidang dan disiplin ilmu.
Kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan sebuah
bentuk gambaran dari hasil atau prestasi kerja yang dapat dicapai
oleh pemerintah daerah baik secara kualitatif maupun kuanttitatif
pada periode tertentu.
Kinerja merupakan terjemahan dari kata performance, berasal
dari akar kata “to perform” dengan beberapa “entries” yaitu : (1)
melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute);
(2) memenuhi atau melaksanakan kewajiban atau suatu niat atau
nazar (to discharge of fulfill; as vow); (3) melaksanakan atau
menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete an
understaking); (4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang
atau mesin (to do what is 11 expected of a person machine) (Veithzal
Rivai dan Ahmad Fawzi Mohd Basri, 2005). Kinerja menurut Benardin
dan Russel (dalam Sedarmayanti 2003 : 226) adalah sebagai berikut :
“Performance is defined as the record of outcomes produced in a
specified job function or activity during a specific time periode (kinerja
adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi
pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama waktu tertentu).
Menurut Harry (1999) melihat terminologi kinerja secara utuh yaitu
meliputi masukan (input), proses (process), keluaran (output), hasil
(outcome), manfaat (benefit) dan dampak (impact). Menurutnya
input adalah sejumlah sumber daya yang digunakan yang biasanya
dinyatakan dalam bentuk jumlah dana atau waktu yang diperlukan
untuk mengerjakan outputs atau outcomes.
Sebelum tahun 1990- an, pengukuran kinerja hanya dilihat dari
perspektif keuangan saja. Akibatnya fokus utama dan usaha
pemerintah lebih dicurahkan untuk mewujudkan kinerja keuangan
sehingga cenderung mengabaikan kinerja non keuangan seperti
kepuasan pelanggan, produktivitas dan efektivitas serta SDM yang
berkemampuan dan berkomitmen tinggi (Mulyadi, 2001 : 2-3). Selain
itu suatu instansi pemerintah dinyatakan berhasil jika dapat menyerap
100% anggaran, walaupun pencapaian tujuannya masih dibawah
standar. Melihat hal tersebut pada tahun 1990, David P. Norton
melakukan studi yang hasilnya menyatakan bahwa untuk mengukur
kinerja pemerintah di masa depan diperlukan kerangka ukuran
komprehensif yang mencakup empat perspektif, yaitu keuangan,
pelanggan, proses intern serta, pembelajaran dan pertumbuhan.
Menurut Mahsun (2006:4) kinerja Pemerintah adalah
kemampuan kerja yang ditunjukkan dengan hasil kerja. Kinerja adalah
gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan,
misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema
strategis (strategic planning) suatu organisasi (Bastian, 2010:274), Agus
Samekto (2011) dan Hermaningsih (2009).
Dariwardani & Noor Amani, (2009) menyampaikan dalam
penjelasan teknis aspek, fokus, dan indikator kinerja kunci yang
digunakan untuk Evaluasi Kinerja Pelaksanaan Otonomi Daerah
(EKPOD) yang terdapat dalam PP No. 8 Tahun 2008 disebutkan bahwa:
Tujuan akhir otonomi daerah ditunjukkan dengan parameter tinggi
kualitas manusia yang secara internasional diukur dengan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Dalam Evaluasi Kinerja Pelaksanaan
Otonomi Daerah (EKPOD), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ini
digunakan untuk mengecek apakah aspek-aspek yang digunakan untuk
mengukur kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah dapat
dipertanggung jawabkan. Dengan demikian Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) idealnya menjadi salah satu indikator pengukuran
kinerja daerah dilihat dan sisi outcomes.
Mardiasmo (2002) menyampaikan dasar penetapan standar
indikator kinerja secara makro unit kerja dilakukan dengan
membandingkan antara hasil pencapaian kontribusi unit kerja
terhadap indikator kinerja outcome pada tahun berjalan. Selanjutnya
disampaikan Indeks Pembangunan Manusia merupakan gabungan
indikator kinerja outcome dari beberapa unit kerja Provinsi dan
kabupaten/kota yang dapat tunjukkan dengan indikator kinerja
ekonomi, tingkat pendidikan dan kesehatan. Whittaker (1993)
menegaskan bahwa pengukuran kinerja merupakan alat manajemen
untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan
akuntabilitas, serta menilai capaian tujuan dan sasaran (goals
objectives)

2.2. Indeks Pembangunan Manusia


UNDP mendefinisikan pembangunan manusia sebagai suatu
proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk dalam hal
pendapatan, kesehatan, pendidikan, lingkungan fisik, dan sebagainya.
Empat hal pokok yang perlu di perhatikan dalam pembangunan
manusia adalah produktivitas, pemerataan, kesinambungan,
pemberdayaan (UNDP, 1995: 12). Titik berat pembangunan nasional
Indonesia sesungguhnya sudah menganut konsep tersebut, yakni
konsep pembangunan manusia seutuhnya yang menghendaki
peningkatan kualitas hidup penduduk baik secara fisik, mental maupun
spiritual. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sendiri merupakan suatu
ukuran yang digunakan untuk mengukur pencapaian pembangunan
manusia di suatu wilayah dengan menggunakan indikator komposit
tunggal. Sebagian besar ekonom sepakat bahwa sumber daya manusia
(human resources) dari suatu bangsa merupakan faktor yang paling
menentukan karakter dan kecepatan pembangunan sosial dan
ekonomi bangsa yang bersangkutan. Menurut Profesor Frederick
Harbison dari Princenton Univercity sebagai berikut sumber daya
manusia merupakan modal dasar dari kekayaan suatu bangsa.
Modal fisik dan sumber daya alam hanyalah faktor produksi yang
pada dasarnya bersifat pasif; manusialah yang merupakan agen-
agen aktif yang akan mengumpulkan modal, mengeksploitasikan
sumber-sumber daya alam, membangun berbagai macam organisasi
sosial, ekonomi dan politik, serta melaksanakan pembangunan
nasional. Jelaslah, bahwa jika suatu negara tidak segera
mengembangkan keahlian dan pengetahuan rakyatnya dan tidak
memanfaatkan potensi mereka secara efektif dalam pembangunan dan
pengelolaan ekonomi nasional, maka untuk selanjutnya negara
tersebut tidak akan dapat mengembangkan apa pun.
Dalam Pencapaia IPM yang optimum di daerah maka,
rekomendasi terhadap aspek-aspek kedaerahan dan persoalan
otonomi daerah layak dikemukakan sebagai bahan kajian untuk
mewujudkan tujuan pembangunan. Namun demikian, perlu dipahami
bahwa peningkatan realisasi pencapaian target indikator turunan IPM
sangat dipengaruhi kemampuan fiskal daerah dan program
pembangunan yang berorientasi IPM, serta ketersediaan ruang fiskal
daerah, sehingga indikator turunan IPM perlu ditetapkan dengan
kisaran skala antara target Rencana Pembangunan Nasional dan
Daerah baik jengka menengah dan jangka panjang serta target
berdasarkan rekomendasi alternatif yang lebih spesifik.
Pencapaian pembangunan manusia diukur dengan
memperhatikan tiga aspek dimensi pokok pembangunan manusia
yang dinilai mampu mencerminkan kemampuan dasar (basic
capabilities) penduduk. Ketiga dimensi dasar tersebut adalah umur
panjang dan sehat, berpengetahuan dan berketerampilan, serta akses
terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup
layak (Mohammad Bhakti Setiawan & Abdul Hakim,2013). Indikator
Angka Harapan Hidup (AHH) merepresentasikan aspek umur
panjang dan sehat. Aspek pendidikan pada IPM dicerminkan oleh
indikator Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah
(MYS). Aspek terakhir standar hidup layak yang direpresentasikan
melalui indikator pengeluaran per kapita per tahun yang disesuaikan.
Klasifikasi IPM sendiri dikategorikan menjadi kategori sangat tinggi
(IPM ≥ 80), kategori tinggi (70 ≤ IPM < 80), kategori menengah bawah
(60 ≤ IPM < 70), dan kategori rendah (IPM < 60) .
Pertumbuhan ekonomi memiliki peranan untuk menstimulus
pembangunan manusia karena pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan manusia mempunyai hubungan dan saling berkontribusi
satu sama lain. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan diimbangi
dengan pemerataan pendapatan akan meningkatakan kualitas
pembangunan manusia secara efektif. Kontribusi pertumbuhan
ekonomi untuk pembangunan manusia dengan meningkatkan
pendapatan pemerintah kemudian dapat diinvestasikan untuk
pembangunan manusia (Anggraini & Muta’ali, 2013).
2.3. Fakta Empirik Indek Pembangunan Manusia
2.3.1. Indeks Pembangunan Manusia Di Provinsi Seluruh Indonsia

Tabel 2.1. Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi DI Indonesia


Tahun 2019-2021

Indeks Pembangunan Manusia menurut


Provinsi Provinsi Papua
2019 2020 2021
ACEH 71.90 71.99 72.18
SUMATERA
UTARA 71.74 71.77 72.00
SUMATERA
BARAT 72.39 72.38 72.65
RIAU 73.00 72.71 72.94
JAMBI 71.26 71.29 71.63
SUMATERA
SELATAN 70.02 70.01 70.24
BENGKULU 71.21 71.40 71.64
LAMPUNG 69.57 69.69 69.90
KEP. BANGKA
BELITUNG 71.30 71.47 71.69
KEP. RIAU 75.48 75.59 75.79
DKI JAKARTA 80.76 80.77 81.11
JAWA BARAT 72.03 72.09 72.45
JAWA TENGAH 71.73 71.87 72.16
DI YOGYAKARTA 79.99 79.97 80.22
JAWA TIMUR 71.50 71.71 72.14
BANTEN 72.44 72.45 72.72
BALI 75.38 75.50 75.69
NUSA TENGGARA
BARAT 68.14 68.25 68.65
NUSA TENGGARA
TIMUR 65.23 65.19 65.28
KALIMANTAN
BARAT 67.65 67.66 67.90
KALIMANTAN
TENGAH 70.91 71.05 71.25
KALIMANTAN
SELATAN 70.72 70.91 71.28
KALIMANTAN
TIMUR 76.61 76.24 76.88
KALIMANTAN
UTARA 71.15 70.63 71.19
SULAWESI UTARA 72.99 72.93 73.30
SULAWESI
TENGAH 69.50 69.55 69.79
SULAWESI
SELATAN 71.66 71.93 72.24
SULAWESI
TENGGARA 71.20 71.45 71.66
GORONTALO 68.49 68.68 69.00
SULAWESI BARAT 65.73 66.11 66.36
MALUKU 69.45 69.49 69.71
MALUKU UTARA 68.70 68.49 68.76
PAPUA BARAT 64.70 65.09 65.26
PAPUA 60.84 60.44 60.62
Sumber Data: BPS, 2022

Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa indeks


pembangunan manusia dari 34 Provinsi di Indonesia selama 3 (tiga)
tahun terakhir menunjukkan Provinsi Papua mempunyai angka indeks
pembangunan yang paling rendah dengan kisaran capaian 60,00-60,62
ditahun 2021.Sedangkan Provinsi Papua Barat mempunyai indeks
pembangunan mencapai 65,26 di tahun 2021.
2.3.2. Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua
Pembangunan manusia di Papua dalam satu dekade terus
menunjukkan peningkatan, kondisi ini dapat dilihat (BPS, 2021) bahwa
IPM Provinsi Papua pada tahun 2010 adalah 54,45 meningkat menjadi
60,62 pada tahun 2021. Selama periode tersebut, IPM Provinsi Papua
rata-rata tumbuh sebesar 0,98 % per tahun dan meningkat dari level
“RENDAH” menjadi “SEDANG” sejak tahun 2018.
Tabel 1.1. Indeks pembangunan manusia Provinsi Papua
60,84
61 60,62
60,44
60,5 60,06
60
59,5 59,09
59
58,5
58
2017 2018 2019 2020 2021
IPM

Sumber Data: Bapeda Provinsi Papua, 2022


Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua pada
tahun 2021 mencapai 60,62. Kualitas kesehatan, pendidikan, dan
pengeluaran per kapita masyarakat Papua mengalami peningkatan
dimasa Pandemi COVID-19 membawa perubahan dalam pencapaian
pembangunan manusia di Papua,dimana di tahun 2020 IPM Provinsi
Papua mengalami penurunan 0,66 % atau 0,40 poin dibandingkan
tahun 2019 menjadi 60,44. Meskipun demikian, pada tahun 2021 ini
IPM Provinsi Papua kembali meningkat menjadi 60,62 atau tumbuh
0,30 % dibandingkan capain tahun sebelumnya. Peningkatan IPM
Provinsi Papua tahun 2021 sejalan dengan IPM Indonesia yang juga
membaik pada tahun 2021 ini. Situasi ini mempelihatkan bahwa
pertumbuhan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2021 lebih
baik dibandingkan tahun 2020 dimana IPM Indonesia sempat
mengalami perlambatan akibat terjadinya pandemi COVID-19, namun
setelah pandemi Covid-19 serta kasus positif menurun, upaya
perbaikan serta peningkatan ekonomi masyarakat semakin terlihat
yang mengarah ke pemulihan menyebabkan IPM tahun 2021
menunjukkan peningkatan.
Pertumbuhan IPM Papua tahun 2021 disebabkan oleh
bertumbuhnya seluruh komponen atau indikator IPM, dimana
indikator pendidikan anak-anak berusia 7 tahun memiliki harapan
dapat menikmati pendidikan selama 11,11 tahun, meningkat 0,03
tahun dibandingkan tahun 2020 sebesar 11,08 tahun. Selain itu, rata-
rata lama sekolah penduduk umur 25 tahun ke atas juga masih
meningkat 0,07 tahun, dari 6,69 tahun pada tahun 2020 menjadi 6,76
tahun pada tahun 2021. Dari sisi kesehatan, bayi yang lahir pada tahun
2021 memiliki harapan untuk dapat hidup hingga 65,93 tahun, lebih
lama 0,14 tahun dibandingkan dengan mereka yang lahir pada tahun
sebelumnya.„Dan dari sisi standar hidup layak, rata-rata pengeluaran
per kapita yang disesuaikan pada tahun 2021 sebesar 6,955 juta rupiah,
lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2020 yang hanya sebesar 6,954
juta rupiah.
Sedangkan untuk IPM di seluruh kabupaten/kota di Papua
tahun 2021 juga menunjukkan peningkatan seiring dengan kondisi IPM
Provinsi Papua yang mengalami perbaikan meskipun tidak terjadi
perubahan yang signifikan dalam kategori capaian dan peringkat di
masing-masing kabupaten/kota.
Tabel 2.2. IPM Provinsi Papua Menurut Kabupaten/Kota dan Status
Pembangunan Manusia, 2021
NO Keterangan Kabupaten/ Kota Capaian IPM
1 Sangat Tinggi 1. Kota Jayapura ≥ 80
1. Merauke,
2. Mimika, < 80
2 Tinggi 3. Kabupaten Jayapura
4. Biak Numfor
1. Keerom,
2. Sarmi,
3 Sedang 3. Nabire, < 70
4. Kepulauan Yapen,
5. Waropen,
6. Supiori
7. Boven Digoel
1. Mamberamo Raya,
2. Mamberamo
Tengah,
3. Jayawijaya,
4. Tolikara,
5. Asmat, < 60
6. Yahukimo,
4 Rendah 7. Yalimo,
8. Pegunungan
Bintang,
9. Lani Jaya,
10. Nduga,
11. Puncak Jaya,
12. Puncak,
13. Intan Jaya,
14. Paniai,
15. Deyai,
16. Dogiyai.
17. Mappi
Sumber Data: BPS Provinsi Papua, 2022

Sebagaimana capai IPM dari Kabupaten/kota di Provinsi


Papua maka, dari 29 Kabupaten/ Kota, urutan capaian IPM sangat tinggi
masih ditempati oleh Kota Jayapura (80,11) yang sekaligus menjadikan
Kota Jayapura sebagai satu-satunya wilayah dengan status capaian
pembangunan manusia dengan (IPM ≥ 80) di Papua. Sedangkan Jumlah
kabupaten dengan status capaian pembangunan manusia yang “tinggi”
(70 ≤ IPM < 80) ada 4 kabupaten, dengan status “sedang” (capaian 60
≤ IPM < 70) ada 7 kabupaten, dan dengan status “rendah” (IPM < 60)
ada 17 kabupaten. Capai IPM dari Kabupaten/kota yang mempunyai
capain IPM rendah sampai tahun 2021 adalah berkisar antara 32,84
sampai dengan 58,70, dimana kabupaten dengan capainnya paling
rendah tersebut adalah kabupaten Nduga ( 32,84).
Dengan demikian maka, Pemerintah Provinsi Papua perlu
terus melakukan upaya-upaya yang kongkrit terkait kemajuan
pembangunan untuk aspek Indeks pembangunan manusia, Sebab
berdasarkan aspek tersebut pemerintah dapat dikatakan bahwa
mempunyai kinerja yang masih kurang mengingat jumlah kabupaten
dengan indeks pembangunan manusia yang rendah sangat banyak
yakni mencapai 17 kabupaten atau (58,62%) dari seluruh kabupaten
Kota di Provinsi Papua. Indeks pembangunan Manusia yang rendah
akan berdampak pada rendahnya produktivitas kerja masyarakat
sehingga berakibat pada rendahnya penghasilan yang diterima yang
menyebabkan tingginya jumlah penduduk miskin.

Kualitas sumber daya manusia dapat menjadi faktor


penyebab utama terjadinya kemiskinan. Kualitas sumber daya manusia
dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM
menjelaskan bagaimana penduduk suatu wilayah mempunyai
kesempatan untuk mengakses hasil pembangunan sebagai bagian dari
haknya dalam memperoleh pendapatan, kesehatan dan pendidikan.
Dengan masyarakat yang sehat dan berpendidikan yang baik,
peningkatan produktivitas masyarakat akan meningkatkan pula
pengeluaran untuk konsumsinya, ketika pengeluaran untuk konsumsi
meningkat, maka tingkat kemiskinan akan menurun (Deva Apriani
Nurul Huda, 2020).

PENUTUP

Dalam mengukur kinerja pemerintah aspek indeks pembangunan


manusia bukan satu-satunya indikator yang dapat di jadikan sebagai
tolak ukur, namun indeks pembangunan manusia dapat dijadikan aspek
utama dalam pengukuran indikator capain kinerja pemerintah daerah,
mengingat saat ini Provinsi papua adalah salah satu dari 34 provinsi di
Indonesia dengan capaian angka indeks pembangunan manusia yang
paling rendah. Selain itu juga bahwa kabupaten dengan capaian indeks
pembangunan manusianya yang kategori rendah masih sangat banyak
(58,62%) dari jumlah kabupaten di Provinsi Papua. Kondisi ini
menjukkan bahwa kebijakan yang dilakukan pemerintah daerah belum
sepenuhnya menjawab permasalahan yang dihadapi masyarakat di
daerah khususnya terkait aspek indeks pembangunan manusia.

Terobosan terkait pembangunan Manusia yang dilakukan oleh


Pemerintah daerah Provinsi Papua Pertama, mekanisme penggunaan
dana perimbangan terkait kegiatan dan program kerja yang
berhubungan langsung dengan tiga indikator IPM, Karena alokasi dana
mempertimbangkan distribusi jumlah penduduk (miskin). Distribusi
sarana Prasarana terkait pendidikan dan kesehatan harus menjadi
perhatian Pemerintah baik Provinsi maupun Kabupaten.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, RA Dan Muta’ali, Luthfi. (2013). Pola Hubungan Pertumbuhan


Ekonomi Dan Pembangunan Manusia Di Provinsi Jawa
Timur Tahun 2007- 2011. Jurnal Bumi Indonesia.
Universitas Gadjah Mada. Vol.2, No.3. Yogyakarta.

Agus Samekto (2011) Dampak desentralisasi Anggaran terhadap Kinerja


pemerintah Daerah (Studi pada Kabupaten/Kota Di Jawa
Timur).

Amani, Siti Noor dan Ni Made Inna Dariwardani. (2009). Kinerja Provinsi di
Indonesia Sebelum dan Setelah Pemberlakukan Otonomi
Daerah. www.artikel.com

BPS. (2013). Indeks Pembangunan Manusia 2013. Jakarta: BPS.

----------------. (2014). Indeks Pembangunan Manusia ‘Metode Baru’


Jakarta: BPS
----------------. (2021). Profil Kemiskinan di Provinsi Papua September 2020
No. 14/02/94/Th. XIII, 15 Februari 2021

Bastian, Indra, (2010) Akuntansi Sektor Publik Suatu Pengantar Edisi Ketiga.
Penerbit Erlangga :Jakarta.

Bastian, Indra, (2001), Akuntansi Sektor Publik di Indonesia. Edisi Pertama.


Yogyakarta: BPFE, UGM.

Christina Lengfelder and Christelle Cazabat (2017) Review of conceptual and


measurement innovations in national and regional
Human Development Reports, 2010-2016 Published: 17
October 2017
Dariwardani Ni Made Inna, Amani, Siti Noor dan. 2009. Kinerja Provinsi di
Indonesia Sebelum dan Setelah Pemberlakukan Otonomi
Daerah. www.artikel.com

David P. Norton, and Kaplan Robert.S ., (1990), Tranlating Strategy into


Anction The Balance Scorecard’, Borton: Harvard Business
Schol.

Deva Apriani Nurul Huda, (2020), Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia


terhadap Kemiskinan Multidimensional di Negara
Berkembang dengan Pendekatan Regresi Nonparametrik
Statistika, Vol. 20 No. 2, 75 – 82.

Harry, P., (1999), Performance Measurement, Center of Local Government


Innovation, The Urban Institute, Whasington D.C. hal. 3-
4.

Hermaningsih (2009) Pengaruh Partisipasi dalam Penganggaran dan Peran


Manajerial Pengelola Keuangan Daerah terhadap Kinerja
Pemerintah Daerah (studi empiris pada Kabupaten
Demak). Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro.

Mohammad Bhakti Setiawan & Abdul Hakim,(2013), Jurnal Economia,


Volume 9, Nomor 1,
Michael P. Todaro. (2000). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi
Ketujuh.
Dialihbahasakan oleh Drs. Haris Munandar,M.A.Erlangga.
Jakarta

Mohammed, Bhakti Setiawan & Abdul Hakim, (2013) “Indeks Pembangunan


Manusia Indonesia”, Jurnal Economia, Vol. 9 No 1.

Mardiasmo (2002), Otonomi Daerah Sebagai Upaya Memperkokoh Basis


Perekonomian Daerah. Jurnal Ekonomi Rakyat, Artikel
Th. I No.4 Juni 2002. Jakarta.
Mahsun, Mohamad. (2006). Pengukuran Kinerja sektor Publik. Yogyakarta.
BP FE UGM.
Sedarmayanti, (2003), Good Govermance (Kepemimpinan yang baik) Dalam
Rangka Otonomi Daerah, Bandung.

Veithzal Rivai ;Ahmad Fawzi Mohd Basri, (2005),Performance appraisal:


sistem yang tepat untuk menilai kinerja karyawan dan
meningkatkan daya saing , RajaGrafindo Persada

Whittaker James, (1993)The Govermant Perfonmance and Result Act Of A.


Mandate for Strategic Planning and Performance
Measurement, Educational Service Institute, Arlington,
Verginia, USA.

BIOGRAFI:

Wa Ariadi, Lahir Tanggal 7 Juli 1970 di Watii Buton Kabupaten Wakatobi.


Menghabiskan masa studi SD sampai SMP di Kabupaten Taliabu Barat Laut
Maluku Utara dan SMA di Kendari tahun 1999, kemudian melanjutkan
Pendidikan di Unidayan Bau-Bau Buton dan S2 di Unhas Makasar 2009.
Lulusan doktor bidang Ilmu Manajemen tahun 2019. Sampai saat ini aktif
sebagai dosen Pascasarjan STIE Port Numbay Jayapura. Selain itu aktif
menulis buku dan artikel jurnal. Juga aktif melakukan kajian kerja sama
pemerintah Daerah Provinsi Papua. Email: waariadi@gmail.com.
ORASI ILMIAH BIDANG KESEHATAN

BEBAN GANDA MASALAH GIZI DI MASA PANDEMI COVID 19

Oleh
Dr. I Putu Suiraoka, M.Kes.

Disampaikan pada Dies Natalis Ke 2 dan Konggres Tahunan


ASOSIASI KOLABORASI DOSEN LINTAS NEGARA CeL (KODELN)
Tanggal 26 Maret 2022
Selamat Pagi,
Assalamualaikum Wr.Wb.,
Om Swastiastu
Namo Budaya
Salam sejahtera bagi kita semua

Yang kami hormati


1. Ketua pusat cel KODELN
2. Dewan Pengawas CeL KODELN
3. Perwakilan Pimpinan Kampus Pendukung kegiatan dies natalis
dan konggres
4. Koordinator 34 wilayah CeL KODELN
5. Semua peserta Dies natalis dan konggres

Bapak/ibu undangan/hadirin sekalian


Pertama-tama, marilah kita memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan
Yang Maha Esa karena Berkat dan Rahmat-Nya, kita diberi kesehatan dan
kesempatan untuk berada bersama-sama dalam acara akademis Dies
Natalis dan Kongres Cel yang 2 ini. Dengan penuh syukur dan bangga,
kami mengucapkan selamat ulang tahun kepada seluruh anggota
keluarga besar CEL. Semoga kedepannya CEL mampu menjadi organisasi
yang kuat, mengayomi dan memfasilitasi anggota dalam menghasilkan
karya-karya akademis yang luar biasa dan mendunia.
Segenap hadirin yang berbahagia,
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih atas kesempatan
yang diberikan oleh Ketua Pusat Cel dan Kongres serta Panitia sehingga
kami dapat menyampaikan orasi ilmiah Bidang Kesehatan tentang Beban
Ganda Masalah Gizi Di Masa Pandemi Covid 19, Bersama bapak/ibu
Profesor dan Doktor yang hebat lainnya.

Bapak/ibu undangan/hadirin sekalian


Kemunculan pandemi COVID-19 telah memberikan perubahan di
berbagai bidang kehidupan seperti bidang ekonomi, politik, pendidikan,
sosial, dan budaya (Putri, 2021). Salah satu faktor yang menyebabkan
terjadinya perubahan tersebut adalah penerapan kebijakan pemerintah
untuk melakukan segala aktivitas dari rumah. Lebih dari 2 tahun
masyarakat “dipaksa” mengalami perubahan aktivitas dalam
kehidupannya. Berkurangnya aktivitas fisik, bertambahnya perilaku
sedentary, waktu menatap layar (screen time) yang lebih banyak karena
segalanya dilakukan secara online, dan lainnya. Banyak dampak yang
dirasakan terutama terkait dengan kondisi fisik dan kesehatan.

Namun dalam situasi gelombang pandemi Covid 19 ini, sebenarnya


permasalahan kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia
berada di dua sisi yang berseberangan. Dari kondisi ini, Indonesia yang
merupakan salah satu negara berkembang di dunia, mengalami beban
ganda penyakit. Berbagai penyakit menular belum tereliminasi,
sedangkan penyakit tidak menular makin meningkat. Pandemi Covid-19
mempersulit situasi, sehingga perlu upaya keras mengatasinya
(Moejiono, 2021).

Bapak/ibu undangan/hadirin sekalian


Seperti yang dikutip dari Tyagi (2014), bahwa Koeksistensi penyakit
menular dan penyakit tidak menular (PTM) telah berdampak pada
populasi secara signifikan di seluruh dunia. Dampak dari beban ganda ini
pada populasi yang lebih tua secara alami lebih parah. Prevalensi dari
penyakit tidak menular telah meningkat pada orang tua dengan rentang
hidup yang lebih lama dan karena gaya hidup dan faktor makanan serta
bahaya pekerjaan dan lingkungan. Pada saat yang sama, orang tua tetap
rentan terhadap sejumlah penyakit menular karena miskin gizi, sanitasi
dan higiene.
Saat dunia berfokus untuk menahan penyebaran penyakit coronavirus
2019 (COVID-19) dan membatasi efek dari pandemi pada populasi global,
perawatan harus dilakukan untuk tidak melupakan masalah kesehatan
individu yang ada. Ada risiko yang nyata menciptakan 'beban ganda
penyakit pascapandemi'– di mana tekanan karena harus mengelola
COVID-19 akut, dampak terkait pada sistem kesehatan ditambahkan ke
beban penyakit tidak menular kronis atau jangka panjang yang ada. Hal
ini dapat menciptakan krisis kesehatan pascapandemi dengan kurang
memperhatikan yang ada kondisi kesehatan.
Basis bukti yang berkembang dari epidemi lain dan keadaan darurat
kesehatan menyoroti potensi negatif dampak krisis kesehatan jangka
pendek terhadap kesehatan masyarakat jangka panjang. Gangguan
signifikan pada sistem perawatan kesehatan biasa dan masyarakat dapat
menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas dalam jangka
panjang jika tidak dikelola dengan tepat. Sudut pandang ini memberikan
gambaran umum bukti untuk mendukung pengelolaan kondisi jangka
panjang selama, dan setelah, keadaan darurat kesehatan, untuk
membatasi dampak COVID-19 pada kesehatan masyarakat dalam jangka
pendek dan jangka panjang.
Dalam bidang gizi pun mengalami hal yang kurang lebih sama. Beban
ganda masalah gizi ditandai dengan koeksistensi kekurangan gizi bersama
dengan kelebihan berat badan, obesitas atau PTM terkait diet, di dalam
individu, rumah tangga dan populasi, dan di seluruh perjalanan hidup.
Penyebab beban ganda masalah gizi berhubungan urutan perubahan
epidemiologi yang dikenal sebagai transisi gizi, transisi epidemiologi dan
transisi demografi.
Transisi gizi menggambarkan pergeseran pola makan, pola konsumsi dan
pengeluaran energi terkait dengan pembangunan ekonomi dari waktu ke
waktu, seringkali dalam konteks globalisasi dan urbanisasi. Perubahan
dikaitkan dengan pergeseran dari dominasi kekurangan gizi pada populasi
ke tingkat yang lebih tinggi kelebihan berat badan, obesitas, dan penyakit
tidak menular (PTM).
Transisi epidemiologi menggambarkan perubahan dalam beban penyakit
populasi secara keseluruhan yang terkait dengan peningkatan
kemakmuran ekonomi – dengan pergeseran dari dominasi infeksi dan
penyakit yang berhubungan dengan gizi buruk hingga meningkatnya
angka PTM (WHO, 2017).
Sedangkan transisi demografi menggambarkan pergeseran dalam
struktur populasi dan meningkatnya usia harapan hidup. Transformasi ini
pada populasi terkait dengan dengan tingkat kelahiran tinggi, tingkat
kematian, dan peningkatan proporsi orang tua (hal ini menjadi faktor
risiko untuk banyaknya PTM).

Bapak/ibu undangan/hadirin sekalian


Gizi adalah penentu lintas sektoral untuk kesehatan dan tantangan
pembangunan, dengan kemampuan untuk mengkatalisasi pencapaian
tujuan dan target global utama. Dalam konteks masalah gizi yang lebih
luas dalam segala bentuknya, persilangan antara hal-hal yang tampak
kontras dan seringkali membingungkan bentuk-bentuk masalah
memberikan titik kritis untuk pembaruan fokus, serta intervensi
kebijakan dan program.
Beban ganda masalah gizi yang merupakan koeksistensi kekurangan gizi
bersama dengan kelebihan berat badan, obesitas atau PTM terkait diet,
dalam individu, rumah tangga dan
populasi, dan di seluruh perjalanan hidup, menjadi tantangan kesehatan
global yang terus meningkat.
Pada tahun 2007, prevalensi kurang dan kelebihan berat badan masing-
masing adalah 14,4% dan 17,9%,. Angka-angka ini menunjukkan bahwa
satu dari tiga orang dewasa Indonesia menghadapi potensi gizi masalah
dan bahwa beban ganda kekurangan gizi dibagi kira-kira sama oleh
masalah kekurangan dan kelebihan gizi. Dari hasil kajian diketahui bahwa
pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan melindungi orang Indonesia dari
kekurangan gizi tetapi juga meningkatkan kemungkinan kelebihan berat
badan (Hanadita dan Tampubolon, 2015).
Pendapatan individu yang diukur menggunakan pengeluaran rumah
tangga per kapita tampaknya menunjukkan efek penurunan dan
peningkatan secara monoton pada kemungkinan menjadi di bawah dan
kelebihan berat badan. Hal ini menunjukkan bahwa kurang gizi di
Indonesia tetap menjadi penyakit masyarakat miskin sementara
kelebihan gizi adalah salah satu yang makmur, sebuah temuan yang
konsisten dengan tren umum yang diamati di negara berpenghasilan
rendah dan menengah ke bawah lainnya negara tetapi tidak di antara
negara-negara berpenghasilan menengah ke atas dan tinggi (Jolliffe,
2011; Popkin, 2001; Subramanian, Perkins, & Khan, 2009).
Di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, stunting,
wasting dan kurus pada wanita menurun sementara kelebihan berat
badan meningkat di sebagian besar kelompok umur. Sebanyak 48, 35,
atau 10 negara menunjukkan beban ganda masalah gizi tingkat berat
(wasting>15% atau stunting> 30%, dan wanita kurus (BMI<18,5 >20%)
serta orang dewasa atau anak kelebihan berat badan (>20, 30, 40%)
menurut tahun survei terbaru.
Tingkat beban ganda masalah gizi yang parah bergeser ke negara-negara
di kuartil pendapatan termiskin. Sementara beberapa dekade yang lalu,
beban ganda biasanya lebih terlihat di negara-negara berpenghasilan
rendah dan menengah dengan pendapatan lebih tinggi, sekarang beban
ganda tersebut mendominasi di negara-negara dengan produk domestik
bruto per kapita yang jauh lebih rendah, khususnya di Asia Selatan dan
Timur dan Afrika sub-Sahara.
Peningkatan kelebihan berat badan adalah hasil dari perubahan dalam
sistem pangan global yang membuat makanan kurang bergizi lebih murah
dan lebih mudah diakses sementara aktivitas fisik menurun karena
pergeseran teknologi besar di pasar, produksi rumah tangga dan
transportasi. Di negara-negara Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara, risiko
kelebihan berat badan/obesitas lebih besar di antara rumah tangga kaya
dan daerah perkotaan, sementara di banyak negara berkembang lainnya,
risiko mulai terkonsentrasi di kalangan masyarakat berpenghasilan
rendah dan daerah pedesaan.

Negara berpenghasilan rendah dan menengah menghadapi realitas


masalah gizi baru. Pergeseran dalam sistem pangan global mempercepat
peningkatan kelebihan berat badan. Secara bersamaan, perubahan yang
sama telah mengubah pola makan bayi dan anak-anak prasekolah.
Namun dampaknya terhadap stunting membutuhkan penelitian lebih
lanjut. Negara berpenghasilan kecil dan menengah perlu menerapkan
intervensi untuk meningkatkan kualitas makanan unrtuk mengatasi
kekurangan dan kelebihan gizi dalam seluruh siklus kehidupan (Popkin, et
al., 2020)

Mengingat besar dan luasnya permasalahan ini, maka diperlukan suatu


sistem dalam penangananya. Menurut Unicef (2020) Pembagian
wewenang pemerintahan di Indonesia termasuk yang paling
terdesentralisasi di dunia. Selama pandemi ini, pemerintah sub-nasional
bertanggung jawab untuk merancang kebijakan lokal penanggulangan
pandemi, melakukan efisiensi belanja alokasi anggaran daerah dan dana
penanggulangan bencana.
Karena itu, Unicef (2020) memberikan rekomendasi yang tindakan perlu
dilakukan antara lain:
1. Mengdukung keluarga untuk memenuhi kebutuhan dan perawatan
anak-anak mereka
 Memperluas cakupan program perlindungan sosial dengan cepat
untuk mencakup semua kelompok yang rentan biasanya
dikecualikan dari skema ini. Perlindungan sosial harus tersedia
untuk seluruh keluarga yang terkena dampak ekonomi dari
pandemi.
 Memperluas cakupan dan manfaat program perlindungan sosial
yang ada, untuk rumah tangga berpendapatan rendah dan
kelompok rentan (lansia dan disabilitas).
 Mengizinkan pemerintah daerah untuk menyesuaikan program
perlindungan sosial lokal sebagai tanggapan terhadap dampak
pandemi terhadap keluarga miskin dan rentan, termasuk anak
universal hibah.
 Mengejar visi jangka panjang sistem perlindungan sosial yang lebih
baik dan responsif, perencanaan dan penganggaran selama masa
krisis.
2. Dukung keluarga untuk memenuhi kebutuhan zat gizi anaknya
 Menyebarluaskan pedoman dan alat untuk memungkinkan
kelanjutan layanan zat gizi penting menyasar remaja, wanita usia
subur, ibu hamil dan menyusui dan anak-anak di bawah usia lima
tahun – termasuk pemantauan dan promosi pertumbuhan,
suplementasi mikronutrien, konseling tentang diet ibu dan bayi
dan anak kecil pemberian makan dan distribusi biskuit berenergi
tinggi.
 Meningkatkan kesadaran pengasuh anak kecil, ibu hamil dan
menyusui, remaja dan wanita usia subur tentang pentingnya terus
mencari dan manfaat dari layanan zat gizi penting.
 Melanjutkan skrining anak balita untuk wasting parah dan berikan
tepat waktu dan pengobatan memadai untuk mereka yang
diidentifikasi sebagai sangat terbuang.
 Mendorong semua orang untuk mengonsumsi makanan seimbang
dan menjalani gaya hidup sehat untuk membantumemperkuat
sistem kekebalan individu.
3. Buat anak terus belajar
 Opsi pembelajaran di rumah yang ditingkatkan, termasuk solusi
tanpa teknologi dan teknologi rendah, dan buatlah dapat diakses
oleh semua anak di Indonesia.
 Menyebarluaskan pedoman dan alat tentang sekolah yang aman
dan pembelajaran lanjutan untuk sekolah, guru, siswa dan orang
tua, antara lain:
 Memantau pembelajaran dan partisipasi siswa (dengan proxy,
absensi) melalui online platform dan bandingkan dengan data
siswa yang ada
 Berfokuslah pada pendekatan pembelajaran yang “kurang lebih”
dan bertarget dengan mengajar sebanyak-banyaknya keahlian
penting, mengingat sumber daya yang terbatas
 Berkomunikasi secara teratur dengan orang tua/pengasuh untuk
memberi tahu mereka tentang cara terbaik untuk memastikan
lingkungan belajar yang aman dan efektif di rumah
 Memberikan dukungan dan bimbingan ekstra kepada guru selama
waktu ini, karena ini juga merupakan situasi baru bagi mereka (dan
mereka mungkin memiliki beban pengasuhan keluarga ekstra diri).
 Memperkenalkan langkah-langkah yang ditargetkan untuk
mengatasi tantangan belajar bagi anak-anak penyandang
disabilitas dan memastikan bahwa modalitas belajar dapat diakses
oleh semua anak. Misalnya, oleh menyediakan bahasa isyarat
dan/atau subtitle pada program TV pendidikan.
 Mendorong siswa untuk menjadi advokat untuk pencegahan dan
pengendalian penyakit di rumah dan di komunitas mereka dengan
menjelaskan bagaimana mencegah penyebaran virus –sehingga
mempromosikan kesehatan masyarakat dalam jangka panjang.
4. Melindungi anak dari kekerasan, eksploitasi dan pelecehan
 Pastikan dukungan untuk anak-anak yang sangat rentan:
 Memberikan dukungan kesehatan mental dan psikososial
kepada anak-anak, remaja dan keluarga di rumah dan dalam
perawatan institusional untuk mengurangi stres dan stigma.
 Jangkau posyandu (petugas kesehatan berbasis masyarakat)
melalui RapidPro untuk mempromosikan bimbingan untuk
orang tua selama masa jarak sosial dan isolasi di rumah, dengan
aktivitas yang disarankan untuk dilakukan dengan anak-anak
dan remaja, mengatasi stres, akses ke dukungan kesehatan
mental, dll.
5. Memberikan perawatan alternatif kepada keluarga yang terkena
dampak:
 Menerapkan pedoman antar-sektor untuk mendokumentasikan
dan merujuk anak-anak yang membutuhkan tindak lanjut, untuk
mencegah/mengurangi risiko pemisahan anak dari keluarga dan
lainnya risiko perlindungan anak
 Mendukung kelangsungan pelayanan perlindungan anak dan
perlindungan sosial bagi anak terdampak COVID-19: anak
dikarantina, dirawat di rumah sakit, ditinggal tanpa orang tua atau
pengasuh atau terkena ancaman perlindungan yang tinggi
 Di tingkat sub-nasional, pantau dan nilai situasi anak-anak dan
keluarga –dengan fokus khusus pada pengaturan pengasuhan
anak, perlindungan, keamanan dan keselamatananak-anak selama
penutupan sekolah/TK.
 Memberikan perlindungan sosial kepada lansia yang ditinggalkan
untuk mengasuh cucu dan untuk rumah tangga yang dikepalai oleh
anak dan perempuan.

6. Memastikan bahwa anak-anak dilindungi dari kekerasan:


 Mengembangkan strategi untuk mengurangi risiko kekerasan dan
kekerasan berbasis gender terhadap anak, seperti: pemetaan
layanan yang tersedia, pembuatan dan distribusi pedoman rujukan
dan memperluas cakupan mekanisme pelaporan dan tanggapan.
 Memastikan bahwa pekerja kesejahteraan sosial memiliki akses ke
peralatan pelindung dan informasi tentang cara mengurangi risiko
infeksi, untuk memastikan pemberian layanan dan manajemen
kasus untuk yang paling rentan selama krisis COVID.
7. Keuangan publik untuk anak-anak
• Penting agar pemotongan dana tidak mengganggu layanan yang
sudah mapan untuk anak-anak di sektor seperti pendidikan dan
pelayanan sosial. Prioritas ulang anggaran pemerintah sebagai
tanggapan pandemi menciptakan tekanan untuk mengarahkan
kembali dana ke tujuan kesehatan masyarakat yang baru.
• Transfer fiskal untuk menanggapi kebutuhan di tingkat daerah
harus disertai dengan bimbingan teknis yang jelas tentang
perencanaan dan pemanfaatan dana yang tanggap anak.

Hadirin yang saya muliakan,


Penanggulangan beban ganda masalah gizi merupakan tanggung jawab
kita bersama. Masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih (kelebihan berat
badan dan obesitas) serti diet terkait penyakit tidak menular merupakan
tanggung jawab kita bersama. Masalah ini terjadi tidak hanya di satu
kelompok umur saja, melainkan menyebar dari usia dini hingga lanjut
usia.
Tentunya menjadi kewajiban kita sebagai insan perguruan tinggi untuk
turut memberi sumbangsih baik saran kebijakan, intervensi dan action
langsung untuk penanggulangan beban ganda masalah gizi ini melalui
pengabdian kepada masyarakat, penelitian, pengembangan iptek. Kita
terus berkolaborasi dengan masyarakat, lembaga swadaya masyarakat,
memanfaatkan dana tanggungjawab sosial (CSR) dari perusahaan,
program dan mendukung kebijakan pemerintah untuk mengentaskan
masalah gizi ini.

Hadirin yang saya banggakan,


Saya ucapkan terimakasih atas perhatiannya. Semoga sedikit yang saya
sampaikan dapat memberikan wawasan yang bermanfaat.

Wassalamualaikum wr.wb
Om Santhi Santhi Santhi om
Namo Budaya
Salam sejahtera untuk kita semua
Daftar Pustaka

Atika Walujani Moedjiono, 2021 : Beban Ganda Penyakit Indonesia, 28


Desember 2021,
https://www.kompas.id/baca/kesehatan/2021/12/28/beban-
ganda-penyakit-indonesia
Atika Walujani Moedjiono. 2020. Penderita Tuberkulosis Rentan
Meninggal Akibat Covid-
19. dalam https://bebas.kompas.id/baca/bebas-
akses/2020/03/26/penderita-tuberkulosis-rentan-meninggal-
akibat-covid-19/ . diakses pada 3 April 2020.
Barry M. Popkin, Camila Corvalan and Laurence M. Grummer-Strawn.,
2020, Dynamics of the Double Burden of Malnutrition and the
Changing Nutrition Reality, Lancet. 2020 Jan 4; 395(10217): 65–74
Bimo Aria Fundrika, 2021, Sebelum Pandemi Covid-19, Indonesia Telah
Alami Beban Ganda Penyakit, Apa Maksudnya?
Center Disease Control & Prevention, How Coronavirus
Spreads, dalam https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-
ncov/prevent-getting-
sick/prevention.html?CDC_AA_refVal=https%3A%2F%2Fwww.cdc.
gov%2Fcoronavirus%2F2019-
ncov%2Fprepare%2Fprevention.html , diakses pada 3 April 2020
Center Disease Control and Prevention, Disease caused by the novel
coronavirus officially has a name: Covid-19,
dalam https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-
coronavirus-2019/technical-guidance/naming-the-coronavirus-
disease-(covid-2019)-and-the-virus-that-causes-it , diakses pada
3April 2020.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. 2020. Laporan Harian
Penyelidikan Epidemiologi COVID-19 di Sumatera Utara
Double-duty actions. Policy brief. Geneva: World Health Organization;
2017
Hanandita W., Gindo Tampubolon, G., 2015, The double burden of
malnutrition in Indonesia: Social determinants and geographical
variations, SSM -Population Health 1 (2015) 16–25
Harian Haluan. 2020. Perhatian ! 10 Penyakit ini Memperparah Dampak
Fatal Virus Corona Covid-19. Dalam
https://www.harianhaluan.com/news/detail/90676/perhatian-10-
penyakit-ini-memperparah-dampak-fatal-virus-corona-covid19 .
diakses pada 3 April 2020.
Kementerian Kesehatan RI, Dashboard Data Kasus COVID-
19, dalam https://www.kemkes.go.id/article/view/20031900002/D
ashboard-Data-Kasus-COVID-19-di-Indonesia.html , diakses pada
3April 2020
Posko Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumatera Utara.
2020. Laporan Harian Jumlah Kasus COVID-19 di Sumatera Utara
UNICEF, 2020, COVID-19 and Children in Indonesia An Agenda for Action
to Address Socio-Economic Challenges 11 May 2020
World Health Organization, Coronavirus disease (COVID-2019) situation
reports, dalam https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-
coronavirus-2019/situation-reports , diakses pada 3 April 2020
World Health Organization. Nutrition. Double burden of malnutrition
(http://www.who.int/nutrition/double-burden-malnutrition/en/).
Putri, Y.A., 2021, Mengungkap Beban Ganda pada Ibu di Masa Pandemi
Covid-19, Prosiding Konferensi Nasional Universitas NU Indonesia,
Vol. 01, No. 01, 2021
Biografi

I Putu Suiraoka adalah Dosen tetap di Jurusan Gizi


Poltekkes Kemenkes Denpasar dengan mengampu
beberapa matakuliah yaitu Sosiologi Antropologi
Gizi, Epidemiologi Gizi, Statistika, Pendidikan dan
Latihan Gizi dan Perencanaan Program Gizi. Selain
sebagai Dosen, penulis juga terlibat dalam beberapa
penelitian nasional yang diselenggarakan oleh
Badan Litbangkes Kemenkes RI serta aktif dalam kegiatan organisasi Profesi
Persatuan Ahli Gizi Indonesia.
e-mail: suiraoka@gmail.com HP: 081236458425
ORASI ILMIAH BIDANG PERTANIAN

ALIH FUNGSI LAHAN TANAMAN PANGAN TERHADAP


KETAHANAN PANGAN

Oleh : Dr. Mulono Apriyanto, STP,MP

Disampaikan pada Dies Natalis Ke 2 dan Konggres Tahunan


ASOSIASI KOLABORASI DOSEN LINTAS NEGARA CeL (KODELN)
Tanggal 26 Maret 2022
Assalamu alaikum Wr. Wb.
Yang kami hormati
1. Ketua pusat cel KODELN
2. Dewan Pengawas CeL KODELN
3. Perwakilan Pimpinan Kampus Pendukung kegiatan dies natalis
dan konggres
4. Koordinator 34 wilayah CeL KODELN
5. Semua peserta Dies natalis dan konggres

Bapak/ibu undangan/hadirin sekalian


Lebih dahulu saya mengucapkan banyak terimakasih atas undangan yang
disampaikan oleh Bapak Dr. Ari Setiawan kepada saya untuk hadir secara
virtual di sini, sebagai bagian dari rangkaian acara Dies Natalis yang Dies
Natalis Ke 2 dan Konggres Tahunan ASOSIASI KOLABORASI DOSEN LINTAS
NEGARA CeL (KODELN). Bapak/ibu undangan/hadirin sekalian ijinkan
saya menyampaikan sebuah orasi yang berjudul Alih Fungsi Lahan
Tanaman Pangan terhadap Ketahanan Pangan

Bapak/ibu undangan/hadirin sekalian


Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang
dilakukan manusia mengahasilkan bahan pangan, bahan baku industri,
atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidup [1].
Pertanian dapat mengandung dua arti yaitu (1) dalam arti sempit atau
sehari- hari diartikan sebagai kegiatan cocok tanam dan (2) dalam arti
luas diartikan sebagai kegiatan yang menyangkut proses produksi
menghasilkan bahan-bahan kebutuhan manusia yang dapat berasal dari
tumbuhan maupun hewan yang disertai dengan usaha untuk
memperbaharui, memperbanyak (reproduksi) dan mempertimbangkan
faktor ekonomis [2]
Alih fungsi lahan adalah Kegiatan yang dilakukan secara sengaja oleh
manusia untuk merubah fungsi suatu lahan atau guna lahan tertentu
dengan tujuan untuk memenuhi fungsi kebutuhan lahan yang sesuai
dengan keinginan [3]. Alih fungsi lahan juga bisa berdampak postitif
maupun negatif. Dampak positif yang diberikan yaitu berkembangnya
guna lahan yang ada sehingga mobilitas yang ada sekitar alih fungsi lahan
berkempang dengan pesat. Namun alih fungsi juga lahan juga berdampak
negatif pada ekosistem yang ada di lingkungan sekitar. Dampak negatif
lain yang disebabkan oleh alih fungsi lahan pertanian adalah potensi
berkurangnya lahan produksi padi sehingga dapat mengancam
ketahanan pangan penduduk [4]. Proses alih fungsi lahan yang dilakukan
oleh pihak lain tersebut biasanya berlangsung melalui dua tahapan [5],
yaitu:
a. Pelepasan hak pemilikan lahan petani kepada pihak lain;
b. Pemanfaatan lahan tersebut untuk kegiatan non pertanian.
Alih fungsi lahan dapat bersifat permanen dan juga dapat bersifat
sementara. Jika lahan sawah beririgasi teknis berubah menjadi kawasan
pemukiman atau industri, maka alih fungsi lahan bersifat permanen.
Akan tetapi, jika sawah tersebut berubah menjadi perkebunan tebu,
maka alih fungsi lahan tersebut bersifat sementara, karena pada tahun-
tahun berikutnya dapat dijadikan sawah kembali. Alih fungsi lahan
permanen biasanya lebih besar dampaknya dari pada alih fungsi lahan
sementara [6]. [7] menyatakan adanya alih fungsi lahan pertanian, akan
menghilangkan pendapatan para petani, baik petani pemilik, penyewa,
penggarap maupun buruh tani yang menggantungkan hidupnya dari
usaha tani.
Dampak alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan nonpertanian
menyangkut dimensi yang sangat luas. Hal itu terkait dengan aspek-aspek
perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya, dan politik masyarakat.
Arah perubahan ini secara langsung atau tidak langsung akan berdampak
terhadap pergeseran kondisi ekonomi, tata ruang pertanian, serta
prioritas-prioritas pembangunan pertanian wilayah dan nasional.
Menurut [8], alih fungsi lahan yang terjadi dapat menyebabkan dampak
langsung maupun dampak tidak langsung. Dampak langsung yang
diakibatkan oleh alih fungsi lahan berupa hilangnya lahan pertanian
subur, hilangnya investasi dalam infrastruktur irigasi, kerusakan natural
lanskap, dan masalah lingkungan [9]. Kemudian dampak tidak langsung
yang ditimbulkan berupa inflasi penduduk dari wilayah perkotaan ke
wilayah tepi kota. Dampak negatif akibat alih fungsi lahan, antara lain:
1. Berkurangnya luas sawah yang mengakibatkan turunnya produksi padi,
yang mengganggu tercapainya swasembada pangan.
2. Berkurangnya luas sawah yang mangakibatkan bergesernya lapangan
kerja dari sektor pertanian ke nonpertanian, yang apabila tenaga kerja
lokal yang ada tidak terserap seluruhnya justru akan meninggikan angka
pengangguran. Dampak sosial ini akan berkembang dengan
meningkatnya kecemburuan sosial masyarakat setempat terhadap
pendatang yang pada gilirannya berpotensi meningkatkan konflik sosial.
3. Investasi pemerintah dalam pengadaan prasarana dan sarana
pengairan menjadi tidak optimal pemanfaatannya.
4. Kegagalan investor dalam melaksanakan pembangunan perumahan
maupun indusri sebagai dampak krisis ekonomi atau karena kesalahan
perhitungan mengakibatkan tidak termanfaatkannya tanah yang telah
diperoleh sehingga meningkatkan luas lahan tidur yang pada gilirannya
akan menimbulkan konflik sosial seperti penjarahan tanah.
Dampak yang terjadi pada alih fungsi lahan dapat dipandang dari dua sisi
[10]. Pertama, dari fungsinya, lahan sawah diperuntukkan untuk
memproduksi padi. Dengan adanya konversi lahan sawah ke fungsi lain
akan menurunkan produksi padi nasional. Kedua, dari bentuk perubahan
lahan sawah ke pemukiman, perkantoran, prasarana jalan dan lainnya
berpengaruh terhadap besarnya kerugian sudah diinvestasikan dana
untuk mencetak sawah, membangun waduk, dan system irigasi.

Bapak/ibu undangan/hadirin sekalian


Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk
pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan
air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan
tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan
makanan atau minuman (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2012).
Ketahanan Pangan merupakan suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi
negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya
pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam,
bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan
produktif secara berkelanjutan.
Definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) ada komponen yang harus
dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu: kecukupan
ketersediaan pangan, stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari
musim ke musim atau dari tahun ke tahun, aksesibilitas/keterjangkauan
terhadap pangan sertakualitas/keamanan pangan.

Bapak/ibu undangan/hadirin sekalian


Food and Agriculture Organization (FAO), tahun 2002 menyatakan
ketahanan pangan adalah kondisi tersedianya pangan yang memenuhi
kebutuhan setiap orang baik dalam jumlah maupun mutu pada setiap
saat untuk hidup sehat, aktif dan produktif [11]. Pangan yang cukup
merupakan prasyarat terpenuhinya ketahanan pangan. Permasalahan ini
akan berpotensi untuk menimbulkan kerawanan pangan. Kerawanan
pangan terjadi apabila setiap individu hanya mampu memenuhi 80% dari
kebutuhan pangan dan gizi hariannya. menurut [8], kemiskinan
merupakan kondisi ketidaksejahteraan keluarga dan dipandang sebagai
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non
makanan yang diukur dengan menggunakan garis kemiskinan.
Persen (%)

9,41
10

8,11

7,99
7,88
9

7,81

7,70
7,65

7,51

7,05
8

6,54
7
6
5
4
3
2
1
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Gambar 1. Prosentase Penduduk Miskin di Kabupaten Inderagiri Hilir


Tahun 2010-2019

[12], menginformasikan bahwa penduduk miskin Kabupaten Indragiri Hilir


tahun 2016 dan 2107 sebanyak 315.98 jiwa dan 368.13 jiwa. Prosentase
penduduk miskin Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2018 dan 2019 sebesar
7.05 dan 6.24 %.
Selain permasalahan kemiskinan, konversi lahan pertanian ke non
pertanian yang tinggi menambah buruk kondisi pangan di daerah
Kabupaten Indragiri Hilir. Adanya konversi lahan mempunyai dampak
yang serius terhadap produksi pangan, kesejahteraan masyarakat
pertanian dan perdesaan. Perkembangan alih fungsi lahan sawah menjadi
lahan non sawah, baik untuk komoditi pertanian lainnya maupun non
pertanian dari tahun 2004 sampai dengan 2013 di Kabupaten Indragiri
Hilir menujukan peningkatan. [13] menjelaskan telah terjadi penurunan
luas lahan sawah di Kabupten Indragiri Hilir dari tahun 2004–2013, dari
52.712 Ha, berkurang menjadi 25.187 Ha. Penurunan lahan sawah salah
satunya disebabkan oleh alih fungsi lahan sawah menjadi lahan
perkebunan kelapa sawit. Pada tahun 2004 luas lahan sawit di daerah ini
adalah 79.353 ha, meningkat menjadi 249.094 ha pada tahun 2013.

Bapak/ibu undangan/hadirin sekalian


Kabupaten Indragiri Hilir merupakan wilayah yang subur [12]. Selain itu,
Kabupaten Indragiri Hilir terletak secara geografis dengan curahan hujan
tinggi yang merata, hampir 50 % lahan di Kabupaten Kampar terletak pada
kemiringan 0-25 % yang di dalamnya terdapat beberapa daerah aliran sungai
(DAS), menjadikan tanah yang ada sangat baik untuk ditanami tanaman
pangan, khususnya komoditas padi sawah. Dinas Ketahanan Pangan Provinsi
Riau (2018), menyatakan bahwa produksi padi di Kabupaten Indragiri Hilir
tahun 2015 sebanyak 1.372.617 ton, dan kebutuhan konsumsi sebanyak
1.703.313 ton. Ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Indragiri Hilir
ketersediaan beras masih deficit, atau produksi yang tersedia belum mampu
memenuhi perintaan masyarakat di daerah ini. Banyaknya alih fungsi lahan
akan mempengaruhi tingkat ketahanan pangan di Kabupaten Indragiri Hilir.
Produksi padi dan jagung rata-rata selama tahun 2010 - 2017 terakhir
mengalami kenaikan seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Produksi padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar tahun 2010 – 2017
(ribu ton)

Tahun
Komoditas
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Padi 66,49 65,06 69,06 71,28 70,85 75,39 79,35 81,17
Jagung 18,32 17,38 19,38 18,51 19,62 19,62 23,58 28,92
Ubi kayu 23,98 24,07 24,17 23,97 23,44 21,81 20,26 19,89
Ubi Jalar 2,05 2,19 2,48 2,39 2,39 2,29 2,17 1,92
Sumber : BKP, 2018
Luas panen padi sawah dan padi ladang menurut Kecamatan di Kabupaten
Indragiri Hilir dapat dilihat pada Tabel 2. Luas produksi padi sawah terluas
6242 Ha yaitu Kecamatan Keritang, tersempit 5 Ha di Kecamatan Concong.
Luas produksi padi ladang hanya di Kecamtan Kemuning seluas 449 Ha.

Bapak/ibu/hadirin sekalian
Ketahanan pangan dari FAO (1996) ada 4 komponen yang harus dipenuhi
untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu: kecukupan ketersediaan
pangan, stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim
atau dari tahun ke tahun, aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan
sertakualitas/keamanan pangan [14].
Metode pembobotan dalam penyusunan Food Security and Vulnerability
Atlas (FSVA) mengacu variabel yang digunakan dalam perhitungan indeks
berbeda, maka perlu dilakukan secara tertimbang (pembobotan) untuk
membentuk indeks agregat yang disesuaikan dengan tujuannya.
Tabel 2. Pembobotan FSVA Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2019
Indikator Kabupaten Kecamatan
Aspek Ketersediaan Pangan
1. Rasio Konsumsi Normatif terhadap ketersediaan 0,30 0,00
bersih per kapita per hari Sub Total 0,30 0,00
Aspek Akses Pangan
2 Persentase Penduduk di bawah Garis Kemiskinan 0,15 0,20
3 Persentase rumah tangga dengan proporsi 0,075 0,125
pengeluaran untuk pangan lebih dari 65 %
4 Persentase rumah
terhadap total tangga tanpa akses listrik
pengeluaran 0,075 0,125
Sub Total 0,30 0,45
Aspek Pemanfaatan Pangan
5 Persentase rumah tangga tanpa akses ke 0,15 0,18

6 air
Angka Harapan Hidup 0,10 0,13
7 Rata-rata
Bersih lama sekolah perempuan di atas 15 0,05 0,08

8 Tahun (angka melek


Rasio jumlah huruf)
penduduk per tenaga kesehatan 0,05 0,08

9 terhadap
Prevalensitingkat kepadatan penduduk
Balita Stunting 0,05 0,08
Sub Total 0,40 0,55

1. Ketersediaan Pangan

Ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari hasil


produksi dalam negeri, cadangan pangan, serta pemasukan pangan,
termasuk didalamnya bantuan pangan. Tanaman pangan yang
dibudidayakan masyarakat di Kabupaten Indragiri Hilir antara lain : Beras,
jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar dan sagu [12]. Dari 20 Kecamatan di
Kabupaten Indragiri Hilir yang tidak memproduksi padi ada 4 Kecamatan
diantaranya yaitu Kecamatan Tanah Merah, Mandah, Kateman, Pelangiran,
Teluk Belengkong dan Pulau Burung. Luas lahan sawah di Kabupaten Indragiri
Hilir yang seluruhnya merupakan lahan sawah memiliki total luas 29.769 ha
[15]. Adapun kecamatan memiliki lahan sawah terluas adalah Kecamatan
Keritang dan Batang Tuaka yaitu 6.242 ha dan 6.189 ha dengan produktivitas
tertinggi dimiliki Kecamatan Kempas dan Gaung yaitu 39.97 dan 39.25
kwintal/ha. Kabupaten Indragiri Hilir memiliki padi ladang dengan luas 449
ha dengan produktitas 21.14 kwintal/ha. Sejumlah Kecamatan tidak memiliki
sumber produksi padi baik padi sawah maupun lahan padi ladang seperti
Kecamatan Pulau Burung, Teluk Belengkong, Mandah, Kateman dan
Pelangiran. Produksi Netto Beras di Kabupaten Indragiri Hilir mencapai
57.896,49 ton, dengan nilai konversi penggunaan produksi padi untuk
tercecer dan pakan ternak yaitu sebesar 5,4 % dan 0,44 %, sehingga netto
pada beras (Rnet) adalah sebanyak 56.350,65 ton [15]. Kondisi iklim,
kesesuaian lahan, bencana berulang (kekeringan, banjir, dll) adalah faktor-
faktor yang menjadi kendala terhadap kemampuan kecamatan -
kecamatan yang mengalami defisit pangan pokok untuk memenuhi
pangan sendiri. Kecamatan yang mengalami defisit produksi pangan pokok
memiliki potensi sumberdaya lainnya yang dapat memberikan pendapatan
daerah, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan pokok dari daerah
surplus.
Produksi netto beras (Rnet) menempati proporsi tebesar yaitu sebanyak
112.531 ton (82,14%). Selanjutnya diikuti produksi netto jagung yang
berjumlah 19.480 ton (14,27%). Dan produksi netto kedelai merupakan yang
terkecil dengan jumlah (Tnet) sebanyak 14 ton (0,01%), produksi netto ubi
kayu sebesar 4,59 ton (0,34%) dan produksi netto ubi jalar 4.043 ton (2,96%).
Hasil analisis ketersediaan netto pangan serealia per kapita per hari
menunjukkan bahwa keseluruhan di Kabupaten Indragiri Hilir mengalami
defisit tinggi terhadap pangan serealia yaitu dengan nilai rasio konsumai
normatif terhadap ketersediaan pangan per kapita per hari sebesar 2,60 [11].
Jumlah Produksi Padi dan Produksi Netto Beras Menurut Kecamatan Di
Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2016 disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Produksi Padi dan Produksi Netto Beras Menurut
Kecamatan Di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2019
Produksi Produkssi R net** Persentase
No Kecamatan
GKG* Netto beras (Ton) (%)
1 Keritang 2393,84 15077.06 14674.50 26.04
2 Kemuning 949,19 597.99 582.02 1.03
3 Reteh 14163,71 8923.14 8684.89 15.41
4 Sungai Batang 9887,17 6228.92 6062.61 10.76
5 Enok 447,89 282.17 274.64 0.49
6 Tanah Merah 0 0 0 0
7 Kuala Indragiri 177,7 111.95 108,96 0.19
8 Concong 17,45 10.99 10,70 0.02
9 Tembilahan 6156,08 3878.33 3774,78 6.70
10 Tembilahan Hulu 8418,97 5303.95 5162,34 9.16
11 Tempuling 7437,64 4685.71 4560,60 8.09
12 Batang Tuaka 8 818,94 5555.93 5407,59 9.60
13 Kempas 22627,54 1425.40 1387,34 2.46
14 Gaung Anak Serka 1174,11 739.69 719,94 1.28
15 Gaung 8055,96 5075.25 4939,75 8.77
16 Mandah 0 0 0 0
17 Kateman 0 0 0 0
18 Pelangiran 0 0 0 0
19 Teluk Belengkong 0 0 0 0
20 Pulau Burung 0 0 0 0
Jumlah 91899.19 57896.49 56350.65 100
*GKG = Gabah Kering Giling
**Rnet = Produksi Netto Beras (Ton)
Tabel 5.3. Analsis Ketersediaan Pangan Serealia Perkapita per Hari di
Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2018

F
Rasio Ketersediaan
Jumlah P food P food
Konsums Pangan
No Kecamatan Penduduk (Ton/Ha (gram/kapita/h
i Serealia
(ribuan) ) ari)
(Z) (gr/Kapita/ha
ri)
1 Keritang 61.203 0.23 29697.6 29697604272.0 1329.40
0 0
2 Kemuning 35.893 5.42 724.56 724561190.00 55.31
3 Reteh 34.97 0.44 8740.59 8740585430.00 684.78
4 Sungai 10.098 0.18 6256.50 6256497860.00 1697.47
Batang
5 Enok 33.999 30.31 122.82 122817580.00 9.90
6 Tanah 24.916 26.64 102.43 102432030.00 11.26
Merah
7 Kuala 14.345 10.88 144.32 144321660.00 27.56
Indragiri
8 Concong 11.66 71.94 17.75 17747500.00 4.17
9 Tembilahan 75.864 2.13 3891.71 3891710410.00 140.54
10 Tembilahan 45.781 0.94 5316.39 5316391440.00 318.16
Hulu
11 Tempuling 31.848 0.69 5065.21 5065214370.00 435.74
12 Kempas 37.574 0.29 14161.8 14161828828.0 1032.62
3 0
13 Batang 26.727 0.49 5923.75 5923752050.00 607.23
Tuaka
14 Gaung Anak 22.476 2.33 1055.54 1055535440.00 128.67
Serka
15 Gaung 36.93 0.76 5311.45 5311448818.00 394.04
16 Mandah 33.416 15.68 233.33 233328810.00 19.13
17 Kateman 37.007 18.26 221.96 221964100.00 16.43
18 Pelangiran 28.718 15.18 207.09 207091972.00 19.76
19 Teluk 8.579 6.15 152.63 152625590.00 48.74
Belengkong
20 Pulau 17.837 6.97 280.87 280873960.00 43.05
Burung
Pada Tabel 4. menunjukkan bahwa daerah tersebut masih berada
dalam kondisi defisit pangan serealia. Begitu juga dilihat antar kecamatan
masih mengalami defisit dimana kecamatan yang mengalami defisit tertinggi
terjadi di Kecamatan Enok dan Concong. ,Ketersediaan netto pangan di
Kabupaten Indragiri Hilir, berdasarkan hasil analisis yang diperoleh
berdasarkan produksi netto pangan serealia yang terdapat di Kabupaten
Indragiri Hilir diketahui berjumlah 112.531 ton [11].

Peta Indikator Luas Lahan Pangan Kabupaten INHIL Berdasar Analisis


FSVA Tahun 2019 disajikan Gambar 2.
Gambar 2. Peta Indikator Luas Lahan Pangan Kabupaten INHIL Berdasar
Analisis FSVA Tahun 2019
Keterangan :
Prioritas sekor Keterangan
1 ≥0,80 Sangat Rawan Pangan
2 0,64-<0,80 Rawan Pangan
3 0,48-<0,64 Agak Rawan Pangan
4 0,32-<0,48 Cukup Tahan Pangan
5 0,16-<0,32 Tahan Pangan
6 ≤0,16 Sangat Tahan Pangan
Enam belas Kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir ini termasuk dalam
klasifikasi sangat tahan pangan, tahan pangan, dan cukup tahan pangan. Hal
ini menunjukkan bahwa ketersediaan pangan serealia di 16 kecamatan,
sudah memenuhi ketersediaan pangan serealia yang harus dikonsumsi oleh
setiap masyarakatnya [16]. Peta indikator luas lahan pangan menunjukan
bahwa beberapa kecamatan dan desa masuk dalam indikator 1 – 3, lebih
besar dibandingkan desa yang masuk katagori 4 – 6. Hal ini disebabkan
beberapa kecamatan mempunyai luas lahan tanaman pangan yang kecil
serta kondisi tanahnya kurang memenuhi untuk tanaman pangan. 20
Kecamatan yang di analisis terdapat 1 kecamatan dengan kategori sangat
rawan pangan yaitu Kecamatan Pelangiran dan kategori cukup tahan pangan
terdapat pada 3 kecamatan yaitu Kecamatan Mandah, Concong dan
Kateman.
2. Akses Terhadap Pangan
Akses pangan berhubungan dengan kemampuan rumah tangga
untuk memperoleh cukup pangan, baik yang berasal dari produksi sendiri,
stok, pembelian, barter, hadiah, pinjaman. Pangan bisa tersedia di suatu
daerah tetapi tidak dapat diakses oleh rumah tangga tertentu hal ini
dikarenakan terbatasnya (1) akses fisik: infrastruktur atau alat untuk
mencapai pasar serta fungsi pasar, (2) akses ekonomi: kemampuan keuangan
untuk membeli makanan yang cukup dan bergizi dan/atau (3) akses sosial:
modal sosial yang dapat digunakan untuk mendapatkan mekanisme
dukungan informal seperti barter atau meminjam atau adanya program
dukungan sosial dan bantuan pangan [17].
Indeks gabungan akses pangan dapat dilihat Gambar 5.
Pulau Burung 2,01
Teluk Belengkong 1,29
Pelangiran 0,94
Kateman 0,79
Mandah 0,78
Gaung 1,24
Gaung Anak Serka 0,60
Batang Tuaka 0,70
Kempas 0,84
Tempuling 0,76
Tembilahan Hulu 1,09
Tembilahan 1,63
Concong 4,01
Kuala Indragiri 0,58
Tanah Merah 0,73
Enok 0,80
Sungai Batang 0,43
Reteh 0,84
Kemuning 0,80
Keritang 1,21

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50

Keterangan :
Prioritas sekor Keterangan
1 ≥0,80 Sangat Rawan Pangan
2 0,64-<0,80 Rawan Pangan
3 0,48-<0,64 Agak Rawan Pangan
4 0,32-<0,48 Cukup Tahan Pangan
5 0,16-<0,32 Tahan Pangan
6 ≤0,16 Sangat Tahan Pangan

Hasil analisa FSVA dan peta indikator penduduk prasejahtera atau


miskin di kecamatan dalam kabupaten Indragiri Hilir menempati pada
prioritas 4 – 6, hanya sebagian kecil pada prioritas 1 – 3.
3. Pemanfaatan Pangan
Pemanfaatan pangan dalam rumah tangga tergantung [17]: (i) fasilitas
penyimpanan dan pengolahan makanan yang dimiliki oleh rumah tangga;
(ii) pengetahuan dan praktek yang berhubungan dengan penyiapan
makanan, pemberian makanan untuk balita dan anggota keluarga lainnya
yang sedang sakit atau sudah tua dipengaruhi oleh pengetahuan yang
rendah dari ibu dan pengasuh, adat / kepercayaan dan tabu; (iii) distribusi
makanan dalam keluarga; dan (iv) kondisi kesehatan masing-masing
individu yang mungkin menurun karena penyakit, kebersihan, air dan
sanitasi yang buruk dan kurangnya akses ke fasilitas kesehatan dan pelayanan
kesehatan. Indikator-indikator pemanfaatan pangan sangat berhubungan
dengan kesehatan yang memegang peranan yang sangat besar dalam
kehidupan. Setelah dilakukan penghitungan indeks terhadap masing-masing
indikator menunjukkan kondisi pemanfaatan pangan secara keselurhan yang
diperoleh dari gabungan indeks infrastruktur kesehatan dan indeks nutrisi
dan kesehatan [18]. Indeks infrastruktur kesehatan (IHI) yaitu indeks tenaga
kesehatan (IDOC) dan indeks air bersih (IWAT). Berdasarkan Gambar 5 dapat
dijelaskan infrastruktur kesehatan (IHI) di Kabupaten Indragiri Hilir indeks
tertinggi adalah Kecamatan Tembilahan, Hal ini dikarenakan penduduk
tembilahan ketersediaan air bersih yang kueang memadai mekipun sudah
ada Perusahaan Air Minum. Hasil indeks Infrastruktur kesehatan (IHI) dapat
dilihat pada Gambar 5.
Pulau Burung 0,43
Teluk Belengkong 0,64
Pelangiran 0,54
Kateman 0,96
Mandah 0,73
Gaung 0,65
Gaung Anak Serka 0,65
Batang Tuaka 0,64
Kempas 0,78
Tempuling 0,71
Tembilahan Hulu 0,82
Tembilahan 1,77
Concong 0,52
Kuala Indragiri 0,45
Tanah Merah 0,67
Enok 0,75
Sungai Batang 0,56
Reteh 0,85
Kemuning 0,72
Keritang 1,07

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 2,00

Gambar 5. Indeks Infrastruktur Kesehatan (IHI) menurut Kecamatan di


Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2019
Pulau Burung 0,53
Teluk Belengkong 0,44
Pelangiran 0,60
Kateman 0,36
Mandah 0,35
Gaung 0,42
Gaung Anak Serka 0,27
Batang Tuaka 0,41
Kempas 0,33
Tempuling 0,26
Tembilahan Hulu 0,25
Tembilahan 0,57
Concong 0,54
Kuala Indragiri 0,33
Tanah Merah 0,77
Enok 0,27
Sungai Batang 0,88
Reteh 0,22
Kemuning 0,30
Keritang 0,47
0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90 1,00

Gambar 6. Indeks Akibat Nutrisi dan Kesahatan menurut kecamatan di


Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2019
Setelah dilakukannya penghitungan indeks terhadap masing-masing
indikator pemanfaatan pangan, yang meliputi indeks infrastruktur
kesehatan(IHI) dan indeks akibat nutrisi dan kesehatan (IHNO), selanjutnya
dianalisis kondisi pemanfaatan pangan secara keseluruhan dengan
menggabungkan kedua indeks tersebut menjadi indeks
pemanfaatan/penyerapan pangan (IFU) [19] seperti disajikan pada Gambar
7.
Pulau Burung 0,48
Teluk Belengkong 0,54
Pelangiran 0,57
Kateman 0,66
Mandah 0,54
Gaung 0,53
Gaung Anak Serka 0,46
Batang Tuaka 0,52
Kempas 0,56
Tempuling 0,48
Tembilahan Hulu 0,54
Tembilahan 1,17
Concong 0,53
Kuala Indragiri 0,39
Tanah Merah 0,72
Enok 0,51
Sungai Batang 0,72
Reteh 0,54
Kemuning 0,51
Keritang 0,77
0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40

Gambar 7. Indeks Pemanfaatan/Penyerapan Pangan (IFU) menurut


Kecamatan di Kabupaten Indrgiri Hilir Tahun 2019

Keterangan :
Prioritas sekor Keterangan
1 ≥0,80 Sangat Rawan Pangan
2 0,64-<0,80 Rawan Pangan
3 0,48-<0,64 Agak Rawan Pangan
4 0,32-<0,48 Cukup Tahan Pangan
5 0,16-<0,32 Tahan Pangan
6 ≤0,16 Sangat Tahan Pangan
Berdasarkan Gambar 5.12 dapat diketahui hasil analisis indeks aspek
pemanfaatan dan penyerapan pangan (IFU) menunjukkan Kuala Indragiri
merupakan kecamatan dengan klasifikasi cukup tahan pangan dengan nilai
indeks 0,36 [20].

Daftar Pustaka
[1] I. Pewista and R. Harini, “Faktor dan Pengaruh Alih Fungsi Lahan
Pertanian Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk di Kabupaten
Bantul. Kasus Daerah Perkotaan, Pinggiran Dan Pedesaan Tahun 2001-
2010,” J. Bumi Indones., vol. 2, 2013, [Online]. Available:
http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/article/view/168.
[2] E. Dharmayanthi, Z. Zulkarnaini, and S. Sujianto, “Dampak Alih Fungsi
Lahan Pertanian Padi Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap
Lingkungan, Ekonomi dan Sosial Budaya di Desa Jatibaru Kecamatan
Bunga Raya Kabupaten Siak,” Din. Lingkung. Indones., vol. 5, no. 1, p. 34,
2018, doi: 10.31258/dli.5.1.p.34-39.
[3] R. Kusniati, “Analisis Perlindungan Hukum Penetapan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan,” Inov. J. Ilmu Huk., vol. 6, no. No 2, pp. 1–30,
2013, [Online]. Available: online-
journal.unja.ac.id/index.php/jimih/article/download/2115/1455.
[4] W. Saputra and S. Budhi, “STUDI ALIH FUNGSI LAHAN DAN DAMPAKNYA
TERHADAP SOSIAL EKONOMI PETANI JAMBU METE DI KECAMATAN
KUBU, KABUPATEN KARANGASEM,” E-Journal Ekon. dan Bisnis Univ.
Undayana, vol. 08, pp. 555–570, 2015.
[5] Oksana, M. Irfan, and M. U. Huda, “Pengaruh Alih Fungsi Lahan Hutan
Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Sifat Kimia Tanah,” J.
Agroteknologi, vol. 3, no. 1, p. 30, 2012.
[6] I. Kurniawan, FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI
LAHAN PADI SAWAH MENJADI KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN
TALAWI KABUPATEN BATU …. repository.umsu.ac.id, 2019.
[7] S. Suwondo, D. Darmadi, and M. Yunus, “Ecosystem Protection and
Management: Political Analysis Ecology of Peatland Use as Plantation
Forest Industry,” J. Pengelolaan Lingkung. Berkelanjutan (Journal
Environ. Sustain. Manag., vol. 2, no. 2, pp. 140–154, 2018, doi:
10.36813/jplb.2.2.140-154.
[8] I. M. Y. Prasada and T. A. Rosa, “Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah
Terhadap Ketahanan Pangan Di Daerah Istimewa Yogyakarta,” J. Sos.
Ekon. Pertan., vol. 14, no. 3, pp. 210–224, 2018, doi:
10.20956/jsep.v14i3.4805.
[9] N. Hidayah, A. H. Dharmawan, and B. Barus, “EKSPANSI PERKEBUNAN
KELAPA SAWIT DAN PERUBAHAN SOSIAL EKOLOGI PEDESAAN,” Sodality
J. Sosiol. Pedesaan, vol. 4, no. 3, 2016, doi:
10.22500/sodality.v4i3.14434.
[10] A. Mun’im, “ANALISIS PENGARUH FAKTOR KETERSEDIAAN, AKSES, DAN
PENYERAPAN PANGAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN
SURPLUS PANGAN: PENDEKATAN PARTIAL LEAST SQUARE PATH
MODELING,” J. Agro Ekon., vol. 6, no. 2, pp. 41–58, 2012.
[11] M. Apriyanto and Rujiah, “Analisis Tingkat Ketahanan Pangan Terhadap
Kerawanan Pangan Menggunakan Metode GIS ( Geographic Information
System ),” J. Food Syst. Agribus., vol. 5, no. 1, pp. 54–61, 2021.
[12] Hartono, Kabupaten Indragiri Hilir Dalam Angka 2020. 2020.
[13] R. Dinas Ketahanan Pangan, Propinsi, “Peta Ketahanan dan Kerentanan
Pangan,” 2018.
[14] N. K. Dewi and I. Rudiarto, “Identifikasi Alih Fungsi Lahan Pertanian dan
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Daerah Pinggiran di Kecamatan
Gunungpati Kota Semarang,” J. Wil. dan Lingkung., vol. 1, no. 2, p. 175,
2013, doi: 10.14710/jwl.1.2.175-188.
[15] M. Apriyanto, K. N. S. Fikri, and A. Azhar, “Sosialisasi Konsep Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan Di Kecamatan Batang Tuaka, Kabupaten
Indragiri Hilir,” PaKMas (Jurnal Pengabdi. Kpd. Masyarakat), vol. 1, no.
1, pp. 8–14, 2021.
[16] Masrukhin, “PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN
BERKELANJUTAN DALAM PERSPEKTIF ALIH FUNGSI LAHAN DI
KABUPATEN CIREBON,” HERMENEUTIKA, vol. 3, no. 2, pp. 370–373,
2019.
[17] A. Amalina, S. D. Binasasi, and H. Purnaweni, “Formulasi Kebijakan
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Di Kabupaten
Karawang,” Gema Publica, vol. 3, no. 2, p. 92, 2018, doi:
10.14710/gp.3.2.2018.92-102.
[18] S. Hidayana, Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi
Sawah. repository.umsu.ac.id, 2019.
[19] K. T. Ayunita, I. A. Putu Widiati, and I. N. Sutama, “Pengendalian Alih
Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan,” J. Konstr. Huk., vol. 2, no.
1, pp. 160–164, 2021, doi: 10.22225/jkh.2.1.2987.160-164.
[20] D. Achmad, “Motivasi Ekonomi Petani Dalam Melakukan Alih Fungsi
Lahan Non Sawit Menjadi Sawit,” Pros. SATIESP, pp. 37–49, 2018.
Biografi

Dr. Mulono Apriyanto, STP.MP. lahir di Yogyakarta tahun 1971. seluruh


studinya dari tingkat dasar sampai doktoral dihabiskan di Yogyakarta.
Saat ini tercatat sebagai tenaga pengajar di Universitas Islam Indragiri
pada program studi teknologi pangan. Bidang kajian dan riset adalah ilmu
pangan, kelapa sawit dan pengolahannya, kakao dan pengolahanannya,
fermentasi pangan. Selain itu juga aktip menulis di jurnal nasional dan
internasional, serta beberapa buku. Kegiatan selain dosen adalah sebagai
auditor Indonesia sustainable palm oil (ISPO), Asesor Kompetensi bidang
Pertanian pada LSP Pertanian Nasional. Kegiatan bidang sosial saat ini
sebagai ketua DPD APKASINDO (ASOSIASI PETANI KELAPA SAWIT
INDONESIA)
ORASI ILMIAH

PERBAIKAN CITRA UNTUK MANUSKRIP KERUSAKAN TINGGI


MENGGUNAKAN NILAI AMBANG PERDUAAN SECARA ADAPTIF

Oleh :
Dr. Sitti Rachmawati Yahya, S.T., M.TI.

Disampaikan pada Dies Natalis Ke 2 dan Konggres Tahunan


ASOSIASI KOLABORASI DOSEN LINTAS NEGARA CeL (KODELN)
Tanggal 26 Maret 2022
Assalamu’alaikum Warahmaullahi Wa Barakatuh,

Yang kami hormati


1. Ketua pusat cel KODELN
2. Dewan Pengawas CeL KODELN
3. Perwakilan Pimpinan Kampus Pendukung kegiatan dies natalis dan
konggres
4. Koordinator 34 wilayah CeL KODELN
5. Semua peserta Dies natalis dan konggres

Bapak/ibu undangan/hadirin sekalian


Segenap pujian dan kesyukuran dihaturkan kepada Pencipta dan Pengatur
Alam Semesta, Tuhan Yang Maha Kuasa, Allahu Subhaanahu wa Taala. Doa
sholawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan alam, Nabi
Muhammad SAW, beserta seluruh keluarga dan pengikutnya hingga akhir
zaman.

Hadirin yang saya muliakan


Bapak/ibu undangan/hadirin sekalian
Pada hari ini, saya akan menyampaikan Orasi Ilmiah dalam rangka Dies
Natalis ke-2 Kode LN (CEL).
Judul orasi ilmiah saya adalah : “Perbaikan Citra Latar Belakang Untuk
Manuskrip Melayu Yang Kerusakan Tinggi Menggunakan Nilai Ambang
Perduaan Secara Adaptif”

Bapak/ibu undangan/hadirin sekalian


Perbaikan citra adalah bagian dari penyelidikan sebelumnya dalam
pengenalan dan analisa dokumen. Hal ini adalah bagian dari pengenalan pola
/ Pattern Recognition. Ada beberapa aplikasi yang lalu pada pengenalan
dokumen / manuskrip seperti manuskrip Tamil, Manuskrip lama Damaskus,
Manuskrip Farsi, Manuskrip Yunani, teks Manuskrip Arab. Ada peneliti yang
telah mengusulkan kerangka kerja statistik untuk binerisasi dokumen yang
terdegradasi citra berdasarkan konsep bidang acak bersyarat / Conditional
Random Fields (CRF) [1]. CRF adalah model grafis diskriminatif yang model
distribusi bersyarat digunakan dalam struktur klasifikasi. Peneliti Al-Qudah et
al [3] yang menguraikan teknik ambang sederhana untuk menghilangkan
latar belakang citra dokumen yang tidak diinginkan dan diambil gambar oleh
perangkat yang dikuasai. T. Celik [4] memiliki algoritma untuk meningkatkan
kontras input citra menggunakan informasi piksel spasial. Algoritma
memperkenalkan metode baru untuk menghitung entropi spasial dari piksel
menggunakan distribusi spasial tingkat keabuan piksel. Peneliti ini [5]
menyajikan kerangka kerja baru untuk binarisasi citra dokumen yang rusak
dan terdegradasi dan memulihkan kualitas citra dokumen. Metode non-lokal
digunakan untuk menghilangkan noise dari dokumen input citra dalam
langkah pra-pemrosesan.
Tujuan Naskah Melayu Kuno dalam peningkatan citra adalah untuk
meningkatkan kualitas gambar agar terlihat lebih cerah dari naskah asli.
Selain itu, gambar yang disempurnakan berfungsi tidak mengandung noise /
derau dan mencapai akurasi yang lebih baik. Naskah Melayu Jawi yang
berada di Perpustakaan Negara Malaysia (PNM) sudah lebih dari seribu
tahun. Dengan demikian Selama ini proses pelestarian naskah yang dilakukan
oleh PNM masih belum mampu lagi menghasilkan kualitas yang baik serta
mudah dan jelas untuk bacaan. Secara umum, proses pengawetan adalah
dengan menggunakan bahan kimia khusus. Ada tujuh pelestarian naskah [6]:
pembersihan, pengujian kandungan asam, perawatan, pengeringan,
perbaikan secara tradisional, perbaikan menggunakan pengecoran daun
mesin dan mengikat. Naskah-naskah tua ini biasanya mengalami berbagai
tingkat kualitas. Salah satu kualitas tingkat dalam naskah adalah tipis dan
kertas mudah robek. Selain itu, karakter yang telah ditulis dengan tebal atau
tipis tinta, menyebabkan tinta menembus bagian belakang atau depan
halaman.
Saya mengusulkan metode pengolahan citra yang lebih efektif dan
tanpa mengganggu struktur asli naskah. Metode dengan algoritma
perbaikan, pembersihan dan memisahkan teks atau objek dari latar
belakang. salah satu dari metode perluasan gambar yang menghasilkan
gambar yang jelas. Algoritma tersebut menghasilkan nilai transformasi
bayangan f' (x,y) sebagai berikut:

(1)

di mana 𝑓 (𝑥, 𝑦) adalah bayangan asli, dan R adalah satuan koefisien tingkat
perbedaan nyata dengan menggunakan persamaan berikut:
(2)

sedangkan m adalah nilai rata-rata tingkat keabuan, adalah simpangan baku


piksel pada citra lingkungan (jendela) yang berpusat pada (𝑖, 𝑗) dengan
wilayah tertentu, M adalah nilai rata-rata citra masukan, “a, b, c, dan k"
adalah variabel yang memiliki nilai tetap pada
0.5 < 𝑘 < 1.5, 0.5 < 1 ∈ 𝜓1 , 𝑏 ∈ 𝜓2 , 𝑐 ∈ 𝜓3 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝜓1 , 𝜓2 , 𝜓3 ⊂ ℝ+
.
Hasil gambar Manuskrip Melayu untuk Gambar 1 bila menggunakan
Persamaan (1) dan (2) adalah seperti Gambar 2. Latar belakang gambar ini
menjadi lebih gelap meskipun tulisan (teks) terlihat jelas. Oleh karena itu,
tujuan awal dari memisahkan teks dari gambar latar belum tercapai jika
hanya menggunakan persamaan-persaman tersebut.

Gambar 1. Contoh gambar manuskrip Melayu kuno yang diuji menggunakan


persamaan (1) dan persamaan (2). Warna latar belakang gambar ini gelap
sehingga objek tidak terlalu jelas dan ukuran gambar 640 × 512 dalam
kedalaman 8 bit.

Oleh karena itu, maka saya menambahkan rumus untuk mengikis sedikit
demi sedikit warna latar yang gelap itu dengan menggunakan rumus /
persamaan berikut:

(3)
Pk : tingkat warna piksel keluaran,
qk : tingkat warna dalam piksel masukan,
fmaks: nilai tingkat warna maksimum dalam gambar masukan,
fmin : nilai tingkat warna minimum pada gambar masukan,
maks dan min: level warna maksimum dan minimum nilai yang menentukan
rentang warna gambar yang teratur

Tingkat pengenalan karakter dilakukan dengan metode peningkatan citra


menggunakan pemfilteran Laplacian dan beberapa model matematika yang
berhasil menangkap teks dalam gambar dengan baik. Penelitian ini
mengusulkan kerangka kerja untuk mengatasi perbedaan kualitas gambar
(Gambar 1), sebagai dijelaskan pada Gambar 2, yaitu tiga tahap proses terdiri
dari: Proses Penyetaraan Adaptif Lokal (PMT), Proses Nilai Intensitas Gambar
(NII), dan Pemfilteran Ambang Proses Adjust (PAM) secara tertib.

Gambar 2. Mengusulkan kerangka pra-pemrosesan dalam isolasi teks dari


latar belakang gambar Naskah Melayu lama.

A. Pemerataan Adaptif Lokal (PMT)


Gambar asli dikonversi ke tingkat abu-abu 640 × 512 pada kedalaman 24 bit.
Ukuran ini adalah resolusi yang baik untuk menyimpan karakter informasi
dengan jelas meskipun tingkat kualitas naskah bervariasi. Ukuran 640 × 512
piksel lebih fokus pada karakter di setiap halaman naskah sehingga terlihat
lebih jelas bagian manuskrip yang rusak. Untuk meregangkan piksel dalam
gambar membutuhkan tambahan kontras yang jelas ke gambar. Penulis
menyarankan Lokal Algoritma Adaptive Equalization (PMT) sebagai
penyempurnaan dari Persamaan (1) dan didefinisikan sebagai Persamaan (4)
di bawah ini,

(4)

dengan 𝑔̇ (𝑥,𝑦) adalah hasil dari transformasi gambar sementara 𝑔(𝑥,𝑦) adalah
gambar
masukan, R adalah koefisien seperti persamaan (2) dan nilai tetap k = 0.8,
abu-abu di jendela tengah (i, j) dan M adalah rata-rata dari bayangan aslinya.
Pada percobaan kali ini penulis menggunakan window size atau region, yaitu
31 × 31 seperti yang disarankan oleh [18]. Semakin besar nilai teritori
semakin sedikit noise di latar belakang dan semakin gelap objek gambar juga.
Piksel pada suatu objek diproses sehingga warna objek sepenuhnya lebih
gelap menggunakan M variabel yang merupakan nilai rata-rata untuk 2
dimensi dihitung untuk semua elemen dalam satu referensi pada input
gambar sampai nilai piksel pada objek memiliki nilai yang mendekati nilai
piksel objek tetangganya. Setelah itu, warna latar belakang lebih tercerahkan
untuk melihat perbedaannya antara objek dan latar belakang dengan
menggunakan variabel 𝑚(𝑖,𝑗) digandakan. Gambar 3 merupakan gambar
proses PMT.

Gambar 3. Hasil proses citra PMT dengan nilai ST = 31 dan nilai k = 0.8. Latar
belakang pada proses PMT tidak lebih gelap dan lebih terang dari gambar
pada Gambar 1.

B. Nilai Intensitas Gambar (NII)


Untuk mendapatkan hasil peningkatan / perbaikan dari persamaan (3) agar
lebih efisien, digunakan variabel yang tidak melebihi 1/3. Oleh itu,
persamaan (5) diubah dengan menambahkan parameter :
(5)

dengan nilai 𝛼 = 0.1, max dan min adalah nilai piksel maksimum dan
minimum pada 𝑔̇ (𝑥,𝑦) yang merupakan citra hasil proses PMT secara
berurutan sedangkan 𝑔̈ (𝑥,𝑦) merupakan citra NII Proses. NII dapat
mengurangi noise yang masih ada pada background gambar menjadi
dimatikan dan menjadi lebih bersih walaupun noise pada background
gambar lebih sedikit.
Setelah citra diproses menggunakan persamaan (4), kemudian dicari nilai
intensitas piksel dengan melakukan peregangan histogram citra. Citra hasil
proses NII yang dapat dilihat pada Gambar 4 tampak memiliki background
yang lebih sedikit dibandingkan dengan citra hasil proses PMT tanpa
mengurangi warna hitam pada obyek.

Gambar 4. Hasil citra proses NII tampak memiliki background yang lebih
sedikit dibandingkan citra hasil proses PMT tanpa mengurangi warna hitam
objek. Proses tata letak NII setelah dilakukan pengaturan kontras citra
dengan melakukan peregangan nilai intensitas citra dengan nilai rendah
sebesar 0,25 dan citra dengan nilai intensitas tinggi sebesar 0,35.

C. Ambang Otomatis Adaptive Clustering (PP)


Makalah ini telah menggunakan grafik histogram serta menggunakan jendela
Gaussian untuk mendapatkan grafik garis halus sebelum menghitung dua
nilai puncak tertinggi. Selanjutnya proses untuk menentukan background
area dan latar depan suatu citra pada citra dengan kerusakan yang lebih
tinggi adalah dengan menggunakan teknik clustering K-Means. Klasifikasi
clustering K-Means untuk menentukan posisi piksel di dua wilayah, juga
untuk membantu mengikis beberapa bayangan di sekitar teks. Kemudian,
proses citra yang rusak lebih tinggi untuk menghasilkan citra biner yang lebih
baik dan bersih berdasarkan histogram pada dua level. Histogram ini
bertujuan untuk mengisolasi piksel di latar belakang dengan latar depan.
Gambar 5 merupakan Algoritma 1 yang menunjukkan Algoritma PP
berdasarkan dua tingkat histogram.

Gambar 5. Algoritma 1 yang menunjukkan Algoritma PP berdasarkan dua


tingkat histogram. Keterangan Gambar 5 ini adalah 𝑟1 dan 𝑟2 adalah rentang
untuk batch pertama dan kedua, 𝐶1 𝑚𝑎𝑥 dan 𝐶2 𝑚𝑎𝑥 adalah nilai maksimum
dari yang pertama dan tingkat abu-abu batch kedua dalam metode ini.
𝑊2 , 𝑊3 , 𝑊4 adalah batas rentang yang ditetapkan untuk 𝑟1 dan𝑟2 , 𝑃1 dan 𝑃2
adalah nilai - puncak pertama dan kedua dalam dua tahap yang sesuai dalam
histogram dan 𝑓𝑖 adalah gambar histogram terkait. Akhirnya,
𝑉𝑎𝑙_𝑡, 𝑉𝑎𝑙_𝑡𝑖 , 𝑉𝑎𝑙𝑡2 adalah nilai batas minimum di sekitar nilai puncak
maksimum yang kedua.
D. Penyaringan Proposal Proposisi (PAM)
Proses selanjutnya setelah proses NII adalah proses Adaptive Threshold
Filtering (PAM). Jika pada proses ini noise masih ada pada area objek dan
background noise pada citra proses NII (𝑔̈ (𝑥,𝑦)), maka dapat dihilangkan
dengan menggunakan nilai ambang batas yang sesuai untuk citra Naskah
Melayu Kuno yang digunakan dalam penulisan ini. Pada proses ini nilai
ambang yang digunakan adalah 100 dan filter yang digunakan dapat dipilih
baik itu filter rata-rata atau piksel nilai tengah dengan rentang intensitas
tetangga lokal dapat dibuat lebih kecil dan lebih dekat ke filter rata-rata atau
filter nilai tengah. Dalam percobaan ini, penulis menggunakan filter rata-rata
setelah menguji beberapa gambar. Pada citra proses PAM, hasil NII proses
ditransformasikan menjadi citra biner. Hasil citra setelah menggunakan
subproses NII kemudian diperluas ke proses menggunakan K-Means
clustering dan citra biner menggunakan nilai PP otomatis threshold dapat
dilihat pada Gambar 6.

(6)

dengan𝑔̂(𝑥,𝑦) adalah citra keluaran setelah biner [19], 𝑔̈ (𝑥,𝑦) merupakan hasil
citra setelah menggunakan clustering K-Means, dan threshold adalah nilai
ambang batas otomatis PP berdasarkan tahap dua histogram.

b
Gambar 6. Hasil citra setelah NII menggunakan K-Means clustering dan nilai
threshold otomatis PP menjadi citra biner. Gambar Naskah Jawi lama MS61
memiliki nilai ambang binary threshold 𝑔⃛(𝑥,𝑦) adalah 78.
Rumus PAM dapat dilihat pada persamaan (7) dan (8) berikut ini:
dengan 𝑔⃛(𝑥,𝑦) adalah citra keluaran setelah biner [18], 𝑔̈ (𝑥,𝑦) adalah K-Means,
dan ambang batas adalah ambang batas otomatis PP berdasarkan histogram
tingkat kedua. Hasil gambar setelah menggunakan metode NII dapat dilihat
pada Gambar 7.

, (7)

, (8)
𝑔⃛(𝑥,𝑦) sebuah citra hasil proses NII yang telah disempurnakan dengan
menggunakan nilai threshold 100, 𝛾 citra pada 𝛿(𝑥,𝑦) adalah hasil proses filter
untuk pengaturan matriks dua dimensi. Pada persamaan (8), 𝛿(𝑥,𝑦)
merupakan hasil proses NII yang telah menggunakan citra Median Filtering
untuk matriks array dua dimensi, ukuran window adalah 20 x 20, dan C adalah
konstanta dengan nilai 0,03. Untuk menghilangkan noise yang tidak
diinginkan, maka filter Median kembali digunakan dengan ukuran kernel 3 x
3 untuk gambar𝑔̂(𝑥,𝑦) .
Contoh gambar pada Gambar 6(b) masih kurang apik dan kurang jelas.
Dengan demikian, diperluas menggunakan filter Median dan hasil akhir dari
citra menjadi citra biner dapat dilihat pada Gambar 7. Citra sebaiknya
menggunakan filter berukuran untuk mengurangi noise yang berlebihan
pada citra. Setelah noda dan noise berkurang maka karakter Jawi masih
berwarna. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan rumus seperti di bawah
ini, yaitu:
𝐺 = 𝐿1 𝑥 𝐿1 (9)
dengan 𝐺 adalah gambar yang dihasilkan setelah proses biner, 𝐿1 adalah
gambar yang dihasilkan dari proses filter median. Hasil akhir citra
menggunakan median filter dan menggunakan proses PAM, noise pada
background citra berkurang dan karakter Jawi pada citra mulai muncul.
Untuk gambar hasil PAM dapat dilihat pada Gambar 7. Untuk lebih jelas hasil
tahap pembersihan contoh gambar (menggunakan gambar Im61 dan Im69).
a

b
Gambar 7. Hasil citra NII diolah menggunakan persamaan (6) dan (7) dan itu
mempengaruhi gambar PAM. (a) Gambar Im69, (b) Gambar Im61.

Hasil Dan Diskusi

Distribusi gambar ke dalam tiga level kualitas ini menggunakan Signal


Method for Noise Ratio (KINH). Hasil dari kesebelas bagian citra menurut
perbedaan tingkat kualitas pada percobaan ini dapat dilihat pada Gambar 8.

a b c d e

f g h i j k

Gambar 8. Gambar manuskrip Hang Tuah Hikayat sebanyak 11 halaman yang


digunakan dalam makalah ini dengan tingkat kualitas yang bervariasi.
Gambar dengan latar belakang tidak beraturan: (a-e). Gambar yang memiliki
efek mengembang: (f-h). Gambar dengan permukaan tulisan mengembang
serta dampak goresan: (i-k).

Rumus KINH untuk pengolahan citra dapat dilihat pada Tabel 1 dengan
menggunakan rumus pada persamaan (10) di bawah ini yang telah
dikemukakan oleh [23].
𝜇
𝐾𝐼𝑁𝐻 = 𝜎 (10)
dengan 𝜇 adalah nilai rata-rata sinyal atau nilai yang diharapkan dan 𝜎 adalah
standar deviasi dari perkiraan noise / derau. Untuk memastikan tingkat
akurasi setiap citra, sinyal untuk rasio noise (KINH) lebih berguna untuk
mengklasifikasi citra menurut tingkat kualitas dibandingkan dengan Bit Error
Level (TKBBER) per piksel pada setiap citra. Persamaan (11) adalah nilai
TKBBER yang digunakan pada Tabel 1 seperti yang disarankan oleh [24].

𝑁𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑜𝑓 𝑡ℎ𝑒 𝐵𝑖𝑡 𝐸𝑟𝑟𝑜𝑟 𝐿𝑒𝑣𝑒𝑙 (𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟)


𝑇𝐾𝐵𝐵𝐸𝑅 = (11)
𝑁

with N is the total number of bits.

Persamaan (11) pada jumlah bit yang salah berguna untuk mengetahui
sebagian besar kesalahan bit per piksel pada setiap gambar. Tabel 1
menunjukkan klasifikasi gambar berdasarkan nilai TKBBER dan jumlah bit
yang salah pada setiap gambar yang diklasifikasikan.

TABLE I
CLASSIFICATION OF THE ORIGINAL IMAGE ON 11 OLD IMAGES OF THE J AWI MANUSCRIPT BASED ON KINH AND
TKBBER VALUE THAT DIVIDED INTO 3 TYPES OF DAMAGE

Images with Its Impact


Images that have Effect of
Images with Irregular Background Surface Expands as
Expanding
Well as Impact of Streak
Im63 Im65 Im67 Im69 Im77 Im61 Im109 Im111 Im99 Im101 Im107
Number
of Error 13229 20387 12549 8738 9918 17166 18253 20185 18962 23202 20544
Bit
KINH 3.7112 3.7395 3.9910 4.4606 3.7112 4.2727 3.4803 3.3796 3.2166 3.3210 2.9682
TKBBER 0.0133 0.0202 0.0125 0.0089 0.0099 0.0172 0.0183 0.0202 0.0189 0.0232 0.0205
Semua halaman pada citra manuskrip dalam percobaan ini telah
dibandingkan dengan metode nilai ambang batas yang telah dipelajari oleh
beberapa peneliti sebelumnya. Contoh: Metode Otsu (MNAO) dengan [26],
Metode Nilai Ambang Batas Biner (MNAP) untuk membersihkan tepi citra
dengan [27], Metode Nilai Ambang Lokal Otomatis (MNATA) oleh [28].
Pengukuran performansi dari masing-masing metode tersebut dengan
metode yang diusulkan dalam percobaan ini adalah menggunakan
Foreground Area Error Method related (TKB) [29], [30] dan Signal Method for
Noise Ratio (KINH) menggunakan Average Value Error (RPKB) antara gambar
asli (gambar yang diuji) yang sudah diperbaiki.
Hasil untuk masing-masing citra menggunakan metode TKB, mean dan KINH
dapat dilihat pada Tabel 2, dan Tabel 3 terlihat pada grafik pada Gambar 9
dan Gambar 10. Untuk nilai akurasi dan recovery TKB suatu citra digunakan
Metode Akurasi ( Precision) dan metode Recall yang dijelaskan pada Tabel 4
ditunjukkan pada grafik pada Gambar 11. Citra yang diuji dengan metode
MNAP diambil dari nilai ambang batas rendah dari metode tersebut. Ini
karena bayangan pada ambang rendah lebih baik untuk bentuk matanya
meskipun dilihat langsung oleh mata. Untuk gambar yang diuji menggunakan
Metode MNATA nilai ambang batas entropi ditentukan terlebih dahulu
kemudian nilai tersebut digunakan untuk pengukuran waktu dalam
pemrosesan yang digunakan pada metode tersebut. Tabel 2 adalah nilai TKB
untuk semua gambar yang diuji dibandingkan dengan gambar referensi
(gambar yang dikoreksi) yang melibatkan nilai RPKB dalam rumus KINH.
Rumus TKB yang dimaksud di bawah ini adalah:

(12)

dengan A0 adalah area latar depan dari gambar dasar dan Ar adalah area latar
depan pada gambar hasil nilai ambang.
TABLE II
THE VALUE OF TKB ON EACH OF ELEVEN PAGES OF OLD J AWI MANUSCRIPT IMAGES TESTED USING DIFFERENT
METHODS.

TABLE III
KINH VALUE FROM THE REFERENCE IMAGE OF EACH ELEVEN PAGES OF OLD JAWI MANUSCRIPT IMAGES TESTED ON
FOUR DIFFERENT METHODS.
TABLE IV
PRECISION AND RECALL RAE TKB IN EACH OF THE ELEVEN PIECES OF OLD J AWI MANUSCRIPT IMAGES TESTED IN
FOUR DIFFERENT METHODS
Gambar 9. Gambar ini mengacu langsung pada Table 3. Pada gambar (a),
Citra Im69 adalah citra dengan latar belakang tidak rata yang memiliki nilai
KINH (kecuali Metode PAM) lebih besar dari citra lain pada masing-masing
metode. (b) Citra Im99 adalah citra pada efek pemuaian yang memiliki nilai
KINH lebih besar dari citra lainnya pada masing-masing metode. (c) Citra
Im61 adalah citra efek perluasan dari bintik-bintik yang memiliki nilai KINH
lebih besar dari citra lainnya pada masing-masing metode.
Gambar 10. Gambar ini mengacu langsung pada Tabel 4. Nilai TKB akurasi
PAM lebih besar dibandingkan dengan akurasi metode lainnya pada citra
background tidak rata (a), pada citra efek mengembang (b), dan pada citra
efek yang diperluas dari goresan (c).
Gambar 11. Perbedaan hasil citra Im69 per metode yang digunakan dalam
percobaan ini. (a) adalah hasil citra Im69 menggunakan Metode MNAO, (b)
menggunakan Metode MNAP, (c) menggunakan Metode MNATA dan (d)
menggunakan Metode yang Disarankan (PAM).
Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang disajikan pada Tabel 1 - 4, dapat disimpulkan bahwa:


gambar yang termasuk dalam kategori gambar latar tidak rata memiliki nilai
TKBBER lebih kecil daripada gambar blistered expand dan expand image.
Pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa citra Im69 dan citra Im77 merupakan citra
yang memiliki nilai TKBBER lebih kecil dibandingkan dengan nilai TKBBER citra
lainnya. Gambar-gambar dalam kategori gambar background infinite
memiliki tingkat kualitas yang lebih kecil dan dengan visualisasi manusia,
gambar background yang tidak rata masih dapat terbaca dan masih tampak
jelas dalam bentuk karakter Jawinya.
Nilai KINH pada Tabel 3 dijelaskan lebih lanjut pada Gambar 9a, Gambar 9b
dan Gambar 9c yang menunjukkan bahwa citra Im69 dan Im77 memiliki nilai
KINH yang lebih besar. Namun nilai KINH pada citra Im69 dan nilai PAM pada
Im77 tidak lebih besar dari KINH. Gambar Im69 pada MNAP atau MNATA
memiliki bentuk karakter garis bawah dan banyak bentuk Jawinya tidak
lengkap karakter meskipun ekstensi pembersihan latar belakang pada
gambar Im69 di MNAP dan MNATA lebih baik. Nilai presisi RAE yang terdapat
pada Tabel 4 lebih tinggi dari persentase PAM pada setiap tiga jenis
kerusakan yang semuanya bernilai lebih dari 95%. Nilai presisi ini adalah juga
diperjelas pada Gambar 10 (a, b, c) dimana diagram batang pada presisi PAM
lebih tinggi daripada grafik batang pada metode lain. Namun untuk nilai recall
PAM yang memiliki nilai paling tinggi dibandingkan dengan metode lainnya
hanya citra yang memiliki efek mengembang sebesar 27,03%. Walaupun nilai
prosentase untuk recall PAM tidak semuanya lebih tinggi dari metode lain
namun bukan berarti citra pada PAM kurang baik perbaikannya malah citra
referensi pada PAM memiliki bentuk karakter dan hasil perbaikan lebih baik
dari pada citra referensi yang ada pada metode lainnya. Hal ini dibuktikan
dengan nilai nilai TKB pada Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan bahwa metode usulan (PAM) memiliki nilai TKB yang
lebih rendah dibandingkan dengan nilai TKB pada metode lain. Sehingga rata-
rata nilai TKB pada PAM juga rendah. Artinya besarnya error pada area
foreground dari gambar referensi bernilai kecil pada PAM. Lebih jelasnya
dapat dilihat pada Gambar 10 perbedaan hasil citra referensi Im69 pada
metodologi PAM dengan metode lain yang digunakan dalam percobaan.
Metode yang diusulkan dalam makalah ini menunjukkan pencapaian yang
baik dalam menghilangkan kerusakan latar belakang pada manuskrip dengan
kerusakan yang lebih tinggi. Metode PAM yang diusulkan untuk proses akhir
NII adalah proses yang hits saat terakhir penghilangan noise masih tertinggal
pada background image high damage. Jadi, walaupun dengan menghilangkan
noise, bentuk tulisan karakter di naskah terlihat lebih jelas dan masih bisa
dibaca. Gambar 12 juga menunjukkan semua gambar hasil metode PAM yang
diusulkan dengan gambar hasil metode lain dalam tulisan ini.
Gambar 12. Perbedaan citra manuskrip Melayu yang digunakan dalam
percobaan ini diklasifikasikan berdasarkan tiga tingkatan kualitas, diuji
melalui beberapa metode yang diusulkan: PMT, NII, PAM. Diurutkan dari atas
ke bawah (tingkat kualitas gambar dengan latar belakang tidak beraturan:
Gambar Im63, Im65, Im67, Im69, Im77; tingkat kualitas dengan gambar
permukaan tinta mengembang serta dampak goresan: Gambar Im61, Im109,
Im111; tingkat kualitas gambar yang memiliki efek tulisan mengembang :
Gambar Im99, Im101, Im107.

Referensi
[1] E. Ahmadia, Z. Azimifara, M. Shamsa, M. Famouria, and M. J. Shafiee,
“Document image binarization using a discriminative structural classifier”,
Pattern Recognition Letters, vol. 63, pp. 36–42, June. 2015.
[2] F. Kasmin, A. Abdullah, and A.S. Prabuwono, “Weight determination for
supervised binarization algorithm based on QR decomposition”, Jurnal
Teknologi UTM, vol. 79, pp. 97-106, January 2017.
[3] Al-Qudah, M. K., M. Nasrudin, B. Bataineh, and K. Omar, “A Novel simple
thresholding for uneven illuminated document images captured via handheld
devices”, Asian Journal of Information Technology, vol. 15(16), pp. 2927-
2936, 2016.
[4] T. Celik, “Spatial entropy-based global and local image contrast
enhancement”, IEEE Transactions on Image Processing, vol. 23(12), pp. 5298-
5308, Dec. 2014.
[5] Y. Chen, and L. Wang, “Broken and degraded document images
binarization”, Neurocomputing Journal, vol. 237, pp. 272-280, May 2017.
[6] Manuscripts, National Library of Malaysia (Perpustakaan Negara
Malaysia, PNM) (April
27, 2009), http://www.pnm.gov.my/pnmv3/index.php?id=84.
[7] X. Fu, D. Zeng, Y. Huang, Y. Liao, X. Ding, and J. Paisley, “A fusion-based
enhancing method for weakly illuminated images”, Signal Processing Journal,
Elsevier, vol. 129, pp. 82-96, December 2016.
[8] R. Gal, N. Kiryati, and N. Sochen, “Progress in the restoration of image
sequences degraded by atmospheric turbulence”, Pattern Recognition
Letters, vol. 48, pp. 8-14, Oct. 2014.
[9] N. Mitianoudis, and N. Papamarkos, ” Document image binarization using
local features and gaussian mixture modelling”, Journal of Image and Vision
Computing, vol. 38(c), June 2015.
[10] H. Z. Nafchi, R. F. Moghaddam, and M. Cheriet, “Phase-Based
binarization of ancient document images: model and applications”, IEEE
Transactions on Image Processing, vol. 23(7), pp. 2916-2930, July 2014.
[11] J. Natarajan, and I. Sreedevi, “Enhancement of ancient manuscript
images by log based binarization technique”, vol. 75, pp. 15-22, May 2017.
[12] J. Parker, O. Frieder, and G. Frieder, “Automatic enhancement and
binarization of degraded document images”, Conference: Document Analysis
and Recognition (ICDAR), August 2013.
[13] S. S. Negi, and Y. S. Bhandari, “A hybrid approach to Image enhancement
using contrast stretching on image sharpening and the analysis of various
cases arising using histogram”, International Conference on Recent
Advances and Innovations in Engineering (ICRAIE), IEEE, 2014.
[14] S. R. Yahya, S. N. H. Sheikh Abdullah, K. Omar, M. S. Zakaria, and C. Y.
Liong, “Review on image enhancement methods of old manuscript with
damaged background”, International Journal on Electrical Engineering and
Informatics, vol. 2(1), January 2010.
[15] Munteanu, and A. Rosa, “Gray-scale image enhancement as an
automatic process driven by evolution”, IEEE Transactions on Systems,
Man, and Cybernetics, vol. 34(2), April 2004.
[16] N. Mokhtar, N. H. Harun, M. Y. Mashor, Roseline, N. Mustafa, R. Adollah,
Adillah, and N. F. M. Nasir, “Image enhancement techniques using
local, global, bright, dark, and partial contrast stretching for acute leukemia
Images”, Proceedings of the World Congress on Engineering (WCE), vol. 1,
London UK, July 2009.
[17] S. Roy, P. Shivakumara, H. A. Jalab, R. W. Ibrahim, U. Pal, and T. Lu,
“Fractional poisson enhancement model for text detection and recognition
in video frames”, Pattern Recognition, vol. 52, pp. 433-447, 2016.
[18] M. K. Alqudah, M. F. Nasrudin, B. Bataimeh, M. Alqudah, and A.
Alkhatatneh, “Investigation of binarization techniques for unevenly
illuminated document images acquired via handheld cameras”, International
Conference on Computer, Communications, and Control Technology
(I4CT), pp. 524-529, 2015.
[25] K. A. Phillips, J. H. Reed, and W. H. Tranter, “Minimum BER adaptive
filtering”, IEEE International Conference on ICC, vol. 3, pp. 1675-1680, June
2000.
[26] N. Otsu, “A threshold selection method from gray-level histograms”,
IEEE Trans. Sys., Man., Cyber, vol. 9, Pp. 62–66, 1979.
[27] Q. Chen, Q. Sun, P. A. Heng, and D. S. Xia, “A double threshold Image
Binarization Method Based on Edge Detector”, Pattern Recognition, vol.
41(4), pp. 1254–1267, 2007.
[28] N. Ray, and B. N. Saha, “Edge sensitive variational image thresholding”,
IEEE International Conference Image Processing, (ICIP 2007), vol. 6, pp. 37-
40, 2008.
[29] W. Boussellaa, A. Bougacha, A. Zahour, H. El Abed, and A. Alimi,
“Enhanced text extraction from arabic degraded document images using EM
Algorithm”, International Conference on Document Anlaysis and Recognition
(ICDAR), pp. 743-747, 2009.
[30] C. C. Fung, and R. Chamchong, “A Review of evaluation of optimal
binarization technique for character segmentation in historical manuscripts”,
Third International Conference on Knowledge Discovery and Data Mining, pp.
236-240, 2010.
[19] S. He, P. Samara, J. Burgers, and L. Schomaker, “A Multiple-label guided
clustering algorithm for historical document dating and localization”, IEEE
Transactions on Image Processing, vol. 25(11), pp. 5252-5265, Nov. 2016.
[20] J. Wen, S. Li, and J. Sun, “A new binarization method for non- uniform
illuminated document image”, Pattern Recognition, vol. 46(6), pp. 1670-
1690, June 2013.
[21] D. N. Satange, S. S. Bobde, and S. D. Chikate, “Historical document
preservation using image processing technique”, International Journal
of Computer Science and Mobile Computing, vol. 2(4), pp. 247-255, April
2013.
[22] B. Bataineh, S. N. H. S. Abdullah, and K. Omar, “Adaptive binarization
method for degraded document images based on surface contrast variation”,
Pattern Analysis and Applications, vol. 20(3), pp. 639-652, August. 2017.
[23] J. T. Bushberg, J. A. Seiert, E. M. Leidholdt JR, and J. M. Boone,
“The essential physics of medical imaging”, (2e), European Journal Of Nuclear
Medicine And Molecular Imaging, Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins, vol. 30(12), pp. 280, 2002.
[24] G. Breed, “Bit error rate: Fundamental concepts and measurement
issues”, High Frequency Electronics, 2003.
[31] D. Albashish, S. Sahran, A. Abdullah, N. A. Shukor, and H. S. M.
Pauzi, “Lumen-nuclei ensemble machine learning system for diagnosing
prostate cancer in histopathology images”, Pertanika J. Sci. & Technol, vol. 25
(S), pp. 39 – 48, 2017.
[32] A. Qasem, S. N. H. Sheikh Abdullah, S. Sahran, R. I. Hussain, “An Accurate
rejection model for false positive reduction of mass localization in
mammogram”, Pertanika J. Sci. & Technol, vol. 25(S), pp. 49 – 62, 2017.
[33] A. B. Al-Naqeeb, and M. J. Nordin, “Robustness watermarking
authentication using hybridisation DWT-DCT and DWT-SVD”, Pertanika J. Sci.
& Technol, vol. 25(S), pp. 73 – 86, 2017.
[34] S. M. M. Kahaki, M. J. Nordin, W. Ismail, S. J. Zahra, R. Hassan, “Blood
cancer cell classification based on geometric mean transform and
dissimilarity metrics”, Pertanika Journal of Science and Technology, vol.
25(S6), pp. 223-234, June 2017.
[35] S. Hakak, A. Kamsin, J. Veri, R. Ritonga, T. Herawan, “A Framework
for Authentication of Digital Quran”, Information Systems Design and
Intelligent Applications. Advances in Intelligent Systems and Computing, vol.
672, Springer, Singapore, March 2018.

Anda mungkin juga menyukai