Oleh
Dr. Ari Setiawan, M.Pd
Ketua Pusat KODELN
Segala Puji syukur mari kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
memberi banyak kenikmatan pada kita semua. Sehingga di hari yang
bahagian ini kita masih dapat berkumpul dan bersilaturahmi meskipun
melalui media zoom.
Hadirin peserta kegiatan dies dan orasi ilmiah yang saya banggakan
Selama 2 tahun berkiprah Asosiasi CeL KODELN yang mengusung tag line
Kolaborasi sudah berupaya membuktikan dengan berbagai capain kinerja
yang membanggakan. Puluhan Bookchapter, hibah buku pendampingan
artikel serta berbagai kegiatan bernuansa kolaborasi. Semua itu cel
lakukan untuk membantu sedikit menyingkap skat kesulitan dalam
publikasi ilmiah.
Akhir Kata izinkan dengan mengharap ridho Allah SWT dan ucapan
terimakasih mendalam kepada semua member aktif cel, semoga cel
KODELN semakin memberi manfaat. Serta di dies yang ke 2 ini semoga
cel KODELN menjadi salah satu asosiasi dosen yang mempu memberi
manfaat yang besar khususnya dalam upaya mencapai tridharma serta
semakin kuat jaringan dalam dan LN. Walau kami sadari masih banyak
kelemahan dan kekurangan, semoga ini menjadi bahan evaluasi dan
menjadikan semangat untuk semakin maju. “salam kolaborasi” Jayalah
selalu CeL KODELN.
Ari Setiawan
Ketua Pusat Cel KODELN
ORASI ILMIAH BIDANG HUKUM
Oleh
Prof. Dr. jur. Udin Silalahi, SH., LL.M
Pengantar orasi
Puji syukur kita sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmatNya kita diberikan kesehatan dan waktu untuk berkumpul dari
berbagai perguruan tinggi dengan ekspertis yang berbeda-beda (multi
disipliner) untuk saling berbagi pengetahun dan pengalaman dari
masing-masing ilmu kita.
B. Ekonomi digital
C. Pasar Digital
1. Jerman
Jerman dianggap memiliki salah satu undang-undang kompetisi paling
progresif hingga saat ini karena mereka secara proaktif menerapkan dan
merevisi undang-undang antimonopoli tradisional mereka untuk
mengatur ekonomi digital (Daniel Mandrescu: 2020). Bahkan sebelum
pasar digital secara eksplisit diatur, lembaga yang berwenang untuk
mengawasi persaingan (Bundeskartellamt: 2016) mulai memberlakukan
sanksi atas platform digital raksasa sejak 2013, kepada Booking.com dan
Amazon atas penetapan harga dan kondisi yang tidak menguntungkan
(BundesKartellAmt: 2021). Dalam praktiknya, ada banyak aspek yang
Bundeskartellamt anggap sebagai dominasi atau perilaku anti-
persaingan, termasuk akses ke pasar dan data, pengaruh jaringan sosial,
penetapan harga tertentu, merger, dan akuisisi (BundesKartellAmt:
2016). Amandemen ke-10 GWB - Undang-Undang Persaingan Jerman
pada awal tahun 2021 memberi Bundeskartellamt kewenangan untuk
campur tangan lebih efektif pada tahap awal penyalahgunaan. Melalui
hal ini, mereka telah memulai proses hukum terhadap Amazon, Apple,
Facebook, dan Google.
GWB ke-10 sekarang membutuhkan kekuatan finansial entitas dan akses
ke data yang relevan untuk persaingan guna menentukan kekuatan dan
dominasi pasar mereka (German Competition Act: 2021). Komisi Eropa
dalam kasus Google, Facebook/Whatsapp, dan Microsoft/Skype yang
terkenal menentukan perilaku kasar karena aplikasi ini mengikat browser
web ke sistem operasi platform meskipun konsumen dapat menikmati
aplikasi ini secara gratis (BundeskartellAmt: 2016). Penggabungan secara
horizontal dari platform ini meningkatkan peluang untuk investasi yang
lebih tinggi dan memungkinkan mereka untuk mengumpulkan dan
mengakses data konsumen yang tidak dapat ditandingi oleh pesaing
mereka yang baru masuk (Bundekartellamt:2016). Oleh karena itu,
persyaratan baru bagi raksasa platform digital untuk menyediakan akses
ke data ketika secara objektif diperlukan untuk beroperasi di pasar hulu
atau hilir dan ketika ada penolakan untuk menyediakan akses data
tersebut akan secara efektif menghilangkan persaingan, menghindari
kelemahan ini (Competition Act-GWB: 2021).
2. Singapore
Komisi Persaingan dan Konsumen Singapura (“CCCS”) mengelola bentuk
tradisional hukum antimonopoli. Tidak ada regulasi khusus untuk
persaingan di platform digital karena sulitnya menentukan regulasi mana
yang akan diterapkan pada perusahaan digital multi-sisi seperti Uber dan
Airbnb, yang tidak memiliki inventaris, misalnya mobil, rumah, dan
menyediakan berbagai layanan jasa (pembersihan dan kesehatan) (KPPU:
2019). Pada tahun 2018, CCCS mendenda Grab sebesar Rp. 66,9 juta
karena gagal memberi tahu institusi yang mengakuisisi Uber dan secara
tidak langsung menguasai 30-50% pangsa pasar dan mengharuskan Grab
menghapus kewajiban eksklusivitasnya bagi pengemudinya untuk bebas
memilih di antara platform transportasi setelah membeli Uber
(KPPU:2019). Penilaian mereka memberikan solusi yang adil dan
proporsional untuk mendorong kesejahteraan dan inovasi ekonomi serta
mencegah hambatan masuk. Singapura menyediakan a regulatory
sandbox (kotak pasir peraturan) yang diawasi oleh badan Otoritas
Moneter mereka untuk melakukan uji coba aturan yang berkaitan dengan
hal-hal yang muncul dan rumit seperti e-commerce, untuk jangka waktu
tertentu.
Setelah jangka waktu tersebut, Otoritas Moneter akan menyesuaikan
peraturan berdasarkan hasil uji coba dengan mengadakan Dialog Privat-
Publik (Private-Public Dialogues-“PPd”) yang terus menerus (Ira Aprilianti
& Siti Alifah Dina: 2021). Meskipun praktik ini dapat menjadi solusi bagi
Indonesia, kita harus mempertimbangkan fakta bahwa Singapura secara
geografis lebih kecil dan memiliki lebih sedikit masalah logistik
dibandingkan dengan Indonesia, di mana kebutuhan seperti memiliki
telepon dan mobil, tidak mudah dilakukan. Oleh karena itu, semua PPD
tersebut harus mengikutsertakan UMKM di wilayah tersebut untuk
menentukan solusi praktis dan inovatif berdasarkan undang-undang.
Artinya Singapura mengupayakan penegakan hukum persaingannya di
pasar digital seperti pengambilalihan uber oleh Grab, CCCS mengenakan
denda kepada Grab.
3. Thailand
Pasar digital Thailand bernilai $26,2 miliar, disumbangkan secara
signifikan oleh belanja lintas batas, tiga penjualan luar negeri teratas di
Cina, Jepang, dan AS dan didominasi oleh dua perusahaan e-commerce
terbesar, Shopee dan Lazada (J.P Morgan: 2022). Sejak awal pandemi
Covid-19, Thailand memang telah mengubah prioritasnya dan fokus pada
pengaturan anti-persaingan di dua pasar tertentu: produk kesehatan dan
platform pengiriman makanan, karena penetapan harga dan manipulasi
harga yang berlebihan (KPPU:2021). Pemerintah mengakui pentingnya
mengatur persaingan di pasar digital secara efektif dan pemerintah
percaya bahwa membuat revisi yang diperlukan adalah mendukung
pemulihan bangsa (KPPU: 2021).
Pada bulan November 2020, the Office of Trade Competition Commission
of Thailand (OTCCT) menetapkan Pedoman tentang Praktik Perdagangan
yang Tidak Adil Antara Operator Platform Digital untuk Operator
Pengiriman Makanan dan Operator Restoran, yang melarang permintaan
biaya komisi yang tidak adil atau pembagian laba kotor pada tingkat yang
meningkat dan tuntutan biaya iklan yang tidak adil tanpa alasan yang
dapat dibenarkan. Kemudian perusahaan dilarang memberlakukan
eksklusivitas pada platform tertentu, memberlakukan “Klausul
Kesetaraan Tarif” yang menawarkan produk dengan harga yang sama di
berbagai platform, memperpanjang persyaratan kredit, dan
memberlakukan klausul penghentian ketika restoran menolak untuk
memenuhi permintaan yang tidak adil (Allen & Overy: 2022).
UMKM juga saat ini tidak mampu bersaing di pasar digital secara efisien
karena kurangnya likuiditas keuangan dan jangka waktu kredit yang
panjang. Untuk mengatasi masalah ini dan melindungi UMKM, OTCCT
mengeluarkan the Guidelines on Fair Trade Practices concerning Credit
Terms for Small and Medium Enterprises (Credit Terms Guidelines ) -
Pedoman Praktik Perdagangan yang Adil tentang Ketentuan Kredit untuk
Usaha Kecil dan Menengah (Pedoman Ketentuan Kredit), membatasi
jangka waktu kredit untuk pembayaran kepada UMKM paling lama 45
hari (30 hari untuk produk pertanian) (Allen & Overy: 2022).
Merger dan akuisisi merupakan faktor besar dalam mempertimbangkan
apakah suatu perusahaan melakukan tindakan anti persaingan. Pasca
Covid-19, OTCCT mensyaratkan daftar lengkap dan terperinci yang
mencakup daftar lengkap direktur, pemegang saham, perincian
perusahaan dalam lingkup Entitas Ekonomi Tunggal (single economic
entity), struktur lengkap para pihak sebelum dan sesudah merger dan
dampak dari hal merger dan akuisisi di pangsa pasar (Allen & Overy:
2022). Bank Dunia mendukung Thailand untuk meningkatkan persaingan
dan memastikan kesetaraan dalam undang-undang persaingan Thailand
untuk mempromosikan inovasi, persaingan, dan interoperabilitas sistem
digital (World Bank: 2021). Bank of Thailand merekomendasikan
beberapa kebijakan utama untuk meningkatkan persaingan dalam
ekonomi digital, termasuk lisensi perbankan virtual untuk penyedia
layanan, mengangkat batas Investasi FinTech, dan memperluas cakupan
bisnis non-bank dan memungkinkan akses terbuka ke infrastruktur
dengan biaya yang sesuai (Bank of Thailand: 2022).
E. Penutup
Perkembangan ekonomi digital dan pasar digital adalah suatu
keniscahyaan akibat perkembangan teknologi dibidang internet. Pasar
digital Indonesia merupakan industri yang menggiurkan yang tidak hanya
dapat mendorong perekonomian nasional secara keseluruhan tetapi juga
meningkatkan eksposur UMKM. Jerman, Thailand, dan Singapura
menunjukkan praktik-praktik bermanfaat yang dapat dipertimbangkan
oleh pembuat undang-undang dalam merevisi Undang-Undang No.
5/1999. Semua stake holder UU No. 5/199 harus duduk bersama
mengadakan diskusi dan kajian untuk mengatur pasar digital sehingga
KPPU mempunyai kewenangan secara khusus melakukan penilaian,
apakah di pasar digital terjadi persaingan usaha tidak sehat atau adakah
penyalahgunaan posisi dominan oleh pelaku usaha besar di pasar digital
tersebut serta notifikasi serta penilaian merger digital. Karena cepat atau
lambat penyalahgunaan pasar akan terjadi pada pasar digital, apalagi jika
tidak ada peraturan yang mengaturnya. Kementerian yang berwenang
harus mengundang para akademisi melakukan kajian dan melakukan
diskusi yang ketat dan berkelanjutan dengan KPPU, lembaga pemerintah
terkait lainnya, UMKM, dan pelaku bisnis digital untuk melindungi
persaingan di pasar digital dan melindungi data konsumen,
mempromosikan kesejahteraan sosial dan meningkatkan inovasi di pasar
digital.
Daftar Pustaka
Biografi
Oleh
Dr. Helmia Tasti Adri, M.Pd.Si
Sistem pembelajaran sains saat ini tidak lagi dapat dikatakan berfokus
pada guru, sejak lebih dari 5 tahun yang lalu, pembelajaran sains telah mulai
berfokus pada siswa, dimana siswa belajar dan berinteraksi secara aktif
dalam proses pembelajaran sains. Akan tetapi kemajuan zaman menuntut
sesuatu yang lebih baru dan terkini, yakni kawinnya sains dan tekhnologi.
Didalam implementasi kurikulum sains itu sendiri, tidak hanya problematika
menyatukan sains dan tekhnologi saja. akan tetapi juga harapan untuk
menyatukan antara pendidikan sains dengan sains sebagai ilmu murni atau
dalam hal ini yang paling diharapkan adalah bagaimana upaya untuk
menjadikan sains sebaagi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan nyata.
Kurikulum merupakan panduan utuh dari implementasi arah
kebijakan pendidikan (Munajim, 2020). Kurikulum pendidikan yang
digunakan oleh sekolah saat ini adalah kurikulum 2013 dan juga merdeka
belajar Kampus Merdeka bagi sebagian sekolah yang sudah mulai
mengimplementasikan. Implementasi kurikulum adalah menterjemahkan
kurikulum dokumen menjadi kurikulum sebagai aktivitas nyata (Munir.,dkk,
2021; Salabi, 2020;). Kurikulum Sains pada setiap tingkatan baik ditingkat SD,
SMP maupun SMA dapat disisipi dengan muatan kepedulian terhadap
lingkungan dan alam. Oleh karenanya sains dapat diajarkan melalui
pendekatan kontekstual atau nyata (Handayani, dkk., 2021), menurut J.P.
Miller dan W. Seller (1985). Implementasi kurikulum merupakan terjemahan
kurikulum dokumen menjadi kurikulum sebagai aktivitas atau kenyataan
(Yasir, 2021; Rojii, dkk., 2019). Implementasi kurikulum diwujudkan dalam
bentuk pengalaman belajar dengan prinsip-prinsip yang menjadikannya lebih
mudah dan lebih efektif untuk dikomunikasikan ke berbagai pihak seperti
pimpinan sekolah, pendidik, pengawas sekolah, dan staf pendukung lainnya
(Salabi, 2020).
Konservasi adalah suatu langkah penting yang harus dimaknai
mendalam oleh setiap warga sekolah. Konservasi sumberdaya alam hayati
berdasarkan UU merupakan pengelolaan sumber daya alam hayati yang
pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin
kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas keanekaragaman dan nilainya dengan tujuan agar alam tetap lestari
(Hidayat & Kayat, 2020).
Merujuk kepada Unesco Science Report 2008, ada sebelas isu penting
dalam kebijakan pendidikan sains:
Issue 1: science in schooling and its educational purposes (tujuan pendidikan
sains di sekolah). Tujuan yang jelas memberikan gambaran konten, strategi
pembelajaran, sistem evaluasi yang akan dilaksanakan.
Issue 2: access and equity in science education (akses untuk pendidikan
sains). Masih banyak negara di dunia yang belum memberikan kesempatan
yang luas untuk warganya dalam mendapatkan pendidikan termasuk
pendidikan sains
Issue 3: interest in, and about science (ketertarikan terhadap sains rendah).
Banyak siswa dan orang tua khawatir dengan karir yang bisa dijalani anaknya
melalui pendidikan sains.
Issue 4: how technology relates to science in education (bagaimana
mengaitkan teknologi dengan pendidikan sains). Pendidikan sains harus lebih
progresif dan menjadikan sains dekat dengan kehidupan nyata (kontekstual)
dan bisa diaplikasikan
Issue 5: the nature of science and inquiry (hakikat Sains dan inkuiri).
Pembelajaran sains di sekolah banyak mengajarkan ilmu sains, tetapi proses
sains tidak pernah atau jarang diperlihatkan sehingga terputus antara sains
dengan kehidupan sehari-hari siswa
Issue 6: scientific literacy (melek Sains). Tujuan utama pendidikan sains
adalah menciptakan generasi muda yang melek sains
Issue 7: quality of learning in science (kualitas pembelajaran sains). Perlu
peningkatan kualitas pembelajaran sains terutama sistem asesmen
Issue 8: the use of ict in science and technology education (penggunaan ICT
dalam Pembelajaran sains). ICT salah satu upaya agar pendidikan sains
bersifat kontektual tidak lagi bersifat abstrak.
Issue 9: development of relevant and effective assessment in science
education (mengembangkan asesmen yang tepat dan efektif untuk
pendidikan sains). Perlu pengembangan instrumen asesmen yang bersifat
autentik, dan bervariasi sehingga tidak hanya menilai kemampuan kognitif.
Issue 10: science education in the primary or elementary years (pendidikan
sains mulai dari sekolah dasar). Pendidikan sains dimulai dari tahun tahun
awal pendidikan di SD diyakini akan membangun ketertarikan siswa terhadap
sains
Issue 11: professional development of science teachers (meningkatkan
profesionalisme guru). Profesionalisme guru dalam pembelajaran sains
berpengaruh besar terhadap minat siswa pada sains (Fensham, 2008).
Saat ini dunia pendidikan kita sangat memerlukan panduan untuk
memberikan pemahaman secara mendalam kepada siswa-siswa disekolah
melalui implementasi sistem kurikulum yang tepat dan sesuai kebutuhan
wilayah dimana satuan pendidikan berada. Hal ini dapat berlaku secara
nasional hingga global karena masing-masing daerah, setiap kabupaten di
seluruh Indonesia memiliki kunikannya masing-masing. Kegiatan ini sangat
berkorelasi dengan kurikulum Sains atau ilmu pengetahuan alam disemua
tingkatan satuan pendidikan baik SD, SLTP maupun SLTA. Namun, tidak
banyak guru disekolah memahami pentingnya wujud nyata dari
penyelamatan alam dari kerusakan. Hal ini dapat dilihat dari sistem
pembelajaran terutama IPA disekolah yang selama ini umumnya tidak sama
sekali membekalkan secara serius bagaimana pentingnya konservasi. Oleh
karena itu, sangat penting adanya suatu jalan keluar ataupun solusi nyata
yang dapat memberikan contoh ataupun menjadi panduan dalam
mengawinkan antara pendidikan sains dengan konservasi alam untuk
menghasilkan generasi masa depan yang melek sains dan peduli terhadap
lingkungan melalui aksi nyata.
Kesimpulan
Berdasarkan pada kebutuhan yang telah dipaparkan tersebut, oleh
karenanya kami mengembangkan sebuah model implementasi kurikulum
sains berbasis konservasi alam di sekolah dalam berbagai tingkatan satuan
pendidikan. Dimana model ini nantinya akan memberi pemahaman sejak dini
bagi siswa akan pentingnya konservasi alam, serta bagaimana memanfaatkan
alam untuk kemajuan ekonomi dan pendidikan tanpa menimbulkan
kerusakan. Konservasi adalah suatu upaya atau tindakan untuk menjaga
keberadaan sesuatu secara terus menerus berkesinambungan baik mutu
maupun jumlah (Aryati, 2020). Konservasi alam merupakan upaya
penyelamatan alam dari kerusakan. Ada beberapa hal yang menyebabkan
kerusakan alam yang disebabkan oleh manusia yaitu menebang hutan
sembarangan. membuang sampah, limbah industri, dan lain sebagainya.
Melindungi dan menjaga daerah tangkapan hujan di kawasan pegunungan agar sela
1
terjaga kesediaan air.
Meningkatkan resapan air tanah untuk menanggulangi sumur resapan dan pembuk
2
lahan.
Mengatur penggunaan air agar tidak terlalu berlebihan sehingga mengurangi perse
3
air.
Melakukan reboisasi di daerah pegunungan agar resapan air selalu terjaga dan untu
5
keseimbangan lingkungan.
6 Kegiatan penghijauan di pinggir jalan raya, daerah perkantoran, dan daerah pusat la
Memperbanyak penggunaan pupuk organic dan pupuk kandang agar menjaga keles
7
tanah
Membuat suaka marga satwa, cagar alam, taman nasional, dan hutan suaka alam u
8
melindungi segala keanekaragaman hayati.
9 Meningkatkan peranan Badan Lingkungan Hidup di tiap daerah.
Trusting- menumbuhkan rasa percaya diri. Pada langkah ini siswa diajarkan
1 bagaimana ia memahami potensi dirinya dan dapat memaksimlkan potensi d
tersebut untuk kepentingan pembelajaran.
Realizing- tahapan ini siswa dapat mewujudkan keinginan dan harapan untu
3 melakukan kebaikan dan hal-hal terbaik. Artinya siswa mengimplementasika
keinginan untuk melakukan perbuatan baik.
Oleh
Pengantar
CV (Biografi):
Email : aloysiuscendana@gmail.com
Pendidikan:
Program Doktoral STT IKAT Jakarta, (S3) Konsentrasi Kepemimpinan Kristen,
lulus 12 Februari 2022, Program Pascasarjana Unair Surabaya, Program Studi
Ilmu-Ilmu Sosial, lulus 23 September 1997; Unika Widya Mandala Madiun,
FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia, lulus 28 November 1992; SMA Islam
Mutmainah Ende, Flores, NTT tahun 1986; SMP Umat Pagal, Flores, NTT
tahun 1984; SD Katolik Pagal, Flores, NTT tahun 1983
Karya Ilmiah 1). Buku Konsep Sosiologi dan Politik, Penerbit Lutfansah
Surabaya; 2). Buku Media Pendidikan Bagaimana Mengelolanya, Penerbit
Ubaya Press; 3). Mutiara Pembangunnan, Penerbit Citra Media, Sidoarjo; 4).
Mutiara Ekonomi, Penerbit Citra Media, Sidoarjo; 5). Filosofis Soeparno
mantan Walikota Surabaya tentang Pembangunan, Penerbit Intrans, Malang
Artikel Ilmiah; 1). Implikasi Kepemimpinan Servant dalam
Pendidikan( https://aksiologi.org › index.php › praja › article › view 2). The
Understanding of Radicalism in Political Context and The Implication in
Republic of Indonesia Unity (1https://doi.org/10.30603/au.v21i2.2376); 3).
Identification of vaccination experience and understanding of Indonesian
society (https://sciencescholar.us/ journal/ index.php/
ijhs/article/view/2207); 4). Determinasi Kebijakan Pemberdayaan
Masyarakat di Daerah Kawasan Agropolitan dalam Program Hulu Hilir
Agromaritim Pertanian (https://journal.unismuh.ac.id /index.php/
kolaborasi/article/view/4124); 5). Kebijakan Anti Radikalisme Dunia
Pendidikan Ditinjau dari Pancasila dan Solusinya; https://aksiologi.org
/index.php/praja/ article/view/179; 6). Book Chapter Keanekaragaman
Budaya, Bahasa dan Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia (Resolusi,
Pergeseran, Pemertahanan, dan Konservasi Kearifan Lokal di Indonesia)
https://repository.penerbiteureka.com /publications /358671/
keanekaragaman-budaya-bahasa-dan-kearifan-lokal-masyarakat-indonesia-
resolusi-pe
Lebih lengkap lihat di SINTA ID : 6748161 dan GS
https://scholar.google.co.id/ citations?user=nF69nXgAAAAJ&hl=en
Referensi
http://www.scirp.org/journal/ojl
http://dx.doi.org/10.4236/ojl.2015.42006
Bryant Phillip, (2017). Servant Leadership: Theory & Practice. Volume 4, Issue
1, Spring.
Oleh:
Dr. Wa Ariadi, SE.,M.Si
Bismillahirrahmanirrahim
Asssalamu Alaikum Wr. Wb, Salam Sejahtera Untuk Kita Semua
Selamat Pagi,
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat, Hidayah,
dan KaruniaNya yang dilimpahkan kepada kita semua sehingga kita dapat
bertemu di sini menghadiri dan menyimak Acara Orasi Ilmiah Dies Natalis Ke
2 dan Kongres Tahunan Kolaborasi Dosen Lintas Negara (KODELN). Pada
kesempatan yang baik ini izinkan saya menyampaikan pidato ilmiah yang
berjudul: Kinerja Pemerintah Daerah Provinsi Papua Melalui Indeks
Pembangunan Manusia
1. PENDAHULUAN
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Amani, Siti Noor dan Ni Made Inna Dariwardani. (2009). Kinerja Provinsi di
Indonesia Sebelum dan Setelah Pemberlakukan Otonomi
Daerah. www.artikel.com
Bastian, Indra, (2010) Akuntansi Sektor Publik Suatu Pengantar Edisi Ketiga.
Penerbit Erlangga :Jakarta.
BIOGRAFI:
Oleh
Dr. I Putu Suiraoka, M.Kes.
Wassalamualaikum wr.wb
Om Santhi Santhi Santhi om
Namo Budaya
Salam sejahtera untuk kita semua
Daftar Pustaka
9,41
10
8,11
7,99
7,88
9
7,81
7,70
7,65
7,51
7,05
8
6,54
7
6
5
4
3
2
1
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Tahun
Komoditas
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Padi 66,49 65,06 69,06 71,28 70,85 75,39 79,35 81,17
Jagung 18,32 17,38 19,38 18,51 19,62 19,62 23,58 28,92
Ubi kayu 23,98 24,07 24,17 23,97 23,44 21,81 20,26 19,89
Ubi Jalar 2,05 2,19 2,48 2,39 2,39 2,29 2,17 1,92
Sumber : BKP, 2018
Luas panen padi sawah dan padi ladang menurut Kecamatan di Kabupaten
Indragiri Hilir dapat dilihat pada Tabel 2. Luas produksi padi sawah terluas
6242 Ha yaitu Kecamatan Keritang, tersempit 5 Ha di Kecamatan Concong.
Luas produksi padi ladang hanya di Kecamtan Kemuning seluas 449 Ha.
Bapak/ibu/hadirin sekalian
Ketahanan pangan dari FAO (1996) ada 4 komponen yang harus dipenuhi
untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu: kecukupan ketersediaan
pangan, stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim
atau dari tahun ke tahun, aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan
sertakualitas/keamanan pangan [14].
Metode pembobotan dalam penyusunan Food Security and Vulnerability
Atlas (FSVA) mengacu variabel yang digunakan dalam perhitungan indeks
berbeda, maka perlu dilakukan secara tertimbang (pembobotan) untuk
membentuk indeks agregat yang disesuaikan dengan tujuannya.
Tabel 2. Pembobotan FSVA Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2019
Indikator Kabupaten Kecamatan
Aspek Ketersediaan Pangan
1. Rasio Konsumsi Normatif terhadap ketersediaan 0,30 0,00
bersih per kapita per hari Sub Total 0,30 0,00
Aspek Akses Pangan
2 Persentase Penduduk di bawah Garis Kemiskinan 0,15 0,20
3 Persentase rumah tangga dengan proporsi 0,075 0,125
pengeluaran untuk pangan lebih dari 65 %
4 Persentase rumah
terhadap total tangga tanpa akses listrik
pengeluaran 0,075 0,125
Sub Total 0,30 0,45
Aspek Pemanfaatan Pangan
5 Persentase rumah tangga tanpa akses ke 0,15 0,18
6 air
Angka Harapan Hidup 0,10 0,13
7 Rata-rata
Bersih lama sekolah perempuan di atas 15 0,05 0,08
9 terhadap
Prevalensitingkat kepadatan penduduk
Balita Stunting 0,05 0,08
Sub Total 0,40 0,55
1. Ketersediaan Pangan
F
Rasio Ketersediaan
Jumlah P food P food
Konsums Pangan
No Kecamatan Penduduk (Ton/Ha (gram/kapita/h
i Serealia
(ribuan) ) ari)
(Z) (gr/Kapita/ha
ri)
1 Keritang 61.203 0.23 29697.6 29697604272.0 1329.40
0 0
2 Kemuning 35.893 5.42 724.56 724561190.00 55.31
3 Reteh 34.97 0.44 8740.59 8740585430.00 684.78
4 Sungai 10.098 0.18 6256.50 6256497860.00 1697.47
Batang
5 Enok 33.999 30.31 122.82 122817580.00 9.90
6 Tanah 24.916 26.64 102.43 102432030.00 11.26
Merah
7 Kuala 14.345 10.88 144.32 144321660.00 27.56
Indragiri
8 Concong 11.66 71.94 17.75 17747500.00 4.17
9 Tembilahan 75.864 2.13 3891.71 3891710410.00 140.54
10 Tembilahan 45.781 0.94 5316.39 5316391440.00 318.16
Hulu
11 Tempuling 31.848 0.69 5065.21 5065214370.00 435.74
12 Kempas 37.574 0.29 14161.8 14161828828.0 1032.62
3 0
13 Batang 26.727 0.49 5923.75 5923752050.00 607.23
Tuaka
14 Gaung Anak 22.476 2.33 1055.54 1055535440.00 128.67
Serka
15 Gaung 36.93 0.76 5311.45 5311448818.00 394.04
16 Mandah 33.416 15.68 233.33 233328810.00 19.13
17 Kateman 37.007 18.26 221.96 221964100.00 16.43
18 Pelangiran 28.718 15.18 207.09 207091972.00 19.76
19 Teluk 8.579 6.15 152.63 152625590.00 48.74
Belengkong
20 Pulau 17.837 6.97 280.87 280873960.00 43.05
Burung
Pada Tabel 4. menunjukkan bahwa daerah tersebut masih berada
dalam kondisi defisit pangan serealia. Begitu juga dilihat antar kecamatan
masih mengalami defisit dimana kecamatan yang mengalami defisit tertinggi
terjadi di Kecamatan Enok dan Concong. ,Ketersediaan netto pangan di
Kabupaten Indragiri Hilir, berdasarkan hasil analisis yang diperoleh
berdasarkan produksi netto pangan serealia yang terdapat di Kabupaten
Indragiri Hilir diketahui berjumlah 112.531 ton [11].
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50
Keterangan :
Prioritas sekor Keterangan
1 ≥0,80 Sangat Rawan Pangan
2 0,64-<0,80 Rawan Pangan
3 0,48-<0,64 Agak Rawan Pangan
4 0,32-<0,48 Cukup Tahan Pangan
5 0,16-<0,32 Tahan Pangan
6 ≤0,16 Sangat Tahan Pangan
0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 2,00
Keterangan :
Prioritas sekor Keterangan
1 ≥0,80 Sangat Rawan Pangan
2 0,64-<0,80 Rawan Pangan
3 0,48-<0,64 Agak Rawan Pangan
4 0,32-<0,48 Cukup Tahan Pangan
5 0,16-<0,32 Tahan Pangan
6 ≤0,16 Sangat Tahan Pangan
Berdasarkan Gambar 5.12 dapat diketahui hasil analisis indeks aspek
pemanfaatan dan penyerapan pangan (IFU) menunjukkan Kuala Indragiri
merupakan kecamatan dengan klasifikasi cukup tahan pangan dengan nilai
indeks 0,36 [20].
Daftar Pustaka
[1] I. Pewista and R. Harini, “Faktor dan Pengaruh Alih Fungsi Lahan
Pertanian Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk di Kabupaten
Bantul. Kasus Daerah Perkotaan, Pinggiran Dan Pedesaan Tahun 2001-
2010,” J. Bumi Indones., vol. 2, 2013, [Online]. Available:
http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/article/view/168.
[2] E. Dharmayanthi, Z. Zulkarnaini, and S. Sujianto, “Dampak Alih Fungsi
Lahan Pertanian Padi Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap
Lingkungan, Ekonomi dan Sosial Budaya di Desa Jatibaru Kecamatan
Bunga Raya Kabupaten Siak,” Din. Lingkung. Indones., vol. 5, no. 1, p. 34,
2018, doi: 10.31258/dli.5.1.p.34-39.
[3] R. Kusniati, “Analisis Perlindungan Hukum Penetapan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan,” Inov. J. Ilmu Huk., vol. 6, no. No 2, pp. 1–30,
2013, [Online]. Available: online-
journal.unja.ac.id/index.php/jimih/article/download/2115/1455.
[4] W. Saputra and S. Budhi, “STUDI ALIH FUNGSI LAHAN DAN DAMPAKNYA
TERHADAP SOSIAL EKONOMI PETANI JAMBU METE DI KECAMATAN
KUBU, KABUPATEN KARANGASEM,” E-Journal Ekon. dan Bisnis Univ.
Undayana, vol. 08, pp. 555–570, 2015.
[5] Oksana, M. Irfan, and M. U. Huda, “Pengaruh Alih Fungsi Lahan Hutan
Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Sifat Kimia Tanah,” J.
Agroteknologi, vol. 3, no. 1, p. 30, 2012.
[6] I. Kurniawan, FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI
LAHAN PADI SAWAH MENJADI KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN
TALAWI KABUPATEN BATU …. repository.umsu.ac.id, 2019.
[7] S. Suwondo, D. Darmadi, and M. Yunus, “Ecosystem Protection and
Management: Political Analysis Ecology of Peatland Use as Plantation
Forest Industry,” J. Pengelolaan Lingkung. Berkelanjutan (Journal
Environ. Sustain. Manag., vol. 2, no. 2, pp. 140–154, 2018, doi:
10.36813/jplb.2.2.140-154.
[8] I. M. Y. Prasada and T. A. Rosa, “Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah
Terhadap Ketahanan Pangan Di Daerah Istimewa Yogyakarta,” J. Sos.
Ekon. Pertan., vol. 14, no. 3, pp. 210–224, 2018, doi:
10.20956/jsep.v14i3.4805.
[9] N. Hidayah, A. H. Dharmawan, and B. Barus, “EKSPANSI PERKEBUNAN
KELAPA SAWIT DAN PERUBAHAN SOSIAL EKOLOGI PEDESAAN,” Sodality
J. Sosiol. Pedesaan, vol. 4, no. 3, 2016, doi:
10.22500/sodality.v4i3.14434.
[10] A. Mun’im, “ANALISIS PENGARUH FAKTOR KETERSEDIAAN, AKSES, DAN
PENYERAPAN PANGAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN
SURPLUS PANGAN: PENDEKATAN PARTIAL LEAST SQUARE PATH
MODELING,” J. Agro Ekon., vol. 6, no. 2, pp. 41–58, 2012.
[11] M. Apriyanto and Rujiah, “Analisis Tingkat Ketahanan Pangan Terhadap
Kerawanan Pangan Menggunakan Metode GIS ( Geographic Information
System ),” J. Food Syst. Agribus., vol. 5, no. 1, pp. 54–61, 2021.
[12] Hartono, Kabupaten Indragiri Hilir Dalam Angka 2020. 2020.
[13] R. Dinas Ketahanan Pangan, Propinsi, “Peta Ketahanan dan Kerentanan
Pangan,” 2018.
[14] N. K. Dewi and I. Rudiarto, “Identifikasi Alih Fungsi Lahan Pertanian dan
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Daerah Pinggiran di Kecamatan
Gunungpati Kota Semarang,” J. Wil. dan Lingkung., vol. 1, no. 2, p. 175,
2013, doi: 10.14710/jwl.1.2.175-188.
[15] M. Apriyanto, K. N. S. Fikri, and A. Azhar, “Sosialisasi Konsep Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan Di Kecamatan Batang Tuaka, Kabupaten
Indragiri Hilir,” PaKMas (Jurnal Pengabdi. Kpd. Masyarakat), vol. 1, no.
1, pp. 8–14, 2021.
[16] Masrukhin, “PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN
BERKELANJUTAN DALAM PERSPEKTIF ALIH FUNGSI LAHAN DI
KABUPATEN CIREBON,” HERMENEUTIKA, vol. 3, no. 2, pp. 370–373,
2019.
[17] A. Amalina, S. D. Binasasi, and H. Purnaweni, “Formulasi Kebijakan
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Di Kabupaten
Karawang,” Gema Publica, vol. 3, no. 2, p. 92, 2018, doi:
10.14710/gp.3.2.2018.92-102.
[18] S. Hidayana, Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi
Sawah. repository.umsu.ac.id, 2019.
[19] K. T. Ayunita, I. A. Putu Widiati, and I. N. Sutama, “Pengendalian Alih
Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan,” J. Konstr. Huk., vol. 2, no.
1, pp. 160–164, 2021, doi: 10.22225/jkh.2.1.2987.160-164.
[20] D. Achmad, “Motivasi Ekonomi Petani Dalam Melakukan Alih Fungsi
Lahan Non Sawit Menjadi Sawit,” Pros. SATIESP, pp. 37–49, 2018.
Biografi
Oleh :
Dr. Sitti Rachmawati Yahya, S.T., M.TI.
(1)
di mana 𝑓 (𝑥, 𝑦) adalah bayangan asli, dan R adalah satuan koefisien tingkat
perbedaan nyata dengan menggunakan persamaan berikut:
(2)
Oleh karena itu, maka saya menambahkan rumus untuk mengikis sedikit
demi sedikit warna latar yang gelap itu dengan menggunakan rumus /
persamaan berikut:
(3)
Pk : tingkat warna piksel keluaran,
qk : tingkat warna dalam piksel masukan,
fmaks: nilai tingkat warna maksimum dalam gambar masukan,
fmin : nilai tingkat warna minimum pada gambar masukan,
maks dan min: level warna maksimum dan minimum nilai yang menentukan
rentang warna gambar yang teratur
(4)
dengan 𝑔̇ (𝑥,𝑦) adalah hasil dari transformasi gambar sementara 𝑔(𝑥,𝑦) adalah
gambar
masukan, R adalah koefisien seperti persamaan (2) dan nilai tetap k = 0.8,
abu-abu di jendela tengah (i, j) dan M adalah rata-rata dari bayangan aslinya.
Pada percobaan kali ini penulis menggunakan window size atau region, yaitu
31 × 31 seperti yang disarankan oleh [18]. Semakin besar nilai teritori
semakin sedikit noise di latar belakang dan semakin gelap objek gambar juga.
Piksel pada suatu objek diproses sehingga warna objek sepenuhnya lebih
gelap menggunakan M variabel yang merupakan nilai rata-rata untuk 2
dimensi dihitung untuk semua elemen dalam satu referensi pada input
gambar sampai nilai piksel pada objek memiliki nilai yang mendekati nilai
piksel objek tetangganya. Setelah itu, warna latar belakang lebih tercerahkan
untuk melihat perbedaannya antara objek dan latar belakang dengan
menggunakan variabel 𝑚(𝑖,𝑗) digandakan. Gambar 3 merupakan gambar
proses PMT.
Gambar 3. Hasil proses citra PMT dengan nilai ST = 31 dan nilai k = 0.8. Latar
belakang pada proses PMT tidak lebih gelap dan lebih terang dari gambar
pada Gambar 1.
dengan nilai 𝛼 = 0.1, max dan min adalah nilai piksel maksimum dan
minimum pada 𝑔̇ (𝑥,𝑦) yang merupakan citra hasil proses PMT secara
berurutan sedangkan 𝑔̈ (𝑥,𝑦) merupakan citra NII Proses. NII dapat
mengurangi noise yang masih ada pada background gambar menjadi
dimatikan dan menjadi lebih bersih walaupun noise pada background
gambar lebih sedikit.
Setelah citra diproses menggunakan persamaan (4), kemudian dicari nilai
intensitas piksel dengan melakukan peregangan histogram citra. Citra hasil
proses NII yang dapat dilihat pada Gambar 4 tampak memiliki background
yang lebih sedikit dibandingkan dengan citra hasil proses PMT tanpa
mengurangi warna hitam pada obyek.
Gambar 4. Hasil citra proses NII tampak memiliki background yang lebih
sedikit dibandingkan citra hasil proses PMT tanpa mengurangi warna hitam
objek. Proses tata letak NII setelah dilakukan pengaturan kontras citra
dengan melakukan peregangan nilai intensitas citra dengan nilai rendah
sebesar 0,25 dan citra dengan nilai intensitas tinggi sebesar 0,35.
(6)
dengan𝑔̂(𝑥,𝑦) adalah citra keluaran setelah biner [19], 𝑔̈ (𝑥,𝑦) merupakan hasil
citra setelah menggunakan clustering K-Means, dan threshold adalah nilai
ambang batas otomatis PP berdasarkan tahap dua histogram.
b
Gambar 6. Hasil citra setelah NII menggunakan K-Means clustering dan nilai
threshold otomatis PP menjadi citra biner. Gambar Naskah Jawi lama MS61
memiliki nilai ambang binary threshold 𝑔⃛(𝑥,𝑦) adalah 78.
Rumus PAM dapat dilihat pada persamaan (7) dan (8) berikut ini:
dengan 𝑔⃛(𝑥,𝑦) adalah citra keluaran setelah biner [18], 𝑔̈ (𝑥,𝑦) adalah K-Means,
dan ambang batas adalah ambang batas otomatis PP berdasarkan histogram
tingkat kedua. Hasil gambar setelah menggunakan metode NII dapat dilihat
pada Gambar 7.
, (7)
, (8)
𝑔⃛(𝑥,𝑦) sebuah citra hasil proses NII yang telah disempurnakan dengan
menggunakan nilai threshold 100, 𝛾 citra pada 𝛿(𝑥,𝑦) adalah hasil proses filter
untuk pengaturan matriks dua dimensi. Pada persamaan (8), 𝛿(𝑥,𝑦)
merupakan hasil proses NII yang telah menggunakan citra Median Filtering
untuk matriks array dua dimensi, ukuran window adalah 20 x 20, dan C adalah
konstanta dengan nilai 0,03. Untuk menghilangkan noise yang tidak
diinginkan, maka filter Median kembali digunakan dengan ukuran kernel 3 x
3 untuk gambar𝑔̂(𝑥,𝑦) .
Contoh gambar pada Gambar 6(b) masih kurang apik dan kurang jelas.
Dengan demikian, diperluas menggunakan filter Median dan hasil akhir dari
citra menjadi citra biner dapat dilihat pada Gambar 7. Citra sebaiknya
menggunakan filter berukuran untuk mengurangi noise yang berlebihan
pada citra. Setelah noda dan noise berkurang maka karakter Jawi masih
berwarna. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan rumus seperti di bawah
ini, yaitu:
𝐺 = 𝐿1 𝑥 𝐿1 (9)
dengan 𝐺 adalah gambar yang dihasilkan setelah proses biner, 𝐿1 adalah
gambar yang dihasilkan dari proses filter median. Hasil akhir citra
menggunakan median filter dan menggunakan proses PAM, noise pada
background citra berkurang dan karakter Jawi pada citra mulai muncul.
Untuk gambar hasil PAM dapat dilihat pada Gambar 7. Untuk lebih jelas hasil
tahap pembersihan contoh gambar (menggunakan gambar Im61 dan Im69).
a
b
Gambar 7. Hasil citra NII diolah menggunakan persamaan (6) dan (7) dan itu
mempengaruhi gambar PAM. (a) Gambar Im69, (b) Gambar Im61.
a b c d e
f g h i j k
Rumus KINH untuk pengolahan citra dapat dilihat pada Tabel 1 dengan
menggunakan rumus pada persamaan (10) di bawah ini yang telah
dikemukakan oleh [23].
𝜇
𝐾𝐼𝑁𝐻 = 𝜎 (10)
dengan 𝜇 adalah nilai rata-rata sinyal atau nilai yang diharapkan dan 𝜎 adalah
standar deviasi dari perkiraan noise / derau. Untuk memastikan tingkat
akurasi setiap citra, sinyal untuk rasio noise (KINH) lebih berguna untuk
mengklasifikasi citra menurut tingkat kualitas dibandingkan dengan Bit Error
Level (TKBBER) per piksel pada setiap citra. Persamaan (11) adalah nilai
TKBBER yang digunakan pada Tabel 1 seperti yang disarankan oleh [24].
Persamaan (11) pada jumlah bit yang salah berguna untuk mengetahui
sebagian besar kesalahan bit per piksel pada setiap gambar. Tabel 1
menunjukkan klasifikasi gambar berdasarkan nilai TKBBER dan jumlah bit
yang salah pada setiap gambar yang diklasifikasikan.
TABLE I
CLASSIFICATION OF THE ORIGINAL IMAGE ON 11 OLD IMAGES OF THE J AWI MANUSCRIPT BASED ON KINH AND
TKBBER VALUE THAT DIVIDED INTO 3 TYPES OF DAMAGE
(12)
dengan A0 adalah area latar depan dari gambar dasar dan Ar adalah area latar
depan pada gambar hasil nilai ambang.
TABLE II
THE VALUE OF TKB ON EACH OF ELEVEN PAGES OF OLD J AWI MANUSCRIPT IMAGES TESTED USING DIFFERENT
METHODS.
TABLE III
KINH VALUE FROM THE REFERENCE IMAGE OF EACH ELEVEN PAGES OF OLD JAWI MANUSCRIPT IMAGES TESTED ON
FOUR DIFFERENT METHODS.
TABLE IV
PRECISION AND RECALL RAE TKB IN EACH OF THE ELEVEN PIECES OF OLD J AWI MANUSCRIPT IMAGES TESTED IN
FOUR DIFFERENT METHODS
Gambar 9. Gambar ini mengacu langsung pada Table 3. Pada gambar (a),
Citra Im69 adalah citra dengan latar belakang tidak rata yang memiliki nilai
KINH (kecuali Metode PAM) lebih besar dari citra lain pada masing-masing
metode. (b) Citra Im99 adalah citra pada efek pemuaian yang memiliki nilai
KINH lebih besar dari citra lainnya pada masing-masing metode. (c) Citra
Im61 adalah citra efek perluasan dari bintik-bintik yang memiliki nilai KINH
lebih besar dari citra lainnya pada masing-masing metode.
Gambar 10. Gambar ini mengacu langsung pada Tabel 4. Nilai TKB akurasi
PAM lebih besar dibandingkan dengan akurasi metode lainnya pada citra
background tidak rata (a), pada citra efek mengembang (b), dan pada citra
efek yang diperluas dari goresan (c).
Gambar 11. Perbedaan hasil citra Im69 per metode yang digunakan dalam
percobaan ini. (a) adalah hasil citra Im69 menggunakan Metode MNAO, (b)
menggunakan Metode MNAP, (c) menggunakan Metode MNATA dan (d)
menggunakan Metode yang Disarankan (PAM).
Kesimpulan
Referensi
[1] E. Ahmadia, Z. Azimifara, M. Shamsa, M. Famouria, and M. J. Shafiee,
“Document image binarization using a discriminative structural classifier”,
Pattern Recognition Letters, vol. 63, pp. 36–42, June. 2015.
[2] F. Kasmin, A. Abdullah, and A.S. Prabuwono, “Weight determination for
supervised binarization algorithm based on QR decomposition”, Jurnal
Teknologi UTM, vol. 79, pp. 97-106, January 2017.
[3] Al-Qudah, M. K., M. Nasrudin, B. Bataineh, and K. Omar, “A Novel simple
thresholding for uneven illuminated document images captured via handheld
devices”, Asian Journal of Information Technology, vol. 15(16), pp. 2927-
2936, 2016.
[4] T. Celik, “Spatial entropy-based global and local image contrast
enhancement”, IEEE Transactions on Image Processing, vol. 23(12), pp. 5298-
5308, Dec. 2014.
[5] Y. Chen, and L. Wang, “Broken and degraded document images
binarization”, Neurocomputing Journal, vol. 237, pp. 272-280, May 2017.
[6] Manuscripts, National Library of Malaysia (Perpustakaan Negara
Malaysia, PNM) (April
27, 2009), http://www.pnm.gov.my/pnmv3/index.php?id=84.
[7] X. Fu, D. Zeng, Y. Huang, Y. Liao, X. Ding, and J. Paisley, “A fusion-based
enhancing method for weakly illuminated images”, Signal Processing Journal,
Elsevier, vol. 129, pp. 82-96, December 2016.
[8] R. Gal, N. Kiryati, and N. Sochen, “Progress in the restoration of image
sequences degraded by atmospheric turbulence”, Pattern Recognition
Letters, vol. 48, pp. 8-14, Oct. 2014.
[9] N. Mitianoudis, and N. Papamarkos, ” Document image binarization using
local features and gaussian mixture modelling”, Journal of Image and Vision
Computing, vol. 38(c), June 2015.
[10] H. Z. Nafchi, R. F. Moghaddam, and M. Cheriet, “Phase-Based
binarization of ancient document images: model and applications”, IEEE
Transactions on Image Processing, vol. 23(7), pp. 2916-2930, July 2014.
[11] J. Natarajan, and I. Sreedevi, “Enhancement of ancient manuscript
images by log based binarization technique”, vol. 75, pp. 15-22, May 2017.
[12] J. Parker, O. Frieder, and G. Frieder, “Automatic enhancement and
binarization of degraded document images”, Conference: Document Analysis
and Recognition (ICDAR), August 2013.
[13] S. S. Negi, and Y. S. Bhandari, “A hybrid approach to Image enhancement
using contrast stretching on image sharpening and the analysis of various
cases arising using histogram”, International Conference on Recent
Advances and Innovations in Engineering (ICRAIE), IEEE, 2014.
[14] S. R. Yahya, S. N. H. Sheikh Abdullah, K. Omar, M. S. Zakaria, and C. Y.
Liong, “Review on image enhancement methods of old manuscript with
damaged background”, International Journal on Electrical Engineering and
Informatics, vol. 2(1), January 2010.
[15] Munteanu, and A. Rosa, “Gray-scale image enhancement as an
automatic process driven by evolution”, IEEE Transactions on Systems,
Man, and Cybernetics, vol. 34(2), April 2004.
[16] N. Mokhtar, N. H. Harun, M. Y. Mashor, Roseline, N. Mustafa, R. Adollah,
Adillah, and N. F. M. Nasir, “Image enhancement techniques using
local, global, bright, dark, and partial contrast stretching for acute leukemia
Images”, Proceedings of the World Congress on Engineering (WCE), vol. 1,
London UK, July 2009.
[17] S. Roy, P. Shivakumara, H. A. Jalab, R. W. Ibrahim, U. Pal, and T. Lu,
“Fractional poisson enhancement model for text detection and recognition
in video frames”, Pattern Recognition, vol. 52, pp. 433-447, 2016.
[18] M. K. Alqudah, M. F. Nasrudin, B. Bataimeh, M. Alqudah, and A.
Alkhatatneh, “Investigation of binarization techniques for unevenly
illuminated document images acquired via handheld cameras”, International
Conference on Computer, Communications, and Control Technology
(I4CT), pp. 524-529, 2015.
[25] K. A. Phillips, J. H. Reed, and W. H. Tranter, “Minimum BER adaptive
filtering”, IEEE International Conference on ICC, vol. 3, pp. 1675-1680, June
2000.
[26] N. Otsu, “A threshold selection method from gray-level histograms”,
IEEE Trans. Sys., Man., Cyber, vol. 9, Pp. 62–66, 1979.
[27] Q. Chen, Q. Sun, P. A. Heng, and D. S. Xia, “A double threshold Image
Binarization Method Based on Edge Detector”, Pattern Recognition, vol.
41(4), pp. 1254–1267, 2007.
[28] N. Ray, and B. N. Saha, “Edge sensitive variational image thresholding”,
IEEE International Conference Image Processing, (ICIP 2007), vol. 6, pp. 37-
40, 2008.
[29] W. Boussellaa, A. Bougacha, A. Zahour, H. El Abed, and A. Alimi,
“Enhanced text extraction from arabic degraded document images using EM
Algorithm”, International Conference on Document Anlaysis and Recognition
(ICDAR), pp. 743-747, 2009.
[30] C. C. Fung, and R. Chamchong, “A Review of evaluation of optimal
binarization technique for character segmentation in historical manuscripts”,
Third International Conference on Knowledge Discovery and Data Mining, pp.
236-240, 2010.
[19] S. He, P. Samara, J. Burgers, and L. Schomaker, “A Multiple-label guided
clustering algorithm for historical document dating and localization”, IEEE
Transactions on Image Processing, vol. 25(11), pp. 5252-5265, Nov. 2016.
[20] J. Wen, S. Li, and J. Sun, “A new binarization method for non- uniform
illuminated document image”, Pattern Recognition, vol. 46(6), pp. 1670-
1690, June 2013.
[21] D. N. Satange, S. S. Bobde, and S. D. Chikate, “Historical document
preservation using image processing technique”, International Journal
of Computer Science and Mobile Computing, vol. 2(4), pp. 247-255, April
2013.
[22] B. Bataineh, S. N. H. S. Abdullah, and K. Omar, “Adaptive binarization
method for degraded document images based on surface contrast variation”,
Pattern Analysis and Applications, vol. 20(3), pp. 639-652, August. 2017.
[23] J. T. Bushberg, J. A. Seiert, E. M. Leidholdt JR, and J. M. Boone,
“The essential physics of medical imaging”, (2e), European Journal Of Nuclear
Medicine And Molecular Imaging, Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins, vol. 30(12), pp. 280, 2002.
[24] G. Breed, “Bit error rate: Fundamental concepts and measurement
issues”, High Frequency Electronics, 2003.
[31] D. Albashish, S. Sahran, A. Abdullah, N. A. Shukor, and H. S. M.
Pauzi, “Lumen-nuclei ensemble machine learning system for diagnosing
prostate cancer in histopathology images”, Pertanika J. Sci. & Technol, vol. 25
(S), pp. 39 – 48, 2017.
[32] A. Qasem, S. N. H. Sheikh Abdullah, S. Sahran, R. I. Hussain, “An Accurate
rejection model for false positive reduction of mass localization in
mammogram”, Pertanika J. Sci. & Technol, vol. 25(S), pp. 49 – 62, 2017.
[33] A. B. Al-Naqeeb, and M. J. Nordin, “Robustness watermarking
authentication using hybridisation DWT-DCT and DWT-SVD”, Pertanika J. Sci.
& Technol, vol. 25(S), pp. 73 – 86, 2017.
[34] S. M. M. Kahaki, M. J. Nordin, W. Ismail, S. J. Zahra, R. Hassan, “Blood
cancer cell classification based on geometric mean transform and
dissimilarity metrics”, Pertanika Journal of Science and Technology, vol.
25(S6), pp. 223-234, June 2017.
[35] S. Hakak, A. Kamsin, J. Veri, R. Ritonga, T. Herawan, “A Framework
for Authentication of Digital Quran”, Information Systems Design and
Intelligent Applications. Advances in Intelligent Systems and Computing, vol.
672, Springer, Singapore, March 2018.