Anda di halaman 1dari 36

Tax Planning atas

Objek Withholding Tax


(selain PPh Pasal 21)

TM 4:
Irsan Lubis
MANAJEMEN PERPAJAKAN

Withholding Tax

Withholding Tax System merupakan istilah perpajakan, dimana Wajib Pajak


Orang Pribadi maupun Badan Dalam Negeri diberi kepercayaan oleh
peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan kewajiban memotong
pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada penerima penghasilan.

 Memotong/Memungut pajak
 Melaporkan pajak yang dipotong/dipungut ke Kantor Pajak
 Menyetorkan pajak ke Kas Negara

Withholding Tax = PPh Pemotongan/Pemungutan (PPh PotPut)

1
Withholding Tax di Indonesia

 PPh Pasal 21/26


 PPh Pasal 4 ayat 2
 PPh Pasal 15
 PPh Pasal 22
 PPh Pasal 23
 PPh Pasal 24

Tax Planning atas Withholding Tax (selain PPh Psl 21)

1. Perhatikan Klausul Pajak dalam Perjanjian/Kontrak


 Jenis & rincian pekerjaan, termin pembayaran, jenis pajak, tarif pajak,
pihak yang menanggung pajak

2. Perhatikan Posisi sebagai sebagai Pemotong/pemungut atau sebagai Pihak


yang dipotong/dipungut
 Kewajiban memotong/memungut, menyetor dan melaporkan pajak itu
berbeda antara Pihak Pemotong/pemungut dengan Pihak yang
dipotong/dipungut

2
Tax Planning atas Withholding Tax (selain PPh Psl 21)

3. Memanfaatkan Grey Area dalam ketentuan PPh Potput


 Dapat melalui riset atas kasus putusan pajak, jasa konsultan pajak atau
private ruling.
Private ruling adalah pengajuan surat klarifikasi WP kepada DJP meminta
penegasan bagaimana peraturan perpajakan diterapkan pada suatu transaksi
atau situasi pajak tertentu

4. Peran bagian Keuangan soal bukti Potput dan Akuntansi soal pencatatan
jurnal transaksi serta penyesuaian
 Meminta bukti pemotongan PPh / bukti setor PPh (wajib ada)
Pencatatan jurnal memperhatikan prinsip accrual vs cash basis

Tax Planning atas Withholding Tax (selain PPh Psl 21)

5. Lakukan Ekualisasi PPh Potput


 Ekualisasi pos beban L/R versus SPT Masa & SPT Badan, bagi Pihak
Pemotong
Ekualisasi pos pendapatan usaha dan luar usaha L/R versus Bukti-bukti
Pemotongan/Pemungutan, bagi Pihak yang Dipotong
6. Hindari pengenaan Sanksi Perpajakan
 Kapan saat terutang pajak
Kapan batas waktu penyetoran pajak
Kapan batas waktu pelaporan pajak
Apa saja sanksi perpajakan dan besarnya sanksi perpajakan

3
Tax Planning atas Withholding Tax (selain PPh Psl 21)

7. Manfaatkan Fasilitas & Insentif perpajakan


 Update peraturan terbaru
Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak
Pemberian Fasilitas & Insentif pajak di masa pandemi

PPh Final Pasal 4 ayat (2)

4
Objek dan Tarif PPh Pasal 4 ayat 2 (11)

Obyek Tarif Dasar Sifat


PPh Perhitungan
1. Persewaan Tanah 10% Jumlah Bruto Nilai Persewaan (termasuk Final
dan/atau Bangunan biaya perawatan, pemeliharaan,
keamanan, fasilitas lainnya, dan service
charge, baik perjanjian dibuat secara
terpisah maupun disatukan)

Obyek Tarif Dasar Sifat


PPh Perhitungan
2. Penghasilan dari Pengalihan Hak
atas Tanah dan/atau Bangunan
a. Bukan Usaha Pokok: 5% Jumlah Bruto Nilai Pengalihan Final
b. Usaha Pokok:
- Pengalihan hak atas RS/RSS 1% Jumlah Bruto Nilai Pengalihan Final
- Pengalihan lainnya 5% Jumlah Bruto Nilai Pengalihan Final

5
Obyek Tarif Dasar Sifat
PPh Perhitungan
3. Usaha Jasa Konstruksi
a. Jasa Pelaksanaan Konstruksi yg dilakukan oleh
Penyedia Jasa yg
- memiliki kualifikasi usaha kecil 2% Penghasilan Bruto Final
- memiliki kualifikasi usaha selain kecil 3% Penghasilan Bruto Final
- tidak memiliki kualifikasi usaha 4% Penghasilan Bruto Final
b. Jasa Perencanaan Konstruksi/Pengawasan
Konstruksi yg dilakukan oleh Penyedia Jasa yg
- memiliki kualifikasi usaha 4% Penghasilan Bruto Final
- tidak memiliki kualifikasi usaha 6% Penghasilan Bruto Final

PPh Final atas Usaha Jasa Konstruksi


Penggolongan Kualifikasi Usaha (ditentukan oleh LPJK)

6
Obyek Tarif Dasar Sifat
PPh Perhitungan
4. Hadiah Undian 25% Jumlah Bruto Hadiah Undian Final

5. Dividen yang Diterima atau 10% Jumlah Bruto Dividen yg Final


Diperoleh WP Orang Pribadi Diterima termasuk dividen dari
Dalam Negeri perusahaan asuransi kpd
Dividen dikecualikan sebagai objek pajak pemegang polis & pembagian
(Pasal 111 UU 11/2020 Cipta Kerja) SHU koperasi

Obyek Tarif Dasar Sifat


PPh Perhitungan
6. Transaksi Penjualan Saham di
Bursa Efek
a. Selain IPO (Initial Public Offering) 0,1% X Nilai Transaksi Final
b. IPO (0,1% X Nilai Transaksi) + (0,5% X nilai Final
saham pasar saat IPO)

7
Obyek Tarif Dasar Sifat
PPh Perhitungan
7. Bunga deposito & tabungan serta 20% (utk WPDN & Jumlah Bruto Final
diskonto SBI BUT) atau Tarif P3B Bunga
(utk WPLN)
Pengecualian:
a. Bunga deposito & tabungan serta diskonto SBI sepanjang jumlah deposito & tabungan serta SBI tsb < Rp 7,5 juta & bukan
merupakan jumlah yg dipecah-pecah.
b. Bunga & diskonto yg diterima atau diperoleh bank yg didirikan di Indonesia / cabang bank LN di Indonesia.
c. Bunga deposito & tabungan serta diskonto SBI yg diterima atau diperoleh Dana Pensiun yg telah disahkan MenKeu, sepanjang
dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 29 UU 11 Thn 1992.
d. Bunga tabungan pd bank yg ditunjuk Pemerintah dlm rangka pemilikan rumah sederhana & sangat sederhana, kapling siap bangun
utk rumah sederhana & sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sepanjang utk dihuni sendiri.

Obyek Tarif Dasar Sifat


PPh Perhitungan
8. Bunga / Diskonto Obligasi
- WP DN & BUT 15% Jumlah bruto bunga sesuai dgn Final
- WP LN selain BUT 20% / masa kepemilikan obligasi
Tarif P3B
Pengecualian:
a. WP dana pensiun yg pendirian / pembentukannya telah disahkan oleh MenKeu & memenuhi
persyaratan sebagaimana diatur dlm Pasal 4 ayat (3) huruf h UU PPh
b. WP bank yg didirikan di Indonesia / cabang bank LN di Indonesia

8
Obyek Tarif Dasar Sifat
PPh Perhitungan
9. Bunga Simpanan yg Dibayarkan Koperasi
kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi
a. < Rp 240 ribu 0% Jumlah Bruto Final
b. > Rp 240 ribu 10% Jumlah Bruto Final

Bagian laba/SHU Koperasi dikecualikan sebagai


objek pajak (Pasal 111 UU 11/2020 Cipta Kerja)

Obyek Tarif Dasar Sifat


PPh Perhitungan
10. Penghasilan perusahaan modal ventura dari 0,1% Jumlah Bruto Final
transaksi penjualan saham atau pengalihan Nilai Transaksi
penyertaan modal pd perusahaan pasangan Penjualan/Pengal
usahanya ihan Penyertaan
Modal
Syarat :
− Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yg melakukan kegiatan dlm sektor-sektor usaha yg ditetapkan
oleh MenKeu; dan
− Sahamnya tidak diperdagangkan di BEI.

9
Obyek Tarif Dasar Sifat
PPh Perhitungan
11. Penghasilan dari usaha yg diterima/dperoleh 0,5% Jumlah Final
WP yg memiliki peredaran bruto tertentu Peredaran Bruto
− WP OP / WP Badan; dan Setiap Bulan
− Menerima penghasilan dari usaha (tidak termasuk
penghasilan dari jasa sehubungan dgn pekerjaan
bebas), dengan peredaran bruto < Rp 4,8 M dalam
1 Tahun Pajak
Pengecualian: a). WP OP yg melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yg dalam usahanya
menggunakan sarana atau prasarana yg dpt dibongkar pasang; b). WP badan yg belum beroperasi secara
komersial; c). WP badan yg dalam jangka waktu 1 tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh
peredaran bruto > Rp 4,8 M; d. WP BUT

PPh Pasal 15 Final & Tidak Final

10
Objek dan Tarif PPh Pasal 15 (5)

Obyek Tarif Dasar Sifat


PPh Perhitungan
1. Perusahaan Pelayaran Dalam 1,2% Peredaran Bruto Final
Negeri

2. Charter Penerbangan Dalam Negeri 1,8% Peredaran Bruto yg Tidak


diterima berdasarkan Final
perjanjian charter

3. Perusahaan Pelayaran dan/atau 2,64% Peredaran Bruto Final


Penerbangan Luar Negeri

Obyek Tarif Dasar Sifat


PPh Perhitungan
4. Kantor Perwakilan Dagang Asing 0,44% Nilai Ekspor Bruto Final
(KPDA) (representative office/liaison / Tarif
office) di Indonesia P3B Penghasilan neto =
1% X nilai ekspor
bruto
5. WP yg melakukan kegiatan 7% x tarif Total biaya pembuatan Final
usaha jasa maklon (Contract tertinggi /perakitan barang tidak
Manufacturing) internasional di Pasal 17 termasuk biaya pemakaian
bidang produksi mainan anak- bahan baku (direct materials)
anak

11
PPh Pasal 22

Objek PPh Pasal 22

Kegiatan usaha di bidang impor dan kegiatan usaha di bidang lain yang
memperoleh pembayaran atas barang dari APBN/APBD yang dilakukan
dengan atau melalui pemungut-pemungut yang ditunjuk.

12
Objek PPh Pasal 22 (8)

1. Impor
2. Pembelian Barang oleh Bendahara Pemerintah & Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA) sebagai pemungut pajak
3. Pembelian barang dan atau bahan untuk keperluan usaha oleh BUMN
4. Penjualan hasil produksi kpd Distributor di Dalam Negeri oleh badan yg
bergerak di bidang usaha:
a. Industri Semen
b. Industri Kertas
c. Industri Baja
d. Industri Otomotif
e. Industri Farmasi

5. Penjualan BBM, BBG, dan Pelumas oleh Pertamina dan badan usaha lain
yang bergerak di bidang bahan bakar
6. Pembelian bahan dari pedagang pengumpul, utk keperluan industri /
eksportir yg bergerak di sektor kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan
7. Pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam dari Orang
pribadi atau Badan pemegang izin usaha pertambangan
8. Pembelian barang yg tergolong sangat mewah (dipungut oleh WP Badan
penjual)

13
Pemungut Pajak PPh Pasal 22 (9)
1) Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
2) Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
3) Bendahara Pengeluaran
4) Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar
5) BUMN/BUMD
6) Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Set (PPA), PT Telkom, PT PLN, PT Garuda Indonesia, PT
Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina dan bank bank BUMN
7) Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri
otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri.
Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum
kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
8) Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan
bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
9) Industri dan eksportir dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan,
atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.

1
Tarif & Objek Impor (6)

1) Impor barang tertentu tercantum dalam Lampiran I (244 barang)  Tarif


10% dari nilai impor
2) Impor barang tertentu tercantum dalam Lampiran II (568 barang)  Tarif
7,5% dari nilai impor
3) Impor khusus impor kedelai, gandum, dan tepung terigu (Lampiran III) 
Tarif 0,5% dari nilai impor
4) Impor menggunakan Angka Pengenal Impor (API)  Tarif 2,5% dari nilai
impor

14
5) Impor tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API)  Tarif 7,5%
dari nilai impor
Perkecualian:
• Impor barang dan/ atau penyerahan barang yang tidak terutang
Pajak Penghasilan (harus ada SKB)
• Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan / atau
PPN
• Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata nyata dimaksudkan
untuk diekspor kembali.
• Impor kembali (re-impor) (tanpa SKB)

6) Ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan


logam tercantum dalam Lampiran IV, kecuali yang dilakukan oleh Wajib
Pajak yang terikat dalam perjanjian kerjasama pengusahaan
pertambangan dan Kontrak Karya  Tarif 1,5% dari nilai ekspor

15
Nilai Impor, Saat Terutang & Saat Penyetoran PPh 22 Impor

1. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yg menjadi dasar penghitungan


Bea Masuk yaitu Cost, Insurance, and Freight (CIF) ditambah dengan Bea
Masuk dan pungutan lainnya yg dikenakan berdasarkan ketentuan
pabean di bidang impor.
2. Saat terutang PPh Pasal 22 Impor yaitu saat pembayaran bea
masuk/penyelesaian dokumen
3. Pemungutan PPh 22 impor barang dilaksanakan dengan cara penyetoran
oleh importir yg bersangkutan ataupun DJBC ke kas negara (melalui
Kantor Pos, bank devisa, atau bank yg ditunjuk oleh MenKeu)

2
Pembelian Barang oleh Bendahara Pemerintah & KPA
sebagai Pemungut Pajak

- Atas pembelian barang  Tarif 1,5% dari Harga Pembelian (tidak termasuk
PPN)
Perkecualian:
1) Pembayaran atas pembelian yang dilakukan oleh pemungut pajak (tanpa
SKB) jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000,- untuk Bendahara & KPA
2) Pembayaran untuk:
a) Pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-
benda pos
b) Pemakaian air dan listrik

16
Saat Terutang PPh Pasal 22 Bendahara & KPA

Saat terutang PPh Pasal 22 yaitu saat pembayaran atas Pembelian Barang/Jasa
dari APBN/APBD oleh Bendahara dan KPA

3
Pembelian Barang dan/atau Bahan untuk Keperluan
Usaha oleh BUMN

Kelompok BUMN sebagai Pemungut PPh Pasal 22


a. PT Pertamina, PT PLN, PT PGN Tbk, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT
Garuda Indonesia Tbk, PT Pembangunan Perumahan Tbk, PT Wijaya Karya
Tbk, PT Adhi Karya Tbk, PT Hutama Karya, PT Krakatau Steel
b. Bank BUMN

(PER-06/PJ/2013)

17
Tarif & Objek Pajak

- Atas pembelian barang  Tarif1,5% dari harga pembelian tidak termasuk


PPN
Perkecualian:
1) Pembayaran atas pembelian yang dilakukan oleh pemungut pajak (tanpa
SKB) jumlahnya paling banyak Rp.10.000.000,- untuk BUMN dan Badan
Usaha Tertentu dimiliki BUMN
2) Pembayaran untuk:
a) Pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-
benda pos
b) Pemakaian air dan listrik

4
Penjualan Hasil Produksi oleh Badan Tertentu

Objek & Tarif


Penjualan hasil produksi kepada Distributor di Dalam Negeri oleh Badan
yang bergerak di Bidang usaha:
a. Industri Semen  Tarif 0,25% x DPP PPN
b. Industri Kertas  Tarif 0,1% x DPP PPN
c. Industri Baja  Tarif 0,3% x DPP PPN
d. Industri Otomotif  Tarif 0,45% x DPP PPN
Yang ditunjuk sebagai Pemungut termasuk ATPM (Agen Tunggal Pemegang
Merek), APM (Agen Pemegang Merk), Importir Umum Kendaraan Bermotor
e. Industri Farmasi  Tarif 0,3% x DPP PPN

18
5
Penjualan BBM, BBG, dan Pelumas oleh Pertamina dan
Badan usaha lain di bidang bahan bakar

Objek, Tarif & Sifat PPh Pasal 22


Penjualan BBM, BBG, dan Pelumas oleh Pertamina dan Badan usaha lain yang
bergerak di bidang bahan bakar kepada:
1. SPBU Swasta  Tarif 0,3% x Penjualan
2. SPBU Pertamina  Tarif 0,25% x Penjualan
3. BBG & Pelumas  Tarif 0,3% x Penjualan

Sifat PPh Pasal 22


Penjualan kepada Agen/penyalur  PPh Pasal 22 Final
Penjualan kepada Selain agen/penyalur  PPh Pasal 22 Tidak Final

6
Pembelian Bahan dari Pedagang Pengumpul

Pedagang Pengumpul adalah Badan/Orang Pribadi yang kegiatan


usahanya:
a. Mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan
perikanan; dan
b. Menjual hasil tsb kepada badan usaha industri dan eksportir yg bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan
perikanan.

19
Pembelian bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industri/ eksportir
yang bergerak di sektor Kehutanan, Perkebunan, Pertanian, Peternakan dan
Perikanan  Tarif 0,25% x Harga Pembelian (tidak termasuk PPN)
Perkecualian:
Pembayaran atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor
jumlahnya paling banyak Rp.20.000.000,-

7
Pembelian Batubara, Mineral logam, dan Mineral bukan
logam

Pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam dari Orang
Pribadi atau Badan Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP)
 Tarif 1,5% x Harga Pembelian (tidak termasuk PPN)

20
8
Pembelian Barang yg tergolong Sangat Mewah

Jenis Barang yg tergolong sangat mewah


Pembelian barang yang tergolong sangat mewah (dipungut oleh WP Badan
penjual)
1. Pesawat udara pribadi, harga jual > Rp 20 M
2. Kapal pesiar & sejenisnya, harga jual > Rp 10 M
3. Rumah beserta tanahnya, harga jual/ harga pengalihan > Rp10 M & luas bangunan
> 500 m
4. Apartemen, kondominium,& sejenisnya, harga jual/pengalihannya > Rp 10 M
dan/atau luas bangunan >400 m2
5. Kendaraan bermotor roda 4 pengangkutan orang < 10 orang (sedan, jeep, sport
utility vehicle, multi purpose vehicle, minibus, & sejenisnya, harga jual > Rp 5 M dan
kapasitas silinder > 3000 cc.

Tarif PPh Pasal 22

Pembelian barang yg tergolong sangat mewah (dipungut oleh WP Badan


penjual)  Tarif 5% x Harga Jual (tidak termasuk PPN & PPnBM)

21
PPh Pasal 23

Pemotong PPh Pasal 23 (4)

1. Badan Pemerintah;
2. Subjek pajak badan dalam negeri;
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau perwakilan perusahaan dalam negeri;
4. Orang Pribadi sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) yang ditunjuk oleh
Direktorat Jenderal Pajak, yaitu:
a) Akuntan, arsitek,dokter, notaris, PPAT (kecualicamat), pengacara, konsultan
yang melakukan kerja bebas.
b) Orang pribadi yang menjalankan usaha dan yang menyelenggarakan
pembukuan

22
Penghasilan Objek PPh Pasal 23

Penghasilan yang diterima oleh wajib pajak yang berasal dari:


a. Bunga, Dividen dan Royalti yang diterima Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak
Orang Pribadi;
b. Penyerahan jasa yang diterima oleh Wajib Pajak Badan;
c. Penyerahan jasa yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi selain yang
telah dipotong PPh Pasal 21

Objek dan Tarif PPh Pasal 23 (7)

Obyek Tarif Dasar Sifat


PPh Perhitungan
1. Dividen 15% Jumlah Bruto Tidak Final
Dividen dikecualikan sebagai objek pajak (Pasal 111 UU 11/2020 Cipta Kerja)

23
Obyek Tarif Dasar Sifat
PPh Perhitungan
2. Bunga 15% Jumlah Bruto Tidak Final
Pengecualian:
a. Jika penghasilan dibayar/ terutang kepada Bank
b. Jika penghasilan dibayar/ terutang kepada badan usaha/ jasa keuangan yg berfungsi sbg
penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan
c. Bunga Deposito, Tabungan (yg didapatkan dari Bank), dan Diskonto SBI → Objek PPh Pasal 4
ayat (2)
d. Bunga Obligasi → Objek PPh Pasal 4 ayat (2)
e. Bunga simpanan yg dibayarkan Koperasi kepada anggota koperasi Orang Pribadi (WP OP) →
Objek PPh Pasal 4 ayat (2)

Obyek Tarif Dasar Sifat


PPh Perhitungan
3. Royalti 15% Jumlah Bruto Tidak Final
Termasuk atas royalti dari hasil karya sinematografi
- Memberikan hak menggunakan hak cipta hasil Karya Sinematografi kpd pihak lain utk
mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya, dgn
persyaratan tertentu seperti penggunaan Karya Sinematografi utk jangka waktu atau wilayah
tertentu
- Dgn memberikan hak menggunakan hak cipta hasil Karya Sinematografi kpa pihak lain utk
mengumumkan ciptaannya dgn menggunakan pola bagi hasil antara pemegang hak cipta &
pengusaha bioskop

24
Obyek Tarif Dasar Sifat
PPh Perhitungan
4. Hadiah, penghargaan, bonus, 15% Jumlah Bruto Tidak Final
dan sejenisnya selain yg telah
dipotong PPh Pasal 21
Pengecualian:
a. Hadiah atau penghargaan dan hadiah sehubungan dgn pekerjaan, jasa dan kegiatan lainnya yg
diterima oleh WP OP DN → Objek PPh Pasal 21
b. Hadiah Undian → Objek PPh Pasal 4 ayat (2)
c. Hadiah langsung dlm penjualan brg/jasa sepanjang diberikan kepada semua pembeli/konsumen
akhir tanpa diundi & hadiah tsb diterima langsung oleh konsumen akhir pd saat pembelian
brg/jasa → Bukan Objek Pajak

Obyek Tarif Dasar Sifat


PPh Perhitungan
5. Sewa & penghasilan lain 2% Jumlah Bruto (tidak Tidak Final
sehubungan dgn penggunaan harta, termasuk PPN)
kecuali yg telah dikenai PPh Psl 4 (2)
Pengecualian:
a. Sewa tanah dan/ atau bangunan
b. Sewa yg dibayarkan atau terutang sehubungan dgn SGU dgn hak opsi
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dgn penggunaan harta: Penghasilan yg diterima
atau diperoleh sehubungan dgn kesepakatan utk memberikan hak menggunakan harta
selama jangka waktu tertentu baik dgn perjanjian tertulis maupun tdk tertulis shg harta
tsb hanya dpt digunakan oleh penerima hak selama jangka waktu yg telah disepakati.

25
Obyek Tarif Dasar Sifat
PPh Perhitungan
6. Imbalan sehubungan dgn jasa 2% Jumlah Bruto Tidak Final
teknik, jasa manajemen, jasa (tidak termasuk
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa PPN)
lain selain jasa yg telah dipotong PPh
Pasal 21
Jasa Teknik adalah Pemberian jasa dalam bentuk pemberian informasi yg berkenaan dgn
pengalaman dlm bidang industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan yg dapat meliputi:
− Pemberian informasi dalam pelaksanaan suatu proyek tertentu, seperti pemetaan
dan/atau pencarian dgn bantuan gelombang seismik;

− Pemberian informasi dlm pembuatan suatu jenis produk tertentu, seperti pemberian
informasi dlm bentuk gambar-gambar, petunjuk produksi, perhitungan-perhitungan
dan sebagainya; atau
− Pemberian informasi yg berkaitan dgn pengalaman di bidang manajemen, seperti
pemberian informasi melalui pelatihan atau seminar dgn peserta dan materi yg telah
ditentukan oleh pengguna jasa.
• Jasa Manajemen adalah Pemberian jasa dgn ikut serta secara langsung dalam
pelaksanaan atas pengelolaan manajemen.
• Jasa konsultan adalah Pemberian advice (petunjuk, pertimbangan, atau nasihat)
profesional dalam suatu bidang usaha, kegiatan, atau pekerjaan yg dilakukan oleh
tenaga ahli atau perkumpula tenaga ahli, yg tdk disertai dgn keterlibatan lsg para
tenaga ahli tsb dlm pelaksanaannya.

26
Obyek Tarif Dasar Sifat
PPh Perhitungan
7. Jasa Lain (61 jenis) selain jasa yg 2% Jumlah Bruto Tidak Final
telah dipotong PPh Pasal 21, yg terdiri (tidak termasuk
dari : PPN)
1) Jasa penilai (appraisal;
2) Jasa aktuaris;
3) Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
4) Jasa hukum;
5) Jasa arsitektur;
6) Jasa perencanaan kota dan arsitektur landscape;
7) Jasa perancang (design);

Jasa Lain

8) Jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi
(migas);
9) Jasa penambangan dan jasa penunjang selain di bidang usaha panas bumi dan
penambangan minyak dan gas bumi (migas);
10) Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
11) Jasa penebangan hutan;
12) Jasa pengolahan limbah;
13) Jasa penyedia tenaga kerja dan/ atau tenaga ahli (outsourcing services};
14) Jasa perantara dan/atau keagenan;
15) Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa
Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia
(KPEI);

27
Jasa Lain

16) Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh Kustodian


Sentral Efek Indonesia (KSEI);
17) Jasa pengisian suara (dubbing} dan/ atau sulih suara;
18) Jasa mixing film;
19) Jasa pembuatan saranan promosi film, iklan, poster, photo, slide, klise, banner,
pamphlet, baliho dan folder;
20) Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk
perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
21) Jasa pembuatan dan/ atau pengelolaan website;
22) Jasa internet termasuk sambungannya;
23) Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data, informasi, dan/ atau
program;

Jasa Lain

24) Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/ atau
TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/ a tau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
25) Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas,
AC, TV kabel, dan/ atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang
ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/ atau sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi;
26) Jasa perawatan kendaraan dan/ atau alat transportasi darat, laut dan udara;
27) Jasa maklon;
28) Jasa penyelidikan dan keamanan;
29) Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
30) Jasa penyediaan tempat. dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau
media lain untuk penyampaian informasi, dan/ atau jasa periklanan;

28
Jasa Lain

31) Jasa pembasmian hama;


32) Jasa kebersihan atau cleaning service;
33) Jasa sedot septic tank;
34) Jasa pemeliharaan kolam;
35) Jasa katering atau tata boga;
36) Jasa freight forwading;
37) Jasa logistik;
38) Jasa pengurusan dokumen;
39) Jasa pengepakan;
40) Jasa loading dan unloading;
41) Jasa laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau
insitusi pendidikan dalam rangka perielitian akademis

Jasa Lain

42) Jasa pengelolaan parkir;


43) Jasa penyondiran tanah;
44) Jasa penyiapan dan/ atau pengolahan lahan;
45) Jasa pembibitan dan/ atau penanaman bibit;
46) Jasa pemeliharaan tanaman;
47) Jasa pemanenan;
48) Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan/ atau
perhutanan;
49) Jasa dekorasi;
50) Jasa pencetakan/penerbitan;
51) Jasa penerjemahan;
52) Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-
Undang Pajak Penghasilan;

29
Jasa Lain

53) Jasa pelayanan kepelabuhanan;


54) Jasa pengangkutan melalui jalur pipa;
55) Jasa pengelolaan penitipan anak;
56) Jasa pelatihan dan/ atau kursus;
57) Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
58) Jasa sertifikasi;
59) Jasa survey;
60) Jasa tester, dan
61) Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.

Pengertian Istilah Jasa

30
PPh Pasal 24

PMK 192/PMK.03/2018 Pelaksanaan Pengkreditan Pajak Atas Penghasilan Dari Luar Negeri
Khusus Dividen: PMK No. 107/PMK.03/2017 jo. PMK No. 93/PMK.03/2019

Pengertian PPh Pasal 24

PPh Pasal 24 adalah pajak yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri atas


penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri dalam tahun yang
bersangkutan, sebesar PPh yang dibayar/dipotong/ terutang di luar negeri
tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU
PPh. Penghitungan "batas maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat
dikreditkan" tersebut harus dilakukan untuk masing-masing negara.

31
Sumber penghasilan kena pajak di luar negeri yang dapat
digunakan untuk memotong utang pajak Indonesia (8)

1. Penghasilan – termasuk keuntungan pengalihan – dari saham dan sekuritas


lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas
tersebut didirikan atau bertempat kedudukan.
2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa dari penggunaan harta gerak
adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti,
atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada.
3. Penghasilan berupa sewa dari penggunaan harta tak gerak adalah negara
tempat harta tersebut terletak.

4. Penghasilan berupa imbalan terkait dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan


adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut
bertempat kedudukan atau berada, menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di luar negeri.
5. Penghasilan bentuk usaha tetap (BUT) adalah negara tempat bentuk usaha
tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau
tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada.

32
7. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap
berada.
8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu BUT
adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada. BUT mencakup cabang
perusahaan, kantor perwakilan, dan bentuk usaha lainnya yang dipergunakan
oleh WPDN untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di luar negeri.

Contoh Perhitungan PPh Pasal 24

PT Lensatrading, tahun 2020, menerima dan memperoleh penghasilan neto sebagai berikut:
1. Penghasilan Neto Dalam Negeri sebesar Rp.4.000.000.000  Penghasilan Kena Pajak
2. Penghasilan Luar Negeri:
Jenis penghasilan LN Negara sumber Jumlah penghasilan PPh luar negeri yang
dipotong
1. Penghasilan usaha Negara X Rp.1.000.000.000 Rp.300.000.000
2. Penghasilan bunga Negara Y Rp.3.000.000.000 Rp.450.000.000
3. Penjualan harta Negara Z Kerugian penjualan harta Rp.250.000.000,-

Tidak ada P3B antara Indonesia dengan negara X, negara Y, dan negara Z.

33
Contoh Perhitungan PPh Pasal 24

1. Hitung besarnya Pajak Penghasilan terutang atas seluruh penghasilan.


Penghasilan neto LN Negara sumber Jumlah penghasilan
1. Penghasilan usaha Negara X Rp.1.000.000.000
2. Penghasilan bunga Negara Y Rp.3.000.000.000
3. Penjualan harta Negara Z Rp. 0
Jumlah penghasilan neto LN Rp.4.000.000.000
Penghasilan neto dalam negeri Rp.4.000.000.000
Jumlah penghasilan neto fiskal Rp.8.000.000.000
Penghasilan Kena Pajak Rp.8.000.000.000
PPh Badan terutang (22%) Rp.1.760.000.000

Contoh Perhitungan PPh Pasal 24

2. Hitung besarnya PPh Luar Negeri yang dapat dikreditkan per jenis penghasilan untuk
tiap negara

a. Penghasilan usaha dari Negara X:


1) PPh Luar Negeri atas penghasilan usaha dari negara X sebesar Rp.300.000.000,-
2) Jumlah tertentu: (Rp.1.000.000.000,- / Rp.8.000.000.000,-) x Rp. 1.760.000.000,- =
Rp 220.000.000,-
Dikarenakan jumlah tertentu sebesar Rp.220.000.000,- lebih kecil dibandingkan
dengan PPh Luar Negeri atas penghasilan usaha dari negara X sebesar
Rp.300.000.000,- maka jumlah PPh Luar Negeri atas penghasilan usaha dari negara X
yang dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan terutang di dalam negeri hanya
sebesar jumlah tertentu, yaitu sebesar Rp.220.000.000,-

34
Contoh Perhitungan PPh Pasal 24

b. Penghasilan bunga dari Negara Y:


1) PPh Luar Negeri atas penghasilan usaha dari negara Y sebesar Rp.450.000.000,-
2) Jumlah tertentu: (Rp.3.000.000.000,- / Rp.8.000.000.000,-) x Rp. 1.760.000.000,- =
Rp 660.000.000,-
Dikarenakan jumlah tertentu sebesar Rp.660.000.000,- lebih besar dibandingkan
dengan PPh Luar Negeri atas penghasilan usaha dari negara Y sebesar
Rp.450.000.000,- maka jumlah PPh Luar Negeri atas penghasilan bunga dari negara Y
yang dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan terutang di dalam negeri hanya
sebesar PPh Luar Negeri, yaitu sebesar Rp.450.000.000,-

c. Penjualan harta dari Negara Z:


Karena penjualan harta di Negara Z mengalami kerugian, maka diabaikan saja.

Contoh Perhitungan PPh Pasal 24

3. Hitung jumlah PPh Luar Negeri yang dapat dikreditkan (PPh Pasal 24) oleh PT
Lensatrading pada tahun 2020.

PPh Luar Negeri yang dapat dikreditkan dari Negara X = Rp.220.000.000,-


PPh Luar Negeri yang dapat dikreditkan dari Negara Y = Rp.450.000.000,-
Jumlah PPh Pasal 24 Rp.670.000.000,-

Kerugian dari negara Z tidak dapat digabungkan dalam menghitung Penghasilan


Kena Pajak.

35
-end-

36

Anda mungkin juga menyukai