Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH AGAMA II

“Sikap Tasamuh, Tawazun, Tawasuth dan I’tidal dalam Aswaja”

Dosen Pengampu:
Dr. Ahmad Hariandi, S.Pd.I., M.Ag.
Muhammad Sholeh, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 7:


Nur Aini (A1D121112)
Kinanti Rizki Putri (A1D121122)
Thera Dies Yunizha (A1D121127)
Rayi Arista Mukti (A1D121129)

Kelas/Semester: R-004/2

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah-Nya kepada kita semua. Alhamdulillah atas limpahan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Sikap Tasamuh, Tawazun,
Tawasuth dan I’tidal dalam Aswaja”  yang merupakan salah satu tugas mata
kuliah Agama II, dengan harapan menjadi suatu acuan dalam pembelajaran
tersebut.
Makalah  ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai referensi sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan lapang dada kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
dengan harapan kami bisa membuat makalah dengan lebih baik di kemudian hari.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “Sikap Tasamuh, Tawazun,
Tawasuth dan I’tidal dalam Aswaja” dapat memberikan manfaat dan menambah
wawasan bagi pembaca.

Jambi, 03 April 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 1
C. Tujuan..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Tasamuh, Tawazun, Tawasuth dan I’tidal............................ 3
B. Penerapan Sikap Tasamuh, Tawazun, Tawasuth dan I’tidal.................. 7
C. Pentingnya Bersikap Tasamuh, Tawazun, Tawasuth dan I’tidal............ 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................. 12
B. Saran....................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Realita pada zaman ini yang semakin menuntut adanya globalisasi telah
mengikis rasa cinta tanah air pada sebagian besar individu di Indonesia. Kita
memang tidak diperbolehkan untuk menarik diri dari globalisasi karena ketika kita
menghindari globalisasi kita akan menjadi bangsa yang tertinggal. Sejatinya
globalisasi bisa menjadi jalan yang terbuka lebar untuk setiap bangsa
memperkenalkan identitas dan membanggakannya di kancah internasional.
Globalisasi sudah menembus semua penjuru dunia, bahkan sampai daerah
terpencil sekalipun, masuk ke rumah-rumah, membombardir pertahan moral dan
agama, sekuat apapun dipertahankan. Televisi, internet, koran, handphone, dan
lain-lain adalah media informasi dan komunikasi yang berjalan dengan cepat,
menggulung sekat-sekat tradisional yang selama ini dipegang kuat-kuat. Moralitas
menjadi longgar. Sesuatu yang dahulu dianggap tabu, sekarang menjadi biasa-
biasa saja. Cara berpakaian, berinteraksi dengan lawan jenis, menikmati hiburan
di tempat-tempat spesial dan menikmati narkoba menjadi tren dunia modern yang
sulit ditanggulangi.
Arus globalisasi juga telah membuka peluang bagi berkembangnya
organisasi islam radikal. Eksistensi organisasi Islam radikal sesungguhnya
merupakan ancaman bagi masa depan Islam Indonesia. Islam Indonesia
merupakan Islam yang dikenal dengan karakter ramah, toleran, dan nasionalis.
Dinamika dan pertumbuhan Islam di Indonesia selama ratusan tahun
menunjukkan bahwa Islam toleran dan damai dapat hidup menyatu dengan
masyarakat Indonesia. Islam radikal sesungguhnya merupakan karakteristik Islam
yang tidak memiliki harapan hidup di masa depan. Hal ini disebabkan oleh salah
satunya penafikan yang dilakukan oleh kelompok Islam radikal terhadap kearifan
nilai-nilai budaya Indonesia. (Wasid Mansyur, 2014).
Salah satu upaya yang penting untuk mencegah berkembangnya Islam
radikal adalah melalui pelajaran tertentu. Pelajaran yang disampaikan di kelas

1
adalah media terstruktur dan sistematis yang memungkinkan siswa mengetahui
dan memahami sebuah persoalan secara lebih baik. Melalui sebuah pelajaran,
siswa bisa memahami apa itu Islam radikal, karakteristiknya, bahayanya, dan
berbagai aspeknya secara komprehensif. Salah satu pelajaran yang dapat
mencegah radikalisasi adalah Pendidikan Aswaja. Dalam sambutan sebuah buku
panduan pelajaran Pendidikan Aswaja, ketua PWNU Jawa Tengah mengatakan
bahwa pemahaman terhadap aqidah ahlussunnah waljama’ah dengan menjalankan
konsep dasar Aswaja yaitu Tawasuth dan I`tidal, Tasamuh, Tawazun, dan Amar
ma’ruf nahi mungkar. Pada kesempatan kali ini pemateri akan menjelaskan secara
singkat terkait sikap Tasamuh, Tawazun, Tawasuth dan I’tidal, untuk memberikan
pemahaman kepada pembaca khususnya untuk pelajar dan mahasiswa.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sikap Tasamuh, Tawazun, Tawasuth dan I’tidal?
2. Bagaimana cara menerapkan sikap Tasamuh, Tawazun, Tawasuth dan I’tidal
dalam kehidupan sehari-hari?
3. Apa pentingnya bersikap Tasamuh, Tawazun, Tawasuth dan I’tidal?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian sikap Tasamuh, Tawazun, Tawasuth dan
I’tidal.
2. Untuk mengetahui cara penerapan sikap Tasamuh, Tawazun, Tawasuth dan
I’tidal dalam kehidupan sehari-hari.
3. Untuk mengetahui pentingnya bersikap Tasamuh, Tawazun, Tawasuth dan
I’tidal.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasamuh, Tawazun, Tawasuth dan I’tidal


1. Tasamuh
Tasamuh adalah bentuk (mubalaghah) dari “samaha” yang dalam
bahasa Indonesia biasa diartikan “tenggang rasa” atau dalam istilah disebut
toleransi. Praktisnya, tasamuh adalah mudah dalam berinteraksi, fleksibel,
berperilaku enteng tidak menyulitkan. Istilah “tasamuh” mulai populer pada
fase-fase akhir abad yang lalu, oleh para cendikiawan muslim istilah ini
dipakai untuk mengungkapkan satu sikap di mana seorang muslim tidak
merasa terbebani dengan keadaan keberaga-maan orang lain atau orang lain
yang berbeda agama, tidak fanatik (berlebihan). Dalam bahasa Arab arti
tasamuh adalah "sama-sama berlaku baik, lemah lembut, dan saling pemaaf."
Dalam pengertian istilah umum, tasamuh adalah "sikap akhlak terpuji dalam
pergaulan, di mana terdapat rasa saling menghargai antara sesama manusia
dalam batas-batas yang digariskan oleh ajaran Islam".
Menurut bahasa berarti tenggang rasa, sedangkan menurut istilah
tasamuh berarti menghargai sesama. Ada yang bilang maksud dari
Tasamuh/toleransi adalah bersikap menerima dan damai terhadap keadaan
yang dihadapi, misalnya toleransi dalam agama, maksudnya antar agama
saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing tidak saling
mengganggu. Dari sini tasamuh dapat dimaknai “toleransi beragama”.
Tasamuh (sikap toleran terhadap perbedaan yang masuk dalam wilayah
perbedaan/masalah ikhtilaf, bukan berarti mengakui atau membenarkan
keyakinan yang berbeda. Tasammuh dimaknai juga sebagai sikap permisif
terhadap kebatilan serta mencampur aduk antara haq dan bathil) atau sikap
toleran terhadap perbedaan, baik dalam masalah keagamaan, terutama dalam

3
hal-hal yang bersifat furu‟ atau menjadi masalah khilafiyah, serta dalam
masalah kemasyarakatan dan kebudayaan.1
Firman Allah swt:
Artinya: ”Maka berbicaralah kamu berdua (Nabi Musa as dan Nabi Harun as)
kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yan lemah lembut dan mudah-mudahan
ia ingat dan takut” (QS. Thaha: 44)
Tasamuh dalam beragama bukan berarti kita hari ini boleh bebas
menganut agama tertentu dan esok hari kita menganut agama yang lain atau
dengan bebasnya mengikuti ibadah dan ritualitas semua agama tanpa adanya
peraturan yang mengikat. Akan tetapi, toleransi beragama harus dipahami
sebagai bentuk pengakuan kita akan adanya agama-agama lain selain agama
kita dengan segala bentuk sistem, dan tata cara peribadatannya dan
memberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan agama masing-masing.
Konsep tasamuh yang ditawarkan Islam sangatlah rasional dan praktis
serta tidak berbelit-belit. Namun, dalam hubungannya dengan keyakinan
(akidah) dan ibadah, umat Islam tidak mengenal kata kompromi. Ini berarti
keyakinan umat Islam kepada Allah tidak sama dengan keyakinan para
penganut agama lain terhadap tuhan-tuhan mereka. Demikian juga dengan
tata cara ibadahnya. Bahkan Islam melarang penganutnya mencela tuhan-
tuhan dalam agama manapun. Maka kata tasamuh atau toleransi dalam Islam
bukanlah “barang baru”, tetapi sudah diaplikasikan dalam kehidupan sejak
agama Islam itu lahir.2

2. Tawazun
Tawazzun adalah sikap yang seimbang dalam berkhidmat menyerasikan
kepada Allah SWT, khidmat kepada sesama manusia dan lingkungan
hidupnya. Menyelaraskan kepentingan masa lalu, kini dan mendatang.
Keseimbangan dalam sikap keberagaman didalam masyarakat yang bersedia

1 Soeleiman Fadeli, Antologi NU (Sejarah, istilah, amaliyah dan Uswah), Khalista Surabaya, hal.
54
2 Ade Jamarudin, MEMBANGUN TASAMUH KEBERAGAMAAN DALAM PERSPEKTIF
AL-QUR’AN, vol. 8

4
memperhitungkan dari berbagai sudut pandang yang kemudian mengambil
posisi yang seimbang dan propesional. Tawazun sebuah sikap yang tidak
terperangkap pada titik ekstrim. Contoh dalam kelompok keagamaan yang
sangat terpaku kepada masa lalu sehingga umat Islam sekarang hendak ditarik
kebelakang, sehingga bersikap negatif terhadap setiap ikhtiar kemajuan ,dan
sebaliknya, dalam kelompok keagamaan yang menafikkan seluruh kearifan
pada masa lalu sehingga hilang dan tercabut didalam sejarahnya.3
Maka berdasarkan hal tersebut dapat diapahami bahwasannya Tawazun
(Berimbang) merupakan sikap berimbang dan harmonis dalam
mengintegrasikan dan mensinergikan dalil-dalil untuk menghasilkan sebuah
keputusan yang bijak. Tawazun juga merupakan manifestasi dari sikap
keberagamaan yang menghindari sikap ekstrem.
Menyerasikan sikap khidmat kepada Alloh swt dan khidmat kepada
sesama manusia.4
Firman Allah SWT:
Artinya: “Sunguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa
bukti kebenaran yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab
dan neraca (penimbang keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan
keadilan.” (QS al-Hadid: 25)

3. Tawasuth dan I’tidal


Tawassuth berarti pertengahan, maksudnya menempatkan diri antara
dua kutub dalam berbagai masalah dan keadaan untuk mencapai kebenaran
serta menghindari keterlanjuran ke kiri atau ke kanan secara berlebihan. 5 At-
tawassuth dapat diartikan pula sebuah sikap tengah atau moderat yang tidak
cenderung ke kanan atau ke kiri. Dalam konteks berbangsa dan bernegara
serta dalam bidang lain. Pemikiran moderat ini sangat urgen menjadi

3 Tim PWNU Jawa Timur, Aswaja An-Nahdliyah, (Surabaya: Khalista,2007), hlm.57


4 Soeleiman Fadeli, Antologi NU (Sejarah, istilah, amaliyah dan Uswah), Khalista Surabaya, hal.
53
5 FKI LIM, Gerbang Pesantren, Pengantar Memahami Ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah (Kediri:
Litbang Lembaga Ittihadul Muballigin PP. Lirboyo, 2010, cet. 2), 3

5
semangat dalam mengakomodir beragam kepentingan dan perselisihan, lalu
berikhtiar mencari solusi yang paling ashlah (terbaik).6
Tawassuth berarti (sikap tengah-tengah, tidakekstrim /ghuluw-tatharruf,
termasuk di dalamnya tidak berfaham liberal) sikap tengah yang berintikan
kepada prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berprilaku adil dan
lurus ditengah-tengah kehidupan bersama, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim
kanan.7 Al-I’tidal berarti tegak lurus, tidak condong ke kanan-kananan dan
tidak condong ke kiri-kirian. Sikap ini pada intinya memiliki arti menjunjung
tinggi keharusan berlaku adil dan  lurus di tengah-tengah kehidupan bersama.
Ini disarikan dari firman Allah SWT:
“Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat
pertengahan (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian)
atas (sikap dan perbuatan) manusia umumnya dan supaya Allah SWT
menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian.”
(QS al-Baqarah: 143).
Allah SWT berfirman:
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian
menjadi orang-orang yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi
saksi (pengukur kebenaran) yang adil. Dan janganlah kebencian kamu pada
suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena
keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah,
karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
(QS al-Maidah: 8)
Sikap tengah yang berintikan kepada prinsip hidup yang menjunjung
tinggi keharusan berlalu tidak memihak. Dan menghindari dari sikap yang
bersifat tatharuf (ekstrim).

6 Soelaman Fadeli, Antologi NU (Surabaya: Khalista, 2008), 13


7 Soeleiman Fadeli, Antologi NU (Sejarah, istilah, amaliyah dan Uswah), Khalista Surabaya,
2007. Hal. 53

6
B. Penerapan Sikap Tasamuh, Tawazun, Tawasuth dan I’tidal
Dalam tataran praktis, sebagaimana dijelaskan KH Ahmad Shiddiq bahwa prinsip-
prinsip Pendidikan Aswaja dapat terwujudkan dalam beberapa hal sebagai
berikut:
1. Akidah
a. Keseimbangan dalam penggunaan dalil 'aqli dan dalil naqli.
b. Memurnikan akidah dari pengaruh luar Islam.
c. Tidak gampang menilai salah atau menjatuhkan vonis syirik, bid'ah
apalagi kafir.
2. Syari'ah
a. Berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Hadits dengan menggunanakan
metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
b. Akal baru dapat digunakan pada masalah yang yang tidak ada nash yang
je1as (sharih/qotht'i).
c. Dapat menerima perbedaan pendapat dalam menilai masalah yang
memiliki dalil yang multi-interpretatif (zhanni).
3. Tashawwuf/ Akhlak
a. Tidak mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam
penghayatan ajaran Islam, selama menggunakan cara-cara yang tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam.
b. Mencegah sikap berlebihan (ghuluw) dalam menilai sesuatu.
c. Berpedoman kepada Akhlak yang luhur. Misalnya sikap syaja’ah atau
berani (antara penakut dan ngawur atau sembrono), sikap tawadhu'
(antara sombong dan rendah diri) dan sikap dermawan (antara kikir dan
boros).
4. Pergaulan antar golongan
a. Mengakui watak manusia yang senang berkumpul dan berkelompok
berdasarkan unsur pengikatnya masing-masing.
b. Mengembangkan toleransi kepada kelompok yang berbeda.
c. Pergaulan antar golongan harus atas dasar saling menghormati dan
menghargai.

7
d. Bersikap tegas kepada pihak yang nyata-nyata memusuhi agama Islam.

5. Kehidupan bernegara
a. NKRI (Negara Kesatuan Republik Indanesia) harus tetap dipertahankan
karena merupakan kesepakatan seluruh komponen bangsa.
b. Selalu taat dan patuh kepada pemerintah dengan semua aturan yang
dibuat, selama tidak bertentangan dengan ajaran agama.
c. Tidak melakukan pemberontakan atau kudeta kepada pemerintah yang
sah.
d. Kalau terjadi penyimpangan dalam pemerintahan, maka
mengingatkannya dengan cara yang baik.
6. Kebudayaan
a. Kebudayaan harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar. Dinilai dan
diukur dengan norma dan hukum agama.
b. Kebudayaan yang baik dan ridak bertentangan dengan agama dapat
diterima, dari manapun datangnya. Sedangkan yang tidak baik harus
ditinggal.
c. Dapat menerima budaya baru yang baik dan melestarikan budaya lama
yang masih relevan (al-muhafazhatu 'alal qadimis shalih wal akhdu bil
jadidil ashlah).
7. Dakwah
a. Berdakwah bukan untuk menghukum atau memberikan vonis bersalah,
tetapi mengajak masyarakat menuju jalan yang diridhai Allah SWT.
b. Berdakwah dilakukan dengan tujuan dan sasaran yang jelas.
c. Dakwah dilakukan dengan petunjuk yang baik dan keterangan yang jelas,
disesuaikan dengan kondisi dan keadaan sasaran dakwah.8

C. Pentingnya Bersikap Tasamuh, Tawazun, Tawasuth dan I’tidal


Realita pada zaman ini yang semakin menuntut adanya globalisasi telah
mengikis rasa cinta tanah air pada sebagian besar individu di Indonesia. Kita

8 Khitthah Nahdliyah, hal 40-44

8
memang tidak diperbolehkan untuk menarik diri dari globalisasi karena ketika kita
menghindari globalisasi kita akan menjadi bangsa yang tertinggal. Sejatinya
globalisasi bisa menjadi jalan yang terbuka lebar untuk setiap bangsa
memperkenalkan identitas dan membanggakannya di kancah internasional.
Globalisasi sudah menembus semua penjuru dunia, bahkan sampai daerah
terpencil sekalipun, masuk ke rumah-rumah, membombardir pertahan moral dan
agama, sekuat apapun dipertahankan. Televisi, internet, koran, handphone, dan
lain-lain adalah media informasi dan komunikasi yang berjalan dengan cepat,
menggulung sekat-sekat tradisional yang selama ini dipegang kuat-kuat. Moralitas
menjadi longgar. Sesuatu yang dahulu dianggap tabu, sekarang menjadi biasa-
biasa saja. Cara berpakaian, berinteraksi dengan lawan jenis, menikmati hiburan
di tempat-tempat spesial dan menikmati narkoba menjadi tren dunia modern yang
sulit ditanggulangi. Globalisai menyediakan seluruh fasilitas yang dibutuhkan
manusia, negatif maupun positif. Kompetensi, integrasi, dan kerja sama adalah
dampak positif globalisasi. Lahirnya generasi instan (generasi now, sekarang,
langsung bisa menikmati keinginan tanpa proses perjuangan dan kerja keras),
dekadensi moral, dan konsumerisme, bahkan permisifisme adalah sebagian dari
dampak negatif dari globalisasi.
Bangsa Indonesia yang kaya budaya tidak memiliki kepercayaan diri
terhadap kebudayaan lokalnya, bahkan memilih melebur dengan budaya global.
Hal ini menyebabkan Indonesia semakin kehilangan jati dirinya sehingga hanya
menjadi kumpulan orang-orang yang tak lagi memiliki akar kebudayaan lokal.
Padahal Indonesia memiliki kearifan lokal dan nilai-nilai khas yang dapat
dijadikan pijakan untuk hidup bernegara. Indonesia dengan kebhinekaan dan
kebesaran nusantaranya kini kesulitan mengahadapi gejolak-gejolak yang terjadi
di masyarakat. Indonesia ibarat tidak memiliki landasan nilai-nilai kearifan lokal
untuk menyelesaikan berbagai masalah. Indikator yang dapat terlihat dari uraian
tersebut adalah pemuda sekarang ini seakan-akan terombang-ambing oleh arus
globalisasi dan cenderung melupakan nilai luhur kebudayaan bangsa yang
berimbas terjadinya degradasi karakter pada generasi muda ditandai dengan
menurunnya rasa nasionalisme. Arus globalisasi juga telah membuka peluang bagi

9
berkembangnya organisasi islam radikal. Eksistensi organisasi Islam radikal
sesungguhnya merupakan ancaman bagi masa depan Islam Indonesia.
Dalam kerangka inilah Nahdlatul Ulama merasa perlu untuk memberikan
respons aktif-kreatif-konstruktif agar organisasi Islam radikal tidak semakin
menancapkan akar pengaruhnya. Infiltrasi gerakan Islam radikal dilakukan secara
masif, khususnya terhadap generasi muda. Pilihan terhadap generasi muda ini
cukup strategis, karena generasi muda pada umumnya belum memiliki
pengalaman matang dalam persoalan keagamaan. Mereka mudah untuk didoktrin
dengan ideologi tertentu. Generasi muda yang direkrut ke dalam kelompok Islam
radikal biasanya sangat ideologis dan siap berjuang dengan kompensasi apa pun
demi menjalankan visi dan misi organisasinya. Semakin banyaknya generasi
muda yang masuk ke dalam organisasi Islam radikal tampaknya menyadarkan
banyak pihak untuk segera menguatkan benteng pertahanan. Jika tidak diantisipasi
maka benih-benih radikalisme akan tersemai dan berkembang secara luas.
Semakin meluasnya Islam radikal berimplikasi pada semakin kecilnya peluang
membangun harmoni sosial dalam masyarakat Indonesia yang multikultur. Jalan
kekerasan dan intoleransi akan semakin meluas yang akan merusak sendi-sendi
nasionalisme bangsa.
Salah satu upaya yang penting untuk mencegah berkembangnya Islam
radikal adalah melalui pelajaran tertentu. Pelajaran yang disampaikan di kelas
adalah media terstruktur dan sistematis yang memungkinkan siswa mengetahui
dan memahami sebuah persoalan secara lebih baik. Melalui sebuah pelajaran,
siswa bisa memahami apa itu Islam radikal, karakteristiknya, bahayanya, dan
berbagai aspeknya secara komprehensif. Salah satu pelajaran yang dapat
mencegah radikalisasi adalah Pendidikan Aswaja. Dalam sambutan sebuah buku
panduan pelajaran Pendidikan Aswaja, ketua PWNU Jawa Tengah mengatakan
bahwa pemahaman terhadap aqidah ahlussunnah waljama’ah dengan menjalankan
konsep dasar Aswaja yaitu Tawasuth dan I`tidal, Tasamuh, Tawazun, dan Amar
ma’ruf nahi mungkar.
Pendidikan Aswaja yang mengembangkan ajaran ahlussunnah waljama’ah
memiliki potensi yang besar untuk menjadi counter atas semakin menguatnya arus

10
Islam radikal. Hal ini disebabkan karena ahlussunnah waljama’ah merupakan
sistem teologi yang moderat. Ajaran ahlussunnah waljama’ah dapat dijadikan
sebagai sarana membangun pemahaman Islam yang toleran, inklusif dan moderat.
Selain itu, ahlussunnah waljama’ah yang tertanam sebagai pengetahuan,
pemahaman dan sikap merupakan modal penting untuk bersikap kritis dalam
menghadapi dinamika sosial keagamaan yang semakin kompleks dalam rangka
meperkukuh nasionalisme.
Pendidikan Aswaja merupakan salah satu komponen yang dimaksudkan
untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia.
Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari
pendidikan agama. Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan,
pemahaman, dan penanaman nilai-nilai ahlusunnah wal jama’ah, serta
pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif
kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual tersebut pada akhirnya bertujuan
pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya
mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai hamba Allah SWT yang memiliki
karakter nasionalisme.9

9 Anwar Rifa’i , Sucihatiningsih Dian WP & Moh Yasir Alimi, Pembentukan Karakter
Nasionalisme melalui Pembelajaran Pendidikan Aswaja pada Siswa Madrasah Aliyah Al Asror
Semarang, JESS 6 (1) (2017) : 7 - 19

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tasamuh adalah bentuk (mubalaghah) dari “samaha” yang dalam bahasa
Indonesia biasa diartikan “tenggang rasa” atau dalam istilah disebut toleransi.
Tawazzun adalah sikap yang seimbang dalam berkhidmat menyerasikan kepada
Allah SWT, khidmat kepada sesama manusia dan lingkungan hidupnya.
Menyelaraskan kepentingan masa lalu, kini dan mendatang. Tawassuth berarti
(sikap tengah-tengah, tidakekstrim /ghuluw-tatharruf, termasuk di dalamnya tidak
berfaham liberal) sikap tengah yang berintikan kepada prinsip hidup yang
menjunjung tinggi keharusan berprilaku adil dan lurus ditengah-tengah kehidupan
bersama, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan. 10 Al-I’tidal berarti tegak lurus,
tidak condong ke kanan-kananan dan tidak condong ke kiri-kirian. Sikap ini pada
intinya memiliki arti menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan  lurus di
tengah-tengah kehidupan bersama.
Dalam tataran praktis, sebagaimana dijelaskan KH Ahmad Shiddiq bahwa
prinsip-prinsip Pendidikan Aswaja dapat terwujudkan dalam beberapa hal yaitu
dalam hal akidah, syari’ah, akhlak, pergaulan antar golongan, kehidupan
bernegara, kebudayaan, dan dakwah.
Globalisasi sudah menembus semua penjuru dunia, bahkan sampai daerah
terpencil sekalipun, masuk ke rumah-rumah, membombardir pertahan moral dan
agama, sekuat apapun dipertahankan. Globalisai menyediakan seluruh fasilitas
yang dibutuhkan manusia, negatif maupun positif.
Arus globalisasi juga telah membuka peluang bagi berkembangnya
organisasi islam radikal. Eksistensi organisasi Islam radikal sesungguhnya
merupakan ancaman bagi masa depan Islam Indonesia. Salah satu upaya yang

10 Soeleiman Fadeli, Antologi NU (Sejarah, istilah, amaliyah dan Uswah), Khalista Surabaya,
2007. Hal. 53

12
penting untuk mencegah berkembangnya Islam radikal adalah melalui pelajaran
tertentu. Salah satu pelajaran yang dapat mencegah radikalisasi adalah Pendidikan
Aswaja. Dalam sambutan sebuah buku panduan pelajaran Pendidikan Aswaja,
ketua PWNU Jawa Tengah mengatakan bahwa pemahaman terhadap aqidah
ahlussunnah waljama’ah dengan menjalankan konsep dasar Aswaja yaitu
Tawasuth dan I`tidal, Tasamuh, Tawazun, dan Amar ma’ruf nahi mungkar.

B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan
menambah pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan
ejaan dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas.
Karena kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kami juga
sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan
makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami
ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Fadeli, S. (2007). Antologi NU (Sejarah, istilah, amaliyah dan Uswah).

Jamarudin, A. (2016). MEMBANGUN TASAMUH KEBERAGAMAAN


DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN.

LIM, F. (n.d.). Pengantar Memahami Ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah .

Rifa'i, A., Dian WP, S., & Alimi, M. Y. (2017). Pembentukan Karakter
Nasionalisme melalui Pembelajaran Pendidikan Aswaja pada Siswa
Madrasah Aliyah Al Asror Semarang. 7-19.

Timur, T. P. (2007). Aswaja An-Nahdliyah. Surabaya: Khalista.

14

Anda mungkin juga menyukai