Secara etimologis, kata syariat, (dalam bahasa Arab, aslinya, syarî'ah/ )شريعةberasal dari kata syara'a (
)شرعyang berarti jalan menuju mata air. Dalam istilah Islam, syari'ah berarti jalan besar untuk kehidupan
yang baik, yakni nilai-nilai agama yang dapat memberi petunjuk bagi setiap umat manusia.
Pengertian syariah secara sederhana ialah jalan yang jelas yang ditunjukkan Allah kepada umat manusia.
Jalan ini berupa hukum dan ketentuan dalam agama Islam, yang bersumber dari al-Quran, hadis Nabi
Muhammad SAW, ijma, dan qiyas.
Dalil
Allah SWT berfirman dalam Alquran surat al-Maidah ayat 48 berbunyi: “Likulli ja’alna minkum syir’atan
wa minhajaa,”. Yang artinya: “Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang
terang,”.
Fungsi
Fungsi syariah dalam lingkup hukum Islam adalah sebagai jalan atau jembatan bagi umat
manusia dalam berpijak dan berpedoman. Selain itu, syariah juga menjadi media dalam menjalankan
kehidupan di dunia agar sampai pada tujuan akhir dengan selamat.
Alquran
Al Quran juga merupakan hujjah atau argumentasi kuat bagi Nabi Muhammad SAW dalam
menyampaikan risalah kerasulan dan pedoman hidup bagi manusia serta hukum-hukum yang wajib
dilaksanakan
Hadits
Al Hadits sebagai sumber hukum yang kedua berfungsi sebagai penguat, sebagai pemberi keterangan,
sebagai pentakhshis keumuman, dan membuat hukum baru yang ketentuannya tidak ada di dalam Al
Quran.
Ijma
Ijma' adalah salah satu metode dalam menetapkan hukum atas segala permasalahan yang tidak
didapatkan di dalam Al-Quran dan Sunnah. Sumber hukum Islam ini melihat berbagai masalah yang
timbul di era globalisasi dan teknologi modern.
Qiyas
Kias adalah penetapan suatu hukum dan perkara baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun
memiliki kesamaan dalam sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu
sehingga dihukumi sama.
1. Mencuri
Dalam QS Al-Maidah ayat 38, Allah SWT berfirman: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang
mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Kendati demikian, hukuman potong tangan tidak bisa diterapkan semena-mena. Syeh Imam Al-Qurthubi
dalam Tafsir Al-Qurthubi menjelaskan penghilangan atau pemotongan tidak diwajibkan kecuali
terpenuhi beberapa syarat, yakni orang yang melakukannya, sesuatu yang dicuri, maupun tempat yang
dicuri.
Tempat
Suatu barang yang diletakkan bukan pada tempatnya, lalu dicuri, maka pencurinya tidak memenuhi
syarat dipotong tangannya.
Orang
Disyaratkan pencuri itu sudah baligh, berakal,melakukan pencurian itu dengan kehenadak sendiri
Yg dicuri
Keadaan barang yang dicuri itu sudah mencapai nishab yaitu seperempat dinar.
Alquran menggunakan kata sâriq (sang pencuri) yang memberi kesan bahwa yang bersangkutan telah
berulang-ulang mencuri.
Ini berbeda jika seandainya menggunakan kata yasriq (yang mencuri). Jika makna ini dipahami, maka
yang baru sekali mencuri tidak harus dipotong tangannya.