Anda di halaman 1dari 61

SISTEM INFORMASI LOGISTIK OBAT DAN

SEDIAAN FARMASI DI PUSKESMAS

MAKALAH
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas Strata Satu (S-1)
Program Studi Administrasi Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Dosen Pengampu: Inel Nelyana, MKM

Oleh:

METI BRIENDA 20201010170025


SHINTA NAWANGSARI 20201010170022

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena Rahmat dan
Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sistem Informasi
Logistik obat dan sedian farmasi di Puskesmas”. Makalah ini disusun guna memenuhi
salah satu persyaratan menyelesaikan tugas Mata Kuliah Manejemen Logistik Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Penyusunan Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik atas bantuan, bimbingan,
doa serta saran dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, yang selalu memberikan doa restu, dukungan, serta
kasih sayang.
2. Ibu Inel Nelyana, MKM selaku Dosen Mata Kuliah Manejemen Logistik yang telah
memberi bimbingan dengan baik.
3. Semua pihak yang telah memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari dalam penulisan Makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
dan masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan
pengalaman. Untuk itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan
penulis untuk perbaikan dimasa mendatang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
untuk kita semua, khususnya mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Jakarta, 16 April 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. v
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................ 2
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................... 3
1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................... 4
1.4.1 Manfaat bagi Institusi .................................................................... 4
1.4.2 Manfaat bagi Penulis ..................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Logistik di Puskesmas ......................................................... 4
2.2 Kegiatan dan Tujuan Logistik Obat dan Sediaan Farmasi
Di Puskesmas .......................................................................................... 4
2.3 Fungsi Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi ......................... 5
2.3.1 Fungsi Perencanaan ........................................................................ 5
2.3.2 Fungsi Penganggaran ..................................................................... 5
2.3.3 Fungsi Pengadaan ........................................................................... 7
2.3.4 Fungsi Penerimaan dan Penyimpanan ............................................ 8
2.3.5 Fungsi Penyaluran atau Distribusi .................................................. 11
2.3.6 Fungsi Pemeliharaan ...................................................................... 12
2.3.7 Fungsi Penghapusan atau Pemusnahan .......................................... 12
2.4 Pelayanan Farmasi Klinik ....................................................................... 13
2.5 Sistem Informasi Manajemen Logistik Di Instalasi Farmasi .................. 15
Pemerintah ............................................................................................... 15
2.6 Strategi Implementasi E-Logistik di Instalasi Farmasi ...........................
2.6.1 Integrasi Data Logistik Obat dan BMHP ....................................... 15

ii
2.6.2 Regulasi Sistem Informasi Logistik Obat dan BMHP.................... 16
2.6.3 Kesinambungan Penggunaan Sistem Informasi Logistik
Obat dan BMHP............................................................................. 16
2.7 Pemanfaatan Aplikasi E-Logistik............................................................ 17
2.7.1 Proses Bisnis Manajemen Logistik di Instalasi Farmasi
Pemerintah. .................................................................................... 21
2.7.2 Penggunaan Standar Data dalam Sistem Informasi
Manajemen Logistik Obat dan BMHP .......................................... 25
2.7.3 Langkah-Langkah Implementasi Sistem E-Logistik
di Instalasi Farmasi Pemerintah ..................................................... 29
2.5 Relevansi Sistem Manajemen Logistik dengan Al-Qur’an ..................... 30
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Di Puskesmas
Tamalanrea Jaya Kota Makassar ............................................................. 32
3.2 Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Di
PuskesmasWasah Kota Kandangan ........................................................ 37
3.3 Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Di Puskesmas
Cipayung Kota Depok ............................................................................. 39
3.4 Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Di Puskesmas
Karangmalang Kota Semarang................................................................ 43
3.5 Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Di Puskesmas
Danowudu Kota Bitung ........................................................................... 45
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan .............................................................................................. 53
4.2 Saran ......................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 54

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Siklus Manajemen Obat dan BMHP di Instalasi Farmasi

PemerintahPusat, Provinsi, Kabupaten/Kota ............................................ 16

Gambar 2.2 Dukungan Implementasi Sistem Informasi Logistik Elektronik .............. 21

Gambar 2.3 Konsep Standar Data Obat dan BMHP .................................................... 25

Gambar 2.4 Gambaran Penggunaan Standar Data Obat E-Logistik ............................ 27

Gambar 2.5 Puskesmas Tamalanrea Jaya Kota Makassar ............................................ 32

Gambar 2.6 Puskesmas Wasah Kota Kandangan ......................................................... 37

Gambar 2.7 Puskesmas Cipayung Kota Depok ............................................................ 39

Gambar 2.8 Puskesmas Karangmalang Kota Semarang .............................................. 43

Gambar 2.9 Puskesmas Danowudu Kota Bitung ......................................................... 45

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Cakupan Fungsi Sistem Informasi Manajemen Logistik Elektronik ............. 22

Tabel 2 Kriteria Penyimpanan di Puskesmas Cipayung Kota Depok ......................... 42

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konsep sehat dalam upaya penanganan kesehatan penduduk mengalami


banyak perubahan sejalan dengan pemahaman dan pengetahuan kita bagaimana
masyarakat menghayati dan menghargai bahwa kesehatan itu merupakan “Human
Capital” yang sangat besat nilainya. Pemahaman masyarakat tentang sebab
musabab suatu penyakit, konsep sehat sakit, dan pemahaman bahwa upaya
kesehatan sebagai bagian dari pembangunan sumber daya manusia akan mendasari
bagaimana upaya kesehatan di suatu negara sebaliknya diselenggarakan.
Sampai saat ini banyak Negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia,
apabila bicarakan masalah kesehatan pada umumnya, asosiasi kita tertuju pada
pengobatan penyakit, rumah sakit, puskesmas, poliklinik, klinik, sehingga
pembiayaan rumah sakit dam pembiayaan orang sait, merupakan komponen utama
komponen kesehatan. Penanganan kesehatan penduduk, masih berupa penanganan
konvensional, masih menekankan pada pengembangan rumah sakit-rumah sakit,
penanganan penyakit secara individual, spesialitis, terutama penanganan peristiwa
sakit secara episodik.
Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pelayanan kesehatan tidak lagi
terpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, namun pelayanan
kesehatan harus dilakukan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan medis
pasien. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi
masyarakat. Prinsip ini memberlakukan pelayanan kesehatan difokuskan di
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dimana salah satunya adalah
Puskesmas.
Berdasarkan Permenkes Nomor 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat, Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan
tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah
kerjanya.

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 1


Salah satu fungsi pokok Puskesmas adalah sebagai pusat pelayanan kesehatan
tingkat pertama. Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan
pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan, yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan
kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan yang diselenggarakan terdiri dari empat
pilar yaitu upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Pengelolaan obat merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari
perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang lain.
Sistem Logistik terkait dengan aturan yang ada di dalam manajemen logistik yang
mempunyai siklus. Puskesmas yang juga mempunyai siklus logistik, siklus ini
harus terus dijaga agar pengelolaan logistiknya sama kuatnya dan semua harus
selalu berjalan seimbang, serasi, dan selaras. Manajemen logistik dalam puskesmas
merupakan aspek terpenting di dalam sebuah puskesmas. Ketersediaan sediaan
farmasi dan obat-obatan menjadi sebuah tuntutan paling penting di dalam
pelayanan kesehatan yang semestinya di perhatikan dan di pantau oleh pihak
puskesmas.
Manajemen logistik puskesmas yang terkait tahap-tahap yang ada dan saling
berkaitan satu dengan yang lainya, sehingga bisa terkendali dengan baik dan bisa
berfungsi secara optimal. Manajemen logistik sendiri perlu Sistem Informasi untuk
mendukung manajemen logistik obat di Puskesmas. Sehingga pada makalah ini
akan dibahas terkait Sistem Informasi logistik obat di Puskesmas.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah
yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu mengenai Sistem Informasi logistik
obat dan sediaan farmasi.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mengetahui tentang manajemen
logistik mengenai Sistem Informasi logistik obat beserta sediaan farmasi.

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 2


1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa itu Pelayanan Farmasi Klinik?
2. Untuk mengetahui Sistem Informasi Manajemen LogistikDi Instalasi Farmasi
Pemerintah?
3. Untuk mengetahui Strategi Implementasi E-Logistik di Instalasi Farmasi
Pemerintah?
4. Untuk mengetahui Pemanfaatan Aplikasi E-Logistik?
5. Untuk mengetahui Langkah-Langkah Implementasi Sistem E-Logistik di
Instalasi Farmasi Pemerintah?
6. Untuk mengetahui Instalasi Aplikasi E-Logistik?
7. Untuk mengetahui Alur Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi
di Puskesmas ?

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Institusi
Makalah ini diharapkan dapat menjadi pengembangan program maupun
kepentingan ilmu di lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
1.4.2 Bagi Penulis
Makalah ini diharapkan mampu menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman
dalam melakukan suatu penelitian, serta menambah wawasan dalam memahami
Sistem Informasi logistik obat dan sediaan farmasi di puskesmas.

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 3


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Logistik di Puskesmas


Logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan atau seni serta proses mengenai
perencanaan dan penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan
pemeliharaan serta penghapusan material/alat-alat (Aditama, 2015).
Logistik merupakan bagian dari instansi yang tugasnya adalah menyediakan
bahan/ barang yang dibutuhkan untuk kegiatan operasionalnya instansi tersebut
dalam jumlah kualitas dan pada waktu yang tepat (sesuai kebutuhan) dengan harga
serendah mungkin.

2.2 Kegiatan dan Tujuan Logistik Obat dan Sediaan Farmasi di Puskesmas
Kegiatan logistik adalah pengembangan operasi yang terpadu dari kegiatan
pengadaan atau pengumpulan bahan, pengangkutan atau transportasi dari
pengumpulan bahan tersebut, kemudian penyimpanan bahan yang baru datang
maupun untuk kebutuhan. Kegiatan logistik meliputi (Febriawati, 2013) :
1. Pemilihan lokasi, penempatan bahan baku, suku cadang, barang jadi.
2. Penggunaan fasilitas yang tersedia dari organisasi yang bersangkutan.
3. Penyiapan transportasi serta alat pengangkutan barang.
4. Masalah pembukuan dan pencatatan.
5. Pelaksanaan komunikasi yang bersuasif sebagai penyampaian ide konsep,
gagasan, informasi dari individu satu atau bagian-bagian lain dalam organisasi
perusahaan.
6. Kegiatan pengurusan sebagai kegiatan untuk mengelola bahan baku, suku
cadang, barang jadi yang disesuaikan dengan jenis spesifikasi.
7. Kegiatan penyimpanan sebagai kegiatan untuk menahan bahan baku suku
cadang, serta barang sampai batas waktu tertentu tanpa mengurangi kualitas
barang yang bersangkutan.
Menurut Febriawati (2013) kegiatan logistik mempunyai 3 tujuan, yaitu :

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 4


1. Tujuan operasional
Agar tersedia barang serta bahan dalam jumlah yang tepat dan mutu yang
memadai.
2. Tujuan keuangan
Upaya operasional dapat terlaksana dengan biaya yang serendah-rendahnya.
Nilai persediaan yang sesungguhnya dapat tercermin didalam sistem
akuntasi.
3. Tujuan pengamanan
Agar persediaan tidak terganggu oleh kerusakan, pemborosan, penggunaan
tanpa hak, pencuriaan dan penyusutan yang tidak wajar lainnya.
Untuk dapat terselenggaranya manajemen yang baik, unsur-unsur tersebut
diproses melalui fungsi-fungsi manajemen. Prinsip-prinsip manajemen tersebut
merupakan pegangan umum untuk terselenggaranya fungsi-fungsi logistik dengan
baik. Sukses atau gagalnya pengelolaan logistik ini ditentukan oleh kegiatan
didalam siklus tersebut yang paling lemah. Apabila lemah dalam perencanaan,
akibatnya akan mengacaukan suatu siklus manajemen logistik secara keseluruhan
mulai dari pemborosan dalam penganggaran, membengkaknya biaya pengadaan
dan penyimpanan, tidak tersalurkannya obat/barang tersebut sehingga barang bisa
rusak, kaduluwarsa yang bagaimanapun baiknya pemeliharaan di gudang, tidak
akan membantu. Karena itu perlu dilakukan penghspusan yang berarti kerugian
(Seto, 2015).

2.3 Fungsi Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi di Puskesmas


2.3.1 Fungsi Perencanaan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 72 tahun 2016, Perencanaan
kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode
pengadaan Sediaan perbekalan Farmasi sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan
untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan
efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar
perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi,

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 5


kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia. Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
1. Anggaran yang tersedia
2. Penetapan prioritas
3. Sisa persediaan
4. Data pemakaian periode yang lalu
5. Waktu tunggu pemesanan
6. Rencana pengembangan
Menurut Satibi (2016) Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk
menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk
menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar
perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi,
kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran
yang tersedia. Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan :
1. DOEN, dan ketentuan setempat yang berlaku
2. Data catatan medik
3. Anggaran yang tersedia
4. Penetapan prioritas
5. Sisa persediaan
6. Data pemakaian periode yang lalu
7. Waktu tunggu pemesanan, dan
8. Rencana pengembangan.
Tujuan perencanaan obat :
1. Mendapatkan jenis dan jumlah obat tepat sesuai kebutuhan.
2. Menghindari kekosongan obat.
3. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
4. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.

2.3.2 Fungsi Penganggaran

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 6


Fungsi penganggaran adalah menyangkut kegiatan-kegiatan dan usaha-
usaha untuk merumuskan perincian penentuan kebutuhan dalam suatu skala
standar yaitu dengan skala mata uang (dollar, rupiah, dan lain-lain) (Seto,
2015). Menurut Febriawati (2013) Menjabarkan perincian kebutuhan dalam
ukuran uang dengan berpegang kepada ketentuan yang berlaku dan mengikat.
Dengan adanya hambatan dan keterbatasan dalam anggaran, maka tidak jarang
pada fungsi ini diperlukan feedback ke perencanaan untuk dilakukan
penyesuaian.
Penganggaran yang ditetapkan harus mencakup biaya :
1. Pembelian, umumnya anggaran pemerintah hanya terkonsentrasi disini saja.
hal ini bisa berlaku untuk barang yang habis pakai.
2. Perbaikan dan pemeliharaan/ maintenance, mencakup orang yang
menjalankan alat, seperti CT scan, harus orang yang sudah di training.
3. Penyimpanan dan penyaluran
4. Penelitian dan pengembangan
5. Penyempurnaan administrasi
6. Pengawasan dan diklat personil

2.3.3 Fungsi Pengadaan


Fungsi pengadaan merupakan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan operasional yang telah ditetapkan didalam fungsi
perencanaan, penentuan kebutuhan, maupun penganggaran. Pengadaan
merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan
kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan
waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu.
Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan,
penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana,
pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi
kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.Untuk memastikan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan
mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan maka jika proses pengadaan

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 7


dilaksanakan oleh bagian lain di luar Instalasi Farmasi harus melibatkan tenaga
kefarmasian (Seto, 2015).
Menurut permenkes no 72 tahun 2016, Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
antara lain:
1. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa;
2. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS);
3. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
mempunyai Nomor Izin Edar; dan
4. Expired date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan
lain- lain).

2.3.4 Fungsi Penerimaan dan Penyimpanan


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 72 tahun 2016 Penerimaan
merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu,
waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan
dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang
harus tersimpan dengan baik. Dalam Fungsi penerimaan perlu dilakukankannya
checking terhadap (Seto, 2015):
1. Legalitas : PBF dan fakturnya : resmi sesuai peraturan yang berlaku
2. Obat diterima, dicocokan antara surat pesanan (SP) yang ditandatangani
APA dan faktur kiriman, menyangkut spesifikasi obat antara lain : exp date,
kualitas (kondisi fisik obat dan wadah), kuantitas obat, no batch, harga obat
dan discount (bila ada) sesuai perjanjian sebelumnya
3. Catatan : fasilitas pengembalian obat yang mendekati expire, jumlah
discount obat menjadi alternative yang dapat dipilih, sewaktu dilakuakan
pembelian didalam fungsi pengadaan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 72 tahun 2016 Komponen
yang harus diperhatikan antara lain :

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 8


1. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat diberi
label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan
dibuka, tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus;
2. elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk
kebutuhan klinis yang penting;
3. elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien
dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan
pada area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan
yang kurang hati-hati; dan
4. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.
Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin:
1. Jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi yang telah
ditetapkan;
2. Tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan lain;
3. Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;
4. Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan
5. Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.
Dalam buku Satibi (2016) standar penyimpanan obat yang sering digunakan
adalah sebagai berikut (Kemenkes, 2010) :
a) Persyaratan Gudang :
1. Luas minimal 3x4 M2
2. Ruang kering tidak lembap
3. Ada ventilasi agar ada aliran udara dan tidak lembap
4. Cahaya cukup
5. Lantai dar tegel dan semen
6. Dinding dibuat licin
7. Hindari pembuatan sudut lantai atau dinding yang tajam
8. Ada gudang penyimpanan obat
9. Ada pintu yang dilengkapi kunci ganda
10.Ada lemari khusus untuk narkotika
b) Pengaturan Penyimpanan Gudang :

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 9


1. Menurut bentuk sediaan dan alfabetis
2. Menerapkan sistem FIFO dan FEFO
First Expired First Out adalah mekanisme penggunaan obat yang
berdasarkan masa kaduluwarsa obat tersebut, semakin dekat masa
kaduluwarsa obat tersebut, maka semakin menjadi prioritas untuk
digunakan.
First In First Out adalah mekanisme penggunaan obat yang tidak
mempunyai kaduluwarsanya. Prioritas penggunaan obat berdasarkan
waktu kedatangan obat, semakin awal kedatangan obat tersebut, maka
seakin menjadi prioritas untuk digunakan.
3. Menggunakan almari, rak, dan pallet.
4. Menggunakan almari khusu untuk perbekalan farmasi yang memerlukan
penyimpanan pada suhu tertentu.
5. Dilengkapi kartu stok.
Menurut Depkes RI 2008 Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
merancang bangunan gudang agar mendapatkan kemudahan dalam
penyimpanan, penyusunan, pencarian dan pengawasan perbekalan farmasi,
diperlukan tata ruang sebagai berikut :
1. Kemudahan bergerak
Untuk memudahkan bergerak, gudang perlu ditata sebagai berikut :
a. Gudang menggunakan sistem satu lantai, jangan menggunakan sekat-
sekat karena kan membatasi pengaturan ruangan. Jika digunakan Sekat,
perhatikan posisi dinding dan pintu untuk mempermudah gerakan.
b. Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran perbekalan farmasi,
ruang gudang dapat ditata berdasarkan sistem arus garis lurus, arus U
atau arus L.
2. Sirkulasi Udara yang Baik
Salah satu faktor penting dalam merancang bangunan gudang adalah adanya
sirkulasi udara yang cukup didalam ruangan gudang. Sirkulasi yang baik
akan memaksimalkan umur hidup dari perbekalan farmasi sekaligus
bermanfaat dalam memperpanjang dan memperbaiki kondisi kerja. Idealnya
dalam gudang terdapat AC, namun biaya nya akan menjadi mahal untuk

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 10


ruang gudang yang luas. Alternatif lain adalah menggunakan kipas angin,
apabila kipas angin belum cukup maka perlu ventilasi melalui atap.
3. Rak dan Pallet
Penempatan Rak yang tepat dan penggunaan palet akan meningkatkan
sirkulasi udara dan perputaran stok perbekalan farmasi.
Keuntungan menggunakan Pallet :
a. Sirkulasi udara dari bawah dan perlindungan dari banjir
b. Peningkatan efisiensi penangan stok
c. Dapat menampung perbekalan farmasi lebih banyak
d. Pallet lebih murah daripada rak.
4. Kondisi Penyimpanan Khusus
a. Vaksin memerlukan “Cold Chain” khusus dan harus dilindungi dari
kemungkinan putusnya aliran listrik
b. Narkotika dan bahan berbahaya harus dismpan dalam lemari khusus dan
selalu terkunci.
c. Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter harus disimpan
dalam ruangam khusus, sebaiknya disimpan di bangunan khusus terpisah
dari gudang induk.
5. Pencegahan Kebakaran
Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar
seperti dus, karton, dan lain-lain. Alat pemadam kebakaran harus dipasang
pada tempat yang mudah dijangkau dan dalam jumlah yang cukup. Tabung
pemadam kebakaran agar diperiksa secara berkala, untuk memastikan masih
berfungsi atau tidak.

2.3.5 Fungsi Penyaluran atau Distribusi


Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara sistem
Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
a. Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi
Farmasi.

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 11


b. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat
dibutuhkan.
c. Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola
(di atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada
penanggung jawab ruangan.
d. Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock
kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
e. Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan
interaksi Obat pada setiap jenis Obat yang disediakan di floor stock.

2.3.6 Fungsi Pemeliharaan


Menurut Seto (2015) Persediaan yang menjadi tanggung jawabnya seorang
apoteker (APA dan apoteker pendamping) adalah harus selalu memelihara obat
dari: Kerusakan, Kedaluwarsa, hilang. satu dan lain hal adalah usaha untuk
menjaga dan melindungi kualitas dan kuantitas obat dari hal hal tersebut diatas,
yakni dengan upaya melindungi dari :
1. Faktor panas, dengan menghindari dari cahaya/sinar matahari secara
langsung.
2. Kelembaban, bila perlu ruangan dilengkapi dengan Dehumidifer.
3. Kerusakan fisik
4. Kedaluwarsa, bila ditemukan banyak yang expire, berati siklus manajemen
logistik tidak berjalan dengan baik (Ingat 3S dan 3K)
5. Serangga dan hama, dengan selalu menjaga kebersihan ruangan
penyimpanan dan peracikan
6. Pencuri
7. Api, obat yang disimpan sebagian adalah mudah terbakar antara lain :
alkohol, aether narcose, dll.

2.3.7 Fungsi Penghapusan atau Pemusnahan


Menurut Permenkes RI No 72 Tahun 2016 bahwa Pemusnahan dan
Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 12


tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai bila:
1. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
2. Telah kadaluwarsa;
3. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan
atau kepentingan ilmu pengetahuan; dan
4. Dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan Obat terdiri dari:
1. Membuat daftar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang akan dimusnahkan
2. Menyiapkan berita acara pemusnahan;
3. Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak
terkait
4. Menyiapkan tempat pemusnahan
5. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta
peraturan yang berlaku.
Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM). Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dilakukan oleh BPOM atau pabrikan asal. Rumah
Sakit harus mempunyai sistem pencatatan terhadap kegiatan penarikan.

2.4 Pelayanan Farmasi Klinik


Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan yang langsung dan
bertanggungjawab yang diberikan kepada pasien dalam rangka meningkatkan
outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena Obat,
untuk tujuan keselamatan dan menjamin kualitas hidup pasien.
Dalam pelaksanaan pelayanan farmasi klinik, apoteker banyak bekerjasama
dengan profesional bidang kesehatan lain terkait pengobatan pasien. Dalam rangka
tercapainya outcome terapi pasien yang optimal, apoteker dituntut agar memiliki

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 13


kemampuan berkomunikasi yang baik. Kemampuan berkomunikasi dimaksud
termasuk dalam memberikan rekomendasi pengobatan pasien. Untuk memberikan
pelayanan farmasi klinik pada pasien dengan efektif dan efisien, serta tepat sasaran,
perlu dilakukan seleksi terhadap pasien. Kriteria pasien yang perlu diprioritaskan
untuk pelayanan farmasi klinik sebagai berikut:
 Pasien pediatrik
 Pasien geriatri
 Pasien polifarmas
 Pasien dengan antibiotit
 Pasien penyakit kronis
 Pasien yang mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit
 Pasien dengan gagal organ eliminasi.
Tahapan Kegiatan Pelayanan Farmasi Klinik Beberapa tahapan kegiatan yang
dilakukan dalam pelayanan farmasi klinik :
1. Pengkajian dan Pelayanan Resep:
Pengkajian dan pelayanan resep merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
meliputi penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan
termasuk peracikan obat, dan penyerahan disertai pemberian informasi.
Pengkajian dan pelayanan resep dilakukan untuk semua resep yang masuk tanpa
kriteria khusus pasien.
2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian
informasi dan rekomendasi obat yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter,
perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Puskesmas.
3. Konseling obat
Konseling obat merupakan salah satu metode edukasi pengobatan secara tatap
muka atau wawancara dengan pasien dan/atau keluarganya yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien yang membuat terjadi
perubahan perilaku dalam penggunaan obat.
4. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 14


kondisi klinis pasien secara langsung dan mengkaji masalah terkait obat,
memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD).
5. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
6. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan kegiatan untuk mengevaluasi
penggunaan obat untuk menjamin obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif,
aman dan terjangkau (rasional).
7. Home Pharmacy Care (Pelayanan Kefarmasian di Rumah) Apoteker dapat
melakukan kunjungan pasien dan atau pendampingan pasien untuk pelayanan
kefarmasian di rumah dengan persetujuan pasien atau keluarga terutama bagi
pasien khusus yang membutuhkan perhatian lebih. Pelayanan dilakukan oleh
apoteker yg kompeten, memberikan pelayanan untuk meningkatkan kesembuhan
dan kesehatan serta pencegahan komplikasi, bersifat rahasia dan persetujuan
pasien, melakukan telaah atas penata laksanaan terapi, memelihara hubungan
dengan tim kesehatan.
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

2.5 Sistem Informasi Manajemen Logistik Di Instalasi Farmasi Pemerintah


Manajemen logistik merupakan suatu siklus pengelolaan obat dan bahan medis
habis pakai (BMHP) mulai dari seleksi, pembelian, distribusi dan penggunaan.
Instalasi farmasi pemerintah di tingkatpusat, provinsi dan kabupaten/kota
mempunyai peran penting dalam mendistribusikan obat dan BMHP sampai ke
fasilitas kesehatan dasar, termasuk mendistribusikan obat-obat program. Gambar
2.1 menunjukkan bagaimana proses pengelolaan obat di dilakukan di masing-
masing tahapan.tingkatpusat, provinsi, kabupaten/kota dan bagaimana pencatatan
dan pelaporan

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 15


Gambar 2.1.
Siklus Manajemen Obat dan BMHP di Instalasi Farmasi PemerintahPusat, Provinsi,
Kabupaten/Kota

Siklus manajemen logistik digambarkan sebagai suatu siklus dimana setiap


tahapan siklus menunjukkan keterkaitan satu sama lainnya. Sebagai contoh bahwa
pemilihan obat sangat tergantung dari siapa yang dilayani. Beban penyakit, jumlah
pasien dan pelayanan kesehatan masyarakat menjadi kunci penting untuk tahapan
selanjutnya.
1. Pemilihan/Seleksi.
Seleksi merupakan tahapan awal dalam perencanaan obat dan BMHP. Prinsip
dasar seleksi adalah obat dan BMHP terpilih harus mempunyai manfaat terapi
yang jauh lebih besar dibandingkan resikonya serta merupakan yang terbaik
dibandingkan kompetitornya. Seleksi bertujuan untuk menentukan jenis obat dan
BMHP yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan serta
pelaksanaan intervensi programkesehatan dalam menunjang pencapaian target
pembangunan kesehatan.
2. Perencanaan.
Perencanaan kebutuhan bertujuan untuk menetapkan jenis dan jumlah obat
dan BMHP yang dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan dan pelaksanaan
intervensi programkesehatan dengan mempertimbangkan target dan kemampuan
dalam pelaksanaan programkesehatan, ketersediaan anggaran dari berbagai
sumber anggaran yang sah dan ketersediaan.
3. Pengadaan.

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 16


Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh
Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat
Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai
diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.Tujuan
pengadaan obat dan BMHP adalah:
a) Tersedianya obat dan BMHP dengan jenis, jumlah, dan spesifikasi sesuai
dengan kebutuhan.
b) Terjaminnya mutu obat dan BMHP
c) Obat dan BMHP dapat diperoleh pada saat dibutuhkan.
4. Penyimpanan.
Penyimpanan merupakan suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan
cara menempatkan obat dan BMHP yang diterima pada tempat penyimpanan
sesuai dengan kondisi dipersyaratkan dalam kemasan yang dinilai aman dari
pencurian serta gangguan fisik sehingga dapat merusak mutu obat dan
BMHP.Penyimpanan diselenggarakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan kondisi yang dipersyaratkan. Tujuan penyimpanan
obat dan BMHP adalah untuk: memelihara mutu; menghindari penyalahgunaan
dan penggunaan yang salah; menjaga kelangsungan persediaan; serta
memudahkan pencarian dan pengawasan.
5. Distribusi.
Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka mendistribusikan
obat dan BMHP kepada unit layanan/satuan kerja/fasilitas kesehatan dalam jenis
dan jumlah yang tepat dengan menggunakan kendaraan operasional distribusi
serta peralatan penunjang penyimpanan dan distribusi yang dapat memastikan
mutu sepanjang jalur distribusi.
6. Monitoring dan Evaluasi.
Monitoring dan evaluasi diselenggarakan secara periodik dan teratur.
Monitoring dan evaluasi sebagai bagian dari pengendalian mutu
pengelolaanbertujuan 3 memastikan setiap instalasi farmasi pemerintah
menyelenggarakan fungsi sesuai standar serta memenuhi persyaratan lokasi,
bangunan, prasarana, peralatan, dan sumber daya manusia. Dalam Setiap siklus

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 17


manajemen logistik terdapat dukungan manajemen meliputi sumber daya
manusia, organisasi, anggaran, manajemen mutu serta pencatatan pelaporan.
Informasi merupakan motor penggerak siklus manajemen logistik. Tanpa
informasi sistem logistik tidak akan berjalan sempurna. Seorang manajer logistik
akan mengumpulkan informasi pada setiap aktivitas dalam siklus logistik dan
menganalisisnya untuk tindakan kedepan. Umumnya, pengelolaan logistik akan
didukung oleh Sistem Informasi Manejemen Logistik (SIML).
SIMLmerupakan sebuah sistem untuk melakukan pencatatan dan pelaporan
logistik obat dan BMHP baik yang berbasis kertas atau elektronik.SIML digunakan
untuk melakukan aggregate data, menganalisis, memvalidasi, dan menampilkan
data (dari semua tingkatanmanajemen logistik di suatu wilayah),yang dapat
digunakan untuk membuat keputusan logistik dan mengelola rantai persediaan obat
dan BMHP.
Sebuah SIML yang berfungsi akan memberikan pengambil keputusan di
seluruh rantai pasokan dengan akurat, tepat waktu, dan tepat data, seperti
ketersediaan obat, pengurangan dan penyesuaian stok obat, penggunaan obat,
permintaan, masalah, status pengiriman, dan informasi tentang assetobat dan
BMHP yang dikelola.
Teknologi informasi dan komunikasi semakin berperan dalam mendukung
sistem informasi manajemen logistik.Kementerian Kesehatan melalui Direktorat
Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatantelah mengembangkan sistem
informasi manajemen logistik elektronik yang disebut E-Logistik. E-Logistik
dirancang untuk memfasilitasi pengelolaan data obat dan BMHP untuk
menghasilkan informasi dalam mendukung pengambilan keputusan yang sangat
berbeda. Beberapa pertanyaan yang dapat dijawab dengan menggunakan data yang
terdapat di E-Logistik adalah:
 Berapa lama persediaan saat ini dapat bertahan? Kapan harus memesan
kembali?
 Dimana persediaan obat dan BMHP dapat diperoleh? Apakah perlu
mengalokasikan ke tempat lain?
 Di mana penggunaan tertinggi? Apakah fasilitas tersebut membutuhkan lebih
banyak obat? Sediaan farmasi apa saja yang diperlukan?

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 18


 Seberapa besar kerugian akibat sediaan farmasi yang tidak terpakai?
 Kapan produk akan kadaluarsa? Bisakah kita mendistribusikan sediaan farmasi
sebelum masa kadaluarsa?
Dalam mengelola logistik setidaknya memerlukan 3 informasi penting yaitu:
a) Informasi stok obat dan BMHP atau ketersediaan di setiap tingkat pelayanan
kesehatan.
b) Rata-rata penggunaan obat dan BMHP dalam periode tertentu,
c) Pengeluaran atau pengurangan dan penyesuaian jumlah obat dan BMHP akibat
selain penggunaan seperti kadaluarsa, kerusakan atau pencurian.
Penyesuaian jumlah dilakukan jika terdapat pengeluaran dan/atau penambahan
akibat pengembalian barang ke instalasi farmasi. Melalui sistem informasi
elektronik, hal-hal tersebut dapat dilakukan secara otomatis. Salah satu panduan
dari USAID terkait dengan sistem informasi logistik berbasis elektronik setidaknya
terdapat 4 faktor yang perlu diperhatikan:
1) Proses bisnis manajemen logistik yang detail dan komitmen waktu dan sumber
daya yang dibutuhkan untuk meningkatkan proses bisnis sebelum atau selama
penggunaan sistem elektronik,
2) Adanya tim multidisiplin yang kuat, terdiri dari aspek manajerial, tenaga
operasional dan tenaga teknis,
3) Dukungan pimpinan dan kelembagaan yang berkesinambungan serta
4) Sumber daya yang dikelola secara berkesinambungan untuk menjalankan
sistem elektronik secara terus menerus

2.6 Strategi Implementasi E-Logistik di Instalasi Farmasi Pemerintah


2.6.1 Integrasi Data Logistik Obat dan BMHP
Secara umum kebutuhan nasional adalah pemantauan terhadap ketersediaan
obat dan BMHP di daerah, baik itu obat esensial, obat indikator maupun
rekomendasi dari formularium nasional.Untuk mempermudah pelaksanaan
monitoring dan evaluasi tersebut, penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi dilakukan mulai dari tingkatinstalasi farmasi kabupaten/kota,
instalasi farmasi provinsi dan instalasi farmasi pusat.

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 19


Untuk mengakomodasi integrasi data dari berbagai tingkat tersebut,
diperlukan sebuah bank data yang menampung laporan-laporan yang
dikeluarkan oleh aplikasi manajemen logistik. Dengan adanya bank data E-
Logistik, output laporan dari sistem informasi manajemen logistik di Instalasi
farmasi pemerintah semua tingkat dapat diintegrasikan sehingga secara nasional
dapat mengetahui bagaimana status ketersediaan obat dan BMHP.

2.6.2 Regulasi Sistem Informasi Logistik Obat dan BMHP


Agar implementasi sistem informasi manajemen logistik dapat berjalan,
secara nasional diperlukan regulasi yang dapat dijadikan acuan bagi
implementasi sistem informasi manajemen logistik di daerah. Hal ini untuk
mengakomodasi kebutuhan daerah untuk mengalokasikan sumber daya,
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi serta melakukan integrasi
(bridging) dengan bank dataE-Logistik Nasional.
Regulasi penggunaan sistem berbasis elektronik sejalan dengan indikator
Nawacita Presiden dan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2015-2019.
Beberapa instalasi farmasi kabupaten/kota sudah terlebih dahulu
mengembangkan sistem informasi manajemen logistik berbasis elektronik,
sehingga bridging atau integrasi antar sistem terkait dengan data obat dan
perbekalan serta format laporan-laporannya juga perlu dipersiapkan, antara lain:
 Penggunaan standar data obat dan BMHP nasional yang menjadi referensi
aspek teknis pengembangan sistem informasi berbasis elektronik
 Format output laporan yang baku sehingga dapat dijadikan acuan dalam
pembuatan sisteminformasi elektronik

2.6.3 Kesinambungan Penggunaan Sistem Informasi Logistik Obat dan BMHP


Kesinambungan penggunaan sistem berbasis elektronik akan tergantung
pada beberapa aspek baik internal maupun eksternal organisasi. Secara internal
berkaitan dengan kualitas sistem dan manfaat nyata yang didapatkan dengan
penggunaan sistem berbasis elektronik menjadi kunci penting untuk mengurangi
resistensi dari pengguna.

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 20


Dukungan organisasi, pembiayaan dan kepemimpinan di internal Instalasi
Farmasiakan sangat membantu percepatan adopsi sistem informasi elektronik.
Secara eksternal, diperlukan pengembangan sistem E-Logistik yang
berkesinambungan untuk mengakomodasi dinamika perubahan yang terjadi.
Sosialisasi dan kegiatan peningkatan kapasitas pengelola logistik dengan
memanfaatkan sistem informasi elektronik akan membantu instalasi farmasi
pemerintahdi semua tingkat. Fasilitas komunikasi antar pengguna sistem
berbasis elektronik seperti forum atau grup sosial media dapat memfasilitasi
komunikasi dan transfer pengetahuan kepada semua pengguna sistem informasi
logistik. Pendampingan dan pelatihan yang difasilitasi oleh pihak eksternal dapat
mempercepat proses adopsi. Berikut ini adalah gambaran dukungan untuk
kesinambungan penggunaan sistem informasi logistik.

Gambar 2.2
Dukungan Implementasi Sistem Informasi Logistik Elektronik

2.7 Pemanfaatan Aplikasi E-Logistik


2.7.1 Proses Bisnis Manajemen Logistik di Instalasi Farmasi Pemerintah
Proses bisnis merupakan aktivitas yang lebih terinci dari siklus manajemen
logistik terutama untuk pengembangan sistem informasi manajemen logistik
secara elektronik. Berdasarkan referensi dari Whithouse et al 2007, sistem
informasi logistik perlu mengakomodasi beberapa hal seperti yang ditampilkan
dalam Tabel 1.

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 21


Tabel 1. Cakupan Fungsi Sistem Informasi Manajemen Logistik Elektronik

No Modul Contoh Fungsi


1. Informasi Institusi Profil Instalasi Farmasi, master data obat dan
BMHP, unit penerima rutin
2. Data logistik dari Data logistik yang dilaporkan dari fasilitas
laporan fasilitas kesehatan (Puskesmas) seperti laporan stok obat,
kesehatan penggunaan obat, pengurangan dan penyesuaian
jumlah barang
3. Penghitungan stok Menggunakan metode tertentu, perhitungan
optimum jumlah masing-masing produk setiap fasilitas
kesehatan (umpamanya berdasarkan rata-rata
konsumsi, buffer dan stok minimal)
4. Jumlah distribusi Melacak perbedaan jumlah distribusi dan stok
dan stok di fasilitas barang di fasiltias kesehatan
kesehatan
5. Distribusi untuk Secara berkala terdapat distribusi ke fasilitas
kegiatan khusus kesehatan lain yang tidak rutin seperti kegiatan
sosial, relokasi dalam keadaan bencana
6. Persentasi fasilitas Daftar fasilitas yang sudah mengirimkan laporan
yang melaporkan rutin
rutin
7. Status stok Untuk jangka waktu yang ditetapkan,
menampilkan stok obat dan BMHP di Instalasi
Farmasi maupun fasilitas kesehatan, termasuk
mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan stok
barang
8. Status Stockout Menampilkan kejadian stockouts di fasilitas
pelayanan kesehatan dan Instalasi Farmasi.
9. Laporan Obat Selama periode waktu, menampilkan item data
Program obat program di fasilitas pelayanan kesehatan atau
Instalasi Farmasi seperti penggunaan obat
programdan vaksin, jumlah pasien ART, dan tes
HIV yang digunakan sesuai tujuannya.

10. Grafik Selama periode waktu, menampilkan grafik tren


dan atau grafik batang seperti obat yang
digunakan dan ringkasan status stok dari waktu ke
waktu.

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 22


11. Distribusi Memungkinkan distribusi dengan
mempertimbangkan metode FEFO, FIFO atau
LIFO berdasarkan ketersediaan obat dan BMHP di
instalasi farmasi.

12. Barang kadaluarsa Untuk jangka waktu yang ditetapkan,


menampilkan produk dengan masa kadaluarsa
yang terdekat, sehingga memungkinkan untuk
mengatur redistribusi obat yang dekat dengan
kadaluwarsa.

Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa sistem manajemen logistik elektronik


tidak hanya mencakup fungsi transaksi data (pencatatan opersional siklus
manajemen logistik) tetapi juga mencakup fungsi non transaksi seperti
manajemen data (master data, user, backup, restore, update master data), profil
instalasi farmasi, laporan dan grafik serta integrasi dengan bank data e-Logistik
nasional. Gambar 5 berikut merupakan proses bisnis sistem E-Logistik.
 Perencanaan.Berasal dari usulan unit layanan atau fasilitas pelayanan
kesehatan.Penghitungan kebutuhan berdasarkan metode konsumsi/burden of
disease. Contoh penghitungan Analisis Pareto (ABC) dengan output grafik
Pareto ABC. Umumnya perencanaan obat dan BMHP menggunakan nama
generik.
 Pembelian.Dasarnya adalah daftar perencanaan yang kemudian dibeli
berdasarkan produk dari perusahaan tertentu (sesuai e-Katalog). Untuk
pembelian umumnya menggunakan nama dagang obat dan BMHP yang
terdaftar.
 Permintaan. Merupakan proses permintaan buffer obat/obat program/vaksin
ke Instalasi Farmasi di atasnya.
 Penerimaan. Penerimaan dari berbagai sumber baik dari APBN, APBD 1,
APBD 2, hibah dan pemberian dari pihak lain. Termasuk yang berasal dari
relokasi tempat lain.
 Stok Opname. Merupakan kegiatan pengecekan kesesuaian stok fisik dan stok
yang tercatat di sisteminformasi manajemen logistik elektronik.Stok opname
digunakan untuk memonitor ketersediaan obat secara berkala.Stok opname
umumnya dilakukan di instalasi farmasi dan semua unit pelayanan kesehatan.

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 23


 LPLPO. Laporan Penggunaan dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) adalah
formulir khusus yang digunakan oleh fasilitas kesehatan untuk melakukan
pelaporan ketersediaan obat dan BMHP sekaligus untuk permintaan obat dari
fasilitas pelayanan kesehatan (Puskesmas).Umumnya LPLPO hanya
dilakukan di tingkat Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.Di beberapa tempat,
format LPLPO juga digunakan di Puskesmas dengan permintaan dari
Puskesmas Pembantu.
 Distribusi. Merupakan kegiatan pendistribusian ke fasilitas pelayanan
kesehatan (Puskesmas) atau kegiatan lain seperti bakti sosial, permintaan
sewaktu (tidak dalam jadwal permintaan rutin), fasilitas kesehatan lain
(rumah sakit, klinik).
 Pemusnahan.Merupakan transaksi pengeluaran obat dan BMHP yang
kadaluarsa dan rusak secara permanen sehingga hilang dari aset. Pemusnahan
umumnya melalui proses tertentu dengan berita acara yang resmi.
Pemusnahan dilakukan secara tidak rutin.
 Evaluasi dan Pelaporan.Berbagai macam laporan diperlukan untuk menjawab
kebutuhan manajerial, Kementerian Kesehatan dan pihak eksternal seperti
pemerintah daerah, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), auditor eksternal.
Contoh laporan ketersediaan tersebut antara lain: Laporan ketersediaan obat,
obat kadaluarsa, laporan obat indikator (puskesmas, program) dan informasi
aset obat dan BMHP.
 Integrasi bank data.Merupakan fungsi pelaporan ke bank dataE-Logistik
Nasional.Integrasi bertujuan untuk mendapatkan gambaran ketersediaan obat
secara nasional, melakukan komparasi kebutuhan antar wilayah dan
pengambilan keputusan dalam melakukan relokasi obat dan BMHP untuk
tujukan khusus seperti bencana.
 Manajemen Data. Digunakan untuk melengkapi profil instalasi farmasi,
mengelola pengguna pada pengatur multi-user, melakukan backup dan restore
data, update aplikasi serta pemutakhiran master data obat dan BMHP.

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 24


2.7.2 Penggunaan Standar Data dalam Sistem Informasi Manajemen Logistik
Obat dan BMHP
Penggunaan sistem informasi elektronik tidak terlepas dari penggunaan
standar data khususnya untuk obat dan BMHP.Hal ini didorong dengan
bervariasinya sistem informasi yang digunakan terkait dengan pengelolaan obat
dan BMHP, baik di fasilitas pelayanan kesehatan maupun di instalasi farmasi.
Puskesmas dan rumah sakit memiliki sistem informasi (SIMPUS, SIMRS)
yang didalamnya terdapat fungsi manajemen logistik obat dan BMHP.Berbagai
aplikasi telah tersedia untuk mengakomodasi pelayanan farmasi di apotek.
Selain itu, beberapa Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sudah memiliki sistem
informasi manajemen logistik elektronik dengan berbagai nama dan fungsi.
Obat dan BMHP juga memiliki metadata yang kompleks.Sebuah item obat
memiliki informasi yang berkaitan dengan konten obat, kekuatan obat, satuan
obat, rute pemberian, golongan obat, kemasan, satuan kemasan, jenis obat,
kategori obat, status obat dan produsen obat. Selain itu setiap item obat dapat
dikategorikan dalam beberapa pengelompokan obat seperti pengelompokan obat
generik (INN: International Non-proprietary Name), Formularium Nasional,
WHO-ATC, Obat Programdan Obat Indikator. . Konsep standar data obat dan
BMHP dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut:

Gambar 2.3
Konsep Standar Data Obat dan BMHP

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 25


Konsep standar data obat dan BMHP mengakomodasi penamaan dagang
dan penamaan generik.Standar data obat dan BMHP dirancang untuk digunakan
di sistem informasi kesehatan dan aplikasinya untuk mencapai interoperabilitas
semantik. Dengan adanya standar data, maka:
 Master data obat dan BMHP dapat digunakan dalam sistem informasi
manajemen farmasi seperti peresepan elektronik, dispensing obat,
pemberian obat, pelaporan efek samping obat dan pencatatan persediaan
obat pada sistem manajemen logistik.
 Standar data obat dapat digunakan untuk mendukung pengembangan sistem
pendukung keputusan klinis dan keputusan manajemen.
 Standar data membantu interoperabilitas berbagai rekam medis elektronik
(Electronic Medical Records) internal maupun antar fasilitas penyedia
layanan kesehatan.
Aplikasi E-Logistik ini merupakan penyempurnaan dari aplikasi E-Logistik
sebelumnya dengan konsep sistem yang terdistribusi di masing-masing
kabupaten/kota, provinsi dan pusat.Namun demikian E- Logistik memiliki
fungsi pelaporan yang terintegrasi.Upaya integrasi data dilakukan dengan
menyediakan standar data sediaan farmasi (obat dan bahan medis habis pakai)
yang digunakan dalam pengelolaan logistik. Standar data sediaan farmasi
berfungsi untuk:
(1) Menyediakan kemudahan dalam melakukan transaksi data obat.
(2) Memudahkan integrasi data pelaporan dari kabupaten/kota, provinsi sampai
pusat.
(3) Memungkinkan untuk digunakan pada sistem informasi lain (sistem
informasi puskesmas, sistem informasi rumah sakit) sehingga dapat
diintegrasikan dengan E-Logistik.
(4) Mengarah pada interoperabilitas sistem untuk mendukung komunikasi data
elektronik.
Gambar 7 menujukkan bagaimana E-Logistik dibangun diatas standar data obat

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 26


Gambar 2.4
Gambaran Penggunaan Standar Data Obat
dalam pengembangan E-Logistik

2.7.3 Langkah-Langkah Implementasi Sistem E-Logistik di Instalasi Farmasi


Pemerintah
Aplikasi E-Logistik disediakan oleh Kementerian Kesehatan melalui
Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.Aplikasi ini dapat
didownload pada link yang sudah disediakan dan secara mandiri dapat diinstall
di komputer PC ataupun Laptop.Namun demikian, untuk penggunaan di instalasi
farmasi, direkomendasikan untuk diinstall di PC atau Server yang terhubung
dengan jaringan lokal (LAN).Dengan demikian aplikasi E-Logistik dapat
digunakan oleh banyak pengguna secara bersamaan (multi-user).Untuk
mengimplementasikan aplikasi E-Logistik berikut ini adalah beberapa
rekomendasi untuk dilakukan.
(1) Melakukan Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan bertujuan untuk mengidentifikasi data obat dan BMHP
di Instalasi Farmasi. Beberapa pertimbangan yang diperlukan adalah apa saja
item obat dan BMHP yang tersedia di instalasi farmasi (sesuai yang tercantum
dalam kemasan), tanggal kadaluarsa, harga satuan, sumber anggaran pembelian,
nomor batch dan faktur pembelian. Informasi tersebut diperlukan untuk
dimasukkan dalam sistem E-Logistik.

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 27


Identifikasi kebutuhan pelaporan rutin baik untuk internal dan eksternal
dan membandingkan apakah ada output informasi lain yang tercakup dalam
aplikasi E-Logistik. Output laporan yang belumtercantum dapat diusulkan
kepada Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan untuk
ditambahkan pada versi-versi yang akan datang. Output pelaporan yang tersedia
saat ini mempertimbangkan kebutuhan umum untuk semua Instalasi Farmasi di
Indonesia.
Sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan sistem berupa hardware
sistem informasi (komputer, jaringan dan internet), sumber daya manusia dan
pembiayaan.Hardware sisteminformasi berupa komputer untuk menempatkan
aplikasi E-Logistik (instalasi), jaringan LAN untuk membuat setting multi-user
dan internet untuk mengirimkan laporan langsung ke bank dataE- Logistik
Nasional. Sumber daya manusia berkaitan dengan proses input data sesuai
dengan modul- modul yang tersedia. Termasuk bagaimana pengguna dapat
melihat laporan, mengekstraksi laporan dalam bentuk file spreadsheet dan
memanfaatkannya untuk membuat laporan lain. Terkadang diperlukan
pembiayaan untuk input data pertama kali mengingat data obat dan BMHP
cukup banyak dan perlu upaya untuk dapat dimasukkan ke dalam sistem.
(2) Implementasi Sistem E-Logistik
Setelah mengidentifikasi kebutuhan tersebut, selanjutnya adalah
implementasi sistem. Proses instalasi dapat dilakukan pada komputer yang sudah
tersedia. Setting multi-user dapat dilakukan dengan melihat petunjuk user
manual yang terdapat dalam buku ini.Setelah sistem terinstal dengan sempurna,
berikutnya adalah melakukan setting institusiuntuk memastikan profil Instalasi
Farmasi dan unit penerima rutin sudah benar.
Penguatan kapasitas staf Instalasi Farmasi diperlukan untuk menyamakan
persepsi terkait dengan konsep E-Logistik dan memastikan sistem E-Logistik
dapat dioperasikan oleh semua staf. Penguatan kapasitas staf dapat berupa
pelatihan singkat dan pendampingan penggunaan sistem oleh staf yang sudah
dilatih sebelumnya. Pemahaman yang sama terhadap aplikasi E-Logistik akan
sangat membantu proses penggunaan E-Logistik secara multi-user di Instalasi
Farmasi. Entri data dapat dibagi sesuai dengan perannya seperti staf yang

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 28


melakukan penerimaan obat,memasukkan laporan LPLPO (untuk
tingkatkabupaten/kota) serta staf yang melakukan distribusi. Dengan demikian
dapat menyesuaikan dengan distribusi beban pekerjaan di instalasi farmasi.
Salah satu proses implementasi yang cukup berat adalah memasukkan data
obat pertama kali ke dalam sistem E-Logistik. Diharapkan semua data obat dan
BMHP dimasukkan ke dalam sistemmelalui Modul Penerimaan sehingga proses
selanjutnya seperti distribusi, retur atau pemusnahan obat dapat dilakukan.
Memasukkan data tersebut akan mempengaruhi output laporan seperti
ketersediaan obat, jumlah aset beserta sumber anggarannya, obat kadaluarsa dan
ketersediaan obat yang dapat dikelompokkan berdasarkan nama generik
(menggunakan penamaan INN) dan juga Formularium Nasional. Selain itu
memasukkan data obat menggunakan daftar nama obat dan BMHP yang standar,
sehingga memudahkan untuk kompilasi data pelaporan. Standar data tersebut
idealnya sesuai dengan nama yang tercantum dalam kemasan. Untuk itu penting
memperhatikan kemasan pada saat entri pertama kali.
Jika data obat dan BMHP sudah masuk ke dalam sistem, langkah
selanjutnya adalah menerima laporan LPLPO (baik entri secara manual maupun
dengan template laporan), melakukan distribusi ke unit layanan yang melakukan
permintaan, distribusi sewaktu untuk pendistribusian yang tidak terjadwal, atau
melakukan stok opname dan pemusnahan obat. Aktivitas tersebut dapat
dilakukan secara efektif tanpa harus melakukan entri data obat satu per satu.
(3) Monitoring dan Evaluasi
Setelah implementasi berjalan, kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan
untuk memastikan kesesuaian antara transaksi data dan output pelaporan yang
dihasilkan. Monitoring juga dapat dilakukan dengan melihat apakah laporan
wajib sudah terkirim ke bank dataE-Logistik Nasional. Beberapa output laporan
penting tersebut antara lain:
 Laporan ketersediaan obat yang dihitung berdasarkan penerimaan dan
distribusi obat, minimal 150 item obat dan BMHP.
 Laporan obat indikator Puskesmas yang terdiri dari 20 item obat yang
diambil dari laporan LPLPO yang masuk (khusus untuk Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota).

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 29


Melalui aplikasi Bank Data E-Logistik Nasional, Kementerian Kesehatan
dapat melakukan monitoring terhadap jumlah laporan yang masuk dari Instalasi
Farmasi semua tingkat.

2.8 Relevansi Sistem Manajemen Logistik dengan Ayat Al-Quran


Dalam sudut pandang Islam manajemen diistilahkan dengan menggunakan
kata al-tadbir (pengaturan).6 Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara
(mengatur) yang banyak terdapat dalam Al Qur‟an seperti firman Allah SWT:

Artinya: Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik
kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut
perhitunganmu (As Sajdah: 05).
Dari isi kandungan ayat di atas dapatlah diketahui bahwa Allah swt adalah
pengatur alam (Al Mudabbir/manager). Keteraturan alam raya ini merupakan bukti
kebesaran Allah swt dalam mengelola alam ini. Namun, karena manusia yang
diciptakan Allah SWT telah dijadikan sebagai khalifah di bumi, maka dia harus
mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah
mengatur alam raya ini.
Mengenai pentingnya suatu perencanaan, ada beberapa konsep yang tertuang
dalam Al Qur‟an dan Al Hadits. Di antara ayat Al Quran yang terkait dengan
fungsi perencanaan adalah: Surat Al Hasyr ayat 18:

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan


hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al Hasyr Ayat 18).

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 30


Perencanaan yang baik akan dicapai dengan mempertimbangkan kondisi di
waktu yang akan datang dalam mana perencanaan dan kegiatan yang akan
diputuskan akan dilaksanakan, serta periode sekarang pada saat rencana di buat.
Perencanaan merupakan aspek penting dari pada manajemen.
Al-Qur‟an dalam hal ini sebenarnya telah memberikan pedoman dasar
terhadap proses pembimbingan, pengarahan ataupun memberikan peringatan dalam
bentuk actuating ini. Allah berfiman dalam Surat Al–Kahfi Ayat 2 sebagai berikut:

Artinya: Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang


sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orangorang yang
beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat
pembalasan yang baik (Q.S al Kahfi ayat 2).
Suatu contoh pelaksanaan dari fungsi manajemen dapat ditemukan pada
pribadi agung, Nabi Muhammad Saw. ketika ia memerintahkan sesuatu pekerjaan,
beliau menjadikan dirinya sebagai model dan teladan bagi umatnya. Rasulullah
Saw adalah al Qur‟an yang hidup (the living Qur‟an). Artinya, pada diri Rasulullah
Saw tercermin semua ajaran Al-Qur‟an dalam bentuk nyata. Beliau adalah
pelaksana pertama semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya.
Oleh karena itu, para sahabat dimudahkan dalam mengamalkan ajaran Islam yaitu
dengan meniru perilaku Rasulullah SAW.

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 31


BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Di Puskesmas


Tamalanrea Jaya Kota Makassar
Berdasarkan hasil dari memperoleh informasi yang lebih mendalam tentang
manajemen pengelolaan obat di Puskesmas Tamalanrea Jaya Kota Makassar Tahun
2018. Jika dilihat mengenai proses manajemen obat dan sediaan farmasi yang ada
di puskesmas seperti perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian.

Gambar 2.5
Puskesmas Tamalanrea Jaya Kota Makassar
Proses pengelolaan sistem manajemen logistik obat dan sediaan farmasi di
Puskesmas Tamalanrea Jaya Kota Makassar diantaranya sebagai berikut: (Adam A,
2018)
a. Perencanaan
Di Puskesmas Tamalanrea Jaya Kota Makassar belum sepenuhnya
dilakukan dengan baik, disini tidak ada pembentukan tim perencanaan obat dan
tidak adanya evaluasi mengenai perencanaan obat. Proses perencanaan terdiri
dari perkiraan kebutuhan, menetapkan sasaran dan menentukan strategi,
tanggung jawab dan sumber yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
Perencanaan dilakukan secara optimal sehingga perbekalan farmasi dapat
digunakan secara efektif. (Sri Kusumadewi, 2011).

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 32


Menurut Dirjen Bina farmasi dan alat kesehatan (2010) Perencanaan merupakan
suatu kegiatan awal dari pengelolaan obat yang mempunyai tujuan untuk
menentukan jenis dan jumlah obat yang dibutuhkan di sesuaikan dengan pola
penyakit, kebutuhan dan dana yang tersedia di Dinas Kesehatan. Tahapan
perencanaan meliputi:
1) Pemilihan adalah memilih obat yang sesuai dengan yang dibutuhkan pasien
yang di sesuaikan dengan jumlah kunjungan pasien dan pola penyakitnya,
formularium serta buku standar diagnosa dan terapi.
2) Komplikasi penggunaan obatdi setiap unit pengguna obat. Penghitungan
kebutuhan menurut metode konsumsi atau morbiditas atau kombinasi
keduanya. Metode konsumsi adalah perhitungan kebutuhan yang di dasarkan
pada data riel konsumsi obat tahun lalu dengan berbagai penyesuaian dan
koreksi diantaranya adalah perencanaan stratejik dan dana yang tersedia.
Sedang metode morbiditas adalah penghitungan kebutuhan yang didasarkan
pada beban kesakitan yang harus dilayani, yaitu berdasarkan pola penyakit,
perkiraan kenaikan pola kunjungan dan waktu tunggu. Kombinasi antara
metode konsumsi tetapi di waktu lain, di bulan tertentu menggunakan metode
morbiditas karena sering munculnya kejadian luar biasa atau untuk
penyesuaian dengan pengadaan.
Evaluasi perencanaan dengan menggunakan anlisis ABC, VEN, atau
kombinasi keduanya. Perinsip analis ABC atau analisis Always Beter Control
atau analisis pareto adalah analisis terhadap obat yang menggunakan biaya
terbesar di golongkan ke A bila penggunaan biayanya 70% B kalau biayanya
20% dan C kalau penggunaan biayanya 10%. Sedangkan untuk analisis VEN
adalah menggolongkan obat kedalam 3 golongan V atau kepanjangan dari vital
bila obat itu dipakai untuk menyelamatkan kehidupan yang bila sampai tidak ada
akan meningkatkan resiko kematian pasien E. Atau esensial bila obat tersebut
terbukti efektif untuk menyembuhkan penyakit, atau mengurangi penderitaan
pasien. Sedangkan N adalah non esensial meliputi aneka ragam obat yang
digunakan untuk penyakit yang bisa sembuh dengan sendirinya (self limiting
disease). Obat ini di ragukan kemenfaatanya di banding dengan obat lain yang
sejenis (Sri Kusumadewi, 2011).

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 33


b. Pengadaan
Puskesmas Tamalanrea Jaya Kota Makassar tidak adanya tim pemeriksa
obat yang datang, pemantauan status pesanan obat tidak ada, penentuan waktu
pengadaan dan kedatangan obat tidak ada.
Pengadaan merupakan suatu kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan
setelah di rencanakan dan di setujui melalui, pembelian, produksi, pemberian
sumbangan (droping, hibah karena bencana, dll). Adapun tujuan dari pengadaan
adalah mendapatkan obat dengan harga layak, mutu yang baik, pengiriman obat
terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga
serta waktu berlebihan.
Metode pengadaan dengan sistem pembelian dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu, tender terbuka, tender tertutup, pembelian dengan tawar
menawar dan pembelian langsung (Sri Kusumadewi Dkk, 2011).
Menurut Muhamad Anshari (2009), Secara umum dijumpai dalam prektek
pengelolaan obat masalah yang sering timbul dalam proses pengadaan obat-
obatan dan sediaan farmasi adalah:
1) Jumlah obat tertentu terlalu banyak dipesan.
2) Jenis obat tertentu tidak pernah digunakan.
3) Kehabisan obat tertentu.
4) Obat yang datang tidak sesuai dengan yang dipesan.
5) Harga obat yang dipesan terlalu mahal.
Fungsi berikutnya adalah pengadaan, yaitu semua kegiatan yang dilakukan
untuk mengadakan bahan logistik yang telah direncanakan, baik melalui
prosedur:
1) Pembelian.
2) Produksi sendiri, maupun dengan
3) Sumbangan dari pihak lain, yang tidak mengikat.
Konsinyasi, yaitu barang titipan dari supplier/rekanan untuk dijual, pembayaran
dilakukan setelah barang laku
c. Penyimpanan
Di Puskesmas Tamalanrea Jaya Kota Makassar tempat penyimpanan obat
belum cukup baik. Ini disebabkan karena tidak adanya pengaturan tata ruang

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 34


obat, tidak adanya pengujian obat dilaboratorium jika pengamatan visual terjadi
kerusakan dan tidak ada pengamatan mutu obat. Penyimpanan adalah suatu
kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan
yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan dari
fisik yang dapat merusak mutu obat.Tujuan penyimpanan obat-obatan adalah
untuk:
a) Untuk memelihara mutu obat.
b) Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab.
c) Menjaga kelangsungan persediaan
d) Memudahkan pencarian dan pengawasan
Standar gudang penyimpanan obat yang sering digunakan adalah sebagai
berikut:
a) Luas minimal 3 x 4 m2
b) Ruang kering tidak lembab.
c) Ada ventilasi agar ada aliran udara dan tidak lembab.
d) Cahaya cukup.
e) Lantai dari tegel atau semen.
f) Dinding dibuat licin.
g)Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam.
h) Ada gudang penyimpanan obat.
Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian
dan pengawasan obat-obat, maka diperlukan pengaturan tata ruang gudang
dengan baik. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang
gudang adalah sebagai berikut:
a) Kemudahan bergerak
Untuk kemudahan bergerak, maka gudang perlu ditata sebagai berikut:
1. Gudang menggunakan sistem satu lantai jangan menggunakan sekatsekat
karena akan membatasi pengaturan ruangan. Jika digunakan sekat,
perhatikan posisi dinding dan pintu untuk mempermudah gerakan.
2. Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran obat, ruang gudang
dapat ditata berdasarkan sistem arus garis lurus, arus U, dan arus L.
b) Sirkulasi udara yang baik

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 35


Salah satu faktor penting dalam merancang gudang adalah adanya sirkulasi
udara yang cukup didalam ruangan gudang. Sirkulasi yang baik akan
memaksimalkan umur hidup dari obat sekaligus bermanfaat dalam
memperpanjang dan memperbaiki kondisi kerja. Idealnya dalam gudang
terdapat AC, namun biayanya akan menjadi mahal untuk ruang gudang yang
luas.
Alternatif lain adalah menggunakan kipas angin. Apabila kipas angin belum
cukup maka perlu ventilasi melalui atap.
c) Rak dan Pallet
Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet akan dapat meningkatkan
sirkulasi udara dan gerakan stok obat
d) Kondisi penyimpanan khusus
Vaksin memerlukan “Cold Chain” khusus dan harus dilindungi dari
kemungkinan putusnya aliran listrik.
e) Pencegahan kebakaran
Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar
seperti dus, kartun dan lain-lain. Alat pemadam kebakaran harus dipasang
pada tempat yang mudah dijangkau.
d. Pendistribusian
Di Tamalanrea Jaya sudah baik namun tidak adanya petugas yang bertugas
melakukan pendistribusian, di tamalanrea jaya pendistribusian obat dilakukan
oleh kepala apoteker itu sendiri. Pendistribusian adalah proses kegiatan sejak
dari menerima surat permintaan dari unit sampai menyerahkan obat sesuai surat
permintaan ke unit-unit. Tujuan pendistribusian adalah terpenuhinya kebutuhan
obat di unit unit dengan mutu, macam dan jumlah obat yang terjamin.
Berdasarkan situasi dan kondisi yang di analisi maka dipilih sistem
pendistribusian yang sesuai (Sri Kusumadewi dkk, 2011). Adapun tujuan
distribusi obat adalah dalam rangka menjaminnya terlaksana penyebaran obat
public dan perbekalan kesehatan secara merata dan teratur sehingga dapat
diperoleh pada saat diperlukan. (Sri Kusumadewi dkk,2011).

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 36


3.2 Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Di Puskesmas Wasah
Kota Kandangan
Berdasarkan hasil dari memperoleh informasi yang lebih mendalam tentang
manajemen pengelolaan obat di Puskesmas Wasah Kota Kandangan tahun 2021.
Jika dilihat mengenai factor input yang meliputi sumber daya manusia, sarana dan
prasarana, sedangkan factor process seperti proses manajemen obat dan sediaan
farmasi yang ada di puskesmas.

Gambar 2.6
Puskesmas Wasah Kota Kandangan

Proses pengelolaan sistem manajemen logistik obat dan sediaan farmasi di


Puskesmas Wasah Kota Kandangan diantaranya sebagai berikut:
a. Perencanaan
Perencanaan merupakan inti dari kegiatan manajemen, karena semua
kegiatan manajemen diatur dan diarahkan oleh perencanaan. Dalam Permenkes
Nomor 58 Tahun 2014 perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk
menentukan jumlah dan periode pengadaan obat sesuai dengan hasil kegiatan
pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat
waktu dan efisien. Perencanaan merupakan suatu proses menetapkan jenis dan
jumlah obat yang dibutuhkan dengan pola penyakit serta kebutuhan pelayanan
(Depkes, 2009).
Perencanaan kebutuhan obat sangat mempengaruhi ketersediaan obat di
Puskesmas, sebab proses perencanaan obat bertujuan untuk mendapatkan
perkiraan jenis dan jumlah obat dan bahan medis habis pakai yang mendekati

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 37


kebutuhan, meningkatkan penggunaan obat secara rasional dan meningkatkan
efisiensi penggunaan obat.
Di Puskesmas Wasah Kota Kandangan didapatkan bahwa perencanaan
kebutuhan obat dipuskesmas Wasah Kota Kandangan dilakukan setiap dua bulan
sekali serta direncanakan berdasarkan 10 penyakit terbesar yang ada diwilayah
kerjanya hal ini sudah menggunakan metode yang telah di tetapkan oleh
perencanan yaitu metode epidemioligi (berdasarkan pola penyakit). Dimana
dengan data-data tersebut obatobatan yang direncanakan dapat tepat jenis
maupun tepat jumlah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kurun
waktu tertentu. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rismalawati,dkk tahun 2005 diketahui bahwa terkait dengan proses perencanaan
obat berdasarkan 10 penyakit terbesar.
b. Pendistribusian
Pendistribusian obat merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat
secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan obat ke unit-unit
pelayanan kesehatan. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan obat unit-
unit pelayanan kesehatan yang ada diwilayah kerja Puskesmas dengan jenis,
mutu, jumlah dan waktu yang tepat.
Pendistribusian obat mencakup kegiatan pengeluaran dan pengiriman obat-
obatan yang bermutu, terjamin keabsahannya serta tepat jenis dan jumlah dari
gudang obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan unit-unit
pelayanan kesehatan. Mekanisme pendistribusian obat yang dilakukan di
Puskesmas mengikuti protap yang ada. Pendistribusian obat yang di mulai dari
dinas kesehatan yang kemudian menyalurkan ke puskesmas dan dipuskesmas
nantinya akan menyalurkan ke pasien dari unit-unit maupun ke poskesedes
ataupun pustu.
Di Puskesmas Wasah Kota Kandangan pendistribusian obat dimulai dari
puskesmas Wasah Kota Kandangan distribusi obat dari Dinas Kesehatan sesuai
dengan LPLPO lalu di antar oleh Dinas Kesehatan ke Puskesmas Wasah
kemudian disalurkan ke unit-unit pelayanan seperti pustu dan poskesdes sesuai
dengan permintaan mereka. Namun kendala yang terdapat pada proses

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 38


pendistribusian obat ialah terkadang terjadi kekosongan obat karena memang
Puskesmas tidak pengadaan obat sendiri (Shafa, 2021).

3.3 Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Di Puskesmas


Cipayung Kota Depok
Berdasarkan hasil dari memperoleh informasi yang lebih mendalam tentang
manajemen pengelolaan obat dan sediaan farmasi di puskesmas Cipayung Kota
Depok tahun 2019. Jika dilihat mengenai factor input yang meliputi sumber daya
manusia, dana dan data, sedangkan factor process mengenai proses manajemen
obat dan sediaan farmasi yang ada di puskesmas seperti perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian, dan penghapusan, dan factor output seperti
ketersediaan obat yang ada di puskesmas.

Gambar 2.7
Di Puskesmas Cipayung Kota Depok

Proses pengelolaan sistem manajemen logistik obat dan sediaan farmasi di


Puskesmas Cipayung Kota Depok diantaranya sebagai berikut:
a. Perencanaan

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 39


Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi sediaan farmasi dan bahan
medis habis pakai untuk menentukan jenis dan jumlah sediaan farmasi dalam
rangka pemenuhan kebutuhan puskesmas. Tujuan perencanaan adalah untuk
mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah sediaan farmasi dan bahan medis habis
pakai yang mendekati kebutuhan, meningkatkan penggunaan obat secara
rasional dan meningkatkan efisiensi penggunaan obat (Permenkes, 2016).
b. Pengadaan
Di Puskesmas Cipayung diperoleh informasi bahwa, pemilihan jenis obat
yang dilakukan di Instalasi Farmasi Puskesmas Cipayung berdasarkan
Formularium Nasional dan 10 besar penyakit yang ditangani di Puskesmas.
Adapun alur perencanaan yang dilakukan di Puskesmas Cipayung dilihat
dari banyaknya obat yang diperlukan dan banyaknya pasien yang ada lalu 10
besar penyakitnya selanjutnya dihitung untuk pengusulan pengadaan obat tahun
berikutnya. Adapun data 10 besar pola penyakit penderita rawat jalan di
Puskesmas Cipayung pada tahun 2017 yaitu common cold dengan jumlah kasus
baru sebanyak 22.812 kasus, hipertensi dengan jumlah kasus baru 12.844, 435
dispepsia dengan jumlah kasus sebanyak 10.129 kasus, ISPA sebanyak 4.196
kasus, arthritis sebanyak 3.893 kasus, myalgia sebanyak 3.276 kasus, dermatitis
sebanyak2.564 kasus, diabetes militus sebanyak 2.424 kasus, diare sebanyak
2.308 kasus dan pharingitis sebanyak 2.211 kasus (SIMPUS, 2017).
c. Perhitungan Perkiraan Jenis Obat
Di Puskesmas Cipayung diketahui bahwa mereka melakukan perhitungan
dengan menggunakan metode konsumsi dan morbiditas. Perencanaan kebutuhan
obat menggunakan metode konsumsi dengan memperhatikan pola konsumsi
obat periode sebelumnya. Sedangkan metode morbiditas digunakan berdasarkan
pola penyakit, akan tetapi metode morbiditas jarang digunakan karena masalah
kasus penyakit yang sulit ditentukan dan selalu berubah-ubah.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Stella dan Djazully (2016) menyatakan
bahwa metode yang digunakan logistik farmasi Rumah Sakit Siti Khodijah
Sepanjang dalam merencanakan kebutuhan obat yakni kombinasi dari metode
konsumsi pemakaian periode sebelumnya dan metode epidemiologi dengan 10
(sepuluh) trend penyakit yang berobat ke rumah sakit tersebut.

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 40


d. Pengadaan
Pengadaan obat yang dilakukan di Puskesmas Cipayung dilakukan dengan cara
membat surat permintaan ke dinas kesehatan dengan melihat stok awal dan
pemakaian oabt perbulan, jika stok di dinas mencukupi maka permintaan akan
terpenuhi jika stok di dinas tidak mencukupi maka pihak puskesmas membeli
obat dari e-catalogue dengan dana BLUD atau JKN. Untuk perencanaan
pengadaan dilakukan 1 tahun sekali, tetapi dalam 1 bulan sekali pihak
puskesmas melakukan pengadaan untuk obat yang tidak di cover oleh dinas
kesehatan dengan cara pembelian melalui e-catalogue atau Pedagang Besar
Farmasi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Noviannie dkk (2015) bahwa pengadaan
obat hanya langsung dibeli ke Pedagang Besar Farsami (PBF) tidak ada sistem
tender. Ini didukung dengan faktur-faktur yang ada dari setiap jenis dan jumlah
obat yang dipesan.
e. Penyimpanan
Puskesmas Cipayung memiliki gudang logistik dengan ukuran 3cm x 4cm obat
yang diterima dari proses pengadaan langsung disimpan di gudang farmasi.
Sistem di gudang farmasi belum menerapkan sistem 1 pintu dikarenakan ada
obat yang tidak disimpan langsung di gudang seperti obat TB, obat untuk
program KIA, vaksin dan reagen dikarenakan sarana yang kurang memadai.
Suhu di ruangan farmasi 25oC dengan maksimal suhu 30oC, untuk obat yang
disimpan di lemari pendingin seperti vaksin dan reagen disimpan dengan suhu
2oC hingga 8oC. Dalam hal penyimpanan obat Puskesmas Cipayung membuat
kartu stok yang digunakan untuk mengatahui stok obat yang tersedia. Pada
proses penyimpanan, obat disusun berdasarkan jenis kegunaan tetapi tidak
secara alfabetis, adapun Puskesmas Cipayung hanya lebih memperhatikan sistem
FEFO (First Expired First Out).

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 41


Tabel 2. Kriteria Penyimpanan di Puskesmas Cipayung Kota Depok

Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Novianne
dkk (2015) yang didapat bahwa metode penyimpanan obat yang dilakukan
bagian gudang farmasi yaitu berdasarkan metode FIFO dan FEFO, sedangkan
penyimpanan obat di instalasi farmasi ditata berdasarkan alfabet.
f. Pendistribusian
Di instalasi farmasi diketahui bahwa kegiatan distribusi dilakukan dari
gudang farmasi ke sub unit pelayanan yang ada di wilayah kerja puskesmas,
meliputi UGD, Poli KIA, dan laboratorium dan di distribusikan ke Puskesmas
Pembantu. Di setiap sub unit pelayanan memiliki kartu stok pemakain untuk
digunakan dalam permintaan obat.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fenty dan Stefanus
(2015) yaitu frekuensi distribusi obat untuk puskesmas pembantu dilakukan
setiap satu bulan sekali dan untuk sub unit pelayanan tidak ditentukan frekuensi
waktu yang pasti karena ketika obat habis sehingga dari sub unit pelayanan
dapat langsung meminta sewaktu-waktu.
g. Penghapusan
Di Puskesmas Cipayung pernah dilakukan, adapun prosesnya yaitu pihak
puskesmas menyusun daftar obat yang kadaluwarsa ataupun rusak kemudian
pihak puskesmas membuat surat permintaan terkait pemusnahan obat dan
membuat berita acara pemusnahan yang ditanda tangani oleh penanggung jawab
farmasi, saksi dari dinas dan saksi dari pihak ketiga, adapun proses pemusnahan
dilakukan oleh pihak ketiga karena proses penghapusan tidak dilakukan di
puskesmas.

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 42


Hasil penelitian ini sesuai dengan Permenkes, 2016 yang menyatakan
bahwa obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak harus disaksikan oleh
kepala dinas kesehatan, apoteker dan tenaga kefarmasian yang lain serta
dilengkapi dengan berita acara pemusnahan obat (Hilmawati S, Chotimah I,
2020).

3.4 Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Di Puskesmas


Karangmalang Kota Semarang
Berdasarkan hasil dari memperoleh informasi yang lebih mendalam tentang
manajemen pengelolaan obat di puskesmas Karangmalang Kota Semarang Tahun
2021. Jika dilihat mengenai factor input yang meliputi sumber daya manusia,
sarana dan prasarana, serta SOP, sedangkan factor process mengenai proses
manajemen obat dan sediaan farmasi yang ada di puskesmas seperti perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan penghapusan, dan factor output
seperti ketersediaan kebutuhan obat yang ada di puskesmas.

Gambar 2.8
Puskesmas Karangmalang Kota Semarang

Proses pengelolaan sistem manajemen logistik obat dan sediaan farmasi di


Puskesmas Karangmalang Kota Semarang diantaranya sebagai berikut:
a. Perencanaan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 74 Tahun 2016 perencanaan
kebutuhan obat merupakan kegiatan menentukan jumlah dan jenis obat yang
bertujuan untuk meningkatkan keefektifan dan keefesienan dalam pemenuhan
kebutuhan obat.

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 43


Dari semua pertanyaan mengenai perencanaan obat di Farmasi Puskesmas
Karangmalang Kota Semarang dapat diambil kesimpulan bahwa pemilihan jenis
obat berdasarkan Formularium Nasional (Fornas) dan disesuaikan dengan
jumlah kunjungan pasien. Perhitungan perkiraan jenis obat dengan melihat stok
persediaan obat satu bulan ditambah buffer stok. Dalam proses perencanaan
penentuan kebutuhan obat menggunakan metode konsumsi dengan
memperhatikan pola pemakaian obat paling banyak pada periode sebelumnya.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan informan triangulasi bahwa metode
konsumsi yang dipakai dalam proses perencanaan.
Penelitian ini sejalan dengan Hiborang, dkk tahun 2016 yang menyebutkan
bahwa metode yang digunakan dalam merencanakan kebutuhan obat di
puskesmas mengacu pada kebutuhan obat sebelumnya ditambah 10% pola
konsumsi (Hiborang SS, 2016).
Namun dalam proses perencanaan obat di Puskesmas Karangmalang
permintaan obat tidak terealisasikan 100%. Hal ini dapat menyebabkan obat
mengalami jumlah yang berlebihan atau stagnant. Selain itu, kekosongan obat
dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang menyebabkan beberapa obat
mengalami stock out. Dengan demikian kejadian obat stagnant dan stock out
mengakibatkan kerugian sehingga berepengaruh terhadap pelaksanaan sistem
manajemen logistik yang kurang baik (Hadidah IS, 2016).
b. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan obat yang
sudah direncanakan. Tujuan pengadaan yaitu untuk memenuhi kebutuhan obat
dan bahan medis habis pakai (Permenkes RI, 2016).
Dari semua pertanyaan mengenai pengadaan obat di Farmasi Puskesmas
Karangmalang Kota Semarang dapat diambil kesimpulan bahwa proses
pengadaan obat dilakukan 1 kali dalam sebulan atau lebih sesuai kebutuhan di
Farmasi. Pembelian obat dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pengadaan
mandiri dan pengadaan dropping dari Instalasi Farmasi. Namun waktu tunggu
obat datang yang lama dapat mengakibatkan terjadinya kekosongan obat dari
Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan maupun dari PBF (Pedagang Besar Farmasi).
Adanya obat kosong ataupun kadaluwarsa mengakibatkan proses pengelolaan

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 44


obat tidak berjalan efektif dan efisien sehingga perlu dilakukan evaluasi terhadap
manajemen obat (Hardayany GN, 2020).
Oleh karena itu untuk meminimalisir kejadian kekosongan obat atau stock
out perlu dilakukan evaluasi mengenai perencanaan pengadaan kebutuhan obat
pemantauan obat secara berkala serta bekerjasama secara baik dengan distributor
sehingga dapat memenuhi kebutuhan obat dengan tepat sesuai kebutuhan.
c. Penerimaan
Penerimaan obat merupakan proses diterimanya obat setelah dilakukan
proses pembelian ke distributor maupun Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota sesuai dengan jumlah permintaan (Permenkes RI, 2016).
Dari semua pertanyaan mengenai penerimaan obat di Farmasi Puskesmas
Karangmalang Kota Semarang dapat diambil kesimpulan bahwa proses
penerimaan obat dimulai dari memeriksa kondisi obat sudah sesuai dengan
jumlah, jenis, masa kadaluwarsa, kemudian setelah obat diterima, menginput
obat di dalam Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (Simpus). Hal ini sesuai
dengan Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian tahun 2019. Namun
dalam proses penerimaan terdapat obat yang expired masa kadaluwarsanya
pendek.
Hal ini mengakibatkan obat cepat kadaluwarsa. Penyebab obat kadaluwarsa
dipengaruhi oleh adanya perubahan pola peresepan dan kurangnya skrinning
saat penerimaan obat sehigga didapatkan obat yang diterima memiliki Expired
Date (ED) pendek (Khairani RN, 2021).
Oleh karena itu untuk meminimalisir kejadian obat kadaluwarsa dilakukan
dengan cara penghabisan ataupun mendahulukan pengeluaran obat yang akan
mendekati ED.
d. Penyimpanan
Penyimpanan merupakan suatu kegiatan menyimpan dengan cara
menempatkan obat yang diterima pada tempat yang aman, terhindar dari
kerusakan fisik atau kehilangan supaya mutu obat tetap terjamin (Permenkes,
2016).
Dari semua pertanyaan mengenai penyimpanan obat di Gudang Farmasi
Puskesmas Karangmalang Kota Semarang dapat diambil kesimpulan bahwa

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 45


proses penyimpanan sudah dilaksanakan sesuai Standar Operasional Prosedur
(SOP) dengan menerapkan metode First In First Out (FIFO) atau First Expired
Firs Out (FEFO) yang disusun berdasarkan alfabetis.
Namun, dalam pelaksanaannya belum berjalan maksimal karena gudang
yang belum memadai untuk melakukan penyimpanan dengan luas 2,7 x 4 m²
sehingga masih telihat banyak tumpukan-tumpukan kardus di dalam gudang.
Hal ini tidak sesuai Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Puskesmas
yang menyebutkan bahwa persyaratan luas gudang minimal 3 x 4 m² atau
disesuaikan dengan jumlah obat yang disimpan (JICA, Kemenkes RI, 2010).
Menurut penelitian yang pernah dilakukan oleh Nurniati, dkk tahun 2016
standar penyimpanan obat harus memiliki pendingin ruangan, penyimpanan obat
biasa dan vaksin harus terpisah, memiliki lemari penyimpanan yang cukup serta
luas ruangan yang memadai (Nurniati L, 2016).
e. Pendistribusian
Distribusi adalah kegiatan penyaluran obat ke sub-sub unit pelayanan
kesehatan secara merata dan teratur supaya tersedianya kebutuhan obat sesuai
dengan tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat jenisnya yang ada di sub unit
pelayanan kesehatan
Dari semua pertanyaan mengenai pendistribusian obat di Gudang Farmasi
Puskesmas Karangmalang Kota Semarang dapat diambil kesimpulan bahwa
proses pendistribusian obat dilakukan dengan 2 cara yaitu pertama, distribusi di
dalam gedung Puskesmas yang meliputi rawat inap dan rawat jalan dilakukan
dengan cara floor stock atau pemberian obat sesuai resep yang diterima. Kedua,
distribusi di luar gedung Puskesmas yang meliputi posyandu lansia dan
posyandu remaja. Sebelum dilakukan penyerahan obat, petugas farmasi harus
mengecek sisa stok obat kemudian mencatat obat yang akan dikeluarkan dan
disertai tanda tangan oleh pengelola obat. Hal ini sesuai dengan Petunjuk Tenis
Standar Pelayanan Kefarmasian tahun 2019.
Namun, dalam pelaksanaannya masih kurang baik karena obat yang diminta
terkadang datang telambat karena masih dalam pemesanan atau bahkan kosong.
Banyak sedikitnya jumlah permintaan obat dapat mempengaruhi proses
pendistribusian obat di Farmasi Puskesmas Karangmalang. Sebab

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 46


pendistribusian dapat dilakukan apabila ketersediaan obat memenuhi di gudang
farmasi namun, pendistribusian tidak dapat dilakukan apabila ketersediaan obat
di gudang farmasi tidak memenuhi.
Sehingga untuk menghindari kejadian tersebut sebaiknya pihak farmasi
lebih meningkatkan pemantauan obat secara berkala supaya dapat meminimalisir
adanya obat kosong.
f. Pengendalian
Pengendalian persediaan merupakan suatu kegiatan untuk memastikan agar
tidak terjadi kekosongan ataupun kelebihan obat di unit pelayanan kesehatan
(Permenkes, 2016).
Dari semua pertanyaan mengenai pengendalian obat di Gudang Farmasi
Puskesmas Karangmalang Kota Semarang dapat diambil kesimpulan bahwa
pengendalian obat dilakukan dengan cara memisahkan obat yang
kadaluwarsa/rusak, melaporkan ke Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota
Semarang, setelah mendapatkan jadwal pemusnahan membuat laporan berita
acara dan menyerahkan obat jenis tablet ke Instalasi Farmasi sebab puskesmas
tidak mempunyai alat untuk memusnahkan obat jenis tablet.
Namun selain jenis tablet dapat dimusnahkan oleh pihak Puskesmas sendiri.
Pemusnahan obat kadaluwarsa/rusak di Farmasi Puskesmas Karangmalang
sudah dilakukan dengan rutin setiap 3 bulan sekali.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan informan triangulasi bahwa
pemusnahan obat dilakukan 4 kali dalam setahun dengan ketentuan obat jenis
tablet tidak dimusnahkan sendiri melainkan dimusnahkan oleh pihak ketiga
karena, Puskesmas tidak memiliki alat yang digunakan untuk memusnahkan
jenis tablet tersebut.
g. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan Pelaporan merupakan kegiatan keseluruhan dalam
pengelolaan obat yang diterima, disimpan, didistribusikan, dan digunakan dalam
Puskesmas atau unit pelayanan lainnya ((Permenkes, 2016).
Dari semua pertanyaan mengenai pencatatan dan pelaporan obat di Gudang
Farmasi Puskesmas Karangmalang Kota Semarang dapat diambil kesimpulan
bahwa petugas farmasi melakukan pencatatan berupa LPLPO (Laporan

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 47


Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat) berdasarkan jumlah obat yang
diterima, jumlah pengeluaran obat, dan sisa stok obat. Kemudian dilaporkan ke
Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Semarang setiap sebulan sekali.
Dalam pelaksanaan pencatatan dan pelaporan obat ditemukannya beberapa
jenis item obat berlebih karena jarang digunakan atau diresepkan sehingga
kemungkinan obat tersebut mengalami kerusakan atau kadaluwarsa.
Selain itu masalah lain yang ditemukan yaitu sering terjadinya obat hilang
di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Puskesmas Karangmalang karena tidak ada
petugas farmasi yang berjaga pada jam malam. Hal tersebut belum sesuai
dengan Permenkes Nomor 74 Tahun 2016 yang menyebutkan bahwa
pengelolaan obat yang baik dapat mengurangi terjadinya obat rusak, hilang, dan
kadaluwarsa sehingga dana alokasi yang tersedia untuk pelayanan kesehatan
dapat digunakan lebih efektif dan efisien.

3.5 Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Di Puskesmas


Danowudu Kota Bitung
Berdasarkan hasil dari memperoleh informasi yang lebih mendalam tentang
manajemen pengelolaan obat di Puskesmas Danowudu Kota Bitung Tahun 2016.
Jika dilihat mengenai proses manajemen obat dan sediaan farmasi yang ada di
puskesmas seperti perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pemusnahan, pengendalian, dan pencatatan serta pelaporan obat.

Gambar 2.9
Puskesmas Danowudu Kota Bitung
Proses pengelolaan sistem manajemen logistik obat dan sediaan farmasi di
Puskesmas Puskesmas Danowudu Kota Bitung diantaranya sebagai berikut: (Adam
A, 2018)

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 48


a. Perencanaan
Di Puskesmas Danowudu dan di Dinas Kesehatan Kota Bitung yang sudah
dilakukan, dapat dilihat bahwa puskesmas dalam merencanakan kebutuhan obat
di Dinas Kesehatan Kota Bitung dilakukan dengan mempertimbangkan pola 5
penyakit, dan pola konsumsi obat sebelumnya. Perencanaan obat yang
disesuaikan dengan kebutuhan. Dalam Perencanaan obat untuk Puskesmas dan
Dinas Kesehatan Kota Bitung juga sudah melibatkan petugas kesehatan (dokter,
bidan, dan perawat).
Perencanaan obat di Puskesmas Danowudu dilakukan dengan cara
mengajukan permintaan kepada Dinas Kesehatan melalui gudang obat setiap
bulannya. Kepala gudang obat di Puskesmas melakukan rekapitulasi pemakaian
obat pada bulan sebelumnya dalam bentuk laporan pemakaian dan lembar
permintaan obat (LPLPO) yang kemudian direkap dengan melihat pola penyakit
dan jumlah kunjungan untuk menentukan jenis obat dan jumlah yang akan
dibutuhkan untuk di ajukan kepada gudang obat Dinas Kesehatan Kota Bitung.
b. Permintaan
Proses permintaan obat di Puskesmas Danowudu dilakukan oleh kepala
gudang obat di puskesmas. Prosedur Permintaan obat yang ada di Puskesmas
Danowudu dilakukan dengan menyusun perencanaan Kebutuhan obat melalui
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dengan
memperhatikan jumlah resep yang ada, jumlah kebutuhan obat pada bulan
sebelumnya, serta jumlah penyakit terbanyak kemudian diajukan ke gudang
farmasi Dinas Kesehatan Kota Bitung.
c. Penerimaan
Proses Penerimaan obat di Puskesmas Danowudu dilakukan oleh kepala
gudang obat yang bertanggung jawab di Puskesmas. Penerimaan obat
disesuaikan dengan LPLPO yang berfungsi dalam penerimaan obat di
puskesmas, kepala gudang melakukan pengecekan kembali berdasarkan lembar
pemakaian dan lembar permintaan obat di puskesmas dengan memperhatikan
jumlah kemasan, jenis, persyaratan keamanan, khasiat dan mutu obat itu sendiri.
Apabila terdapat obat yang tidak sesuai atau rusak kepala gudang langsung
memberitahukan kepada dinas kesehatan kota bitung dan obat tersebut segera

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 49


dikembalikan. Menurut kepala gudang dan pegawai apotik apabila obat di
gudang farmasi habis, terpaksa digantikan dengan obat yang lainnya.
d. Penyimpanan
Penyimpanan obat di Puskesmas Danowudu, obat yang disimpan baik
bentuk dan jenis obat disimpan secara baik oleh puskesmas dalam lemari obat
yang sudah disediakan di puskesmas. Semua obat disimpan dalam lemari yang
terjamin keamanan dan stabilitasnya, dengan memperhatikan pencahayaan
ruangan, suhu dan kelembabannya. Menurut Permenkes nomor 74 tahun 2016,
Penyimpanan Obat merupakan suatu kegiatan pengaturan terhadap Sediaan
Farmasi yang di terima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik
maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan yang di
tetapkan.Tujuannya adalah mutu Sediaan Farmasi yang tersedia di puskesmas
dapat di pertahankan sesuai dengan persyaratan yang di tetapkan.
Penyimpanan obat di puskesmas sudah terlaksana dengan baik, puskesmas
menyimpan obat di lemari obat yang terjamin keamanannya dengan
memperhatikan bentuk dan jenis obat disimpan dilemari dengan pencahayaan
ruangan dan suhu yang baik di puskesmas danowudu dan dinas kesehatan kota
bitung.
e. Pendistribusian
Pendistribusikan setiap unit dilakukan oleh kepala gudang obat puskesmas,
obat yang diberikan dari dinas kesehatan untuk posyandu, KIA dan lainnya di
distribusikan ke setiap unit pelayanan yang ada. Pendistribusian dari gudang
farmasi ke puskesmas sering mengalami keterlambatan. Hal ini disebabkan tidak
ada jadwal yang tetap dari gudang farmasi kota bitung dalam melakukan
pendistribusian obat ke puskesmas.
Proses pendistribusian di puskesmas dan dinas kesehatan sudah terlaksana
dengan baik dengan mendistribusikan obat ke setiap Sub unit pelayanan.
Pendistribusian obat menurut Permenkes no 74 tahun 2016, Pendistribusian
Obat di sub unit pelayanan dalam lingkungan puskesmas meliputi
pendistribusian ke ruang rawat inap, UGD dan lain-lain. Pendistribusian
dilakukan dengan cara memberikan obat sesuai dengan resep yang telah ada
(floor stock), pemberian obat sekali minum (dispensing dosis unit) atau

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 50


kombinasi, sedangkan pendistribusian kepada jaringan Puskesmas dilakukan
dengan cara menyerahkan obat sesuai dengan kebutuhan. Dapat dilihat
pendistribusian obat di puskesmas sudah terlaksana sesuai dengan permenkes,
puskesmas hanya perlu mempertahankan sitem manajemen yang sudah baik dan
mengevaluasi yang kurang.
f. Pemusnahan
Puskesmas tidak dapat melakukan pemusnahan obat dengan sendirinya
melainkan Dinas Kesehatan Kota Bitung. Puskesmas Danowudu tidak dapat
melakukan pemusnahan obat dengan sendirinya, dikarenakan pemusnahan
dilakukan oleh Dinas Kesehatan dalam hal ini yang bertanggung jawab penuh
dalam melakukan pemusnahan, karena jika ingin melakukan pemusnahan di
puskesmas itu harus sesuai dengan prosedur dari Dinas Kesehatan Provinsi. Dari
hasil penelitian yang dilakukan di puskesmas dapat disimpulkan, puskesmas
danowudu tidak pernah melakukan pemusnahan atau bisa dikatakan puskesmas
tidak dapat melakukan pemusnahan dengan sendirinya karena jika puskesmas
ingin melakukan pemusnahan itu harus sesuai dengan prosedur. Menurut
Permenkes, Pemusnahan obat yang tidak dapat dipakai harus dilaksanakan
dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemusnahan Obat dilakukan bila:produk tidak memenuhi persyaratan mutu,
telah kadaluwarsa, tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan.
g. Pengendalian
Pengendalian persediaan obat di Puskesmas danowudu dilakukan oleh
kepala gudang obat di puskesmas, dari hasil penelitian yang dilakukan informan
menjawab pengendalian tergantung pada stock obat yang dibutuhkan. Hal ini
dapat dilihat tidak ada strategi yang baik dalam pengendalian persediaan obat,
kepala gudang hanya melebihlebihkan permintaan obat dalam melakukan
permintaan obat yang diajukan kepada Dinas Kesehatan agar obat tetap tersedia
di Puskesmas.
Hasil penelitian ini sama halnya dengan Handayani (2009), bahwa apabila
jumlah sisa stokkurang dari jumlah safety stoknya maka, puskesmas perlu
menambah jumlah pada perencanaan periode berikutnya dengan menyesuaikan

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 51


perhitungan perencanaan obat yang dibuat. Dari hasil penelitian yang dilakukan
di puskesmas dapat disimpulkan, pengendalian persediaan obat di puskesmas
belum terlaksana sesuai dengan permenkes, dapat dilihat pengendalian
persediaan obat belum mempunyai strategi yang baik dalam pengendalian
persediaan obat dipuskesmas. Hal ini disebabkan tidak adanya strategi yang
tepat untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan dalam persediaan
obat di puskesmas.
Menurut Permenkes, Pengendalian persediaan obat adalah kegiatan untuk
memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan
program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan Obat di Puskesmas.
h. Pencatatan serta pelaporan
Pencatatan dan pelaporan dalam rangkaian pengelolaan obat dibuat oleh
kepala gudang secara manual dicatat setiap bulannya. Kepala gudang juga
bertanggung jawab untuk pelaporan yang telah dibuat. Diajukan kepada dinas
kesehatan kota bitung. Menurut Penelitian yang dilakukan Darlina (2001), yang
mengatakan pencatatan mutasi obat yang dihasilkan oleh puskesmas merupakan
salah satu faktor utama dalam mempertimbangkan perencanaan kebutuhan obat
di puskesmas. Ketetapan dan kebenaran pencatatan di puskesmas akan
berpengaruh terhadap ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan secara
keseluruhan.
Pencatatan dan pelaporan dibuat setiap bulannya oleh kepala gudang obat di
Puskesmas dan kepala gudang yang bertanggung jawab agar supaya dapat
terlaksananya pencatatan dan pelaporan obat yang tertib dan lengkap di
Puskesmas Danowudu.
Menurut permenkes, puskesmas bertanggung jawab atas terlaksananya
pencatatan dan pelaporan obat tertib dan lengkap serta tepat waktu untuk
mendukung pelaksanaan seluruh pengelolaan obat. Dapat dilihat dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh peneliti, pencatatan dan pelaporan sudah
terlaksana dengan baik sesuai dengan permenkes.

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 52


BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Manajemen logistik dalam puskesmas merupakan aspek terpenting di dalam sebuah
puskesmas. Ketersediaan sediaan farmasi dan obat-obatan menjadi sebuah tuntutan
paling penting di dalam pelayanan kesehatan yang semestinya di perhatikan dan di
pantau oleh pihak puskesmas. Sistem manajemen logistik di puskesmas terdiri dari
memiliki tujuan operasional, tujuan keuangan, dan tujuan pengamatan, fungsi pada
sistem manajemen logistic obat dan sediaan farmasi terdapat berbagai fungsi
diantaranya fungsi perencanaan, fungsi penganggaran, fungsi pengadaan, fungsi
penerimaan dan penyimpanan, fungsi distribusi, fungsi pemeliharaan, fungsi
penghapusan dan pemusnahan. Di puskesmas sendiri sedang dikembangkan
fasilitas e-logistik agar memudahkan manajemen logistic pada obat dan juga
sediaan farmasi. Dalam proses manajemen logistic diperlukan seseorang yang
mengontrol dari perencanaan hingga pendistribusian.

4.2 Saran
Manajemen logistic obat dan sediaan farmasi di puskesmas untuk menambah
jumlah sumber daya manunia, lebih aktif melakukan kegiatan peningkatan
pengetahuan dalam kegiatan manajemen pengelolaan logistik obat, diadakannya
anggaran untuk memelihara fasilitas penunjang pengelolaan obat, melakukan
evaluasi terhadap pengaturan tata ruangan, melengkapi fasilitas-fasilitas penunjang
pengelolaan obat serta lebih sering berkomunikasi antar departemen-departemen
yang terkait dalam proses pengelolaan obat maupun komunikasi antar tenaga
medis.

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 53


DAFTAR PUSTAKA

Adam A. 2018. Manajemen Logistik Obat (Studi Kuantitatif Di Puskesmas Tamalanrea


Jaya, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar). Media Komunitas Kesehatan
FKM UPRI Makassar. Vol (10):2.9-12.
Departemen Kesehatan RI. (2009). Pedoman Pelaksanaan Program Rumah Sakit.
Jakarta: Depkes RI.
Fenty dan Stefanus. 2015. Analisis Pengelolaan Obat Sebagai Dasar Pengendalian
Safety Stock Pada Stagnant Dan Stockout Obat. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Volume 3 Nomor 1
Hamdani N, Indrawati F. 2021. Analisis Manajemen Logistik Obat Di Gudang Farmasi
Puskesmas Karangmalang Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol
10(1):132
Hilmawati S, Chotimah I. (2020). Analisis Manajemen Logistik Obat Di Puskesmas
Cipayung Kota Depok Provinsi Jawa Barat Tahun 2019. Jurnal Mahasiswa
Kesehatan Masyarakat. Vol 3(4):435.
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Sistem Informasi Manajemen Logistik diInstalasi
Farmasi Pemerintah. Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Mailoor RJ, Maramis F, Mandagi C. 2017. Analisis Pengelolaan Obat di Puskesmas
Danowudu Kota Bitung. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol(6):3.4-11.
Muntasir. Manajemen Logistik Kesehatan. Jawa Barat: Penerbit Nusa Litera Inspirasi;
2019.
Noviannie, Posangi dan Soleman. 2015. Analisis Manajemen Logistik Obat di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah DR Sam Ratulangi Tondano. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. Volume 5 Nomor 2b
Nurlinda. Studi tentang Manajemen Pengelolaan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Pangkep. 2017; Available from:
http://digilib.unhas.ac.id/opac/detail-opac?id=33047
Permenkes. 2016. Nomor 74. Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
Jakarta

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 54


Shafa. (2021). Analisis Manajemen Logistik Obat Di Puskesmas Wasah Kota
Kandangan Kabupaten Hulu Sungai Selatan Tahun 2021. Jurnal Kesehatan
Masyarakat: Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari
Banjarmasin.
Whitehouse, Mimi, Anubha Bawa, Yasmin Chandani, Wendy Nicodemus. 2007.
Computerizing Logistics Management Information Systems for HIV Tests,
Laboratory Supplies, and ARV Drugs: Lessons Learned from Kenya and Uganda.
Arlington, Va.: Usaid | Deliver Project, Task Order 1

Sistem Manajemen Logistik Obat dan Sediaan Farmasi Page 55

Anda mungkin juga menyukai