Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MAKALAH MASALAH SOSIAL BUDAYA KELOMPOK 1 (A1)

ANALISIS KASUS PENYALAHGUNAAN NARKOBA DALAM PERSPEKTIF


SOSIOLOGIS

Arya Milan Romadhona1 Faradila Alda Yanti2 Fitri Sabila3 Melly Iswanda Putri4 Muhammad Diva
Almadani5 Roni Andonia Simanjuntak6
2110114210002 21101142200192 21101143200063 21101142200154 21101141100015
1

21101143100116
Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat
Email : 2110114110001@mhs.ulm.ac.id

A. PENDAHULUAN

Narkoba merupakan jenis obat/zat yang diperlukan di dalam dunia pengobatan. Namun, bila dikenakan
tanpa kehati-hatian dan pengawasan, hal itu dapat menyebabkan kecanduan dan membahayakan kesehatan
dan mungkin jiwa pemakainya. Obat-obatan digunakan untuk berbagai tujuan, termasuk terapi dan penelitian,
tetapi mereka disalahgunakan untuk berbagai penyebab yang berasal dari sumber internal dan eksternal.
Efeknya bagi pengguna pada umumnya bersifat penenang (depresan), perangsang (stimulant) dan pemicu
khayalan (halusinogen). Masalahnya adalah jenis kecanduan atau ketergantungan, yang dapat disebabkan oleh
kecanduan fisik, psikologis, atau emosional. Maksudnya adalah ketergantungan zat yang membuat tubuh Anda
merasa tidak nyaman jika Anda tidak menggunakannya. Pikiran tidak terawat, bingung, dan lemah dalam
menghadapi stres. Merasa tidak berdaya menghadapi keinginan yang terus-menerus dan ingin menggunakannya
(kecanduan atau adiksi).
Penyalahgunaan narkoba adalah kejahatan terhadap kemanusiaan serta masalah sosial yang serius yang
mendatangkan malapetaka pada struktur sosial, nasional, dan negara. Karena narkoba menyerang sistem saraf
pusat, pengguna akan mengalami kesulitan perilaku, emosional, dan kognitif, serta kerusakan fisik, psikologis,
dan spiritual yang tidak dapat diubah. Kecanduan dan ketergantungan obat menjadi lebih umum di Indonesia. Hal
ini dapat kita lihat dalam pemberitaan baik di media cetak maupun elektronik, yang hampir setiap hari
memberitakan aparat keamanan menangkap pecandu narkoba. Penyebaran kasus penyalahgunaan atau
ketergantugan narkoba pun hampir merata di seluruh indonesia dengan tidak mengenal status, golongan,
agama, suku, ras, profesi, latar belakang, tua-muda, penduduk desa atau kota membuat narkoba menjelma
menjadi kejahatan kemanusiaan yang luar biasa (Tito, Sulistyarini, & Supriadi, 2014)
Hasil survei badan narkotika nasional pada tahun 2019 menunjukkan bahwa angka prevalensi tertinggi
penyalahgunaan narkoba dari 34 provinsi di seluruh indonesia ditempati oleh provinsi sumatera utara. Angka
prevalensi tertinggi yang dihitung itu, baik angka prevalensi pernah memakai narkoba maupun pemakaian
narkoba dalam satu tahun terakhir. Angka prevalensi pernah pakai narkoba berada pada angka 7,00% atau
setara dengan jumlah penduduk sekitar 1.707.936 jiwa. Kontribusi sumatera utara untuk pembentukan prevalensi
pernah pakai narkoba yang dihitung secara nasional sekitar 37,66%. Sementara itu, angka prevalensi pemakaian
narkoba dalam satu tahun terakhir turun hanya 0,50% dari angka prevalensi pernah pakai narkoba itu, menjadi
6,50%. Dengan kata lain, jumlah penduduk sumatera utara yang pernah memakai narkoba, di antara mereka
masih banyak yang tetap memakai narkoba dalam satu tahun terakhir, yaitu mencapai 1.585.941 jiwa. Angka ini
merupakan potensi pasar yang menggiurkan untuk mengedarkan narkoba di sumatera utara karena pemakainya
masih relatif banyak. Kontribusi angka prevalensi pernah pakai narkoba dari sumatera utara untuk membentuk
prevalensi pernah pakai narkoba secara nasional sekitar 46,38%. Dengan kata lain, kontribusi provinsi sumatera
utara untuk pembentukan prevalensi pernah pakai narkoba dan prevalensi memakai narkoba dalam satu tahun
terakhir relatif tinggi (BNN, 2019).
Penyalahgunaan narkoba ini merupakan kejahatan kemanusiaan dan masalah sosial akut yang merusak
sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Penggunanya akan mengalami gangguan
perilaku, emosi, cara berpikir, kerusakan fisik, psikis dan spritual parmanen penurunan prestasi sekolah,
memburuknya hubungan keluarga, terjadinya tindak kejahatan dan tindak kekerasan, dan terjadinya kecelakaan
lalu lintas karena narkoba menyerang susunan saraf pusat. Selain itu, dampak dari adanya penyalahgunaan

1
narkoba ini adalah adanya pemberian sanksi bagi penggunanya dan penyebaran narkoba tersebut terutama
terjadi karena sosialisasi yang kurang tepat.

B. ANALISIS ISI ARTIKEL

1. Perspektif Sosiologis (Perspektif Perilaku Menyimpang)

Menurut kajian sosiologi, perilaku menyimpang digambarkan sebagai anggota masyarakat yang tidak dapat
terlibat dengan cara yang diharapkan oleh mayoritas anggota masyarakat lainnya, dan yang kemudian dijauhi
dan diabaikan oleh kelompok karena mereka tidak dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan. melaksanakan
tujuan mereka karena dianggap tidak dapat bekerja sama untuk menjalankan kebiasaan-kebiasaan atau perilaku
yang telah menjadi kaidah umum dalam kehidupan sehari-hari kelompoknya (Budirahayu, 2013). Penyimpangan
atau disebut juga deviasi didefinisikan sebagai perilaku yang berbeda dari kecenderungan utama atau ciri khas
rata-rata suatu komunitas. Sebagai contoh, kejahatan yang melanggar hukum atau melawan peraturan yang
legal (Kartono, 2011).
Perilaku penyalahgunaan obat memang merupakan deviasi pada level individu. Walaupun demikan, sumber
permasalahannya dapat bersumber dari faktor individual dan juga masyarakat ataupun sistem. Seperti
dikemukakan Eitzen (Soetomo, 2008) ada 5 variasi perilaku individu yang menyimpang dilihat dari sumber
masalahnya kelima variasi tersebut yaituy : (1) terjadi pelanggaran norma dan nilai yang didasarkan oleh individu,
(2) persepsi individu yang didasarkan pada proses sosialisasi, (3) masyarakat yang memberikan label seseorang
sebagai devian, (4) peranan dari kekuatan dominan dalam proses kehidupan masyarakat, (5) struktur
masyarakat sendiri yang menyebabkan seorang warganya melakukan devian.
Dalam teori sosialisasi bahwa penyimpangan terjadi karena telah dipelajari oleh seseorang atau sekelompok
orang. Teori belajar atau teori sosiologi menurut Edwin H. Sutherland menyebut teori tersebut dengan asosiasi
diferensial. Diferensiasi merupakan istilah sosiologis yang berkenaan dengan berbagai perbedaan yang ada di
dalam kehidupan masyarakat, seperti : usia, jenis kelamin, ras, tingkat pendidikan dan pencapaian status.
Menurut Budirahayu (2013) bahwa secara umum, penyimpangan berhubungan dengan perbedaan (diferensiasi),
tetapi tidak selalu adanya diferensiasi memunculkan adanya penyimpangan.
Dalam pembahasan lebih lanjut tentang penyalahgunaan narkoba akan lebih banyak melihat persoalan
dalam sosialisasi individu. Ada tiga hal yang dapat digunakan untuk menjelaskan latar belakang masalah dari
faktor sosialisasi ini, Yang pertama adalah urbanisasi, yang menganggap bahwa kehidupan kota bersifat
impersonal dan anonim, berbeda dengan masyarakat pedesaan, yang memiliki lebih banyak kontak tatap muka
dan kontrol sosial yang lebih ketat. Gambaran apabila karakteristik kota dan gaya hidup seperti ini terinternalisasi
melalui proses sosialisasi maka akan lebih mudah mendorong seseorang melakukan penyimpangan seperti
penyalahgunaan narkoba. Yang kedua adalah melalui proses transmisi budaya, yang dapat dijelaskan dengan
menggunakan teori proses asosiasi diferensial. Melalui proses interaksi, seseorang belajar menjadi penjahat
sekaligus pengguna dan pecandu narkoba. Jika lingkungan rekan terdekat menyimpang, ada kecenderungan
tinggi untuk menyerap praktik dan cita-cita Devin, meningkatkan kemungkinan aktivitas dan perilaku
menyimpang. Yang ketiga, penjelasannya didasarkan pada fakta perbedaan subkultur, dalam contoh ini
penggunaan narkoba merupakan kebiasaan yang tertanam dalam subkultur tertentu. Akibatnya, kebiasaan-
kebiasaan ini akan mempengaruhi pengalaman gaya hidup dan cara hidup masyarakat, bahkan jika dianggap
penyimpangan oleh subkultur lain atau masyarakat luas. Akibatnya, tidak dapat dihindari bahwa pola tersebut
diinternalisasi oleh anggota masyarakat melalui proses sosialisasi.
Masyarakat Indonesia hidup dalam budaya yang beragam dengan gaya hidup yang beragam. Kehidupan
orang dipengaruhi tidak hanya oleh lingkungan sosial mereka, tetapi juga oleh situasi keluarga mereka. Kontrol
sosial, di sisi lain, kurang efektif karena standar sosial lebih longgar. Sangat mudah bagi orang untuk tergelincir
ke dalam gaya hidup tertentu dalam keadaan seperti itu, yang kadang-kadang dapat bertentangan langsung
dengan standar masyarakat yang berlaku. Penyalahgunaan narkoba yang merupakan masalah berat di
Indonesia merupakan salah satu kebiasaan yang berdampak pada masyarakat. Terlepas dari upaya yang
berbeda untuk memeranginya, penyalahgunaan narkoba selalu menjadi wabah yang harus dihadapi negara
Indonesia. Penggunaan narkoba juga menjadi masalah bagi masa depan bangsa dan negara karena akibat yang
merugikan bagi generasi selanjutnya.
Permasahalan narkotika bagaikan puncak gunung es, yang tampak hanya yang ada di atas permukaaan.
Bagian terbesar di bawah permukaan tindak tampak. Yang semakin memilukan sekaligus sangat

2
mengkhawatirkan. Menurut budianto (Simangunsong, 2015) berdasarkan efek yang ditimbulkan dari
penyalahgunaan narkoba dibedakan menjadi 4, yaitu:
1. Depresan, yaitu menekan sistem sistem syaraf pusat dan mengurangi aktifitas fungsional tubuh sehingga
pemakai merasa tenang, bahkan bisa membuat pemakai tidur dan tak sadarkan diri. Bila kelebihan dosis
bisa mengakibatkan kematian. Jenis narkoba depresan antara lain opioda, dan berbagai turunannya seperti
morphin dan heroin. Contoh yang populer sekarang adalah pil double L (pil koplo) dan putaw.
2. Stimulan, merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan serta kesadaran. Jenis stimulant: kafein,
kokain, amphetamin. Contoh yang sekarang sering dipakai adalah shabu-shabu dan ekstasi.
3. Halusinogen, efek utamanya adalah mengubah daya persepsi atau mengakibatkan halusinasi. Halusinogen
kebanyakan berasal dari tanaman seperti mescaline dari kaktus dan psilocybin dari jamur-jamuran. Selain
itu ada juga yang diramu di laboratorium seperti lsd. Yang paling banyak dipakai adalah marijuana atau
ganja.
4. Adiktif, seseorang yang sudah mengkonsumsi narkoba biasanya akan ingin dan ingin lagi karena zat
tertentu dalam narkoba mengakibatkan seseorang cenderung bersifat pasif, karena secara tidak langsung
narkoba memutuskan syaraf-syaraf dalam otak. Contohnya: ganja, heroin, putaw.
Dari pemaparan data-data tentang penyalahgunaan kasus narkoba ini dirasa sangat perlu sekali kita
melakukan tindakan unruk mencegah, menangani dan juga mengobatinya. Hal seperti ini tida bisa dibiarkan terus
menerus karena akan berdampak buruk kepada generasi yang akan datang.

2. Penanganan Masalah Penyalahgunaan Narkoba

a. Tahapan Identifikasi

Dalam studi masalah sosial terdapat berapa kriteria yang digunakan untuk melakukan identifikasi
awal guna mengetahui apakah dalam suatu masyarakat terkandung fenomena yang disebut masa sosial
ataukah tidak. Secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua yaitu ukuran objektif dan subjektif. Yang
digunakan dalam tahap identifikasi kasus narkoba ini adalah ukuran objektif yaitu dengan menggunakan
indikator sederhana.
Kecanduan dan ketergantungan obat menjadi lebih umum di Indonesia. Hal ini dapat kita lihat
dalam pemberitaan baik di media cetak maupun elektronik, yang hampir setiap hari memberitakan aparat
keamanan menangkap pecandu narkoba. Kecanduan atau ketergantungan narkoba hampir merata di
seluruh Indonesia, tanpa memandang tingkat sosial ekonomi, agama, suku, ras, pekerjaan, atau latar
belakang, muda atau tua, petani atau penduduk kota, mengubah narkotika menjadi kejahatan kemanusiaan
yang tiada bandingnya. Berikut ini adalah sajian data kasus penyalahgunaan narkoba menggunakan
indikator sederhana dari segi jenis kelamin, tingkat pendidikan, kelompok umur, kegiatan utama, tempat
tinggal.

Tabel 1. Penyalahgunaan Narkoba menurut Jenis Kelamin (Desa-Kota)

Sumber: Survei Penyalahgunaan Narkoba BNN – LIPI, 2019

3
Dilihat dari perbedaan jenis kelamin, laki-laki yang memakai narkoba lebih besar dibanding
perempuan, baik pernah pakai maupun setahun terakhir pakai. Prevalensi laki-laki pernah pakai sebesar
4,8%, dan perempuan 0,4%. Adapun prevalensi setahun terakhir pakai, laki-laki 3,7% dan perempuan 0,2%.

Tabel 2. Penyalahguna Narkoba menurut Tingkat Pendidikan (Desa-Kota)

Sumber: Survei Penyalahgunaan Narkoba BNN – LIPI, 2019

Berdasarkan latar belakang tingkat pendidikan, angka prevalensi penyalahguna narkoba yang
berpendidikan SMA ke atas sebesar 2,1%, sedikit lebih tinggi dibandingkan yang berpendidikan SMP, yaitu
sebesar 2%. Data ini menunjukkan bahwa pengguna narkoba sudah hampir merata pada semua penduduk
pada semua tingkat pendidikan, bahkan pengguna narkoba yang berpendidikan SD cukup besar yaitu 1,1%.
Prevalensi penyalahguna laki-laki jauh lebih tinggi untuk semua tingkat pendidikan dibandingkan perempuan.
Angka prevalensi laki-laki di tingkat SMA ke atas paling tinggi 4,2%, diikuti SMP 3,7% dan SD ke bawah
2,4%. Angka prevalensi perempuan jauh lebih kecil pada semua tingkat pendidikan. Angka prevalensi
perempuan tertinggi di tingkat SMP, yaitu 0,6%. Lingkungan dan pergaulan sangat berpengaruh pada
pemakaian narkoba, terutama laki-laki. Pada awalnya mereka hanya coba-coba, bersama teman sekolah
atau teman pergaulan di lingkungan tempat tinggal lama-lama mereka ketagihan menjadi pemakai narkoba.

Tabel 3. Prevalensi Penyalahguna Narkoba menurut Kelompok Umur (Desa - Kota)

Sumber: Survei Penyalahgunaan Narkoba BNN – LIPI, 2019

Apabila penduduk dikelompokkan atas kelompok umur produktif (24-49 tahun), kelompok umur
muda (15-25 tahun) dan kelompok umur tua (50-64 tahun), maka pada penduduk yang tergolong produktif
(usia 24-49) tahun lebih banyak terpapar penyalahgunaan narkoba, dibandingkan penduduk muda (24 tahun
ke bawah) dan kelompok umur tua (50-64 tahun). (Di perkotaan, angka prevalensi penyalahgunaan narkoba
setahun terakhir pada penduduk sangat produktif di atas 2%, kelompok umur tua dan muda prevalensi
penyalahgunaan narkoba satu tahun terakhir hampir sama sekitar 1,5 %. Angka di atas menunjukkan bahwa
penyalahgunaan narkoba pada semua kelompok umur cukup tinggi. Sementara pada daerah perdesaan,

4
pemakaian narkoba sangat menonjol pada penduduk usia sangat produktif (25-49 tahun) dengan prevalensi
setahun terakhir pakai di atas 2,5%. Angka prevalensi penduduk usia muda dan penduduk usia tua relatif
kecil, di bawah 1%.

Tabel 4. Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba Menurut Kegiatan Utama (Desa-Kota)

Sumber: Survei Penyalahgunaan Narkoba BNN – LIPI, 2019

Penduduk usia produktif yang banyak terpapar narkoba kemungkinan adalah mereka yang bekerja
pada pekerjaan yang rawan terhadap narkoba, seperti perdagangan, informal, dan mereka yang sedang
menganggur, yang memiliki akses terhadap narkoba dari pergaulan dan pertemanan. Dari tabel
menunjukkan bahwamereka yang berstatus bekerja lebih banyak terpapar narkoba, baik di desa maupun di
kota. Hal ini dapat dipahami karena mereka yang bekerja lebih mampu untuk membeli narkoba dari
penghasilan mereka sendiri. Berdasarkan data kualitatif, pemakaian narkoba banyak dilakukan oleh pekerja
nelayan, kuli angkut, sopir dan pekerjaan lainnya yang membutuhkan tenaga dan stamina yang kuat. Pada
beberapa pekerja, ada beberapa bidang pekerjaan yang menggunakan narkoba untuk menunjang pekerjaan
yang mereka lakukan.

Tabel 5. Angka Prevalensi Menurut Provinsi, Tahun 2019

5
Sumber: Survei Penyalahgunaan Narkoba BNN – LIPI, 2019

Hasil survei ini menunjukkan bahwa angka prevalensi tertinggi penyalahgunaan narkoba dari 34
provinsi di seluruh Indonesia ditempati oleh Provinsi Sumatera Utara. Angka prevalensi tertinggi yang
dihitung itu, baik angka prevalensi pernah memakai narkoba maupun pemakaian narkoba dalam satu tahun
terakhir. Angka prevalensi pernah pakai narkoba berada pada angka 7,00% atau setara dengan jumlah
penduduk sekitar 1.707.936 jiwa. Kontribusi Sumatera Utara untuk pembentukan prevalensi pernah pakai
narkoba yang dihitung secara nasional sekitar 37,66%. Sementara itu, angka prevalensi pemakaian narkoba
dalam satu tahun terakhir turun hanya 0,50% dari angka prevalensi pernah pakai narkoba itu, menjadi
6,50%. Dengan kata lain, jumlah penduduk Sumatera Utara yang pernah memakai narkoba, di antara
mereka masih banyak yang tetap memakai narkoba dalam satu tahun terakhir, yaitu mencapai 1.585.941
jiwa. Angka ini merupakan potensi pasar yang menggiurkan untuk mengedarkan narkoba di Sumatera Utara
karena pemakainya masih relatif banyak. Kontribusi angka prevalensi pernah pakai narkoba dari Sumatera
Utara untuk membentuk prevalensi pernah pakai narkoba secara nasional sekitar 46,38%. Dengan kata lain,
kontribusi Provinsi Sumatera Utara untuk pembentukan prevalensi pernah pakai narkoba dan prevalensi
memakai narkoba dalam satu tahun terakhir relatif tinggi.

b. Tahapan Diagnosis

Pada tahap diagnosis kasus penyalahgunaan narkoba ini dapat dilihat dari dua pendekatan yaitu
personblame approach dan system blame approach. Pendekatan pertama menjadi sumber masalah sosial
pada level individu sedangkan pendapatan kedua beranggapan bahwa sumber masalah sosial ada pada
label sistem Sehingga dalam mendiagnosis masalah sumber kesalahan dicari pada level sistem juga.
Masyarakat Indonesia hidup dalam budaya yang beragam dengan gaya hidup yang beragam.
Kehidupan orang dipengaruhi tidak hanya oleh lingkungan sosial mereka, tetapi juga oleh situasi keluarga
mereka. Kontrol sosial, di sisi lain, kurang efektif karena standar sosial lebih longgar. Sangat mudah bagi
orang untuk tergelincir ke dalam gaya hidup tertentu dalam keadaan seperti itu, yang kadang-kadang dapat
bertentangan langsung dengan standar masyarakat yang berlaku. Penyalahgunaan narkoba yang
merupakan masalah berat di Indonesia merupakan salah satu kebiasaan yang berdampak pada masyarakat.
Terlepas dari upaya yang berbeda untuk memeranginya, penyalahgunaan narkoba selalu menjadi wabah

6
yang harus dihadapi negara Indonesia. Penggunaan narkoba juga menjadi masalah bagi masa depan
bangsa dan negara karena akibat yang merugikan bagi generasi selanjutnya.
Berikut adalah faktor-faktor penyebab seseorang menjadi penyalahguna narkoba menurut abdul
rozak dan wahdi sayuti (Anhari, 2012) :
1) Penyebab dari diri sendiri. Faktor individu merupakan salah satu penyebab terjadinya penyalahgunaan
narkoba, yaitu adanya anggapan bahwa obat yang tergolong narkoba tersebut dapat mengatasi
permasalahan dan problem kehidupan yang sedang dihadapi, harapan untuk mendapatkan kenikmatan
dari mengkonsumsi narkoba, adanya kecenderungan untuk mencoba-coba segala hal yang baru,
terdapat tekanan bahkan ancaman dari teman sebaya, tingkat keyakinan religius/keagamaan yang
rendah, mengalami stress sehingga tidak dapat mengkontrol diri,
2) Penyebab yang bersumber dari keluarga(orang tua). Salah satu atau kedua orang tua adalah pengguna
narkoba tidak mendapatkan perhatian,dan kasih sayang dari orang tua keluarga tidak harmonis(tidak
ada komunikasi yang terbuka dalam keluarga) orang tua tidak memberikan pengawasan kepada
anaknya orang tua terlalu memanjakan anaknya orang tua sibuk mencari uang/mengejar karir sehingga
perhatian kepada anaknya menjadi terabaikan. Hubungan ayah dan ibu yang retak, komunikasi yang
kurang efektif antara orang tua dan anak, dan kurangnya rasa hormat antar anggota keluarga
merupakan faktor yang ikut mendorong seseorang pada gangguan penggunaan zat.
3) Penyebab dari teman/kelompok sebaya. Adanya satu atau beberapa teman kelompok yang menjadi
pengguna narkoba adanya anggota kelompok yang menjadi pengedar narkoba adanya ajakan atau
rayuan dari teman kelompok untuk menggunakan narkoba paksaan dari teman kelompok agar
menggunakan narkoba karena apabila tidak mau menggunakan akan dianggap tidak setia kawan ingin
menunjukan perhatian kepada teman.penyebab yang bersumber dari lingkungan masyarakat tidak acuh
atau tidak peduli longgarnya pengawasan sosial masyarakat sulit mencari pekerjaan penegakan hukum
lemah banyaknya pelanggaran hukum kemiskinan dan pengangguran yang tinggi menurunnya moralitas
masyarakat banyaknya pengedar narkoba yang mencari konsumen banyaknya pengguna narkoba
disekitar tempat tinggal.
4) Lingkungan sekolah. Sekolah yang kurang disiplin, terletak dekat tempat hiburan, kurang memberi
kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri secara kreatif dan positif, dan adanya murid
pengguna napza merupakan faktor kontributif terjadinya penyalahgunaan napza.
Menurut Ridwan (2018) Ada beberapa alasan mengapa remaja memakai narkoba, ini dapat
dikelompokkan sebagai berikut diantaranya:
1) Anticipatory beliefs, yaitu anggapan bahwa jika memakai narkoba, orang akan menilai dirinya hebat,
dewasa, mengikuti mode, dan sebagainya.
2) Relieving beliefs, yaitu keyakinan bahwa narkoba dapat digunakan untuk mengatasi ketegangan,
cemas, dan depresi akibat stressor psikososial.
3) Facilitative atau permissive beliefs, yaitu keyakinan bahwa penggunaan narkoba merupakan gaya hidup
atau kebiasaan karena pengaruh zaman atau perubahan nilai. Sehingga dapat diterima.
Penyalahgunaan narkoba terjadi karena beberapa faktor bisa terjadi karena faktor dari dalam yaitu
kepribadian yang terganggu rasa cemas bahkan depresi dan juga faktor dari lingkungan yaitu kondisi
keluarga yang tidak harmonis dan pengaruh teman yang pengguna narkoba. Faktor kepribadian yang lemah,
tidak mempunyai sifat dan sikap yang tegas, terlalu mudah untuk ikut dalam pergaulan teman-teman apalagi
bila mempunyai teman dekat yang salah pergaulan akan menyebabkan kepribadiannya berubah mengikuti
teman dekatnya tersebut. Faktor fisik dan usia yang bisa menjerumuskan seseorang ke dalam tindak
penyalahgunaan narkoba adalah karena ketidakpuasan mereka terhadap fisik/tubuh mereka.

c. Tahapan Treatment (Teori Asosiasi Diferensial)

Pada tahap diagnosis tadi kita sudah melihat bahwasanya penyalahgunnan narkoba ini lebih
cenderung kearah individu. Salah satu sumber masalah dari level individu yang dikemukakan tadi adalah
proses sosialisasi individu. Penyalahgunaan dan kecanduan obat terjadi melalui proses belajar dalam
interaksinya dengan individu lain. Dalam hal ini apabila lingkungan asosiasi yang paling dekat bersifat
deviant maka akan mempunyai potensi besar bagi kecenderungan perilaku devian. Maka penanganannya
juga melalui cara interaksi dalam kelompok bedanya kelompok yang dimaksud dalam treatment merupakan
kelompok yang mempunyai sifat sebaliknya yaitu sifat anti penyalahgunaan dan kecanduan narkoba dan
obat-obatan terlarang dan conform terhadap nilai, norma serta aturan masyarakatnya. Ada dua contoh cara

7
penanganan seperti ini keduanya mengacu pada teori asosiasi diferensial yang dikembangkan Sutherland
(Soetomo, 2008).
Yang pertama dengan usaha developmental dengan menggunakan model alcoholics anonymous
yang dikembangkan oleh Milton A Maxwell (Soetomo, 2008). Alcoholics Anonymous dapat dianggap sebagai
contoh klasik program rehabilitasi yang berorientasi pada proses belajar melalui sosialisasi individu Maxwell
menggambarkan model ini sebagai suatu sub kultur baru dengan aturan dan nilai tersendiri dimana pecandu
alkohol belajar melalui kontak face-to-face dengan anggota yang lain tetapi tidak dilakukan oleh seseorang
yang profesional di bidang rehabilitasi penyandang kecanduan alkohol melainkan melalui pengaruh peer
group, melalui kelompok ini disosialisasikan gaya hidup yang tidak menyukai minum alkohol apalagi sampai
mabuk dan kecanduan
Yang kedua dengan usaha rehabilitatif menggunakan model yang dikembangkan Volkman dan
Cressy melalui lima prinsip rehabilitasi (Soetomo, 2008). cara yang dikembangkan tersebut kemudian
dikenal dengan sebutan group therapy, therapeuntic communities atau total institution. Dasar pemikirannya
adalah bahwa masyarakat seharusnya ikut serta dalam upaya rehabilitasi para pecandu narkoba dan
menempatkan mereka secara layak dalam masyarakat serta menjauhkan mereka dari lingkungan yang akan
mempengaruhi mereka kembali menggunakan obat atau minuman beralkohol. Caranya yaitu adalah
asimilasi ke dalam kelompok yang kondusif terhadap perilaku yang mematuhi hukum dan sebaliknya
dijauhkan dari kelompok yang dapat mendorong tindakan dan perilaku menyimpang Oleh karena itu mereka
yang mempunyai pengalaman tingkah laku Devian diperhitungkan akan mengalami kesulitan kesulitan
melakukan kontak akrab dalam kelompok biasa maka perlu diciptakan suatu kelompok khusus yang tujuan
utamanya melakukan perbaikan terhadap tindak dan perilaku Devian kelompok yang dimaksud diberi nama
synanon.
Ada lima prinsip yang perlu diikuti dalam proses rehabilitasi melalui kelompok tersebut yaitu
admission, indoctrination, grup cohesion, status ascription dan synanon. Admission maksudnya tidak setiap
pecandu narkoba secara otomatis diterima dalam kelompok Hanya mereka yang betul-betul berminat untuk
masuk dalam kelompok menyadari kesalahan perilakunya sebagai pemakai dan pecandu obat serta
bersedia menerima dan mentaati norma kelompok yang dapat diterima dan bergabung dalam kelompok.
Indoctrination maksudnya bahwa rehabilitasi berarti mempengaruhi anggota untuk mengadopsi nilai dan
sikap tertentu dalam hal ini adalah sikap anti penyalahgunaan obat kecanduan obat dan anti mabuk. Grup
cohesion maksudnya adalah melalui kelompok yang kohesif dimungkinkan hubungan saling mempengaruhi
satu terhadap yang lain khususnya dalam hal ketaatan terhadap norma kelompok diantaranya mereka harus
ada rasa kebersamaan yang murni. Status ascription maksudnya baik anggota kelompok yang merupakan
pecandu obat maupun yang bukan meraih status dalam kelompok berdasarkan tingkat penampilannya yang
anti penyalahgunaan obat dan anti mabuk. Synanon dimaksudkan sebagai mekanisme yang efektif untuk
rehabilitasi melalui kelompok dalam kelompok ini anggota pecandu obat didorong untuk bekerjasama
dengan anggota bukan pecandu obat guna menyadarkan anggota pecandu obat yang lain.
Di samping cara penanganan melalui proses sosialisasi dan juga rehabilitasi penanganan
penyalahgunaan dan kecanduan narkoba juga sering dilakukan dengan mengefektifkan sarana
pengendalian sosial termasuk didalamnya melalui peraturan hukum yang bersikap Represif beberapa
alternatif diusulkan oleh Lemert (Soetomo, 2008), yaitu : (1) melalui sistem hukum yang menyatakan bahwa
pembuatan distribusi distribusi dan pengkonsumsian jenis obat tertentu dan minuman beralkohol sebagai
tindakan yang ilegal, (2) melalui sistem indoktrinasi berupa informasi tentang konsekuensi bahaya
penggunaan obat tertentu atau minuman beralkohol dengan tujuan agar penggunaan jenis obat dan alkohol
tadi dilakukan secara wajar dan tidak berlebihan atau bahkan masyarakat menjadi berpantang terhadap
jenis-jenis obat tersebut. (3) melalui peraturan tentang jenis obat dan minuman beralkohol yang dapat
dikonsumsi, standar harganya, cara distribusinya, saat dan tempat yang diperkenankan untuk menggunakan
dan kalangan yang boleh mengkonsumsi berdasarkan umur, jenis kelamin, serta karakteristik sosial ekonomi
dan lain. (4) melalui subtitusi minuman yang dianggap aman tetapi ekuivalen dengan jenis yang dilarang.
Dalam banyak hal berbagai alternatif tersebut merupakan bentuk penanganan dan bersifat represif
dengan diikuti adanya sanksi hukum efektifitasnya juga akan sangat tergantung pada sejauh mana kekuatan
mengikat dari hukum tersebut secara konsisten dapat diterapkan dan sejauh mana ancaman hukum yang
melekat dapat membuat pemakai dan pecandu obat menghentikan tindakannya. Mengingat berbagai
masalah yang sudah diuraikan maka penerapan cara penanganan yang cenderung represif tersebut perlu
mengantisipasi kemungkinan munculnya masalah baru seperti kejahatan terorganisasi melalui bentuk-
bentuk sindikat, pasar gelap dan berbagai upaya suap yang dilakukan untuk menembus barikade ketentuan

8
hukum tersebut. Lebih dari itu, juga perlu diperhatikan konsistensi berlakunya ketentuan hukum tersebut
dilihat dari jenis-jenis obat dan kalangan pemakaiannya, dengan demikian tidak terkesan bersifat
diskriminatif.
Dipandang dari latar belakang masalah yang berasal dari bekerjanya sistem dalam masyarakat,
langkah penanganan masalah penyalahgunaan narkoba juga dapat dilakukan dengan intensif kan dan
menata jaringan komunikasi antar unsur yang terkait dengan masalah ini, seperti lembaga pendidikan,
lembaga yang berkaitan dengan penyaluran hobi, minat dan bakat. Apabila penggunaan jaringan komunikasi
ini diikuti dengan fungsionalisasi masing-masing lembaga tersebut, maka pesan terjadinya berbagai bentuk
disintegrasi yang diperhitungkan merupakan sumber masalah akan dapat dikurangi, dengan demikian pula
dengan komunikasi yang lancar baik vertikal dan horizontal dengan menghilangkan penyumbatan dalam
berbagai saluran nya, maka berbagai aspirasi akan dapat tertampung sehingga dapat menghindarkan
bentuk-bentuk aktivitas pelarian di luar aturan sistem seperti penyalahgunaan narkoba dan kebiasaan mabuk
tersebut.

C. SIMPULAN
Dari pembahasan tentang kasus penyalahgunaan narkoba ini jika dilihat dari perspektif perilaku
menyimpang merupakan suatu penyimpangan karena telah melanggar kaidah-kaidah umum atau norma yang
ada dalam masyarakat. Perilaku penyalahgunaan obat memang merupakan deviasi pada level individu.
Walaupun demikan, sumber permasalahannya dapat bersumber dari faktor individual dan juga masyarakat
ataupun sistem. Dalam teori sosialisasi bahwa penyimpangan terjadi karena telah dipelajari oleh seseorang atau
sekelompok orang. Dalam menindentifikasi maslah ini Dari data yang kita alihat bahwasanya di indonesia
penyalahgunaan atau ketergantungan narkoba, kini kian marak terjadi, yang bisa kita alihat dari segi jenis
kelamin, tingkat pendidikan, kelompok umur, kegiatan utama, tempat tinggal. Dalam mendiagnosis masalah ini
ada beberapa faktor yang membuat maslah ini muncul diantaranya adalah penyebab diri sendiri, bersumber dari
keluarga, dari teman sebaya, lingkungan sekolah dan lingkungan yang lainnya. Dalam penanganan masalah ini
ada bebrapa cara yang dapat dilakukan yaitu dengan tahap sosialisasi dengan usaha developmental dan
menggunakan model alcoholics anonymous, yang kedua dengan usaha rehabilitatif dan menggunakan model
yang dikembangkan Volkman dan Cressy melalui lima prinsip rehabilitasi, dan jalur hukum, serta dengan
memperbaiki sistem yang ada di dalam masyarakat.

D. DAFTAR PUSTAKA

Anhari, Ahmad. 2012. Strategi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba di Kalangan Remaja (Studi Tentang Partisipasi Badan Narkotika
Kabupaten Sukoharjo), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012.
BNN. (2019). Infografis Survei Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba. In Pusat Penelitian, Data, dan Informasi (PUSLITDATIN) Badan
Narkotika Nasional Republik Indonesia.
Budirahayu, Tuti, 2013, Sosiologi Perilaku Menyimpang, Surabaya : PT.Revka Petra Media
Hadriyansyah. (2013). PENYALAHGUNAAN NARKOBA (Studi : Narapidana Kasus Penyalahguna Narkoba).
Kartono, Kartini, 2011, Patologi Sosial, Jakarta : Rajawali Pers
Miftalifi, D. R. (2020). Studi Kasus Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja Didesa Tertek Kecamatan Pare Kabupaten Kediri. Universitas
Nusantara PGRI Kediri.
Ridwan. (2018). Penyalahgunaan narkoba oleh remaja dalam persepektif sosiologi. Jurnal Madaniyah, 8(2), 243–261.
Simangunsong, Jimmy. 2015. Penyalahgunaan Narkoba di Kalangan Remaja (Studi Kasus pada Badan Narkotika Nasional Kota
Tanjungpinang), Program Studi Ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang 2015.
Soetomo. (2008). Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tito, Sulistyarini, & Supriadi. (2014). Analisis Penyebab Remaja Mengkonsumsi Narkoba Ditinjau Dari Kesalahan Pendidikan Keluarga Di
Pontianak. 1-11.

9
LAPORAN DISKUSI

1. Pertanyaan : Sofiya Nurriyati Salma (2110114120010) Menurut kalian dari pandangan sosiolog, bagaimana
pencegahan yang efektif terhadap bahaya narkoba terutama kepada anak-anak sekolah dan masyarakat?

Jawaban : Muhammad Diva Almadani (2110114110001) Kalau dari sudut pandang sosiologi untuk
pencegahan bisa menggunakan usaha preventif dimana fokus usaha ini adalah mengantisipasi atau
mengurangi peningkatan masalah tersebut. ada beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah
penyalahgunaan narkoba ini pada remaja khusus nya yaitu tidak lepas dari perang orang tua, guru dan juga
lembaga masyarakat. peran orang tua dalam pencegahan misalnya, Mengajarkan standar perilaku
benar/salah dan baik/buruk serta menunjukkan keteladanan dalam standar perilaku tersebut: Seperti menjadi
contoh baik bagi anaknya dan orang tua tidak memakai narkoba; Orang tua mampu menjelaskan kepada
anak sedini mungkin hingga sampai remaja bahwa penyalahgunaan narkoba tidak dapat dibenarkan menurut
agama, hukum, dan masyarakat; Orang tua harus mengetahui kegiatan anaknya sehari-hari
dilingkungannya;Sedangkan peran guru misalnya Guru dan anak terlibat aktif dalam pencegahan dan
penggunalanganbahaya narkoba di sekolahan. Guru juga berempati dan memberi dukungan emosional pada
siswayang mengalami persoalan pribadi berkaitan dengan penyalahgunaan narkoba. Guru berkomunikasi
secara efektif; Sedangkan peran lemabaga nasyarakat contohnya kepolisian juga mendorong siswa untuk
menjauhkan diri dari peredaran dan pengguna narkoba; Polisi juga bersosialisasi di sekolah, terutama
SMA/MA/SMK,tentang aspek perundang-undangan dan penegakan hukum khususnya terhadap narkoba;
Selalu melakukan konseling tentang penyalahgunaan narkoba bagi remaja pemakai dan kelompok
pendukung bagi remaja.

2. Pertanyaan : Muhammad Abdallah (2110114210006) Bagaimana cara menghadapi orang yang sudah
kecanduan akan narkoba?

Jawaban : Roni Andonia Simanjuntak (2110114310011) Pemeriksaan, Pemeriksaan dilakukan tidak hanya
oleh dokter tetapi juga terapis. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kecanduan yang
dialami dan adakah efek samping yang muncul. Jika si pemakai mengalami depresi atau bahkan gangguan
perilaku, maka terapis akan menyembuhkan efek tersebut baru melakukan rehabilisiasi. Detoksifikasi,
Mengatasi kecanduan harus melalui beberapa tahapan dan salah satu yang cukup berat adalah detoksifikasi.
Di sini pengguna harus 100% berhenti menggunakan obat-obatan berbahaya tersebut. Reaksi yang akan
dirasakan cukup menyiksa mulai dari rasa mual hingga badan terasa sakit. Disamping itu pecandu akan
merasa tertekan karena tidak ada asupan obat penenang yang dikonsumsi seperti biasa. Selama proses
detoksifikasi, dokter akan meringankan efek yang tidak mengenakkan tersebut dengan memberikan obat. Di
samping itu, pecandu juga harus memperbanyak minum air agar tidak terkena dehidrasi serta mengkonsumsi
makanan bergizi untuk memulihkan kondisi tubuh. Lamanya proses ini sangat bergantung pada tingkat
kecanduan yang dialami serta tekad yang dimiliki oleh si pemakai untuk sembuh. Stabilisasi, Setelah proses
detoksifikasi berhasil dilewati, selanjutnya dokter akan menerapkan langkah stabilisasi. Tahapan ini bertujuan
untuk membantu pemulihan jangka panjang dengan memberikan resep dokter. Tidak hanya itu, pemikiran
tentang rencana ke depan pun diarahkan agar kesehatan mental tetap terjaga dan tidak kembali terjerumus
dalam bahaya obat-obatan terlarang. Pengelolaan Aktivitas, Jika sudah keluar dari rehabilitasi, pecandu yang
sudah sembuh akan kembali ke kehidupan normal. Diperlukan pendekatan dengan orang terdekat seperti
keluarga dan teman agar mengawasi aktivitas mantan pemakai. Tanpa dukungan penuh dari orang sekitar,
keberhasilan dalam mengatasi kecanduan obat terlarang tidak akan lancar. Banyak pemakai yang sudah
sembuh lantas mencoba menggunakan kembali obat-obatan tersebut karena pergaulan yang salah. Karena
itulah pengelolaan aktivitas sangat penting agar terhindar dari pengaruh negatif.

3. Pertanyaan : Resty Mahdalena (2110114220005) Di indonesia banyak sekali para penyalahguna narkoba
justru langsung dijebloskan ke penjara tanpa adanya rehabilitasi. Mengapa demikian? Apakah itu merupakan
salah satu solusi yg baik untuk para penyalahguna narkoba tersebut? Bisa tolong jelaskan!

Jawaban : Faradila Alda Yanti (2110114220019) Penyalahguna narkoba langsung dijebloskan ke penjara
tanpa adanya rehabilitasi bukan merupakan solusi yang baik. Semenjak diterbitkannya Undang Undang
Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan

10
(berkurangnya pengguna narkoba) sebagai upaya kebijakan kriminal Pemerintah untuk penanggulangan
narkoba di Indonesia dengan bentuk dekriminalisasi. Upaya dekriminalisasi bagi pecandu narkoba melalu
kebijakan pemerintah dengan menerbitkan Undang Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
sesungguhnya dimaksudkan untuk dapat melakukan pencegahan sebelum terjadinya penyalahgunaan
narkoba danmenegakkan hukum setelah terjadinya penyalahgunaan narkoba. Ternyata, pada tatanan
implementasinya UU tersebut tidak bekerja secara efektif. Salah satunya mengenai cara-cara penerapan
sanksinya. Model dekrimialisasi yang diperuntukkan kepada pecandu narkoba, sebagai upaya pemerintah
untuk mengurangi dan menanggulangi dengan membina dan merahabilitasi belum menunjukkan nilai yang
memuaskan, yang terlihat, cara-cara yang digunakan dalam mengimplementasikan UU No 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika itu lebih mengedepankan sistem penal (penjara) dari pada sistem non penal (rehabilitasi).
Dengan demikian, adalah salah satu alasan kenapa pengguna narkoba lebih banyak terdapat menghuni
penjara dari pada kalangan yang memanfaatkan fasilitas terapi dan rehabilitasi. Dalam setiap perkara
narkotika, sebenarnya para penegak hukum hingga pemutus perkaranya mesti berangkat dari aturan yang
sama, yaitu Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Undang-Undang itu merupakan
regulasi ‘khusus’ yang menyimpang dari sistem pemidanaan yang selama ini berlaku di Indonesia. Dikatakan
‘khusus’ karena undang-undang ini menganut double track system pemidanaan bagi penyalah guna untuk diri
sendiri dengan kewajiban bagi seluruh lembaga pengadilan di Indonesia untuk menghukum rehabilitasi.
Adapun pengedarnya dihukum penjara atau mati. Namun, di wilayah Indonesia lainnya masih saja terdapat
putusan hakim terhadap penyalah guna narkotika dijatuhkan pidana penjara tidak disertai rehabilitasi dan hal
tersebut bukan merupakan solusi untuk para penyalah guna narkoba tersebu . Hal itu tentu mengabaikan
esensi dari regulasi yang sudah ada. Bahkan, menyebabkan permasalahan dalam sejarah perundang-
undangan di Indonesia. Efek lain dari hal tersebut menyebabkan beban bagi negara yang harus membiayai
terpidana narkotika selama menjalani masa pidananya di dalam lembaga pemasyarakatan.

4. Pertanyaan : Novi Ramadhani (2110114220010) Apa yang menyebabkan seseorang ingin coba-coba pakai
narkoba, padahal dia sendiri, sudah tahu akibat buruk yg dihasilkan itu merugikan dirinya sendiri.

Jawaban : Faradila Alda Yanti (2110114220019) Ada beberapa faktor tertentu yang menyebabkan seseorang
lebih rentan mengalami kecanduan, misalnya genetik, trauma fisik maupun psikologis, riwayat gangguan
mental, hingga sifat impulsif. Di samping itu, ada berbagai hal lainnya yang dapat memengaruhi keputusan
seseorang untuk mulai menggunakan narkoba, dan pada akihrnya mengalami kecanduan. Ada beberapa
penyebab seseorang menjadi penyebab untuk mencoba memakai narkoba. Yang pertama yaitu pengaruh
lingkungan, Lingkungan juga memainkan peran penting dalam kemunculan kecanduan seseorang. Salah satu
alasan paling umum mengapa seseorang tergoda mencoba menggunakan narkoba dari pengaruh luar diri,
baik secara langsung maupun tidak langsung — terutama orang yang sering mereka temui atau idolakan,
termasuk orangtua, teman, kakak, hingga bahkan selebritis. Yang kedua yaitu Rasa penasaran,
Keingintahuan merupakan salah satu insting alami manusia. Banyak remaja yang menjadi pecandu narkoba
karena diawali oleh eksperimen dengan obat-obatan dan alkohol atas dasar rasa penasaran seperti apa
rasanya. Yang ketiga yaitu Kecanduan karena tidak disengaja, Beberapa obat pereda nyeri sangat mudah
untuk disalahgunakan berkat efeknya yang “membius”, bahkan pada kasus yang tidak disengaja sekalipun.
Salah satunya adalah obat golongan opiat. Pada awalnya opiat (misalnya seperti oxycodone, percocet,
vicodin, atau fentanyl) diresepkan dokter untuk mengatasi rasa sakit luar biasa. Yang keempat yaitu
Kecanduan karena pilihan, Banyak dari kita yang secara sengaja menikmati zat yang dapat membuat
ketagihan, seperti alkohol atau nikotin dari rokok.

11

Anda mungkin juga menyukai