Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

KONSEP TEORI DAN ASUHAN KEPERAWATAN (ANALISIS KASUS)


DENGAN PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah: Keperawatan Medikal Bedah II (semester IV)
Dosen Pengampu: Setiyo Adi Nugroho. Ns. M. Kep

Disusun Oleh:

Nayyiratut Tadzkiroh (2031800028)


Putri Kurnia Dewi (2031800037)
Siti Zulfiana Safitri (2031800040)
Linda Qomariyah (2031800025)

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS NURUL JADID PAITON - PROBOLINGGO
2022/2023
LEMBAR PERSETUJUAN
PENGESAHAN MAKALAH KONSEP TEORI DAN ASUHAN KEPERAWATAN
(ANALISIS KASUS)
DENGAN PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS
Dalam Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS NURUL JADID
Tahun Pelajaran 2021/2022

Oleh:
Kelompok 8
S1 KEPERAWATAN MHS SMT IV

Mengetahui/Menyetuji

Dosen Pembimbing

(SETYO ADI NUGROHO, M.KEP)


KATA PENGANTAR

Tiada kata yang pantas penulis ucapkan selain puji syukur Alhamdulillah kepada
Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul KONSEP TEORI DAN ASUHAN
KEPERAWATAN (ANALISIS KASUS) DENGAN PASIEN PENYAKIT
GAGAL GINJAL KRONIS.
Rasa terima kasih yang tak terhingga, terutama yang terhormat kepada:

1. Kedua orang tua yang tak henti – hentinya melantunkan doa

2. KH. Zuhri Zaini, BA, selaku pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid

3. Setyo Adi Nugroho, M.Kep selaku Dosen Keperawat Medikal Bedah II

Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang telah
mendukung kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu.

Kami menyadari, bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna
baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi
acuan agar kami bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.

Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat
untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Paiton, 15 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

COVER...........................................................................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG..............................................................................................
1.2. RUMUSAN MASALAH..........................................................................................
1.3. TUJUAN...................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1. KONSEP TEORI PENYAKIT GINJAL KRONIS……...…………………………
A. Definisi
B. Etiologi
C. Patofisiologi
D. Manifestasi Klinis
E. Penemuan dan penilaian penemuan diagnosa potensial
F. Penatalaksanaan Medis Penyakit Ginjal Kronis
G. Pencegahan
2.2. ANALISIS KASUS PENYAKIT GINJAL KRONIS……..………………………
BAB III PENUTUP
3.1. KESIMPILAN .........................................................................................................
3.2. SARAN.....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa konsep teori penyakit Ginjal kronis
b. Apa analisis kasus dengan pasien penyakit Ginjal kronis
1.3. Tujuan
a. Mampu menjelaskan tentang penyakit Ginjal kronis!
b. Mampu mengetaui analisis dengan pasien penyakit Ginjal kronis
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. GAGAL GINJAL KRONIS ( Penyakit Renal Tahap-Akhir )

A. DEFINISI
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ERSD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi ureamdan sampah nitrogen lain dalam darah.) ini dapat disebabkan oleh
penyakit sistematik seperti diabetes melitus; glomerunolef ritis kronis; pielonefritis;
hipertensi yang tidak dapat di control; obstruksi traktus urinarius; lesi herediter. Seperti
penyakit ginjal polikistik; gangguan vaskuler; infeksi; medikasi; atau agens toksik.
Lingkungan dan agens berbahaya yang mempengaruhi gagal ginjal kronis mencakup timah,
kadmium, merkuri, dan kromium. Dialisis atau tranplantasi ginjal kadang-kadang
diperlukan untuk kelangsungan hidup pasien.
Penyakit ginjal kronis adalah istilah umum yang menggambarkan kerusakan ginjal
atau penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) yang berlangsung selama 3 atau lebih bulan.
CKD (chronic kidney diseases) dikaitkan dengan penurunan kualitas hidup, serata
mengakibatkan kematian dini, CKD (chronic kidney diseases) yang tidak diobati dapat
mengakibatkan penyakit ginjal stadium akhir (End Stage Kidney Disease, ESKD), yang
merupakan stadium akhir dari ESKD CKD.menyebabkan retensi produk limbah uremik dan
kebutuhan ginjal terapi pengganti, dialisis, atau transplantasi ginjal.
Penyakit ginjal adalah suatu kondisi medis yang menyebabkan hilangnya fungsi
ginjal yang ireversibel sampai pada titik dimana terapi penggati ginjal permanen,seperti
dialisis atau transplantasi ginjal,jika diperlukan. Penyakit ginjal berkembang secara
perlahan hingga ginjal tidak lagi dapat berfungsi sebagaimna mestinya. Penyakit ginjal
dibagi menjadi dua kategori: penyakit ginjal akut dan kronis.
B. ETIOLOGI
Penyebab GGK termasuk glomerulone, infeksi kronis, penyakit vaskuler
(nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), prnyakit kolagen (luris sutemik), agrn
nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes)(Doenges, 1999; 626).

C. PATOFISIOLOGI
Pada tahap awal CKD, bisa terjadi kerusakan signifikan pada ginjal tanpa tanda atau
gejala. Patofisiologi CKD masih belum jelas dipahami, tetapi kerusakan pada ginjal diduga
disebabkan oleh peradangan akut berkepanjangan yang tidak spesifik organ dan dengan
demikian memiliki gejala yang halus manifestasi sistemik.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang normalnya
dieksresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin
berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialysis.
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 :
1. Stadium 1 ( penurunan cadangan ginjal)
Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood ureum nitrogen (BUN)
normal dan penderita asimtomatik.
2. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (glomerulo filtration rate
besar 25% dari normal). Pada tahap iniblood ureum nitrogen mulai mrningkat
diatas normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
3. Stadium 3 (gagal ginjal stadium akhir/uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron lebih hancur, nilai glomerulo filtration rate
10% dari normal, kreatin klirens 5-10 ml permenit, atau kurang. Pada tahap
ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrogen meningkat sangat
mencolok dan timbul oliguria (Price.1992: 813-814)

 GANGGUAN KLIENS RENAL.


Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, menyebabkan penurunan klirens subtansi darah yang seharusnya
dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin
24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat akibat
tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin Akan menurun dan kadar kreatinin serum
mengangkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin
serum merupakan indikator yang paling sensitive dari fungsi renal karena substansi ini
diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal,
tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, kata bolisme (jaringan dan luka RBC) dan
medikasi seperti steroid.

 RETENSI CAIRAN DAN NATRIUM.


Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir; respons ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan
cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kengestif, dan hipertensi.
Hipertensi juga dapet terjadi akibat aktivitas aksis reninangiotensin dan kerjasam keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecendrungan untuk kehilangan
garam; mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan
penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik.

 ASIDOSI.
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosi metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekresikan muatan asam (H +) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat kedikmampuan tubulus ginjal untuk menyekresi
ammonia (NH 3) dan mengabsorpsi natrium bikarbornat (HCO3) penurunan eksresi fosfat
dan asmam orgnik lain juga terjadi.

 ANEMIA
Anemia terjadi sebagai akibat dari reprodukdi eritropoetin ysng tidsk edekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecendrungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien, suatu substansi normal yang diproduksi oleh ginjal,
menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal,
produksi eripoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan napas
sesak.
 KETIDAK SEIMBANGAN KALSIUM DAN FOSFAT.
Abnormalitas utama yang lain pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolism
kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik; jika salah satunya
meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal,
terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar kalsium.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid.
Namun demikian, pada gagal ginjal, tubuh tidak berespons secara normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya, kalsium di tulang menurun, menyebabkan
perubahan pada tulang dan penyakit tulang. Selain itu, metabolit aktif vitamin D (1, 25-
dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun seiring dengan
berkembangnya gagal ginjal.

 PENYAKIT TULANG UREMIK.


Penyakit tulang uremik sering disebut osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan
kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.
Penyakit tulang uremik sering disebut osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan
komplejs kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.
*Bagan 43-4
Tanda dan gejala
Gagal ginjal kronis
Kardiovaskular
Hipertensi:
 Pitting edema (kaki, tangan, sakrum)
 Edema periorbetal
 Friction rub pericardial
 Pembesaran vena leher
Integument

 Warna kulit abu-abu mengkilat


 Kulit kering bersisik
 Pruritus
 Ekimosis
 Kuku tipis dan rapuh
 Rambut tipis dan kasar
Pulmoner

 Krekels
 Sputum kental dan liat napas dangkal
 Pernapan kussmaul

Gastrointestinal

 Napas berbau amonia


 Olserasi dan pendarahan pada mulut
 Anoreksia ,mual ,dan muntah
 Pendarahan pada saluran GI

Neurologi
 Kelamahan dan kelelahan
 Konfusi
 Kejang
 Kelemahan pada tungkai
 Terasa panas pada telapak kaki
 Perubahan perilaku
 Disononfasi
Muskuloskeletal

 Kram otot
 Kekuatan otot hilang
 Fraktur tulang
 Foot drop

Reproduksi

 Amenore
 Atrofi testikuler

D. MANIFESTASI KLINIS
Peningkatan kadar kreatinin serum menunjukkan penyakit ginjal yang mendasarinya;
sebagai tingkat kreatinin meningkat dan gejala CKD dimulai. Anemia, karena penurunan
produksi eritroprotein oleh ginjal, asidosis metabolik, dan kelainan kalsium dan fosfor.
menandai perkembangan CKD (Taal, 2013). Retensi cairan, dibuktikan dengan adanya
edema dan kongestif gagal jantung. Seiring perkembangan penyakit yang mengakibatkan
kelainan pada elektrolit dan terjadi gagal jantung memburuk, dan hipertensi menjadi lebih
sulit dikendalikan.
Karena pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia,
maka pasien akan memperlihatkan sejumlan tanda dan gejala. tanda dan gejala bergantung
pada bagian dan tahapan penyakit ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.
Manifestasi dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:

(1) Manifestasi kardiovaskuler.


Pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari
aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif, dan edema pulmoner
(akibat cairan berlebih), dan pericarditis (akibat iritasi pada lapisan perikaldial oleh toksin
uremik).
Gejala dermatologi yang sering terjadi mecakup rasa gatal yang parah (pruritis).
Butiran uremik, suatu penumpukan Kristal urea di kulit, saat ini jarang terjadi akibat
penanganan yang dini dan agresif pada penyakit ginjal tahap akhir..
Gejala gastrointestinal,juga sering terjadi dan mencakup anoreksia, mual, muntah,
dan cegukan. Perubahan nueromuskuler mencakup tingkat kesadaran, tidak mempu
berkonsentrasi, kedutan otot, dan kejang.
Mekanisme yang pasti untuk setiap manifestasi tersebut belum dapat diidentifikasi.
Namun demikian, produk sampah uremik sangat dimungkinkan sebagai penyebabnya, pada
bagan 43-4 meringkaskan tanda dan gejala yang sering dijumpai pada gagal ginjal kronis.

(2) Tahapan penyakit Ginjal Kronis


CKD telah diklasifikasikan menjadi lima tahap oleh National Kidney Fondasi (NKF).
Tahap 5 hasil ketika Ginjal tidak dapat membuang sisa metabolisme tubuh atau melakukan
pengaturan fungsi Ginjal. Dengan demikian , Terapi penganti Ginjal diperlukan untuk
mempertahankan hidup.
Skrining dan Intervensi dini penting, Karena tidak semua pasien berlanjut ke stadium
5 CKD. Pasien dengan CKD jika berada pada peningkatan resiko untuk penyakit
Kardiovaskular, yang merupakan penyebab utama Morbilitas serta mengakibatkan
kematian (Kane-Gill, Sileanu, Murugan, et al., 2015). Pengobatan hipertensi, anemia, dan
hiperglikemia dan deteksi proteinuria semua membantu memperlambat perkembangan
penyakit dan meningkatkan hasil pasien (Lewis, 2013).
Tahapan didasarkan pada GFR( glomerula filtration rate). GFR normal adalah
125mL/menit/1,73 m2.
Tahapannya ada 5, yaitu berikut :
1. GFR 90 mL/menit/1,73 m2
Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat.
2. GFR = 60–89 mL/menit/1,73 m2
Penurunan ringan GFR.
3. GFR = 30–59 mL/menit/1,73 m2
Penurunan moderat dalam GFR.
4. GFR = 15–29 mL/menit/1,73 m2
Penurunan GFR yang parah.
5. GFR <15 mL/menit/1,73 m2
Penyakit ginjal stadium akhir atau penyakit ginjal kronis.
GFR, glomerular filtration rate. Adapted from Grossman, S. C., & Porth, C. M.
(2014). Pathophysiology: Concepts of altered health states (9th ed.). Philadelphia,
PA: Lippincott Williams & Wilkins.

(3) Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):


1. Gejala dini : lategi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi.
2. Gejalal yang lebih lanjut : anoreksia, mual, muntah, nafas dangkal, atau seak
nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang di sertai lekukan, prurits
mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah

E. PENENTUAN DAN PENILAIAN TEMUAN DIAGNOSA POTENSIAL


Pasien gagal ginjal kronis memerlukan asuhan keperawatan yang tepat untuk
menghidari komplikasi akibat menurunnya fungsi renal dan stress serta cemas dalam
menghadapi penyakit yang mengancam jiwa.
Diagnosa kepererawatan potensial untuk pasien-pasien ini mencakup yaitu:
 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebih dan retensi cairan serta natrium
 Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut
 Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan
 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis
 Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual.

Asuhan keperawatan diarahkan untuk mengkaji status cairan dan mengidentifikasi


sumber potensial yang mengakibatlkan ketidakseimbangan, mengimplementasiakn program
diet untuk menjamin masukan nutrisi yang sesuai dalam batas-batas program penanganan,
dan meningkatkan rasa positif dengan mendorong peningkatan perawatan diri dan
kemandirian. Sangatlah penting untuk menjelaskan dan menginformasikan kepada pasien
dan keluarga tentang penyakit gagal ginjal tahap-akhir, pilihan penanganan, dan komplikasi
potensial. Dukungan emosi terbesar diperlukan pasien dan keluarga berhubungan dengan
sejumlah perubahan yang dialami. Intervensi khusus, beserta rasional dan kriteria evaluasi
disajikan secara lebih rinci pada Rencana Asusan Keperawan 43-1 untuk pasien gagal
ginjal kronis.
Penilaian diagnostik penyakit Ginjal kronis
Laju filtrasi glomerulus (GFR) adalah jumlah plasma yang disaring melalui
glomerulus per satuan waktu. Klirens kreatinin adalah ukuran dari jumlah kreatinin yang
dapat dibersihkan ginjal dalam 24 jam. Nilai normal berbeda pada pria dan wanita.
Perhitungan GFR, parameter penilaian penting dalam CKD, dibahas dalam Bab 53..

F. PENATALAKSAAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan
homeostatis selama mungkin. Seluruh faktor yang berperan pada gagal ginjal tahap-
akhir dan faktor yang dapat dipulihkan (mis, obstruksi di identifikasi dan ditangani).

Komplikasi potensial gagal ginjal kronis yang memerlukan pendekatan


kolaboratif dalam keperawatan mencakup;
1. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme, dan
masukan diet berlebih.
2. Perikarditis efusi perikardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
urmik dan dialysis yang tidak edekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin aldosterone.
4. Anemia akibat penurunan eritropoeti, penurunan rentang usia sel darah merah,
pendarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, dan kehilangan drah selama
hemodialisis,
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal, dan peningkatan rendah aluminium
komplikasi dapat dicegah atau dihambat dengan pemberian antihipertensif,
eritropoetin, sumplemen besi, agens pengikat fosfat,dan suplemen kalsium. Pasien juga
mendapat penanganan dialysis yang adekuat untuk menurunkan kadar produk sampah
uremik dalam darah.

G. PENCEGAHAN

1.2 ANALISIS KASUS PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS


ASUHAN KEPERAWATAN

A. IDENTITAS DIRI
Meliputi : nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis, nomor registrasi.
B. RIWAYAT PENYAKIT
1. Keluhan Utama
Susah berjalan/bergerak, kram otot,gangguan istirahat dan tidur serta cepat lelah.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
riwayat infeksi saluran kemih ,penyakit peradangan, vaskuler hipertensif, gangguan
saluran penyambungan, gangguan kongential dan herediter, nefropati toksik dan
neropati obstruktif
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit keluarga adalah penyakit turunan dari kakaknya yang mengalami
penyakit gagal ginjal kronis.
4. Riwayat Alergi
Px mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi.
5. Pola kesehatan fungsional
1. Pemeliharaan kesehatan
Personal hygiene kurang. konsumsi toxik, konsumsi makanan
tinggi kalsium. purin, oksalat. fosfat, protein, biasakan minum
suplemen, kontrol tekanan darah dan gula darah tidak teratur
pada penderita tekanan darah tinggi dan diabetes rnelitus
2. Pola nutrisi dan metabolik
Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, ingake Cairan
inadekual, peningkatan berat badan cepat (edema). penurunan
berat badan (malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak sedap
pada mulut (pemafasan amonia), penggununan diuretic, demam
karena sepsis dan dehidrasi.
3. Pola eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria. anuria (gagal tahap lanjut),
abdomen kembung, diare konstipasi, perubahan warna urin.
4. Pola aktivitas dan Iatihan
kelemahan ekstremitas, kelemahan, malaise, keterbatasan gerak
sendi.
5. Pola istirahat dan tidur
Gangguan tidur (insomnia,/gelisah atau somnolen)

6. Pola persepsi sensori dan kognitif


Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan
otot perubahan tingkat kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala,
kram/nyeri kaki (memburuk pada malam hari). distraksi,
gelisah. penglihatan kabur, kejang, rasa kebas pada telapak kaki.
Kelamahan khususnya ekstermitas bawah (neuropati perefer).
Gangguan status mental, contoh ketidak mampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori.
7. Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan tidak berdaya ,tak ada harapan, tak ada kekuatan,
menolak, ansietas, takut, marah, mudang terangsang,
tersinggung, perubahan kepribadian,contoh tak mampu bekerja.
8. Pola reproduksi seksual
Penurunan libobi,amneore, infertilita, impotensi, atropi
testikuler.

C. Pemeriksaan fisik head to toe:


1. Keadaan umum
Meliputi pemeriksaan diantaranya BB, kesadaran GCS, TTV, Tekanan darah, nadi, RR
dan suhu
2. Head to toe:
 Kulit dan rambut
 Inspeksi:
 Palpasi:

 Kepala
 Inspeksi:
 Palpasi:
 Mata
 Ispeksi:
 Hidung
 Inspeksi:
 Palpasi:
 Telinga
 Inspeksi:
 Palpasi:
 Mulut/gigi

 Leher
 Inspeksi:
 Palpasi: tidak ada nyeri tekan
 Dada
 Inspeksi:
 Palpasi:
 Auskultasi:
 Abdomen
 Inspeksi:
 Auskultasi:
 Palpasi:
 Auskultasi:
 Extremitas atas
 Inspeksi:

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG:
E. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostatis
selama mungkin. Seluruh faktor yang berperan pada gagal ginjal tahap-akhir dan faktor
yang dapat dipulihkan (mis, obstruksi di identifikasi dan ditangani. Komplikasi potensial
gagal ginjal kronis yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam keperawatan
mencakup:
6. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme, dan
masukan diet berlebih.
7. Perikarditis efusi perikardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
urmik dan dialysis yang tidak edekuat.
8. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin aldosterone.
9. Anemia akibat penurunan eritropoeti, penurunan rentang usia sel darah merah,
pendarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, dan kehilangan drah selama
hemodialisis, dan
10. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal, dan peningkatan rendah aluminium

komplikasi dapat dicegah atau dihambat dengan pemberian antihipertensif,


eritropoetin, sumplemen besi, agens pengikat fosfat,dan suplemen kalsium. Pasien juga
mendapat penanganan dialysis yang adekuat untuk menurunkan kadar produk sampah
uremik dalam darah.
F. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi

1. Hipervolomia b.d peningkatan Setelah dilakukan tindakan Manejemen


Hipervolemia(1.15506)
volume cairan keseimbangan cairan
intravaskular,interstisial,dan diharapkan kriteria hasil: Tindakan:
Observasi
intraselular d.d ( L.03020)
 Periksa tanda dan gejala
ortopne,dispnea,paroxysmal  Asupan cairan hipervolemia
(mis.ortopnea, dispnea,
nocturnal dyspnea (PND) (5)meningkat) edema, JVP/CPV
(D.0022) meningkat, refleks
hepatojugular positif,
F  Edema (5)menurun)
suara napas tambahan)
h  Identifikais penyebab
 Tekanan darah hipervolomia
 Monitor status
(5)membaik) hemodinamik ( mis.
 Denyut nadi radial Frekuensi jantung, tekana
darah, MAP, CPV, PAP,
(5)membaik) POMP, CO, CL) jika
tersedia
 Asupan makan
 Monitor intake dan output
(5)membaik) cairan
Terapeutik
 Berat badan (5)membaik)
 Timbang berat badan
setiap hari pada waktu
yang sama
 Batasi asupan cairan dan
garam

Edukasi
 Anjurkan melapor jika
haluaran urine<0,5
ml/kg/jam dalam 6 jam
 Anjurkan melapor jika BB
bertambah >1kg dalam
sehari
 Ajarkan car mengukur dan
mencatat asupan dan
haluaran cairan
 Ajarkan cara membatasi
cairan
kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
diuretik
 Kolaborasi penggati
kehilangan kalium akibat
diuretik
 Kolaborasi pemberian
continuous renal
replacement therapy
(CRRT),jika perlu

Pemantauan cairan (1.03121)

tindakan:
observasi
 Monitor frekuensi nadi
 Monitor berat badan
 Monitor jumlah ,warna
dan berat jenis urine
 Monitor hasil pemeriksaan
serum (mis.osmalaritas
serum, hematorik, natrium,
kalium, BUM)
 Monitor intake dan output
cairan
 Identifikasi tanda-tanda
hipervolomia (mis.
Dispnea, edema, perifer,
edema anasarka, jvp
meningkat, refleks
hepatojugular positif, berat
badan menurun dalam
waktu singkat)
 Identifikasi faktor resiko
ketidak seimbangan cairan
( mis. Prosedur,
pembedahan mayor,
trauma/perdarahan, luka
bakar, afaresis, obstruksi
intestinal, peradangan,
pankreas, penyakit ginjal
dan kelenjar, disfungsi
instestinal).

terapeutik
 atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
 dokumnetasi hasil
pemantauan
edukasi
 jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

2 Defisit nutrisi D.0019 Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi ( 1.03119)

Definisi : asupan nutrisi tidak status nutrisi diharapkan Definisi : mengidentifikasi dan
cukup untuk memenuhi kriteria hasil: ( L.03030) mengelola asupan nutrisi yang
kebutuhan m etabolisme seimbang
 porsi makan yang
Gejala dan tanda mayor dihabiskan Observasi
(5)meningkat)  Identifikasi status nutrisi
Subjektif:  kekuatan otot Identifikasi alergi dan
(tidak tersedia) mengunyah,menelan intoleransi makanan
, serum albumin  Identifikasi makanan yang
Objektif: (5)meningkat) disukai
 Berat badan menurun  verbalisasi keinginan  Identifikasi kebutuhan
minimal 10% dibawah untuk meningkatkan kalori dan jenis nutrien
rentan ideal. nutrisi  Identifikasi perlunya
(5)meningkat) pengguna selang
Gejala dan tanda minor  pengetahuan asupan nasogastrik
Subjektif: nutrisi yang tepat
 Cepat kenyang setelah (5)meningkat)  Monitor asupan makan
makan  Monitor BB
 Kram nyeri abdomen  Monitor pemeriksaan LAB
 Nafsu makan menuru  perasaan cepat
kenyang
(5)menurun) Terapeutik
Objektif
 nyeri abdomen  Lakukan oral hygine
 Bising usus
(5)menurun) sebelum makan, bila perlu
 hiperaktif Otot
 sariawan  Fasilitasi menentukan
 pengunyah lemah
(5)menurun) pedoman diet (mis,
 Otot menelan piramida makanan)
 rambut rontok
 lemah Membran (5)menurun)  Sajikan makanan secara
 mukosa pucat  diare (5)menurun) menarik dan suhu yang
 Suriawan sesuai
 Serum albumin  Beriakan makanan yang
 Rambut rontok  BB (5) membaik) tinggi serat untuk
 diare mencegah konstipasi
 Berikan makanan yang
tinggi kalori dan protein
 Berikan suplemen
makanan ,jika perlu
 Hentikan pemeberian
makan melalui selang
nasogatrik jika asupan oral
dapat di toleransi.
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
 Ajarkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis, pereda nyeri,
antiemetik) jiku perlu
 Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan,jika perlu
Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan Manajemen sensasi perifer
keperawatan perfusi perifer (1.06195)
(D. 0009) pasien meningkat, dengan
Definisi: penurunan sirkulasi kriteria hasil : Tindakan:
darah level kapiler yang dapat
mengganggu metabolisme tubuh  Denyut nadi Observasi :
perefir (5)  Identifikasi penyebab
meningkat) perubahan sensasi
Gejala dan tanda mayor :  Sensasi  Periksa perbedaan sesnsai
(5)meningkat)
Subjektif: - tajam atau tumpul
 Periksa perbedaan sensasi
Objektif: panas dan dingin
 Pengisian kapiler detik  Periksa kemampuan
>3 detik  Warna kulit pucat
mengidentifikasi lokasi
 Nadi perifer menurun (5)menurun)
dan tekstur benda
atau tidak teraba  Edema perifer
(5)menurun)  Monitor terjadi
 Akral tetaba dingin perestesia,jika perlu
 Nyeri ekstermitas
 Warna kulit pucat (5)menurun)  Monitor perubahan kulit
 Turgor kulit menurun  Parastesia  Monitor adanya
(5)menurun) tromboflebitis dan
Gejala dan tanda minor :  Kelemahan otot tromboemboli vena
Subjektif : (5)menurun)
 Parastesia  Kram otot Terapeutik :
 Nyerieksterminas (5)menurun)  hindari pemakaian benda-
(klaudikasi intermiten)  Bruit fernoralis benda yang berlebihan
Objektif : (5)menurun) suhunya ( terlalu panas
 Edema  Nekrosis atau dingin)
 Penyembuhan luka (5)menurun) edukasi:
lambat  anjurkan penggunaan
 Indeks ankel-branchial termometer untuk menguji
<0,90 suhu air
 Bruit femoral  Pengisisan lapiler  anjurkan penggunaan
(5) meningkat)
sarung tangan termal saat
 Akral
(5)meningkat) memasak
 Tugor kulit  anjurkan memakai sepatu
(5)meningkat) lembut dan bertumit
 Tekan darah rendah
sistolik kolaborasi :
(5)membaik)  kolaborasi pemberian
 Tekana darah analgesik, jika perlu
diastolik  kolaborasi pemberian
(5)membaik) kortikosteroit, jika perlu
 Tekana arteri rata-
rata (5)membaik) perawatan sirkulasi
 Indeks ankle- ( 1.02079)
brachial
(5)membaik) defenisi : megidentifikasi dan
merawat area lokal dengan
keterbatasan sirkulasi perifer.

Tindakan :
Observasi :
 periksa sirkulasi perifer
( mis. Nadi perifer, edema,
pengisan kapiler, warna,
suhu, ankle branchial
index)
 identifikasi faktor resiko
gangguan sirkulasi ( mis.
Diabetes, perokok, orang
tua, hipertensi dan kadar
kelosterol tinggi )
 monitor panas, kemerahan
nyeri , atau bengkak pada
pada ekstermitas.

Terapeutik:
 hindari pemasangan infus
atau pengambilan darah di
area keterbatasan perfusi
 hindari pengukuran tekana
darah pada ekstermitas
dengen keterbatasan
perfusi
 hindarai penekanan
dengan pemasangan
torniquet pada area yang
cedera
 lakukan pencegahan
infeksi
 lakukan perawatan kaki
dan kuku
 lakukan hidrasi
edukasi :
 anjurkan berhenti merokok
 anjurkan berolahraga rutin
 anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan
darah, antikoagulan, dan
penurunan kolesterol, jika
perlu
 anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
 anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat
beta
 anjurkan program
rehabilitas vaskular
 anjurkan perogram diet
untuk memperbaiki
srkulasi ( mis, rendah
lemak jenuh, minyak ikan
omega 3)
 informmasikan tanda dan
gejala darurar yang harus
dilaporkan ( mis. Rasa
sakit yang tidak hilang
saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa).

3 3 intoleransi aktivitas b.d Toleransi Manaejemen energi ( 1.05178)


aktivitas( L.05047)
kelemahan d.d mengeluh lelah,
Definisi : mengidentifikasi dan
dispnea saat/setelah aktivitas, Setelah dilakukan mengelola penggunaan energi
merasa tidak nyaman setelah keperawatan toleransi untuk mengatasi atau mencegah
aktivitas pasien meningkat, kelelahan dan mgeoptimalkan
beraktivitas, merasa lemah dengan kriteria hasil : proses pemulihan.
(D.0056)
 frekuensi nadi Tindakan
Tanda mayor :
(5)meningkat) Obesrevasi:
Objektif:  saturasi oksigen  identifikasi gangguan
(5)meningkat) fungsi tubuh yang
 frekuensi jantung
 kemudahan mengakibatkan kelelahan
meningkat >20% dari melakukan aktivita
kondisi istirahat sehari-hari  monitor kelelahan fisik
(5)meningkat) dan emosional
Tanda minor
 kecepatan berjalan  monitor lokasi dan
Objektif : (5)meningkat) ketidak nyamanan selama
 jarak berjalan melakukan aktivitas.
 tekanan darah berubah
(5)meningkat)
>20% dari kondisi  kekuatan tubuh
Terapeurik :
istirahat bagian atas
(5)meningkat)  sediakan lingkungan
 gambaran EKG  kekuatan tubuh nyaman dan rendah
bagaian bawah stimulus ( mis, cahayah,
menunjukkan aritrima suara, kunjungan)
(5meningkat)
saat/setelah aktivitas  toleransi menaiki  lakukan latihan rentang
 gambaran EKG tangga gerak pasif dan /atau aktif
(5)meningkat)  berikan aktivitas distraksi
menunjukkan iskemia yang menenangkan
 sianosis  fasilitasi duduk di sisi
 keluhan lelah tempat tidur ,jika tidak
(5)menunrun)
dapat berpindah atau
 dispnea saat
beraktivitas/setelah berjalan.
aktivitas
(5)menurun) Edukasi:
 perasaan lemah  anjurkan tirah baring
(5)menurun)  anjurkan kativitas secara
 aritrima saat bertahap
aktivitas/setelah  anjurkan menghubungi
aktivitas (5)menuru) perawat jika tanda dan
 sianosis gejala keleahan tidak
(5)menurun) berkurang
 ajarkan strategi koping
 warna kulit untuk mengurangi
(5)membaik) kelelahan
 TD (5)membaik)
 Frekuensi napas kolaborasi:
(5)membaik)  kolaborasi dengan ahli gizi
 EKG iskemia tentang cara meningkatkan
(5)membaik. asupan makanan.

Terapi aktivitas ( 1.05186)


Lihat dan baca di buku
SIKI.halaman 415.
Resiko ketidak seimbangan Keseimbangan cairan Manajemen cairan (1.03098)
(L.03020)
cairan d.d penyakit
Tindakan:
ginjal/kelenjar. (D.0036) Setelah dilakukan Observasi :
Kondisi klinis terkait : keperawatan keseimbangan  monitor status hidrasi
cairan pasien meningkat, (mis. Frekuesi nadi,
(Penyakit ginjal/kelenjar) dengan kriteria hasil : kekuatan nadi, akral,
pengisian kapiler,
 asupan cairan kelembapan mukosa, tugor
(5)meningkat) kulit, tekana darah)
 haluaran urin  monitor berat badan harian
(5)meningkat)
 kelembaban  monitor berat badan
membran mukosa sebelum dan sesudah
(5)meningkat) dialisis
 asupan makanan  monitor hasil pemeriksaa
(5)meningkat) laboratorium
( mis.hematorik, Na, K,
 edema (5)menurun) Cl, berat jenis urine ,
 dehidrasi BUN)
(5)menurun)
 asites (5)menurun) Terapeutik:
 konfusi (5)menurun)  catat intake-outpot dan
hitung balans cairan 24
 TD (5)membaik) jam
 Denyut nadi radial  Berikan asupan
(5)membaik) cairan ,sesuai kebutuhan
 Tekanan arteri rata-
rata (5)membaik)  Berikan cairan intravena,
 Mata jika perlu
cekung(5)membaik)
 Tugor kulit Kolaborasi :
(5)membaik)  Kolaborasi pemberian
 BB (5)Membaik diuretik, jika perlu

Pemantauan cairan(1.03121)
Dibaca di buku SIKI. Halaman
238.

Resiko ketidak seimbangan Kesimbangan elektrolit Pemantuan elektrolit ( 1.03122)


(L.03021)
elektrolit d.d disfungsi ginjal,
Tindakan:
ketidak seimbangan cairan (mis, Setelah dilakukan  Identifikasi kemungkinan
dehidrasi dan intoksikasi air), keperawatan Keseimbangan penyebab ketidak
cairan pasien meningkat,
kelebihan volume cairan, dengan kriteria hasil : seimbangan elektrolit.
muntah, diare.(d.0037)  Monitor mual, muntah dan
 Serum natrium diare
Kondisi klinis terkait: (5)membaik)  Monitor kadar elektrolit
Gagal ginjal  Serum kalium serum
(5)membaik  Monitor kehilangan cairan,
 Serum klorida jika perlu
(5)membaik)
 Monitor tanda hipoklemia
 Serum kalsium
(5)membaik) (mis. Kelemahan otot,
 Serum magnesium interval QT memanjang,
(5)membaik) gelombang T datar dan
 Serum fosfor terbalik, depresii segmen
(5)membaik) ST, gelombang U,
kelelahan, parestesia,
penurunan refleks,
anoreksia, konstipasi,
motilitas usus menurun,
pusing, depresi pernapas)
 Monitor tanda dan gejala
hiperknlemia ( mis, peka
rangsangan, gelisah, mual,
muntah, takikardia
mengarah ke bradikardia,
fibrilisasi/kakikardia
ventrikel, gelombang T
tinggi, gelombang P datar,
kompleks QRS tumpul,
blok jantung mengarah
asistol)
 Monitor tanda dan gejala
hiponatremia (mis.
Disorientasi, otot
berkedut, sakit kepala,
membrane mukosa kering,
hipotensi postural,
kejang ,letargi, penurunan
kesadaran)
 Monitor tanda dan gejala
hipematremia ( mis. Haus,
demam, mual, muntah,
gelisah, peka rangsang,
membran mukosa kering,
takikardia, hipotensi,,
latergi, konfusi, kejang)
 Monitor tanda dan gejala
hipokalsemia( untuk
kelanjutannya di cek di buku
siki)
 Monitor tanda dan gejala
hiperkalsemia(untuk
kelanjutannya di cek di buku
siki)
 Monitor tanda dan gejala
hipomagnesemia(untuk
kelanjutannya di cek di buku
siki)
 Monitor tanda da gejala
hipermagnesemia(untuk
kelanjutannya di cek di buku
siki)

Terapeutik:
 Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
 Dokumentasi hasil
pemantauan

Kolaborasi :
 Jelaskan tujuan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan,jika perlu.

G. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


A) Implementasi
Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan.
b. Diagnosa keperawatan.
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan.
d. Tanda tangan perawat pelaksana.
B) Evaluasi
Evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan.
b. Diagnosa kepoerawatan.
c. Evaluasi keperawatan.

Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk pendekatan SOAP.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

3.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Long, B C. (1996). Perawat Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses keperawatan) Jilid 3.
Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.
Bedah Brunner & Suddarth_ Edisi 8_ Jakarta _•EGC
Tim pokja SDKI DPP PPM' (2017). Standar diagnosi Keperawatan Indonesia_Jakarta
Selatan_ DPP PPM
Tim pokja SIKI DPP PPNI_ (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia_Jakarta
Selatan_ DDPI

Tim pokja SLKI DPP PPNI_ (2018). Standar Luaran keperawatan Indonesia_Jakarta
Selatan_ DDPI

Anda mungkin juga menyukai