Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS JURNAL

Untuk memenuhi Tugas Keperawatan Gawat Darurat yang dibimbing


oleh Ida Rosidawati M,Kep.

Disusun Oleh :

Sifa Nur Fauziah C1914201003

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
TAHUN AJARAN 2022
ANALISIS JURNAL 1
A. ABSTRAK
Parasetamol digunakan secara luas sebagai obat analgesik dan antipiretik.
Parasetamol mempunyai efek toksik terhadap hati dan ginjal akibat radikal bebas yang
dihasilkannya. Mekanisme toksisitas akibat parasetamol diperantarai oleh suatu metabolit
reaktif, N-acetyl-p-benzoquinone imine (NAPQI), hasil dari metabolisme parasetamol.
Metabolit reaktif ini akan berikatan dengan protein seluler ginjal. Adanya kerusakan
ginjal menyebabkan bahan metabolit hasil ekskresi ginjal menjadi meningkat di dalam
darah. Salah satu indikator terjadi kerusakan ginjal adalah dengan menilai Blood Urine
Nitrogen (BUN) dan serum kreatinin dalam darah yang menunjukkan jumlah yang
meningkat di dalam tubuh. Salah satu jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai
antioksidan adalah buah alpukat. Buah alpukat mengandung beberapa antioksidan,
terutama prekursor glutation, vitamin C dan vitamin E. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh jus buah alpukat dalam mencegah kerusakan ginjal akibat
pemberian parasetamol dosis toksik dengan indikator BUN dan serum kreatinin.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Post Test Only Control Group
Design. Tikus strain wistar jantan sebanyak 30 ekor yang telah diadaptasikan selama satu
minggu dibagi menjadi 2 kelompok kontrol dan 3 kelompok perlakuan. Kelompok K1
adalah kelompok kontrol negatif yang diberi plasebo berupa larutan CMC 1%. Kelompok
K2 merupakan kelompok kontrol positif dengan pemberian plasebo, yaitu larutan CMC
1% dilanjutkan larutan parasetamol dosis toksik. Kelompok P1 diberi jus buah alpukat
0,5 g/kgBB/hari dilanjutkan dengan pemberian larutan parasetamol dosis toksik,
kelompok P2 diberi jus buah alpukat 1,5 g/kgBB/hari dilanjutkan dengan pemberian
larutan parasetamol dosis toksik dan kelompok P3 diberi jus buah alpukat 4,5
g/kgBB/hari dilanjutkan dengan pemberian larutan parasetamol dosis toksik. Pemberian
jus buah alpukat dilakukan menggunakan sonde lambung, yang dilakukan 1x/hari, setiap
hari, selama 10 hari. Setelah masa perlakuan selesai selama 10 hari, seluruh tikus dibunuh
dengan anastesi menggunakan larutan eter, dan diambil darahnya dari ventrikel kiri untuk
diukur kadar BUN dan serum kreatinin. Hasil kadar BUN dan kreatinin dari ketiga
kelompok dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis dan uji One Way Anova.
Hasil penelitian ini menunjukkan kadar BUN dan serum kreatinin pada kelompok
K2 mengalami peningkatan signifikan dibandingkan kelompok K1. Pemberian jus buah
alpukat pada semua kelompok perlakuan dapat menurunkan kadar BUN dan serum
kreatinin secara signifikan terhadap kelompok K2. Kadar BUN pada kelompok P1
mengalami perbedaan signifikan terhadap kelompok K1, sedangkan kadar BUN pada
kelompok P2 dan P3 tidak mengalami perbedaan signifikan terhadap kelompok K1.
Kadar serum kreatinin pada semua kelompok perlakuan tidak mengalami perbedaan
signifikan terhadap kelompok K1.
B. DESKRIPSI SINGKAT
Overdosis parasetamol akut maupun kronik akan menyebabkan kerusakan pada
hati dan ginjal. Kerusakan hati merupakan gejala overdosis parasetamol yang sering
terjadi, sedangkan efek terhadap ginjal biasanya jarang diperhatikan (Loh dan
Ponampalam, 2006). Walaupun kerusakan ginjal lebih jarang terjadi, kerusakan tubulus
ginjal dan gagal ginjal akut dapat terjadi tanpa kerusakan hati dan menyebabkan kematian
(Palani et al., 2009)
Parasetamol digunakan secara luas sebagai obat analgesik dan antipiretik.
Parasetamol mempunyai efek toksik terhadap hati dan ginjal akibat radikal bebas yang
dihasilkannya. Mekanisme toksisitas akibat parasetamol diperantarai oleh suatu metabolit
reaktif, N-acetyl-p-benzoquinone imine (NAPQI), hasil dari metabolisme parasetamol.
Metabolit reaktif ini akan berikatan dengan protein seluler ginjal. Adanya kerusakan
ginjal menyebabkan bahan metabolit hasil ekskresi ginjal menjadi meningkat di dalam
darah. Salah satu indikator terjadi kerusakan ginjal adalah dengan menilai Blood Urine
Nitrogen (BUN) dan serum kreatinin dalam darah yang menunjukkan jumlah yang
meningkat di dalam tubuh. Salah satu jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai
antioksidan adalah buah alpukat. Buah alpukat mengandung beberapa antioksidan,
terutama prekursor glutation, vitamin C dan vitamin E.
C. ANALISI PICOT
PENGARUH JUS BUAH MENCEGAH PENINGKATAN KREATININ
PARASETAMOL ALPUKAT (Persea americana KADAR BUN DAN SERUM
TIKUS WISTAR YANG DIBERI DOSIS TOKSIK
No Kriteria Jawab Pembenaran & Critical tinking
1. P Ya Tikus strain wistar jantan sebanyak 30 ekor yang telah
diadaptasikan selama satu minggu dibagi menjadi 2
kelompok kontrol dan 3 kelompok perlakuan
2. I Ya Rancangan penelitian yang digunakan adalah Post Test
Only Control Group Design
3. C Ya Tidak ada pembanding dalam jurnal ini
4. O Ya Hasil penelitian ini menunjukkan kadar BUN dan serum
kreatinin pada kelompok K2 mengalami peningkatan
signifikan dibandingkan kelompok K1. Pemberian jus buah
alpukat pada semua kelompok perlakuan dapat menurunkan
kadar BUN dan serum kreatinin secara signifikan terhadap
kelompok K2. Kadar BUN pada kelompok P1 mengalami
perbedaan signifikan terhadap kelompok K1, sedangkan
kadar BUN pada kelompok P2 dan P3 tidak mengalami
perbedaan signifikan terhadap kelompok K1. Kadar serum
kreatinin pada semua kelompok perlakuan tidak mengalami
perbedaan signifikan terhadap kelompok K1.
5 T Ya
D. PEMBAHASAN
Parasetamol digunakan secara luas sebagai obat analgesik dan antipiretik.
Parasetamol mempunyai efek toksik terhadap hati dan ginjal akibat radikal bebas yang
dihasilkannya. Mekanisme toksisitas akibat parasetamol diperantarai oleh suatu metabolit
reaktif, N-acetyl-p-benzoquinone imine (NAPQI), hasil dari metabolisme parasetamol.
Metabolit reaktif ini akan berikatan dengan protein seluler ginjal. Adanya kerusakan
ginjal menyebabkan bahan metabolit hasil ekskresi ginjal menjadi meningkat di dalam
darah. Salah satu indikator terjadi kerusakan ginjal adalah dengan menilai Blood Urine
Nitrogen (BUN) dan serum kreatinin dalam darah yang menunjukkan jumlah yang
meningkat di dalam tubuh. Salah satu jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai
antioksidan adalah buah alpukat. Buah alpukat mengandung beberapa antioksidan,
terutama prekursor glutation, vitamin C dan vitamin E.
Perubahan lingkungan dan gaya hidup telah menyebabkan berbagai masalah,
terutama di bidang kesehatan. Salah satunya adalah masalah penggunaan obat.
Masyarakat sering kali mengkonsumsi obat tanpa mengetahui dosis yang tepat dan efek
yang dapat timbul bila dikonsumsi dalam jangka waktu lama. Salah satunya adalah
asetaminofen, yang di Indonesia lebih dikenal sebagai parasetamol (N-acetyl-p-
aminophenol).
Parasetamol lebih aman untuk anak dengan infeksi viral dan penderita ulkus
peptikum daripada aspirin yang mengiritasi lambung, dengan dosis oral 325-1000 mg dan
dosis total harian tidak melebihi 4000 mg (Goodman dan Gilman, 2006; Katzung, 2006).
Oleh karena itu, parasetamol tersedia sebagai obat bebas yang digunakan secara luas
sebagai obat analgesik dan antipiretik. Pengonsumsian overdosis tunggal (biasanya
sebagai usaha bunuh diri), dosis berlebihan secara berulang, maupun dosis terapeutik
yang terlalu sering akan menimbulkan efek toksik (Heard, 2008). Di Inggris, hampir 50%
kasus keracunan obat terjadi akibat parasetamol dengan angka mortalitas 100-200 per
tahun (Sia dan Chan, 2006).
Overdosis parasetamol akut maupun kronik akan menyebabkan kerusakan pada
hati dan ginjal. Kerusakan hati merupakan gejala overdosis parasetamol yang sering
terjadi, sedangkan efek terhadap ginjal biasanya jarang diperhatikan (Loh dan
Ponampalam, 2006). Walaupun kerusakan ginjal lebih jarang terjadi, kerusakan tubulus
ginjal dan gagal ginjal akut dapat terjadi tanpa kerusakan hati dan menyebabkan kematian
(Palani et al., 2009).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian jus buah alpukat
terhadap kadar BUN dan serun kreatinin pada tikus Wistar akibat parasetamol dosIs
toksik Jus buah alpukat diberikan dalam berbagai dosis dengan tujuan untuk mengetahui
dosis optimal yang dapat menetralisır kerusakan ginjal akibat parasetamol dosis toksik
dengan ndikator kadar BUN dan serum kreatininyang menurun.
Tikus wistar yang digunakan merupakan tikus Jantan karena kondısı biologisnya
lebih stabil bila dibandingkan betina yang kondisi biologisnya dipengaruhi masa siklus
uterus Di sampng keseraganman jenis kelamin, hewan coba vang digunakan juga
mempunyai keseragaman berat badan (200-270 gram) dan umur (2-3 bulany. Hal ini
bertujuan untuk memperkecil variasi biologis antar hewan coba yalme digunakan
sehingga dapat memberikan respon relatif seragam (Tuhu, 2008)
E. MANFAAT DAN KEKURANGAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian jus buah alpukat
terhadap kadar BUN dan serun kreatinin pada tikus Wistar akibat parasetamol dosIs
toksik Jus buah alpukat diberikan dalam berbagai dosis dengan tujuan untuk mengetahui
dosis optimal yang dapat menetralisır kerusakan ginjal akibat parasetamol dosis toksik
dengan ndikator kadar BUN dan serum kreatininyang menurun.

Parasetamol dosis toksik dapat meningkatkan kadar BUN dan serum kreatinin
secara signifikan. Pemberian jus buah alpukat dapat mencegah kerusakan ginjal akibat
pemberian parasetamol dosis toksik dengan indikator BUN dan serum kreatinin
Overdosis parasetamol akut maupun kronik akan menyebabkan kerusakan pada
hati dan ginjal. Kerusakan hati merupakan gejala overdosis parasetamol yang sering
terjadi, sedangkan efek terhadap ginjal
F. SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah parasetamol dosis toksik dapat
meningkatkan kadar BUN dan serum kreatinin secara signifikan. Pemberian jus buah
alpukat dapat mencegah kerusakan ginjal akibat pemberian parasetamol dosis toksik
dengan indikator BUN dan serum kreatinin. Dosis optimal jus buah alpukat dalam
menurunkan kadar BUN adalah 1,5 g/kgBB/hari, sedangkan dosis optimal jus buah
alpukat dalam menurunkan kadar serum kreatinin adalah 0,5 g/kgBB/hari.
Saranya dapat melakukan peneitian jus alpukat dengan dengan pemberian dosis
alpukat yang berbeda.
G. DAFTAR PUSTAKA
Pramadyasiwi, A. PENGARUH JUS BUAH MENCEGAH PENINGKATAN
KREATININ PARASETAMOL ALPUKAT (Persea americana KADAR BUN DAN
SERUM TIKUS WISTAR YANG DIBERI DOSIS TOKSIK.
https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/21909/gdlhub-
%20%2875%29xx.pdf?sequence=1&isAllowed=y
ANALISIS JURNAL 2
A. ABSTRAK
Latar Belakang: Salah satu masalah yang disebabkan oleh penyakit bawaan makanan
adalah keracunan makanan. Setiap keracunan harus dianggap seperti keadaan gawat
darurat. Namun, ketika suatu kedaruratan terjadi, pada umumnya orang-orang sering
menjadi panik dan histeris. Pendidikan kesehatan dengan metode demonstrasi
merupakan salah satu upaya meningkatkan pengetahuan. Metode ini memungkinkan
penyampaian informasi lebih jelas, menarik, dan peserta lebih aktif. Tujuan
Penelitian: Diketahuinya pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode demonstrasi
terhadap pengetahuan pertolongan pertama pada keracunan makanan. Metode
Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode pre-eksperimental dengan rancangan
one group pretest-posttest design. Uji normalitas dengan Shapiro-Wilk dan analisis
data menggunakan paired t-test. Jumlah sampel 25 orang. Teknik sampling dilakukan
dengan metode random sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Hasil
Penelitian: Hasil Pretest menunjukkan pengetahuan dengan kategori kurang 76,0%,
cukup 24,0%, dan baik 0,00%. Sedangkan hasil Posttest menunjukkan pengetahuan
dengan kategori kurang 24,0%, cukup 20,0%, dan baik 56,0%. Analisis Paired t-Test
didapatkan bahwa nilai Asymp. sig. = 0,000 (p < 0,05).
B. DESKRIPSI SINGKAT
Penyakit bawaan makanan atau yang dikenal dengan istilah “foodborne disease”
telah menjadi masalah bagi seluruh masyarakat sejak awal kehidupan manusia. Jenis,
keparahan, dan dampak dari penyakit karena makanan ini telah berubah selama
berabad-abad dan masih beragam antar daerah, negara dan masyarakat (WHO, 2015).
Data World Health Organization (WHO) merilis temuan awal menunjukkan bahwa
ratusan juta orang menderita sakit akibat makanan yang terkontaminasi. Secara global
351,000 orang diantaranya meninggal setiap tahun karena keracunan makanan.
Sementara itu, di Indonesia kejadian keracunan makanan juga cukup sering
terjadi. Sepanjang tahun 2014, total berita insiden keracunan yang dilaporkan oleh
berbagai media massa ke Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan Pengawas
Obat dan Makanan RI adalah sebanyak 186 (seratus delapan puluh enam) kejadian
keracunan terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan data tersebut, sebanyak
135 insiden (72,5%) merupakan insiden keracunan pangan (BPOM, 2014).
Sedangkan sepanjang bulan Januari hingga Juni 2015, total berita insiden keracunan
yang dilaporkan adalah sebanyak 87 (delapan puluh tujuh) kejadian keracunan terjadi
di berbagai wilayah Indonesia. Sebanyak 75 insiden (65,2%) merupakan insiden
keracunan pangan dengan jumlah korban 2.033 orang dan 18 orang di antaranya
meninggal dunia (BPOM, 2015).
Menurut Arisman (2009), keracunan dapat berakibat ringan, namun tidak jarang
juga dapat berakibat parah. Keracunan berat baru dapat mereda setelah beberapa hari,
minggu, atau bulan. Keadaan ini bahkan seringkali meninggalkan gejala sisa, seperti
kanker, kebutaan kongenital (pada bayi dengan ibu yang menelan zat toksik sewaktu
hamil), artritis reaktif, dan meningitis. Jika hal ini terjadi pada kelompok yang
berisiko tinggi, seperti balita, lansia, atau orang sakit, dapat mengakibatkan kematian
(Apriyanty, 2007).
C. ANALISI PICOT
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN METODE
DEMONSTRASI TERHADAP PENGETAHUAN PERTOLONGAN
PERTAMA PADA KERACUNAN MAKANAN DI PADUKUHAN
SANGGRAHAN BANJARHARJO KALIBAWANG KULON PROGO

No Kriteria Jawab Pembenaran & Critical tinking


1. P Ya Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang
tinggal di Padukuhan Sanggrahan, Desa Banjarharjo,
Kalibawang, Kulon Progo berusia 20 sampai 50 tahun yang
berpendidikan minimal Sekolah Menengah Pertama (SMP)
yang berjumlah 92 orang.
2. I Ya Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian pre-
eksperimental design dengan desain penelitian one group
pretest-posttest design. Pengukuran dalam penelitian ini
dilakukan dua kali yaitu sebelum diberikan perlakuan
(Pretest) dan setelah diberikan perlakuan (Posttest) kepada
satu kelompok yaitu kelompok eksperimen (Saryono dan
Anggraeni, 2013).
3. C Ya Tidak ada pembanding dalam jurnal ini
4. O Ya Hasil Penelitian: Hasil Pretest menunjukkan pengetahuan
dengan kategori kurang 76,0%, cukup 24,0%, dan baik
0,00%. Sedangkan hasil Posttest menunjukkan pengetahuan
dengan kategori kurang 24,0%, cukup 20,0%, dan baik
56,0%. Analisis Paired t-Test didapatkan bahwa nilai
Asymp. sig. = 0,000 (p < 0,05).
5 T Ya

D. PEMBAHASAN
Definisi keracunan makanan menurut Menteri Kesehatan (2013) adalah seseorang
yang menderita sakit dengan gejala dan tanda keracunan yang disebabkan karena
mengonsumsi pangan yang diduga mengandung cemaran biologis atau kimia.
Berdasarkan Undang Undang RI no 18 tahun 2012, pangan adalah segala sesuatu
yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,
peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk
bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Hal terkait definisi keracunan makanan ini perlu dipahami karena pertolongan
pertama pada keracunan makanan dan pertolongan pertama pada keracunan oleh
penyebab lainnya berbeda.
Pengetahuan pertolongan pertama merupakan hal yang penting untuk keselamatan
korban. Menurut Thygerson (2011), lebih baik mengetahui pertolongan pertama dan
tidak memerlukannya daripada memerlukan pertolongan pertama namun tidak
mengetahuinya. Sehingga setiap orang harus mengetahui tentang pertolongan
pertama. Pengetahuan pertolongan pertama pada keracunan makanan yang sudah
tinggi (≥50) sebelum diberikan pendidikan kesehatan adalah mengenai sikap
penolong.
faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain umur, pendidikan,
informasi, budaya, dan pengalaman. Berdasarkan teori tersebut, faktor yang
kemungkinan mempengaruhi pengetahuan kurang pada responden penelitian ini
adalah faktor umur dan informasi.
Faktor lain yang mempengaruhi responden memiliki pengetahuan dengan kategori
kurang adalah faktor informasi. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan bahwa
100% responden tidak pernah mendapatkan informasi mengenai pertolongan pertama
keracunan makanan melalui media apapun sebelum mendapatkan pendidikan
kesehatan. Responden tidak pernah terpapar informasi dan tidak berinisiatif untuk
mencari informasi terkait pertolongan pertama pada keracunan makanan, sehingga
mempengaruhi pengetahuan responden terkait pertolongan pertama pada keracunan
makanan.
E. MANFAAT DAN KEKURANGAN
Perubahan pengetahuan pada responden setelah dilakukan pendidikan kesehatan ini
sesuai dengan teori menurut Wood (1926) dalam Fitriani (2011) yang menyatakan
bahwa pendidikan kesehatan adalah pengalaman-pengalaman yang bermanfaat dalam
mempengaruhi kebiasaan, sikap, dan pengetahuan seseorang atau masyarakat.
F. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan: Ada pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode demonstrasi terhadap
pengetahuan pertolongan pertama pada keracunan makanan di Padukuhan Sanggrahan
Banjarharjo Kalibawang Kulon Progo.
Saran: Perawat-perawat puskesmas diharapkan dapat menerapkan metode
demonstrasi dalam memberikan pendidikan kesehatan terkait pertolongan pertama pada
keracunan makana
G. DAFTAR PUSTAKA
Saptiningrum, E., & Widaryati, W. (2016). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan
Metode Demonstrasi Terhadap Pengetahuan Pertolongan Pertama Pada Keracunan
Makanan Di Padukuhan Sanggrahan Banjarharjo Kalibawang Kulon Progo (Doctoral
dissertation, Universitas' Aisyiyah Yogyakarta).
http://digilib.unisayogya.ac.id/2064/1/NASKAH%20PUBLIKASI_EKA
%20SAPTININGRUM.pdf
ANALISIS JURNAL 3
A. ABSTRAK
Racun dalam makanan dapat berasal dari bahan makanan nabati maupun hewani.
Gejala saat mengalami keracunan makanan dimulai dengan mual yang hebat dan muntah-
muntah. Pengetahuan masyarakat tentang pertolongan pertama keracunan makanan
merupakan hal yang sangat penting dalam proses pelaksanaan tindakan pertolongan
pertama keracunan makanan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana
gambaran tingkat pengetahuan orang tua tentang penanganan keracunan makanan pada
anak usia sekolah di SD 1 Sidoda di Masaran Sragen.
Desain penelitian menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengukuran dengan
metode penelitian survey. Pengambilan sampel dengan cara survei tanpa melakukan
intervensi terhadap subjek penelitian. Sampel sebayak 118 responden dengan teknik
sampling yaitu purposive sampling. Teknik analisis data menggunakan analisis univariat.
Hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas responden berusiaantara26 tahun
sampai dengan 35 tahun sebanyak 64 responden (54,2%) dan tingkat pendidikan
didominasi latar belakang pendidikan Sekolah Dasar 52 responden (44,1%), sedangkan
tingkat pengetahuan responden mayoritas berpengetahuan cukup sebanyak 69 responden
(58,5%). Kesimpulan penelitian ini adalah tingkat pengetahuan orang tua tentang
penanganan keracunan makanan pada anak usia sekolah di SD 1 Sidodadi Masaran
Sragen mayoritas cukup. Diharapkan orang tua dapat dapat meningkatkan pengetahuan
tentang penanganan keracunan makanan.
B. DESKRIPSI SINGKAT
Racun dalam makanan dapat berasal dari bahan makanan nabati maupun hewani.
Racun yang disebabkan karena mikro organisme yang terdapat pada makanan, misalnya
clostridium botulium, mengeluarkan toxin yang menyerang saraf, streptococcus,
menyebabkan diarrhea, richineltla spiralis pada daging sapi dan babi yang sakit
(Pratiknjo, 2010). Makanan jajanan memegang peranan yang cukup penting dalam
memberikan asupan energi dan zat gizi lain bagi anakanak usia sekolah (Hamida
Khairuna, 2012). Jajanan yang menyebabkan keracunan dipengaruhi beberapa faktor
antara lain adalah hygiene perorangan yang buruk, cara penanganan makanan yang tidak
sehat dan perlengkapan pengolahan makanan yang tidak bersih (Ningsih, 2014).
Pneumotoraks spontan sering terjadi pada usia muda, dengan insidensi puncak pada
dekade ketiga kehidupan (20-40 tahun).
Gejala saat mengalami keracunan makanan dimulai dengan mual yang hebat dan
muntah-muntah. Pengetahuan masyarakat tentang pertolongan pertama keracunan
makanan merupakan hal yang sangat penting dalam proses pelaksanaan tindakan
pertolongan pertama keracunan makanan.
C. ANALISI PICOT
Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Penanganan Keracunan Makanan Pada anak
Usia Sekolah Di SD 1 Sidodadi Masaran Sragen
No Kriteria Jawab Pembenaran & Critical tinking
1. P Ya Sampel sebayak 118 responden dengan teknik sampling
yaitu purposive sampling. Teknik analisis data
menggunakan analisis univariat.

2. I Ya Desain penelitian menggunakan metode deskriptif


kuantitatif. Pengukuran dengan metode penelitian survey
3. C Ya Tidak ada pembanding dalam jurnal ini
4. O Ya Hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas responden
berusiaantara26 tahun sampai dengan 35 tahun sebanyak 64
responden (54,2%) dan tingkat pendidikan didominasi latar
belakang pendidikan Sekolah Dasar 52 responden (44,1%),
sedangkan tingkat pengetahuan responden mayoritas
berpengetahuan cukup sebanyak 69 responden (58,5%).
5 T Ya 2016

D. PEMBAHASAN
Keracunan makanan dapat disebabkan oleh pencemaran bahan kimia beracun
(tanaman, hewnam metabolit mikroba) kontaminasi kimia, mikroba patogen dan non
bakteri (parasit, ganggang, jamur, virus) yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan
(Depkes, 2010).
E. MANFAAT DAN KEKURANGAN
Berdasarkan data Kejadian Luar Biasa (KLB) pada tahun 2012- 2013 mengenai
jajanan anak sekolah di Indonesia, diperoleh bahwa di Indonesia kelompok siswa Sekolah
Dasar (SD) merupakan kelompok yang paling sering mengalami keracunan makanan
(BPOM, 2013). Berdasarkan survey BPOM pada tahun 2013 hampir semua sekolah di
Surabaya membuktikan 45% jajanan sekolah merupakan makanan jajanan yang
berbahaya. Makanan tersebut diantaranya mengandung boraks, formalin, dan boramin.
Boraks atau sodium tetraborate decahydrate adalah bahan yang digunakan dalam
pembuatan detergen. Boraks merupakan prekursor dari sodium perborate monohidrate.
Sedangkan formalin biasanya digunakan untuk mengawetkan jasad manusia (Pongsavee,
2009). Apabila kandungan dari bahan tersebut digunakan dalam campuran bahan
makanan, akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan. Salah satunya yaitu
keracunan makanan.
Pada penelitian Zulaekah (2012), menunjukkan bahwa pengetahuan anak sekolah
dasar tentang keamanan makanan jajanan tidak baik sebelum diberikan penyuluhan
tentang bahaya janjanan disekolah. Sehingga banyak anak sekolah dasar yang mengalami
keracunan akibat makanan jajanan disekolah. Menurut Murray (2009) menyebutkan
gejala saat mengalami keracunan makanan dimulai dengan mual yang hebat dan
muntahmuntah. Gejala lainnya berupa kram perut, diare, sakit kepala dan demam,
terkadan keracunan dapat berakibat kematian apabila terjadi pada anakanak dan orang tua
yang sakit menahun apabila tidak segera ditangani.

F. SIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang gambaran pengetahuan ibu
tentang penanganan keracunan makanan pada anak usia sekolah di Desa Sidodadi
Masaran Sragen dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Hasil karakteristik usia responden mayoritas berusia antara 26 sampai dengan 35
tahun sebanyak 64 responden (54,2%) dan sebagian besar responden memiliki
pendidikan yang rendah atau Sekolah Dasar sebanyak 52 responden (44,1%).
2. Pengetahuan kategori baik tentang keracunan makanan pada anak usia sekolah di SD
N 1 Sidodadi Masaran Sragen sebanyak 20 responden (16,9%).
3. Pengetahuan kategori cukup tentang keracunan makanan pada anak usia sekolah di
SD N 1 Sidodadi Masaran Sragen sebanyak 69 responden (58,5%).
4. Pengetahuan kategori kurang tentang keracunan makanan pada anak usia sekolah di
SD N 1 Sidodadi Masaran Sragen sebanyak 29 responden (24,6%)
G. DAFTAR PUSTAKA
Nurjannah, N. (2020). TINGKAT PENGETAHUAN ORANGTUA TENTANG
PENANGANAN KERACUNAN MAKANAN PADA ANAK USIA SEKOLAH DI SD N 1
SIDODADI MASARAN SRAGEN (Doctoral dissertation, Universitas Kusuma Husada
Surakarta. http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/145/

Anda mungkin juga menyukai